Anda di halaman 1dari 9

PROGRAM “KACAMATA PEKERJA INDONESIA”: BAGIAN DARI

SOLUSI DEFISIT BPJS KESEHATAN INDONESIA

Gabriella Cereira Angelina

BPJS Kesehatan : Pisau Bermata Dua bagi Sistem Kesehatan Negeri


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau yang biasa disebut
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan atau yang disingkat JamKes di Indonesia. Jaminan
Kesehatan sendiri merupakan bagian dari perlindungan kesehatan agar pesertanya
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatannya. Peserta program ini adalah orang yang telah
(1)
membayar iuran baik secara pribadi maupun dibayarkan oleh pemerintah .
Sayangnya, dengan tujuannya membantu masyarakat, BPJS Kesehatan ini
justru menjadi pisau bermata dua bagi sistem kesehatan bangsa. Defisit yang
ditimbulkan kepada negara oleh adanya program ini tidak tanggung tanggung, yaitu
sebesar 9 triliun rupiah. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan
kepatuhan membayar dari peserta sudah cukup baik dengan angka cakupan hingga
95%. Angka ini masih terus ditingkatkan hingga mencapai target 100%. Defisit ini
lebih dikaitkan dengan banyaknya jenis pengobatan yang harus ditanggung oleh BPJS
(2)
kesehatan dan berdampak pada membengkaknya tagihan .

Konsep kapitasi yang digadang oleh BPJS kesehatan sendiri sebenarnya


ditujukan agar para tenaga kesehatan khususnya dokter layanan primer
mengutamakan prinsip pelayanan yang komprehensif berupa penitikberatan pada
upaya promotif dan preventif dibandingkan dengan kuratif dan rehabilitatif serta
pelayanan holistik yang mencakup tidak hanya kesehatan, melainkan semua aspek
kehidupan seperti sosial dan kultural. Apabila misi ini dapat terjalankan dengan
baik, program ini seharusnya dapat mengurangi defisit negara atau malah
(3)
memberikan surplus bagi negara seperti di Kanada dan Swedia .
Operasi Katarak : Operasi yang Menghabiskan Dana Milyaran Rupiah
Meninjau besarnya biaya pengobatan di Indonesia, salah satu penyakit
yang patut menjadi perhatian kita sebagai tenaga kesehatan adalah katarak.
Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan tidak
hanya di Indonesia tetapi juga di dunia, dengan angka mencapai 50 % dari total
(4)
kebutaan di dunia .
Ironinya, dengan angka kebutaan yang tinggi hingga saat ini tidak ada
(5)
tatalaksana untuk penyakit katarak selain dilakukannya operasi . Operasi katarak
sendiri dapat menghabiskan dana sekitar 5 juta hingga 15 juta rupiah untuk satu mata
(6)
. Sementara di Indonesia, diperlukan operasi katarak sekitar 240.000 orang setiap
tahunnya dengan rerata dilakukan operasi kepada 170.000 orang/tahun, itu berarti
terdapat kesenjangan sekitar 70.000 orang/tahun yang belum dioperasi dan akan
meningkat setiap tahunnya. Kesenjangan ini diduga terkait dengan luasnya wilayah
dan kondisi geografis Indonesia, masih terbatasnya jumlah dan distribusi dokter
spesialis mata, dan masih rendahnya pengetahuan masyarakat terutama di daerah
(4)
terpencil bahwa kebutaan karena katarak dapat disembuhkan dengan operasi .
Adanya data di atas dapat mengestimasikan bahwa negara memerlukan sekitar 850
milyar rupiah – 2,5 triliun untuk operasi katarak setiap tahunnya atau jika
dikonversikan, 20% dari defisit negara.

