Promkes PHBS

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


1. Pengertian PHBS
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung yang dapat diamati
oleh pihak luar. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
terhadap stimulus yang berhubungan dengan sakit, penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan
(Notoatmodjo, 2007). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong
diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakatnya. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah
perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan
lingkungan sehat di rumah tangga oleh karena itu kesehatan perlu dijaga,
dipelihara, dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta
diperjuangkan oleh semua pihak. Rumah tangga sehat berarti mampu
menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan setiap anggota rumah
tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang kurang
kondusif untuk hidup sehat (Depkes, 2007).
PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi
perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur
komunikasi, memberikan informasi dan edukasi guna meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan advokasi, bina
suasana (social support), dan gerakan masyarakat (empowerment)
sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga,
memelihara, dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Aplikasi
paradigma hidup sehat dapat dilihat dalam program Perilaku Hidup Bersih
Sehat (Depkes RI, 2006).
2. PHBS di Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih
dengan segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang
disebut kurikulum. Sekolah adalah tempat diselenggarakannya proses
belajar mengajar secara formal, dimana terjadi transformasi ilmu
pengetahuan dari para guru atau pengajar kepada anak didiknya. Sekolah
memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar
sekali pada jiwa anak, maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan,
sekolah juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk
pembentukan pribadi anak (Ahmadi, 2003).
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru,
dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu
mempraktekkan PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah
sehat. Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih
dengan segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang
disebut kurikulum.
PHBS di institusi pendidikan adalah upaya pemberdayaan dan
peningkatan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat di
tatanan institusi pendidikan. Indikator PHBS di institusi
pendidikan/sekolah meliputi: (Depkes, 2008)
a. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun
Siswa dan guru mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir sebelum makan dan sesudah buang air besar. Perilaku cuci
tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun mencegah
penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, typus, cacingan,
penyakit kulit, hepatitis A, ISPA, flu burung, dan lain sebagainya.
WHO menyarankan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
karena dapat meluruhkan semua kotoran dan lemak yang
mengandung kuman. Cuci tangan ini dapat dilakukan pada saat
sebelum makan, setelah beraktivitas diluar sekolah, bersalaman
dengan orang lain, setelah bersin atau batuk, setelah menyentuh
hewan, dan sehabis dari toilet. Usaha pencegahan dan penanggulangan
ini disosialisasikan di lingkungan sekolah untuk melatih hidup sehat
sejak usia dini. Anak sekolah menjadi sasaran
yang sangat penting karena diharapkan dapat menyampaikan
informasi kesehatan pada keluarga dan masyarakat.
b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
Di Sekolah siswa dan guru membeli atau konsumsi makanan/jajanan
yang bersih dan tertutup di warung sekolah sehat. Makanan yang sehat
mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin.
Makanan yang seimbang akan menjamin tubuh menjadi sehat.
Makanan yang ada di kantin sekolah harus makanan yang bersih, tidak
mengandung bahan berbahaya, serta penggunaan air matang untuk
kebutuhan minum.
c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang
memenuhi syarat kesehatan (leher angsa dengan septictank, cemplung
tertutup) dan terjaga kebersihannya. Jamban yang sehat adalah yang
tidak
mencemari sumber air minum, tidak berbau kotoran, tidak dijamah
oleh hewan, tidak mencemari tanah di sekitarnya, mudah dibersihkan
dan aman digunakan.
d. Olah raga yang teratur dan terukur
Aktivitas fisik adalah salah satu wujud dari perilaku hidup sehat terkait
dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Kegiatan olah raga
di sekolah bertujuan untuk memelihara kesehatan fisik
dan mental anak agar tidak mudah sakit. Dalam Rangka
meningkatkan kesegaran jasmani, perlu dilakukan latihan fisik yang
benar dan teratur agar tubuh tetap sehat dan segar. Dengan
melakukan olahraga secara teratur akan dapat memberikan manfaat
antara lain: meningkatkan kemampuan jantung dan paru,
memperkuat sendi dan otot, mengurangi lemak atau mengurangi
kelebihan berat badan, memperbaiki bentuk tubuh, mengurangi risiko
terkena penyakit jantung koroner, serta memperlancar peredaran
darah.
e. Memberantas jentik nyamuk
Kegiatan ini dilakukan dilakukan untuk memberantas penyakit yang
disebabkan oleh penularan nyamuk seperti penyakit demam berdarah.
Memberantas jentik nyamuk dilingkungan sekolah dilakukan dengan
gerakan 3 M (menguras, menutup, dan mengubur) tempat-tempat
penampungan air (bak mandi, drum, tempayan, ban bekas, tempat air
minum, dan lain-lain) minimal seminggu sekali. Hasil yang didapat
dari pemberantasan jentik nyamuk ini kemudian di sosialisasikan
kepada seluruh warga sekolah.

f. Tidak merokok di sekolah


Siswa dan guru tidak ada yang merokok di lingkungan sekolah.
Timbulnya kebiasaan merokok diawali dari melihat orang sekitarnya
merokok. Di sekolah siswa dapat melakukan hal ini mencontoh dari
teman, guru, maupun masyarakat sekitar sekolah. Banyak anak-anak
menganggap bahwa dengan merokok akan menjadi lebih dewasa.
Merokok di lingkungan sekolah sangat tidak dianjurkan karena rokok

mengandung banyak zat berbahaya yang dapat membahayakan


kesehatan anak sekolah.
g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
Siswa menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap
bulan. Kegiatan penimbangan berat badan di sekolah untuk
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak serta status gizi
anak sekolah. Hal ini dilakukan untuk deteksi dini gizi buruk maupun
gizi lebih pada anak usia sekolah.
h. Membuang sampah pada tempatnya.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga agar lingkungan selalu
terjaga dari sampah adalah sebagai berikut: 1) Guru memberi contoh
pada siswa-siswi membuang sampah selalu pada tempatnya,
2) Guru wajib menegur dan menasehati siswa yang mebuang sampah
di sembarang tempat, 3) Mencatat siswa-siswi yang
membuang sampah di sembarang tempat pada buku/kartu pelanggaran,
dan 4) Membuat tata tertib baru yang isinya tentang pemberian denda
terhadap siswa-siswi yang membuang sampah di sembarang tempat.

3. Fasilitas Penunjang PHBS


Fasilitas penunjang PHBS di sekolah antara lain adalah : (Depkes,
2012)
a. Ketersediaan air bersih yang bebas dari jentik nyamuk
Air bersih yang tersedia di sekolah dapat digunakan oleh siswa dan
guru untuk berbagai keperluan. Siswa dan guru dapat menggunakan
air bersih untuk mencuci tangan dengan menggunakan air bersih yang
mengalir sebelum makan dan sesudah buang air besar. Perilaku cuci
tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun mencegah
penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, typus, cacingan,
penyakit kulit, hepatitis A, ISPA, flu burung, dan lain sebagainya.
Kegiatan pemeriksaan tandon air bersih dilakukan untuk memberantas
penyakit yang disebabkan oleh penularan nyamuk seperti penyakit
demam berdarah. Memberantas jentik nyamuk di lingkungan sekolah
dilakukan dengan gerakan 3 M (menguras, menutup, dan mengubur)
tempat-tempat penampungan air (bak mandi, drum, tempayan, ban
bekas, tempat air minum, dan lain-lain) minimal seminggu sekali.
Hasil yang didapat dari pemberantasan jentik nyamuk ini kemudian
disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah.
b. Fasilitas penunjang PHBS disekolah yang lain adalah tersedianya
kantin sekolah dengan jajanan yang sehat, ketersediaan jamban yang
bersih, tempat dan program olahraga yang teratur dan terukur, dan juga
adanya tempat sampah. Dimana fasilitas tersebut dapat menunjang
siswa dan siswi dalam berperilaku hidup bersih dan sehat dilingkungan
sekolah.

4. Manfaat PHBS
Kebijakan pembangunan kesehatan ditekankan pada upaya
promotif dan preventif agar orang yang sehat menjadi lebih sehat dan
produktif. Pola hidup sehat merupakan perwujudan paradigma sehat yang
berkaitan dengan perilaku perorangan, keluarga, kelompok, dan
masyarakat yang berorientasi sehat dapat meningkatkan, memelihara, dan
melindungi kualitas kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun sosial.
Perilaku hidup sehat meliputi perilaku proaktif untuk:
a. Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olah raga teratur
dan hidup sehat;
b. Menghilangkan kebudayaan yang berisiko menimbulkan penyakit;
c. Usaha untuk melindungi diri dari ancaman yang menimbulkan
penyakit;
d. Berpartisipasi aktif daalam gerakan kesehatan masyarakat.
Manfaat PHBS di lingkungan sekolah yaitu agar terwujudnya
sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai ancaman penyakit,
meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada
prestasi belajar siswa, citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin
meningkat sehingga mampu minat orang tua dan dapat mengangkat citra
dan kinerja pemerintah dibidang pendidikan, serta menjadi percontohan
sekolah sehat bagi daerah lain (Depkes RI, 2008).
5. Sasaran PHBS
Sasaran PHBS menurut Depkes RI (2008) dikembangkan dalam
lima tatanan yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat kerja, di tempat-
tempat umum, institusi pendidikan, dan di sarana kesehatan. Sedangkan
sasaran PHBS di institusi pendidikan adalah seluruh warga institusi
pendidikan yang terbagi dalam:
a. Sasaran primer
Sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah
perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu/ kelompok
dalam institusi pendidikan yang bermasalah).
b. Sasaran sekunder
Sasaran yang mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang
bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang tua murid, kader
kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas
sektor terkait.
c. Sasaran tersier
Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam
mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya
pelaksanaan PHBS di institusi pendidikan seperti, kepala desa, lurah,
camat, kepala Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang
tua murid.

6. Strategi PHBS
Kebijakan Nasional Promosi kesehatan menetapkan tiga strategi
dasar promosi kesehatan dan PHBS yaitu (Notoatmodjo, 2007):
a. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)
Merupakan proses pemberian informasi secara terus menerus dan
berkesinambungan agar sasaran berubah dari aspek knowledge,
attitude, dan practice. Sasaran utama dari pemberdayaan adalah
individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat.
b. Bina Suasana (Social Support)
Upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu
anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana antara
lain:
1) Pendekatan individu
2) Pendekatan kelompok
3) Pendekatan masyarakat umum
c. Advokasi (Advocacy)
Upaya yang terencana untuk mendapatkan dukungan dari pihak-pihak
terkait (stakeholders). Pihak-pihak terkait ini dapat berupa tokoh
masyarakat formal yang berperan sebagai penentu kebijakan
pemerintahan
Dan penyandang dana pemerintah. Selain itu, tokoh masyarakat
informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain sebagainya
dapat berperan sebagai penentu kebijakan tidak tertulis dibidangnya
atau sebagai penyandang dana non pemerintah. Sasaran advokasi
terdapat tahapan-tahapan yaitu:
1) Mengetahui adanya masalah
2) Tertarik untuk ikut menyelesaikan masalah
3) Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan
alternatif pemecahan masalah
4) Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu
alternatif pemecahan masalah
5) Memutuskan tindak lanjut kesepakatan

7. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Penerapan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi. Lawrence Green dalam Notoatmojo (2007)
membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan yaitu faktor
perilaku (behavioral factors) dan faktor non perilaku (non
behavioral factors). Green menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan
oleh tiga faktor utama:
a. Faktor Predisposisi
Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada cognitive domain
dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus sehingga
menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut, selanjutnya
menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek. Pengetahuan
dan sikap subyek terhadap PHBS diharapkan akan membentuk
perilaku (psikomotorik) subyek terhadap PHBS. Faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya prilaku seseorang
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan dan juga nilai-
nilai tradisi.
b. Faktor Pendukung atau Pemungkin
Hubungan antara konsep pengetahuan dan praktek kaitannya dalam
suatu materi kegiatan biasanya mempunyai angapan yaitu adanya
pengetahuan tentang manfaat sesuatu hal yang akan menyebabkan
orang mempunyai sikap positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya
sikap positif ini akan mempengaruhi untuk ikut dalam kegiatan ini.
Niat ikut serta dalam kegiatan ini akan menjadi tindakan apabila
mendapatkan dukungan sosial dan tersedianya fasilitas kegiatan ini
disebut perilaku. Berdasarkan teori WHO menyatakan bahwa yang
menyebabkan seseorang berperilaku ada tiga alasan diantaranya
adalah sumber daya (resource) meliputi fasilitas, pelayanan kesehatan
dan pendapatan keluarga.
c. Faktor Penguat
Faktor yang mendorong untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan
yang terwujud dalam peran keluarga terutama orang tua, guru dan
petugas kesehatan untuk saling bahu membahu, sehingga tercipta
kerjasama yang baik antara pihak rumah dan sekolah yang akan
mendukung anak dalam memperoleh pengalaman yang hendak
dirancang, lingkungan yang bersifat anak sebagai pusat yang akan
mendorong proses belajar melalui penjelajah dan penemuan untuk
terjadinya suatu perilaku. Hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban
sebagai orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya),
yang selanjutnya disebut perilaku orang sakit.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi PHBS anak sekolah
menurut Adiwiryono (2010) berasal dari :
a. Dukungan dari orang tua
b. Dukungan teman sekolah
c. Dukungan guru di sekolah.
d. Sarana prasarana menjadi pendukung dalam mewujudkan perilaku
hidup bersih sehat di sekolah seperti tempat pembuangan air yang
bersih, tempat pembuanga air besar (jamban) yang sehat, tempat
pembuangan sampah, tempat dan program olah raga yang tepat,
ketersediaan makanan bergizi di warung sekolah, UKS, dan
sebagainya.

B. Peran Orang Tua terhadap Pembentukan Perilaku


1. Pengertian Peran Orang Tua
Friedmen (2003) menyatakan bahwa peran adalah perilaku yang
berkenaan dengan siapa yang memegang posisi tertentu, posisi
mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial.
Setiap perilaku individu menempati posisi-posisi multiple, orang dewasa,
dan pria suami yang berkaitan dengan masing-masing posisi ini adalah
sejumlah peran, di dalam hal posisi ibu, beberapa peran yang terkait adalah
sebagai penjaga rumah, merawat anak, pemimpin kesehatan dalam
keluarga, memasak, sahabat atau teman bermain bagi anak. Peran
merupakan seperangkat tingkah laku seseorang yang diharapkan sesuai
dengan fungsi, potensi, kemampuan serta tanggung jawabnya. Orang tua
merupakan seorang atau dua orang ayah-bunda yang bertanggung jawab
pada keturunannya semenjak terbentuknya hasil pembuahan atau zigot
baik berupa tubuh maupun sifat-sifat moral dan spiritual (Wadnaningsih,
2005).
Orang tua adalah tokoh panutan anak, maka diharapkan orang tua
dapat ditiru, sehingga anak yang bebas bersekolahpun sudah mau dan
mampu melakukan cuci tangan dengan benar melalui model yang ditiru
dari orang tuanya (Maulani, 2005). Peran orang tua adalah seperangkat
tingkah laku dua orang ayah dan ibu dalam bekerja sama dan bertanggung
jawab berdasarkan keturunannya sebagai tokoh panutan anak semenjak
terbentuknya pembuahan atau zigot secara konsisten terhadap stimulus
tertentu, baik berupa bentuk tubuh maupun sikap moral dan spiritual serta
emosional yang mandiri.

2. Macam-macam Peran
Ada dua macam peran yaitu :
a. Peran Formal
Peran formal merupakan peran yang membutuhkan ketrampilan dan
kemampuan tertentu dalam menjalankan peran tersebut. Peran formal
yang standar terdapat dalam keluarga yaitu ayah sebagai pencari
nafkah, ibu sebagai pengatur ekonomi keluarga, di samping itu tugas
pokok sebagai pengasuh anak. Jika salah satu anggota keluarga tidak
dapat memenuhi suatu peran, maka anggota keluarga yang lainnya
mengambil alih kekosongan ini dengan memerankan perannya agar
tetap berfungsi dengan baik (Friedmen, 2003).
b. Peran Informal
Peran informal adalah peran yang mempunyai tuntutan yang berbeda,
tidak terlalu didasarkan pada usia, jenis kelamin dan lebih berdasarkan
pada atribut personalitas atau kepribadian individu.
Peran formal dapat mempermudah pandangan terhadap sifat
masalah yang dihadapi dan mendapatkan solusi yang tepat. Pelaksanaan
peran informal yang efektif dapat mempermudah pelaksanaan peran-peran
formal (Friedmen, 2003).
Adiwiryono (2010) menyatakan bahwa peran orang tua merupakan
faktor eksternal terhadap praktik PHBS di sekolah. Peranan orang tua sangat
kuat untuk mengubah perilaku anak ke arah yang lebih baik sehingga bila
orang tua memiliki pengetahuan yang baik dan waktu yang cukup untuk
memberikan contoh tentang PHBS dan memberikan informasi tentang
manfaat, tujuan dan arti penting PHBS bagi anak di lingkungan sekolah maka
praktik anak terhadap PHBS menjadi lebih baik.

C. Peran Teman Sebaya dalam Pembentukan Perilaku


1. Pengertian Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya adalah sekumpulan individu yang
memiliki tingkatan usia yang relatif sama, yang memiliki aturan yang
berbeda dengan aturan pada masyarakat. Persepsi terhadap kelompok
teman sebaya merupakan pemberian arti atas kelompok teman sebayanya
yang terdiri dari sekumpulan individu dengan tingkatan usia yang relatif
sama, yang memiliki aturan yang berbeda dengan individu dengan
masyarakat, dan proses tersebut dipengaruhi factor dari dalam dan luar
individu, sehingga remaja menyadari apa yang dirasakan atas teman
sebayanya tersebut (Santrock, 2000).
Bersama dengan teman sebaya remaja mendapatkan nilai-nilai
positif yang tidak didapatkannya dari orangtuanya. Persepsi negatif berarti
remaja menganggap bahwa kelompok teman sebaya adalah tempat
kompensasi terhadap kekurangan yang dimiliki atau sebagai ajang balas
dendam terhadap lingkungan yang menolak atau memusuhinya (Kartono,
2006). Hurlock (2000) berpendapat bahwa persepsi remaja terhadap
kelompok teman sebaya merupakan pandangan atau proses pemberian arti
(makna) atas sekumpulan individu dengan usia yang relatif sama yang dapat
memberikan kegembiraan bagi dirinya dan memungkinkan untuk melakukan
aktivitas bersama-sama, seperti olah raga.
2. Fungsi/Peran Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-
anak dan remaja pada lingkungan sosial. Mereka mulai belajar bergaul dan
berinteraksi dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya. Ini
dilakukan agar mereka mendapat pengakuan dan penerimaan dari
kelompok teman sebayanya sehingga akan tercipta rasa aman. Sejumlah
penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman
sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi.
Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah
menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di
luar keluarga. Anak-anak atau remaja menerima umpan balik tentang
kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok temam sebaya.
Mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih
jelek dari yang dilakukan oleh anak-anak lain.
Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai
mereka, menyediakan informasi, menaikan harga diri, dan memberi
mereka suatu identitas. Remaja bergabung dengan suatu kelompok
dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok akan
sangat menyenangkan dan menarik serta memenuhi kebutuhan mereka
atas hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan
kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima
penghargaan, baik yang berupa materi maupun psikologis. Kelompok juga
merupakan sumber informasi yang penting. Saat remaja berada dalam
suatu kelompok belajar, mereka belajar tentang strategi belajar yang
efektif dan memperoleh informasi yang berharga tentang bagaimana cara
untuk mengikuti suatu ujian. Tarsadi (2005) mengidentifikasi empat
fungsi teman sebaya, yang mencakup :
Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources),
baik untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap
stress.
1. Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive
resources) untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan.
2. Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial
dasar (misalnya keterampilan komunikasi sosial, keterampilan
kerjasama dan keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau
ditingkatkan; dan
3. Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-
bentuk hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara
kandung) yang lebih harmonis. Hubungan teman sebaya yang
berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah
terbukti dapat membentuk perilaku yang baik.
Samsunuwiyati (2005) menyebutkan 6 fungsi positif dari teman
sebaya, yaitu :
1. Mengontrol impuls-impuls agresif.
2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih
independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan
dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab
baru mereka.
3. Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan
kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-
perasaan dengan cara-cara yang lebih matang.
4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran
jenis kelamin.
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai.
6. Menigkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yanh disukai oleh
sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak
atau senang senang tentang dirinya.
Kelompok teman sebaya biasanya beranggotakan perempuan saja,
laki-laki saja atau campuran, kalau kelompoknya beranggotakan laki-laki saja
biasanya sebagaian besar anggotanya tidak terlampau dekat secara
emosional, sedangkan apabila kelompok beranggotakan perempuan
biasanya anggotanya lebih akrab.
Teman sebaya memiliki peran yang cukup besar bagi
pembentukan PHBS khususnya di lingkungan sekolah. Teman sebaya
(peers) merupakan panutan atau idola bagi teman lainnya, artinya bila
salah satu anak mempraktikkan pesan-pesan PHBS lalu ia mengajak/
mengingatkan teman-temannya, contoh cuci tangan pakai sabun bila
setelah buang air kecil, maka teman-temannya akan mengikuti hal yang
sama. Seorang anak selalu berinteraksi dengan teman sebayanya di
sekolah khususnya ketika sedang beristirahat. Seorang anak secara
psikologis cenderung meniru apa yang dilihat dalam kesehariannya
termasuk juga perilaku kesehatan yang dilakukan dan dipraktikkan
temannya di sekolah, sehingga faktor tersebut juga dapat berpengaruh
terhadap penanaman praktik PHBS anak di lingkungan sekolah
(Adiwiryono, 2010).

D. Peran Guru dalam Pembentukan Perilaku


Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yang
terdapat dalam Bab I Pasal 1 bahwa guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar membimbing, mengarahkan, melatih,
memberikan, menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Atmidiwiro (2000) menyatakan bahwa istilah lain guru adalah pendidik, yaitu
orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada
anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai
kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai
makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang
sanggup berdiri sendiri. Sehingga seorang guru memiliki peran penting dalam
pembentukan akhak, perilaku dan karakter anak.
Peran guru sebagai pendamping siswa sebagai pengajar dan pendidik
untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan harapan sebagai generasi
penerus, guru memiliki banyak tugas baik yang terikat oleh dinas maupun di
luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila kita kelompokkan terdapat tiga
jenis tugas guru, yakni :
1. Tugas dalam bidang profesi
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup yang
baik dalam membentuk perilaku siswa yang tepuji baik terhadap dirinya,
lingkungan dan masyarakat. Mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih
berarti mengembangkan keterampilan pada siswa.
2. Tugas dalam bidang kemanusiaan
Guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua.
Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi
siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah
tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat
menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa
akan enggan menghadapi guru yang tidak menarik. Pelajaran tidak dapat
diserap sehingga setiap lapisan masyarakat dapat mengerti bila
menghadapi guru. Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih
terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan
masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru
berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.
3. Tugas dalam bidang kemasyarakatan
Tugas dan peran guru tidaklah terbatas didalam masyarakat, bahkan guru
pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memilih peran yang
penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan
keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak
mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa
sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini.
Peran guru sebagai pengajar, pendidik dan pelatih memiliki posisi
yang strategis untuk menanamkan prinsip-prinsip PHBS di lingkungan
sekolah. Sosialisasi sejak dini oleh guru kepada siswa mengenai pesan-pesan
yang ada dalam PHBS melalui semua aktivitas harian di sekolah dikaitkan
dengan PHBS dengan tujuan setiap anak akan terbiasa dengan hal tersebut dan
dapat saling mengingatkan antar mereka untuk selalu melaksanakan praktik
PHBS. Semakin besar peran guru dalam mensosialisasikan pesan PHBS maka
siswa akan lebih baik dalam mempraktikkan PHBS di sekolah. Hal itu
dimungkinkan karena biasanya anak-anak patuh terhadap perintah gurunya
sehingga bila gurunya semakin berperan dalam mensosialisasikan PHBS
maka praktiknya juga akan semakin baik (Adiwiryono, 2010).
E. Kerangka Teori

Faktor-faktor predisposisi
(predisposing factors) :
  Pengetahuan,
  Sikap,
  Keyakinan,
  Kepercayaan,
 Nilai-nilai tradisi

Faktor-faktor pemungkin (enabling


factors) :
 Tempat pembuangan air yang Perilaku Hidup Bersih dan
bersih, Sehat (PHBS) di Sekolah
  Tempat pembuangan sampah,
 Tempat olah raga yang
 memadai,
 Ketersediaan makanan bergizi
 di warung sekolah,
 KegiatanUKS

Faktor-faktor penguat (reinforcing


factors):
  Orang tua
  Teman sekolah
  Guru
  Petugas kesehatan setempat
 Masyarakat sekitar

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber : Notoatmodjo (2007), (Adiwiryono, 2010)
F. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Peran Orang tua

Peran Teman sekolah Perilaku Hidup Bersih dan


Sehat (PHBS) di Sekolah
Peran Guru

  Pengetahuan
 Sikap
Variabel Pengganggu

Gambar 2.1. Kerangka Konsep


Keterangan :
Variabel pengganggu tidak diteliti

G. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
H1 : Terdapat hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan
praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) siswa di SDN
Kedungmundu Semarang.
H2 : Terdapat hubungan yang bermakna antara peran teman sekolah dengan
praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) siswa di SDN
Kedungmundu Semarang.
H3 : Terdapat hubungan yang bermakna antara peran guru dengan praktik
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) siswa di SDN
Kedungmundu Semarang.

Anda mungkin juga menyukai