Anda di halaman 1dari 16

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

GAGAL NAFAS e.c PPOK DAN PNEUMONIA

Nama : Jemirda Sundari Y


NPM : 0806334003

Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Indonesia
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini. Penulisan makalah
ilmiah ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan mata
kuliah kegawatdaruratan. Saya menyadari bahwa dengan bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, saya bisa menyelesaikan makalah ilmiah ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tuti Herawati S. Kp., M.N., selaku
koordinator mata ajar KGD dan teman-teman FIK UI yang telah memberi
semangat dan masukan berharga dalam penulisan makalah ilmiah ini. Berkat
dukungan dan kerja sama yang baik, makalah ilmiah ini dapat diselesaikan.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan memberikan segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ilmiah ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 17 Maret 2013

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1


1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2
1.3 Metode Penulisan ................................................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 3

BAB 2 TINJAUAN TEORI ....................................................................................... 4

2.1 Pengertian Gagal Nafas, PPOK, dan Pneumonia ................................................... 4

2.2 Patofisiologi Pasien Gagal Nafas ec PPOK dan Pneumonia ................................ 6

2.3 Pengkajian dan Manifestasi Klinis Gagal Nafas .................................................... 7

2.4 Penatalaksanaan pada Pasien Gagal Nafas ec PPOK dan Pneumonia ................... 8

2.4.1 Penatalaksanaan medis........................................................................................ 8

2.4.2 Penatalaksanaan keperawatan ............................................................................. 9

BAB 3 PENUTUP ...................................................................................................... 12

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 12

3.2 Saran ...................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 13

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang semakin pesat
menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat. Persaingan yang
muncul dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup manusia menuntut agar manusia
mampu meningkatkan produktifitas kerjanya semaksimal mungkin. Usaha untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan dengan kerja keras yang berlebihan
sehingga dapat menimbulkan stress fisik maupun emosional. Selain itu juga,
terjadi peningkatan jumlah pabrik dan berbagai kendaraan. Asap dari pabrik,
kendaraan, dan rokok merupakan suatu polutan dalam udara. Bila tidak diimbangi
dengan penghijauan, maka sistem tubuh yang pertama terganggu adalah sistem
pernapasan. Karena manusia bernapas membutuhkan pertukaran gas, dimana
menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida hasil dari sisa metabolisme.
Bila udara yang dihirup tidak bersih maka akan mengakibatkan gangguan
pernapasan.
Survey Kesehatan Rumah Tangga yang dilakukan pada tahun 1996, menurut
Dirjen Pelayanan Medik (YANMED) Departemen Kesehatan; Sri Astuti
Supartono mengatakan bahwa penyakit yang menyebabkan sesak nafas seperti
bronchitis, emfisema, dan asma merupakan penyebab kematian ketujuh di
Indonesia. Bronkitis dan emfisema merupakan penyakit paru obstruktif kronik.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut : kebiasaan merokok
yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %, pertambahan penduduk,
industrialisasi, dan polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di
pertambangan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Penyakit paru obstuktif kronis (PPOK) masih merupakan komplikasi penting
dari gagal napas. Dasar fisiologis kegagalan pernapasan akut pada PPOK
sekarang jelas. Ketidakcocokan ventilasi/perfusi yang signifikan dengan
peningkatan relatif ruang mati menyebabkan hiperkapnia dan asidosis karenanya.
Selain PPOK, pneumonia juga merupakan infeksi penapasan bawah akut yang
banyak ditemukan. Jurnal medika tahun 2011 menyebutkan bahwa seringkali sulit

