Anda di halaman 1dari 6

Sanitasi Lingkungan Rumah

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan
rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial. Lingkungan rumah
menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan
pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.

Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat
memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat
serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun
sosial.

Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Rumah disamping
merupakan lingkungan fisik manusia sebagai tempat tinggal, juga dapat merupakan
tempat yang menyebabkan penyakit, hal ini akan terjadi bila kriteria rumah sehat
belum terpenuhi.

Menurut Winslow dan APHA, rumah yang sehat harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain (Suyono,2010 : 84-86):

a. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

1. 1). Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari) maupun
cahaya buatan (lampu). Pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar 60 – 120
lux. Luas jendela yang baik minimal 10 % - 20 % dari luas lantai.
2. 2). Perhawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses pergantian udara dalam
ruangan. Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat adalah 40 % - 70
%. Ukuran ventilasi memenuhi syarat 10% luas lantai.
3. 3). Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun dari
dalam rumah (termasuk radiasi).
4. 4). Cukup tempat bermain bagi anak-anak dan untuk belajar.

b. Memenuhi Kebutuhan Psikologis

1. 1). Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya.


2. 2). Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga.
3. 3). Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak telalu ada perbedaan tingkat
yang ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat ekonomi.
4. 4). Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri.
5. 5). Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan umur
dan jenis kelaminnya. Orang tua dan anak dibawah 2 tahun boleh satu kamar.
Anak diatas 10 tahun dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Anak umur
17 tahun ke atas diberi kamar sendiri.

6. 6). Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya keleluasaan


bergerak, bernapas dan untuk memudahkan membersihkan lantai.
7. berumur 5 tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan.
8. 8). Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan.
9. 9). Hewan/ternak yang akan mengotori ruangan dan ribut/bising hendaknya
dipindahkan dari rumah dan dibuat kandang tersendiri dan mudah dibersihkan.

c. Pencegahan Penularan Penyakit

1. 1). Tersedia air bersih untuk minum yang memenuhi syarat kesehatan
2. 2). Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk, lalat), tikus dan binatang
lainnya bersarang di dalam dan di sekitar rumah.
3. 3). Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah memenuhi syarat kesehatan.
4. 4). Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan higienis.

5. maksimal 2,75 m. Ruangan yang terlalu luas akan menyebabkan mudah


masuk angin, tidak nyaman secara psikologis, sedangkan apabila terlalu
sempit akan menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan penyakit
karena terlalu dekat kontak.
6. 6). Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan bebas dari
pencemaran atau gangguan serangga, tikus dan debu.

d. Pencegahan terjadinya Kecelakaan

1. 1). Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam ruangan
dan menggantinya dengan udara segar.
2. 2). Cukup cahaya dalam ruangan untuk mencegah bersarangnya serangga atau
tikus,mencegah terjadinya kecelakaan dalam rumah karena gelap.
3. 3). Bahan bangunan atau konstruksi rumah harus memenuhi syarat bangunan
sipil, terdiri dari bahan yang baik dan kuat.
4. 4). Jarak ujung atap dengan ujung atap tetangga minimal 3 m, lebar halaman
antara atap tersebut minimal sama dengan tinggi atap tersebut. Hal ini tidak
berlaku bagi perumahan yang bergandengan (couple).
5. 5). Rumah agar jauh dari rindangan pohon- pohon besar yang rapuh/ mudah
patah.

6. 6). Hindari menaruh benda-benda tajam dam obat-obatan atau racun serangga
sembarangan apabila didalam rumah terdapat anak kecil.
7. 7). Pemasangan instalasi listrik (kabel-kabel, stop kontak, fitting dll) harus
memenuhi standar PLN.
8. 8). Apabila terdapat tangga naik/ turun, lebar anak tangga minimal 25cm,
tinggi anak Tangga harus diberi pegangan yang kuat dan aman.

2.1.1. Tipe Rumah

Berdasarkan kondisi fisik bangunannya, rumah dapat digolongkan menjadi 3


golongan, yaitu:

1. Rumah permanen, memiliki ciri dinding bangunannya dari tembok, berlantai


semen atau keramik, dan atapnya berbahan genteng.
2. Rumah semi-permanen, memiliki ciri dindingnya setengah tembok dan
setengah bambu, atapnya terbuat dari genteng maupun seng atau asbes,
banyak dijumpai pada gang-gang kecil.
3. Rumah non-permanen, ciri rumahnya berdinding kayu, bambu atau gedek, dan
tidak berlantai (lantai tanah), atap rumahnya dari seng maupun asbes.

2.1.2. Faktor Lingkungan Rumah

Adapun faktor lingkungan rumah yang dimaksud sebagai variabel penelitian yaitu :

a). Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah presentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI).
Kelembaban terdiri dari 2 jenis yaitu Kelembaban Absolut dan Kelembaban Nisbi
(Relatif). Kelembaban absolut adalah berat uap air per unit volume udara, sedangkan
kelembaban nisbi adalah banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur
terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh denga uap air pada temperatur
tersebut.

Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer.


Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat
kesehatan dalam rumah adalah 40-70 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah < 40 % atau > 70 % (Depkes RI, survei kesehatan rumah
tangga 2001)

Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan
virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu
kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering
sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Bakteri Mycobacterium
tuberculosa seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan
dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri
dan merupakan hal yang esensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel
bakteri (Gould & Brooker, 2003).

Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat


merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk bakteri
tuberkulosis.

b). Ventilasi Rumah

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan
menyehatkan manusia. Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke
dalam dua jenis, yaitu:

1. Ventilasi Alam

Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu : daya difusi dari gas- gas,
gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi
alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan
kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun
dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat poros dinding ruangan, atap
dan lantai.

2. Ventilasi Buatan

Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis
maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah kipas angin dan AC (air
conditioner). Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut :

a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas
lubang ventilasi insidentil ( dapat dibuka dan ditutup)

minimal 5% dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas

lantai rumah.

2. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau

pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.

3. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang

ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai
terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-
lain.

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan

antara luas ventilasi dan luas lantai rumah dengan menggunakan Role meter. Menurut
indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan
adalah < 10% luas lantai rumah (Depkes RI, 2001). Rumah dengan luas ventilasi yang
tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya.

Menurut Azwar (1990) dan Notoatmodjo (2003), salah satu fungsi ventilasi adalah
menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang
< 10 % dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan
berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida
yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan
menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan
cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi
media yang baik untuk tumbuh dan

berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. Selain itu,


fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri- bakteri,
terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir
(Notoatmodjo, 2003).

c). Suhu Rumah


Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat
tertentu. Suhu udara dibedakan menjadi suhu kering dan suhu basah. Suhu kering
yaitu suhu yang ditunjukan oleh termometer suhu ruangan setelah di adaptasi selama
kurang lebih sepuluh menit, umumnya suhu kering antara 24 – 34 oC. Suhu basah
yaitu suhu yang menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh uap air, umumnya lebih
rendah daripada suhu kering yaitu antara 22-30 oC.

Secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan.


Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah terutama suhu kamar
yang memenuhi syarat kesehatan adalah antara 22-30 oC dan yang tidak memenuhi
syarat adalah < 22 oC atau > 30 oC. Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh
bagi penghuninya.

Menurut Walton, suhu berperan penting dalam metabolisme tubuh, konsumsi oksigen
dan tekanan darah. Sedangkan Lennihan dan Fletter, mengemukakan bahwa suhu
rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan kehilangan panas
tubuh dan tubuh akan berusaha menyeimbangkan dengan suhu lingkungan melalui
proses evaporasi. Kehilangan panas tubuh ini

akan menurunkan vitalitas tubuh dan merupakan predisposisi untuk terkena infeksi
terutama infeksi saluran nafas oleh agen yang menular.

Sedangkan menurut Gould an Brooker (2003), bakteri Mycobacterium tuberculosa


memiliki rentan suhu yang disukai, tetapi di dalam rentan ini terdapat suatu suhu
optimum saat mereka tumbuh pesat. Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri
mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-40 o C, akan tetapi akan tumbuh
secara optimal pada suhu 31-37 o C (Gould & Brooker, 2003; Girsang, 1999, Salvato
dalam Lubis 1989).

d). Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar
matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya
alamiah. Misalnya melalui jendela atau genting kaca (Depkes RI, Notoatmodjo,
2003). Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu cahaya
alamiah dan cahaya buatan.

Cahaya matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di


dalam rumah, misalnya bakteri penyebab penyakit TBC. Oleh karena itu, rumah yang
sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk cahaya
(jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat
di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan dalam membuat jendela diusahakan agar
sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh
bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan
masuk cahaya (Notoatmodjo,2007).

Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar
matahari lebih lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding), maka sebaiknya
jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuknya cahaya
alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secara
sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa pada waktu pembuatannya,
kemudian menutupnya dengan pecahan kaca (Notoatmodjo,2007:171).

e). Kepadatan Penghuni Rumah

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah
anggota keluarga dalam suatu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk
seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m2 per orang. Luas minimum per orang
sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk
perumahan sederhana, minimum 9 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum
3 m2/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri
dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita
penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya.Secara
umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar
minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari
hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 9 m2/orang dan kepadatan
penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai
dengan jumlah penghuni -9 m2/orang (Lubis dalam penelitian Evi Naria, 2008).

Kepadatan penghuni dalam suatu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi
penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan
menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain (Lubis, 1989; Notoatmodjo, 2003). Menurut penelitian
Atmosukarto dari Litbang Kesehatan (2000), didapatkan data bahwa :

1. Rumah tangga yang penderita mempunyai kebiasaan tidur dengan balita


mempunyai resiko terkena TB 2,8 kali dibanding dengan yang tidur terpisah.
2. Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana
seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam
rumahnya.
3. Besar resiko terjadinya penularan untuk tangga dengan penderita lebih dari 1
orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita
TB.

Anda mungkin juga menyukai