24 Februari 1861, pertempuran di Amalang dan Maleno, dipimpin Demang Lehman dan
Guna Wijaya.
3 Maret 1861, pertempuran di Rantau, dipimpin Jaya Warna.
19 Maret 1861, pertempuran di Karang Intan, dipimpin Tumenggung Gamar.
21 April 1861, Pertempuran benteng Amawang, 2 tahun Perang Banjar, dipimpin
Tumenggung Antaludin dan Demang Lehman, tewasnya Von Ende.
23 April 1861, serangan di Bincau.
April 1861, penangkapan dan hukuman mati untuk Pangeran Kasuma Ningrat (paman
Pangeran Hidayat), Kyai Nakut dan Pambakal Matamin serta pertempuran di Binuang,
Tumpakan Mati, Karang Jawa, Kandangan dan Nagara.[34]
Campur tangan Belanda di keraton makin besar dan kedudukan Pangeran Hidayatullah makin
terdesak maka ia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama Pangeran Antasari,
sepupunya. Siapakah para pengikut perjuangan tersebut? Tidak kurang dari 3000 orang
bersedia membantu termasuk tokoh-tokoh agama seperti Kyai Demang Leman, Haji Langlang,
Haji Nasrum dan Haji Buyasih. Pasukan Antasari berusaha menyerang pos-pos Belanda di
Martapura dan Pangaron. Sebaliknya pada pertempuran tanggal 27 September 1859 Belanda
dapat menduduki benteng pasukan Pangeran Antasari di Gunung Lawak.
Tindakan Belanda berikutnya adalah menurunkan Sultan Tamjidillah dari tahta sementara itu
Pangeran Hidayatullah menolak untuk menghentikan perlawanan lalu perti meninggalkan kraton,
maka pada tahun 1860 kerajaan Banjar dihapuskan dan daerah tersebut menjadi daerah
kekuasaan Belanda.
Apakah tindakan Belanda terebut menyurutkan perlawanan Pangeran Antasari? Ternyata tidak.
Walaupun Kyai Damang Laman menyerah dan Pangeran Hidayatullan tertangkap alalu dibuang
ke Cianjur namun Pangeran Antasari tetap memimpin perlawanan bahkan ia diangkat oleh
rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amirudin Khalifatul
Mukminin pada tanggal 14 Maret 1862. Ia dibantu oleh para pemimpin yang lain yaitu Pangeran
Miradipa, Tumenggung Surapati dan Gusti Umah yang memusatkan pertahanan di Hulu Teweh.
Perlawanan Antasari berakhir sampai meninggal dunia tanggal 11 Oktober 1862 kemudian
dilanjutkan oleh puteranya bernama Pangeran Muhamad Seman.
SEJARAH TERJADINYA PERANG
BANJAR
Sejarah terjadinya perang banjar dalam artikel ini mencoba
mendeskripsikan sejarah terjadinya perang banjar. Perang Banjar terjadi di
Kalimantan Selatan dan terjadi beberapa tahun kemudian setelah Sultan
Adam wafat. Adapun sebab-sebab terjadinya Perang Banjar dapat
diterangkan sebagai berikut:
Jalannya Peperangan
Pada bulan April 1859 Pangeran Antasari melakukan serangan terhadap pos-
pos Belanda di Martapura dan berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio.
Pada bulan Desember 1859 rakyat Banjar di bawah pimpinan Kyai Demang
Leman mengadakan pertempuran sengit melawan Belanda. Perlawanan itu
semakin meluas setelah Pangeran Hidayatullah bergabung dengan Pangeran
Antasari. Dalam pertempuran di sungai Barito, Tumenggung Surapati dapat
menghancurkan kapal Onrust milik Belanda. Belanda lalu mengirimkan kapal
Suriname, tetapi dapat ditembak oleh Tumenggung Surapati dari bentengnya
sehingga mengalami kerusakan. Rakyat Banjar menjadi tambah marah
setelah mendengar bahwa Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda
secara resmi pada tanggal 11 Juni 1860. Sejak itulah perlawanan rakyat
Banjar makin meluas dan menghebat. Para kepala daerah dan kaum ulama
ikut mengadakan pemberontakan. Walaupun Pangeran Hidayatullah sudah
menguras tenaga untuk berjuang dengan mati-matian melawan Belanda,
namun karena kurang lengkap persenjataannya, maka pasukan Pangeran
Hidayatullah makin terdesak dan makin lemah. Akhirnya pada tahun 1861
Pangeran Hidayatullah menyerah dan dibuang oleh Belanda ke Cianjur.
Perang Banjar
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perang Banjar
disebut Kotamara dikemudikan orang Dayak pada tanggal 6 Agustus 1859 di pulau
Pihak terlibat
Letnan-Kolonel GM Verspyck
Demang Lehman (POW)
Amin Ullah
Pangeran Antasari
Begok.
Perang Banjar[1] atau Perang Banjar-Barito atau Perang Kalimantan Selatan[2] adalah perang
perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda yang berlangsung antara tahun 1859-
1905/1906 yang terjadi di Kesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Tengah.[3]
Perang Banjar[4][5][6] berlangsung antara 1859 -1905 (menurut sumber Belanda 1859-1863[7][8]).
Konflik dengan Belanda sebenarnya sudah mulai sejak Belanda memperoleh hak monopoli
dagang di Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan,
kekalutan makin bertambah. Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra mahkota,
mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II (1785-1808) dan
membunuh semua putra almarhum Sultan Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya pewaris
tahta yang selamat, berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan dengan dukungan
pamannya Gusti Kasim (Arung Turawe), tetapi gagal. Pangeran Amir (kakek Pangeran Antasari)
akhirnya tertangkap dan dibuang ke Ceylon (kini Sri Langka).