1
membedakan pneumonia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Bisa
dikatakan bahwa pneumonia adalah suatu penyakit penyerta atau faktor risiko
untuk terjadinya suatu eksaserbasi dari PPOK.
PPOK adalah penyebab utama umum dari kegagalan pernapasan (Hudak dan
Gallo, 1997). Gagal nafas merupakan masalah keupayaan untuk bernafas tetapi
bukan sesuatu penyakit. Gagal nafas dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan
sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2),
eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah
ventilasi difusi atau perfusi (Hairina, 2011). Gagal nafas juga menjadi sebagai
masalah pengobatan seumur hidup (life-threatening) yang dimana telah
mewujudkan konsep pengobatan intensif (Intensive care unit-ICU) di rumah sakit
utama. ICU menyediakan peralatan untuk mensuport untuk mempertahankan
fungsi vital pada pasien gagal nafas.
Penanganan gagal nafas harus dilakukan dengan segera karena risiko kematian
lebih tinggi. Selain itu, gagal nafas juga berisiko menyebabkan multipel gagal
organ yang lain. Untuk itu, tujuan penulisan makalah ilmiah ini dilakukan adalah
untuk membahas mengenai penatalaksanaan pasien gagal nafas ec PPOK dan
Pneumonia.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ilmiah ini adalah:
1. Mengetahui definisi PPOK, Pneumonia, dan Gagal Nafas
2. Mengetahui patofisiologi pada pasien gagal nafas ec PPOK dan
pneumonia
3. Mengetahui tanda dan gejala gagal nafas
4. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien gagal nafas ec PPOK dan
pneumonia

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan pada makalah ini adalah deskriptif dengan teknik studi
pustaka dengan menggunakan berbagai literature yang terdiri dari buku, jurnal,
dan artikel.

2
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ilmiah ini, secara sistematis disusun menjadi empat bab
dan masing-masing bab terdiri dari sub bab yaitu sebagai berikut :

BAB 1 : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB 2 : Tinjauan teori, yang terdiri dari pengertian PPOK, pneumonia, dan gagal
nafas; patofisiologi pasien gagal nafas ec PPOK dan pneumonia; tanda
dan gejala gagal nafas; penatalaksanaan pasien gagal nafas ec PPOK dan
pneumonia

BAB 3 : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian PPOK, Pneumonia, dan Gagal Napas


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
atau reversibel parsial (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik
merupakan peradangan salluran udara (bronkus) yang ditandai oleh batuk
berdahak selama minimal 3 bulan dalam setahun pada 2 tahun berturut-turut.
Emfisema yaitu perubahan anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai
kerusakan dinding alveolus (Hudak dan Gallo, 1997). Jurnal medika tahun 2011
menyatakan penyakit penyerta atau faktor risiko untuk terjadinya suatu
eksaserbasi dari PPOK adalah pneumonia.
Pneumonia secara klinis didefinisakan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit) (Nuryasni,
2009). Menurut Hudak dan Gallo (1997), pneumonia adalah infeksi akut dari
parenkim paru dari distal sampai bronkiolus terminalis. PPOK dan pneumonia
dapat menyebabkan gagal nafas pada penderitanya.
Gagal nafas adalah tidak berfungsinya pernapasan pada derajat dimana
pertukaran gas tidak adekuat untuk mempertahankan analisa gas darah normal,
dengan kata lain PO2 < 50 mmHg dan PCO2 > 50 mmHg (Hudak dan Gallo,
1997). Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi (Susan Martin T, 1997 dalam Hairina, 2011). Gagal nafas adalah
kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan
karbon dioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001). Gagal nafas terjadi bilamana
pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-
sel tubuh sehingga menyebabkan tekanan oksigen kurang dari 50 mmHg

4
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2001).
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas
kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik dan emfisema.

5
2.2 Patofisiologi Pasien Gagal Nafas ec PPOK dan Pneumonia

Pasien PPOK
Kerusakan jaringan paru :
- Penyempitan saluran nafas dan fibrosis
- Destruksi parenkim
- Hipersekresi mukus

- Etiologi Primer : Infeksi trakeobronkial


- Etiologi Sekunder : pneumonia

Eksaserbasi akut Bersihan Jalan nafas tidak efektif

Sesak bertambah Produksi sputum 


Peningkatan tekanan
hidrostatik pulmonal
Dinding alveoli rusak
akibat infeksi
Peningkatan aliran
limpatik
Area permukaan alveolar yang kontak langsung
dengan kapiler paru secara kontinu 
Cairan transudat ke
alveolus
 ruang rugi

Edema pulmonal
Kerusakan difusi O2

Kerusakan Pertukaran Gas


Hipoksemia

 PaCO2 Eliminasi CO2


Gagal Napas mengalami kerusakan
(hiperkapnia)

Sumber : (Hudak and Gallo, 1997; Smeltzer, and Bare, 2001; Black and Jane, 2002; Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003; Katyal, P and ognjen, 2006).

6
2.3 Pengkajian dan Manifestasi Klinis Gagal Nafas
Menurut Black and Jane (2002), Pengkajian gagal nafas terdiri dari :
1. Airway : Peningkatan sekresi pernapasan; bunyi nafas krekels, ronki dan
wheezing.
o Produksi sputum : catat perubahan warna sputum klien, bau, kualitas,
dan kuantitas. Normalnya, trakeobronkial memproduksi 3 ons mucus
per hari sebagai bagian mekanisme pembersihan yang normal.
o Krekels. Bunyi ini terdengar bila terbukanya saluran udara kecil yang
berisi cairan. Krekels selalu terdengar selama inspirasi dan tidak hilang
dengan batuk.
o Ronki. Timbul akibat udara yang melewati cairan. Suara ini ada pada
klien dengan produksi mukus berlebih. Ronki selalu terdengar saat
ekspirasi dan hilang dengan batuk.
o Wheezing. Bunyi ini timbul karena adanya udara yang lewat pada jalan
napas yang sempit. Wheezing terdengar selama inpirasi dan ekspirasi.
Wheezing yang parah akan terdengar tanpa menggunakan stetoskop.
2. Breathing : Distress pernapasan :pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi; menggunakan otot aksesori pernapasan;
kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.
o Dispnea.salah satu manifestasi pasien dengan gangguan paru dan
jantung. Ini adalah gejala subyektif dan refleksi dari penilaian klien
terhadap kerja napasnya.
3. Circulation : takikardia; sakit kepala; gangguan tingkat kesadaran : ansietas,
gelisah, kacau mental, mengantuk; penurunan haluaran urine.
Tanda yang menunjukkan bahwa seseorang mengalami gagal nafas yaitu :
aliran udara di mulut dan hidung tidak dapat didengar/dirasakan; pada gerakan
nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi, adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha
memberikan ventilasi buatan; terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring,
dan wheezing; dan ada retraksi dada. Gejala pada gagal nafas yaitu penurunan
kesadaran, takikardia, gelisah, berkeringat, dan sianosis (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003).

7
Menurut Black and Jane (2002), dalam menganalisis gejalanya perlu
diperhatikan :
o Onset. Kapan manifestasi awalnya muncul?
o Lokasi. Lokasi penting diketahui, misalnya pada nyeri dada. Tujuannya untuk
mnegetahui nyeri dada yang timbul akibat masalah jantung atau pernapasan.
o Durasi. Durasi ini penting untuk mengetahui gejalanya termasuk akut atau
kronik
o Persepsi klien. Perlu ditanyakan pada klien tentang apa saja hal yang dirasakan.
Selain itu, pada produksi sputum juga perlu ditanyakan berapa banyak sputum
yang dikeluarkan setiap hari.
o Penyebab parahnya atau hilangnya gejala. Lingkungan dan posisi seperti apa
yang dapat menghilangkan atau bahkan memperparah gejala yang muncul.
o Timing. Mencakup waktu awal munculnya dan periodenya (hari, minggu, atau
bulan) selama masalah terjadi.

2.4 Penatalaksanaan pada Pasien Gagal Nafas ec PPOK dan Pneumonia


2.4.1 Manajemen Medis
Manajemen medis pada pasien gagal nafas e.c PPOK dan Pneumonia
menurut Black and Jane, 2002; Calverley, 2003; Baltopoulus and Nicolaos,
2004; Murat, 2013), adalah :
o Koreksi hipoksemia. Ini sangat penting dalam mempertahankan
oksigenasi adekuat, dengan cara meningkatkan FiO2 pada ventilasi
mekanik yang digunakan.
o Kurangi preload. Klien ditempatkan pada posisi tegak. Diuretik
diresepkan untuk eksresi cairan. Nitrat, seperti nitrogliserin digunakan
untuk vasodilatasi.
o Kurangi afterload. Gunanya untuk mengurangi beban kerja ventrikel
kiri. Agen antihipertensi termasuk agen ampuh seperti nitroprusid
diresepkan. Morpin juga diresepkan untuk mengurangi ansietas.
o Support perfusi. Ventrikel kiri di support dengan menggunakan inotropik
seperti dobutamin. Urine output selalu di monitor untuk mengetahui
apakah fungsi ginjal adekuat.

8
o Pemberian obat-obatan: antikolinergik untuk bronkodilatasi,
kortikosteroid untuk mengurangi edema jalan nafas, antibiotik untuk
mengatasi infeksi, neuromuscular blocking agent untuk paralisis otot
pernafasan.

2.4.2 Penatalaksanaan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien gagal nafas e.c PPOK dan pneumonia menurut
Black and Jane (2002) dan Doenges (1999), adalah :
1. Kerusakan pertukaran gas
Kriteria hasil : Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang meningkat
yang dibuktikan dengan PaO2 sampai 55 atau 60 mmHg, saturasi oksigen
diatas 90%, pH normal, penurunan ansietas dan dispnea.
Intervensi :
Mandiri :
 Monitor tanda-tanda vital, derajat sesak, frekuensi napas,dan
tingkat kesadaran. Monitor tanda vital setiap 15 menit hingga
pasien stabil. Tujuannya untuk mengetahui tingkat eksaserbasi.
Rasional : evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya
proses penyakit; takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat
menunjukkan hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
 Posisikan Klien
Posisikan klien dengan kaki tergantung yang bertujuan untuk
mengurangi preload dan tinggikan kepala tempat tidur
Rasional : meningkatkan inspirasi maksimal
 Monitor respon klien terhadap ventilasi
Rasional : evaluasi terhadap adanya perbaikan/perburukan dari
respirasi klien
Kolaborasi:
 Berikan terapi oksigen
Berikan oksigenasi sesuai dengan instruksi untuk mempertahankan
oksigenasinya. Titrasi aliran oksigen untuk mempertahankan

9
saturasi di atas 90%. Klien mungkin tidak mampu mentoleransi
work of breathing (WOB) dan mungkin memerlukan ETT dan
ventilasi mekanik.
Rasional : mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg
 Pemasangan ETT
Rasional: koreksi hipoksemia.
 Pemasangan ventilator : - PO2    FiO2
- PCO2   RR dan  Tidal volume
Rasional : koreksi hipoksemia
 Pantau AGD
Rasional: mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif


Kriteria hasil: bersihan jalan napas klien menjadi efektif
Intervensi mandiri:
 Kaji kebutuhan untuk suctioning
Rasional : obstruksi dapat disebabkan oleh akumulasi secret,
perlengketan mukosa, perdarahan, atau masalah dengan posisi
selang endotrakeal.
 Lakukan suction
Raasional : mengeluarkan secret
 Pertahankan sterilitas
Rasional : mencegah risiko infeksi
 Hiperoksigenasi sebelum dan setelah suction. Peningkatan FiO2
pada ventilator atau ventilasi manual pada klien.
Rasional : menurunkan hipoksia tiba-tiba
 Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat
Rasional : hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,
mempermudah pengeluaran.

10
Kolaborasi:
 Inhalasi nebulizer
Rasional : meningkatkan ventilasi dan membuang secret dengan
relaksasi otot halus/ spasme bronkus.

3. Kelebihan volume cairan


Kriteria hasil: klien akan menunjukkan keseimbangan cairan, dibuktikan
dengan diuresis.
Intervensi mandiri:
 Monitor urine output, berat, dan jumlah potassium (kehilangan
potassium merupakan efek samping furosemid)
Rasional: evaluasi keseimbangan cairan pada klien.
 Monitor tekanan darah
Rasional: mengetahui apakah klien bisa mempertahankan perfusi
tanpa bantuan inotropik
 Karena cairan oral dibatasi, perawatan mulut dilakukan tiap 2 jam
Rasional : mempertahankan kelembaban mukosa klien.
Kolaborasi:
 Pemberian diuretic
Rasional: memperbaiki kelebihan cairan

11
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan gagal nafas merupakan tindakan gawat darurat karena kasus
ini sering menimbulkan kematian. Penyebab gagal nafas selalu disebabkan oleh
ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Terdapat 2
macam gagal nafas yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal
nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik dan emfisema.
Indikator terhadap gagal nafas dapat diliat dari peningkatan frekuensi
pernafasan dan kapisital vital. Pemeriksaan penunjang yanag dapat dilakukan
untuk mementukan keparahan gagal nafas dapat dilakukan dengan pemeriksaan
analisa gas darah. Dari hasil AGD, dapat diliat terjadinya hikposia ringan
(PaO2<80mmhg), sedang(Pa02<60mmhg) atau berat (Pa02<40 mmhg).
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien gagal nafas penting dilakukan baik
secara mandiri maupun kolaborasi. Secara mandiri dapat dilakukan monitoring
TTV, positioning, lakukan fisioterapi dada, suctioning, dan monitor respon klien
terhadap ventilator. Secara kolaborasi dapat dilakukan dengan pemasangan ETT,
ventilasi mekanik, inhalasi, panatau AGD, dan medikasi.

3.2 Saran
Mahasiswa hendaknya mempelajari dan berpikir kritis dalam menganalisa
kegawatdaruratan pada pasien gagal nafas. Hal ini berguna untuk pemberian
intervensi yang tepat dan sigap. Intervensi ini dibutuhkan untuk menurunkan
angka kematian pasien akibat gagal nafas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Black, J., Jane, H. (2002). Medical surgical nursing. Philadelphia : Elsevier


Saunders.
Doenges, M. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C., Barbara, M. (1997). Keperawatan kritis. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S., Bare, B. (2001). Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
Baltopoulus, G., Nicolaos, M., Pavlos, M. (2004). Respiratory failure. 17 Maret
2013. http://www.nursingcenter.com/lnc/journalarticle?Article_ID=536343.
Calverley. (2003). Respiratory failure in chronic obstructive pulmonary disease.
European Respiratory Journal. 17 Maret 2013.
http://erj.ersjournals.com/content/22/47_suppl/26s.full.pdf+html.
Hidayati. (2011). Peran NAC pada penyakit saluran pernapasan. 17 Maret 2013.
http://jurnalmedika.com/edisi-tahun-2011/edisi-no-02-vol-xxxvii-2011/291-
kegiatan/541-peran-nac-pada-penyakit-saluran-pernapasan.
Katyal, P & Ognjen, G. (2006). Pathophysiology ofr respiratory failure and use of
mechanical ventilation. 17 Maret 2013.
http://www.thoracic.org/clinical/critical-care/clinical-education/respiratory-
failure-mechanical-ventilation.pdf.
Murat, A. (2013). Resporatory failure. 17 Maret 2013.
http://emedicine.medscape.com/article/167981-overview.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik. 17
Maret 2013. http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
Rogayah, R., Feni,F., dan Menaldi,R. (2009). Ventilasi noninfasif (noninvasif
ventilation/NIV). 17 Maret 2013.
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Juli09/Referat%20NIV%20Majalah%20200
9rev.pdf.
Surjanto, Eddy. (2009). The relationship between underlying disease of respiratory failure with
the treatment’s outcome on hospitalized patients in dr. Moewardi hospital surakarta 2009.
17 Maret 2013. http://fk.uns.ac.id/static.

13

Anda mungkin juga menyukai