A. Definisi Istilah
ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan
fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
HbsAg adalah antigen hepatitis B permukaan yang merupakan protein virus yang
pertama muncul setelah infeksi dan bisa digunakan untuk memantau viral
clearance.
Ketuban atau amnion adalah cairan bening kekuningan yang mengelilingi bayi
belum lahir (janin) selama kehamilan yang berada dalam kantung ketuban.
Volume terbanyak pada usia kehamilan 34 minggu.
Mekonium berasal dari bahasa Yunani kuno meconium-arion atau seperti opium.
Mekonium adalah substansi mirip tar yang kental dan berwarna kehijauan yang
berada di usus janin selama kehamilan. Mekonium keluar karena refleks vagus
terhadap usus. Peristaltik usus dan relaksasi sphingter ani menyebabkan
mekoneum keluar. Aspirasi air ketuban yang disertai mekonium dapat
mengakibatkan gangguan jalan napas, gangguan sirkulasi setelah lahir, hipoksia
intrauterin hingga kematian.
Ventilasi tekanan positif adalah adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk
memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai
untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa benapas spontan dan teratur.
f. Pemeriksaan USG
Menurut Wiknjosastro (2007), sebenarnya belum ada keseragaman
mengenai indikasi pemeriksaan USG dalam kehamilan. Di beberapa negara
Eropa, pemeriksaan USG dikerjakan secara rutin sedikitnya 1-2 kali selama
masa kehamilan. Di Amerika Serikat pemeriksaan USG rutin, melainkan atas
indikasi klinis, yaitu bila dalam pemeriksaan klinis dijumpai keadaan yang
meragukan atau mencurigakan adanya kelainan dalam kehamilan.
Pemeriksaan USG selama masa kehamilan merupakan suatu
pemeriksaan standar yang tidak wajib untuk dilakukan ibu hamil. Namun,
peranannya yang cukup penting selama masa kehamilan, tidak bisa
dipungkiri.
Dimulai dari trimester pertama, pemeriksaan dilakukan bertujuan untuk
menentukan lokasi kehamilan, usia gestasi, jumlah janin, dan yang paling
penting adalah penapisan cacat bawaan pertama ataupun kelainan yang
mungkin terjadi . Seperti kita ketahui bersama, bahwa cacat bawaan terjadi
pada masa embryogenesis (kehamilan 0 – 8 minggu), sehingga pemahaman
yang benar tentang tatacara pemeriksaan USG dimulai dari trimester pertama
sangat penting dilakukan (Endjun, 2007).
g. Usia
1) Usia < 20 tahun (terlalu muda untuk hamil)
Yang dimaksud dengan terlalu muda untuk hamil adalah hamil pada
usia <20 tahun. Pada usia<20 tahun secara fisik kondisi rahim dan panggul
belum berkembang optimal, sehingga dapat mengakibatkan risiko
kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan
pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat.
2) Usia 20 - 35 tahun (usia reproduksi)
Usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam kurun
waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah usia 20 - 35 tahun, dimana organ reproduksi sudah
sempurna dalam menjalani fungsinya.
3) Usia > 35 tahun (terlalu tua untuk hamil)
Yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil diatas usia 35 tahun,
kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh
diantaranya otot, syaraf, endokrin dan reproduksi mulai menurun. Pada
usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan
kontraksi miokardium. Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit
lain yang melemahkan kondisi ibu, sehingga dapat mengganggu sirkulasi
darah ke janin yang berisiko meningkatkan komplikasi medis pada
kehamilan, antara lain : keguguran, eklamsia dan perdarahan. (BKKBN,
2007).
C. Ciri Bayi Baru Lahir Normal, Prosedur Medis Setelah Bayi Lahir,
Prosedur Pemeriksaan Fisik, dan Penilaian Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu
yang terang yang berfungsi sebgai pemanas untuk mencegah kehilangan panas.
Tangan serta alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik harus bersih dan
hangat. Pemeriksaan fisik pada BBL dilakukan paling kurang tiga kali, yakni
(1) pada saat lahir, (2) pemeriksaan yang dilakukan dalam 24 jam di ruang
perawatan, dan (3) pemeriksaan pada waktu pulang. Yang harus dicatat pada
pemeriksaan fisik adalah lingkar kepala, berat ,panjang , kelainan fisik yang
ditemukan, frekuensi napas dan nadi, serta keadaan tali pusat.
1. Pemeriksaan di kamar bersalin
a. Menilai adaptasi
Perlu diperiksakan dikamar bersalin agar mengetahui apakah bayi
memerlukan resusitasi atau tidak. Bayi yang mungkin memerlukan
resusitasi adalah bayi dengan pernapasan yang tidak adekuat, tonus otot
kurang, aada mekonium di dalam cairan amnion atau ahir kurang bulan.
Nilai APGAR juga masih dipakai untuk melihat keadaan bayi pada usia 1
menit dan 5 menit.
Cara menentukan nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Laju jantung Tidak ada < 100 >100
Usaha Tidak ada Lambat Menangis
bernapas kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan
fleksi sedikit aktif
Reflekss Tidak Gerakan Reaksi
bereaksi sedikit melawan
Warna kulit Seluruh Tubuh Seluruh
tubuh kemerahan, tubuh
biru/pucat ekstremitas kemerahan
biru
Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2
Nilai tertinggi adalah 10
- Nilai 7-10 menunjukkan bahwa by dalam keadaan baik
- Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang & membutuhkan
tindakan resusitasi
- Nilai 0 – 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius & membutuhkan
resusitasi segera sampai ventilasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai APGAR:
a. Pengaruh obat-obatan
b. Trauma lahir
c. Kelainan bawaan
d. Infeksi
e. Hipoksia
f. Hipovolemia
g. Kelainan premature
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir dimulai dari pengukuran berat
badan, panjang badan dan lingkar kepalanya. Bayi baru lahir normal
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
₋ Berat badan 2500 – 4000 gram
₋ Panjang badan 48 – 52 cm
₋ Lingkar kepala 33 – 35 cm
₋ Lingkar dada 30 – 38 cm
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir (Manuaba, 2007) :
Bayi dengan berat badan normal : 2.500 – 4.000 gram
Bayi dengan berat badan lebih : > 4.000 gram
Bayi dengan berat badan rendah : < 2.500 gram / 1.500 – 2.500 gram
Bayi dengan berat badan sangat rendah : < 1.500 gram
Bayi dengan berat badan ekstrim rendah : < 1.000 gram
b. Mencari kelainan kongenital
Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat
teratogenik, terkena radiasi atau infeksi virus pada trisemester pertama dan
juga apakah ada kelainan bawaan pada keluarga.disamping itu perlu
diketahui apak ibu menderita penyakt yang dapat mengganggu pertumbuha
janin seperti diabetes melitus, asma bronkial dan sebagainya. Sebelum
memeriksa bayi perlu juga diperiksa cairan amnion, tali pusar dan plasenta.
Pada pemeriksaan cairan amnion perlu diukur volume. Hidramnion (
volume > 2000ml ) sering dihubungkan dengan obstruksi traktus intestinalis
bagian atas, anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau eklampsi, sedangkan
oligohidramnion ( volume < 500 ml) dihubungkan dengan agenesis ginjal
bilateral atau sindrom potter.
Pada pemeriksaan tali pusar diperhatikan kesegaran, ada tidaknya
simpul, dan apakah ada dua arteri dan satu vena.
Pada pemeriksaan plasenta diperhatikan adakah perkapuran, nekrosis
dan sebgainya.pada bayi kembar dilihat adanya satu atau dua korion dan
anastomosis vaskular antara kedua korion.
Bayi diperiksa secara menyeluruh baik dari mulut, anus, kelainan garis
tengah, serta jenis kelamin.
Pemeriksaan di ruang rawat
Pemeriksaan ini meliputi :
a. Aktivitas fsik
Keaktifan BBL dinilai dengan melihat posisi dan gerkan tungkai dan
lengan. Pada BBL cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada dalam
keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan simetris.
b. Tangisan bayi
Tangisan bayi dapat memberikan keterangan seperti tangisan melengking
mengindikasikan adanya kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang
lemah atau merintih terjadi pada bayi yang kesulitan pernapasan.
c. Wajah BBL
Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas seperti sindrom
Down, sindrom Pierre-Robin, sindrom de Lange, dan sebgainya.
d. Keadaan gizi
Dinilai dari berat dan panjang badan serta disesuaikan dengan umur
kehamilan, tebal lapisan sub kutis serta kerutan pada kulit.
e. Pemeriksaan suhu
Suhu tubuh BBL diukur pada aksila. Suhu BBL normal antara 36,5-
37,50C. Suhu meninggi dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral,
infeksi atau kenaikan suhu lingkungan.Apabila ekstremitas dingin dan tubuh
panas emungknan besar disebabkan oleh sepsis.
Pemeriksaan pada waktu memulangkan
Pada waktu memulangkan perlu diperhatikan :
a. Susunan saraf pusat : aktivitas bayi, ketegangan ubun-ubun.
b. Kulit : adanya ikterus, piodermia
c. Jantung : adanya bising yang baru timbul kemudian
d. Abdomen : adanya tumor yang tidak terdeteksi sebelumnya
e. Tali pusat : adanya infeksi
f. Diperhatikan juga apakah bayi sudah pandai menyusu dan ibu sudah
mengerti cara pemberian ASI yang benar.
Pemeriksaan reflekss pada neonatus
Reflekss yang dapat dilihat ialah refleks Moro berupa gerakan seperti
memeluk bila ada rangsangan, misalnya dengn menarik kain tempat ia
berbaring. Refleks isap dapat ditimbulkan dengan meletakkan sesuatu benda
di mulutnya. Refleks rooting, yaitu bayi akan mencari benda yang diletakkan
di sekitar mulutnya dan kemudian akan menghisapnya. Reflekss plantar dan
reflekss ’grasp’ ditimbulkan dengan meletakkan sesuatu benda pada telapak
kaki atau tangan dan akan terjadi gerakan fleksi dari jari-jari (Hassan dan
Alatas, 1985).
Skor Apgar
Skor Apgar merupakan kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi
baru lahir. Kriteria ini berguna karena berhubungan erat dengan perubahan
keseimbangan asam-basa pada bayi. Di samping itu dapat pula memberikan
gambaran beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan. Penilaian
secara Apgar ini juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Cara ini dianggap paling ideal dan
telah banyak digunakan dimana-mana. Patokan klinis yang dinilai ialah: (1)
menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha bernafas, (3) menilai tonus
otot, (4) menilai reflekss rangsangan, (5) memperhatikan warna kulit. Setiap
kriteria diberi angka tertentu, dan biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir
lengkap, yaitu saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah
dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor Apgar satu menit ini
menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai
pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu pula dinilai
setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat
dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Hassan dan Alatas, 1985).
0 1 2
Appearance Pucat Badan merah, Seluruh tubuh
(warna ekstremitas kemerah-
kulit) biru merahan
Pulse rate Tidak ada Kurang dari Lebih dari 100
(frekuensi 100
nadi)
Grimace Tidak ada Sedikit Batuk/bersin
(reaksi gerakan mimik
rangsangan) (grimace)
Activity Tidak ada Ekstremitas Gerakan aktif
(tonus otot) sedikit fleksi
Respiration Tidak ada Lemah/tidak Baik/menangis
(pernapasan) teratur
Penggunaan Oksigen
Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen.
Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup
oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator
dan selang/pipa oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan
oksigen 100%. Namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa
penggunaan oksigen ruangan dengan konsentrasi 21% menurunkan risiko
mortalitas dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik (EHI) dibanding dengan
oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang bulan
karena dapat merusak jaringan (Depkes RI, 2008).
Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat
sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik
walaupun konsentrasi oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila
bayi kembali sianosis, maka pemberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis
sentral hilang. Kemudian secepatnya dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan
oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal (American
Academy of Pediatrics dan American Heart Association, 2006).
Macam obat yang diberikan pada resusitasi neonatus
Epinefrin diberikan jika frekuensi denyut jantung tetap < 60/menit, meskipun
telah dilaqkukan kompresi dada yang dikoordinasikan dengan VTP disertai
oksigen 100% Larutan Epinefrin 1/10.000, dosis 0,1 – 0,3 ml/kg BB Dalam
semprit 1 ml. Pemberian secara cepat melalui pipa endotrakhea dan vena
umbilikalis.
Volume Ekspander, cairan penambah volume darah larutan garam fisiologis,
larutan Ringer Laktat (RL), dan darah O. Dosis yang dianjurkan : 10 ml/kg BB
Jalur yang dianjurkan melalui vena umbilikalis Persiapan : menyiapkan volume
yang sesuai dalam semprit besar Kecepatan pemberian yang dianjurkan = 5 -10
menit.
Natrium bikarbonat diberikan jika dicurigai ada asidosis metabolic berat yang
dibuktikan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Diberikan jika paru – paru yang
telah diberikan ventilasi adekuat Larutan 4,2 % ( 0,5 mEq/ml ). Persiapan : volume
yang sesuai dari larutan 4,2 % dalam semprit 10 ml, Kecepatan : perlahan – lahan
tidak melebihi 1 mEq/ kg/menit.
Resusitasi dihentikan bila upaya selama 30 menit terus-menerus hasilnya
berupa:
a. Tidak ada perbaikan atau bertambah buruk.
b. Pernafasan tetap tidak dapat spontan.
c. Frekwensi jantung tidak meningkat, kurang dari 80x/menit.
d. Detak jantung tidak terdengar.
Kekurangan oksigen lebih dari 30 menit mengakibatkan kerusakan jaringan
otak permanent yang akan menimbulkan kecacatan di kemudian hari. Bila
tindakan resusitasi berhasil yang ditandai dengan :
a. Bayi bernafas spontan dan teratur.
b. Warna kulit menjadi kemerahan, maka segera lanjutkan perawatan bayi dengan
asuhan neonatal dasar (Candrawati, 2011).
Asfiksia Neonatorum
1. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
2. Klasifikasi asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR;
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal
maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.
4. Penyebab asfiksia
Asfiksia dalam kehamilan:
a. Penyakit infeksi akut.
b. Penyakit infeksi kronik.
c. Keracunan oleh obat-obat bius.
d. Uremia dan toksemia gravidarum.
e. Anemia berat.
f. Cacat bawaan.
g. Trauma.
Asfiksia dalam persalinan:
a. Kekurangan O2.
Partus lama ( rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke plasenta.
Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.
Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps.
Trauma dari dalam : akibat obat bius.
Sepsis Neonatorum
1. Definisi Sepsis Neonatorum
Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru
mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis
Definition Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis
merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis berat,
renjatan / syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. Sepsis
ditandai dengan respon inflamasi sistemik dan bukti infeksi pada bulan pertama
kehidupan, berupa perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah leukosit,
takikardi, dan takipnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai
dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ.neonatorum
awitan dini (SAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat (SAL).
2. Etiologi
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah
diteliti oleh World Health Organization di empat negara berkembang yaitu
Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Penelitian tersebut
mengemukakan bahwa kuman isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah
adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli
(18%).
Tabel Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum
3. Faktor risiko
Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi
dan lain-lain.
Faktor risiko ibu:
a. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah
lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila
disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.
b. Infeksi dan demam (lebih dari 38°C) pada masa peripartum akibat
korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus
grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.
c. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.
d. Kehamilan multipel.
e. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.
f. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.
Faktor risiko pada bayi:
a. Prematuritas dan berat lahir rendah
b. Asfiksia neonatorum
c. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal
distress dan trauma pada proses persalinan.
d. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter,
infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal. Universitas
Sumatera Utara
e. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun,
atau asplenia.
4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala sepsis klasik
yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun
keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi
kehidupan bayi.Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan
karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya
kuman.Berdasarkan penelitian hanya sekitar 10% bayi yang pada darahnya
ditemukan bakteri akan mengalami demam, lebih banyak yang suhu tubuhnya
normal atau malah rendah.
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia
dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak
lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia
dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan
dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf
pusat (letargi, reflekss hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar
high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan
kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat
pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan
respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi
minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea,
merintih dan retraksi).
5. Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan
umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab
infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella,
herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini
antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan
serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan
korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain
yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat
terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans,
gonorrhea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran,
terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya
melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi,
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui
luka umbilikus.
6. Penatalaksanaan
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana
sepsis neonatorum, sedangkan penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu
dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam
melaksanakan
pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat
peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut,
penggunaan antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan
pola kuman penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik
tersebut segera diganti apabila sensitivitas kuman diketahui. Selain itu, beberapa
terapi suportif(adjuvant) juga sudah mulai dilakukan walaupun beberapa dari
terapi tersebut belum terbukti menguntungkan. Terapi suportif meliputi transfusi
granulosit, intravenousimmune globulin (IVIG) replacement, transfusi tukar
(exchange transfusion) danpenggunaan sitokin rekombinan (DEPKES, 2007).
I. PENUTUP
A. Simpulan
1. Pada skenario, warna ketuban pasien yang keruh dapat mengindikasikan adanya
infeksi di dalam kandungan, didukung dengan pecahnya ketuban 24 jam dan
riwayat demam sebelum melahirkan menunjukan adanya potensial infeksi atau
sepsis neonaturum.
2. Tindakan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan bayi
baru lahir tidak bernafas, sehingga bayi dapat terhindar dari kematian.
3. Rawat gabung pasca melahirkan sangat penting untuk mendekatkan Ibu dengan
bayi serta bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan kolostrum dari ASI.
B. Saran
1. Terkait skenario, sebaiknya seorang Ibu hamil berkunjung ke bidan atau dokter
secara teratur untuk mendapatkan pelayanan ANC, sehingga dapat mengenali
dan menangani penyakit-penyakit yang mungkin dijumpai dalam keamilan,
persalinan, dan nifas.
2. Terkait kegiatan tutorial sebaiknya mahasiswa lebih menguasai materi tutorial,
sehingga seluruh tujuan pembelajaran dapat tercapai.