c. Siklus Hidup
Kalajengking memiliki periode kehamilan yang lama (2-18 bulan).
Setiap betina melahirkan 25-35 anak yang memanjat ke punggung
induknya. Mereka tetap berada di punggung induk selama satu atau dua
minggu setelah kelahirannya.
Setelah mereka turun dari punggung, mereka akan mandiri.
Rata-rata kalajengking hidup tiga hingga lima tahun, tetapi sejumlah spesies
dapat hidup hingga 10-15 tahun.
d. Pengendalian Kalajengking
Tingginya populasi kalajengking dapat menjadi masalah dalam beberapa
keadaan. Bagaimana populasi kalajengking dapat dikurangi? Kalajengking
sulit dikendalikan dengan hanya dengan menggunakan insektisida. Oleh
karena itu, strategi pengendalian pertama yaitu untuk memodifikasi daerah
sekitar struktur permukiman.
1. Buanglah semua tempat persembunyian kalajengking seperti sampah,
tumpukan kayu, papan, batu, bata dan berbagai benda di sekitar
gedung.
2. Pelihara rumput di sekitar perumahan dengan rutin memotongnya.
Pangkas pohon dan cabang-cabang pohon yang menggantung di
sekitar rumag. Cabang pohon dapat menjadi jalan ke atap bagi
kalajengking.
3. Taruhlah kontainer sampah di dalam kerangka yang membuat tempat
sampah tidak langsung berhubungan dengan tanah.
4. Jangan sekali-kali membawa masuk kayu bakar ke dalam rumah,
kecuali ditempatkan langsung di api.
5. Tutuplah celah dan retakan yang ada di atap, dinding, pipa dan bagian
bangunan lainnya.
6. Pasanglah kawat kasa pada jendela, pintu, dan tetap dijaga dari
kerusakan dan lain-lain.
7. Gunakan lampu “black light”pada malam hari untuk memeriksa
keberadaan kalajengking. Tangkaplah dengan menggunakan tang
yang besar dan panjang, kemudian lepas kembali di alam atau anda
hancurkan.
8. Berbagai jenis insektisida dapat digunanakan, meski kurang begitu
efektif. Aplikasi insektisida residual dapat dilakukan pada bagian
dasar rumah yang dicurigai banyak terdapat kalajengking.
9. Apabila disengat kalajengking, segeralah lakukan pengompresan
dingin dengan ice pack, dan segera pergi ke dokter.
2. Ordo Arachnida
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
c. Siklus hidup
Laba-laba betina meletakkan telur mereka pada sutra kantung bulat.
Setiap kantung telur mengandung 200-400 telur
Laba-laba betina menetas 8-10 hari, laba-laba akan keluar dari kantung 2-4
minggu
d. Gejala Klinis
Racun bersifat neurotoksin terhadap syaraf perifer yang menyebabkan
araknidisme sistematik
Tempat gigitan timbul benjolan merh kebiruan
Rasa nyeri menyebar keseluruh tubuh
Juga terjadi syok, dan kematian terjadi 18-36 jam
e. Pengobatan
Untuk meringankan rasa sakit, pemakaian secara intravena 10ml kalsium
glukonat 10% atau magnesium sulfat 10% dan dicampur dengan glukosa 5%, ini
dilakukan 1-2 jam bila perlu.
3. Demodisiosis
a. Morfologi
Demodex folliculorum termasuk famili demodicidae. Demodex
folliculorum adalah tungau folikel rambut berbentuk panjang menyerupai
cacing semi transparan dengan 2 gabungan segmen tubuh berukuran 0,1-0,3
mm dan berkaki empat pasang yang letaknya berdekatan serta mempunyai
abdomen dengan garis-garis transversal. 4 pasang kaki terdapat pada segmen
tubuh bagian pertama. Tubuhnya tertutup rangka luar dan mempunyai mulut
untuk memakan sel kulit, hormon, dan air yang terdapat di folikel
rambut. Demodex folliculorum betina lebih pendek dan membulat
daripada Demodex folliculorum jantan. Tungau ini juga mampu berjalan di
permukaan kulit dengan kecepatan 8-16 cm per jam.
b. Siklus hidup
Siklus hidup Demodex folliculorum berlangsung selama 18-24 hari dalam
tubuh hospes. Baik jantan maupun betina memilki lubang genital untuk
melakukan perkawinan. Perkawinan berlangsung di folikel rambut dan kelenjar
keringat. Betina bertelur dan meletakan telurnya sebanyak 20-24 di folikel
rambut. Larva yang memiliki 6 kaki menetas pada hari ke 3-4. 7 hari
Kemudian, larva berkembang menjadi dewasa.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan D. folliculorum dari folikel rambut
dan kelenjar keringat.
e. Pengobatan
Pengobatan demodisiosis pada kulit dapat dilakukan dengan olesan salep
linden atau salep yang mengandung sulfur. Pengobatan lainnya adalah asam
salisilat, metronidazol, krotamiton, lindane, and sublimed sulphur, oral
metronidazole, oral ivermektin dan topical permethrin, and oral or topical
retinoids . Papula pada wajah dapat disembuhkan setelah pengobatan dengan
metronidazol secara sistemik dan topical selama 3 minggu dan terapi
prednisolon dosis rendah secara oral.
f. Epidemiologi
Infeksi tungau ini adalah kosmopolit terjadi di seluruh di dunia dan
dianggap tidak berbahaya.
4. Skabies
Skabies atau penyakit kudis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varietas hominis.
a. Morfologi
Secara morfologi, sarcoptes scabiei adalah tungau yang termasuk famili
sarcoptidae, ordo acari, kelas arachnida. parasit ini merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Spesies
betina berukuran 300 x 350 µm, sedangkan jantan berukuran 150 x 200 µm.
Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki depan dan 2 pasang
kaki belakang. Kaki depan pada betina dan jantan memiliki fungsi yang sama
sebagai alat untuk melekat, akan tetapi kaki belakangnya memiliki fungsi
yang berbeda. Kaki belakang betina berakhir dangan rambut, sedangkan pada
jantan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan
alat perekat.
b. Siklus Hidup
Siklus hidup Sarcoptes scabiei yang diawali oleh masuknya tungau dewasa
ke dalam kulit manusia dan membuat terowongan di stratum korneum sampai
akhirnya tungau betina bertelur.Sarcoptes scabiei tidak dapat menembus lebih
dalam dari lapisan stratum korneum. Telur menetas menjadi larva dalam
waktu 2-3 hari dan larva menjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari. Nimfa berubah
menjadi tungau dewasa dalam 4-7 hari.
Sarcoptes scabiei jantan akan mati setelah melakukan kopulasi, tetapi
kadang-kadang dapat bertahan hidup dalam beberapa hari. Pada sebagian
besar infeksi, diperkirakan jumlah tungau betina hanya terbatas 10 sampai 15
ekor dan kadang terowongan sulit untuk diidentifikasi.
c. Gejala Klinis
Munculnya pruritus nokturna atau rasa gatal pada malam hari, hal ini
disebabkan aktivitas tungau lebih tinggi pada keadaan suhu lembab.
Menyerang sekelompok orang, seperti di pondok pesantren, panti asuhan,
barak tentara yang memiliki peluang besar yang dapat menderita penyakit
ini. Scabies mudah menular melalui handuk, pakaian, atau seprai yang
digunakan dengan bersamaan. Scabies biasanya menyerang pasien dengan
tingkat hygiene sanitasi yang buruk, serta lingkungan masyarakat dengan
tingkat ekonomi yang rendah.
Ditemukannya terowongan dibawah lapisan kulit yang bentuknya lurus
maupun berkelok-kelok. Apabila terjadi infeksi sekunder yang
diakibatkan oleh bakteri maka dapat timbul bisul kecil.
Ditemukannya parasit sarcoptes scabiei pada saat dilakukan pemeriksaan
kulit secara mikroskopis.
d. Epidemiologi
Skabies biasanya menyerang orang dengan tingkat hygine sanitasi yang
kurang, tingkat ekonomi yang rendah juga dapat terserang, berada pada
lingkungan yang padat dan kumuh.
e. Pengobatan
Produk yang digunakan untuk membunuh tungau disebut skabisid.
