Anda di halaman 1dari 60

A.

KLASIFIKASI HEWAN ARACHNOIDEA


1. Ordo Scorpionidae
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Subkelas : Dromopoda
Ordo : Scorpions
b. Morfologi
Sebagaimana Arachnida, kalajengking mempunyai mulut yang disebut
khelisera, sepasang pedipalpi, dan empat pasang tungkai. Pedipalpi seperti
capit terutama digunakan untuk menangkap mangsa dan alat pertahanan, tetapi
juga dilengkapi dengan berbagai tipe rambut sensor. Tubuhnya dibagi menjadi
dua bagian yaitu sefalotoraks dan abdomen. Sefalotoraks ditutup oleh karapas
atau pelindung kepala yang biasanya mempunyai sepasang mata median dan
2-5 pasang mata lateral di depan ujung depan. Beberapa kalajengking yang
hidup di guwa dan di liter sekitar permukiman tidak mempunyai mata.
Abdomen terdiri atas 12 ruas yang jelas, dengan bagian lima ruas terakhir
membentuk ruas metasoma yang oleh kebanyakan orang menyebutnya ekor.
Ujung abdomen disebut telson, yang bentuknya bulat mengandung kelenjar
racun (venom). Alat penyengat berbentuk lancip tempat mengalirkan venom.
Pada bagian ventral, kalajengking mempunyai sepasang organ sensoris yang
bentuknya seperti sisir unik disebut pektin. Pektin ini biasanya lebih besar dan
mempunyai gigi lebih banyak pada yang jantan dan digunakan sebagai sensor
terhadap permukaan tekstur dan vibrasi. Pektin juga bekerja sebagai
kemoreseptor (sensor kimia) untuk mendeteksi feromon (komunikasi kimia).

c. Siklus Hidup
 Kalajengking memiliki periode kehamilan yang lama (2-18 bulan).
 Setiap betina melahirkan 25-35 anak yang memanjat ke punggung
induknya. Mereka tetap berada di punggung induk selama satu atau dua
minggu setelah kelahirannya.
 Setelah mereka turun dari punggung, mereka akan mandiri.
 Rata-rata kalajengking hidup tiga hingga lima tahun, tetapi sejumlah spesies
dapat hidup hingga 10-15 tahun.

d. Pengendalian Kalajengking
Tingginya populasi kalajengking dapat menjadi masalah dalam beberapa
keadaan. Bagaimana populasi kalajengking dapat dikurangi? Kalajengking
sulit dikendalikan dengan hanya dengan menggunakan insektisida. Oleh
karena itu, strategi pengendalian pertama yaitu untuk memodifikasi daerah
sekitar struktur permukiman.
1. Buanglah semua tempat persembunyian kalajengking seperti sampah,
tumpukan kayu, papan, batu, bata dan berbagai benda di sekitar
gedung.
2. Pelihara rumput di sekitar perumahan dengan rutin memotongnya.
Pangkas pohon dan cabang-cabang pohon yang menggantung di
sekitar rumag. Cabang pohon dapat menjadi jalan ke atap bagi
kalajengking.
3. Taruhlah kontainer sampah di dalam kerangka yang membuat tempat
sampah tidak langsung berhubungan dengan tanah.
4. Jangan sekali-kali membawa masuk kayu bakar ke dalam rumah,
kecuali ditempatkan langsung di api.
5. Tutuplah celah dan retakan yang ada di atap, dinding, pipa dan bagian
bangunan lainnya.
6. Pasanglah kawat kasa pada jendela, pintu, dan tetap dijaga dari
kerusakan dan lain-lain.
7. Gunakan lampu “black light”pada malam hari untuk memeriksa
keberadaan kalajengking. Tangkaplah dengan menggunakan tang
yang besar dan panjang, kemudian lepas kembali di alam atau anda
hancurkan.
8. Berbagai jenis insektisida dapat digunanakan, meski kurang begitu
efektif. Aplikasi insektisida residual dapat dilakukan pada bagian
dasar rumah yang dicurigai banyak terdapat kalajengking.
9. Apabila disengat kalajengking, segeralah lakukan pengompresan
dingin dengan ice pack, dan segera pergi ke dokter.
2. Ordo Arachnida
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida

b. Morfologi Latrodectus Mactans


 Abdomen tidak bersegmen
 Antara abdomen dan cephalothorax batang sempit untuk menghubungkan
keduanya
 Memiliki rahang beracun didekat puncak dari segmen ke dua
 Memiliki 4 pasang kaki
 Jantan berukuran 6 mm, garis median merah dan 3 garis transversal putih
pada bagian dorsal abdomen
 Betina berukuran 13 mm, berwarna hitam dan mempunyai gambaran hour
glass merah

c. Siklus hidup
 Laba-laba betina meletakkan telur mereka pada sutra kantung bulat.
 Setiap kantung telur mengandung 200-400 telur
 Laba-laba betina menetas 8-10 hari, laba-laba akan keluar dari kantung 2-4
minggu
d. Gejala Klinis
 Racun bersifat neurotoksin terhadap syaraf perifer yang menyebabkan
araknidisme sistematik
 Tempat gigitan timbul benjolan merh kebiruan
 Rasa nyeri menyebar keseluruh tubuh
 Juga terjadi syok, dan kematian terjadi 18-36 jam
e. Pengobatan
Untuk meringankan rasa sakit, pemakaian secara intravena 10ml kalsium
glukonat 10% atau magnesium sulfat 10% dan dicampur dengan glukosa 5%, ini
dilakukan 1-2 jam bila perlu.
3. Demodisiosis
a. Morfologi
Demodex folliculorum termasuk famili demodicidae. Demodex
folliculorum adalah tungau folikel rambut berbentuk panjang menyerupai
cacing semi transparan dengan 2 gabungan segmen tubuh berukuran 0,1-0,3
mm dan berkaki empat pasang yang letaknya berdekatan serta mempunyai
abdomen dengan garis-garis transversal. 4 pasang kaki terdapat pada segmen
tubuh bagian pertama. Tubuhnya tertutup rangka luar dan mempunyai mulut
untuk memakan sel kulit, hormon, dan air yang terdapat di folikel
rambut. Demodex folliculorum betina lebih pendek dan membulat
daripada Demodex folliculorum jantan. Tungau ini juga mampu berjalan di
permukaan kulit dengan kecepatan 8-16 cm per jam.

b. Siklus hidup
Siklus hidup Demodex folliculorum berlangsung selama 18-24 hari dalam
tubuh hospes. Baik jantan maupun betina memilki lubang genital untuk
melakukan perkawinan. Perkawinan berlangsung di folikel rambut dan kelenjar
keringat. Betina bertelur dan meletakan telurnya sebanyak 20-24 di folikel
rambut. Larva yang memiliki 6 kaki menetas pada hari ke 3-4. 7 hari
Kemudian, larva berkembang menjadi dewasa.

c. Patologi dan gejala klinis


Parasit ini hidup di folikel rambut dan kelenjar keringat terutama di sekitar
hidung dan kelopak mata sebagai parasit permanen. Kadang-kadang tungau ini
ditemukan di bagian tubuh lain seperti kulit kepala. Demodex
folliculorum dapat menyebabkan kelainan berupa blefaritis, akne, rosasea dan
impetigo kontagiosa dengan gejala klinis gatal dan dapat terjadi infeksi
sekunder. Umumnya, rosasea terdiri dari beberapa tahap ( tidak semua orang
mengalami semua tahap ini) . Tahap ini adalah :
1. Flushing: timbul kemerah-merahan secara periodik pada wajah
Inflammatory lesions: papula, pustul
2. Edema
3. Telangiectasias (pelebaran pembuluh darah) mungkin terjadi beberapa
waktu
4. Ocular rosacea mungkin terjadi (rasa panas pada mata dan mata berair )
5. Rhinophyma mungkin terjadi pada tinkat lanjut ( hidung bengkak dan
kemerahan)
Tungau yang hidup di saluran kelenjar folikel di pinggir mata dapat
mengganggu penglihatan penderita.

d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan D. folliculorum dari folikel rambut
dan kelenjar keringat.

e. Pengobatan
Pengobatan demodisiosis pada kulit dapat dilakukan dengan olesan salep
linden atau salep yang mengandung sulfur. Pengobatan lainnya adalah asam
salisilat, metronidazol, krotamiton, lindane, and sublimed sulphur, oral
metronidazole, oral ivermektin dan topical permethrin, and oral or topical
retinoids . Papula pada wajah dapat disembuhkan setelah pengobatan dengan
metronidazol secara sistemik dan topical selama 3 minggu dan terapi
prednisolon dosis rendah secara oral.

f. Epidemiologi
Infeksi tungau ini adalah kosmopolit terjadi di seluruh di dunia dan
dianggap tidak berbahaya.
4. Skabies
Skabies atau penyakit kudis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varietas hominis.

a. Morfologi
Secara morfologi, sarcoptes scabiei adalah tungau yang termasuk famili
sarcoptidae, ordo acari, kelas arachnida. parasit ini merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Spesies
betina berukuran 300 x 350 µm, sedangkan jantan berukuran 150 x 200 µm.
Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki depan dan 2 pasang
kaki belakang. Kaki depan pada betina dan jantan memiliki fungsi yang sama
sebagai alat untuk melekat, akan tetapi kaki belakangnya memiliki fungsi
yang berbeda. Kaki belakang betina berakhir dangan rambut, sedangkan pada
jantan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan
alat perekat.

b. Siklus Hidup
Siklus hidup Sarcoptes scabiei yang diawali oleh masuknya tungau dewasa
ke dalam kulit manusia dan membuat terowongan di stratum korneum sampai
akhirnya tungau betina bertelur.Sarcoptes scabiei tidak dapat menembus lebih
dalam dari lapisan stratum korneum. Telur menetas menjadi larva dalam
waktu 2-3 hari dan larva menjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari. Nimfa berubah
menjadi tungau dewasa dalam 4-7 hari.
Sarcoptes scabiei jantan akan mati setelah melakukan kopulasi, tetapi
kadang-kadang dapat bertahan hidup dalam beberapa hari. Pada sebagian
besar infeksi, diperkirakan jumlah tungau betina hanya terbatas 10 sampai 15
ekor dan kadang terowongan sulit untuk diidentifikasi.
c. Gejala Klinis
 Munculnya pruritus nokturna atau rasa gatal pada malam hari, hal ini
disebabkan aktivitas tungau lebih tinggi pada keadaan suhu lembab.
 Menyerang sekelompok orang, seperti di pondok pesantren, panti asuhan,
barak tentara yang memiliki peluang besar yang dapat menderita penyakit
ini. Scabies mudah menular melalui handuk, pakaian, atau seprai yang
digunakan dengan bersamaan. Scabies biasanya menyerang pasien dengan
tingkat hygiene sanitasi yang buruk, serta lingkungan masyarakat dengan
tingkat ekonomi yang rendah.
 Ditemukannya terowongan dibawah lapisan kulit yang bentuknya lurus
maupun berkelok-kelok. Apabila terjadi infeksi sekunder yang
diakibatkan oleh bakteri maka dapat timbul bisul kecil.
 Ditemukannya parasit sarcoptes scabiei pada saat dilakukan pemeriksaan
kulit secara mikroskopis.

d. Epidemiologi
Skabies biasanya menyerang orang dengan tingkat hygine sanitasi yang
kurang, tingkat ekonomi yang rendah juga dapat terserang, berada pada
lingkungan yang padat dan kumuh.

e. Pengobatan
Produk yang digunakan untuk membunuh tungau disebut skabisid.
Permetrin krim 5%, Krotamiton losio 10% dan Krotamiton krim 10%, Sulfur
presipitatum 5%-10%, Benzyl Benzoat Losio 25%, Gamma benzene
hexachloride 1% krim (Lindane losio 1%), dan Ivermektin merupakan
regimen untuk pengobatan tungau yang hanya tersedia dengan resep dokter.
Permetrin krim 5% telah disetujui oleh United States Food and Drug
Administration (FDA). Aman dan efektif bila digunakan pada anak-anak
berusia 2 bulan atau lebih, dan merupakan obat pilihan untuk pengobatan
skabies.
Permetrin dapat membunuh tungau dan telur. Aplikasinya hanya sekali
dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah
seminggu.6,19 Krotamiton losio 10% dan Krotamiton krim 10% telah
disetujui FDA untuk pengobatan skabies pada orang dewasa. Aman bila
digunakan dengan pengarahan, yaitu harus dijauhkan dari mata, mulut, dan
uretra. Obat ini memiliki dua efek, yaitu sebagai antiskabies dan antigatal.
Sulfur presipitatum 5%-10% digunakan untuk mengobati skabies pada
anak-anak dan orang dewasa. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur
sehingga penggunaanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya ialah
berbau dan mengotori pakaian, kadang-kadang menyebabkan iritasi. Telah
terbukti dapat mengobati anak usia kurang dari 2 bulan. Benzyl Benzoat losio
25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 hari.
Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadangkadang
menyebabkan rasa makin gatal dan panas setelah dipakai.
Gamma benzene hexachloride 1% krim (Lindane losio 1%) merupakan
organoklorida. Meskipun telah disetujui penggunaannya oleh FDA untuk
pengobtan skabies, lindane tidak dianjurkan sebagai terapi lini pertama.
Penggunaan yang berlebihan atau secara tidak sengaja menelan lindane dapat
menjadi racun bagi otak dan bagian-bagian lain dari system saraf.
Penggunaan lindane harus terbatas pada Firza Syailindra dan Hanna Mutiara
l Skabies Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |41 pasien yang
mengalami gagal pengobatan dengan obat lain yang memiliki efek lebih
sedikit atau tidak mampu mentoleransi obat tersebut. Lindane tidak boleh
digunakan pada bayi yang premature, orang dengan gangguan kejang, ibu
hamil atau menyusui, iritasi kulit, serta bayi, anak-anak, dan orang dewasa
yang beratnya kurang dari 110 pon.

f. Pencegahan
 Menjaga kebersihan badan dengan mandi secara teratur
 Menjemur bantal, kasur, dan seprei secara teratur
 Usahakan lingkungan rumah terkena sinar matahari yang cukup
 Suhu ruang tidak lembab
5. Tularemia (Demam kelinci, Demam lalat-kijang, penyakit Ohara, penyakit
Francis)
a. Identifikasi
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri dengan manifestasi klinis
yang sangat bervariasi tergantung kepada tempat masuknya bakteri dan
virulensi dari bakteri yang menginfeksi. Gejala klinis lebih sering muncul
sebagai ulcus yang indolen ditempat masuknya bakteri disertai dengan
pembengkakan kelenjar limfe disekitarnya (tipe ulseroglanduler). Manifestasi
lain dapat berupa infeksi tanpa disertai timbulnya ulcus, hanya terjadi
pembengkakan satu atau beberapa kelenjar limfe disertai dengan rasa sakit.
Pembengkakan kelenjar limfe ini mengalami supurasi (tipe glanduler).
Tertelannya mikroorganisme karena mengkonsumsi makanan dan
minuman yang tercemar dapat menimbulkan faringitis dengan rasa sakit
(dengan atau tanpa terjadi ulserasi), sakit perut, diare dan muntah (tipe
orofaringeal). Jika mikroorganisme masuk kedalam tubuh melalui inhalasi
dapat terjadi pneumonia atau sindroma septikemi primer, jika tidak segera
diberi pengobatan yang tepat, dapat menimbulkan kematian dengan CFR
sekitar 30 – 60% (tipe tifoidal). Mikroorganisme yang masuk melalui darah
biasanya menimbulkan penyakit yang terlokalisir pada paru dan ruangan
pleura (tipe pleuropulmoner). Walaupun sangat jarang sekali, mikroorganisme
dapat masuk melalui Sacus conjunctivus dan menimbulkan konjungtivitis
purulenta disertai dengan pembengkakan kelenjar limfe disekitarnya (tipe
okuloglanduler). Dari semua tipe infeksi diatas dapat terjadi komplikasi
pneumonia yang memerlukan pengenalan dan pengobatan secara dini untuk
mencegah kematian.
Ada dua biovarians dengan patogenisitas yang berbeda yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia. Organisme yang disebut dengan nama
Jellison type A adalah jenis yang lebih virulen, jika tidak diobati dengan benar
dapat menimbulkan kematian dengan CFR berkisar antara 5 – 15% terutama
disebabkan oleh penyakit dengan tipe tifoidal atau dengan tipe
pleuropulmoner. Dengan pengobatan menggunakan antibiotika yang tepat
CFR dapat diturunkan secara bermakna. Biovarian dengan nama Jellison type
B, virulensinya lebih rendah walaupun tidak diobati, CFR-nya rendah. Secara
klinis tularemia sulit dibedakan dengan pes dan dengan penyakit lain seperti
infeksi oleh Stafilokokus dan Streptokokus, Cat Scratch fever, Sporotrichosis
oleh karena semua penyakit yang disebutkan diatas dapat menimbulkan
pembengkakan kelenjar limfe yang bubonik dan pneumonia berat.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan diagnosa
pasti dibuat karena adanya kenaikan titer antibodi spesifik yang muncul pada
minggu kedua sakit. Terjadi reaksi silang dengan infeksi spesies Brucella.
Diagnosa cepat dibuat melalui pemeriksaan spesimen yang diambil dari
eksudat ulcus dan aspirat dari kelenjar limfe dengan tes FA. Biopsi yang
dilakukan untuk tujuan diagnostik harus dilindungi dengan pemberian
antibiotik yang tepat karena tindakan biopsi dapat menimbulkan septikemi.
Bakteri penyebab infeksi dapat diisolasi melalui kultur pada media khusus
seperti dengan media cysteine glucose blood agar atau dengan melakukan
inokulasi binatang percobaan dengan bahan yang diambil dari lesi, darah dan
sputum.
Untuk menentukan biovarians dilakukan dengan pemeriksaan reaksi
kimiawi. Tipe A memfermentasikan gliserol dan merubah citrulline menjadi
ornithine. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dengan sangat hati-hati
oleh karena dapat terjadi penularan bahan infeksius melalui udara. Oleh
karena itu identifikasi dengan menggunakan media kultur hanya dilakukan
dilaboratorium rujukan yang sudah sangat berpengalaman dengan fasilitas
keamanan yang memadai. Umumnya diagnosis ditegakkan hanya dengan
pemeriksaan serologis.