Indonesia Negara Khatulistiwa : Antara Kaya dan Berbahaya


Katarak merupakan suatu penyakit yang dapat disebabkan oleh beberapa
faktor di antaranya genetik, obat obatan, penyakit sistemik, dan radiasi sinar UV
(5)
. Mirisnya, Indonesia memiliki beberapa kerugian di bidang geografis terkait
dengan penyakit katarak yang dapat menghabiskan dana negara hingga miliaran
rupiah. Indonesia merupakan negara tropis yang terletak di garis khatulistiwa
dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja
di luar ruangan sehingga mendapatkan banyak paparan sinar matahari. Sinar
matahari sendiri sebenarnya terdiri dari sinar terlihat dan sinar tidak terlihat. Sinar
yang terlihat adalah antara sinar merah ke violet ungu. Pada saat kita melapaui
(7)
sinar ini, kita menghadapi sinar yang tidak terlihat yaitu sinar ultraviolet . Ada
beberapa efek biologis negatif UV-A, UV-B,dan paparan UV-C pada mata. Efek
negatif ini meliputikerusakan okular, photo-aging, kanker kulit dan kerusakan
(8)
pada system kekebalan tubuh .
Indonesia sebagai negara agraris sehingga banyak warganya yang bermata
pencaharian petani dan negara maritim dengan banyak pekerja memilih mata
pencaharian sebagai nelayan. Kekayaan sumber daya alam yang melimpah ini
ternyata juga menjadi pisau bermata dua bagi bangsa Indonesia. Faktanya,
pekerjaan ini berkaitan dengan berbagai penyakit, salah satunya katarak.
Sebuah penelitian di Amerika menunjukkan bahwa semakin dekat
khatuilistiwa, semakin banyak orang yang terserang katarak dibandingkan dengan
(9)
negara subtropis . Riskesdas tahun 2013 juga menunjukkan prevalensi katarak
dijumpai cukup tinggi pada petani/nelayan/buruh yaitu sebesar 17,8%
dibandingkan dengan pekerjaan lain sebesar 8,4%. Penelitian yang dilakukan oleh
Ulandari dkk. (2014) juga menyatakan bahwa pekerjaan di luar gedung ≥4 jam
meningkatkan risiko katarak sebanyak 10 kali dibandingkan dengan pekerjaan <4
(10)
jam dalam gedung .

Sinar UV dan Dampaknya bagi Kesehatan Mata


Radiasi solar atau matahari sendiri mencakup rentang panjang gelombang
yang luas, akan tetapi semua gangguan mata di atas terkait dengan UV dan cahaya
(11)
penglihatan dengan panjang gelombang yang pendek . Mata sebagai salah satu
pokok penting produktivitas manusia tersusun atas beberapa struktur yaitu kornea,
lensa kristalina, sklera, konjungtiva, iris, retina, vitreus, makula dan saraf optik.
Ada banyak gangguan pada mata terkait dengan paparan sinar matahari. Di antara
mereka semua, katarak dan Age Related Macular Degeneration (ARMD) menjadi
perhatian khusus para spesialis mata. Selain itu, pterigium dan keratitis juga
(8)
banyak ditemukan pada pekerja yang berada di luar ruangan (outdoor) .
Ultraviolet adalah bagian dari elektromagnetik spektrum radiasi dengan
panjang gelombang berkisar antara 100 sampai 400 nm. Ada tiga jenis UVR, yaitu
UVA / dekat (315-400 nm), UVB / tengah (280-315 nm), dan UVC / jauh (100-
280 nm). Terkait dengan pengaruh penyaringan dari struktur mata, perbedaan
panjang gelombang antara UV dan cahaya penglihatan masuk melewati bagian
yang berbeda (kornea, lensa, dan retina). Kornea menyerap panjang gelombang
kurang dari 295 nm. Paparan UVB yang banyak dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada kornea dan konjungtiva. Panjang gelombang antara 295-400 nm
masuk lebih dalam dan menyebabkan kerusakan pada lensa kristalina. Sedangkan
cahaya penglihatan dan infra merah masuk ke dalam retina. Mekanisme UVB
menginduksi kerusakan okular terbagi menjadi dua, yaitu kronik dan akut. Contoh
untuk pengauh akut adalah fotokeratitis (biasa disebut welder flash atau kebutaan
salju) dari radiasi UVC dan UVB, dan retinitis solar (biasa disebut retinitis cahaya
biru atau rabun senja) dari paparan yang tidak terproteksi terhadap paparan terus
menerus. Panjang gelombang cahaya penglihatan yang pendek (blue violet) dapat
menyebabkan pembakaran fotokimia retina, di mana panjang gelombang yang
lebih dan denyut yang lebih pendek dari cahaya penglihatan dapat menyebabkan
(11)
kerusakan termal retina .