Permetrin krim 5%, Krotamiton losio 10% dan Krotamiton krim 10%, Sulfur
presipitatum 5%-10%, Benzyl Benzoat Losio 25%, Gamma benzene
hexachloride 1% krim (Lindane losio 1%), dan Ivermektin merupakan
regimen untuk pengobatan tungau yang hanya tersedia dengan resep dokter.
Permetrin krim 5% telah disetujui oleh United States Food and Drug
Administration (FDA). Aman dan efektif bila digunakan pada anak-anak
berusia 2 bulan atau lebih, dan merupakan obat pilihan untuk pengobatan
skabies.
Permetrin dapat membunuh tungau dan telur. Aplikasinya hanya sekali
dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah
seminggu.6,19 Krotamiton losio 10% dan Krotamiton krim 10% telah
disetujui FDA untuk pengobatan skabies pada orang dewasa. Aman bila
digunakan dengan pengarahan, yaitu harus dijauhkan dari mata, mulut, dan
uretra. Obat ini memiliki dua efek, yaitu sebagai antiskabies dan antigatal.
Sulfur presipitatum 5%-10% digunakan untuk mengobati skabies pada
anak-anak dan orang dewasa. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur
sehingga penggunaanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya ialah
berbau dan mengotori pakaian, kadang-kadang menyebabkan iritasi. Telah
terbukti dapat mengobati anak usia kurang dari 2 bulan. Benzyl Benzoat losio
25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 hari.
Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadangkadang
menyebabkan rasa makin gatal dan panas setelah dipakai.
Gamma benzene hexachloride 1% krim (Lindane losio 1%) merupakan
organoklorida. Meskipun telah disetujui penggunaannya oleh FDA untuk
pengobtan skabies, lindane tidak dianjurkan sebagai terapi lini pertama.
Penggunaan yang berlebihan atau secara tidak sengaja menelan lindane dapat
menjadi racun bagi otak dan bagian-bagian lain dari system saraf.
Penggunaan lindane harus terbatas pada Firza Syailindra dan Hanna Mutiara
l Skabies Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |41 pasien yang
mengalami gagal pengobatan dengan obat lain yang memiliki efek lebih
sedikit atau tidak mampu mentoleransi obat tersebut. Lindane tidak boleh
digunakan pada bayi yang premature, orang dengan gangguan kejang, ibu
hamil atau menyusui, iritasi kulit, serta bayi, anak-anak, dan orang dewasa
yang beratnya kurang dari 110 pon.
f. Pencegahan
Menjaga kebersihan badan dengan mandi secara teratur
Menjemur bantal, kasur, dan seprei secara teratur
Usahakan lingkungan rumah terkena sinar matahari yang cukup
Suhu ruang tidak lembab
5. Tularemia (Demam kelinci, Demam lalat-kijang, penyakit Ohara, penyakit
Francis)
a. Identifikasi
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri dengan manifestasi klinis
yang sangat bervariasi tergantung kepada tempat masuknya bakteri dan
virulensi dari bakteri yang menginfeksi. Gejala klinis lebih sering muncul
sebagai ulcus yang indolen ditempat masuknya bakteri disertai dengan
pembengkakan kelenjar limfe disekitarnya (tipe ulseroglanduler). Manifestasi
lain dapat berupa infeksi tanpa disertai timbulnya ulcus, hanya terjadi
pembengkakan satu atau beberapa kelenjar limfe disertai dengan rasa sakit.
Pembengkakan kelenjar limfe ini mengalami supurasi (tipe glanduler).
Tertelannya mikroorganisme karena mengkonsumsi makanan dan
minuman yang tercemar dapat menimbulkan faringitis dengan rasa sakit
(dengan atau tanpa terjadi ulserasi), sakit perut, diare dan muntah (tipe
orofaringeal). Jika mikroorganisme masuk kedalam tubuh melalui inhalasi
dapat terjadi pneumonia atau sindroma septikemi primer, jika tidak segera
diberi pengobatan yang tepat, dapat menimbulkan kematian dengan CFR
sekitar 30 – 60% (tipe tifoidal). Mikroorganisme yang masuk melalui darah
biasanya menimbulkan penyakit yang terlokalisir pada paru dan ruangan
pleura (tipe pleuropulmoner). Walaupun sangat jarang sekali, mikroorganisme
dapat masuk melalui Sacus conjunctivus dan menimbulkan konjungtivitis
purulenta disertai dengan pembengkakan kelenjar limfe disekitarnya (tipe
okuloglanduler). Dari semua tipe infeksi diatas dapat terjadi komplikasi
pneumonia yang memerlukan pengenalan dan pengobatan secara dini untuk
mencegah kematian.
Ada dua biovarians dengan patogenisitas yang berbeda yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia. Organisme yang disebut dengan nama
Jellison type A adalah jenis yang lebih virulen, jika tidak diobati dengan benar
dapat menimbulkan kematian dengan CFR berkisar antara 5 – 15% terutama
disebabkan oleh penyakit dengan tipe tifoidal atau dengan tipe
pleuropulmoner. Dengan pengobatan menggunakan antibiotika yang tepat
CFR dapat diturunkan secara bermakna. Biovarian dengan nama Jellison type
B, virulensinya lebih rendah walaupun tidak diobati, CFR-nya rendah. Secara
klinis tularemia sulit dibedakan dengan pes dan dengan penyakit lain seperti
infeksi oleh Stafilokokus dan Streptokokus, Cat Scratch fever, Sporotrichosis
oleh karena semua penyakit yang disebutkan diatas dapat menimbulkan
pembengkakan kelenjar limfe yang bubonik dan pneumonia berat.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan diagnosa
pasti dibuat karena adanya kenaikan titer antibodi spesifik yang muncul pada
minggu kedua sakit. Terjadi reaksi silang dengan infeksi spesies Brucella.
Diagnosa cepat dibuat melalui pemeriksaan spesimen yang diambil dari
eksudat ulcus dan aspirat dari kelenjar limfe dengan tes FA. Biopsi yang
dilakukan untuk tujuan diagnostik harus dilindungi dengan pemberian
antibiotik yang tepat karena tindakan biopsi dapat menimbulkan septikemi.
Bakteri penyebab infeksi dapat diisolasi melalui kultur pada media khusus
seperti dengan media cysteine glucose blood agar atau dengan melakukan
inokulasi binatang percobaan dengan bahan yang diambil dari lesi, darah dan
sputum.
Untuk menentukan biovarians dilakukan dengan pemeriksaan reaksi
kimiawi. Tipe A memfermentasikan gliserol dan merubah citrulline menjadi
ornithine. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dengan sangat hati-hati
oleh karena dapat terjadi penularan bahan infeksius melalui udara. Oleh
karena itu identifikasi dengan menggunakan media kultur hanya dilakukan
dilaboratorium rujukan yang sudah sangat berpengalaman dengan fasilitas
keamanan yang memadai. Umumnya diagnosis ditegakkan hanya dengan
pemeriksaan serologis.
b. Penyebab penyakit
Mikroorganisme penyebab penyakit adalah Francisella tularensis (dulu
disebut Pasteurella tularensis), sejenis kokobasilus yang non motil, berbentuk
kecil, gram negatif. Semua isolat secara serologis homogen dibedakan satu
sama lain secara epidemiologis dan biokemis yaitu menjadi Jellison Type A
(F. tularensis biovarian tularensis) dengan LD50 pada kelinci lebih kecil dari
10 bakteria atau Jellison type B (F. tularensis biovarian palaearctica) dengan
LD50 pada kelinci lebih besar dari 107 bakteria.
c. Distribusi Penyakit
Tularemia tersebar hampir di semua bagian Amerika Utara dan di sebagian
besar benua Eropa, di bekas Uni Soviet, Cina dan Jepang. Di AS penyakit ini
ditemukan sepanjang tahun; insidensi penyakit ini ditemukan lebih tinggi pada
orang dewasa dimusim dingin pada saat musim perburuan kelinci dan pada
anak-anak dimusim panas pada saat densitas vektor berupa kutu dan lalat pada
menjangan/kijang meningkat. F. tularensis biovarian tularensis terbatas
ditemukan hanya dibagian utara benua Amerika dan sering ditemukan pada
kelinci (jenis Cottontail, Jack dan Snowshoe), dan biasanya penularan terjadi
karena gigitan kutu binatang tersebut. Sedangkan F. tularensis biovarian
palaearctica sering ditemukan pada mamalia selain kelinci di bagian utara
benua Amerika; berbagai strain ditemukan di Elerasia pada binatang jenis
voles, muskrat dan tikus air. Sedangkan di Jepang ditemukan pada kelinci.
d. Reservoir
Berbagai jenis binatang liar seperti kelinci, hares, voles, muskrats, beavers
dan beberapa jenis binatang domestik dapat berperan sebagai reservoir; begitu
juga berbagai jenis kutu dapat berperan sebagai reservoir, sebagai tambahan
telah ditemukan siklus penularan dari rodentia – nyamuk untuk F. tularensis
biovarian palaearctica didaerah Skandinavia, Baltic dan Rusia.
e. Cara penularan
Berbagai cara penularan telah diketahui antara lain melalui gigitan
binatang berkaki beruas (artropoda) seperti kutu Dermacentor andersoni, kutu
anjing D. variabilis, Anblyomma americanum (the lonestar stick); dan
walaupun jarang terjadi, lalat Chrysops discalis pada kijang/menjangan dapat
juga menularkan penyakit ini. Di Swedia nyamuk Aedes cinerius diketahui
dapat menularkan penyakit ini melalui inokulasi kulit, melalui mukosa
konjungtiva dan mukosa orofaring yang terpajan dengan air yang
terkontaminasi.
Penularan dapat juga terjadi karena terpajan dengan darah atau jaringan
binatang yang terinfeksi (pada waktu menguliti binatang, memotong daging
atau pada waktu melakukan nekropsi); mengkonsumsi daging atau jaringan
binatang yang terinfeksi yang tidak dimasak dengan sempurna; minum air
yang terkontaminasi; inhalasi debu yang terkontaminasi atau inhalasi partikel
dari tumpukan rumput/jerami kering dan padi-padian yang terkontaminasi.
Jarang sekali penularan terjadi melalui gigitan coyote (sejenis rubah), tupai,
musang, babi hutan, kucing atau anjing yang mulutnya tercemar karena diduga
memakan binatang yang terinfeksi. Penularan juga jarang terjadi karena bulu
dan cacar binatang. Jika penularan terjadi karena kecelakaan dilaboratorium
biasanya berupa pneumonia primer dn tularemia tifoidal.
f. Masa Inkubasi
Masa inkubasi sangat bergantung pada virulensi daripada mikroorganisme
dan tergantung pada ukuran inokulum. Biasanya berkisar antara 1 – 14 hari,
rata-rata 3 – 5 hari.
g. Masa Penularan
Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Pada penderita yang tidak
diobati mirkoorganisme penyebab penyakit ditemukan didalam darah selama
2 minggu pertama infeksi, dan ditemukan didalam lesi selama satu bulan
bahkan terkadang lebih lama. Lalat mengandung bakteri selama 14 hari dan
kutu selama hidup mereka (sekitar 2 tahun). Daging kelinci yang dibekukan
pada suhu –150C (50F) tetap infektif selama 3 tahun.
b. Penyakit Malaria
Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas
di dunia. Penyakit malaria ditemukan tersebar luas di seluruh pulau Indonesia
dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Malaria adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles. Jenis nyamuk Anopheles yang berperan dalam penularan
penyakit malaria di daerah tertentu sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan. Nyamuk Anopheles sangat banyak macamnya dan berbeda-beda
jenisnya antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya (Soedarto,
1992).
1. Epidemiologi
Prevalensi kasus malaria di satu daerah endemi malaria dan di daerah
endemi malaria lainnya tidak sama, tergantung pada perilaku spesies
nyamuk yang menjadi vektor. Di daerah cilacap misalnya yang vektor
malarianya An.sundaicus, kasus malaria ditemukan lebih banyak pada
musim kemarau, jika dibandingkan musim hujan, karena pembentukan
tempat perindukan di muara sungai untuk An.sundaicus meningkat.
Sebaliknya untuk daerah Jawa Barat yang vektor malarianya An.aconitus
kasus malaria meningkat jumlahnya saat musim hujan; karena di sawah
terbentuk tempat-tempat perindukan untuk An.aconitus. Kedua kejadian di
atas terjadi akibat kurangnya perhatian terhadap pengaturan air atau tidak
teraturnya saluran irigasi.
Pemberantasan malaria dapat dilakukan melalui berbagai cara,
diantaranya:
a. Mengobati penderita malaria
b. Mengusahakan agar tidak terjadi kontak antara nyamuk anophelini dan
manusia, yaitu dengan memasang kawat kasa dibagian-bagian terbuka
rumah (jendela dan pintu) penggunaan kelambu dan repellent
c. Mengadakan penyuluhan tentang sanitasi lingungan dan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat yang berkaitan dengan upaya
memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk dan penempatan
kandang ternak di antara perindukan dan rumah penduduk.
d. Miasis
Miasis adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan atau alat tubuh
manusia atau binatang vertebrata. Larva itu hidup dalam jaringan mati dan atau
jaringan hidup, cairan badan atau makanan di dalam usus hospes. Menurut sifat
larva lalat sebagai parasit, miasis dibagi menjadi :
1. Miasis spesifik (obligat)
Pada miasis ini larva hanya dapat hidup pada jaringan tubuh manusia dan
binatang. Jadi larva lalat hanya dapat hidup pada organ tubuh atau jaringan
yang belum mati. Telur diletakkan pada kulit utuh, luka, jaringan sakit atau
rambut hospes. Contoh larva Callitroga macellaria, Chrysomia bezziana,
Dermatobia, Hypoderma
3. Miasis intestinal
Sebagian besar terjadi secara kebetulan karena menelan makanan atau
minuman misalnya daging atau keju dingin yang terkontaminasi telur
atau larva lalat. Telur menetas menjadi larva di lambung dan
menyebabkan rasa mual, muntah, diare, dan spasme abdomen. Larva
juga dapat meimbulkan luka pada dinding usus. Contoh: larva Musca
domestica, Piophila casei, Sarcophagidae. Pada miasis usus oleh
Muscidae dan Calliophoridae yang tertelan adalah telur lalat,
sedangkan Sarcophagidae yang tertelan adalah larva lalat.
4. Miasis urogenital
Beberapa spesies lalat pernah ditemukan dalam vagina dan urin.
Miasis ini dapat menyebabkan piuria, uretritis dan sistitis. Akibat
tercemar dengan telur atau larva lalat, alat kedokteran yang
dimasukkan kedalam uretra penderita laki-laki dapat menjadi
perantara terjadinya miasis. Pada wanita larva lalat dapat langsung
masuk ke saluran kencing melalui alat kelamin luar. Contoh larva
Musca domestica dan larva Chrysomia bezzina
5. Miasis mata (oftalmomiasis). Larva dapat mengembara di jaringan
dan bagian lain dari mata. Contoh: Chrysomyia bezzina
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan larva lalat yang
dikeluarkan dari jaringan tubuh, lubang tubuh atau tinja dilanjutkan
dengan diagnosis spesies dengan cara melakukan identifikasi spirakel
posterior larva. Cara lain adalah dengan memelihara larva dewasa
diidentifikasi,
Penatalaksanaan
Larva dikeluarkan dari luka jaringan secara bedah dengan
anestesi lokal. Pada miasis usus dapat diberikan obat cacing diikuti
dengan cuci peru. Insektisida tidak dipakai karena akan merusak sel
jaringan.
Pencegahan miasis dapat dilakukan dengan menghindarkan
kontak dengan lalat, memusnahkan tempat perindukan lalat atau
menutup makanan dengan baik.
e. Penyakit arthritis dengan ruam yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh
arthropoda (Demam chikungunya, mayaro, o’nyong-nyong dan penyakit virus
sindbis )
1. Identifikasi.
Penyakit demam virus jenis ini sembuh dengan sendirinya, ditandai
dengan arthralgia atau arthritis, terutama di pergelangan tangan, lutut,
pergelangan kaki dan persendian lainnya dari kaki dan tangan yang
berlangsung beberapa hari hingga berbulan-bulan. Pada kebanyakan
penderita, artritis berlangsung 1-10 hari diikuti dengan ruam makulo papulair,
biasanya tidak gatal. Mengenai terutama bagian tubuh dan lengan. Enantema
muncul pada daerah bucal dan palatum. Ruam menghilang dalam 7 – 10 hari
diikuti dengan deskuamasi ringan. Kadang-kadang tidak ada demam. Sering
terjadi Limfadenopati pada leher. Pada beberapa kasus, kadang-kadang
muncul parestesia dan melunaknya telapak tangan dan telapak kaki. Ruam
juga sering terjadi pada infeksi yang disebabkan oleh virus Mayaro, Sindbis,
Chikungunya dan virus O’nyong-nyong. Poliartritis adalah ciri khas dari
infeksi Chikungunya, Sindbis dan virus Mayaro.
2. Penyebab penyakit : Virus Ross River dan Barmah Forest, Sindbis, Mayaro,
Chikungunya dan virus O’nyong-nyong menyebabkan penyakit dengan
gejala yang sama
3. Cara penularan
Virus Ross River ditularkan oleh Culex annulirostris, Ae. Vigilax, Ae.
polynesiensis dan Aedes spp lainnya. Virus chikungunya ditularkan oleh
Aedes aegypti dan mungkin juga ditularkan oleh nyamuk jenis lain, virus
o’nyong-nyong oleh anopheles spp, virus Sindbis oleh berbagai Culex spp,
terutama C. univittatus dan C. morsitans dan Ae. communis. Virus Mayaro
oleh Mansonia dan Haemagogus spp.
4. Masa inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 3 – 11 hari
5. Masa penularan
Tidak ada bukti terjadi penularan langsung dari manusia ke manusia.
2. Klasifikasi:
Kingsdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Siphonaptera
Family : Pulicidae
Genus : Xenopsylla
Species :X.Cheopis
3. Siklus hidup
Siklus hidup pinjal terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
a. Tahap Telur
Seekor kutu betina dapat bertelur 50 telur per hari di hewan peliharaan.
Telurnya tidak lengket, mereka mudah jatuh dari hewan peliharaan dan
menetas dalam dua atau lima hari. Seekor betina dapat bertelur sekitar
1.500 telur di dalam hidupnya.
b. Tahap Larva
Setelah menetas, larva akan menghindar dari sinar ke daerah yang gelap
sekitar rumah dan makan dari kotoran kutu loncat (darah kering yang
dikeluarkan dari kutu loncat). Larva akan tumbuh, ganti kulit dua kali dan
membuat kepompong dimana mereka tumbuh menjadi pupa.
c. Tahap Pupa
Lama tahap ini rata-rata 8 sampai 9 hari. Tergantung dari kondisi cuaca,
ledakan populasi biasanya terjadi 5 sampai 6 minggu setelah cuaca mulai
hangat. Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus
tidak aktif sampai satu tahun.
d. Tahap Dewasa
Kutu loncat dewasa keluar dari kepompong nya waktu mereka
merasa hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host
di sekitarnya. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin
dan memulai siklus baru. Siklus keseluruhnya dapat dipendek secepatnya
sampai 3-4 minggu.
Umur rata – rata pinjal sekitar 6 minggu, tetapi pada kondisi
tertentu dapat berumur hingga 1 tahun. Pinjal betina bertelur 20 – 28
buah/hari. Selama hidupnya seekor pinjal bisa menghasilkan telur hingga
800 buah. Telur bisa saja jatuh dari tubuh kucing dan menetas menjadi
larva diretakan lantai atau celah kandang. Pertumbuhan larva menjadi
pupa kemudian berkembang jadi pinjal dewasa bervariasi antara 20 – 120
hari.
5. Pengendalian
Untuk mencegah penyebaran penyebaran penyakit yang disebabkan oleh
pinjal maka perlu dilakukan tindakan pengendalian terhadap arthopoda
tersebut. Upaya yang dapat dilakukan, antara lain melalui penggunaan
insektisida, dalm hal ini DDT, Diazinon 2% dan Malathion 5% penggunan
repllent (misalnya, diethyl toluamide dan benzyl benzoate) dan pengendalian
terhadap hewan pengerat (rodent).
6. Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan obat anti kutu. Obat anti kutu hanya
membunuh pinjal dewasa, pemberian obat anti kutu perlu disesuaikan agar
siklus hidup pinjal bisa kita hentikan. Pemberian obat perlu diulang agar
pinjal dewasa yang berkembang dari telur dapat segera dibasmi sebelum
menghasilkan telur lagi.
2. Morfologi
Kutu rambut dewasa
Kutu rambut dewasa berbentuk pipih dan memanjang, berwarna putih abu-
abu, kepala ovoid bersudut, abdomen terdiri dari 9 ruas, Thorax dari khitir
segmennya bersatu. Pada kepala tampak sepasang mata sederhana disebelah
lateral, sepasang antenna pendek yang terdiri atas 5 ruas dan proboscis, alat
penusuk yang dapat memanjang. Tiap ruas thorax yang telah bersatu
mempunyai sepasang kaki kuat yang terdiri dari 5 ruas dan berakhir sebagai
satu sapit menyerupai kait yang berhadapan dengan tinjolan tibia untuk
berpegangan erat pada rambut.
Kutu rambut jantan berukuran 2 mm, alat kelamin berbentuk seperti huruf
“V”. Sedangkan kutu rambut betina berukuran 3 mm, alat kelamin berbentuk
seperti huruf “W” terbalik. Pada ruas abdomen terakhir mempunyai lubang
kelamin di tengah bagian dorsal dan 2 tonjolan genital di bagian lateral yang
memegang rambut selama melekatkan telur. Jumlah telur yang diletakkan
selama hidupnya diperkirakan 140 butir. Kutu rambut bersarang di rambut,
leher dan menyematkan telurnya pada pangkal batang rambut. kutu bergerak
dengan cara merambat / berjalan, bukan terbang atau melompat.Seseorang
yang menderita kutu rambut disebut mengalami infestasi, bukan mengalami
infeksi
2. Siklus Hidup
a. Telur : telur kutu tuma berukuran 0,8 – 0,3 mm dan berbentuk oval. Telur
diletakkan oleh betina dewasa pada pangkal rambut yang terdekat dengan
kulit kepala. Telur membutuhkan waktu sekitar 1 minggu untuk menetas
(6 – 9 hari).
b. Nimpa : telur yang menetas akan berubah menjadi nimpa. Nimpa terlihat
seperti kutu us Humandewasa tetapi berukuran lebih kecil. Nimpa akan
menjadi matang setelah 3 kali berubah dan menjadi dewasa dalam waktu
7 hari setelah menetas.
c. Dewasa : Kutu dewasa berukuran kira – kira sebesar biji wijen, memiliki
6 buah kaki. Dewasa betina biasanya berukuran lebih besar dari jantan dan
dapat mengeluarkan 8 telur setiap hari.
3. Epidemiologi
Kutu rambut merupakan parasit manusia saja dan tersebar di seluruh
dunia. Tempat-tempat yang disukainya adalah rambut pada bagian belakang
kepala. Kutu rambut kepala dapat bergerak dengan cepat dan mudah
berpindah dari satu hospes ke hospes lain. Kutu rambut ini dapat bertahan 10
hari pada suhu 5oc tanpa makan, dapat menghisap darah untuk waktu yang
lama, mati pada suhu 400c. Panas yang lembang pada suhu 600c memusnahkan
telur dalam waktu 15-30 menit. Kutu rambut kepala mudah ditularkan melalui
kontak langsung atau dengan perantara barang-barang yang dipakai bersama-
sama. Misalnya sisir, sikat rambut, topi dan lain-lain.
Pada infeksi berat, helaian rambut akan melekat satu dengan yang lainnya
dan mengeras, dapat ditemukan banyak kutu rambut dewasa, telur (nits) dan
eksudat nanah yang berasal dari gigitan yang meradang. Infeksi mudah terjadi
dengan kontak langsung. Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan
kepala.
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan jika terdapat rasa gatal-gatal yang hebat dengan
bekas-bekas garukan dan dipastikan jika ditemukan Pediculus humanus
capitis dewasa, nimfa dan telurnya.
