Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI INVERTEBRATA

PRAKTIKUM II

TOLERANSI HEWAN INVERTEBRATA TERHADAP SALINITAS

OLEH:

NAMA : UMROATUS SHOLIHAH


NIM : F1D1 15 084
KELOMPOK : III (TIGA)
ASISTEN : ISNA ARISKA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salinitas adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu kilogram air

laut. Salinitas merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terganggunya

suatu individu atau tumbuhan. Organisme itu toleran terhadap suatu faktor

lingkunganya dalam kondisi faktor yang mendekati batas-batas kisaran toleransi

organisme berada dalam kondisi tegangan fisiologis atau kondisi kritis yang

menentukan kelulusan hidupnya.

Planaria adalah hewan invertebrata yang masuk dalam Filum

Platyhelminthes alias cacing pipih, dikatakan pipih karena bentuknya pipih atau

gepeng. Planaria merupakan hewan invertebrata, termasuk cacing pipih yang

hidupnya bebas di alam, umumnya hidup di air tawar,sungai, danau atau di laut.

Cacing ini merupakan anggota dari kelas Turbellaria. Planaria mempunyai relung

ekologi di perairan yang mengalir, jernih airnya, serta terlindung oleh pepohonan.

Planaria hidup bebas di dalam air dan melekat pada suatu objek. Populasi planaria

di alam bisa berkurang karena berbagai hal, misalnya adalah adanya banjir yang

bisa menyebabkan planaria terluka atau terpotong-potong. Apabila hal ini sering

terjadi maka populasi planaria di alam bisa berkurang.


O
Planaria dapat di pelihara pada temperatur 68-72 C, dengan tidak

menurunkan suhunya, serta tidak menempatkan pada cahaya yang kuat dan

sebaiknya memelihara planaria pada tempat gelap. Planaria sensitif terhadap

cahaya kuat, temperatur dan pH. Jika kondisi lingkungan diubah ukurannya tubuh
planaria menjadi kecil dari ukuran semula. Berdasarkan latar belakang diatas,
Perubahan
maka perlu dilakukan praktikum Toleransi Hewan Invertebrata terhadap

Salinitas.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum ini adalah bagaiaman mengidentifikasi

gejala-gejala fisiologis dan perilaku hewan yang berhubungan dengan efek

perubahan salinitas ?

C. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah untuk mengetahui

cara mengidentifikasi gejala-gejala fisiologis dan perilaku hewan yang

berhubungan dengan efek perubahan salinitas.

D. Manfaat Praktikum

Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah dapat mengetahui cara

mengidentifikasi gejala-gejala fisiologis dan perilaku hewan yang berhubungan

dengan efek perubahan salinitas.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Planaria

Planaria adalah hewan invertebrata yang masuk dalam Filum

Platyhelminthes alias cacing pipih, dikatakan pipih karena bentuknya pipih atau

gepeng. Planaria mempunyai relung ekologi di perairan yang mengalir, jernih

airnya, serta terlindung oleh pepohonan. Planaria hidup bebas di dalam air dan

melekat pada suatu objek. Populasi planaria di alam bisa berkurang karena

berbagai hal, misalnya adalah adanya banjir yang bisa menyebabkan planaria

terluka atau terpotong-potong. Apabila hal ini sering terjadi maka populasi

planaria di alam bisa berkurang (Lisdalia, 2006).

B. Habitat Planaria

Planaria hidup bebas di perairan tawar yang jernih, lebih suka pada air

yang tidak mengalir. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di tempat-tempat

yang teduh, misalnya dibalik batu-batuan, dibawah daun yang jatuh ke air dan

lain-lain. Planaria hidup di air tawar dalam danau, sungai dan rawa, mereka

menghindari sinar matahari dengan melekat di bawah permukaan batu atau

sepotong kayu. Cacing ini mudah diperoleh dengan cara memasukkan sekerat

daging hati ke dalam air sungai atau genangan air selama beberapa saat, jika di

dalam air tersebut ada planaria, maka bila daging itu kemudian diambil akan

terbawa juga planaria melekat pada daging hati tersebut (Sari, 2006).
C. Perkembangbiakan Planaria

Planaria berkembang biak secara aseksual dan seksual. Planaria yang

sudah dewasa mempunyai sistem reproduksi jantan dan betina atau bersifat

monoceus (hermaprodit). Perkembangbiakan planaria secara aseksual terjadi

dengan pembelahan secara transfersal yaitu mengalami penyempitan dan

konstriksi di belakang faring kemudian membelah diri, masing-masing potongan

melengkapi bagian tubuhnya menjadi individu-individu baru. Planaria hidup

berenang bebas di dalam air dan melekat pada suatu objek menggunakan mucus

dalam keadaan pasif. Gerakan Planaria meluncur dengan ujung anterior ke arah

depan. Planaria memakan hewan-hewan kecil, dan bila kelaparan aktif mencari

makan dengan berenang bebas didalam air (Munir, 2003).