Kacamata UV : Bentuk Preventif yang Mendukung Sistem BPJS kesehatan


yang Komprehensif
Efek biologis dan berbahaya dari paparan radiasi UV (UVR) dan tindakan
pencegahan mengenai perlindungan mata terhadap radiasi ultraviolet matahari
telah banyak dipelajari. Salah satu upaya pencegahan penyakit mata yang
disebabkan oleh sinar UV dapat dilakukan dengan pemakaian kacamata anti UV
saat bekerja. Terpapar radiasi optik spektrum luas, UVR menjadi ancaman
terhadap struktur mata, karena kekuatannya menembus ke dalam lensa, namun di
sisi lain cahaya yang terlihat dibutuhkan untuk penglihatan manusia. Oleh karena
itu, kacamata ideal harus cukup mengurangi UV yang dapat mengganggu fungsi
(8)
kornea dan lensa .
Tiga jenis kacamata telah diklasifikasikan yaitu kacamata kosmetik (untuk
fashion dengan proteksi sinar UV rendah), kacamata dengan tujuan umum (untuk
menurangi silau cahaya), dan tujuan khusus (untuk aktivitas tertentu seperti ski,
(11)
dan perfi ke pantai) .
Lensa optik merupakan komponen penting yang digunakan dalam sistem
refraksi dengan fungsi memfokuskan sinar cahaya pada beberapa perangkat optik.
Lapisannya bisa diklasifikasikan dalam tujuh kelompok sesuai dengan
karakteristik kimia dari lensa mata. Berbagai lensa berwarna dan lensa
fotokromatik juga digunakan untuk perlindungan sinar matahari dan penyerapan
(8)
UVR yang berbahaya .
Salah satu pertanyaan yang paling sering muncul tentang kacamata adalah
bagaimana pemilihan kacamata itu. Untuk menjelaskan secara jelas, satu hal yang
harus dipahami tentang fungsi kacamata adalah untuk memproteksi diri melawan
(11)
silau matahari dan radiasi berbahaya .
Kacamata standar pertama dipublikasikan di Australia pada tahun 1971.
Sejak saat itu, Amerika Serikat dan negara di Eropa turut memperbaiki standar
mereka. Lensa optik harus memiliki struktur dengan kepadatan rendah, dilapisi
dan memberikan perlindungan terhadap UVR, fitur transmitansi terendah dalam
rentang panjang gelombang UVR dan tertinggi transmitansi dalam rentang
panjang gelombang yang terlihat, sehingga dapat memberikan bidang penglihatan
yang baik, dan mengurangi penyimpangan lensa dan refleksi lensa dilapisi anti
(8)
refleksi .
Hasil penelitian menunjukkan transmisi UVR dan cahaya penglihatan
tidak hanya ditentukan oleh komposisi dari kacamara, melakinkan juga dengan
ketebalan, dan komposisi material lensa, dan nomor indeks serta karakteristik
lapisan luar lensa. Penelitian menunjukkan bahwa lensa yang diberi lapisan luar
dengan indeks yang tinggi (dioptrik tinggi) meningkatkan transmisi cahaya
(8)
penglihatan dan mengurangi radiasi ultraviolet .
Hasil penelitian ini mengkonfirmasi bahwa nilai trasmitans dengan rentang
panjang gelombang 200-400 nm harus mendekati nol. Transmitans sendiri adalah
perbandingan fraksi intensitas akhir dan intensitas awal. Daerah UVR,
denganpanjang gelombang cahaya meningkat, kerusakan cahaya pada mata
berkurang. Nilai transmitans pada panjang gelombang setelah 400 nm harus lebih
dari 85% rentang cahaya tak terlihat untuk bahan lensa bening. Lensa praktis
diklasifikasikan menurut karakteristik fisik, kimia dan optiknya. Sebelum
(8)
penilaian transmitansi lensa, karakteristik ini juga harus dievaluasi .
Program “Kacamata Pekerja Indonesia” : Pelayanan Komprehensif dan
Holistik terhadap Penyakit Mata Terkait Sinar UV sebagai Upaya
Mengurangi Defisit Negara
Maraknya iklan yang beredar saat ini membuat para pekerja tergugah
untuk melakukan pencegahan terhadap penyakit mata dengan penggunaan
kacamata. Namun ironinya, tidak sedikit dari mereka hanya membeli dan
menggunakan kacamata hitam seperti di iklan tanpa mengetahui pemilihan dan
penggunaan kacamata antiUV yang dapat mencegahan penyakit mata seperti
katarak, ARMD, pterigium, dan keratitis ultraviolet.
Indonesia sebagai negara yang sangat bergantung pada sumber daya alam
pertanian dan kelautan seharusnya dapat memberikan perhatian khusus bagi para
pekerja dengan risiko tinggi. Namun hal ini dinilai masih sangat kurang, diperkuat
dengan tidak adanya program khusus di bidang kesehatan yang melindungi para
pekerja dengan risiko pekerjaan salah satunya adalah alat perlindungan diri (APD)
terhadap paparan sinar UV.
Program Kacamata Pekerja Indonesia diharapkan dapat menjadi salah satu
upaya komprehensif berupa tindakan preventif di mana setiap pekerja Indonesia
yang berisiko terpapar sinar UV mendapatkan satu kacamata antiUV secara gratis
dengan menunjukkan kartu anggota organisasi, seperti Serikat Nelayan Indonesia
(SNI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan
(KTNA), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Persatuan Petani
Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), dan masih banyak lagi.
Program ini juga bersifat holistik yang diharapkan dapat memperbaiki
aspek sosiokultural, menjadi perekat sekaligus penyemangat bagi para petani dan
nelayan Indonesia dengan merasa negara turut memperhatikan kesehatan mata
pekerja. Masyarakat akan lebih merasa perlu untuk masuk dalam keanggotaan
yang juga dapat sekaligus menjadi wadah pengembangan kemitraan agribisnis
yang berdaya saing, serta menjadi wadah aspirasi kepada pemerintah terkait
pengembangan agribisnis, kesehatan dan aspek lain terkait kehidupan para petani
dan buruh di pedesaan. Negara pun akan lebih mudah memberikan penyuluhan,
pengarahan, dan jaminan kesehatan secara terintegrasi dengan akses lewat
organisasi yang dijalaninya.
Mencakup aspek holistik dan komprehensif, dengan harga sekitar
Rp50.000,00 per kacamata, ini berarti satu operasi katarak dapat mencegah 100
hingga 300 orang terkena bukan hanya penyakit katarak, melainkan penyakit mata
terkait sinar UV yang lain seperti pterygium, keratitis ultraviolet, AMRD,
menghemat 99% dari biaya operasi katarak. Pencegahan kebutaan ini juga secara
otomatis akan meningkatkan produktivitas serta memperpanjang masa produktif
pekerja khususnya mereka yang bekerja di luar ruangan (outdoor), serta turut
menekan defisit negara yang diakibatkan oleh sistem BPJS Kesehatan di tahun
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

1 Tim Penyusun BPJS Kesehatan. Panduan Praktis tentang Kepesertaan dan


Pelayanan Kesehatan yang Diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan berdasarkan
Regulasi yang Sudah Terbit. BPJS Kesehatan. [Online] 2017. [Diakses: 7
Desember , 2017.] https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/
a9c04aa825ffc12d24aeee668747f284.pdf.

2 Situmorang, Anggun P. Menteri Sri Mulyani blak-blakan penyebab defisit


BPJS Kesehatan. Merdeka.com. [Online] 4 Desember 2017. [Diakses: 7
Desember , 2017.] https://www.merdeka.com/uang/menteri-sri-mulyani-blak-
blakan-penyebab-defisit-bpjs-kesehatan.html.

3 Putri, Ayu A. P. K. Analisis Perencanaan Sistem Program Jaminan


Kesehatan Bali Mandara (JKBM) Tahun 2010. Tesis. Magister Perencanaan
dan Kebjiakan Publik. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
2010.

4 RI, Kemenkes. Katarak Dapat Disembuhkan. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia. [Online] 31 Mei 2015. [Diakses 7 Desember 2017.]
http://www.kemkes.go.id/development/site/depkes/pdf.php?id=15060300002.

5 Gupta Varun, Rajagopala, Manjusha and Ravishankar,


Basavaiah.Etiopathogenesis of Cataract: An Appraisal. 2014, Indian Journal
of Ophtalmology. 62(2), pp. 103-110.

6 Anonim. Estimasi Biaya Operasi Katarak. Alodokter : . [Online] 2016.


[Diakses: 10 Desember 2017.] http://www.alodokter.com/cari-rumah-
sakit/optalmologi/operasi-katarak?gclid=CjwKCAiA6qPRBRAkEiwAGw4Sd
o48IRyVqigAe37QmjiPiU7I3lmFFNgxfC8bkjOaFWcS53KZ51aevBoC0nQQA
vD_BwE.

7 Amelia F. Pengaruh Paparan Sinar Ultraviolet C terhadap Gambaran Histologi


Hepatosit pada Mencit (Mus musculus). Karya Tulis Ilmiah Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah. Yogyakarta : FK UMY, 2010, pp. 4-
13.

8 Ozdemir Tuba, Adnan Saglam, Firdevs Banu, Ali Unsal. The Evaluation of
Spectral Transmittance of Optical Eye-Lenses. 2016, Optic 127(4), pp. 2062 -
2068.

9 Cahyono W. Dampak Peningkatan Radiasi Ultraviolet B terhadap Manusia.


Eko. 2010, Jurnal Lapan, pp. 22-26.

10 Ulandari N. , Astuti P. A. S. and Nyoman Adiputra. Pekerjaan dan


Pendidikan sebagai Faktor Risiko Kejadian Katarak pada Pasien yang
Berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Kota Mataram Nusa Tenggara
Barat. 2014, Public Health and Preventive Medicine Archive, Vol. 2, pp. 156-
161.

11 Tuchinda, Chanisada and Sabong Srivannaboon, Henry W Lim.


Photoprotection by Window Glass, Automobile Glass, and Sunglasses.
Thailand : American Academy of Dermatology, 2006, Vol. 54. pp 845-854.

12 Riskesdas. Laporan Nasional Reset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2013. pp 2-4.

Anda mungkin juga menyukai