2. Penyebab penyakit.
Tiap penyakit disebabkan oleh virus spesifik salah satu dari 3 grup virus
: EEE dan WEE oleh alfavirus (Togaviridae, Alphavirus), JE, Kunjin, MV
Encephalitis, SLE dan Rocio Encephalitis oleh flavivirus (Flaviridae,
Flavivirus) dan La Crosse, California Encephalitis, Jamestown Canyon dan
Virus Snowshoe Hare oleh grup Kalifornia dari virus bunya (Bunyaviridae,
Bunyavirus).
3. Distribusi penyakit.
EEE ditemukan di bagian timur dan utara Amerika Tengah dan sekitar
Kanada, menyebar di Amerika utara dan Tengah dan di Kepulauan Karibia.
WEE di bagian barat dan tengah AS, Kanada dan sebagian Amerika Selatan,
JE di kepulauan Pasifik bagian barat dari Jepang ke Filipina. Kasus jarang
ditemukan di Pulau Badu di selat Torres dan Queensland Utara, Australia dan
di sebagian besar tempat di Asia Timur, dari Korea sampai dengan Indonesia,
Cina dan India; Kunjin dan MV Encephalitis ditemukan di sebagian Australia
dan New Guinea, SLE di sebagian besar AS, Ontario (Kanada) dan Trinidad,
Jamaica, Panama dan Brazil. Rocio Encephalitis di Brazil, LaCrosse
Encephalitis di AS dari Minnesota, Texas ke timur New York dan Georgia;
Snowshoehare Encephalitis ditemukan di Canada, China dan Rusia.
Penderita-penderita yang disebabkan oleh virus ini ditemukan didaerah
subtropis pada waktu musim panas dan awal musim gugur dan pada
umumnya terbatas pada daerah atau waktu dimana suhu dan kepadatan
nyamuk tinggi.
4. Reservoir
Virus grup Kalifornia hidup melewati musim dingin didalam telur Aedes;
sedangkan reservoir dan cara hidup melewati musim dingin dari virus lainnya tidak
diketahui dengan jelas, mungkin burung, tikus, kelelawar, reptil, ampibi dapat
berperan sebagai reservoir atau virus hidup pada telur nyamuk atau didalam tubuh
nyamuk dewasa. Dengan mekanisme yang mungkin berbeda untuk tiap virus.
5. Cara penularan
Melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Berikut ini adalah vektor penting
yang diketahui. Untuk EEE di AS dan Kanada, Culiseta melanura
kemungkinan berperan menularkan virus dari burung ke burung, kelompok
Aedes dan Coquillettidia spp berperan menularkan virus dari burung atau
binatang lain ke manusia.
Untuk WEE di AS barat dan Kanada, Culex tarsalis
Untuk JE, C. tritaeniorhynchus, C. vishnui complex dan pada daerah tropis
C. gelidus.
Untuk MV mungkin C. annulatoris.
Untuk SLE di AS, C. tarsalis, C. pipiens quinque fasciatus complex dan
C. nigripalpus.
Untuk La Crosse, Ae. Triseriatus.
Nyamuk, terinfeksi secara transovarian namun nyamuk bisa juga
mendapatkan infeksi virus seperti pada virus La Crosse dari burung liar atau
mamalia kecil. Babi dan burung memegang peran penting dalam penularan
JE. Virus La Crosse di pindahkan kedalam tubuh nyamuk Ae. Triseriatus,
dengan cara transovarian atau pada saat kawin.
6. Masa inkubasi
Biasanya 5 – 15 hari.
7. Masa penularan
Tidak langsung ditularkan dari orang ke orang. Virus biasanya tidak
ditemukan pada darah manusia sesudah gejala penyakit muncul. Nyamuk
tetap dapat menularkan virus sepanjang hidupnya. Viremia pada burung
biasanya berlangsung 2 – 5 hari, Viremia mungkin berlangsung lebih lama
pada kelelawar, reptil dan amfibi, terutama apabila di selingi dengan masa
hibernasi (di musim dingin). Kuda dapat terserang oleh 2 jenis virus kuda dan
oleh JE, tetapi Viremia jarang sekali ditemukan dengan kadar yang tinggi atau
dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian manusia dan kuda jarang
sekali sebagai sumber infeksi bagi nyamuk.
9. Cara-cara pemberantasan.
A. Tindakan pencegahan
1. Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara penyebaran dan
pengendalian penyakit ini.
2. Membunuh larva dan menghilangkan tempat yang diketahui dan
dicurigai sebagai tempat perindukan vektor. Misalnya
memusnahkan atau menyemprot ban dengan insektisida untuk
mencegah berkembang biaknya vektor LaCrosse.
3. Membunuh nyamuk dengan pengasapan atau dengan penyemprotan
yang meninggalkan residu pada habitat manusia
4. Memasang kasa pada tempat tidur dan tempat tinggal, gunakan
kelambu waktu tidur.
5. Menghindari gigitan nyamuk selama jam jam nyamuk aktif
menggigit atau gunakan obat gosok anti nyamuk (repelans)
6. Di daerah endemis, hewan ternak diimunisasi atau menempatkan
mereka dalam kandang yang jauh dari tempat tinggal, misalnya :
ternak babi didaerah endemis JE.
7. Vaksin mati yang dibuat dari otak tikus untuk JE Ensefalitis
digunakan untuk anak-anak di Jepang, Korea, Thailand, India dan
Taiwan. Vaksin ini secara komersial tersedia di AS dan di dianjurkan
untuk diberikan bagi mereka yang bepergian ke daerah pedesaan
didaerah endemis.
Vaksin virus hidup yang dilemahkan dan diinaktivasi dengan
formalin dari sel primer ginjal hamster (sejenis marmut), resmi
beredar dan di gunakan secara luas di China.
8. Petugas Laboratorium yang terpajan secara tidak sengaja dapat
dilindungi secara pasif dengan memberikan serum imun hewan atau
manusia.
C. Penanggulangan wabah :
1. Lakukan penyelidikan apakah telah terjadi infeksi pada kuda dan
burung, penemuan kasus-kasus yang terjadi pada manusia
mempunyai nilai epidemiologis dengan cara menghitung frekuensi
dan distribusi penderita di daerah terjangkit. Pemberian Imunisasi
pada kuda tidak mempunyai efek mencegah penyebaran virus di
masyarakat. Sebaliknya pemberian Imunisasi pada babi untuk JE
mempunyai dampak yang bermakna dalam mencegah penyebaran
virus.
2. Pengkabutan (fogging) atau penyemprotan (spraying) dari pesawat
terbang dengan insektisida yang tepat mencegah meluasnya wabah
SLE di perkotaan.
9. Identifikasi
Merupakan kelompok penyakit arboviral dengan gejala demam yang
mencapai suhu 38,3ºC - 39,5ºC (101ºF - 103ºF) kadang lebih tinggi, sakit
retrobulbair pada gerakan mata; sklera berwarna merah, rasa tidak enak
badan, pusing, sakit kepala, sakit hebat di lengan dan punggung. Radang
tenggorokan, luka vesikuler mukosa mulut dan adenopati leher adalah ciri-
ciri dari infeksi “vesicular stomatitis virus” (vsv). Leukopenia biasa terjadi
pada hari ke 4 hingga ke 5 setelah terkena demam. Gejala penyakit mungkin
mengkhawatirkan, tapi kematian jarang terjadi. Kesembuhan total dapat
didahului dengan gejala kejiwaan berupa depresi yang berkepanjangan.
Ensefalitis dapat terjadi setelah infeksi virus Toscana dan Chandipura.
Diagnosa awal didasarkan pada adanya gambaran klinis dan banyaknya
jumlah penderita yang serupa. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan
pemeriksaan serum dengan deteksi antibodi IgM spesifik atau dengan
mengisolasi virus dari darah dengan menyuntikkan darah ke kultur sel atau
tikus kecil; untuk infeksi virus versikuler stomatitis, specimen diambil dari
usap tenggorok dan cairan vesikuler.
12. Reservoir.
Secara alami, reservoir utamanya adalah sand fly (lalat gurun pasir)
dimana virus bertahan didalam telur nyamuk (transovarian). Rodensia
arboreal dan primata selain manusia dapat menjadi tempat bagi virus
stomatitis vesikuler. Binatang pengerat diketahui menjadi inang bagi virus
“sand fly” di bumi belahan timur.
14. Masa Inkubasi diatas 6 hari, biasanya 3 – 4 hari, jarang di bawah itu.
7. Masa Penularan
Virus terdapat dalam darah orang yang terinfeksi setidaknya 24 jam
sebelum dan 24 jam sesudah demam. Phlebotomines menjadi infektif sekitar
7 hari sesudah menggigit orang yang terinfeksi dan tetap demikian untuk
masa hidup normal mereka sekitar 1 bulan.
9. Cara-cara pemberantasan :
A. Cara Cara Pencegahan
Hindari gigitan “sand fly” (lalat gurun); pengendalian “sand fly” adalah
tujuan utama dalam upaya pemberantasan
3. Distribusi penyakit
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia. Ditemukan didaerah dimana orang
tinggal bersama tikus. DI AS kurang dari 80 penderita dilaporkan setiap
tahun. Puncak musiman jumlah penderita ditemukan pada musim panas dan
musim gugur. Kasus tersebar secara sporadis, proporsi tertinggi ditemukan di
Texas dan California bagian selatan. Kasus lebih dari satu orang dapat
dijumpai dalam satu anggota keluarga.
4. Reservoir
Tikus besar, tikus kecil dan mamalia lainnya berperan sebagai reservoir.
Siklus penularan berlangsung melalui kutu pada tikus, biasanya jenis tikusnya
adalah Rattus rattus, dan R. novergicus. Infeksi biasanya berlangsung tanpa
gejala. Mikroorganisme lain, Rikettsia felis ditemukan dalam siklus penularan
dari kucing ke kucing melalui kutu kucing, ditemukan di California bagian
selatan dan mungkin juga ditemukan ditempat lain. Penularan dari kucing
kepada opossums (binatang sejenis kucing).
5. Cara penularan
Kutu tikus yang terinfeksi (biasanya jenis Xenopsylla cheopis) membuang
kotoran pada waktu menghisap darah dan didalam kotorannya mengandung
rickettsia. Kotoran yang mengandung rikcettsia ini mencemari luka gigita dan
daerah kulit lainnya yang mengalami luka. Penularan kadang-kadang dapat
terjadi melalui inhalasi kotoran kering yang infektif dari kutu tikus. Infeksi
oleh rickettsia dapat terjadi pada opposums, kucing, anjing, binatang liar dan
domestik lainnya. Penyakit pada binatang ini adalah sembuh dengan
sendirinya, tapi dapat menular kepada manusia melaui kutu kucing
Chenocephalides felis.
7. Masa penularan
Penularan tidak terjadi dari manusia ke manusia sekali kutu binatang
terinfeksi, mereka dapat menularkan penyakit selama hidup kutu tersebut
yaitu sampai satu tahun.
9. Cara–cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1). Tebarkan bubuk pestisida dengan efek residual pada tempat-tempat
yang dilewati tikus, lobang-lobang tikus, tempat kapal berlabuh, tempat
penampungan pengungsi.
2). Untuk menghindari pemajanan terhadap manusia, lakukan tindakan
untuk menurunkan populasi kutu terlebih dahulu dengan menggunakan
insektisida sebelum menerapkan upaya pemberantasan tikus
4. Reservoir
Yang menjadi reservoir adalah stadium larva dari ngengat jenis
Leptotrombidium abamushi, L. Deliensis dan species jenis lain tergantung
wilayahnya. Species tersebut yang paling umum diketahui sebagai vektor
trhadap manusia. Siklus penularan pada ngengat berlangsung melalui rute
transovarian.
5. Cara penularan
Melalui gigitan larva dari ngengat yang terinfeksi stadium nimfe dan ngengat
dewasa tidak hidup dari hospes vertebrata.
2. Penyebab Penyakit: Virus demam kuning dari genus Flavivirus dan famili
Flaviviridae.
3. Distribusi penyakit
Di alam demam kuning ditemukan dalam bentuk dua siklus penularan,
siklus sylvatic atau siklus penularan di hutan yang melibatkan nyamuk dan
primata dan siklus urban yang di dalamnya melibatkan nyamuk Aedes aegypti
dan manusia. Penularan dengan siklus sylvatic hanya ditemukan didaerah
Afrika dan Amerika Latin, dimana ada beberapa ratus kasus ditemukan setiap
tahun, dan paling sering menyerang usia dewasa muda yaitu mereka yang
bekerja di hutan atau daerah perbatasan di Bolivia, Brasil, Columbia, Ekuador
dan Peru (70% - 90% kasus dilaporkan dari Peru dan Bolivia).
Secara historis, demam kuning urban muncul dikota-kota dibenua
Amerika dengan pengecualian hanya ditemukan beberapa kasus di Trinidad
pada tahun 1954 dan tidak ada wabah demam kuning yang disebabkan oleh
nyamuk Aedes aegypti di Amerika sejak tahun 1942. Namun reinfestasi di
beberapa kota besar dengan Aedes aegypti menempatkan kota-kota tersebut
pada risiko timbulnya penularan demam kuning. Di Afrika daerah endemis
meliputi daerah yang terletak di antara 15o lintang utara dan 10o lintang
selatan, memanjang dari sebelah selatan gurun sahara hingga daerah utara
Anggola, Zaire dan Tanzania.
Pada beberapa dekade sebelumnya demam kuning yang disebabkan oleh
Aedes aegypti hanya dilaporkan terjadi di Nigeria dengan ditemukan sekitar
20.000 penderita dan 4.000 kematian pada tahun 1986 hingga 1991. Tidak
ada bukti bahwa demam kuning pernah terjadi di Asia atau didaerah pantai
timur Afrika, namun demam kuning sylvatic pernah dilaporkan terjadi di
daerah Kenya bagian barat pada tahun 1992 – 1993
4. Reservoir
Di daerah perkotaan, manusia & Aedes aegypti berperan sebagai reservoir
: di hutan, reservoir adalah vertebrata selain manusia terutama monyet dan
mungkin juga marsupialia serta nyamuk hutan. Penularan transovarian pada
nyamuk menyebabkan berlanjutnya infeksi demam kuning. Manusia tidak
mempunyai peran yang berarti dalam siklus penularan demam kuning
Sylvatic tapi merupakan hospes utama pada siklus penularan didaerah
perkotaan.
5. Cara penularan
Di daerah perkotaan & di beberapa daerah pedesaan penularan terjadi
karena gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di hutan-hutan di Amerika Selatan
penularan terjadi akibat gigitan beberapa spesies nyamuk hutan dari genus
Haemagogus. Di Afrika Timur Aedes africanus merupakan vector pada
populasi kera dimana Ae. Bromeliae dan Ae. Simpsoni (semidomestik) dan
mungkin spesies aedes lainnya berperan menularkan virus dari kera ke
manusia. Di daerah yang pernah mengalami wabah yang luas seperti di
Ethiopia, studi epidemiologis membuktikan Ae. Simpsoni berperan sebagai
vector yang menularkan virus dari orang ke orang.
Di Afrika Barat Ae. furcifer taylori, Ae. luteocephalus dan spesies lain
berperan sebagai vector penularan viru dari monyet ke manusia. Ae.
Albopictus dibawa ke Brazil dan Amerika Serikat dari Asia dan diduga sangat
potensial berperan sebagai jembatan perantara antara siklus demam kuning
tipe sylvatic dengan siklus tipe perkotaan di belahan bumi bagian barat.
Walaupun demikian hingga saat ini keterlibatan spesies ini dalam penularan
demam kuning belum pernah dilaporkan.
7. Masa penularan
Darah penderita sudah infektif terhadap nyamuk sebelum timbul demam
dan sampai pada hari ke 3 –5 sakit, penyakit ini sangat menular jika anggota
masyarakat yang rentan dalam jumlah banyak hidup bersama-sama dengan
vektor nyamuk dengan densitas yang tinggi, tidak menular melalui kontak
atau benda yang tersentuh penderita. Masa (periode) inkubasi ekstrintik pada
Ae. aegypti umumnya berkisar antara 9 – 12 hari pada temperatur daerah
tropis, dan pada umumnya jika sudah terinfeksi maka seumur hidup virus
akan terus berada di tubuh nyamuk.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1) Buat program imunisasi aktif bagi semua bayi berusia 9 bulan ke atas
yang oleh karena tempat tinggal, pekerjaanya, atau karena melakukan
perjalanan yang menyebabkan mereka mempunyai risiko terpajan
dengan infeksi. Satu dosis injeksi subkutan vaksin yang mengandung
biakan virus strain 17D dari demam kuning pada embrio ayam, efektif
memberi perlindungan hingga 99%. Antibodi terbentuk 7 – 10 hari
setelah imunisasi dan bertahan sedikitnya hingga 30 – 35 tahun,
mungkjin lebih lama. Walaupun demikian imunisasi ulang diharuskan
bagi orang yang bepergian ke daerah endemis dalam jangka waktu 10
tahun sesuai dengan International Health Regulation.
Sejak tahun 1989 WHO menyarankan bagi negara-negara Afrika yang
termasuk didalam apa yang disebut dengan endemic – epidemic belt
agar memasukkan vaksin demam kuning kedalam imunisasi rutin
mereka yang diberikan pada usia bayi. Sejak bulan Maret 1998 ada 17
negara Afrika yang telah melaksanakan anjuran tersebut, namun
hanya dua negara saja yang mencapai cakupan 50%. Vaksin demam
kuning tidak boleh diberikan kepada bayi kurang dari usia 4 bulan.
Vaksinasi terhadap bayi usia 4 – 9 bulan hanya diberikan dengan
pertimbangan yang sangat kuat bahwa bayi tersebut benar-benar
berisiko tertular oleh demam kuning oleh karena kemungkinan
mereka terpajan sangat besar. Pemberian vaksinasi pada usia ini
dengan memperhitungkan kemungkinan terjadinya ensefalitis pasca
vaksinasi. Oleh karena vaksin demam kuning mengandung virus
hidup, maka tidak boleh diberikan kepada orang dimana pemberian
vaksin yang mengandung virus hidup merupakan kontra indikasi.
Begitu pula tidak boleh diberikan kepada ibu hamil pada trimester
pertama kecuali bahwa risiko tertulari demam kuning lebih besar
daripada risiko vaksinasi terhadap kehamilan. Walaupun belum
pernah dilaporkan adanya kematian janin pada wanita hamil yang
diberikan vaksinasi demam kuning, serokonversi maternal sangat
rendah oleh karena itu perlu diberikan vaksinasi ulang setelah
melahirkan. Pemberian vaksinasi dianjurkan bagi penderita HIV yang
asimptomatis. Tidak ada bukti yang cukup bahwa pemberian
vaksinasi pada penderita HIV yan simptomatik membahayakan
penderita tersebut untuk terkena demam kuning.
2) Untuk memberantas demam kuning diperkotaan yang paling penting
dilakukan adalah membasmi nyamuk Ae. Aegypti. Jika diperlukan
lakukan imunisasi.
3) Demam kuning sylvanic atau demam kuning tipe hutan ditularkan
oleh Haemogogus dan species Aedes. Untuk demam kuning tipe ini
tindakan yang paling baik untuk memberantasnya adalah dengan cara
melakukan imunisasi yang diberikan kepada semua penduduk
pedesaan yang oleh karena pekerjaannya mereka terpajan dengan
hutan yang endemis demam kuning. Imunisasi juga diberikan kepada
orang-orang yang berkunjung kedaerah hutan yang endemis demam
kuning. Bagi mereka yang tidak diimunisasi, dianjurkan agar
melindungi diri mereka dari gigitan nyamuk dengan menggunakan
baju lengan panjang dan celana panjang, memakai repelan (obat gosok
anti nyamuk) serta memasang kelambu pada waktu tidur.
C.Penanggulangan wabah
1) Demam kuning perkotaan yang ditularkan oleh Aedes aegypti:
i. Lakukan imunisasi massal, dimulai dengan terhadap orang yang
terpajan dengan penderita kemudian terhadap orang-orang yang
tinggal didaerah dimana densitas Ae. aegypti-nya tinggi.
ii. Penyemprotan seluruh rumah dengan insektisida yang efektif
terbukti dapat mencegah terjadinya KLB didaerah perkotaan.
iii. Memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti
(Dengan gerakan 3M+), bila diperlukan lakukan pemberian
larvasida untuk membunuh jentik nyamuk.
2) Demam kuning Sylvatic atau demam kuning tipe hutan
a). Lakukan pemberian imunisasi segera kepada orang-orang yang
tinggal atau kepada orang-orang yang memasuki daerah berhutan.
b). Bagi mereka yang belum diimunisasi dilarang mengunjungi daerah
berhutan. Dan bagi mereka yang baru saja diimunisasi dilarang
mengunjungi daerah berhutan sampai degan seminggu setelah
diimunisasi.
3) Di daerah dimana demam kuning mungkin timbul, sediakan fasilitas
diagnostik antara lain fasilitas untuk melakukan laparotomi post
mortem untuk dapat mengambil spesimen jaringan hati dari penderita
yang meninggal dengan gejala demam dengan durasi 10 hari.
Mengingat bahwa pemeriksaan histopatologis terhadap jaringan hati
tidak patognomonis untuk demam kuning maka fasilitas pemeriksaan
serologis untuk konfirmasi diagnosis harus disediakan.
2. Penyebab Penyakit
Trypanosoma cruzi (Schizotripanum cruzi), protozoa yang
menginfeksi manusia sebagai hemoflagelata atau sebagai parasit
intraseluler tanpa flagelum eksternal.
3. Distribusi Penyakit
Penyakit ini tersebar dibelahan bumi bagian Barat dengan
distribusi yang luas dipedalaman Mexico, Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Dibeberapa wilayah tertentu endemis tinggi. Ada 5 penderita
infeksi akut yang ditularkan oleh vektor dilaporkan terjadi di Amerika
Serikat; 3 kasus tambahan akibat transfusi darah. Reaktivasi infeksi pada
penderita AIDS dapat menyebabkan terjadinya meningoensefalitis.
Studi serologis yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa dapat
terjadi penderita tanpa gejala. T. cruzi ditemukan pada mamalia di
Alabama, Arizona Arkansas, California, Florida, Georgia, Laesiana,
Maryland, New Mexico, Texas dan Utah. Penelitian yang dilakukan akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa dari hasil pemeriksaan serologis, 4.9%
migran yang berasal dari Amerika Tengah yang tinggal di Washington DC
telah terinfeksi.
4. Reservoir
Manusia bertindak sebagai reservoir bersama dengan lebih dari
150 species binatang baik domestik maupun binatang liar seprti: anjing,
kucing, tikus dan binatang domestik lainnya ditambah dengan
marsupialia, jenis binatang tanpa gigi, rodentia, chiropters, karnivora,
primata.
5. Cara Penularan:
Vektor penghisap darah yang terinfeksi misalnya species
Reduviidae (kutu berhidung mancung, kissing bugs), terutama berbagai
species dari genera Triatoma, Rhodnius, Panstrongylus pada kotorannya
ditemukan trypanosoma. Kutu ini membuang kotorannya pada saat
mereka menghisap darah; manusia atau mamalia lain terinfeksi karena
kotoran segar dari kutu yang terinfeksi tersebut mencemari konjungtiva,
membrana mukosa, kulit yang mengalami abrasi atau kutu terinfeksi kalau
mereka mengisap orang atau mamalia yang sedang mengalami
parasitemia.
Parasit berkembang biak didalam saluran pencernaan kutu.
Penularan dapat juga terjadi melalui transfusi darah karena meningkatnya
donor yang terinfeksi diperkotaan akibat peningkatan migrasi dari daerah
pedesaan. Parasit dapat menembus barier placenta dan dapat
menyebabkan terjadinya infeksi kongenital. Penularan melalui air susu
kemungkinannya sangat kecil, sehingga tidak ada alasan untuk melarang
ibu penderita chagas menyusui anaknya. Infeksi karena kecelakaan
laboratorium dapat terjadi walaupun sangat jarang. Transplantasi organ
yang diambil adri penderita chagas meningkatkan risiko transmisi T.
cruzi.
6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi berkisar antara 5 – 14 hari setelah digigit oleh
vektor yang terinfeksi. Sedangkan masa inkubasi karena menerima darah
dari donor yang terinfeksi berlangsung selama 30 – 40 hari.
7. Masa Penularan
Parasit ada dalam darah selama fase akut dan dapat bertahan
seumur hidup pada sebagian kecil penderita simptomatik dan penderita
asimptomatik. Vektor menjadi terinfeksi dan parasit bertahan didalam
usus kutu seumur hidupnya, sekitar 2 tahun.
9. Cara-cara Pemberantasan.
A. Cara-cara Pencegahan :
a. Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan
dan cara-cara pencegahannya.
b. Lakukan penyemprotan berkala dengan insektisida dengan efek
residual terhadap rumah yang konstruksinya tidak sehat dan rumah
yang beratap rumbia untuk membunuh vektor. Vektor juga dapat
dibunuh dengan fumigan yang ditaruh dalam kontainer.
c. Membangun dan memperbaiki lingkungan permukiman untuk
menghilangkan tempat perindukan vektor dan tempat berkembang
biaknya binatang reservoir.
d. Gunakan kelambu, pada rumah yang ada vektornya.
e. Lakukan skrining terhadap darah dan organ tubuh dari donor yang
pernah tinggal atau datang/berasal dari daerah-daerah endemis
dengan menggunakan tes serologis yang tepat untuk mencegah
penularan melalui tranfusi dan transplantasi, sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku di negara-negara Amerika
Selatan. Menambahkan gentian violet (25 ml gentian violet 5.0% per
500 ml darah 24 jam sebelum digunakan) dapat mencegah
penularan.
C. Myriapoda
1. Kaki seribu
Kaki seribu atau millipede (kelas Diplopoda, sebelumnya juga disebut
Chilognatha) adalah artropoda yang memiliki dua pasang kaki per segmen
(kecuali segmen pertama di belakang kepala, dan sedikit setelahnya yang hanya
memiliki satu kaki). Kaki seribu adalah Ordo dari anggota hewan tak bertulang
belakang yang termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Myriapoda
a. Morfologi
Kaki seribu memiliki bentuk tubuh yang terdiri atas kepala dan
badan, bentuknya silindris dan beruas-ruas, di setiap ruasnya terdapat satu
sampai dua pasang kaki. Walaupun demikian jumlah total kakinya tidak
mencapai seribu seperti namanya. Warna tubuhnya coklat kekuning-
kuningan. Bagian kepalanya terdiri atas lima segmen, thorax terdiri atas
empat segmen dan bagian perut dengan 20-100 segmen. Kaki seribu
memiliki sepasang anthena yang pendek dan dua kelompok mata tunggal
yang terdiri dari sekumpulan oselli pada kepalanya. Tidak memiliki taring
dan bernapas dengan trakea. Di bagian bawah dari ruas yang paling
belakang terdapat anus yang berfungsi sebagai saluran pembuangan air
dari metabolisme. Tidak mempunyai cakar beracun. Alat kelaminnya
terpisah.
c. Daur hidup
d. Epidemiologi
Hewan ini banyak dijumpai di daerah tropis dengan habitat di darat.
Terutama di tempat yang banyak mengandung sampah, misalnya di
kebun dan di bawah batu-batuan.
e. Gigitan kaki seribu
Muntah muntah dan pusing
Anak anak yang tanpa sengaja menginjak atau menindih hewan kaki
seribu dapat terserang gigitan sekaligus sengatan yang tiba tiba dan
menyebabkan muntah muntah serta kepala yang pusing. hal tersebut
dikarenakan racun hasil sengatannya telah masuk pada aliran darah.
Muntah dan pusing adalah gejala awal dari bahaya kaki seribu yang
biasa terjadi sesaat setelah seseorag tersengat racunya.
Demam
Bahaya kaki seribu yang diawali karena Gigitan atau sengatan dari
hewan kaki seribu dapat menyebabkan seseorang terserang demam
akibat racun telah menyebar kepembuluh darah, Jika orang dewasa
yang terserang biasanya demam hanya berlangsung lebih dari satu jam
saja setelah itu akan hilang dengan sendirinya, Namun jika anak anak
yang mengalaminya , Maka demam akan berlangsung cukup lama.
Pingsan mendadak
Bahaya kaki seribu yang disababkan oleh Gigitan dan sengatan hewan
beracun tersebut dapat menyebabkan seseorang jatuh pingsan
mendadak ketika racun telah menyebar ke pembuluh darah serta
jaringan tubuh lain. Pada dasarnya hewan kaki seribu adalah hewan
yang cukup ramah pada manusia, namun jika merasa terancam hewan
tersebut dapat menggigit dan menyengat mengeluarkan racun yang
bertujuan untuk perlindungan dirinya.
f. Pencegahan
Menebarkan beberapa kamper pada sudut ruangan rumah atau sudut
dinding. Aroma kamper sangat menyengat dan tidak disukai bintang
pengerat, Jenis serangga dan binatang kecil berbahaya seperti lipan,
kalajengking termasuk kaki seribu.
Sebarkan beberapa kamper pada sudut ruangan rumah atau sudut
dinding. Aroma kamper sangat menyengat dan tidak disukai bintang
pengerat, Jenis serangga dan binatang kecil berbahaya seperti lipan,
kalajengking termasuk kaki seribu.
Melakukan penyemprotan hama serangga agar bahaya kaki seribu
yang menimbulkan masalah dapat diatasi, Misalnya penyemprotan
pencegah nyamuk demam berdarah. Aroma dan zat aktif dari
penyemprot tersebut ampuh mengusir hewan kaki seribu agar tidak
kembali lagi sehingga penyebab kaki seribu yang membahayakan
anak anak dapat dicegah dengan cepat.
2. Kelabang / centipede
a. Morfologi
Kelabang atau centipede termasuk kelas chilopoda. Tubuhnya
memanjang dan pipih dorsoventral, terdiri atas kepala dan badan yang
beruas-ruas. Tiap ruas badan mempunyai satu pasang kaki. Di kepala
terdapat satu pasang anthena. Pada ruas pertama badan terdapat sepasang
kuku beracun (poison claw) yang berhubungan dengan kelenjaar racun.
Tempat hidupnya dibawah batu dan kayu. Makanannya berupa insekta
dan binatang kecil lainnya. Metamorfosisnya tidak sempurna.Alat
pencernaan makanannya sudah sempurna artinya dari mulut sampai anus.
Alat eksresi berupa dua buah saluran malphigi.Respirasi (pernafasan)
dengan trakea yang bercabang-cabang dengan lubang yang terbuka
hampir pada setiap ruas.
c. Daur hidup
Kelabang bereproduksi secara aseksual dengan cara jantan akan
meletakkan spermatopora yang akan diangkat oleh betina. Ada juga jenis
yang meletakkan spermatoporanya di sejenis jaring lalu jantan akan
melakukan "tarian asmara" untuk menarik betina agar mau mengambil
spermatopora itu. Ada pula jantan yang hanya meninggalkan
spermatoporanya yang nanti akan ditemukan oleh betina.Kelabang
tumbuh dengan cara berganti kulit. Ada juga kelabang yang dapat
menumbuhkan satu buku tubuhnya setiap berganti kulit jadi misalnya
waktu lahir ia hanya memiliki 4 pasang kaki, seiring ia tumbuh dan
berganti ia akan terus menambahkan buku tubuh sehingga pada saat ia
dewasa ia memiliki 15 pasang kaki.
d. Epidemiologi
Di seluruh dunia ada sekitar 8000 spesies dengan sekitar 3000 yang
sudah diidentifikasi. Secara geografis, kelabang dapat hidup di beragam
wilayah dari hutan tropis sampai gurun. Kelabang sangat membutuhkan
air karena tubuh mereka mudah sekali kehilangan cairan melalui kulit.
Itulah mengapa mereka lebih senang berada di lubang atau tempat yang
gelap dan lembab.
f. Pengobatan
kompres dengan air dingin selama 10 menit pada gigitan kelabang
untuk mengurangi nyeri, ulangi dengan jeda 10 menit
gunakan obat antinyeri yang dijual bebas, seperti paracetamol, untuk
mengurangi nyeri yang tak tertahankan
gunakan salep/krim yang mengandung kortikosteroid apabila area
gigitan menyebabkan penyakit kulit gatal dan ruam
segera periksakan diri ke dokter terdekat
DAFTAR PUSTAKA