RHINOSINUSITIS
Oleh:
Rokhis Amalia
11101-061
Pembimbing:
dr. H. Irwan, Sp.THT KL
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Rhinosinusitis”. Referat ini diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS
pada ilmu kesehaan THT-KL di RSUD Siak.
Selain itu saya juga mengucapkan Terima kasih kepada dr. H. Irwan, Sp.
THT-KL dan segenap staff bagian THT-KL RSUD Siak atas bimbingan dan
pertolongannya selama menjalani kepanitraan klinik bagian THT-KL dan dapat
menyelesaikan penulisan dan pembahasan referat ini.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, penulis mohon maaf atas segala kesalahan, sehingga kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk
kesempurnaan penulisan referat berikutnya.
Penulis
Rokhis Amalia
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Gambar 2. Anatomi sinus dan bagian-bagiannya10
2.1.1 Sinus maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila
berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila
yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga dan dinding
superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior
didnidng medial sinusd an bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi
sinus maksila adalah : 1). Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar
gigi rahang atas, yaitu P1,P2,M1,M2 dan M3. 2). Sinusitis maksila dapat
menimbulkan komplikasi orbita. 3). Ostium maksila terletak lebih tinggi dari
dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, laipula
drainase juga di harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum afdalah
bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjtunya
menyebabkan sinusitis.4
2.1.2 Sinus Frontalis
Sinus frontalis terletak yang terletak di Os frontal mulai terbentuk sejak
bulan ke 4 fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia
8-10 tahun dana akan mencapai ukuran maksima sebelum usia 20 tahun.
Ukuran sinus frontal adal 2,8 cm, tingginya, lebar 2,4 cm dan dalamnya 2 cm.
6
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Sinus
frontal dipisahkan oleh tulang yang tipis dari orbita dan fosa srebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrenase melalui ostiumnha yang terletak di resesu frontal, yang berhubungan
dengan infundibulum etmoid. 1
2.1.3 Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan
akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi
bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti
pyramid dengan dasarnya dibagian posterior. Ukurannya dari anterior ke
posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5
cm dibagian posterior. 4
2.1.4 Sinus Sfenoid
Sinus sfemoid terletak dlam os sphenoid dibelakang sinus etmoid
posterior. Sinus sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya
1, 7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus ini berkembang,
pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sphenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding
sinus sphenoid. 4
2.1.5 Komplek Osteo-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteo-meatal (KOM),
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus,
resesus frontalis, bula etmioid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya
dan ostium sinus maksila.1
2.1.6 Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir diatasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang
sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport
7
mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang
bergabung diinfundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring didepan muara tuba
Eustacius, lender yang berasal dari kelompok sinu posterior bergabung
diresesus sfenoetmoidalis dialairkan ke nasfaring dipostero-superior muara tba.
Inilah sebabnya pada sinusitis didapati secret pasca-natal (post nasal drip),
tetapi belum tentu ada secret dirongga hidung. 1
2.1.7 Fungsi Sinus Paranasal
Beberapa teori dikemukaakan sebagain fungsi sinus paranasal adalah :
a. Sebagai pengatur kondisi udara
b. Sebagai penahan suhu
c. Membantu keseimbangan kepala
d. Membantu resonansi udara
e. Sebagai peredam perunahan tekanan udara
f. Membantu produksi mucus
8
sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada sinus
ethmmoid anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang terjadi
tanpa diiringi inflamasi dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang
mengadopsi istilah rinosinusitis tetap mengakui bahwa istilah rinosinusitis maupun
sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian, mengingat istilah rinosinusitis
baru saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade terakhir.3
Telah diketahui bahwa berbagai faktor fisik, kimia, saraf, hormonal, dan
emosiaonal dapat mempengaruhi mukosa hidung, demikian juga mukosa sinus
dalam derajat yang lebih rendah. Secara umum sinusitis kronik lebih lazim pada
iklim yang dingin dan basah. Defisiensi gizi, kelemahan, tubuh yang tidak bugar,
9
dan penyakit sistemik perlu dipertimbangkna dalam etiologi sinusitis. Perubahan
dalam factor-faktor lingkungan, misalnya dingin, panas, kelembaba, dan
keekeringan, demikaina pula polutan atmosfer termasuk asap tembakau, dapat
merupakan predisposisi infeksi.1,4
Rhinogenik
Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat
menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip,
deviasi septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi
infeksi sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus
yang membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang
selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya
berulang.4
Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik.
Dasar sinus maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi,
bahkan kadang-kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan
periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui
pembuluh darah dan limfe.4
Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis
maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen
dan napas berbau busuk. Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus
pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans,
Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.2
Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu
keadaan yang jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan
meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat
imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,
neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit.
10
Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah
spesies Aspergillus dan Candida.1
11
berikut: hidung tersumbat, nyeri wajah, sakit kepala, batuk malam hari,
peningkatan gejala asma sebelumnya kecil atau dikendalikan, malaise
umum,ingus hijau atau kuning kental, perasaan wajah 'kepenuhan' atau 'sesak'
yang mungkin memperburuk ketika membungkuk, pusing, sakit gigi, dan / atau
halitosis Rinosinusitis kronis merupakan gangguan peradangan multifaktorial,
bukan hanya infeksi bakteri persisten Manajemen medis rinosinusitis kronis kini
berfokus pada mengendalikan peradangan yang merupakan predisposisi pasien
untuk obstruksi, dan mengurangi kejadian infeksi.4
Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan,
sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10) :
- Ringan = VAS 0-3
- Sedang = VAS >3-7
- Berat = VAS >7-10
Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan
dalam VAS jawaban dari pertanyaan: Berapa besar gangguan dari gejala
rinosinusitis saudara?
12
baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi
ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
waktu beberapa hari tanpa pengobatan.4
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik.3
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan
dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.
Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan
menyebabkan sinusitis.1
Peneliti mengatakan, infeksi saluran napas atas akut yang disertai
komplikasi rinosinusitis akut bakterial tidak lebih dari 13%. Bakteri yang paling
sering dijumpai pada rinosinusitis akut dewasa adalah Streptococcus pneumoniae
dan Haemaphilus influenzae, sedangkan pada anak Branhamella (Moraxella)
catarrhalis. Bakteri ini kebanyakan ditemukan di saluran napas atas, dan umumnya
tidak menjadi patogen kecuali bila lingkungan disekitarnya menjadi kondusif
untuk pertumbuhannya. Pada saat respons inflamasi terus berlanjutdan respons
bakteri mengambil alih, lingkungan sinus berubah ke keadaan yang lebih
anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin banyak (polimikrobial) dengan
masuknya kuman anaerob, Streptococcus pyogenes (microaero-philic
streptococci), dan Staphylococcus aureus. Perubahan lingkungan bakteri ini dapat
menyebabkan peningkatan organisme yang resisten dan menurunkan efektivitas
antibiotik akibat ketidakmampuan antibiotik mencapai sinus. Infeksi menyebabkan
30% mukosa kolumnar bersilia mengalami perubahan metaplastik menjadi mucus
secreting goblet cells, sehingga efusi sinus makin meningkat.2
13
Gambar 3. Inflamasi sinus kiri6
14
2.6 GEJALA KLINIS RHINOSINUSITIS
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan
nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke
tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam
dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain
(referred pain). Pada sinusitis maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi
dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-
nasal drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak.1
American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-
HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on Rhinosinusitis pada
tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas kategori gejala
mayor dan minor untuk diagnosis rhinosinusitis.5,6
Tabel 1. Gejala Klinis Rhinosinusitis Menurut AAO-HNS5
Major Symptoms Minor Symptoms
Facial pain/pressure Headache
Facial congestion/fullness Fever (non acute)
Nasal obstruction/blockage Halitosis
Nasal discharge/purulence/discolored Fatique
posterior drainage
Hyposmia/anosmia Dental pain
Purulence on nasal exam Cough
Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness
a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for
diagnosis in the absence of another symptom or sign.
b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history
for diangosis in the absence of another symptom or sign.
15
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG RHINOSINUSITIS
2.7.1 Rhinoskopi Anterior
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan
edema, pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid
anterior tampak nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis
ethmoid posterior dan sinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus
superior. (Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip, tumor maupun
komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita harus melakukan
penatalaksanaan yang sesuai).5
2.7.2 Rhinoskopi Posterior
Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang
lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung,
pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan
ludah dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris,
maka akan keluar pus dari hidung.6
2.7.3 Foto Rontgen
Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu
menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal.
Kelainan akan terlihat perselubungan, air-fluid level , atau penebalan
mukosa. Rontgen sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus
yang terlibat akibat pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan
cairan apabila sinus mengandung pus. Pilihan lain dari rontgen adalah
ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari paparan radiasi.5
16
2.7.4 CT-Scan
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena
mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan mampu
memberikan gambaranyang bagus terhadap penebalan mukosa, air-fluid
level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal
hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak
membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator
saat melakukan operasi sinus.
2.7.5 MRI
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena
pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik.
Namun, MRI dapat membedakan sisa mukus dengan massa jaringan lunak
dimana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu, MRI akan sangat
membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi oleh
sekret.6
2.7.6 Transluminasi
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi
wajah,karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus
yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas
kegunaannya. Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat digunakan untuk
pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus
ethmoid yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari
meatus media dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika
dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur
meatus media sesuai dengan aspirasi sinus yang mana merupakan baku emas.
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme
penyebab, maka kultur dianjurkan.6
17
Gambar 5. Transluminasi6
18
frontalis dan sinusitis sfenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi
dan pencucian dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6
kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, maka
perlu dilakukan bedah radikal.8
Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami
komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena
dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang
baik karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab
sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik.6
Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan
serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan
predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga
dilakukan untuk mengurangi nyeri.7
Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani
bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topikal, dan imunoterapi
dapat mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya
menjadi sinusitis.6
2.8.2 Dekongestan
Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang)
berupa Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis
alfa adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek .Dekongestan
topikal yaitu Phenylephrine Hcl 0,5% dan oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat
vasokonstriktor lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan
mengurangi oedema mukosa.7
2.8.3 Antihistamin
Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamin golongan II
mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi rhinore,
dan menghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping menembus
sawar darah otak.6
19
2.8.4 Kortikosteroid
Kortikosteroid bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini
adalah kortikosteroid oral yaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi
air sangat minimal, begitupula dengan efek terhadap lambung juga minimal.6
20
Skema 3 : Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Tanpa Polip Hidung Pada
Dewasa Untuk Dokter Spesialis THT7
21
3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza),
oseltamivir (Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine
(Symmetrel), jika diambil pada awal gejala, dapat membantu mencegah
infeksi .
4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti
mengurangi durasi gejala pilek.
5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan
segar dan sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem
kekebalan tubuh .
6. Rencana serangan alergi musiman .
a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan,
menghindari alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari
alergen, obat bebas atau obat resep dapat membantu. OTC antihistamin
atau semprot dekongestan hidung dapat digunakan untuk serangan
akut.
b. Orang-orang yang memiliki alergi musiman dapat mengambil obat
antihistamin yang tidak sedasi(non sedative) selama bulan musim-
alergi.
c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim
alergi. Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara
dapat digunakan untuk menyaring alergen serta penggunaan humidifier
juga dapat membantu.
d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif dalam
mengurangi atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan
dikelola oleh ahli alergi secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi
sering terjadi pengurangan remisi penuh gejala alergi selama bertahun-
tahun.
7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan
supaya sekresi hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu
menjaga saluran hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen
22
infeksius. Menghirup uap dari semangkuk air mendidih atau mandian
panas beruap juga dapat membantu.
c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan
semprotan dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga
bagian sinus agar terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray
selama penerbangan.
8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis harus
menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti
asap rokok dan menyelam di kolam diklorinasi.
23
2.10 PROGNOSIS RHINOSINUSITIS
Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya.
Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam
kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut
membaik secara spontan tanpa antibiotik.Perbaikan spontan pada sinusitis virus
adalah 98 %.Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang
tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.Tingkat kekambuhan setelah
pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon dalam
waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali. Rinosinusitis
yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan
komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau
abses, dan abses otak.6
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan
tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar
sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis
terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat
mengurangi infeksi sinus.6
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
3. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the
clinician: a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011
4. Adams GL, Boies LR, Higler PH. 1994. Hidung dan sinus paranasalis. Buku
ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 23 April 2014
26