D. Reprodiksi Planaria

Reproduksi pada Planaria dapat di lakukan dengan vegetatif secara

membelah diri dan secara generatif dengan perkawinan. Planaria ini merupakan

hewan hermaprodit (monoceus) tetapi tidak mampu melakukan pembuahan

sendiri. Kedua alat kelamin ini berkembang dari sel-sel formatif pada parenkhim.

Reproduksi planaria terjadi melalui dua moda, yaitu reproduksi aseksual

(transverse fission) dan reproduksi seksual dengan pembentukan gamet.

Reproduksi seksual, planaria dikenal sebagai hewan hermafrodit. Individu

planaria yang bereproduksi secara seksual (sexual strain) mampu membentuk

organ reproduksi yang berkembang pasca masa embrional, sedangkan individu

yang bereproduksi secara aseksual (asexual strain) gagal membentuk organ


reproduksi sehingga mutlak bereproduksi melalui pembelahan transversal

(Hertien, 2013).

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Regenerasi Planaria

Regenerasi planaria diantaranya dipengaruhi oleh suhu dan makanan,

semakin banyak makanan yang disuplai maka daya regenerasinya semakin tinggi.

Adapun pengaruh suhu, jika suhu tinggi, kandungan oksigen terlarut rendah dan

karbondioksida tinggi, maka planaria dalam beregenerasi banyak memerlukan

energi akibatnya daya regenerasinya lambat demikian juga sebaliknya jika suhu

rendah, kandungan oksigen tinggi, energi yang dibutuhkan sedikit maka planaria

aktif dalam beregenerasi. Planaria merupakan hewan yang tidak suka dengan

cahaya tinggi, dia hidup di tempat lembab dan suhu yang dingin (Isnaini, 2003).

F. Salinitas

Salinitas adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu kilogram air

laut. Salinitas merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terganggunya

suatu individu atau tumbuhan. Organisme itu toleran terhadap suatu faktor

lingkunganya dalam kondisi faktor yang mendekati batas-batas kisaran toleransi

organisme berada dalam kondisi tegangan fisiologis atau kondisi kritis yang

menentukan kelulusan hidupnya. Suatu populasi dapat melangsungkan

kehidupannya selama dalam batas-batas kisaran toleransi, kondisi faktor-faktor

abiotik dan ketersediaanya sumberdaya tertentu saja (Suciati, 2006).


G. Batas-batas Kisaran Toleransi Planaria

Adanya batas-batas kisaran toleransi terhadap kondisi faktor-faktor biotik

dan abiotik menyebabkan suatu makhluk hidup mempunyai relung ekologi (niche)

yang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain. Relung ekologi

ialah ruang fisik yang ditempati organisme serta memiliki kisaran suhu,

kelembaban, pH, intensitas cahaya dan keadaan lain yang spesifik bagi organisme

tersebut karena itu relung ekologi makhluk hidup tergantung tidak hanya di mana

dia hidup tetapi juga kepada apa yang dia perbuat (bagaimana mereka mengubah

energi, berperilaku tanggap terhadap lingkungan dan memiliki kemampuan untuk

mengubah lingkungan fisik dan abiotiknya) (Irawati, 2016).


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 18 Oktober 2018 pukul

06.30-08.00 WITA, bertempat di Laboratorium Unit Zoologi, Jurusan Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo,

Kendari.

B. Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan kegunaan


No. Nama Alat Satuan Kegunaan
1 2 3 4
1. Gelas beker 200 ml 6 buah Untuk menyimpan planaria
2. Gelas ukur 1 buah Untuk menyimpan larutan
3. Pipet tetes 1 buah Untuk mengambil larutan
6. Pinset 1 buah Untuk mengambil planaria
7. Stopwatch 1 buah Untuk mengukur waktu
toleransi planaria terhadap
salinitas
8. Kertas label Untuk menandai objek
pengamatan

C. Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan kegunaan


No. Nama Bahan Satuan Kegunaan
1 2 3 4
1. Planaria 24 ekor Sebagai bahan pengamatan
2. Aquadest Sebagai larutan kontrol
- cacing tanah (Pheretima sp.)
3. NaCL (0,1%, 0,5%, 1%, Sebagai larutan perbandingan
1,5% dan 2 %) kadar salinitas
D. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan hewan percobaan sebanyak 24 ekor

2. Menyediakan 6 beker gelas dengan volume dan bentuk yang sama lalu mengisi

dengan medium seperti pada tabrl dan memberi kode perlakuan masing-masing

beker gelas

3. Memasukan 4 ekor planaria kedalam beker gelas yang berbeda sesuai urutan

perlakuan lalu membiarkan selama 10 menit

4. Parameter yang diamati :

a. Pergerakan : skor 1 jika kurang aktif, skor 2 jika normal, skor 3 jika sangat

aktif.

b. Presentase individu yang bertahan hidup setelah 2 jam perlakuan

c. Gejala-gejala pengeluaran sekret setelah akhir percobaan


DAFTAR PUSTAKA

Hertien, K. S., dan Ulfah, B., 2013. Studi Tentang Ekologi dan Habitat Planaria,
Sp. di Subang: Kelimpahan dan Biomassa Merupakan Indikator
Kualitas Air Bersih, Jurnal Biosfera, 30 (2), 1-2

Isnaini, W. 2003. Fisiologi Hewan. Jurusan Biologi FMIPA UNNES.

Lisdalia, S., 2006. Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Kecepatan Regenerasi


non-alami Cacing Planaria, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Munir, M. 2003. Geologi Lingkungan. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya


Press

Sari, N. D. A, 2006. Pertumbuhan Planaria yang diperlakukan dengan Regenerasi


Buatan di Sungai Semirang Ungaran, Skripsi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Suciati., 2006. Pengaruh Suhu Air Terhadap Kecepatan Regenerasi Cacing


Planaria DiAliran Sungai Semirang Kabupaten Semarang, Skripsi,
Universitas Negri Makassar.

Wardani, U., Pengaruh Derajat Keasaman dan Bagian Potongan Tubuh Planaria
(Euplanaria Sp.) terhadap Kecepatan Regenerasi Sebagai Alternatif
Praktikum, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Jember
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 26 Oktober 2018,

pukul 06.30-08.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Unit Zoologi, Jurusan

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu

Oleo, Kendari.

B. Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan dan kegunaan

No. Nama Bahan Kegunaan


1 2 3
1. Akuades Sebagai larutan pembersih
2. NaCl Sebagai indikator salinitas
3. KCl Sebagai indikator pengamatan
4. Caenorhabditis elegans Sebagai objek pengamatan

C. Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan kegunaan

No. Nama Alat Kegunaan


1 2 3
1. Gelas beker Untuk wadah objek pengamatan
2. Gelas ukur Untuk mengukur volume cairan
3. Pipet tetes Untuk mengambil larutan
4. Pinset Untuk mengambil objek pengamatan
5. Stopwatch Untuk mengukur waktu
6. Timbangan analitik Untuk mengukur berat
D. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan alat dan bahan.

2. Menyediakan 6 gelas beker dengan volume dan bentuk yang sama lalu

mengisinya dengan medium berupa:

a. K-medium = 3,0 g/L NaCl + 2,36 KCl g/L per L air yang didestilasi

b. MHRW = 96 mg NaHCO3 + 60 mg CaSO4 2 H2O + 60 mg MgSO4

+ 4 mg KCl per L air yang didestilasi

3. Memasukkan hewan percobaan ke dalam gelas yang berbeda sesuai urutan

perlakuan lalu membiarkan selama 24 jam dan 96 jam.

4. Mengamati jumlah Caenorhabditis elegansyang mati.

5. Mencatat hasil pengamatan dan menghitung analisis data dengan uji

ANOVA.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengamatan keletalan Caenorhabditis elegans

K-mediuma MHRWb
No. Durasi
NaCl g/Lc % Letalitas NaCl g/L % Letalitas
1 2 3 4 5 6
1. 24 h Control 2,28A Control 2,70 A
2. 15,46 7,38A 20,50 6,05A
3. 15,50 11,75B 20,55 12,28B
4. 96 h Control 1,88A Control 1,30A
5. 15,50 5,55A 20,95 6,07A
6. 15,55 10,95B 21,00 13,15B

Keterangan :

a
K-medium = 3,0 g/L NaCl + 2,36 KCl g/L per L air yang didestilasi

b
MHRW = 96 MG NaHCO3 + 60 mg CaSO4 2 H2O + 60 mg MgSO4

+ 4 MG KCl per L air yang didestilasi

c
Sebagai tambahan untuk KCl, medium berisi 3,0 g/L NaCl

B. Pembahasan

Planaria adalah cacing yang mempunyai kemampuan regenerasi yang

tinggi. Cacing ini sangat sensitif terhadap intensitas cahaya, pH dan suhu

lingkungan dimana cacing tersebut tinggal. Populasi planaria di alam bias


berkurang karena berbagai hal, misalnya adalah adanya banjir yang bias

menyebabkan planaria terluka atau terpotong-potong, apabila hal ini sering

terjadi maka populasi planaria di alam bisa berkurang.

Cacing planaria mempunyai dua sistem reproduksi, yaitu aseksual dan

seksual. Sistem reproduksi aseksual perkembangbiakannya berlangsung secara

membelah, pada sistem reproduksi seksual, alat reproduksi bersifat sementara

dan akan berdegenerasi yaitu menghilang dengan cara menyusut dan tidak

berfungsi lagi setelah musim kawin selesai. Masa reproduksi ini merupakan

suatu periode rawan sehingga batas-batas toleransi untuk individu yang sedang

reproduksi biasanya lebih sempit dari pada hewan dewasa yang tidak sedang

bereproduksi.

Cacing planaria dapat hidup tanpa makanan dalam waktu yang panjang,

dengan cara melarutkan organ reproduksi, parenkim dan ototnya sendiri,

sehingga tubuh cacing menyusut. Tubuh yang menyusut akan mengalami

regenerasi jika cacing makan kembali. Ciri khas pada cacing planaria adalah

adanya kelenjar-kelenjar adesiv yang terletak di bagian ventral merupakan

kelenjar-kelenjar yang berhubungan dengan serabut-serabut otot. Sekresi dari

kelenjar ini membantu hewan untuk berpegangan pada substrat pada waktu

berjalan dan menangkap mangsa.

Umumnya planaria hidup di lingkungan yang mempunyai intensitas

cahaya yang teduh, suhu optimum berkisar antara 200-250 C dengan pH yang

netral. Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu, pada jenis-

jenis hewan yang berbeda dapat berbeda pula. Jenis hewan yang satu mungkin
lebih lebar kisaran toleransinya (euri), sementara jenis hewan lain mungkin

lebih sempit (steno) kisaran toleransinya.

Berdasarkan hasil pengamatan keletalan Caenorhabditis elegans dengan

durasi 24 h K-mediuma yaitu NaCl g/Lc sebagai control, legalitas 2,28A

sedangkan MHRWb yaitu NaCl g/Lc sebagai control, legalitas 2,70 A.

Pengamatan selanjutnya yaitu dengan durasi 96 h K-mediuma yaitu NaCl g/Lc

sebagai control, legalitas 1,88A sedangkan MHRWb yaitu NaCl g/Lc sebagai

control, legalitas 1,30 A. Hal tersebut disebabkan karena adanya faktor

pembatas yang merupakan komponen pokok minimal yang diperlukan untuk

melangsungkan kehidupan dalam suatu ekosistem seperti dalam suatu

ekosistem perairan, cahaya matahari, temperatur, salinitas, substrat dasar

sungai, kecepatan arus, kandungan oksigen dan karbondioksida yang terlarut

serta arus air merupakan faktor pembatas.


V. PENUTUP

A. Simpulan

Kesimpulan pada praktikum ini adalah salinitas merupakan faktor

eksternal yang sangat berpengaruh terhadap fisiologis hewan aquatik baik

kelompok hewan vertebrata maupun invertebrata.

B. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum ini adalah untuk semua teman

kelompok diharapkan kerja samanya ditingkatkan lagi dan mengetahui tujuan

dilakukannya praktikum ini agar ilmu yang didapat bisa bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai