Perhitungan Sel Darah Merah Putih PDF
Perhitungan Sel Darah Merah Putih PDF
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada Praktikum Fisiologi Hewan Air
Disusun oleh :
Kelompok 8 / Kelas A
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini. Laporan praktikum ini berjudul “Perhitungan Sel Darah
Merah dan Sel Darah Putih Pada Ikan Lele (Clarias sp.)”. Laporan praktikum ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada Praktikum Fisiologi Hewan Air.
Penyusunan laporan praktikum ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses
praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini.
Akhir kata semoga apa yang telah dilaksanakan oleh penyusun dapat
memberikan manfaat khususnya bagi pengembangan pengetahuan di bidang
perikanan dan umumnya bagi semua pihak.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Bab Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Praktikum .............................................................................. 2
1.3 Manfaat Praktikum ............................................................................ 2
ii
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
(Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi
(Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan
nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura
(Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish,
siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air
payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa,
telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Habitat
Habitat atau lingkungan hidup ikan lele adalah semua perairan tawar,
meliputi sungai dengan aliran yang tidak terlalu deras atau perairan yang tenang
seperti waduk, danau, telaga, rawa, dan genangan air seperti kolam. Ikan lele
tahan hidup di perairan yang mengandung sedikit oksigen dan relatif tahan
terhadap pencemaran bahan-bahan organik.
Suyanto (2006), menyatakan lele dapat hidup normal di lingkungan yang
memiliki kandungan oksigen (DO) terlarut 4 ppm dan air yang odeal bagi leel
dumbo mempunyai kadar karbondioksida kurang dari 2 ppm, namun pertumbuhan
dan perkembangan ikan lele akan cepat dan sehat jika dipelihara dari sumber air
yang cukup bersih, seperti air sungai, mata air, saluran irigasi ataupun aikr sumur.
Ikan lele dapat hidup baik di dataran rendah sampai dengan perbukitan yang tidak
terlalu tinggi, misalnya di daerah pegunungan dengan perbukitan yang tidak
terlalu tinggi, misalnya di daerah pegunungan dengan ketinggian di atas 700 m.
Di samping itu lele dumbo juga bisa hidup pada perairan yang sedikit
payau, seperti di Kendal, Jawa Tengah. Aktivitasnya pada siang hari dan lebih
menyukai tembat-tempat yang gelap, agak dalam dan teduh. Hal ini bisa
dimengerti karena lele adalah binatang nokturnal, yaitu mempunyai
kecenderungan beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Pada siang hari
lele lebih sukaberdiam atau berlindung di tempat-tempat yang gelap. Akan tetapi,
pada kolam pemeliharaan, terutama budidaya secara intensif, lele dapat dibiasakan
diberi pakan pellet pada pagi atau siang hari, walaupun nafsu makannya tetap
lebih tinggi jika diberikan pada malam hari.
Lele juga mampu hidup di luar air (dasar) selama beberapa jam, asalkan
udara disekitarnya cukup lembab. Semua kelebihan tersebut membuat ikan ini
tidak memerlukan kualitas air yang jernih atau mengalir ketika dipelihara di
kolam. Karena itu lele dapat juga dipelihara pada kondisi kualitas air yang buruk,
seperti comberan, atau tempat pembuangan air limbah rumah tangga yang terdapat
di belakang rumah. Walaupun begitu para ahli perikanan tetap memberi syarat
darikualitas air (kimia dan fisika) yang harus dipenuhi jika ingin sukses
membudidayakan lele. Berikut ini persyaratan yang dikemukakan oleh Khairuman
8
(2008): suhu yang cocok ontuk memelihara lele dumbo adalah 20-30 0C dan
optimal 270C, kandungan oksigen dalam air minimal 3 ppm, NH3 sebesar 0,05
ppm, NO2 sebesar 0,25 ppm, NO3 sebesar 250 ppm.
Suyanto (2006) menyatakan bahwa ikan lele digolongkan sebagai ikan
karnivora. Pakan alami yang baik untuk benih ikan lele adalah jenis zooplankton
seperti Moina sp., Daphnia sp., cacing-cacing, larva (jentik-jentik serangga),
siput-siput kecil dan sebagainya. Pakan alami biasanya digunakan untuk peberian
pakan lele pada fase larva sampai benih. Ikan lele biasanya mencari makanan di
dasar kolam.
Kebiasaan Makan
Murhananto (2002), menyatakan bahwa ikan lele dapat memakan segala
macam makanan. Pakan alami ikan lele adalah binatang-binatang renik yang
hidup di lumpur dasar maupun didalam air, antara lain cacing, jentik-jentik
nyamuk, serangga lainnya, anak-anak siput, kutu air (zooplankton). Selain itu, lele
juga dapat memakan kotoran atau bahkan apa saja yang ada dalam air. Lele
merupakan jenis ikan pemakan campuran (omnivora)tidak banyak memilih pakan
yang akan dimakannya. Ikan ini lebih mudah menyesuaikan dengan makanan
yang diberikan.
Selain pakan alami, lele juga memerlukan pakan tambahan untuk
pertumbuhan dan mempercepat kematangan gonad. Untuk itu, jenis pakan
tambahannya harus banyak mengandung protein hewani yang mudah dicerna.
pakan tambahan yang digunakan dapat berupa pellet komersial yang mengandung
protein diatas 20% (Prihartono et al., 2000).
Menurut Mahyuddin (2008), menyatakan bahwa lele mempunyai
kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder).berdasarkan jenis
pakannya, lele digolongkan sebagai ikan yang bersifat karnivora (pemakan
daging). Di habitat aslinya, lele memakan cacing, siput air, belatung, laron, jetik-
jentik serangga, kutu air dan larva serangga air. Karena bersifat karnivora, pakan
tambahan yang baik untuk lele adalah yang banyak mengandung protein hewani.
9
semakin meningkat vitalitas dan kematangan gonadnya, sehingga induk lele akan
lebih sering memijah.
Ikan lele mentolerir berbagai kondisi lingkungan. Suhu air optimum untuk
pertumbuhan adalah 75- 85º F, namun ikan dapat bertahan hidup pada suhu dari
atas titik beku untuk hampir 100º F. Pertumbuhannya lambat pada suhu kurang
dari 65º F dan aktivitas makan berhenti pada suhu di bawah sekitar 50º F. Suhu air
maksimal di mana ikan lele dapat bertahan hidup tanpa batas adalah sekitar 95º F
dan ikan bertahan hidup hanya sebentar pada suhu di atas 100º F. Lele mentolerir
salinitas dari 0-11 ppt, meskipun salinitas kurang dari 4 ppt lebih disukai. Telur
mentolerir salinitas setinggi 16 ppt namun menetas hanya pada 8 ppt atau kurang.
Larva lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kuning
telur (yolksack) yang akan diserap sebagai makanan bagi larva sehingga larva
tidak perlu diberi pakan. Penetasan telur dan penyerapan yolksack akan lebih
cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Pemeliharaan larva dilakukan pada
tahap penetasan. Pemberian pakan dapat dilakukan setelah larva berumur 4-5 hari
atau saat larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam. Umumnya
pemeliharaan larva dilakukan 5 hari dengan menghasilkan benih berukuran 0,7-
1,0 cm dengan berat 0,002 gram (Sunarma, 2004).
Usia kedewasaan seksual bervariasi dari 2 sampai 12 tahun, tergantung
pada panjang musim pertumbuhan (umumnya ikan matang lebih cepat di iklim
hangat). Di alam, dari 2 sampai 4 tahun mungkin diperlukan untuk mencapai berat
1 pon, meskipun tingkat pertumbuhan tergantung pada suhu dan ketersediaan
pangan. Ikan lele dapat hidup lebih dari 20 tahun dan mencapai berat lebih dari 40
kilogram.
Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya ikan, karena
diperlukan sebagai media hidup ikan. Beberapa peubah fisika dan kimia yang
dapat mempengaruhi hidup ikan lele (Clarias spp) adalah suhu, oksigen terlarut,
karbondioksida bebas, pH, dan amonia (Weatherley 1972).
11
Suhu
Ikan lele mudah beradaptasi dengan lingkungan yang tergenang air.
Apabila sudah dewasa dapat diadaptasikan di dalam lingkungan perairan yang
mengalir (Puspowardoyo dan Djarijah 2002). Suhu merupakan faktor yang
mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air. Suhu yang ideal
0 0
untuk pemeliharaan ikan lele berkisar antara 25 C - 30 C, dimana di atas suhu
tersebut nafsu makan lele akan berkurang. Selain itu, tingginya temperatur air
akan menyebabkan peningkatan aktivitas metabolisme organisme yang ada.
Tingginya aktifitas metabolisme menyebabkan kandungan gas terlarut akan
berkurang. Rendahnya kandungan gas terlarut dalam kurun waktu yang lama akan
menyebabkan ikan lele lemas, bahkan mati. Perlu adanya pengaturan tingkat
kepadatan ikan lele, khususnya benih ikan lele dalam wadah pemeliharaan, agar
sesuai dengan laju metabolisme kompenen perairan yang terjadi (Zonneveld et al.,
1991).
Oksigen Terlarut
Oksigen sangat diperlukan ikan lele untuk keperluan pernapasan dan
metabolisme. Perbedaan struktur molekul darah antar jenis ikan mempengaruhi
hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen
dalam darah. Oksigen diperlukan ikan untuk katabolisme yang menghasilkan
energi bagi aktivitas seperti berenang, reproduksi, dan pertumbuhan. Kebutuhan
oksigen bagi ikan berbeda – beda tergantung spesies (Irianto 2005). Umumnya
ikan lele mampu hidup normal pada kandungan oksigen terlarut sebesar 4 mg per
liter. Jika persediaan oksigen di bawah 20% dari kebutuhan normal, ikan lele akan
lemas dan menyebabkan kematian (Murhananto 2002).
Karbondioksida
Kandungan karbondioksida yang ideal untuk ikan lele berkisar antara 0 –
12,8 mg/liter (Murhananto 2002). Jumlah kandungan karbondioksida dalam suatu
lingkungan perairan ditentukan oleh bahan organik dan binatang air yang
terkandung di dalamnya. Semakin banyak bahan organik yang mengurai, kadar
12
Amonia
Amonia merupakan produk akhir katabolisme protein yang dieksresikan
ke luar tubuh ikan melalui insang dan kulit. Amonia ikut berperan dalam regulasi
+
ion melalui pertukaran dengan ion Na . Konsentrasi amonia di dalam lingkungan
perairan kolam budidaya ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu seberapa baik
kolam budidaya dikelola dan lama waktu ikan dipuasakan sebelum penanganan.
Boyd (1990) melaporkan bahwa amonia berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan,
yaitu penggunaan energi yang lebih akibat stres yang ditimbulkan. Menurut
Khairuman dan Amri (2002), kandungan maksimum amonia di dalam suatu
wadah pemeliharaan untuk benih ikan lele yang masih dapat ditolerir adalah
1mg/liter (Khairuman dan Amri 2002).
pH
Irianto (2005) melaporkan bahwa ikan dapat hidup pada pH yang berkisar
antara 5,0 – 9,5. Namun demikian, pada umumnya pH yang diperlukan untuk
budidaya perikanan berkisar antara 6,7 – 8,3. pH yang baik untuk pertumbuhan
ikan lele berkisar antara 6,5 – 9,0. pH kurang dari 5 sangat buruk bagi kehidupan
ikan lele karena dapat menyebabkan terjadinya penggumpalan lendir di dalam
insang dan dapat menyebabkan kematian, sedangkan pH di atas 9 kurang baik
bagi perkembangan ikan lele, karena dapat menghambat pertumbuhan dan
menurunkan nafsu makan (Murhanto 2002). Tinggi rendahnya pH dalam suatu
perairan dipengaruhi oleh banyaknya kotoran di dalam lingkungan perairan yang
berasal dari sisa pakan dan hasil metabolisme (Sumpeno 2005).
13
Gambar 3. Sel darah Ikan Lele (Clarias ssp), Eritrosit (E), Limfosit (L),
Monosit (M), Heterofil (N), dan Trombosit (T) (Abdullah 2008).
2.14 Haemacytometer
Haemacytometer merupakan alat yang didesain khusus untuk menghitung
sel darah tetapi haemocytometer juga dapat digunakan untuk menghitung sel tipe
lain yang berukuran mikroskopik (Anonim, 2008).
Haemacytometer ditemukan oleh Louis Charles Malassez dan terdiri atas
gelas kaca mikroskop dengan bentuk seperti empat persegi panjang dengan
lekukan yang membentuk kamar. Kamar diukir dengan menggoreskan laser yang
membentuk garis tegak lurus. Alat ini dibuat dengan sangat hati-hati oleh orang
yang ahli sehingga batas area bergaris diketahui dan kedalaman kamar diketahui.
e. Eritrosit dihitung dari dalam bujur sangkar dengan sisi 1/20 mm (kotak R)
Jarak antara bilik hitung dengan gelas penutup: 1/10 mm sehingga volume
bujur sangkar adalah sebagai berikut:
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
22
23
2. Larutan Hayem’s
3. Alkohol 70%
4. Tissue
5. Aquabidest
2) Menempatkan ikan lele pada wadah lalu melukai bagian pangkal ekornya
dengan pisau bedah.
3) Menghisap darah yang keluar menggunakan pipet Thomma sebatas skala 0,5
dan menghentikan penghisapan dengan menekan ujung lidah ke ujung karet
penghisap, kemudian menambahkan larutan Turks sampai skala 11.
4) Melepaskan karet penghisap dari pipet dan kedua ujung pipet ditekan dengan
ibu jari agar cairan tidak keluar, selanjutnya digerakkan dengan arah memutar
selama 3 menit agar merata.
5) Menetesi kamar hitung dengan cairan darah tadi melalui parit
haemacytometer, kemudian dilakukan penghitungan dengan menggunakan
hand counter.
6) Untuk menghitung sel darah putih dilakukan dengan menghitung ke empat
kotak di bagian sudut dan hitung parsel kotak kemudian dijumlahkan dan
dibagi empat untuk rata-ratanya. Faktor pengali 20 x 16 x 10 = 3200 yang
harus dikalikan dengan jumlah rata-rata sel darah putih tersebut yang
merupakan jumlah SDP per ml darah.
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
26
27
Hasil penghitungan jumlah sel darah merah yang didapat dari sampel
darah ikan lele yang diuji adalah 3.790.000 sel/mm3. . Jumlah eritrosit ikan lele
29
6
(Clarias ssp) adalah 3,18 x 10 sel/ml (Angka et al., 1985). Jumlah eritrosit pada ikan
6 3
teleostei berkisar antara (1,05 - 3,0) x 10 sel/mm (Irianto 2005). Eritrosit berwarna
kekuningan, berbentuk lonjong, kecil, dengan ukuran berkisar antara 7 - 36 μm
(Lagler et al. 1977). Eritrosit yang sudah matang berbentuk oval sampai bundar, inti
berukuran kecil dengan sitoplasma besar. Ukuran eritrosit ikan lele (Clarias ssp)
berkisar antara (10 x 11 μm) – (12 x 13 μm), dengan diameter inti berkisar antara 4 –
5 μm. Pengujian ini menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah pada ikan lele
yang diuji berada pada kisaran normal.
penurunan jumlah leukosit total disebabkan karena adanya gangguan pada fungsi
organ ginjal dan limpa dalam memproduksi leukosit yang disebabkan oleh infeksi
penyakit. Menurut Irianto (2005), salah satu contoh penyakit pada ikan yang
menyebabkan gangguan pada ginjal dan limpa antara lain Aeromonas hydrophila,
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini terdapat beberapa kesimpulan yang dapat
diambil, diantaranya :
Untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan kita dapat mengetahuinya dengan
menguji sampel darah. Hal ini berdasarkan hasil penelitian bahwa darah
merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat kelainan
yang terjadi pada ikan, baik yang terjadi karena penyakit ataupun karena
keadaan lingkungan.
Ciri-ciri ikan yang terserang penyakit jika dilihat dari hasil uji darahnya
adalah adanya perubahan pada nilai hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel
darah merah dan jumlah sel darah putih.
Alat untuk menghitung jumlah sel darah merah adalah Haemacytometer yang
terdiri dari kamar hitung tipe “improved Neubauer” dan pipet Thomma.
Larutan yang digunakan untuk penghitungan sel darah merah adalah larutan
Hayem’s.
Untuk menghitung jumlah sel darah merah per millimeter kubik yaitu dengan
cara mengalikan jumlah rata-rata sel darah merah dari kamar hitung yang
digunakan dengan faktor pengali. Faktor pengali terdiri dari faktor
pengenceran, jumlah kotak hitung dan ketebalan Haemacytometer.
Jumlah sel darah merah dari ikan lele yang kami uji sampel darahnya adalah
2.090.000 sel/mm3. Nilai tersebut berada pada kisaran normal karena
berdasarkan litelatur jumlah sel darah merah pada ikan lele adalah 3,18 x 106
sel/ mm3.
Persentase normal limfosit pada ikan teleostei berkisar antara 71,12 – 82,88%
(Affandi dan Tang 2002). Jumlah limfosit di dalam darah ikan lebih banyak
dibandingkan dengan limfosit pada mamalia. Kepadatan limfosit pada ikan
34
35
3 3, 3 3
sebesar 48 x 10 sel/mm sedangkan pada mamalia sekitar 2 x 10 sel/mm
(Roberts 1978).
5.2 Saran
Praktikum ini memberi pelajaran bagi kita untuk bisa mengetahui kondisi
ikan dengan cara menghitung sel darah merah pada ikan. Namun dalam praktikum
ini terdapat kesulitan dalam mengamati haemacytometer yaitu untuk menemukan
kotak hitungnya. Hal ini dikarenakan kondisi mikroskop yang kurang baik
sehingga pengamatan membuang waktu yang cukup lama.
Sebaiknya mikroskop yang akan digunakan untuk praktikum harus dalam
kondisi baik. Ketepatan menyedot darah menggunakan pipet thoma harus
diperhatikan karena jika tidak tepat pada skala yang diinginkan akan memperlama
pekerjaan. Pengenceran pun harus dilakukan sampai sampel darah merah
tercampur secara homogen dengan larutan Hayem’s dan sel darah putih dengan
larutan turks.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Yusuf. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Paci – Paci Leucas Lavandulaefolia
Untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Penyakit Mas Motile Aeromonad
Septicaemia Ditunjau Dari Patologi makro Dan Hematologi Ikan Lele Dumbo
Clarias Sp. Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. IPB : Bogor.
Affandi R, Tang UM.2002. Fisiologi Hewan Air. Riau : Uni Press.
Amlacher E. 1970. Text Book of Fish Disease. D.A.T.F.H. Publication. New York.
USA. hlm 302.
Angka SL, GT Wongkar, Karwani. 1985. Blood Picture and Bacteria Isolated From
Ulcered and Crooked-Black Clarias Batrachus. Symposium On Pract. Measure
for Preventing and Controlling Fish Disease. BIOTROP. 17 P.
Anonim. 2007. Perhitungan Sel Darah Merah. http://www.unsjournal.com/. Diakses
tanggal 5 Desember 2012 Pukul 20.15WIB.
Anonim. 2008. Haemacytometer. http//id.wikipedia.com/haemacytometer. Diakses tanggal
5 Desember 2012 Pukul 20.17WIB.
Arry. 2007. Pengaruh Suplementasi Zat Besi (Fe) Dalam Pakan Buatan Terhadap
Kinerja Pertumbuhan dan Imunitas Ikan Kerapu Bebek Cromileptes Altivelis.
Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Blaxhall PC. 1972. The Haemothological Assessment of The Health of Fresh Water
Fish. A Review of Selected Literature. Journal of Fish Biology 4 : 593-604.
Boyd CE. 1990. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Elsevier Science
Publishing Company Inc, New York. Hal 146 – 159.
Chinabut S, Limsuwan C, and Kiswatat P. 1991. Histology of The Walking Catfish,
Clarias bathracus. IDRC Canada. hlm 96.
Dellman HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Edisi 3. Hartono
(Penerjemah). UI Press, Jakarta.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta. Hal 95-109.
36
37
Ganong WF. 1995. Buku Ajar fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiologi). Ed
ke-4. Terjemahan P Adianto. EGC, Jakarta.
Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Irawati Setiawan
(Penerjemah). Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta.
Hesser EF. 1960. Methods for Routine Fish Hematology. Progressive Fish Culturist.
Irianto Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Khairuman, K Amri. 2002. Budidaya Lele Lokal Secara Intensif. PT Agromedia
Pustaka, Tangerang.
Lagler KF, Bardach JE, RR Miller, Passino DRM. 1977. Ichthyology. John Willey and
Sons. Inc. new York-London. Hlm 506.
Maryani M. 2003. Interaksi Antara Logam Berat Kadmium(Cd) dan Infeksi Bakteri
Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Mas Cyprinus Carpi. Skripsi Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan, IPB.
Michael, P. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI
Press, Jakarta.
Moyle PB, Cech Jr JJ. 1988. Fishes An Introduction to Icthyology. Prentice Hall, Inc.
USA. hlm 559.
Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo di Pekarangan. PT Agromedia Pustaka,
Tangerang.
Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi Dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. IPB
Primandaka JT. 1992. Pengaruh Penyuntikan Isolat Virulen Aeromonas hydrophila
Secara Intramuskular Terhadap Gambaran Darah Lele Dumbo (Clarias sp.)
Ukuran Fingerling. Skripsi. Fakultas Perikanan, IPB.
Puspowardoyo H dan Djarijah AS. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Lele Dumbo
Hemat Air. Kanisius, Yogyakarta.
Roberts RJ. 1978. Fish Pathology. Ballier Tindall London.
38
39
40
3. Proses menambahkan larutan Hayem’s 4. Kedua ujung pipet ditekan dengan ibu
sampai skala 101. jari agar cairan tidak keluar,
selanjutnya digerakkan dengan arah
memutar selama 3 menit agar merata.
41
5. Proses pengamatan sel darah merah di 6. Hasil pengamatan sel darah merah di
kamar hitung pada haemacytometer dan kamar hitung pada haemacytometer di
kemudian dilakukan penghitungan lihat pada mikroskop dengan
dengan menggunakan hand counter. perbesaran 40x.