b. Penyebab penyakit
Mikroorganisme penyebab penyakit adalah Francisella tularensis (dulu
disebut Pasteurella tularensis), sejenis kokobasilus yang non motil, berbentuk
kecil, gram negatif. Semua isolat secara serologis homogen dibedakan satu
sama lain secara epidemiologis dan biokemis yaitu menjadi Jellison Type A
(F. tularensis biovarian tularensis) dengan LD50 pada kelinci lebih kecil dari
10 bakteria atau Jellison type B (F. tularensis biovarian palaearctica) dengan
LD50 pada kelinci lebih besar dari 107 bakteria.

c. Distribusi Penyakit
Tularemia tersebar hampir di semua bagian Amerika Utara dan di sebagian
besar benua Eropa, di bekas Uni Soviet, Cina dan Jepang. Di AS penyakit ini
ditemukan sepanjang tahun; insidensi penyakit ini ditemukan lebih tinggi pada
orang dewasa dimusim dingin pada saat musim perburuan kelinci dan pada
anak-anak dimusim panas pada saat densitas vektor berupa kutu dan lalat pada
menjangan/kijang meningkat. F. tularensis biovarian tularensis terbatas
ditemukan hanya dibagian utara benua Amerika dan sering ditemukan pada
kelinci (jenis Cottontail, Jack dan Snowshoe), dan biasanya penularan terjadi
karena gigitan kutu binatang tersebut. Sedangkan F. tularensis biovarian
palaearctica sering ditemukan pada mamalia selain kelinci di bagian utara
benua Amerika; berbagai strain ditemukan di Elerasia pada binatang jenis
voles, muskrat dan tikus air. Sedangkan di Jepang ditemukan pada kelinci.

d. Reservoir
Berbagai jenis binatang liar seperti kelinci, hares, voles, muskrats, beavers
dan beberapa jenis binatang domestik dapat berperan sebagai reservoir; begitu
juga berbagai jenis kutu dapat berperan sebagai reservoir, sebagai tambahan
telah ditemukan siklus penularan dari rodentia – nyamuk untuk F. tularensis
biovarian palaearctica didaerah Skandinavia, Baltic dan Rusia.

e. Cara penularan
Berbagai cara penularan telah diketahui antara lain melalui gigitan
binatang berkaki beruas (artropoda) seperti kutu Dermacentor andersoni, kutu
anjing D. variabilis, Anblyomma americanum (the lonestar stick); dan
walaupun jarang terjadi, lalat Chrysops discalis pada kijang/menjangan dapat
juga menularkan penyakit ini. Di Swedia nyamuk Aedes cinerius diketahui
dapat menularkan penyakit ini melalui inokulasi kulit, melalui mukosa
konjungtiva dan mukosa orofaring yang terpajan dengan air yang
terkontaminasi.
Penularan dapat juga terjadi karena terpajan dengan darah atau jaringan
binatang yang terinfeksi (pada waktu menguliti binatang, memotong daging
atau pada waktu melakukan nekropsi); mengkonsumsi daging atau jaringan
binatang yang terinfeksi yang tidak dimasak dengan sempurna; minum air
yang terkontaminasi; inhalasi debu yang terkontaminasi atau inhalasi partikel
dari tumpukan rumput/jerami kering dan padi-padian yang terkontaminasi.
Jarang sekali penularan terjadi melalui gigitan coyote (sejenis rubah), tupai,
musang, babi hutan, kucing atau anjing yang mulutnya tercemar karena diduga
memakan binatang yang terinfeksi. Penularan juga jarang terjadi karena bulu
dan cacar binatang. Jika penularan terjadi karena kecelakaan dilaboratorium
biasanya berupa pneumonia primer dn tularemia tifoidal.

f. Masa Inkubasi
Masa inkubasi sangat bergantung pada virulensi daripada mikroorganisme
dan tergantung pada ukuran inokulum. Biasanya berkisar antara 1 – 14 hari,
rata-rata 3 – 5 hari.

g. Masa Penularan
Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Pada penderita yang tidak
diobati mirkoorganisme penyebab penyakit ditemukan didalam darah selama
2 minggu pertama infeksi, dan ditemukan didalam lesi selama satu bulan
bahkan terkadang lebih lama. Lalat mengandung bakteri selama 14 hari dan
kutu selama hidup mereka (sekitar 2 tahun). Daging kelinci yang dibekukan
pada suhu –150C (50F) tetap infektif selama 3 tahun.

h. Kerentanan dan kekebalan


Semua usia rentan terhadap infeksi, setelah sembuh dari penyakit timbul
kekebalan jangka panjang. Namun pernah dilaporkan adanya reinfeksi pada
petugas laboratorium.

i. Cara – cara pemberantasan


1). Cara-cara Pencegahan
 Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menghindari diri
terhadap gigitan kutu, lalat dan nyamuk. Hindari minum air, mandi
atau bekerja diperaiaran yang tidak ditangani dengan baik dimana
didaerah tersebut angka infeksi pada binatang liar sangat tinggi.
 Pakailah sarung tangan pada saat menguliti binatang terutama kelinci.
Masaklah daging kelinci liar atau binatang rodensia sebelum
dikonsumsi.
 Berlakukan larangan pengapalan antar pulau terhadap hewan atau
daging hewan yang terinfeksi.
 Vaksinasi intradermal dengan skarifikasi menggunakan vaksin jenis
“Live attenuated” digunakan secara luas dibekas Uni Soviet dan
secara terbatas digunakan dikalangan pekerja dengan risiko penularan
di AS. Vaksin “Live anttenuated” yang dulu pernah digunakan untuk
tujuan penelitian pada petugas laboratorium di AS saat ini tidak lagi
tersedia. 5). Pakailah masker, pelindung mata, sarung tangan dan jas
laboratorium (Personal Protection Equipment) dan pergunakan
kabinet dengan tekanan negatif pada saat bekerja dengan kultur F.
tularensis.
2). Cara-cara Penanggulangan
Wabah Lakukan pelacakan untuk menemukan sumber infeksi yang ada
kaitannya dengan artropoda, binatang lain yang berperan sebagai hospes,
air, tanah dan tanaman yang tercemar.
3). Upaya untuk mengatasi Bioterorisme
Tularemia dianggap potensial digunakan untuk melakukan tindakan
bioterorisme terutama jika dilakukan melalui udara (aerosol) seperti
halnya pada pes, maka orang yang menghirup udara yang mengandung
tularemia akan mengalami pneumonia primer. Kasus ini memerlukan
diagnosis dini dan pengobatan dini untuk mencegah kematian. Setiap saat
jika ditemukan adanya F. tularensis harus segera dilaporkan kepada
petugas dan petugas keamanan (di AS dilaporkan ke FBI) lebih-lebih kalau
kasus tersebut menggerombol. Laporan ini diperlukan agar bisa segera
dilakukan investigasi.
B. HEXAPODA (INSECTA)
Dari kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu
diperhatikan dan dapat menyebabkan penyakit adalah :
1. Ordo Dipthera
 Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
 Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
 Lalat tse-tse sebagai vektor penyakit tidur
 Lalat kuda sebagai vektor penyakit Anthrax
2. Ordo Siphonaptera
 Pinjal tikus sebagai vektor penyakit pes
3. Ordo Anophera
4. Kutu kepala sebagai vektor penyakit demam bolak-balik dan typhus
exantyematicus.
Selain vektor diatas, terdapat ordo dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai
binatang pengganggu antara lain :
5. Ordo hemiptera, contoh kutu busuk
6. Ordo isoptera, contoh rayap
7. Ordo orthoptera, contoh belalang
8. Ordo coleoptera, contoh kecoak/kumbang

a. Anopheles sp. sebagai vektor malaria


1. Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp.
Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Sub famili : Anophelini
Genus : Anopheles
Spesies : Anopheles sp. (Borror, 1992).
2. Morfologi Nyamuk Anopheles sp.

Telur Anopheles sp berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya


konveks dan bagian atasnya konkaf dan diletakkan satu per satu di atas
permukaan air serta memiliki sepasang pelampung yang terletak di bagian
lateral. Di tempat perindukan, larva Anopheles mengapung sejajar dengan
permukaan air dengan bagian badan yang khas yaitu spirakel pada bagian
posterior abdomen, batu palma pada bagian lateral abdomen, dan “tergal
plate” pada bagian tengah setelah dorsal abdomen (Gambar 1). Pada
stadium pupa terdapat tabung pernafasan yang disebut respiratory trumpet
yang berbentuk lebar dan pendek yang berfungsi untuk mengambil O2 dari
udara.
Stadium dewasa Anophelini jantan dan betina memiliki palpi yang hampir
sama dengan panjang probosisnya, hanya pada nyamuk jantan palpi pada
bagian apikal berbentuk gada yang disebut club form sedangkan pada
nyamuk betina ruas itu mengecil. Bagian posterior abdomen agak sedikit
lancip. Kosta dan vena 1 atau sayap pada bagian pinggir ditumbuhi sisik-
sisik yang berkelompok sehingga membentuk belang-belang hitam putih
(Safar, 2010).

3. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles sp.


Anopheles mengalami metamorfosis sempurna yaitu stadium telur,
larva,kepompong, dan dewasa yang berlangsung selama 7-14 hari.
Tahapan ini dibagi ke dalam 2 (dua) perbedaan habitatnya yaitu
lingkungan air (aquatik) dan di daratan (terrestrial). Nyamuk dewasa
muncul dari lingkungan aquatik ke lingkungan terresterial setelah
menyelesaikan daur hidupnya. Oleh sebab itu, keberadaan air sangat
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup nyamuk, terutama masa larva dan
pupa. Nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan 50-200 telur satu
persatu di dalam airatau bergerombol tetapi saling lepas.
Telur Anopheles mempunyai alat pengapung dan untuk menjadi larva
dibutuhkan waktu selama 2 sampai 3 hari, atau 2 sampai 3 minggu pada
iklim-iklim lebih dingin. Pertumbuhan larva dipengaruhi faktor suhu,
nutrien, ada tidaknya binatang predator yang berlangsung sekitar 7
sampai 20 hari bergantung pada suhu. Kepompong(pupa) merupakan
stadium terakhir di lingkungan aquatik dan tidak memerlukan makanan.
Pada stadium ini terjadi proses pembentukan alat-alat tubuh
nyamuk seperti alat kelamin, sayap dan kaki. Lama stadium pupa pada
nyamuk jantan antara 1 sampai 2 jam lebih pendek dari pupa nyamuk
betina, karenanya nyamuk jantan akan muncul kira-kira satu hari lebih
awal daripada nyamuk betina yang berasal dari satu kelompok telur.
Stadium pupa ini memakan waktu lebih kurang 2 sampai dengan 4 hari
(Rinidar, 2010)
4. Perilaku Nyamuk Anopheles sp.
Nyamuk betina merupakan nyamuk yang aktif menggigit
karena memerlukan darah untuk perkembangan telurnya. Pada saat
nyamuk aktif mencari darah maka nyamuk akan terbang berkeliling
untuk mencari rangsangan dari hospes yang cocok. Beberapa faktor
seperti keberadaan hospes, tempat menggigit, frekwensi menggigit dan
waktu menggigit merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pengamatan perilaku nyamuk menghisap darah
Berdasarkan obyek yang digigit (hospes), nyamuk dibedakan
menjadi antrofilik, zoofilik, dan indiscriminate biter. Nyamuk antrofilik
adalahnyamuk yang lebih suka menghisap darah manusia, dan
dikategorikan zoofilik apabila nyamuk lebih suka menghisap darah
hewan. Apabilanyamuk menghisap darah tanpa kesukaan tertentu
terhadap hospes disebut indiscriminate biter. Nyamuk akan menghisap
darah dari hospes lain yangtersedia apabila darah hospes yang disukai
tidak ada. Hal ini disebabkanadanya suhu dan kelembaban yang dapat
menyebabkan nyamuk berorientasi terhadap hospes tertentu dengan
jarak yang cukup jauh dan adanya bau spesifik dari hospes (Depkes,
2004).
Berdasarkan waktu menggigit, secara umum nyamuk
Anopheles aktif mencari darah pada waktu malam hari, mulai dari senja
hingga tengah malam tetapi ada pula yang mulai tengah malam hingga
menjelang pagi (Depkes, 2004).

b. Penyakit Malaria
Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas
di dunia. Penyakit malaria ditemukan tersebar luas di seluruh pulau Indonesia
dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Malaria adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles. Jenis nyamuk Anopheles yang berperan dalam penularan
penyakit malaria di daerah tertentu sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan. Nyamuk Anopheles sangat banyak macamnya dan berbeda-beda
jenisnya antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya (Soedarto,
1992).
1. Epidemiologi
Prevalensi kasus malaria di satu daerah endemi malaria dan di daerah
endemi malaria lainnya tidak sama, tergantung pada perilaku spesies
nyamuk yang menjadi vektor. Di daerah cilacap misalnya yang vektor
malarianya An.sundaicus, kasus malaria ditemukan lebih banyak pada
musim kemarau, jika dibandingkan musim hujan, karena pembentukan
tempat perindukan di muara sungai untuk An.sundaicus meningkat.
Sebaliknya untuk daerah Jawa Barat yang vektor malarianya An.aconitus
kasus malaria meningkat jumlahnya saat musim hujan; karena di sawah
terbentuk tempat-tempat perindukan untuk An.aconitus. Kedua kejadian di
atas terjadi akibat kurangnya perhatian terhadap pengaturan air atau tidak
teraturnya saluran irigasi.
Pemberantasan malaria dapat dilakukan melalui berbagai cara,
diantaranya:
a. Mengobati penderita malaria
b. Mengusahakan agar tidak terjadi kontak antara nyamuk anophelini dan
manusia, yaitu dengan memasang kawat kasa dibagian-bagian terbuka
rumah (jendela dan pintu) penggunaan kelambu dan repellent
c. Mengadakan penyuluhan tentang sanitasi lingungan dan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat yang berkaitan dengan upaya
memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk dan penempatan
kandang ternak di antara perindukan dan rumah penduduk.

c. Nyamuk Aedes aegypti sebagai vector Demam Berdarah Dengue


Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah
penyakit virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal
dalam waktu yang sangat pendek (beberapa hari). Penyakit ini masuk ke
Indonesia tahun 1968 melalui Pelabuhan Surabaya dan pada tahun 1980 telah
dilaporkan tersebar luas di seluruh provinsi di Indonesia. Gejala klinis DHF
berupa demam tinggi yang berlangsung terus-menerus selama 2 sampai 7 hari
dan manifestasi perdarahan yang biasanya didahului dengan terlihatnya tanda
khas berupa bintik-bintik merah (petechia) pada badan penderita. Penderita
dapat mengalami syok dan meninggal. Sampai sekarang penyakit ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat. Vektor utama DHF adalah nyamuk
kebun yang disebut Aedes aegypti sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes
albopictus.

1. Taksonomi Aedes aegypti


Menurut Boror dkk. (1989), klasifikasi Ae. aegypti adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Ae. Aegypti
2. MorfologiAedes aegypti
Ae. aegypti dewasa berukuranlebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Culexquinquefasciatus), mempunyai warnadasar yang
hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama
pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai
nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lire-form) yang putih pada
punggungnya (mesonotum) (Djakaria, 2000), yaitu ada dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan. Nyamuk jantan umumnya
lebih kecil dari betina dan terdapat rambut -rambut tebal pada antena
nyamuk jantan. Telur Ae. aegypti berbentuk elips berwarna hitam (Womack,
1993), mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan
yang menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae. aegypti mempunyai pelana
yangterbuka dan gigi sisir yang berduri lateral (Djakaria, 2000).
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus) mempunyai warna dasar
hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya khas
yaitu mempunyai gambaran lira (lire form) yang putih pada punggungnya
(mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris garis
dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva aedes aegypti mempunyai
pelana yang terbuka dan Gigi sisir yang berduri lateral.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1
sampai 2 cm diatas permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan
rata-rata 100 butir telur tiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur
menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali,
tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur
sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat berisi air
bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk biasanya tidak
melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa
tempat perindukan buatan manusia; seperti tempayan atau gentong tempat
penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng botol, drum, ban
mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan,
juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun tanaman
(keladi, pisang) tempurung kelapa, tonggak bambu dan lubang pohon yang
berisi air hujan. Di tempat perindukan aedes aegypti sering kali ditemukan
Larva Aedes albopictus yang hidup bersama-sama

3. Perilaku Nyamuk betina


Nyamuk betina menghisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Penghisapan darah
dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua Puncak waktu yaitu setelah
matahari terbit pukul 08.00-10.00 dan sebelum matahari terbenam pukul
15.00 - 17.00. Tempat istirahat Aedes aegypti berupa semak-semak atau
tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman atau kebun
atau pekarangan rumah juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam
rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya .Umur nyamuk
dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari, sedangkan di laboratorium
mencapai 2 bulan. Aedes aegypti mampu terbang sejauh 2 km walaupun
umumnya jarak terbangnya adalah pendek yaitu kurang lebih 40 meter.
4. Epidemiologi
Aedes aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia. Walaupun spesies ini
ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat, nyamuk ini
juga ditemukan di pedesaan. Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke
desa disebabkan Larva Aedes aegypti terbawa melalui transportasi.
Walaupun umurnya pendek yaitu kira-kira 10 hari, Aedes aegypti dapat
menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3 sampai 10 hari.
Aedes aegypti merupakan jenisnyamuk yang dapat membawa virus
Dengue penyebab penyakit demamberdarah dengue (DBD). Penyakit ini
telah dikenal di Indonesia sebagai penyakit yang endemis terutama bagi
anak-anak. Kasus penyakit ini di Indonesia termasuk terbesar di dunia
setelah Thailand (Sinar Harapan, 2003).
Di Indonesia DBD timbul sebagai wabah untuk pertama kalinya di
Surabaya pada tahun 1968 (Chahaya, 2003). DBD telah menyebar luas ke
seluruh wilayah provinsi dengan jumlah kabupaten/kota terjangkit semakin
meningkat. Penyakit ini sering muncul sebagai Kasus Luar Biasa (KLB)
dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi
(ridwanamiruddin.wordpress.com, 2007). KLB demam berdarah terjadi di
Indonesia, tepatnya di Jakarta, pada tahun 1998 yang mencapai angka
penderita 15.452 dan angka kematian 134 orang (Sinar Harapan, 2003).
Angka insidens DBD secara nasional sangat berfluktuasi dengan siklus
puncak 4-5 tahunan. Incidence rate meningkat dari 10,17 per100.000
penduduk pada tahun 1999 menjadi 15,99 per 100.000 penduduk pada tahun
2000 dan meningkat lagi menjadi 21,75 per 100.000 penduduk pada tahun
2001, kemudian menurun menjadi 19,24 per 100.000 penduduk pada tahun
2002. Penyakit ini menempati urutan ketiga penyakit terbanyak yang
ditemukan pada penderita rawat inap di RSU di Indonesia tahun 2002
(ridwanamiruddin.wordpress.com, 2007).
Wabah penyakit demam berdarah yang sering terjadi di berbagai
daerah di Indonesia perlu mendapat perhatian. Begitu pula vektor Ae.
aegypti memberi resiko timbulnya wabah penyakit ini di masa yang akan
datang.

d. Miasis
Miasis adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan atau alat tubuh
manusia atau binatang vertebrata. Larva itu hidup dalam jaringan mati dan atau
jaringan hidup, cairan badan atau makanan di dalam usus hospes. Menurut sifat
larva lalat sebagai parasit, miasis dibagi menjadi :
1. Miasis spesifik (obligat)
Pada miasis ini larva hanya dapat hidup pada jaringan tubuh manusia dan
binatang. Jadi larva lalat hanya dapat hidup pada organ tubuh atau jaringan
yang belum mati. Telur diletakkan pada kulit utuh, luka, jaringan sakit atau
rambut hospes. Contoh larva Callitroga macellaria, Chrysomia bezziana,
Dermatobia, Hypoderma

2. Miasis semispesifik (fakultatif)


Pada miasis ini larva lalat selainn dapat hidup pada daging busuk dan
sayuran busuk, dapat hidup juga pada jaringan tubuh manusia, misalnya
larva Wohlfahrtia magnifica, Fannia, Caliphora, Lucilia, Sarcophaga,
Phormia

Gambar. Larva lalat penyebab miasis semispesifik


3. Miasis aksidental
Pada umunya secara alami induk lalat meletakkan telurnya pada sampah-
sampah organik atau makanan. Pada miasis ini telur tidak diletakkan pada
jaringan tubuh hospes tetapi pada makanan atau minuman, yang secara
kebetulan tertelan lalu di usus tumbuh menjadi larva. Contoh: larva Musca
domestica dan Piophila case
Larva Penyebab Miasis
Pada satu jenis jaringan atau organ miasis dapat disebabkan oleh berbagai
jenis larva lalat. Sebaliknya satu jenis larva lalat dapat menyebabkan pada
beberapa jenis organ atau jaringan.

Secara klinis miasis dibagi menjadi:


1. Miasis kulit/subkutis. Larva yang diletakkan pada kulit utuh atau luka
mampu membuat terowongan yang berkelok-kelok sehingga
terbentuk ulkus yang luas. Contoh: larva Chrysomyia benzziana.

2. Miasis nasofaring. Biasanya terjadi pada anak dan bayi, khususnya


mereka yang mengeluarkan sekret dari hidungnya dan yang tidur
tanpa kelambu. Larva mampu menembus kulit dan membuat ulkus.
Dari seorang dewasa pernah dikeluarkan 200 ekor larva lalat. Contoh:
larva Chrysomyia bezziana dan larva Hypoderma lineatum.

3. Miasis intestinal
Sebagian besar terjadi secara kebetulan karena menelan makanan atau
minuman misalnya daging atau keju dingin yang terkontaminasi telur
atau larva lalat. Telur menetas menjadi larva di lambung dan
menyebabkan rasa mual, muntah, diare, dan spasme abdomen. Larva
juga dapat meimbulkan luka pada dinding usus. Contoh: larva Musca
domestica, Piophila casei, Sarcophagidae. Pada miasis usus oleh
Muscidae dan Calliophoridae yang tertelan adalah telur lalat,
sedangkan Sarcophagidae yang tertelan adalah larva lalat.

4. Miasis urogenital
Beberapa spesies lalat pernah ditemukan dalam vagina dan urin.
Miasis ini dapat menyebabkan piuria, uretritis dan sistitis. Akibat
tercemar dengan telur atau larva lalat, alat kedokteran yang
dimasukkan kedalam uretra penderita laki-laki dapat menjadi
perantara terjadinya miasis. Pada wanita larva lalat dapat langsung
masuk ke saluran kencing melalui alat kelamin luar. Contoh larva
Musca domestica dan larva Chrysomia bezzina
5. Miasis mata (oftalmomiasis). Larva dapat mengembara di jaringan
dan bagian lain dari mata. Contoh: Chrysomyia bezzina
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan larva lalat yang
dikeluarkan dari jaringan tubuh, lubang tubuh atau tinja dilanjutkan
dengan diagnosis spesies dengan cara melakukan identifikasi spirakel
posterior larva. Cara lain adalah dengan memelihara larva dewasa
diidentifikasi,

Penatalaksanaan
Larva dikeluarkan dari luka jaringan secara bedah dengan
anestesi lokal. Pada miasis usus dapat diberikan obat cacing diikuti
dengan cuci peru. Insektisida tidak dipakai karena akan merusak sel
jaringan.
Pencegahan miasis dapat dilakukan dengan menghindarkan
kontak dengan lalat, memusnahkan tempat perindukan lalat atau
menutup makanan dengan baik.

Miasis pada mayat


Setelah meninggal dunia tbuh manusia akan mengalami
pembusukan sehingga mengeluarkan bau busuk. Bau busuk tersebut
menarik berbagai spesies serangga terutama lalat untuk hinggap dan
berkembang biak pada mayat. Bila siklus hidupnya diketahui maka
infestasi serangga pada mayat dapat digunakan untuk memprakirakan
saat kematian.
Untuk memperkirakan saat kematian, telur dan larva diambil dari
beberapa bagian tubuh mayat, jadi tidak diambil dari satu tempat saja.
Sebagian larva diawetkan dalam asetil alkohol dan sebagian dipelihara
hingga menjadi lalat dewasa. Identifikasi spesies lalat dilakukan dengan
membuat sediaan spirakel posterior larva lalat dan atau mengidentifikasi
lalat dewasa berdasarkan kunci identifikasi.
Sebagai contoh pada mayat ditemukan larva Chrysomyia
megacephala stadium iii. Stadium tersebut menunjukkan bahwa larva
lalat telah berumur 6 hari, berarti mayat tersebut minimal telah mati
selama 6 hari.

e. Penyakit arthritis dengan ruam yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh
arthropoda (Demam chikungunya, mayaro, o’nyong-nyong dan penyakit virus
sindbis )
1. Identifikasi.
Penyakit demam virus jenis ini sembuh dengan sendirinya, ditandai
dengan arthralgia atau arthritis, terutama di pergelangan tangan, lutut,
pergelangan kaki dan persendian lainnya dari kaki dan tangan yang
berlangsung beberapa hari hingga berbulan-bulan. Pada kebanyakan
penderita, artritis berlangsung 1-10 hari diikuti dengan ruam makulo papulair,
biasanya tidak gatal. Mengenai terutama bagian tubuh dan lengan. Enantema
muncul pada daerah bucal dan palatum. Ruam menghilang dalam 7 – 10 hari
diikuti dengan deskuamasi ringan. Kadang-kadang tidak ada demam. Sering
terjadi Limfadenopati pada leher. Pada beberapa kasus, kadang-kadang
muncul parestesia dan melunaknya telapak tangan dan telapak kaki. Ruam
juga sering terjadi pada infeksi yang disebabkan oleh virus Mayaro, Sindbis,
Chikungunya dan virus O’nyong-nyong. Poliartritis adalah ciri khas dari
infeksi Chikungunya, Sindbis dan virus Mayaro.

Perdarahan minor pernah ditemukan pada penderita Chikungunya di wilayah


Asia Tenggara dan India Pada Chikungunya umumnya terjadi lekopeni;
penyakit kadang-kadang berlangsung agak lama. Tes serologis menunjukkan
adanya kenaikan titer terhadap alfavirus, virus bisa diisolasi dari darah pasien
akut dengan menggunakan bayi tikus, nyamuk atau kultur sel.

2. Penyebab penyakit : Virus Ross River dan Barmah Forest, Sindbis, Mayaro,
Chikungunya dan virus O’nyong-nyong menyebabkan penyakit dengan
gejala yang sama

3. Cara penularan
Virus Ross River ditularkan oleh Culex annulirostris, Ae. Vigilax, Ae.
polynesiensis dan Aedes spp lainnya. Virus chikungunya ditularkan oleh
Aedes aegypti dan mungkin juga ditularkan oleh nyamuk jenis lain, virus
o’nyong-nyong oleh anopheles spp, virus Sindbis oleh berbagai Culex spp,
terutama C. univittatus dan C. morsitans dan Ae. communis. Virus Mayaro
oleh Mansonia dan Haemagogus spp.

4. Masa inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 3 – 11 hari

5. Masa penularan
Tidak ada bukti terjadi penularan langsung dari manusia ke manusia.

6. Kerentanan dan kekebalan.


Umumnya penderita sembuh secara spontan dan diikuti dengan imunitas
homolog yang berlangsung lama, terjadinya serangan kedua oleh penyakit ini
belum di ketahui. Infeksi yang tidak jelas sering terjadi, terutama pada anak
anak, pada kelompok ini yang jelas jelas terlihat sakit sangat jarang. Pada saat
terjadi wabah, poliartritis, arthritis lebih sering terjadi pada wanita dewasa
dan pada orang-orang yang secara genetis memiliki fenotipe HLA DR7 Gm
a+x+b+ .
7. Cara-cara Pemberantasan
a. Tindakan pencegahan.
1. Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara penyebaran dan
pengendalian penyakit ini.
2. Membunuh larva dan menghilangkan tempat yang diketahui dan
dicurigai sebagai tempat perindukan vektor. Misalnya memusnahkan
atau menyemprot ban dengan insektisida untuk mencegah
berkembang biaknya vektor LaCrosse.
3. Membunuh nyamuk dengan pengasapan atau dengan penyemprotan
yang meninggalkan residu pada habitat manusia
4. Memasang kasa pada tempat tidur dan tempat tinggal, gunakan
kelambu waktu tidur.
5. Menghindari gigitan nyamuk selama jam jam nyamuk aktif menggigit
atau gunakan obat gosok anti nyamuk (repelans)
6. Di daerah endemis, hewan ternak diimunisasi atau menempatkan
mereka dalam kandang yang jauh dari tempat tinggal, misalnya :
ternak babi didaerah endemis JE.
7. Vaksin mati yang dibuat dari otak tikus untuk JE Ensefalitis
digunakan untuk anak-anak di Jepang, Korea, Thailand, India dan
Taiwan. Vaksin ini secara komersial tersedia di AS dan di dianjurkan
untuk diberikan bagi mereka yang bepergian ke daerah pedesaan
didaerah endemis.Vaksin virus hidup yang dilemahkan dan
diinaktivasi dengan formalin dari sel primer ginjal hamster (sejenis
marmut), resmi beredar dan di gunakan secara luas di China.
8. Petugas Laboratorium yang terpajan secara tidak sengaja dapat
dilindungi secara pasif dengan memberikan serum imun hewan atau
manusia

f. Pinjal Tikus (Xenopsylla cheopis)


1. Morfologi
Xenopsylla cheopis merupakan pinjal yang secara taksonomi termasuk
dalam Filum Arthropoda, Kelas Insekta, Ordo Siphonaptera, Family:
Pulicidae. Secara umum, ciri-ciri pinjal yang termasuk Xenopsylla cheopis
adalah :
 Tidak bersayap
 Kaki sangat kuat dan panjang, berguna untuk meloncat.Mempunyai mata
tunggal.
 Tipc menusuk dan mengisap.
 Segmentasi tubuh tidak jelas (batas antara kepala – dada tidak jelas)
 Ektoparasit pada hcwan berdarah panas (mamalia, burung, dll)
 Ukuran ± 1,5 - 3,3 mm
 Mctamorfosis sempurna, yaitu telur - larva - pupa – dcwasa

2. Klasifikasi:
Kingsdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Siphonaptera
Family : Pulicidae
Genus : Xenopsylla
Species :X.Cheopis

Xenopsylla cheopis adalah parasit dari hewan pengerat, terutama dari


genus Rattus, dan merupakan dasar vektor untuk penyakit pes dan murine
tifus. Hal ini terjadi ketika pinjal menggigit hewan pengerat yang terinfeksi,
dan kemudian menggigit manusia. Pinjal tikus oriental terkenal memberikan
kontribusi bagi Black Death.
Pinjal bertelur 300-400 butir selama hidupnya. Pinjal betina meletakkan
telur diantara rambut maupun di sarang tikus. Telur menetas dalam wak:tu 2
hari sarnpai beberapa minggu, tergantung suhu dan kelembaban Telur
mcnetas menjadi larva, kadang-kadang larva terdapat dilantai, retak-retak
pada dinding, permadani, sarang tikus, dll. Larva-larva hidup dari segala
macam sisa-sisa organik dan mengalami 3 kali pergantian kulit, berubah
menjadi pupa (dibungkus dengan kokon pasir dan sisa-sisa kotoran lain), lalu
mcnjadi pinjal. Dalam waktu 24 jam pinjal sudah mulai mcnggigit dan
mengisap darah.

3. Siklus hidup
Siklus hidup pinjal terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
a. Tahap Telur
Seekor kutu betina dapat bertelur 50 telur per hari di hewan peliharaan.
Telurnya tidak lengket, mereka mudah jatuh dari hewan peliharaan dan
menetas dalam dua atau lima hari. Seekor betina dapat bertelur sekitar
1.500 telur di dalam hidupnya.
b. Tahap Larva
Setelah menetas, larva akan menghindar dari sinar ke daerah yang gelap
sekitar rumah dan makan dari kotoran kutu loncat (darah kering yang
dikeluarkan dari kutu loncat). Larva akan tumbuh, ganti kulit dua kali dan
membuat kepompong dimana mereka tumbuh menjadi pupa.
c. Tahap Pupa
Lama tahap ini rata-rata 8 sampai 9 hari. Tergantung dari kondisi cuaca,
ledakan populasi biasanya terjadi 5 sampai 6 minggu setelah cuaca mulai
hangat. Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus
tidak aktif sampai satu tahun.
d. Tahap Dewasa
Kutu loncat dewasa keluar dari kepompong nya waktu mereka
merasa hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host
di sekitarnya. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin
dan memulai siklus baru. Siklus keseluruhnya dapat dipendek secepatnya
sampai 3-4 minggu.
Umur rata – rata pinjal sekitar 6 minggu, tetapi pada kondisi
tertentu dapat berumur hingga 1 tahun. Pinjal betina bertelur 20 – 28
buah/hari. Selama hidupnya seekor pinjal bisa menghasilkan telur hingga
800 buah. Telur bisa saja jatuh dari tubuh kucing dan menetas menjadi
larva diretakan lantai atau celah kandang. Pertumbuhan larva menjadi
pupa kemudian berkembang jadi pinjal dewasa bervariasi antara 20 – 120
hari.

4. Pengaruh Pinjal Terhadap Kesehatan


Secara kasat mata pinjal agak sulit ditemui bila jumlah populasinya
sedikit, namu dapat dikenali dari kotorannya yang menempel pada bulu.
Kotoran kutu berwarna hitam yang sebenarnya merupakan darah kering yang
dibuang kutu dewasa. Pinjal yang menghisap darah inang juga menimbulkan
rasa sangat gatal karena ludah yang mengandung zat sejenis histamine dan
mengiritasi kulit. Akibatnya hewan terlihat sering menggaruk atau mengiggit
daerah yang gatal terutama di daerah ekor, selangkangan dan punggung.
Pinjal juga dapat menimbulkan alergi oleh karena reaksi
hipersinsensitivitas terhadap antigen ludah pinjal. Pada anjing sering ditandai
dengan gigitan secara berlebihan sehingga dapat mengakibatkan bulu rontok
dan peradangan pada kulit. Kasus flea allergy bervariasi tergantung kondisi
cuaca terutama terjadi pada musim panas dimana populasi kutu meningkat
tajam. Penyakit yang berhubungan dengan pinjal pes. Vektor pes adalah
pinjal.
Di indonesia saat ini ada 4 jenis pinjal yaitu : Xenopsylla cheopis, Culex
iritans, Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus. Reservoir utama dari
penyakit pes adalah hewan – hewan rodent (tikus, kelinci). Kuman – kuman
yang terdapat pada tikus salit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia,
apabila ada pada pinjal yang meghisap darah tikus yang mengandung kuman
pes tadi, dan kuman – kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain
atau manusia yang sama yaitu melalui gigitan.
Bagan penularan penyakit pes :
a. Silvatic rodent Flea Human
Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orang – orang yang bila
digigit oleh pinjal tikus hutan yang infektif. Ini dapat terjadi pada pekerja
– pekerja di hutan, ataupun pada orang – orang yang mengadakan
rekreasi/camping.

b. Silvatic rodent Direct contact Human


Penularan pes ini dapat terjadi pada para pekerja yang berhubungan erat
dengan tikus hutan, misalnya para biologi yang sedang mengadakan
penelitian hutan, dimana dia terkena darah atau organ tikus yang
mengandung kuman pes.

c. Comersial rodent Flea Human


Kasus yang umum terjadi dimana penularan pes pada orang kkarena
digigit oleh pinjal infeksi setelah mengiggit tikus domestik/komersial yang
mengandung kuman pes.

d. Silvatic rodent Flea Domestic rodent Human


Flea
Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal. Pinjal yang
infektif kemudian mengiggit manusia.

e. Human Hunal flea Human


Penularan pes dari orang ke orang dapat pula terjadi gigitan pinjal manusia
culex Irritans (Hunal flea).

f. Human Droplet Human


Penularan pes dari orang yang menderita paru – paru kepada orang lain
melalui percikan ludah atau pernafasan.

Pada no. a s/d e, penularan pes melalui gigitan pinjal akan


mengakibatkan pes bubo. Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru
(sekunder pes). Selain pes, pinjal bisa menjadi vektor penyakit-penyakit
manusia, seperti murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke manusia.
Disamping itu pinjal bisa berfungsi sebagai penjamu perantara untuk
beberapa jenis cacing pita anjing dan tikus, yang kadang-kadang juga bisa
menginfeksi manusia.

5. Pengendalian
Untuk mencegah penyebaran penyebaran penyakit yang disebabkan oleh
pinjal maka perlu dilakukan tindakan pengendalian terhadap arthopoda
tersebut. Upaya yang dapat dilakukan, antara lain melalui penggunaan
insektisida, dalm hal ini DDT, Diazinon 2% dan Malathion 5% penggunan
repllent (misalnya, diethyl toluamide dan benzyl benzoate) dan pengendalian
terhadap hewan pengerat (rodent).
6. Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan obat anti kutu. Obat anti kutu hanya
membunuh pinjal dewasa, pemberian obat anti kutu perlu disesuaikan agar
siklus hidup pinjal bisa kita hentikan. Pemberian obat perlu diulang agar
pinjal dewasa yang berkembang dari telur dapat segera dibasmi sebelum
menghasilkan telur lagi.

g. Pediculus Humanus Capitis (kutu rambut)


1. Taxonomi
Phylum : Artropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Phthiraptera
Sub Ordo : Anoplura
Famili : Pediculidae
Genus : Pediculus
Spesies : Pediculus humanus Capitis.

2. Morfologi
Kutu rambut dewasa
Kutu rambut dewasa berbentuk pipih dan memanjang, berwarna putih abu-
abu, kepala ovoid bersudut, abdomen terdiri dari 9 ruas, Thorax dari khitir
segmennya bersatu. Pada kepala tampak sepasang mata sederhana disebelah
lateral, sepasang antenna pendek yang terdiri atas 5 ruas dan proboscis, alat
penusuk yang dapat memanjang. Tiap ruas thorax yang telah bersatu
mempunyai sepasang kaki kuat yang terdiri dari 5 ruas dan berakhir sebagai
satu sapit menyerupai kait yang berhadapan dengan tinjolan tibia untuk
berpegangan erat pada rambut.
Kutu rambut jantan berukuran 2 mm, alat kelamin berbentuk seperti huruf
“V”. Sedangkan kutu rambut betina berukuran 3 mm, alat kelamin berbentuk
seperti huruf “W” terbalik. Pada ruas abdomen terakhir mempunyai lubang
kelamin di tengah bagian dorsal dan 2 tonjolan genital di bagian lateral yang
memegang rambut selama melekatkan telur. Jumlah telur yang diletakkan
selama hidupnya diperkirakan 140 butir. Kutu rambut bersarang di rambut,
leher dan menyematkan telurnya pada pangkal batang rambut. kutu bergerak
dengan cara merambat / berjalan, bukan terbang atau melompat.Seseorang
yang menderita kutu rambut disebut mengalami infestasi, bukan mengalami
infeksi
2. Siklus Hidup
a. Telur : telur kutu tuma berukuran 0,8 – 0,3 mm dan berbentuk oval. Telur
diletakkan oleh betina dewasa pada pangkal rambut yang terdekat dengan
kulit kepala. Telur membutuhkan waktu sekitar 1 minggu untuk menetas
(6 – 9 hari).
b. Nimpa : telur yang menetas akan berubah menjadi nimpa. Nimpa terlihat
seperti kutu us Humandewasa tetapi berukuran lebih kecil. Nimpa akan
menjadi matang setelah 3 kali berubah dan menjadi dewasa dalam waktu
7 hari setelah menetas.
c. Dewasa : Kutu dewasa berukuran kira – kira sebesar biji wijen, memiliki
6 buah kaki. Dewasa betina biasanya berukuran lebih besar dari jantan dan
dapat mengeluarkan 8 telur setiap hari.

3. Epidemiologi
Kutu rambut merupakan parasit manusia saja dan tersebar di seluruh
dunia. Tempat-tempat yang disukainya adalah rambut pada bagian belakang
kepala. Kutu rambut kepala dapat bergerak dengan cepat dan mudah
berpindah dari satu hospes ke hospes lain. Kutu rambut ini dapat bertahan 10
hari pada suhu 5oc tanpa makan, dapat menghisap darah untuk waktu yang
lama, mati pada suhu 400c. Panas yang lembang pada suhu 600c memusnahkan
telur dalam waktu 15-30 menit. Kutu rambut kepala mudah ditularkan melalui
kontak langsung atau dengan perantara barang-barang yang dipakai bersama-
sama. Misalnya sisir, sikat rambut, topi dan lain-lain.
Pada infeksi berat, helaian rambut akan melekat satu dengan yang lainnya
dan mengeras, dapat ditemukan banyak kutu rambut dewasa, telur (nits) dan
eksudat nanah yang berasal dari gigitan yang meradang. Infeksi mudah terjadi
dengan kontak langsung. Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan
kepala.

4. Pengaruh terhadap kesehatan


Disebabkan oleh reaksi alergi terhadap air liur kutu yang dikeluarkan
sewaktu menghisap darah yang menimbulkan papula merah dan rasa gatal
yang hebat. Gatal kemerahan dapat ditemukan di kulit kepala, leher, dan bahu.
Lesi pada kulit kepala disebabkan oleh tusukan kutu rambut pada waktu
menghisap darah. Lesi sering ditemukan di belakang kepala atau kuduk.

5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan jika terdapat rasa gatal-gatal yang hebat dengan
bekas-bekas garukan dan dipastikan jika ditemukan Pediculus humanus
capitis dewasa, nimfa dan telurnya.

6. Pengobatan dan pengendalian


Pemberantasan kutu rambut kepala dapat dilakukan dengan menggunakan
tangan, sisir serit atau dengan pemakaian insektisida golongan klorin (Benzen
heksa klorida). Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan rambut
kepala. Pada pemeriksaan teknik yang digunakan yaitu pemeriksaan langsung.
Teknik ini merupakan paling mudah dikerjakan dan waktu yang dibutuhkan
sedikit. Keuntungan lain yang tidak menggunakan reagen yang merusak
parasit dan reagen yang digunakan sedikit. Formalin berfungsi untuk
mematikan parasit.
Sediaan permethrin 1% berupa lotion yang dioleskan sebanyak 30 – 60 cc
(aturan pakai dewasa, pada anak lihat pada kemasan obat) di rambut yang
sebelumnya telah dicuci dengan sampo tanpa kondisioner kemudian
dikeringkan dengan handuk terlebih dahulu. Lalu lotion ini dibiarkan selama
10 menit lalu dibilas kembali. Pengobatan ulangan dianjurkan apabila
ditemukan kutu hidup 7 – 10 hari setelahnya. Permetrin tidak disetujui untuk
pengobatan pada anak <2 tahun (FDA).

7. Macam-macam obat untuk Pediculus humanus capitis (Kutu rambut)


 Shampo Lidane 1%. Gamma benzene heksa klorid atau piretrin. Dosis,
shampo rambut biarkan 4-10 menit, kemudian dibilas piretrin. Pakai
sampai rambut menjadi basah, biarkan 10 menit kemudian dibilas. (Tindak
lanjut periksa rambut 1 minggu setelah pengobatan untuk telur dan kutu
rambut).
 Selep Lindang (BHC 10%) ; atau bedak DDT 10% atau BHC 1% dalam
pyrophylite; atau Benzaos benzylicus emulsion. Dosis, epala dapat
digosok dengan salep Lindane (BHC 1%) atau dibedaki dengan DDT 10%
atau BHC 1% dalam pyrophlite atau baik dengan penggunaan 3 – 5 gram
dari campuran tersebut untuk sekali pemakaian. Bedak itu dibiarkan
selama seminggu pada rambut, lalu rambut dicuci dan disisir untuk
melepaskan telur. Emulsi dari benzyl benzoate ternyata juga berhasil
(Brown.H.W, 1983).
 Cair / Peditox / Hexachlorocyclohexane 0,5%. Dosis, osokkan pada
rambut dan kepala sampai merata biarkan semalam kemudian dicuci lalu
dikeringkan.
h. Arthropod-Borne Viral Encephalitides
1. Identifikasi
Kelompok virus yang menyebabkan radang akut yang dalam waktu
singkat mengenai bagian bagian dari otak, sumsum tulang belakang dan
selaput otak. Tanda dan gejala penyakit ini sama, tapi sangat bervariasi dan
tergantung pada tingkat berat - ringan dan perjalanan penyakit. Sebagian
besar infeksi tidak menampakkan gejala, gejala ringan kadang terjadi berupa
sakit kepala dengan demam atau berupa aseptic meningitis.
Infeksi berat biasanya ditandai dengan gejala akut, berupa sakit kepala,
demam tinggi, tanda-tanda meningeal, pingsan (stupor), disorientasi, koma,
gemetar, kadang kejang (terutama pada anak-anak) dan spastik (tapi jarang
berupa “flaccid paralysis”). “Case fatality rate” berkisar antara 0,3 – 60 %
dengan urutan Japanese Encephalitis (JE), Murray Valley (MV), dan Eastern
Equine Encephalomyelitis (EEE) yang tertinggi. Gejala neurologis sebagai
gejala sisa terjadi dengan frekuensi yang bervariasi tergantung pada penyebab
infeksi dan usia penderita, gejala sisa cenderung paling berat pada anak-anak
yang terinfeksi oleh JE, Western Equine Encephalomyelitis (WEE) dan virus
EEE.
Lekositosis ringan biasanya terjadi pada penyakit virus yang ditularkan
oleh nyamuk ini. Ditemukan lekosit pada LCS (Liquor Cerebro Spinalis)
6
terutama limfosit berkisar antara 50 – 500/cu mm (SI unit, 50 – 500 x 50 /l)
jumlah limfosit mungkin mencapai 1000/cu mm atau lebih tinggi. (SI unit :
6
1000 x 10 /l atau lebih besar) pada anak-anak yang terinfeksi dengan virus
EEE. Orang dengan usia lebih tua mempunyai risiko lebih besar menderita
ensefalitis jika infeksi disebabkan oleh virus St Louis Encephalitis (SLE) atau
oleh virus EEE, sedangkan anak usia < 15 tahun mempunyai risiko lebih besar
terinfeksi virus LaCrosse dan bisa terserang kejang-kejang.

Penyakit-penyakit yang masuk dalam tickborne encephalitides harus


dibedakan dengan penyakit dibawah ini yang juga memberikan gejala
neurologis; encephalitic dan non-paralytic poliomyelitis, rabies, mumps
meningoensefalitis, aseptic meningitis karena enterovirus, herpes ensefalitis,
ensefalitis pasca infeksi atau pasca imunisasi dan encephalitides atau
meningitis yang disebabkan oleh bakteri, mikoplasma, protozoa, leptospira
atau jamur. Sedangkan Venezueland Equine Encephalomyelitis, Rift Valley
Fever, West Nile Virus, adalah sebagai penyebab utama demam virus yang
ditularkan oleh artropoda. (lihat demam virus yang disebabkan oleh
artropoda) yang kadang-kadang juga dapat menyebabkan ensefalitis.
Diagnosa dibuat dengan mengukur titer IgM spesifik serum fase akut dari
LCS atau meningkatnya titer antibodi pada pair sera dengan menggunakan
prosedur netralisasi seperti, CF, HI, FA, ELISA atau dengan tes serologis
lainnya. Reaksi silang mungkin terjadi dalam satu kelompok virus. Kadang –
kadang virus dapat diisolasi dengan menyuntik tikus muda atau kultur sel
dengan jaringan otak dari penderita yang sudah meninggal, jarang sekali virus
dapat diisolasi dari darah atau LCS sesudah gejala klinis muncul; perubahan
histopatologis tidak spesifik untuk virus tertentu.

2. Penyebab penyakit.
Tiap penyakit disebabkan oleh virus spesifik salah satu dari 3 grup virus
: EEE dan WEE oleh alfavirus (Togaviridae, Alphavirus), JE, Kunjin, MV
Encephalitis, SLE dan Rocio Encephalitis oleh flavivirus (Flaviridae,
Flavivirus) dan La Crosse, California Encephalitis, Jamestown Canyon dan
Virus Snowshoe Hare oleh grup Kalifornia dari virus bunya (Bunyaviridae,
Bunyavirus).

3. Distribusi penyakit.
EEE ditemukan di bagian timur dan utara Amerika Tengah dan sekitar
Kanada, menyebar di Amerika utara dan Tengah dan di Kepulauan Karibia.
WEE di bagian barat dan tengah AS, Kanada dan sebagian Amerika Selatan,
JE di kepulauan Pasifik bagian barat dari Jepang ke Filipina. Kasus jarang
ditemukan di Pulau Badu di selat Torres dan Queensland Utara, Australia dan
di sebagian besar tempat di Asia Timur, dari Korea sampai dengan Indonesia,
Cina dan India; Kunjin dan MV Encephalitis ditemukan di sebagian Australia
dan New Guinea, SLE di sebagian besar AS, Ontario (Kanada) dan Trinidad,
Jamaica, Panama dan Brazil. Rocio Encephalitis di Brazil, LaCrosse
Encephalitis di AS dari Minnesota, Texas ke timur New York dan Georgia;
Snowshoehare Encephalitis ditemukan di Canada, China dan Rusia.
Penderita-penderita yang disebabkan oleh virus ini ditemukan didaerah
subtropis pada waktu musim panas dan awal musim gugur dan pada
umumnya terbatas pada daerah atau waktu dimana suhu dan kepadatan
nyamuk tinggi.

4. Reservoir

Virus grup Kalifornia hidup melewati musim dingin didalam telur Aedes;
sedangkan reservoir dan cara hidup melewati musim dingin dari virus lainnya tidak
diketahui dengan jelas, mungkin burung, tikus, kelelawar, reptil, ampibi dapat
berperan sebagai reservoir atau virus hidup pada telur nyamuk atau didalam tubuh
nyamuk dewasa. Dengan mekanisme yang mungkin berbeda untuk tiap virus.

5. Cara penularan
Melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Berikut ini adalah vektor penting
yang diketahui. Untuk EEE di AS dan Kanada, Culiseta melanura
kemungkinan berperan menularkan virus dari burung ke burung, kelompok
Aedes dan Coquillettidia spp berperan menularkan virus dari burung atau
binatang lain ke manusia.
 Untuk WEE di AS barat dan Kanada, Culex tarsalis
 Untuk JE, C. tritaeniorhynchus, C. vishnui complex dan pada daerah tropis
C. gelidus.
 Untuk MV mungkin C. annulatoris.
 Untuk SLE di AS, C. tarsalis, C. pipiens quinque fasciatus complex dan
C. nigripalpus.
 Untuk La Crosse, Ae. Triseriatus.
Nyamuk, terinfeksi secara transovarian namun nyamuk bisa juga
mendapatkan infeksi virus seperti pada virus La Crosse dari burung liar atau
mamalia kecil. Babi dan burung memegang peran penting dalam penularan
JE. Virus La Crosse di pindahkan kedalam tubuh nyamuk Ae. Triseriatus,
dengan cara transovarian atau pada saat kawin.

6. Masa inkubasi
Biasanya 5 – 15 hari.

7. Masa penularan
Tidak langsung ditularkan dari orang ke orang. Virus biasanya tidak
ditemukan pada darah manusia sesudah gejala penyakit muncul. Nyamuk
tetap dapat menularkan virus sepanjang hidupnya. Viremia pada burung
biasanya berlangsung 2 – 5 hari, Viremia mungkin berlangsung lebih lama
pada kelelawar, reptil dan amfibi, terutama apabila di selingi dengan masa
hibernasi (di musim dingin). Kuda dapat terserang oleh 2 jenis virus kuda dan
oleh JE, tetapi Viremia jarang sekali ditemukan dengan kadar yang tinggi atau
dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian manusia dan kuda jarang
sekali sebagai sumber infeksi bagi nyamuk.

8. Kekebalan dan kerentanan.


Anak-anak dan orang tua umumnya rentan terhadap penyakit ini; infeksi
yang tidak jelas atau tidak terdiagnosa lebih umum terjadi pada kelompok
umur lain. Kerentanan bervariasi tergantung jenis virusnya, misalnya
LaCrosse Encephalitis biasanya merupakan penyakit pada anak-anak;
sementara gejala SLE bertambah berat sesuai dengan bertambahnya umur.
Infeksi virus menimbulkan imunitas yang homolog. Di daerah endemis
tinggi, orang dewasa umumnya kebal terhadap strain/jenis lokal disebabkan
oleh karena sebelumnya telah mengalami infeksi ringan atau infeksi tanpa
gejala; anak-anak sangat rentan terhadap penyakit ini.

9. Cara-cara pemberantasan.
A. Tindakan pencegahan
1. Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara penyebaran dan
pengendalian penyakit ini.
2. Membunuh larva dan menghilangkan tempat yang diketahui dan
dicurigai sebagai tempat perindukan vektor. Misalnya
memusnahkan atau menyemprot ban dengan insektisida untuk
mencegah berkembang biaknya vektor LaCrosse.
3. Membunuh nyamuk dengan pengasapan atau dengan penyemprotan
yang meninggalkan residu pada habitat manusia
4. Memasang kasa pada tempat tidur dan tempat tinggal, gunakan
kelambu waktu tidur.
5. Menghindari gigitan nyamuk selama jam jam nyamuk aktif
menggigit atau gunakan obat gosok anti nyamuk (repelans)
6. Di daerah endemis, hewan ternak diimunisasi atau menempatkan
mereka dalam kandang yang jauh dari tempat tinggal, misalnya :
ternak babi didaerah endemis JE.
7. Vaksin mati yang dibuat dari otak tikus untuk JE Ensefalitis
digunakan untuk anak-anak di Jepang, Korea, Thailand, India dan
Taiwan. Vaksin ini secara komersial tersedia di AS dan di dianjurkan
untuk diberikan bagi mereka yang bepergian ke daerah pedesaan
didaerah endemis.
Vaksin virus hidup yang dilemahkan dan diinaktivasi dengan
formalin dari sel primer ginjal hamster (sejenis marmut), resmi
beredar dan di gunakan secara luas di China.
8. Petugas Laboratorium yang terpajan secara tidak sengaja dapat
dilindungi secara pasif dengan memberikan serum imun hewan atau
manusia.

B. Pengawasan dari penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya.


1. Laporan ke instannsi kesehatan setempat. Kasus wajib dilaporkan
disebagian besar negara bagian di AS dan di beberapa negara di
dunia, Class 2A (lihat Pelaporan Penyakit Menular). Laporkan
Distribusi Penyakit dengan nama yang sesuai atau dilaporkan
sebagai “ensefalitis bentuk lain” atau dilaporkan sebagai “aseptic
meningitis” dengan menyebutkan etiologi atau diagnosa klinis yang
jelas bila diketahui.
2. Isolasi : tidak dilakukan. Virus biasanya tidak ditemukan didalam
darah, didalam sekret atau didalam discharge selama sakit. Tindakan
kewaspadaan enterik (lihat definisi) perlu dilakukan sampai dengan
enterovirus meningoensefalitis (lihat meningitis viral) dapat di
kesampingkan.
3. Disinfeksi serentak : tidak diperlukan.
4. Karantina : tidak diperlukan.
5. Imunisasi kontak : tidak diperlukan
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi: Cari penderita yang terlewati
dan cari vektor nyamuk. Lakukan tes untuk melihat adanya viremia
pada penderita demam

C. Penanggulangan wabah :
1. Lakukan penyelidikan apakah telah terjadi infeksi pada kuda dan
burung, penemuan kasus-kasus yang terjadi pada manusia
mempunyai nilai epidemiologis dengan cara menghitung frekuensi
dan distribusi penderita di daerah terjangkit. Pemberian Imunisasi
pada kuda tidak mempunyai efek mencegah penyebaran virus di
masyarakat. Sebaliknya pemberian Imunisasi pada babi untuk JE
mempunyai dampak yang bermakna dalam mencegah penyebaran
virus.
2. Pengkabutan (fogging) atau penyemprotan (spraying) dari pesawat
terbang dengan insektisida yang tepat mencegah meluasnya wabah
SLE di perkotaan.

Demam virus yang ditularkan phlebotomine (Demam lalat gurun,


penyakit virus changuinola, demam changuinola dan penyakit virus stomatitis
vesikuler)

9. Identifikasi
Merupakan kelompok penyakit arboviral dengan gejala demam yang
mencapai suhu 38,3ºC - 39,5ºC (101ºF - 103ºF) kadang lebih tinggi, sakit
retrobulbair pada gerakan mata; sklera berwarna merah, rasa tidak enak
badan, pusing, sakit kepala, sakit hebat di lengan dan punggung. Radang
tenggorokan, luka vesikuler mukosa mulut dan adenopati leher adalah ciri-
ciri dari infeksi “vesicular stomatitis virus” (vsv). Leukopenia biasa terjadi
pada hari ke 4 hingga ke 5 setelah terkena demam. Gejala penyakit mungkin
mengkhawatirkan, tapi kematian jarang terjadi. Kesembuhan total dapat
didahului dengan gejala kejiwaan berupa depresi yang berkepanjangan.
Ensefalitis dapat terjadi setelah infeksi virus Toscana dan Chandipura.
Diagnosa awal didasarkan pada adanya gambaran klinis dan banyaknya
jumlah penderita yang serupa. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan
pemeriksaan serum dengan deteksi antibodi IgM spesifik atau dengan
mengisolasi virus dari darah dengan menyuntikkan darah ke kultur sel atau
tikus kecil; untuk infeksi virus versikuler stomatitis, specimen diambil dari
usap tenggorok dan cairan vesikuler.

10. Penyebab penyakit.


Kelompok virus demam “sand fly” (Bunyaviridae, Phleboviruses);
sedikitnya ada 7 macam virus yang secara immunologis berkait (Naples,
Sicilian, Candiru, Chagres, Alenquer, Toscana dan Punta Toro) telah dapat
diisolasi dan diidentifikasi dari manusia. Sebagai tambahan, virus
Changuinola (sejenis arbovirus) dan virus stomatitis vesikuler dari jenis
Indiana (rhabdovirus) keduanya menyebabkan penyakit demam pada
manusia, telah dapat diisolasi dari Lutzomyia spp. Virus Chandipura adalah
termasuk rhabdovirus.
11. Distribusi penyakit.
Merupakan penyakit daerah subtropis dan tropis yaitu daerah dengan
periode cuaca kering dan panas yang panjang di Eropa, Asia dan Afrika dan
hutan hujan daerah tropis bumi belahan barat dengan hutan hujan yang lebat.
Penyakit ini tersebar dalam lingkaran yang luas meliputi daerah Mediterania
dan ke timur hingga Myanmar (Burma) dan China. Penyakit ini bersifat
musiman di daerah subtropis disebelah utara ekuator, sering muncul antara
bulan April dan Oktober dan cenderung menimpa personil militer dan
pelancong dari daerah non endemik.

12. Reservoir.
Secara alami, reservoir utamanya adalah sand fly (lalat gurun pasir)
dimana virus bertahan didalam telur nyamuk (transovarian). Rodensia
arboreal dan primata selain manusia dapat menjadi tempat bagi virus
stomatitis vesikuler. Binatang pengerat diketahui menjadi inang bagi virus
“sand fly” di bumi belahan timur.

13. Cara Penyebaran.


Dengan gigitan “sand fly” yang terinfeksi. Vektor dari virus klasik ini
bentuknya kecil, berbulu, penghisap darah (Phlebotomus papatasi, adalah
“sand fly” yang umum berperan sebagai vektor) menggigit pada malam hari
dan memiliki jangkauan terbang yang terbatas. “Sand fly” dari genus
Sergentomyia juga pernah ditemukan terinfeksi virus dan menjadi vector.
Anggota dari genus Lutzomyia terdapat di Amerika tengah dan selatan.

14. Masa Inkubasi diatas 6 hari, biasanya 3 – 4 hari, jarang di bawah itu.

7. Masa Penularan
Virus terdapat dalam darah orang yang terinfeksi setidaknya 24 jam
sebelum dan 24 jam sesudah demam. Phlebotomines menjadi infektif sekitar
7 hari sesudah menggigit orang yang terinfeksi dan tetap demikian untuk
masa hidup normal mereka sekitar 1 bulan.

8. Kerentanan dan Kekebalan.


Semua orang rentan terhadap infeksi; kekebalan homolog yang didapat
setelah terinfeksi virus ini kemungkinan dapat bertahan terus. Kekebalan
relatif pada penduduk asli di daerah sand fly kemungkinan mempunyai kaitan
dengan pengalaman infeksi pada awal kehidupan mereka.

9. Cara-cara pemberantasan :
A. Cara Cara Pencegahan
Hindari gigitan “sand fly” (lalat gurun); pengendalian “sand fly” adalah
tujuan utama dalam upaya pemberantasan

B. Pengawasan Penderita, Kontak & Lingkungan Sekitarnya :


1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat : Di daerah endemis
tertentu, di kebanyakan negara, bukan merupakan kasus yang wajib
dilaporkan, Kelas 3C
2. Isolasi : tidak ada; cegah akses “sand fly” ke penderita pada hari hari
pertama sakit dengan menggunakan kasa atau kelambu dengan ukuran
(10 – 12 mesh / cm atau 25 – 30 mesh / inch, ukuran bukaan 0,085 cm
atau 0,035 inch) atau dengan menyemprotkan insektisida
3. Disinfeksi serentak : tidak ada; basmi “sand fly” pada sarangnya.
4. Karantina : tidak diperlukan.
5. Imunisasi : saat ini tidak ada.
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi : di bumi belahan timur, cari
tempat berkembang biaknya “sand fly” di sumur-sumur, terutama pada
genangan air, lubang-lubang ditanah dan di bebatuan.
7. Perawatan spesifik : tidak ada.

i. Demam tifus endemik yang ditularkan kutu


1. Identifikasi
Penyakit yang disebabkan oleh rickettsia yang perjalanan penyakitnya
mirip dengan demam tifus wabahi yang ditularkan oleh kutu (louse), namun
lebih ringan. CFR untuk semua umur lebih rendah dari 1%. CFR meningkat
dengan meningkatnya usia penderita. Tidak ditemukannya kutu (louse)
disuatu wilayah, distribusi penyakit yang secara geografis dan menurut
musim muncul secara sporadis membantu membedakannya dengan demam
tifus wabahi yang ditularkan oleh kutu (louse borne).

2. Penyebab Penyakit: – Rickettsia typhi (Rickettsia mooseri); Rickettsia felis.

3. Distribusi penyakit
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia. Ditemukan didaerah dimana orang
tinggal bersama tikus. DI AS kurang dari 80 penderita dilaporkan setiap
tahun. Puncak musiman jumlah penderita ditemukan pada musim panas dan
musim gugur. Kasus tersebar secara sporadis, proporsi tertinggi ditemukan di
Texas dan California bagian selatan. Kasus lebih dari satu orang dapat
dijumpai dalam satu anggota keluarga.

4. Reservoir
Tikus besar, tikus kecil dan mamalia lainnya berperan sebagai reservoir.
Siklus penularan berlangsung melalui kutu pada tikus, biasanya jenis tikusnya
adalah Rattus rattus, dan R. novergicus. Infeksi biasanya berlangsung tanpa
gejala. Mikroorganisme lain, Rikettsia felis ditemukan dalam siklus penularan
dari kucing ke kucing melalui kutu kucing, ditemukan di California bagian
selatan dan mungkin juga ditemukan ditempat lain. Penularan dari kucing
kepada opossums (binatang sejenis kucing).

5. Cara penularan
Kutu tikus yang terinfeksi (biasanya jenis Xenopsylla cheopis) membuang
kotoran pada waktu menghisap darah dan didalam kotorannya mengandung
rickettsia. Kotoran yang mengandung rikcettsia ini mencemari luka gigita dan
daerah kulit lainnya yang mengalami luka. Penularan kadang-kadang dapat
terjadi melalui inhalasi kotoran kering yang infektif dari kutu tikus. Infeksi
oleh rickettsia dapat terjadi pada opposums, kucing, anjing, binatang liar dan
domestik lainnya. Penyakit pada binatang ini adalah sembuh dengan
sendirinya, tapi dapat menular kepada manusia melaui kutu kucing
Chenocephalides felis.

6. Masa inkubasi: 1 – 2 minggu, biasanya rata-rata 12 hari.

7. Masa penularan
Penularan tidak terjadi dari manusia ke manusia sekali kutu binatang
terinfeksi, mereka dapat menularkan penyakit selama hidup kutu tersebut
yaitu sampai satu tahun.

8. Kerentanan dan kekebalan


Semua orang rentan terhadap infeksi penyakit ini, infeksi menimbulkan
kekebalan.

9. Cara–cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1). Tebarkan bubuk pestisida dengan efek residual pada tempat-tempat
yang dilewati tikus, lobang-lobang tikus, tempat kapal berlabuh, tempat
penampungan pengungsi.
2). Untuk menghindari pemajanan terhadap manusia, lakukan tindakan
untuk menurunkan populasi kutu terlebih dahulu dengan menggunakan
insektisida sebelum menerapkan upaya pemberantasan tikus

j. Tifus scrub (Penyakit tsutsugamushi, demam tifus yang ditularkan oleh


ngengat)
1. Identifikasi
Penyakit yang disebabkan oleh rickettsia yang ditandai dengan munculnya
ulcus primer pada kulit dengan bentuk “punched out” pada bagian kulit yang
digigit oleh larva ngengat yang terinfeksi. Beberapa hari kemudian muncul
demam, sakit kepala, keringat berlebihan, injeksi konjungtiva, limfadenopati.
Seminggu setelah demam berlangsung muncul erupsi pada kulit yang
berbentuk makulopapuler berwarna merah gelap pada bagian tubuh,
menyebar ke tungkai dan menghilang dalam beberapa hari. Sering disertai
dengan batuk dan pada pemeriksaan radiologis pada paru ditemukan
pneumonitis.
Tanpa dilakukan pengobatan dengan antibiotika yang tepat demam hilang
pada hari ke 14. CFR penderita yang tidak mendapat pengobatan berkisar
antara 1 – 60%, tergantung dimana orang itu terkena, jenis rickettsia yang
menginfeksi dan tergantung pula pada riwayat orang tersebut terhadap infeksi
sebelumnya. Namun CFR selalu lebih tinggi pada usia yang lebih tua.

2. Penyebab penyakit: Orientia tsutsugamushi yang secara serologis ditemukan


ada banyak strain yang berbeda.
3. Distribusi penyakit
Penyakit ini tersebar di Asia bagian Tengah, Timur dan Tenggara.
Kemudian ditemukan tersebar mulai dari Siberia tenggara, Jepang bagian
utara sampai pada kewilayah bagian utara Australia dan Vanuatu, palestina
bagin barat, lereng Himalaya sampai ketinggian 10.000 kaki dan banyak
ditemukan terutama di Thailand bagian utara. Biasanya manusia
mendapatkan infeksi dari tempat yang ukurannya relatif sangat kecil bahkan
dalam ukuran meter persegi dimana ditempat tersebut rickettsia, vektor dan
rodentia hidup berkoeksistensi dengan baik. Tempat yang terbatas tersebut
dinamakan “typhus islands”.
Distribusi penyakit menurut jender sangat dipengaruhi oleh jenis
pekerjaan. Orang dewasa yang bekerja pada daerah endemis tifus scrub dan
didaerah yang densitas populasi ngengatnya tinggi kemungkinan tertular
sangat besar. Misalnya mereka yang bekerja pada pembukaan lahn dihutan,
daerah padang pasir yang diirigasi. KLB tifus dapat terjadi apabila mereka
yang rentan masuk kedaerah endemis, terutama pada waktu dilakukan operasi
militer, 20 – 50% dari mereka akan terinfeksi dalam beberpa minggu atau
dalam beberapa bulan.

4. Reservoir
Yang menjadi reservoir adalah stadium larva dari ngengat jenis
Leptotrombidium abamushi, L. Deliensis dan species jenis lain tergantung
wilayahnya. Species tersebut yang paling umum diketahui sebagai vektor
trhadap manusia. Siklus penularan pada ngengat berlangsung melalui rute
transovarian.

5. Cara penularan
Melalui gigitan larva dari ngengat yang terinfeksi stadium nimfe dan ngengat
dewasa tidak hidup dari hospes vertebrata.

6. Masa Inkubasi: Masa inkubasi bisanya berlangsung 10 – 12 hari; bervariasi


antara 6 – 21 hari.

7. Masa penularan: Tifus scrub tidak ditularkan dari orang ke orang

8. Kerentanan dan kekebalan:


Semua orang rentan terhadap penyakit ini, seseorang yang terserang
penyakit ini akan kebal dalam waktu yang cukup panjang terhadap strain
homolog dari O. tsutsugamushi dan hanya menimbulkan kekebalan
sementara terhadap strain heterolog. Infeksi oleh strain heterolog dalam
beberapa bulan akan menimbulkan penyakit yang ringan, namun setahun
kemudian akan muncul penyakit yang khas. Serangan kedua dan ketiga
terhadap mereka yang tingal di daerah endemis dapat terjadi secara alamiah
pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis, biasanya penyakit yang
ditimbulkan sangat ringan bahkan tanpa gejala. Atau serangan kedua dan
ketiga dapat terjadi pada mereka yang pernah terinfeksi namun tidak
mendapatkan pengobatan dengan sempurna. Pada berbagai percobaan yang
dilakukan belum ditemukan jenis vaksin yang efektif
k. Demam kuning (yellow fever)
1. Identifikasi
Penyakit infeksi virus akut dengan durasi pendek dan dengan tingkat
mortalitas yang bervariasi. Kasus teringan mungkin tidak mudah dapat
ditemukan secara klinis, serangan khas dengan ciri tiba-tiba demam,
menggigil, sakit kepala, nyeri punggung, nyeri otot diseluruh badan, lelah,
mual dan muntah. Denyut nadi biasanya menjadi lemah dan pelan walaupun
terjadi peningkatan suhu (tanda Faget). Icterus sedang kadang-kadang
ditemukan pada awal penyakit dan kemudian menjadi lebih jelas. Kadang-
kadang juga ditemukan albuminuri yang jelas dan dapat terjadi anuria.
Lekopenia dapat timbul lebih awal dan terlihat jelas sekitar hari ke lima.
Kebanyakan infeksi membaik pada stadium ini. Setelah remisi singkat selama
beberapa jam hingga satu hari, beberapa kasus berkembang menjadi stadium
intoksikasi yang lebih berat ditandai dengan gejala hemoragik pendarahan
seperti epistaksis (mimisan), perdarahan gingiva, hematemesis (seperti warna
air kopi atau hitam), melena, gagal ginjal dan hati, 20% - 50% kasus, icterus
berakibat fatal. Secara keseluruhan mortalitas kasus dikalangan penduduk asli
didaerah endemis sekitar 5% tapi dapat mencapai 20% - 40% pada wabah
tertentu.
Diagnosa laboratorium antara lain dibuat dengan cara mengisolasi virus
dari darah hasil inokulasi pada tikus, nyamuk atau kultur sel (terutama dengan
sel-sel nyamuk); dengan ditemukannya antigen virus didalam darah dengan
ELISA atau virus ditemukan dalam darah dan jaringan hati dengan antibodi
spesifik yang sudah diberi label; dan dengan ditemukannya genome virus
dalam darah jaringan hati dengan metode PCR atau “hybridization probes”.
Pemeriksaan serologis dibuat dengan mendemonstrasikan adanya antibodi
IgM spesifik pada awal sera atau peningkatan titer antibodi spesifik pada sera
yang akut dan konvalesen. Reaksi silang serologis timbul dengan flavi virus
lainnya. Infeksi baru oleh virus dapat dibedakan dengan kekebalan yang
diakibatkan oleh vaksin melalui uji fiksasi komplementer. Penegakan
diagnosa juga dapat ditunjang dengan adanya lesi khas pada hepar.

2. Penyebab Penyakit: Virus demam kuning dari genus Flavivirus dan famili
Flaviviridae.

3. Distribusi penyakit
Di alam demam kuning ditemukan dalam bentuk dua siklus penularan,
siklus sylvatic atau siklus penularan di hutan yang melibatkan nyamuk dan
primata dan siklus urban yang di dalamnya melibatkan nyamuk Aedes aegypti
dan manusia. Penularan dengan siklus sylvatic hanya ditemukan didaerah
Afrika dan Amerika Latin, dimana ada beberapa ratus kasus ditemukan setiap
tahun, dan paling sering menyerang usia dewasa muda yaitu mereka yang
bekerja di hutan atau daerah perbatasan di Bolivia, Brasil, Columbia, Ekuador
dan Peru (70% - 90% kasus dilaporkan dari Peru dan Bolivia).
Secara historis, demam kuning urban muncul dikota-kota dibenua
Amerika dengan pengecualian hanya ditemukan beberapa kasus di Trinidad
pada tahun 1954 dan tidak ada wabah demam kuning yang disebabkan oleh
nyamuk Aedes aegypti di Amerika sejak tahun 1942. Namun reinfestasi di
beberapa kota besar dengan Aedes aegypti menempatkan kota-kota tersebut
pada risiko timbulnya penularan demam kuning. Di Afrika daerah endemis
meliputi daerah yang terletak di antara 15o lintang utara dan 10o lintang
selatan, memanjang dari sebelah selatan gurun sahara hingga daerah utara
Anggola, Zaire dan Tanzania.
Pada beberapa dekade sebelumnya demam kuning yang disebabkan oleh
Aedes aegypti hanya dilaporkan terjadi di Nigeria dengan ditemukan sekitar
20.000 penderita dan 4.000 kematian pada tahun 1986 hingga 1991. Tidak
ada bukti bahwa demam kuning pernah terjadi di Asia atau didaerah pantai
timur Afrika, namun demam kuning sylvatic pernah dilaporkan terjadi di
daerah Kenya bagian barat pada tahun 1992 – 1993

4. Reservoir
Di daerah perkotaan, manusia & Aedes aegypti berperan sebagai reservoir
: di hutan, reservoir adalah vertebrata selain manusia terutama monyet dan
mungkin juga marsupialia serta nyamuk hutan. Penularan transovarian pada
nyamuk menyebabkan berlanjutnya infeksi demam kuning. Manusia tidak
mempunyai peran yang berarti dalam siklus penularan demam kuning
Sylvatic tapi merupakan hospes utama pada siklus penularan didaerah
perkotaan.

5. Cara penularan
Di daerah perkotaan & di beberapa daerah pedesaan penularan terjadi
karena gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di hutan-hutan di Amerika Selatan
penularan terjadi akibat gigitan beberapa spesies nyamuk hutan dari genus
Haemagogus. Di Afrika Timur Aedes africanus merupakan vector pada
populasi kera dimana Ae. Bromeliae dan Ae. Simpsoni (semidomestik) dan
mungkin spesies aedes lainnya berperan menularkan virus dari kera ke
manusia. Di daerah yang pernah mengalami wabah yang luas seperti di
Ethiopia, studi epidemiologis membuktikan Ae. Simpsoni berperan sebagai
vector yang menularkan virus dari orang ke orang.
Di Afrika Barat Ae. furcifer taylori, Ae. luteocephalus dan spesies lain
berperan sebagai vector penularan viru dari monyet ke manusia. Ae.
Albopictus dibawa ke Brazil dan Amerika Serikat dari Asia dan diduga sangat
potensial berperan sebagai jembatan perantara antara siklus demam kuning
tipe sylvatic dengan siklus tipe perkotaan di belahan bumi bagian barat.
Walaupun demikian hingga saat ini keterlibatan spesies ini dalam penularan
demam kuning belum pernah dilaporkan.

6. Masa inkubasi: 3 hingga 6 hari

7. Masa penularan
Darah penderita sudah infektif terhadap nyamuk sebelum timbul demam
dan sampai pada hari ke 3 –5 sakit, penyakit ini sangat menular jika anggota
masyarakat yang rentan dalam jumlah banyak hidup bersama-sama dengan
vektor nyamuk dengan densitas yang tinggi, tidak menular melalui kontak
atau benda yang tersentuh penderita. Masa (periode) inkubasi ekstrintik pada
Ae. aegypti umumnya berkisar antara 9 – 12 hari pada temperatur daerah
tropis, dan pada umumnya jika sudah terinfeksi maka seumur hidup virus
akan terus berada di tubuh nyamuk.

8. Kerentanan dan kekebalan


Penyembuhan dari demam kuning diikuti dengan terjadinya kekebalan
seumur hidup, adanya serangan kedua dan selanjutnya tidak diketahui. Infeksi
ringan sangat umum terjadi di daerah endemis. Kekebalan pasif pada bayi
yang baru lahir yang didapat dari ibunya dapat bertahan hingga 6 bulan. Jika
terjadi infeksi alamiah antibodi terbentuk di dalam darah pada permulaan
minggu pertama.

9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1) Buat program imunisasi aktif bagi semua bayi berusia 9 bulan ke atas
yang oleh karena tempat tinggal, pekerjaanya, atau karena melakukan
perjalanan yang menyebabkan mereka mempunyai risiko terpajan
dengan infeksi. Satu dosis injeksi subkutan vaksin yang mengandung
biakan virus strain 17D dari demam kuning pada embrio ayam, efektif
memberi perlindungan hingga 99%. Antibodi terbentuk 7 – 10 hari
setelah imunisasi dan bertahan sedikitnya hingga 30 – 35 tahun,
mungkjin lebih lama. Walaupun demikian imunisasi ulang diharuskan
bagi orang yang bepergian ke daerah endemis dalam jangka waktu 10
tahun sesuai dengan International Health Regulation.
Sejak tahun 1989 WHO menyarankan bagi negara-negara Afrika yang
termasuk didalam apa yang disebut dengan endemic – epidemic belt
agar memasukkan vaksin demam kuning kedalam imunisasi rutin
mereka yang diberikan pada usia bayi. Sejak bulan Maret 1998 ada 17
negara Afrika yang telah melaksanakan anjuran tersebut, namun
hanya dua negara saja yang mencapai cakupan 50%. Vaksin demam
kuning tidak boleh diberikan kepada bayi kurang dari usia 4 bulan.
Vaksinasi terhadap bayi usia 4 – 9 bulan hanya diberikan dengan
pertimbangan yang sangat kuat bahwa bayi tersebut benar-benar
berisiko tertular oleh demam kuning oleh karena kemungkinan
mereka terpajan sangat besar. Pemberian vaksinasi pada usia ini
dengan memperhitungkan kemungkinan terjadinya ensefalitis pasca
vaksinasi. Oleh karena vaksin demam kuning mengandung virus
hidup, maka tidak boleh diberikan kepada orang dimana pemberian
vaksin yang mengandung virus hidup merupakan kontra indikasi.
Begitu pula tidak boleh diberikan kepada ibu hamil pada trimester
pertama kecuali bahwa risiko tertulari demam kuning lebih besar
daripada risiko vaksinasi terhadap kehamilan. Walaupun belum
pernah dilaporkan adanya kematian janin pada wanita hamil yang
diberikan vaksinasi demam kuning, serokonversi maternal sangat
rendah oleh karena itu perlu diberikan vaksinasi ulang setelah
melahirkan. Pemberian vaksinasi dianjurkan bagi penderita HIV yang
asimptomatis. Tidak ada bukti yang cukup bahwa pemberian
vaksinasi pada penderita HIV yan simptomatik membahayakan
penderita tersebut untuk terkena demam kuning.
2) Untuk memberantas demam kuning diperkotaan yang paling penting
dilakukan adalah membasmi nyamuk Ae. Aegypti. Jika diperlukan
lakukan imunisasi.
3) Demam kuning sylvanic atau demam kuning tipe hutan ditularkan
oleh Haemogogus dan species Aedes. Untuk demam kuning tipe ini
tindakan yang paling baik untuk memberantasnya adalah dengan cara
melakukan imunisasi yang diberikan kepada semua penduduk
pedesaan yang oleh karena pekerjaannya mereka terpajan dengan
hutan yang endemis demam kuning. Imunisasi juga diberikan kepada
orang-orang yang berkunjung kedaerah hutan yang endemis demam
kuning. Bagi mereka yang tidak diimunisasi, dianjurkan agar
melindungi diri mereka dari gigitan nyamuk dengan menggunakan
baju lengan panjang dan celana panjang, memakai repelan (obat gosok
anti nyamuk) serta memasang kelambu pada waktu tidur.

C.Penanggulangan wabah
1) Demam kuning perkotaan yang ditularkan oleh Aedes aegypti:
i. Lakukan imunisasi massal, dimulai dengan terhadap orang yang
terpajan dengan penderita kemudian terhadap orang-orang yang
tinggal didaerah dimana densitas Ae. aegypti-nya tinggi.
ii. Penyemprotan seluruh rumah dengan insektisida yang efektif
terbukti dapat mencegah terjadinya KLB didaerah perkotaan.
iii. Memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti
(Dengan gerakan 3M+), bila diperlukan lakukan pemberian
larvasida untuk membunuh jentik nyamuk.
2) Demam kuning Sylvatic atau demam kuning tipe hutan
a). Lakukan pemberian imunisasi segera kepada orang-orang yang
tinggal atau kepada orang-orang yang memasuki daerah berhutan.
b). Bagi mereka yang belum diimunisasi dilarang mengunjungi daerah
berhutan. Dan bagi mereka yang baru saja diimunisasi dilarang
mengunjungi daerah berhutan sampai degan seminggu setelah
diimunisasi.
3) Di daerah dimana demam kuning mungkin timbul, sediakan fasilitas
diagnostik antara lain fasilitas untuk melakukan laparotomi post
mortem untuk dapat mengambil spesimen jaringan hati dari penderita
yang meninggal dengan gejala demam dengan durasi 10 hari.
Mengingat bahwa pemeriksaan histopatologis terhadap jaringan hati
tidak patognomonis untuk demam kuning maka fasilitas pemeriksaan
serologis untuk konfirmasi diagnosis harus disediakan.

4) Di Amerika Selatan dan Amerika baian tengah, adanya kematian


monyet-monyet dihutan (howler and spider monkeys) harus dicurigai
adanya demam kuning. Lakukan pemeriksaan histopatologis sel hati
dan isolasi virus dari monyet-monyet yang mati untuk konfirmasi
diagnosis.
5) Survei imunitas terhadap populasi dihutan dengan teknik netralisasi
sangat bermanfaat dalam upaya pemetaan daerah enzootic. Survei
serologis pada manusia tidak bermanfaat oleh karena imunisasi demam
kuning telah dilakukan secara luas dimasyarakat.

l. Trypanosomiasis amerika (penyakit chagas)


1. Identifikasi
Penyakit akut yang umumnya menyerang anak-anak sedangkan
manifestasi kronis yang bersifat irriversible terjadi belakangan.
Kebanyakan penderita yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis.
Penyakit akut ditandai dengan demam dengan derajat yang bervariasi,
malaise limfadenopati dan splenomegali. Reaksi inflamasi timbul pada
tempat terjadinya infeksi yang disebut Chagoma yang biasanya
menghilang pada minggu ke 8. Dikedua kelopak mata terjadi
pembengkakan unilateral pada sebagian kecil kasus yang disebut dengan
Romana sign.
Gejala fatal berupa miokarditis dan meningoensefalitis dapat juga
terjadi. Bisa juga terjadi gejala sisa kronis yang irreversible berupa
kerusakan jantung seperti pembengkakan jantung, aritemia, kelainan
konduksi yang berat serta kelainan pada saluran pencernaan berupa
megaesofagus dan megakolon. Mega viscera pertama ditemukan di
Brasilia bagian tengah. Kelainan jantung lebih sering ditemukan dibagian
selatan Equador daripada dibagian utara. Pada penderita dengan AIDS
terjadi meningoensefalitis yang luas disertai dengan nekrosis dan
perdarahan sedangkan miokarditis akut terjadi sebagai akibat infeksi
kronis yang mengalami relaps. Gejala ini dapat juga terjadi pada penderita
penyakit Chagas kronis yang disertai dengan kelainan imunitas non AIDS.
Infeksi oleh Trypanosoma rangeli ditemukan pada daerah fokus
endemis penyakit Chagas, yang membentang dari Amerika Tengah
sampai ke Colombia dan Venezuela; terjadi parasitemia berkepanjangan
dan terkadang disertai dengan infeksi T.cruzi (oleh karena T.rangei
vectornya sama dengan T.cruzi), namun tidak timbul gejala klinis.
Diagnosa penyakit chagas pada fase akut ditegakkan dengan
ditemukannya parasit dalam darah dengan pemeriksaan langsung pada
sediaan darah yang telah dilakukan hemo konsentrasi (jarang sekali parasit
dapat ditemukan pada kelenjar limfe atau otot skeletal).
Diagnosa juga dapat ditegakkan melalui kultur atau dengan
xenodiagnosis (yaitu dengan cara menggigitkan kutu triatomid pada orang
yang terinfeksi dan kemudian parasit ditemukan pada kotoran kutu
tersebut beberapa minggu kemudian). Parasitemia muncul lebih intens
selama episode demam pada fase awal infeksi. Pada fase kronis,
pemeriksaan dengan kultur dengan media difasik atau dengan
Xenodiagnosis mungkin dapat memberikan hasil yang positif sedangkan
pemeriksaan dengan cara lain jarang sekali bisa menemukan parasit. T.
Cruzi dibedakan dengan T. rangeli oleh karena ukurannya lebih pendek
(20 mm berbanding 36 mm) dan mempunyai kinetoplast yang lebih besar.
Pemeriksaan serologis sangat bermanfaat baik untuk penderita individu
maupun untuk tujuan akrining masal.

2. Penyebab Penyakit
Trypanosoma cruzi (Schizotripanum cruzi), protozoa yang
menginfeksi manusia sebagai hemoflagelata atau sebagai parasit
intraseluler tanpa flagelum eksternal.

3. Distribusi Penyakit
Penyakit ini tersebar dibelahan bumi bagian Barat dengan
distribusi yang luas dipedalaman Mexico, Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Dibeberapa wilayah tertentu endemis tinggi. Ada 5 penderita
infeksi akut yang ditularkan oleh vektor dilaporkan terjadi di Amerika
Serikat; 3 kasus tambahan akibat transfusi darah. Reaktivasi infeksi pada
penderita AIDS dapat menyebabkan terjadinya meningoensefalitis.
Studi serologis yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa dapat
terjadi penderita tanpa gejala. T. cruzi ditemukan pada mamalia di
Alabama, Arizona Arkansas, California, Florida, Georgia, Laesiana,
Maryland, New Mexico, Texas dan Utah. Penelitian yang dilakukan akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa dari hasil pemeriksaan serologis, 4.9%
migran yang berasal dari Amerika Tengah yang tinggal di Washington DC
telah terinfeksi.

4. Reservoir
Manusia bertindak sebagai reservoir bersama dengan lebih dari
150 species binatang baik domestik maupun binatang liar seprti: anjing,
kucing, tikus dan binatang domestik lainnya ditambah dengan
marsupialia, jenis binatang tanpa gigi, rodentia, chiropters, karnivora,
primata.

5. Cara Penularan:
Vektor penghisap darah yang terinfeksi misalnya species
Reduviidae (kutu berhidung mancung, kissing bugs), terutama berbagai
species dari genera Triatoma, Rhodnius, Panstrongylus pada kotorannya
ditemukan trypanosoma. Kutu ini membuang kotorannya pada saat
mereka menghisap darah; manusia atau mamalia lain terinfeksi karena
kotoran segar dari kutu yang terinfeksi tersebut mencemari konjungtiva,
membrana mukosa, kulit yang mengalami abrasi atau kutu terinfeksi kalau
mereka mengisap orang atau mamalia yang sedang mengalami
parasitemia.
Parasit berkembang biak didalam saluran pencernaan kutu.
Penularan dapat juga terjadi melalui transfusi darah karena meningkatnya
donor yang terinfeksi diperkotaan akibat peningkatan migrasi dari daerah
pedesaan. Parasit dapat menembus barier placenta dan dapat
menyebabkan terjadinya infeksi kongenital. Penularan melalui air susu
kemungkinannya sangat kecil, sehingga tidak ada alasan untuk melarang
ibu penderita chagas menyusui anaknya. Infeksi karena kecelakaan
laboratorium dapat terjadi walaupun sangat jarang. Transplantasi organ
yang diambil adri penderita chagas meningkatkan risiko transmisi T.
cruzi.

6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi berkisar antara 5 – 14 hari setelah digigit oleh
vektor yang terinfeksi. Sedangkan masa inkubasi karena menerima darah
dari donor yang terinfeksi berlangsung selama 30 – 40 hari.

7. Masa Penularan
Parasit ada dalam darah selama fase akut dan dapat bertahan
seumur hidup pada sebagian kecil penderita simptomatik dan penderita
asimptomatik. Vektor menjadi terinfeksi dan parasit bertahan didalam
usus kutu seumur hidupnya, sekitar 2 tahun.

8. Kerentanan dan kekebalan


Semua umur rentan terhadap infeksi dan biasanya perjalanan
penyakit lebih berat pada pederita usia muda. Orang dengan mimosupresi
terutama penderita AIDS mempunyai risiko mengalami infeksi dan
komplikasi serius.

9. Cara-cara Pemberantasan.
A. Cara-cara Pencegahan :
a. Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan
dan cara-cara pencegahannya.
b. Lakukan penyemprotan berkala dengan insektisida dengan efek
residual terhadap rumah yang konstruksinya tidak sehat dan rumah
yang beratap rumbia untuk membunuh vektor. Vektor juga dapat
dibunuh dengan fumigan yang ditaruh dalam kontainer.
c. Membangun dan memperbaiki lingkungan permukiman untuk
menghilangkan tempat perindukan vektor dan tempat berkembang
biaknya binatang reservoir.
d. Gunakan kelambu, pada rumah yang ada vektornya.
e. Lakukan skrining terhadap darah dan organ tubuh dari donor yang
pernah tinggal atau datang/berasal dari daerah-daerah endemis
dengan menggunakan tes serologis yang tepat untuk mencegah
penularan melalui tranfusi dan transplantasi, sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku di negara-negara Amerika
Selatan. Menambahkan gentian violet (25 ml gentian violet 5.0% per
500 ml darah 24 jam sebelum digunakan) dapat mencegah
penularan.
C. Myriapoda
1. Kaki seribu
Kaki seribu atau millipede (kelas Diplopoda, sebelumnya juga disebut
Chilognatha) adalah artropoda yang memiliki dua pasang kaki per segmen
(kecuali segmen pertama di belakang kepala, dan sedikit setelahnya yang hanya
memiliki satu kaki). Kaki seribu adalah Ordo dari anggota hewan tak bertulang
belakang yang termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Myriapoda

a. Morfologi
Kaki seribu memiliki bentuk tubuh yang terdiri atas kepala dan
badan, bentuknya silindris dan beruas-ruas, di setiap ruasnya terdapat satu
sampai dua pasang kaki. Walaupun demikian jumlah total kakinya tidak
mencapai seribu seperti namanya. Warna tubuhnya coklat kekuning-
kuningan. Bagian kepalanya terdiri atas lima segmen, thorax terdiri atas
empat segmen dan bagian perut dengan 20-100 segmen. Kaki seribu
memiliki sepasang anthena yang pendek dan dua kelompok mata tunggal
yang terdiri dari sekumpulan oselli pada kepalanya. Tidak memiliki taring
dan bernapas dengan trakea. Di bagian bawah dari ruas yang paling
belakang terdapat anus yang berfungsi sebagai saluran pembuangan air
dari metabolisme. Tidak mempunyai cakar beracun. Alat kelaminnya
terpisah.

b. Patologi dan gejala klinis


 Peradangan
Bahaya kaki seribu yang paling umum dialami akibat Gigitan dan
sengatannya adalah dapat meninggalkan jejak pada permukaan kulit
berupa peradangan atau pembengkakan.
 Pingsan mendadak
Bahaya kaki seribu yang disababkan oleh Gigitan dan sengatan hewan
beracun tersebut dapat menyebabkan seseorang jatuh pingsan
mendadak ketika racun telah menyebar ke pembuluh darah serta
jaringan tubuh lain. Pada dasarnya hewan kaki seribu adalah hewan
yang cukup ramah pada manusia, namun jika merasa terancam hewan
tersebut dapat menggigit dan menyengat mengeluarkan racun yang
bertujuan untuk perlindungan dirinya.
 Muntah muntah dan pusing
Anak anak yang tanpa sengaja menginjak atau menindih hewan kaki
seribu dapat terserang gigitan sekaligus sengatan yang tiba tiba dan
menyebabkan muntah muntah serta kepala yang pusing. hal tersebut
dikarenakan racun hasil sengatannya telah masuk pada aliran darah.
Muntah dan pusing adalah gejala awal dari bahaya kaki seribu yang
biasa terjadi sesaat setelah seseorag tersengat racunya.
 Mengganggu pendengaran (jika masuk ke rongga telinga)
Hewan kaki seribu dapat masuk kedalam telinga dan menyumbat
pendengaran. Pergerakkannya didalam rongga telinga sangat
berbahaya bagi gendang telinga jika hewan tersebut melancarkan aksi
penggigitan atau penyengatan. Hewan kaki seribu harus segera
dikeluarkan karena dapat menyebabkan berkurangnya pendengaran
ketika racunnya berakumulasi dengan kotoran telinga dan jaringan
telinga lainnya.

c. Daur hidup

kaki seribuTrigoniulus corallines jantan yang berada di punggung sang betina


tampak sedang merayu sang betina agar mau dikawininya

Setelah betina menerima sang jantan, ia lalu membalikan kepalanya sehingga


organ kopulasi jantan (gonopod) dapat mentransfer sperma ke alat kelamin betina
di sekmen ke 3. Betina bisa meletakkanantara 10 sampai 300 telur dalam satu
sesi, dengan menggunakan sperma sebagai pupuk. Telur tersebut diletakkan
didalam tanah atau sarang kotoran kering, dan telur dapatmenetas dalam hitungan
minggu.

d. Epidemiologi
Hewan ini banyak dijumpai di daerah tropis dengan habitat di darat.
Terutama di tempat yang banyak mengandung sampah, misalnya di
kebun dan di bawah batu-batuan.
e. Gigitan kaki seribu
 Muntah muntah dan pusing
Anak anak yang tanpa sengaja menginjak atau menindih hewan kaki
seribu dapat terserang gigitan sekaligus sengatan yang tiba tiba dan
menyebabkan muntah muntah serta kepala yang pusing. hal tersebut
dikarenakan racun hasil sengatannya telah masuk pada aliran darah.
Muntah dan pusing adalah gejala awal dari bahaya kaki seribu yang
biasa terjadi sesaat setelah seseorag tersengat racunya.
 Demam
Bahaya kaki seribu yang diawali karena Gigitan atau sengatan dari
hewan kaki seribu dapat menyebabkan seseorang terserang demam
akibat racun telah menyebar kepembuluh darah, Jika orang dewasa
yang terserang biasanya demam hanya berlangsung lebih dari satu jam
saja setelah itu akan hilang dengan sendirinya, Namun jika anak anak
yang mengalaminya , Maka demam akan berlangsung cukup lama.
 Pingsan mendadak
Bahaya kaki seribu yang disababkan oleh Gigitan dan sengatan hewan
beracun tersebut dapat menyebabkan seseorang jatuh pingsan
mendadak ketika racun telah menyebar ke pembuluh darah serta
jaringan tubuh lain. Pada dasarnya hewan kaki seribu adalah hewan
yang cukup ramah pada manusia, namun jika merasa terancam hewan
tersebut dapat menggigit dan menyengat mengeluarkan racun yang
bertujuan untuk perlindungan dirinya.

f. Pencegahan
 Menebarkan beberapa kamper pada sudut ruangan rumah atau sudut
dinding. Aroma kamper sangat menyengat dan tidak disukai bintang
pengerat, Jenis serangga dan binatang kecil berbahaya seperti lipan,
kalajengking termasuk kaki seribu.
 Sebarkan beberapa kamper pada sudut ruangan rumah atau sudut
dinding. Aroma kamper sangat menyengat dan tidak disukai bintang
pengerat, Jenis serangga dan binatang kecil berbahaya seperti lipan,
kalajengking termasuk kaki seribu.
 Melakukan penyemprotan hama serangga agar bahaya kaki seribu
yang menimbulkan masalah dapat diatasi, Misalnya penyemprotan
pencegah nyamuk demam berdarah. Aroma dan zat aktif dari
penyemprot tersebut ampuh mengusir hewan kaki seribu agar tidak
kembali lagi sehingga penyebab kaki seribu yang membahayakan
anak anak dapat dicegah dengan cepat.
2. Kelabang / centipede

a. Morfologi
Kelabang atau centipede termasuk kelas chilopoda. Tubuhnya
memanjang dan pipih dorsoventral, terdiri atas kepala dan badan yang
beruas-ruas. Tiap ruas badan mempunyai satu pasang kaki. Di kepala
terdapat satu pasang anthena. Pada ruas pertama badan terdapat sepasang
kuku beracun (poison claw) yang berhubungan dengan kelenjaar racun.
Tempat hidupnya dibawah batu dan kayu. Makanannya berupa insekta
dan binatang kecil lainnya. Metamorfosisnya tidak sempurna.Alat
pencernaan makanannya sudah sempurna artinya dari mulut sampai anus.
Alat eksresi berupa dua buah saluran malphigi.Respirasi (pernafasan)
dengan trakea yang bercabang-cabang dengan lubang yang terbuka
hampir pada setiap ruas.

b. Patologi dan gejala klinis


Kelabang ini bisa menyebarkan sebuah racun yang disebut dengan
“venom”. Racun ini diproduksi pada bagian dasar taring kelabang.
Bagian segmen tubuh kelabang yang pertama banyak mengandung
venom. Ketika kelabang menggigit kulit manusia maka kelenjar racun
dari kelabang akan menyemburkan racun melalui sebuah saluran bagian
depan taring kelabang yang berbentuk seperti jarum. Racun kelabang
biasanya memang tidak menyebabkan bahaya apapun untuk manusia,
tapi yang paling ditakuti adalah ketika kelabang menggigit dan
menyebabkan rasa sakit yang sangat parah.Gigitan kelabang dapat
menimbulkan nyeri dan eritema karena toksin yang keluar melalui kuku
beracun. Toksin kelabang mengandung antikoagulan dan 5 hidroksi
triptamin. Gigitan Scolopendra yang terdapat di daerah tropic dan
subtropik dapat menyebabkan rasa nyeri , perdarahan dan nekrosis.

c. Daur hidup
Kelabang bereproduksi secara aseksual dengan cara jantan akan
meletakkan spermatopora yang akan diangkat oleh betina. Ada juga jenis
yang meletakkan spermatoporanya di sejenis jaring lalu jantan akan
melakukan "tarian asmara" untuk menarik betina agar mau mengambil
spermatopora itu. Ada pula jantan yang hanya meninggalkan
spermatoporanya yang nanti akan ditemukan oleh betina.Kelabang
tumbuh dengan cara berganti kulit. Ada juga kelabang yang dapat
menumbuhkan satu buku tubuhnya setiap berganti kulit jadi misalnya
waktu lahir ia hanya memiliki 4 pasang kaki, seiring ia tumbuh dan
berganti ia akan terus menambahkan buku tubuh sehingga pada saat ia
dewasa ia memiliki 15 pasang kaki.

d. Epidemiologi
Di seluruh dunia ada sekitar 8000 spesies dengan sekitar 3000 yang
sudah diidentifikasi. Secara geografis, kelabang dapat hidup di beragam
wilayah dari hutan tropis sampai gurun. Kelabang sangat membutuhkan
air karena tubuh mereka mudah sekali kehilangan cairan melalui kulit.
Itulah mengapa mereka lebih senang berada di lubang atau tempat yang
gelap dan lembab.

e. Gejala gigitan kelabang


 nyeri, pembengkakan, kemerahan pada area gigitan
 pembesaran kelenjar getah bening (jarang)
 mati rasa/ kebas di area gigitan (jarang)
 pada beberapa orang yang sensitif/ alergi terhadap racun kelabang,
maka dapat menyebabkan reaksi anafilaktik, berupa kesulitan
bernafas, peningkatan denyut jantung, dan
pembengkakan tenggorokan

f. Pengobatan
 kompres dengan air dingin selama 10 menit pada gigitan kelabang
untuk mengurangi nyeri, ulangi dengan jeda 10 menit
 gunakan obat antinyeri yang dijual bebas, seperti paracetamol, untuk
mengurangi nyeri yang tak tertahankan
 gunakan salep/krim yang mengandung kortikosteroid apabila area
gigitan menyebabkan penyakit kulit gatal dan ruam
 segera periksakan diri ke dokter terdekat
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. Teori Parasitologi. Semarang: Akademi Analisis Kesehatan. Universitas


Muhamadiyah Semarang.
Anonim, Pctunjuk Pcmberantasan Pes Di lndonesia,Depanemen Kesehatan R.l,
Direlctorat
Arthropoda dalam http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/biologi/article/view/16835.
(online
11/11/2013).
Boror. J.B., Triplehorn, N.F., Johnson, Pengenalan Pelajaran Serangga (edisi keenam),
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1996. h. 95-99.
Brown, H. W, 1983. Dasar Parasitologi Klinik. Jakarta: PT. Gramedia
Ganda Husada, S, 1992. Parasitologi Kedokteran. Jakarata: Fakultas Kedokteran.
Garcia & Bruener, 1986. Diagnosa Parasitologi Kedokteran. Cetakan 1. Jakarta: EGC.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdl-anisajamil-5649-3-babii.pdf
http://lisariahnitaheryahoocoid.blogspot.co.id/2010/07/penyakit-yg-disebabkan-oleh-
atrhopoda.html
http://syarifulhijri.blogspot.co.id/2011/10/demodisiosis.html
https://epochtimes.id/2017/12/13/masalah-mata-gatal-serius-oleh-seratus-parasit-yang-
hidup-di-bulu-mata/
https://meaww.com/read/bizarre/there-are-tiny-creepy-crawlies-living-on-your-face-
and-were-sure-you-did-not-know-about-it
https://www.gadis.co.id/Ngobrol/tungau-jenis-ini-ternyata-hidup-di-wajah-kita
https://www.researchgate.net/figure/Demodex-folliculorum-under-light-microscope-
X100-magnification_fig2_221829372
Jcndcral PPM&PL Tahun 2000
Kimball J.W., Biologi jilid-3 (edisi kelima), Jakarta : Erlangga, 2006. h. 915
Kondratoeff, C, BiologyofDoseae Vector Second Edotion,Eisevoer Academic Press
Mutiara, H., & Syailindra, F. (2016). Skabies. Majority, 37-42.
Plague Manual: Epodemoology, Otstribution, Survcollance and Control
Prabu, B.D.R, 1990. Penyakit-penyakit Infeksi Umum. Edisi I. Jakarta: Widya Medica.
Prianto, Juni, dkk. 2003. Atlas parasitologi kedokteran. Jakarta
Rozeodul. A, I 997 Vector Control Methods For Usc by Individuals and Communnies.
WHO, Geneva
Safar, Roadina. 2010. Parasitologi Kedokteran Protozoology-Helmintologi-Entomologi.
Bandung
Shelley,Rowland M. Centipedes and Millipedes with Emphasis on North America
Fauna diaksesdari situs emporia.edu pada tanggal 28 Oktober 2013
Soedarto, 1983. Ontemologi Kedokteran. Surabaya: Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Soedarto, 1983. Ontemologi Kedokteran. Surabaya: Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Staf pengajar Departemen Parasitologi, FKUI. 2008. Buku ajar PARASITOLOGI
KEDOKTERAN. Edisi keempat : Hal 300. Jakarta
Sungkar, S., Sutanto, I., Ismid, I. S., & Sjarifuddin, P. K. (2008). Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran, Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas kedokteran UI.
Chin, James. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Amerika Serikat. APHA
GLOSARIUM
Abdomen : Bagian paling posterior tubuh, yang berada di belakang
thorax atau cephalothorax (sefalotoraks).
Adenopati : Adenopati adalah setiap penyakit yang melibatkan atau
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Akne rosasea : Penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah ditandai
dengan kemerahan pada kulit,telangiektasis disertai episode
erupsi,papula (penonjolan padat pada kulit dengan ukuran
kurang dari 5mm), pustul(ada ceiran berupa nanah), edema
(bengkak).
Albuminuri : Simtoma terdapatnya sejumlah konsentrasi albumin di dalam
urin.
Anafilaktik : Suatu reaksi alergi berat yang terjadi secara tiba-tiba dan
dapat menyebabkan kematian.
Antigen : Zat yang merangsang respon imun, terutama dalam
menghasilkan antibodi.
Antikoagulan : Golongan obat yang dipakai untuk menghambat pembekuan
darah.
Araknidisme : Gigitan laba-laba yang menyebabkan kelainan
Arboviral : Arboviral adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan infeksi yang disebabkan oleh sekelompok
virus yang disebarkan ke manusia oleh gigitan artropoda
yang terinfeksi (serangga) seperti nyamuk dan kutu.
Artritis : Peradangan pada satu atau lebih persendian, yang disertai
dengan rasa sakit, kebengkakan, kekakuan, dan keterbatasan
bergerak.
Aspirasi : Penarikan cairan dari rongga tubuh dengan menggunakan
alat hisap atau sifonase, seperti jarum suntik
Barrier : Suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya.
Biopsi : Tindakan diagnostik yang dilakukan dengan mengambil
sampel jaringan atau sel untuk dianalisis di laboratorium,
baik untuk mendiagnosis suatu penyakit atau untuk
mengetahui jenis pengobatan atau terapi yang terbaik bagi
pasien.
Bioterorisme : Penggunaan bakteri jahat, virus, atau racun terhadap
manusia, hewan, atau tanaman dalam upaya untuk
menyebabkan kerusakan dan menciptakan rasa takut.
Blefaritis : Peradangan pada tepi kelopak mata yang menyebabkan
bagian tersebut jadi terlihat bengkak dan merah.
Cephalothoraks : Bagian belakang toraks
CFR : Case Fatality Rate atau Persentase orang yang meninggal di
antara orang yang mengalami suatu
penyakit. Angka pengukuran ini umum digunakan pada
penyakit menular.
Demam tifoid : Penyakit yang terjadi karena infeksi bakteri Salmonella
typhi dan umumnya menyebar melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi.
Demodisiosis : Infestasi/penyakit akibat Demodex folliculorum.
Disinfeksi : Membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan
bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi
kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan membunuh
mikroorganisme patogen
Disorientasi : Kekacauan kiblat, kesamaran arah pandangan akan timbul
apabila terdapat kesenjangan antara organisasi sosial dan
sistem nilai kebudayaan; kehilangan daya untuk mengenal
lingkungan, terutama yg berkenaan dengan waktu, tempat
dan orang.
Dorsal : Berada atau dekat dengan, pada, atau menuju bagian
belakang atau posterior tubuh manusia.
Edema : Akumulasi cairan di dalam jaringan yang menyebabkan
tangan, pergelangan kaki, kelopak mata dan bagian tubuh
lainnya membengkak. Edema disebabkan oleh penggunaan
obat-obatan tertentu, kehamilan, retensi garam, alergi atau
penyakit serius lainnya.
Eksudat : Cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi
(diatas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg %
serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi
Enantema : Erupsi selaput lendir.
Ensefalitis : Peradangan pada jaringan otak setempat (lokal) atau
seluruhnya (difus). Ensefalitis berbeda dengan meningitis
(radang selaput otak) dalam hal penyebab dan proses
terjadinya penyakit. Namun, ensefalitis sering disertai oleh
peradangan selaput otak sehingga disebut sebagai
meningoensefalitis. Istilah ensefalitis mengacu pada
peradangan otak yang umumnya disebabkan oleh infeksi
virus.
Eritema : Inflamasi akut yang terjadi pada kulit dan membran mukosa
(jaringan tipis, berair yang terletak pada rongga tubuh) yang
sering diiringi dengan penyakit umum.
Faringitis : Suatu penyakit peradangan yang
menyerang tenggorok atau hulu kerongkongan (pharynx).
FDA : Badan yang bertugas mengatur makanan, suplemen
makanan, obat-obatan, produk biofarmasi, transfusi darah,
peranti medis, peranti untuk terapi dengan radiasi, produk
kedokteran hewan, dan kosmetik di Amerika Serikat.
Fiksasi : Perubahan pada suatu lungkang gen dari keadaan di mana
terdapat paling tidak dua varian gen tertentu (alel) menjadi
keadaan di mana hanya ada satu alel yang tersisa.
Flagel : Organ yang halus memanjang seprti rambut yang di pakai
untuk pergerakan.
Flagellum : Alat gerak (motile organ) berbentuk cambuk pada sejumlah
organisme bersel satu.
Folikel : Struktur berisi cairan yang merupakan tempat pertumbuhan
sel-telur (oocyte).
Genus : Salah satu bentuk pengelompokan dalam klasifikasi makhluk
hidup yang secara hierarki tingkatnya di atas spesies, tetapi
lebih rendah daripada familia.
Gliserol : Komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk
trigliserida
Heterolog : Berkenaan terdapatnya elemen sitologi atau histologi di
mana mereka biasanya tidak ditemukan
Homolog : Homolog adalah organ-organ berbagai makhluk hidup yang
mempunyai bentuk asal sama tetapi kemudian berubah
struktur sehingga fungsinya berbeda.
Hospes : Mahluk hidup sebagai tempat hidup parasit.
Ikterus : Pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang
disebabkan oleh penumpukan bilirubin.
Immunologi : Suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup
kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada
semua organisme.
Impetigo kontagiosa : Penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
menyerang epidermis. Penyakit ini ditandai adanya
kumpulan cairan yang sudah mengering. Cairan ini berwarna
kuning kecoklatan seperti madu yang berlapis-lapis.
Inflamasi : Upaya tubuh untuk perlindungan diri, tujuannya adalah
untuk menghilangkan rangsangan berbahaya, termasuk sel-
sel yang rusak, iritasi, atau patogen dan memulai proses
penyembuhan
Intraseluler : Cairan dengan banyak properti untuk memastikan proses
seluler yang terjadi baik tanpa kerumitan
Irreversible : Bentuk atau sifat yang dapat kembali ke bentuk semula
Kinetoplas : Sebuah massa berbentuk cakram DNA melingkar di dalam
mitokondria besar, ditemukan secara khusus dalam protozoa
dari kelas Kinetoplastea - (kinetoplastids)
KLB : Salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah
penyakit.
Konjungtiva : Lapisan tipis yang berada di mata yang berguna melindungi
sklera (area putih dari mata).
Kosmopolit : Organisme yang mampu hidup di berbagai kondisi
lingkungan.
Lateral : Istilah anatomi untuk struktur terjauh dari garis pertengahan
tubuh.
Lesi : Istilah kedokteran untuk merujuk pada keadaan jaringan
yang abnormal pada tubuh.
Leukositosis : Kondisi medis dimana seseorang memiliki jumlah sel darah
putih terlalu banyak. Sel darah putih adalah bagian dari
sistem kekebalan tubuh yang berperan melindungi diri dari
infeksi dan penyakit.
Likopeni : Jumlah sel darah putih yang kurang dari normal.
Limfadenopati : Istilah medis untuk menggambarkan adanya pembengkakan
pada kelenjar limfe. Kelenjar limfe sendiri adalah organ
tubuh yang berbentuk kacang polong yang tersebar di bawah
ketiak, lipatan paha, leher, dada, dan perut.
Limfosit : Salah satu jenis sel darah putih. Seperti halnya sel darah putih
lainnya, limfosit berfungsi sebagai bagian dari sistem daya
tahan tubuh. Limfosit terdiri dari tiga jenis yaitu sel B, sel T,
dan sel natural killer.
Malaise : Istilah medis untuk menggambarkan kondisi umum yang
lemas, tidak nyaman, kurang fit atau merasa sedang sakit.
Malphigi : Istilah yang umumnya menjelaskan baik sebagai stratum
basale dan stratum spinosum sebagai satu unit, meskipun
kadang-kadang didefinisikan sebagai stratum basale secara
spesifik
Manifestasi : Perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat
Megaesofagus : Suatu penyakit dimana esophagus membesar secara
permanen
Megakolon : Pelebaran atau pembesaran abnormal pada usus besar
(kolon).
Meningeal : Sistem membran yang melapisi sistem saraf pusat.
Meningoencephalitis : Peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak.
Metasoma : (Biologi) posterior bagian dari tubuh arthropoda.
Mielosupresi : Penurunan aktivitas sumsum tulang yang mengarah ke
konsentrasi yang lebih rendah dari trombosit, sel darah merah
dan sel darah putih.
Miokarditis : Radang dinding otot jantung
MOTIL : Berasal dari kata asing MOTILE yang dikelompokkan
sebagai kata sifat dengan arti Kemampuan Gerak
Mukosa : Lapisan kulit dalam, yang tertutup pada epitelium, dan
terlibat dalam proses absorpsi dan proses sekresi
Nekrosis : Bentuk cedera sel yang mengakibatkan kematian prematur
sel-sel pada jaringan hidup dengan autolysis
Neurologi : Cabang dari ilmu kedokteran yang menangani kelainan pada
sistem saraf. Dokter yang mengkhususkan dirinya pada
bidang neurologi disebut neurolog dan memiliki kemampuan
untuk mendiagnosis, merawat, dan memanejemen pasien dan
kelainan saraf.
Neurotoksin : Sebuah toksin yang beraksi di sel saraf - neuron - biasanya
dengan berinteraksi pada protein membran
Oselli : Bntik mata yang mengandung pigmen yang peka terhadap
cahaya.
Ovoid : Bentuk seperti telur
Palatum : Sebutan pada bagian langit-langit mulut. Palatum juga
merupakan nama tulang dari bagian langit-langit mulut.
Palatum dibagi menjadi 3 yaitu Palatum molle, Palatum
durum, Raphe palati.
Papula : Benjolan di atas kulit yang biasanya terdiri atas infiltrat.
Ukuran papula sebesar kepala jarum sampai kacang polong.
Papula dapat berwarna putih, merah, kekuning-kuningan,
atau kuning cokelat.
Parasitemia : Kehadiran parasit dalam darah beredar; digunakan terutama
mengacu pada protozoa malaria dan protozoa lainnya dan
mikrofilaria.
Pedipalpi : (Zoologi) Sebuah divisi dari Arachnida, termasuk
kalajengking cambuk (Thelyphonus) dan bentuk sekutu.
Kadang-kadang digunakan dalam arti yang lebih luas untuk
menyertakan juga kalajengking sejati.
Perifer : Terletak di tepi, jauh dari pusat.
Pneumonitis : Istilah umum yang mengacu pada peradangan jaringan paru-
paru.
Probosis : Bagian tubuh yang memanjang dari kepala hewan. Proboscis
digunakan untuk makan dan menghisap bagi serangga ,
misalnya kupu-kupu.
Pruritus Nokturna : Gatal pada malam hari karena aktivitas tungau ini lebih tinggi
pada suhu yang lebih lembab dan panas, yaitu pada malam
hari.
Pulmonary : Yang berkaitan dengan paru-paru.
Purulenta : Radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis.
Pustula : Potongan kulit yang penuh dengan cairan kekuning-
kuningan yang biasa disebut dengan nanah.
Reservoir : Reservoir adalah tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon
(gas, oil, water) yang telah bermigrasi dari source rock.
Retrobulbair : Neuritis retrobulbar adalah kerusakan yang terjadi pada
bagian saraf optik yang terletak di belakang bola mata, paling
sering dikaitkan dengan multiple sclerosis.
Rhobdovirus : Salah satu kelompok virus yang terdiri dari famili
Rhabdoviridae, yang menyebabkan rabies dan stomatitis
vesikular sapi dan kuda.
Rodentia : Binatang pengerat
Ruam Makulopapular : Bintik-bintik dan benjolan kecil kemerahan pada kulit.
Secret : Sisa hasil ekskresi yang tidak lagi memiliki manfaat bagi
tubuh sehingga diproses untuk dikeluarkan dari dalam tubuh
karena jika menumpuk akan berubah menjadi
racunberbahaya.
Serologi : Ilmu yang mempelajari reaksi antigen, antibodi secara
invitro.
Simtomatik : Pengobatan berdasarkan gejala yang timbul
Sistemskeletal : Sistem yang terdiri dari tulang (rangka) dan struktur yang
membangun hubungan (sendi) di antara tulang-tulang
tersebut
Sklera : Sklera adalah bagian mata yang merupakan lapisan paling
luar dari bola mata. Sklera berwarna putih dan bersifat keras
karena memiliki banyak serat keras dari jaringan ikat.
Spermatopora :?
Spesimen : Spesimen merupakan sekumpulan dari satu bagian atau lebih
bahan yang diambil langsung dari sesuatu bahan uji.
Splenomegali : Pembesaran limpa, keadaaan ini biasanya terjadi akibat
proliferasi limfosit dalam limpa karena infeksi di tempat lain
tubuh
Sporadis : Sebuah kondisi yang menggambarkan keadaan yang tidak
merata dan jarang, hal ini terkait dengan penyebaran sesuatu,
seperti tanaman ataupun jenis penyakit tertentu.
Stratum Korneum : Lapisan terluar dari epidermis.
Streptomycin : Obat yang umumnya digunakan untuk mengobati
tuberculosis (TB) dan infeksi akibat bakteri tertentu.
Supurasi : Proses pembentukan nanah akibat proses radang.
Tibia : Tulang kering
Ulkus : Kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit
Ulserasi : Proses atau fakta adanya luka terbuka yang mungkin sulit
untuk sembuh, contohnya pada ulkus kaki diabetik,
ulcerative colitis, dll
Unilateralisme : Agenda ataupun yang mendukung suatu tindakan sepihak
Varians : Salah satu parameter yang menjelaskan, antara lain,
distribusi probabilitas sebenarnya dari suatu populasi
bilangan yang diobservasi, atau distribusi probabilitas
teoretis dari sebuah populasi yang tidak secara penuh
diobservasi di mana sebuah bilangan sampel diambil
Vektor : Organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi
menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang
ke yang lain.
Vesikuler : Vesikuler adalah kondisi yang ditandai oleh penonjolan kecil
dari kulit yang berisi cairan (blister)
Viremia : Keadaan dimana di dalam darah ditemukan virus. Secara
normal, darah bebas dari virus. Jenis virusnya bisa macam-
macam, tergantung dari penyakit yang diderita, contohnya
virus HIV, virus hepatitis, virus campak, dll.
Virulen : Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit dan mampu
menyerang jaringan tubuh sehingga menyebabkan penyakit
parah.
Xenodiagnosis : Diagnosis dengan bantuan kutu busuk atau kutuTriatoma.
Zoonosis : Infeksi yang ditularkan di antara hewan vertebrata dan
manusia atau sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai