Ileus Obstruksi Isi
Ileus Obstruksi Isi
I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 86 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Alamat :Jl. Arifin RT 012/04 kel. Mendahara Tengah
No RM : 256258
Tanggal masuk RS : 18 Juni 2016
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 18 Juni
2016 pukul 10.00 WIB di IGD RS. TK. IV Dr. Bratanata Jambi.
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, sekret -/-
Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, JVP 5-2
cmH2O
Thorax : Pergerakkan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak
ada bagian dada yang tertinggal.
Cor : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas kanan = kiri, perkusi sonor kanan, dan rhonki
-/-, wheezing -/-
Abdomen : Cembung, sikatrik (-), supel, bising usus meningkat,
defens muscular (-), Nyeri tekan (+), Nyeri Lepas (-), Psoas
sign (-), Obturator sign (-), rovsing sigh (-) hepar dan lien
tidak teraba.
Ekstremitas : Oedem (-/-), sianosis-/-, akral hangat +/+
Status Lokalis
Regio Inguinal Kanan
Inspeksi : Tampak benjolan sebesar telur ayam, tidak berwarna
merah
Palpasi : nyeri tekan (+), kenyal
Auskultasi : Bising Usus (+) ↓
b. Pemeriksaan rontgen
Thorax PA
Sinus dan diafragma baik
Cor : bentuk dan ukuran normal
Pulmo : Corakan broncho vasculer normal
Tak tampak adanya proses aktif / lama
Hilus dan mediastinum normal
Pleura : normal
Tulang – tulang baik
Kesan : Cor dan Pulmo dalam batas normal
c. Pemeriksaan elektrokardiografi
EKG : Sinus Rhytm, frekuensi 82x/menit.
Kesan : EKG Normal
V. Diagnosa kerja
Ileus Obstruksi ec susp. Hernia Inguinalis lateralis dextra inkarserata
VII. Penatalaksanaan
IVFD RL : ketorolac 1 ampul drip 20 tetes per menit
Inj. Ranitidin amp 2x50 mg
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
Inf. Metronidazole 3 x 500 mg
Pasang NGT, dan alirkan
Pasang kateter foley
Puasakan
Rawat bersama dr Sp. B
VIII. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam: Ad bonam
Ad sanationam: Ad bonam
XI. Follow up
A. DEFINISI
Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan
obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit
sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan
gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dan gejala
sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. Obstruksi usus yang disebabkan oleh
hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi,
sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana yang
jarang menyebabkan strangulasi.1
B. ETIOLOGI
Tabel 1.
C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya
terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 8
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir
pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah
yang terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan.
Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika
obstruksi di distal di dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat
dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen)
sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi. 1
Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.
Gambar 5. Manifestasi klinis obstruksi usus halus
D. PEMERIKSAAN FISIK
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat.1
Inspeksi
- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi
Gambar 6. Gerakan peristaltik usus
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada
obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen
yang hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi,
hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
abdomen tampak distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi
Borborigmi). Pada tahap lanjut di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan
melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal
toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi. 5,6
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya
dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil
laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44%
pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul
pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila
muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock,
dehidrasi dan ketosis. 2,7
Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak
di beberapa tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi
dalam susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah
distal dari obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus
yang berdilatasi secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah
loop sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila
jumlah loop lebih banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah.
Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak,
dengan tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder
appearance. 2,5
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan
biasanya berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan
dilatasi proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi
dari kolon bagian distal. Kolon bagian proksimal sampai letak obstruksi
akan lebih banyak berisi cairan daripada feses. Usus halus bagian
proksimal mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak. Dugaan tumor kolon
dapat dibuat foto barium enema. Foto polos abdomen mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84%
pada obstruksi kolon. Foto thoraks PA diperlukan untuk mengetahui
adanya udara bebas yang terletak di bawah diafragma kanan yang
menunjukkan adanya perforasi. 2,5
CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada
obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit
dan
pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
2,5,7
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari: 4
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus
kolik dirasakan di sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar
kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus
berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. 1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang
dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya
nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik. 4
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang.
Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada
atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulata. 4
c.Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen. 4
a. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher
G. DIAGNOSIS BANDING
Ileus paralitik
Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena
usus tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana
peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma
yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Manifestasi
kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun defekasi dan
dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan
menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh
lapang abdomen. Pada pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen
didapatkan gambaran dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum
dan herring bone appearance (gambaran tulang ikan).
H. KOMPLIKASI
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi
usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil
produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi
mungkin mengalami perforasi dan mengeluarkan materi tersebut ke dalam rongga
peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat
melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh
melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.
I. PENATALAKSANAAN
Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai
pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau
dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan
vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan
intralumen dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga
memperkecil kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya
udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi
distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.
c) Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparatomi. Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi
atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan
kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam
keadaan paralitik.
J. Hernia Inguinalis
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan
adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang
lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di
berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen
pada umumnya daerah inguinal.1
Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan
Kehamilan
Ascites
2. Adanya kelemahan jaringan /otot.
3. Tersedianya kantong.
Gejala
Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang adanya
nyeri dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan.seringnya hernia
ditemukan pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum
masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar
biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke
scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman
dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya.11
Tanda
Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan
berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit
untuk dilihat kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan cara
memasukan jari ke annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis
inguinalis dan akan sangat sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya
pada saat batuk. Lain halnya pada cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas
terlihat dan jaringan tissue dapat dirasakan pada tonjolandi kanalis ingunalis pada
saat batuk dan hernia dapat didiagnosis.9
Perbedaan hil dan him pada pemeriksaan fisik sangat sulit dlakukan dan
ini tidak terlalu penting mengingat groin hernia harus dioperasi tanpa melihat
jenisnya. Hernia ingunalis pada masing-masing jenis pada umumnya memberikan
gambaran yang sama . hernia yang turun hingga ke skrotum hampir sering
merupakan hernia ingunalis lateralis.9
Pada inspeksi
Pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan akan terlihat
simetris,dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna. Tonjolan akan
menghilang pada saat pasien berbaring . sedangkan pada hernia ingunalis lateralis
akan terlihat tonjolan yang yang bebentuk elip dan susah menghilang pada saat
berbaring.9
Pada palpasi
Dinding posterior kanalis ingunalis akan terasa dan adanya tahanan pada
hernia inguanalis lateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak akan terasa dan
tidak adanya tahanan pada dinding posterior kanalis ingunalis. Jika pasien diminta
untuk batuk pada pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan tonjolan tersa pada
sisi jari maka itu hernia direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia
ingunalis lateralis. Penekanan melalui cincin interna ketika pasien mengedan juga
dapat membedakan hernia direct dan hernia inguinalis lateralis. Pada hernia direct
benjolan akan terasa pada bagian depan melewati Trigonum Hesselbach’s dan
kebalikannya pada hernia ingunalis lateralis. Jika hernianya besar maka
pembedaanya dan hubungan secara anatomi antara cincin dan kanalis inguinalis
sulit dibedakan. Pada kebanyakan pasien, jenis hernia inguinal tidak dapat
ditegakkan secara akurat sebelum dilakukan operasi.9
KOMPLIKASI
Hernia inkarserasi :
Gejala yang sama disertai adanya infeksi sistemik
Adanya gangguan sistemik pada usus.12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan
menjadi dehidrasi. Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah
dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.8
Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha
atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.8
Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu
adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneous
Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan dimana berpindahnya
secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga extraperitoneal. Ada 4 tipe
pembagian reduction of hernia en masse :
1. Retropubic
2. Intra abdominal
3. Pre peritoneal
4. Pre peritoneal locule
2.9. PENATALAKSANAAN HERNIA
Mengurangi hernia.
Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri.
Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.
Menurunkan tegangan otot abdomen.
Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut.
Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20° terhadap
hernia inguinalis.
Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan
menimbulkan proses analgesia.
Posisikan kaki ipsi lateral dengan rotasi eksterna dan posisi flexi unilateral
(seperti kaki kodok)
Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang
berlanjut selama proses reduksi penonjolan
Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untu
mengembalikan isis hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah
apeks akan menyebabkan isis hernia keluar dari pintu hernia.
Konsultasi ke ahli bedah jika usaha reduksi tidak berhasil dalam 2 kali
percobaanm
Teknik reduksi spontan memerlukan sedasi dam analgetik yang adekuat
dan posisikan Trendelenburg, dan kompres dingin selam a20-30 menit.7
Reduksi hernia yang tidak berhasil
Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang memburuk
Hernia ingunalis harus dioperasi meskipun ada sedikit beberapa
kontraindikasi . penanganan ini teruntuk semua pasien tanpa pandang
umur inkarserasi dan strangulasi hal yang ditakutkan dibandingkan
dengan resiko operasinya.
Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi
kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi
dapat dilakukan. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada
pasien geriatri.
Jika pasien menderita hyperplasia prostate akan lebih bijaksana apabila
dilakukan penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya. Mengingat
tingginya resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi
hernia.
Karena kemungkinannya terjadi inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada
hernia maka operasi yang cito harus di lakukan. Pelaksanaan non operasi
untuk mengurangi hernia inkerserasi dapat dicoba. Pasien di posisikan
dengan panggul dielevasikan dan di beri .analgetik dan obat sedasi untuk
merelaxkan otot-otot.
Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan
tidak ada gejala strangulasi.
Pada saat operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan
usus masih hidup, ada tanda-tanda leukositosis.
Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang berwarna
gelap.7
Indikasi operasi :
- pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada
keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat
(Robaeck-Madsen, Gavrilenko) bahwa lebih baik melakukan elektif surgery
karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery.
1. Konservatif :
2. Operatif
-Anak-anak Herniotomy :
- Dewasa Herniorrhaphy :
Perawatan kantung hernia dan isi hernia
Dilaporkan seorang pasien Tn.H usia 86 tahun datang ke IGD RS. Dr.
Bratanata Jambi dengan keluhan nyeri perut sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri dirasakan terus menerus, memberat apabila pasien batuk atau
mengedan. Pasien mengeluh mual, muntah disertai kembung sejak 3 hari yang
lalu. Pasien sudah tidak BAB sejak 1 minggu yang lalu. BAK tidak ada keluhan.
Berdasarkan teori, terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktsi yaitu
nyeri abdomen, muntah, distensi , kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung pada lokasi obstruksi,
lamanya obstruksi, penyebabnya, ada atau tidaknya iskemia usus.
Gejala utama dari obstruksi adalah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6 – 12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir. Namun sering dikeluhkan
nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermitten, nyeri
kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai
telah terjadi strangulasi dan infark.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah
linear dengan tingkat obstruksi menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada
obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting
dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi
pada obstruksi letak tinggi karena perjalanan isi lumen dibawah daerah obstruksi.
Sebaliknya tidak ada defekasi dan flatus pada obstruksi letak rendah. Diare terus
menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi parsial. Sedangkan konstipasi
menjadi petunjuk kecurigaan adanya obstruksi total.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang. Dinding abdomen cembung (distensi), bising usus menurun, defens
muscular (-), nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), psoas sign (-), obturator sign (-), dan
rovsing sign (-). Pada pemeriksaan status lokalis di regio inguinal dextra teraba
benjolan sebesar telur ayam di inguinal kanan, nyeri tekan (+), perabaan kenyal.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen 3 posisi adanya obstruksi ileus.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang telah dapat
ditegakkan diagnosa ileus obstruktif ec hernia inguinal lateralis dextra inkarserata.
Penatalaksanaan pertama Tn. H di IGD yaitu dipuasakan, diberikan cairan
RL + ketorolac 1 ampul drip 20 tetes per menit, Ondansentron 1 amp IV, Ranitidin
2 x 1 ampul IV, Ceftriaxone 2 x 1 gr, Metronidazol 3 x 500 mg, pasang NGT dan
alirkan, pasang kateter foley.
Penatalaksanaan tersebut sesuai dengan teori, dimana tujuan utama
penatalaksanaan ileus obstruksi adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi
1. Cairan intravena, diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi
setelah pasien mengalami muntah. Resusitasi cairan harus segera
dimulai dengan cairan isotonik dan gangguan elektrolit harus segera
dikoreksi. Selain itu tanda vital dan penyakit sistemik lainnya harus
dimonitor. Pemasangan kateter perlu dilakukan untuk memonitor
keseimbangan cairan.
2. Obat – obatan, antara lain analgesik, obat anti sekretori, anti emetic
mampu mengatasi nyeri mual dan muntah pada pasien ileus obstruksi.
3. Nasogastric tube harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi).
Selama 24 jam telah dilakukan pemantauan terhadap Tn H dan diputuskan
untuk melakukan tindakan operatif pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 13.00 berupa
tindakan herniorraphy emergensi.
Berdasarkan teori operasi dilakukan jika penyebab pasti ileus obstruktif
telah diketahui. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ
organ vital berfungsi secara memuaskan. Terapi yang paling sering dilkaukan
adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan apabila telah
terjadi strangulasi, obstruksi total, hernia inkarserata.
Standar terapi untuk pasien dengan ileus obstruksi adalah dengan operasi
yang disesuaikan dengan etiologinya. Bila adhesi dilisiskan, bila tumor direseksi,
dan apabila hernia diperbaiki. Saat operasi penilaian terhadap vitalnya usus harus
dilakukan, karena usus yang non vital harus direseksi. Kriterianya meliputi warna,
peristaltis dan pulsasi arteri marginal. Pada pasien dengan obstruksi parsial,
kemungkinan progresi menjadi strangulasi kecil, dan dapat ditangani dengan
terapi non operatif dengan tingkat keberhasilan hingga 81%.
Pada pasien ini dilakukan tindakan herniorraphy emergensi yang
merupakan terapi primer pada pasien hernia inkarserata dengan tujuan untuk
menghindari komplikasi lebih lanjut.
Prognosis tergantung dari etiologinya. Angka mortalitas perioperatif pada
pasien dengan ileus obstruksi non strangulata adalah 5 % sampai 8 % asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi ata komplikasi lainnya dapat meningkatkan mortalitas
sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik apabila diagnosa dan tindakan
dilakukan dengan cepat. Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi
gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus
yang dapat menyebabkan peritonitis, sepsis dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA