Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun untuk melengkapi tugas Program Internship Dokter Indonesia di Rumah


Sakit

Disusun oleh:
dr. Gladys Chintya Darma

Pembimbing:

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RS BHAYANGKARA TK III PEKANBARU

PEKANBARU

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR............................................................................................ iii

BAB 1 PANDAHULUAN..................................................................................... 4

BAB 2 LAPORAN KASUS.................................................................................. 7

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 26

3.1 Definisi............................................................................................................. 26

3.2 Epidemiologi.................................................................................................... 26

3.3 Faktor Risiko................................................................................................... 27

3.4 Klasifikasi Kehamilan Ektopik...................................................................... 29

3.5 Patologi............................................................................................................. 31

3.6 Jenis Kehamilan Ektopik............................................................................... 34

3.7 Gambaran klinik............................................................................................. 37

3.8 Diagnosis.......................................................................................................... 38

3.9 Diagnosa Banding........................................................................................... 41

3.10 Penatalaksanaan........................................................................................... 41

BAB 4 KESIMPULAN......................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 47

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh; dengan mengucap syukur

kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka atas rahmat-Nya akhirnya penulis dapat

menyusun Laporan Kasus ini dengan lancar. Laporan Kasus adalah salah satu tugas

yang harus dipenuhi peserta Program Internship Dokter Indonesia. Pada kesempatan

kali ini, Laporan Kasus yang penulis susun berjudul “KEHAMILAN EKTOPIK

TERGANGGU”.

Tentunya dalam penyusunan Laporan Kasus ini, penulis banyak mendapat

rintangan dan hambatan, akan tetapi dengan bantuan beberapa pihak rintangan dan

hambatan itu bisa teratasi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada

dr. selaku pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan Laporan Kasus ini.

Tentunya penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari kata

sempurna, baik itu dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran-

saran yang membangun dari pembaca tentunya sangat penulis harapkan untuk

penyempurnaan penulisan selanjutnya.

Penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat menjadi manfaat bagi

pembaca terkhusus rekan sesama peserta Program Internship Dokter Indonesia

lainnya.

Wassalamua’laikum Wr.Wb

Pekanbaru,

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio).
Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran
hidup dan 450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang, hal ini
berarti 99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari
negara berkembang.1

Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih


tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat
AKI sebesar 13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000
kelahiran hidup di Malaysia, 110/100.000 kelahiran hidup di Thailand,
380/100.000 kelahiran hidup di Myanmar dan 420/100.000 kelahiran hidup di
Indonesia.1

Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada
tahun 2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas
lainnya dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus
dengan proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang
berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. 1

Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh


dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum

4
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau
syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.1

Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%


kematian ibu pada negara-negara berkembang.2 Insiden rate Kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970
dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Berdasarkan
data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate kehamilan ektopik
di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Dan
pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan.
Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik
meningkat dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama
periode 1970-1974 sampai 1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000
kehamilan.1

Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di anatara senter pelayanan


kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan.3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama
periode tahun 1997-2000 terdapat 122 kasus kehamilan ektopik terganggu, 14
pada periode tahun 1999-2003. Frekuensi kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41
kehamilan. Di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005 terdapat 133 kasus kehamilan ektopik terganggu diantara 7.498
kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada periode 1999-2006 terdapat 103 kasus
kehamilan ektopik terganggu di RSU St.Elisabeth Medan.1

Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba


sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
jarang ditemukan. 4

5
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat
terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus
memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari
terapi medisinalis. 4

BAB 2

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PRIBADI

6
Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 25 tahun

Pendidikan : S1

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jalan Pesisir RW 006, RT 001

MRS : 27/04/2018 ( 23 : 45 )

No RM : 03-97-83

KELUHAN UTAMA :

Nyeri perut bawah kiri sejak 2 jam lalu SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri hebat diperut bagian


kanan bawah sejak 2 jam SMRS, Sakit seperti ditusuk-tusuk, muncul
secara tiba-tiba tanpa pencetus dan semakin lama dirasakan semakin berat.
Selain nyeri pasien juga mengeluhkan adanya keluar darah dari
kemaluan berwarna kehitaman, bergumpal + dan jumlahnya sedikit-sedikit
sejak 1 hari yang lalu. Darah keluar setelah rasa sakit muncul.
BAB dan BAK seperti biasa dan tidak ada keluhan demam. Riwayat
trauma pada bagian perut disangkal.
Pasien mengaku tidak tidak haid kurang lebih dalam 5 - 6 minggu ini,
dan baru tahu setelah di lakukan pemeriksaan oleh dokter SpOG ( plano
test + ).

7
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Hipertensi (-), diabetes melitus (-), Asma (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-)

RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT :

Asama Traneksamat

RIWAYAT MENSTRUASI

 menarche usia 12 tahun


 lama haid 7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut
 HPHT : 15 - 2 - 2018
 TTP : 22 – 11 - 2018

RIWAYAT OBSTETRIK

G2P1A0

1. 6 - 12 - 2014,Aterm. SC. SpOg. Hidup ( Rs Zainab )


2. Hamil ini

RIWAYAT KONTRASEPSI

PEMERIKSAAN UMUM :

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang - Berat


Sensorium : Composmentis
Tekanan Darah : 110 / 80 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Suhu : 36,7°C
Pernafasan : 25 x/menit

8
PEMERIKSAAN FISIK (STATUS GENERALIS)

STATUS GENERALIS

Kepala

Mata : Konjunctiva anemis -/-), Sclera ikterik (-/-), Pupil isokor


(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)

Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)

Telinga : Gangguan pendengaran (-)

Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)

Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)

Thoraks

Paru

 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran


ICS (-)
 Palpasi : Gerakan dada simetris.
 Perkusi :

D S
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

 Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), Suara Nafas (+)

Jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tampak

9
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra,
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan perut kanan bawah (+)
 Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

 Superior : Hangat (+), edema (-)


 Inferior : Hangat (+), edema (-)

STATUS OBSTETRI

Inspeksi : datar

Palpasi : tinggi fundus uteri (TFU) tidak dapat dinilai

Leopold I: tidak teraba

Leopold II: tidak teraba

Leopold III : tidak teraba

Leopold IV : tidak teraba

DJJ :-

STATUS GINEKOLOGI

Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada ballotement

Palpasi : fundus uteri sulit dievaluasi, nyeri tekan iliaka (+)

10
Pemeriksaan dalam : tidak dilkukan

Inspekulo : tidak dilakukan

USULAN PEMERIKSAAN

- Darah Rutin
- Plano test
- USG Abdomen

Plano test

11
Darah Rutin

Tanggal 28-04-2018 Nilai normal


Hb 11,9 12 - 16
Hct 37,4% 36 - 47 %
Eritrosit 4,44 juta/mm3 4,10 - 5,1
Leukosit 9.600 4000 - 10.000
Trombosit 230.000 150.000 - 450.000
BT 2’ 1’ - 3’
CT 6’ 2’ - 8 ‘

USG Abdomen 28 - 4- 2018

12
13
14
Hepar : ukuran normal, parenkim homogeny tidak tampak massa
Vessica Fellea : Batu -, sludge -
Lien dan pancreas : ukuran normal, parenkim homogeny tidak
tampak massa
Renal bilateral : Ukuran normal, pelviocalices tidak melebar, batu
-

15
Vesica Uranria : batu -, masa -
Uterus : antefleksi ukuran 71,2 x 38,9 cm
Adneksa kanan : terdapat gestasonal sac ukuran 15,6 mm tampak
koleksi cairan bebas inhomogen di posterior uterus
Tidak tampak bayangan tubular buntu appendik dengan dinding
yang edema ( appendik tidak tervisualisasi )
Kesan :
1. Suspek KET dengan koleksi cairan bebas di cavum
abdomen
2. Appendik tidak tervisualisasi
3. Hepatobilier, pancreas, renal bilateral, vesika urinaria
saat ini tidak tampak kelaianan.

DIAGNOSIS BANDING

1. G2P1A0 gravida 5 – 6 minggu dengan KET + prev SC 1 x


2. Appendicitis akut

Terapi :

Kenyataan Lege Artis Keterangan


Tanggal 27 - 4 - 2018 Penatalaksaan : Berdasarkan indikasi
1. IVFD RL 20 TPM
1) Pembedahan yang diperoleh pada
2. Injeksi ketorolac 1
Laparotomi pasien, ditentukan terapi
ampul / 8 jam
2) Medikamentosa KET yang sesuai yaitu
3. Pronalges supp 2
4. Injeksi Ceftriakson - Methotrexate pembedahan.

1 gr 12 jam
Medikamentosa tidak
Tanggal 28 - 4 - 2018
dilakukan, kondisi
Konsul dr. Sp OG
pasien tidak sesuai
5. laparotomi
salpingektomi kriteria
dekstra + eksisi
baji tuba kornu
a/I ruptur tuba

16
pars kornu
( 21:00)

Follow up :

Tanggal S O A P

28 April Nyeri bekas Kes: composmentis Post  Mobilisasi kanan

2018 op laparotomi kiri


TD: 100 / 70 mmHg  IVFD RL : D5
salpingekt
Nadi: 80x/menit ( 1 : 1 ) 20 TPM
omi +  Diet ML
 Inj Ceftriakson 1
Nafas: 20x/menit eksisi baji
gr / 12 jam
tuba pars  In ketorolac 1
Suhu: 36,5oC
cornu amp / 8 jam
Thorax: dextra a/I

I: statis simetris,dinamis ruptur tuba

simetris pars cornu

dextra
P: vocal fremitus simetris

17
P: sonor seluruh lapang

paru

A: vesikuler (+/+),

rhonki basa basal (-/-),

wheezing (-/-)

Cor : S1, S2 (+), murmur

(-), gallop (-)

Abdomen:

Soepel, BU (+), Nyeri

tekan (+),

Ekstremitas : akral hangat

29 April nyeri pada Kes: composmentis Post  Mobilisasi kanan

2018 bekas laparotomi kiri


TD: 120/90 mmHg  IVFD RL 20 TPM
operasi salpingekt  Diet ML
Nadi: 86x/menit  Inj Ceftriakson 1
omi +
gr / 12 jam
Nafas: 20x/menit eksisi baji  In ketorolac 1
tuba pars amp / 8 jam
Suhu: 37oC
cornu
Thorax: dextra a/I

I: statis simetris,dinamis ruptur tuba

simetris pars cornu

18
P: vocal fremitus simetris dextra

P: sonor seluruh lapang

paru

A: vesikuler (+/+),

rhonki basa basal (-/-),

wheezing (-/-)

Cor : S1, S2 (+), murmur

(-), gallop (-)

Abdomen:

Soepel, BU (+), Nyeri

tekan (+),

Ekstremitas : akral hangat

30 April Tidak ada Kes: composmentis Post  Infus aff


 GV
2018 keluhan laparotomi  Asam mefenamat
TD: 130/80 mmHg
salpingekt 3x1
Nadi: 82x/menit  Cefadroxyl 2 x 1
omi +  Ranitidine 2 x 1

Nafas: 20x/menit eksisi baji

tuba pars
Suhu: 36,8oC
cornu
Thorax: dextra a/I

I: statis simetris,dinamis ruptur tuba

19
simetris pars cornu

dextra
P: vocal fremitus simetris

P: sonor seluruh lapang

paru

A: vesikuler (+/+),

rhonki basa basal (-/-),

wheezing (-/-)

Cor : S1, S2 (+), murmur

(-), gallop (-)

Abdomen:

Soepel, BU (+), Nyeri

tekan (-),

Ekstremitas : akral hangat

1 Mei Tidak ada Kes: composmentis Post BLPL

2018 keluhan laparotomi


TD: 120/70 mmHg
salpingekt
Nadi: 80x/menit
omi +

Nafas: 20x/menit eksisi baji

tuba pars
Suhu: 36,8oC
cornu
Thorax: dextra a/I

20
I: statis simetris,dinamis ruptur tuba

simetris pars cornu

dextra
P: vocal fremitus simetris

P: sonor seluruh lapang

paru

A: vesikuler (+/+),

rhonki basa basal (-/-),

wheezing (-/-)

Cor : S1, S2 (+), murmur

(-), gallop (-)

Abdomen:

Soepel, BU (+), Nyeri

tekan (-),

Ekstremitas : akral hangat

21
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi,


berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada
serviks uteri.5

Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab


kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka
para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.4

22
3.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu.12 Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.1

Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan


ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga
progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga
meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi
di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap
peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.1

Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis
lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. 1

Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk


dan keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara
sedang berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah
daripada di Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi
tinggi.1

Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari


241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang.1

23
3.3 Faktor resiko
Faktor risiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk
dalam meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang
kuat antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat
migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan
pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan
ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin
menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan
infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.6

Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan


memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
lemah terhadap peningkatan risiko kehamilan ektopik. Tidak jelas
kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi
oral, keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.6

Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:

 Riwayat Kehamilan Jelek


Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah
mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk
terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik
menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%. Sebagai
konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan ektopik sebelumnya dan
mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa. 1

 Riwayat infeksi pelvis


Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat

24
penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan
ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan
gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat
fisiologis. 1

 Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik.
Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio
kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian
kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik
per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.

Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang
tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi
akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa.
Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan
tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi. 1

 Riwayat operasi tuba


Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal
maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor

resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1

 Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba. 1

25
3.4 Klasifikasi kehamilan ektopik
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan :

a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi. 3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan,
dan 35% kasus pada tuba uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa
terjadi kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5

26
Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik

3.5 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.3

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

27
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba
dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.3

gambar 2 Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis

28
terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur
adalah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus
dapat terjadi kehamilan intraligamenter.3

Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan
kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi
seluruhnya dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. 3

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh


kantomg amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. 3

29
Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

3.6 Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan
tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi
akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak
segera dioperasi akan menyebabkan kematian. 3

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan


isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup

30
sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada
kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada. 3

2. Kehamilan ektopik ganda


Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan
dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik
ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara
15.00-40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.3

Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi


kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus
yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3

3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :

a. Tuba pada sis kehamilan harus normal


b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi
korialis dan mungkin juga mudigah.3

31
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal
jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh
karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis.3

Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :

a. Ostium uteri intertum tertutup


b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.3

5. Kehamilan ektopik kronik


Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya
janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen
dari plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila
janin cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan
ini merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas
janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila
kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan
sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.3

3.7 Gambaran Klinik

32
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari


perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.1

Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri


dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.1

Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada


kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.1

Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda


yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian

33
janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya
sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1

Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks


uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari
diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1

3.8 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang

Anamnesis

Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan
atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil muda
dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dan
perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1 Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8

Pemeriksaan umum

Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.1

Pemeriksaan ginekologi

Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks


menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang

34
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1

Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari
setelah meninggalnya mudigah.5

Dilatasi dan kerokan


Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5

Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu.5

Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5

35
Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik

Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku,darah menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3

36
Gambar 5 teknik Kuldosintesis

3.9 Diagnosa banding


Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1. Infeksi pelvik
2. Abortus
3. Tumor ovarium
4. Ruptur korpus luteum 5

3.10 Penalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua
kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier,
atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 4

1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai

37
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian
diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen
dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada
sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-
hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah
yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran
produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan
menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan
bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa
trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen
dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah
kerusakan lebih jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang
akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan
otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang
diikuti dengan terjadinya perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba
yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur
normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe
magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma
pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan

38
harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari
terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler
dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable
6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus tambahan. 4

3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin
dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri
digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom
pada ligamentum latum. 4

4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi

B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik
secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4

39
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi
kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi
trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung
dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis
hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi
hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada
dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar,
supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat
yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan
mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal
MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu
kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7
setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG
berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka
mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m 2 kedua. Stoval dan Ling pada
tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan
dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau
kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
• Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan

40
risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
• Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan
lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis
tunggal)
•Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
• hemodinamik stabil
• Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
• Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan
tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba
kontra-lateral)
•Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat
diandalkan dan bersedia untuk kembali control
• Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
• + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10

BAB 4

KESIMPULAN

Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum

41
uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Tempat tersering
mengalami implantasi ekstrauterin adalah pada tuba Falopii (95%).
Pasien Ny.N, 30 tahun datang dengan kuhan perdarahan pervaginam, nyeri
perut bawah sebelah kanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di
tegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu, diputuskan untuk dilakukan
Laparotomi, dan ditemukan kehamilan abdominal. Massa konsepsi terselubung
dalam omentum dan sebagian pada colon. Diputuskan untuk membuang massa
kehamilan pada omentum dan membiarkan sisa konsepsi pada colon dan
dilakukan salpingooforektomi dekstra serta tubektomi sinistra. Pasien dipulangkan
dengan kondisi baik dan disarankan kontrol ke poliklinik kandungan. Secara
umum, alur penegakkan diagnosis dan penatalaksaan sudah tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik Medan


tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009

42
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s Obstetry
23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2010.
3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
4. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 21
April 2013.
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American
College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih
University of Ankara. 2004
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2000.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005

43

Anda mungkin juga menyukai