Gagal Napas e C PPOK Dan Pneumonia
Gagal Napas e C PPOK Dan Pneumonia
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini. Penulisan makalah
ilmiah ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan mata
kuliah kegawatdaruratan. Saya menyadari bahwa dengan bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, saya bisa menyelesaikan makalah ilmiah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tuti Herawati S. Kp., M.N., selaku
koordinator mata ajar KGD dan teman-teman FIK UI yang telah memberi
semangat dan masukan berharga dalam penulisan makalah ilmiah ini. Berkat
dukungan dan kerja sama yang baik, makalah ilmiah ini dapat diselesaikan.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan memberikan segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ilmiah ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
2.4 Penatalaksanaan pada Pasien Gagal Nafas ec PPOK dan Pneumonia ................... 8
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
membedakan pneumonia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Bisa
dikatakan bahwa pneumonia adalah suatu penyakit penyerta atau faktor risiko
untuk terjadinya suatu eksaserbasi dari PPOK.
PPOK adalah penyebab utama umum dari kegagalan pernapasan (Hudak dan
Gallo, 1997). Gagal nafas merupakan masalah keupayaan untuk bernafas tetapi
bukan sesuatu penyakit. Gagal nafas dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan
sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2),
eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah
ventilasi difusi atau perfusi (Hairina, 2011). Gagal nafas juga menjadi sebagai
masalah pengobatan seumur hidup (life-threatening) yang dimana telah
mewujudkan konsep pengobatan intensif (Intensive care unit-ICU) di rumah sakit
utama. ICU menyediakan peralatan untuk mensuport untuk mempertahankan
fungsi vital pada pasien gagal nafas.
Penanganan gagal nafas harus dilakukan dengan segera karena risiko kematian
lebih tinggi. Selain itu, gagal nafas juga berisiko menyebabkan multipel gagal
organ yang lain. Untuk itu, tujuan penulisan makalah ilmiah ini dilakukan adalah
untuk membahas mengenai penatalaksanaan pasien gagal nafas ec PPOK dan
Pneumonia.
2
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ilmiah ini, secara sistematis disusun menjadi empat bab
dan masing-masing bab terdiri dari sub bab yaitu sebagai berikut :
BAB 1 : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB 2 : Tinjauan teori, yang terdiri dari pengertian PPOK, pneumonia, dan gagal
nafas; patofisiologi pasien gagal nafas ec PPOK dan pneumonia; tanda
dan gejala gagal nafas; penatalaksanaan pasien gagal nafas ec PPOK dan
pneumonia
3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
4
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2001).
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas
kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik dan emfisema.
5
2.2 Patofisiologi Pasien Gagal Nafas ec PPOK dan Pneumonia
Pasien PPOK
Kerusakan jaringan paru :
- Penyempitan saluran nafas dan fibrosis
- Destruksi parenkim
- Hipersekresi mukus
Edema pulmonal
Kerusakan difusi O2
Sumber : (Hudak and Gallo, 1997; Smeltzer, and Bare, 2001; Black and Jane, 2002; Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003; Katyal, P and ognjen, 2006).
6
2.3 Pengkajian dan Manifestasi Klinis Gagal Nafas
Menurut Black and Jane (2002), Pengkajian gagal nafas terdiri dari :
1. Airway : Peningkatan sekresi pernapasan; bunyi nafas krekels, ronki dan
wheezing.
o Produksi sputum : catat perubahan warna sputum klien, bau, kualitas,
dan kuantitas. Normalnya, trakeobronkial memproduksi 3 ons mucus
per hari sebagai bagian mekanisme pembersihan yang normal.
o Krekels. Bunyi ini terdengar bila terbukanya saluran udara kecil yang
berisi cairan. Krekels selalu terdengar selama inspirasi dan tidak hilang
dengan batuk.
o Ronki. Timbul akibat udara yang melewati cairan. Suara ini ada pada
klien dengan produksi mukus berlebih. Ronki selalu terdengar saat
ekspirasi dan hilang dengan batuk.
o Wheezing. Bunyi ini timbul karena adanya udara yang lewat pada jalan
napas yang sempit. Wheezing terdengar selama inpirasi dan ekspirasi.
Wheezing yang parah akan terdengar tanpa menggunakan stetoskop.
2. Breathing : Distress pernapasan :pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi; menggunakan otot aksesori pernapasan;
kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.
o Dispnea.salah satu manifestasi pasien dengan gangguan paru dan
jantung. Ini adalah gejala subyektif dan refleksi dari penilaian klien
terhadap kerja napasnya.
3. Circulation : takikardia; sakit kepala; gangguan tingkat kesadaran : ansietas,
gelisah, kacau mental, mengantuk; penurunan haluaran urine.
Tanda yang menunjukkan bahwa seseorang mengalami gagal nafas yaitu :
aliran udara di mulut dan hidung tidak dapat didengar/dirasakan; pada gerakan
nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi, adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha
memberikan ventilasi buatan; terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring,
dan wheezing; dan ada retraksi dada. Gejala pada gagal nafas yaitu penurunan
kesadaran, takikardia, gelisah, berkeringat, dan sianosis (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003).
7
Menurut Black and Jane (2002), dalam menganalisis gejalanya perlu
diperhatikan :
o Onset. Kapan manifestasi awalnya muncul?
o Lokasi. Lokasi penting diketahui, misalnya pada nyeri dada. Tujuannya untuk
mnegetahui nyeri dada yang timbul akibat masalah jantung atau pernapasan.
o Durasi. Durasi ini penting untuk mengetahui gejalanya termasuk akut atau
kronik
o Persepsi klien. Perlu ditanyakan pada klien tentang apa saja hal yang dirasakan.
Selain itu, pada produksi sputum juga perlu ditanyakan berapa banyak sputum
yang dikeluarkan setiap hari.
o Penyebab parahnya atau hilangnya gejala. Lingkungan dan posisi seperti apa
yang dapat menghilangkan atau bahkan memperparah gejala yang muncul.
o Timing. Mencakup waktu awal munculnya dan periodenya (hari, minggu, atau
bulan) selama masalah terjadi.
8
o Pemberian obat-obatan: antikolinergik untuk bronkodilatasi,
kortikosteroid untuk mengurangi edema jalan nafas, antibiotik untuk
mengatasi infeksi, neuromuscular blocking agent untuk paralisis otot
pernafasan.
9
saturasi di atas 90%. Klien mungkin tidak mampu mentoleransi
work of breathing (WOB) dan mungkin memerlukan ETT dan
ventilasi mekanik.
Rasional : mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg
Pemasangan ETT
Rasional: koreksi hipoksemia.
Pemasangan ventilator : - PO2 FiO2
- PCO2 RR dan Tidal volume
Rasional : koreksi hipoksemia
Pantau AGD
Rasional: mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.
10
Kolaborasi:
Inhalasi nebulizer
Rasional : meningkatkan ventilasi dan membuang secret dengan
relaksasi otot halus/ spasme bronkus.
11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan gagal nafas merupakan tindakan gawat darurat karena kasus
ini sering menimbulkan kematian. Penyebab gagal nafas selalu disebabkan oleh
ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Terdapat 2
macam gagal nafas yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal
nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik dan emfisema.
Indikator terhadap gagal nafas dapat diliat dari peningkatan frekuensi
pernafasan dan kapisital vital. Pemeriksaan penunjang yanag dapat dilakukan
untuk mementukan keparahan gagal nafas dapat dilakukan dengan pemeriksaan
analisa gas darah. Dari hasil AGD, dapat diliat terjadinya hikposia ringan
(PaO2<80mmhg), sedang(Pa02<60mmhg) atau berat (Pa02<40 mmhg).
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien gagal nafas penting dilakukan baik
secara mandiri maupun kolaborasi. Secara mandiri dapat dilakukan monitoring
TTV, positioning, lakukan fisioterapi dada, suctioning, dan monitor respon klien
terhadap ventilator. Secara kolaborasi dapat dilakukan dengan pemasangan ETT,
ventilasi mekanik, inhalasi, panatau AGD, dan medikasi.
3.2 Saran
Mahasiswa hendaknya mempelajari dan berpikir kritis dalam menganalisa
kegawatdaruratan pada pasien gagal nafas. Hal ini berguna untuk pemberian
intervensi yang tepat dan sigap. Intervensi ini dibutuhkan untuk menurunkan
angka kematian pasien akibat gagal nafas.
12
DAFTAR PUSTAKA
13