Anda di halaman 1dari 33

BAB I

STATUS MEDIK PASIEN

I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 86 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Alamat :Jl. Arifin RT 012/04 kel. Mendahara Tengah
No RM : 256258
Tanggal masuk RS : 18 Juni 2016

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 18 Juni
2016 pukul 10.00 WIB di IGD RS. TK. IV Dr. Bratanata Jambi.

Keluhan Utama : perut terasa sakit sejak 5 hari SMRS


l
Keluhan Tambahan :
Pasien tidak mau makan (+), mual (+), muntah (+) dan kembung
(+) sudah 3 hari. Benjolan hilang timbul di sela paha +/- 2 tahun

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien dibawa ke IGD RS. TK. IV. Dr. Bratanata dengan keluhan
perut terasa sakit sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri
dirasakan terus menerus dan memberat apabila pasi
en bergerak, batuk dan mengedan. Pasien mengeluh mual dan
muntah setiap kali makan, isi cairan dan apa yang dimakan dan darah tidak
ada. Perut dirasakan semakin kembung sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. BAB dan kentut sudah tidak ada sejak 5 hari SMRS. BAK tidak ada
keluhan. Pasien mempunyai riwayat benjolan di dekat sela paha kanan
sejak 2 tahun terakhir. Benjolan akan terlihat pada saat pasien berdiri,
batuk, mengedan, saat sedang bekerja. Benjolan dahulunya dapat masuk
apabila didorong dengan tangan, namun sejak 5 hari lalu benjolan tidak
dapat masuk kembali. Benjolan tidak terasa sakit, namun terasa tegang

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat hipertensi (-), jantung (-), asma (-), diabetes mellitus (-) l,
alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat hipertensi (-), jantung (-), asma (-), diabetes mellitus (-),
alergi (-)

III. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 18 Juni 2016, Pukul 14.10 WIB)


Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Berat Badan/Tinggi Badan/IMT : 50/160/19,56
Tanda vital:
Frekuensi nadi: 95 kali/menit
Tekanan Darah: 115/70 mmHg
Frekuensi napas: 20 kali/menit
Suhu Tubuh : 36,4 ° C
Saturasi O2 : 99%

Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, sekret -/-
Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, JVP 5-2
cmH2O
Thorax : Pergerakkan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak
ada bagian dada yang tertinggal.
Cor : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas kanan = kiri, perkusi sonor kanan, dan rhonki
-/-, wheezing -/-
Abdomen : Cembung, sikatrik (-), supel, bising usus meningkat,
defens muscular (-), Nyeri tekan (+), Nyeri Lepas (-), Psoas
sign (-), Obturator sign (-), rovsing sigh (-) hepar dan lien
tidak teraba.
Ekstremitas : Oedem (-/-), sianosis-/-, akral hangat +/+
Status Lokalis
Regio Inguinal Kanan
Inspeksi : Tampak benjolan sebesar telur ayam, tidak berwarna
merah
Palpasi : nyeri tekan (+), kenyal
Auskultasi : Bising Usus (+) ↓

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium (18 Juni 2016, pukul.16.18)

Pemeriksaaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Hematologi
Hemoglobin 14,1 11-16 g/dL
Hematokrit 42.2 40-54 %
Leukosit 6,1 4-11 ribu/ul
Trombosit 226 150-450 ribu/ul
Eritrosit 4,68 4.5-6 juta/ul
MCV/MCH/MCHC
MCV 90,2 80-100 Fl
MCH 30,0 26.0-34.0 Pg
MCHC 33,3 32.0-36.0 g/dl
RDW-CV 12,9 11-16 %
LED 20 0-10 mm/jam
Golongan darah
Mixed (Eo/Mo/Ba) 3.1 3-10 mm/jam
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 5 0,5-5 %
Limfosit 15 20-40 %
Monosit 6 2-8 %
Neutrofil 90.7 40-70 %

(Pemeriksaan tanggal 18 Juni 2016, pukul 16.18 WIB)

Kimia Darah Hasil Nilai rujukan Satuan


Glukosa 155 70-105 mg/dL
Kolesterol 165 200-240 mg/dL
Asam Urat 11,8 2.6-7.2 mg/dL
BUN 110,3 15-40 mg/dL
Serum Creatinin 2,1 0.50-1.10 mg/dL
Calsium 10,2 8,600 – 10,30 IU/L
Natrium 142,2 135,0 – 155,0 IU/L
Kalium 3,700 3,600 – 5,500 IU/L
Clorida 94,90 95,00 – 108,0 g/dL

b. Pemeriksaan rontgen
Thorax PA
Sinus dan diafragma baik
Cor : bentuk dan ukuran normal
Pulmo : Corakan broncho vasculer normal
Tak tampak adanya proses aktif / lama
Hilus dan mediastinum normal
Pleura : normal
Tulang – tulang baik
Kesan : Cor dan Pulmo dalam batas normal

c. Pemeriksaan elektrokardiografi
EKG : Sinus Rhytm, frekuensi 82x/menit.
Kesan : EKG Normal

V. Diagnosa kerja
Ileus Obstruksi ec susp. Hernia Inguinalis lateralis dextra inkarserata

VI. Diagnosis Banding


- Ileus Obstruksi ec. Hernia Scrotalis dextra inkarserata
- Ileus Paralitik

VII. Penatalaksanaan
 IVFD RL : ketorolac 1 ampul drip 20 tetes per menit
 Inj. Ranitidin amp 2x50 mg
 Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
 Inf. Metronidazole 3 x 500 mg
 Pasang NGT, dan alirkan
 Pasang kateter foley
 Puasakan
 Rawat bersama dr Sp. B

VIII. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam: Ad bonam
Ad sanationam: Ad bonam

XI. Follow up

Tanggal 19 Juni 2016 20 Juni 2016 21 Juni 2016 22 Juni 2016


S Nyeri perut Nyeri bagian Nyeri bagian Nyeri bagian
(+), mual (+), post operasi (+) post operasi (+) post operasi
muntah (+) flatus (+) (+)
O Kesadaran: Kesadaran: CM Kesadaran: CM Kesadaran:
CM Keadaan umum: Keadaan umum: CM
Keadaan Tampak sakit Tampak sakit Keadaan
umum: sedang sedang umum:
Tampak sakit Tanda vital: Tanda vital: Tampak sakit
sedang TD: TD: sedang
Tanda vital: 120/60 mmHg 136/63 mmHg Tanda vital:
TD: Nadi: Nadi: TD:
110/80 mmHg 78 kali/menit 69 kali/menit 130/70 mmHg
Nadi: Nafas: Nafas: Nadi:
80 kali/menit 20 kali/menit 21 kali/menit 80 kali/menit
Nafas: Suhu: Afebris Suhu: Afebris Nafas:
20 kali/menit Thorax: rh(-/-), Thorax: rh(-/-), 20 kali/menit
Suhu: Afebris wh (-/-) wh (-/-) Suhu: Afebris
Thorax: rh(-/-), Abdomen : nyeri Abdomen : Thorax: rh(-/-),
wh (-/-) post operasi (+) nyeri post wh (-/-)
Abdomen : Ekstremitas operasi (+) Abdomen :
distensi (+/+) superior – Ekstremitas Bu(+)N
Ekstremitas inferior superior – Ekstremitas
superior – Oedema (-/-) inferior superior –
inferior Oedema (-/-) inferior
Oedema (-/-) Oedema (-/-)

A Ileus Obstruksi Post op Post op Post op


ec. Hernia Herniorraphy Herniorraphy Herniorraphy
Inguinalis emergency ec. emergency ec. emergency ec.
lateralis dextra Hernia Hernia Hernia
inkarserata. Inguinalis Inguinalis Inguinalis
lateralis dextra lateralis dextra lateralis dextra
inkarserata H+1 inkarserata H+2 inkarserata
H+3
P  IVFD RL :  Rawat ICU  Rawat ICU  IVFD RL +
 IVFD RL +  IVFD RL +
Dextrosa 5 % tramadol +
tramadol + tramadol +
= 2:1 gtt ketorolac gtt
ketorolac gtt ketorolac gtt
XX/menit + 1 XX/menit
XX/menit XX/menit  Inf Clinimix
ampul
 Inf Clinimix 8  Inf Clinimix 8
8 tetes/menit
ketorolac / kolf
tetes/menit tetes/menit  Inf.
 Inf Clinimix
 Inf.  Inf.
Metronidazole
8 tetes/menit
Metronidazole Metronidazole
 Inf. 500 mg
500 mg 500 mg  Inj.
Metronidazole
 Inj.  Inj.
Cefotaxime
500 mg
Cefotaxime amp Cefotaxime amp
 Inj. amp 1 x 1 gr
1 x 1 gr 1 x 1 gr  Inj.
Cefotaxime
 Inj. Ranitidin  Inj. Ranitidin
Ranitidin amp
amp 1 x 1 gr
amp 1x50 mg amp 1x50 mg
 Inj. 1x50 mg
 Puasa sampai  Minum
 Diet
Ranitidin amp
ada flatus bertahap
makanan lunak
1x50 mg  Diet makanan
 Os puasa
lunak
 NGT
 Aff NGT
terpasang  Acc pindah
 Rencana
ruang rawat
Operasi

Tanggal 23 Juni 2016 24 Juni 2016


S Nyeri (-), Nyeri (-)
flatus banyak
O Kesadaran: Kesadaran: CM
CM Keadaan umum:
Keadaan Tampak sakit
umum: sedang
Tampak sakit Tanda vital:
sedang TD:
Tanda vital: 160/90 mmHg
TD: Nadi:
140/90 mmHg 80 kali/menit
Nadi: Nafas:
80 kali/menit 26 kali/menit
Nafas: Suhu: Afebris
22 kali/menit Thorax: rh(-/-),
Suhu: Afebris wh (-/-)
Thorax: rh(-/-), Abdomen :
wh (-/-) Bu(+)N
Abdomen : Ekstremitas
Bu(+)N superior –
Ekstremitas inferior
superior – Oedema (-/-)
inferior
Oedema (-/-)
A Post op Post op
Herniorraphy Herniorraphy
emergency ec. emergency ec.
Hernia Hernia
Inguinalis Inguinalis
lateralis dextra lateralis dextra
inkarserata inkarserata H+5
H+4
P  IVFD RL gtt  IVFD RL gtt
XX/menit XX/menit
 Inj.  Diet makanan
Cefotaxime lunak
 Mobilisasi
amp 1 x 1 gr
 Inj. jalan
Ranitidin amp
1x50 mg
 Diet
makanan lunak
 Mobilisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus di mana


merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus, yaitu oleh karena kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus
yang menekan. Hambatan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus
terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah
proksimal tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus
halus maupun usus besar.

Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan
obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit
sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan
gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dan gejala
sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. Obstruksi usus yang disebabkan oleh
hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi,
sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana yang
jarang menyebabkan strangulasi.1

B. ETIOLOGI
Tabel 1.

Ekstraluminal Intrinsik Intraluminal


Adhesi Intususepsi Batu empedu
Hernia inkarserata Penyakit Crohn
Neoplasma Kongenital (volvulus)
Abses, hematoma Striktur

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh: 1


1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh
riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar
5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal,
kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
5. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian
usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran
limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
6. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
7. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
8. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia Littre.
9. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.

Hernia Oklusi mesentrial Volvulus

Adhesi Tumor Invaginasi


Gambar 4. Etiologi obstruksi usus

C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya
terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 8

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi
pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding
obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir
pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.

Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah
yang terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan.
Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika
obstruksi di distal di dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat
dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen)
sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi. 1

Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.
Gambar 5. Manifestasi klinis obstruksi usus halus

D. PEMERIKSAAN FISIK

Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat.1

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:

 Inspeksi

- Abdomen tampak distensi

- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung


(gambaran gerakan usus)

- Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu


hernia inkarserata

- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis

- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi
Gambar 6. Gerakan peristaltik usus

 Auskultasi

Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum)


menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang. 7,9

 Perkusi

Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan


ascites.

 Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada
obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.

Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen
yang hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi,
hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
abdomen tampak distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi
Borborigmi). Pada tahap lanjut di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan
melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal
toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi. 5,6

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya
dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil
laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44%
pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul
pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila
muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock,
dehidrasi dan ketosis. 2,7
 Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak
di beberapa tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi
dalam susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah
distal dari obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus
yang berdilatasi secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah
loop sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila
jumlah loop lebih banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah.
Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak,
dengan tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder
appearance. 2,5
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan
biasanya berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan
dilatasi proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi
dari kolon bagian distal. Kolon bagian proksimal sampai letak obstruksi
akan lebih banyak berisi cairan daripada feses. Usus halus bagian
proksimal mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak. Dugaan tumor kolon
dapat dibuat foto barium enema. Foto polos abdomen mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84%
pada obstruksi kolon. Foto thoraks PA diperlukan untuk mengetahui
adanya udara bebas yang terletak di bawah diafragma kanan yang
menunjukkan adanya perforasi. 2,5
CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada
obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit

dan
pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
2,5,7

F. DIAGNOSIS

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari: 4
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus
kolik dirasakan di sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar
kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus
berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. 1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang
dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya
nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik. 4
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang.
Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada
atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulata. 4
c.Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen. 4
a. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi


- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah
putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase
serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif,
khususnya jenis strangulasi.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi
diagnosis ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang
pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan
dalam pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi
sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis
kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya gambaran
penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada
kecurigaan volvulus.

G. DIAGNOSIS BANDING
 Ileus paralitik
Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena
usus tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana
peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma
yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Manifestasi
kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun defekasi dan
dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan
menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh
lapang abdomen. Pada pemeriksaan radiologi, foto polos abdomen
didapatkan gambaran dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum
dan herring bone appearance (gambaran tulang ikan).

H. KOMPLIKASI
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi
usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil
produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi
mungkin mengalami perforasi dan mengeluarkan materi tersebut ke dalam rongga
peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat
melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh
melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.

I. PENATALAKSANAAN
 Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai
pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau
dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan
vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan
intralumen dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga
memperkecil kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya
udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi
distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.
c) Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
 Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparatomi. Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi
atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan


pada obstruksi ileus. 9
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn
disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
 Post-operatif

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan
kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam
keadaan paralitik.

J. Hernia Inguinalis

Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan
adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang
lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di
berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen
pada umumnya daerah inguinal.1

Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis


(HIL) dan Hernia Ingunalis Medialis. Disini akan dijelaskan lebih lanjut hernia
ingunalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia
indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen.
Selain hernia indirek nama yang lain adalah Hernia oblique yang artinya Kanal
yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis lateralis
sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral Vasa epigastrica
inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) dikarenakan kelainan kongenital
meskipun ada yang didapat. 3

Tabel. 2.1. Perbedaan HIL dan HIM.


3

Tipe Deskripsi Hubungan Dibungkus Onset


dg vasa oleh fascia biasanya pada
epigastrica spermatica waktu
inferior interna

Hernia Penojolan Lateral Ya Congenital


ingunalis melewati cincin
Dan bisa pada
lateralis inguinal dan
waktu dewasa.
biasanya
merupakan
kegagalan
penutupan
cincin ingunalis
interna pada
waktu embrio
setelah
penurunan testis

Hernia Keluarnya Medial Tidak Dewasa


ingunalis langsung
medialis menembus
fascia dinding
abdomen
KLASIFIKASI

Casten membagi hernia menjadi tiga stage, yaitu:3

Stage 1 : hernia indirek dengan cincin interna yang normal.

Stage 2 : hernia direk dengan pembesaran atau distorsi cincin interna.

Stage 3 : semua hernia direk atau hernia femoralis.

Klasifikasi menurut Halverson dan McVay, hernia terdapat terdapat 4 kelas:3

Kelas 1 : hernia indirek yang kecil.

Kelas 2 : hernia indirek yang medium.

Kelas 3 : hernia indirek yang besar atau hernia direk.

Kelas 4 : hernia femoralis.

Penyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai kontroversi,


tetapi diyakini ada tiga penyebab, yaitu:2

1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.


Overweight

Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan

Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan


saluran kencing

Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus

Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema,


alergi

Kehamilan

Ascites
2. Adanya kelemahan jaringan /otot.
3. Tersedianya kantong.

GEJALA DAN TANDA KLINIK

Gejala

Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang adanya
nyeri dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan.seringnya hernia
ditemukan pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum
masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar
biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke
scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman
dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya.11

Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit


dibandingkan hernia ingunalis lateralis.dan juga kemungkinannya lebih berkurang
untuk menjadi inkarserasi atau strangulasi.11

Tanda

Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan
berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit
untuk dilihat kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan cara
memasukan jari ke annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis
inguinalis dan akan sangat sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya
pada saat batuk. Lain halnya pada cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas
terlihat dan jaringan tissue dapat dirasakan pada tonjolandi kanalis ingunalis pada
saat batuk dan hernia dapat didiagnosis.9

Perbedaan hil dan him pada pemeriksaan fisik sangat sulit dlakukan dan
ini tidak terlalu penting mengingat groin hernia harus dioperasi tanpa melihat
jenisnya. Hernia ingunalis pada masing-masing jenis pada umumnya memberikan
gambaran yang sama . hernia yang turun hingga ke skrotum hampir sering
merupakan hernia ingunalis lateralis.9

Pada inspeksi

Pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan akan terlihat
simetris,dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna. Tonjolan akan
menghilang pada saat pasien berbaring . sedangkan pada hernia ingunalis lateralis
akan terlihat tonjolan yang yang bebentuk elip dan susah menghilang pada saat
berbaring.9

Pada palpasi

Dinding posterior kanalis ingunalis akan terasa dan adanya tahanan pada
hernia inguanalis lateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak akan terasa dan
tidak adanya tahanan pada dinding posterior kanalis ingunalis. Jika pasien diminta
untuk batuk pada pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan tonjolan tersa pada
sisi jari maka itu hernia direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia
ingunalis lateralis. Penekanan melalui cincin interna ketika pasien mengedan juga
dapat membedakan hernia direct dan hernia inguinalis lateralis. Pada hernia direct
benjolan akan terasa pada bagian depan melewati Trigonum Hesselbach’s dan
kebalikannya pada hernia ingunalis lateralis. Jika hernianya besar maka
pembedaanya dan hubungan secara anatomi antara cincin dan kanalis inguinalis
sulit dibedakan. Pada kebanyakan pasien, jenis hernia inguinal tidak dapat
ditegakkan secara akurat sebelum dilakukan operasi.9

KOMPLIKASI

Hernia inkarserasi :

 Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang


 Tidak dapat direposisi
 Adanya mual ,muntah dan gejala obstruksi usus.
Hernia strangulasi :


Gejala yang sama disertai adanya infeksi sistemik

Adanya gangguan sistemik pada usus.12

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut:


Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.


Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan
menjadi dehidrasi. Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah
dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.8

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia.

Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha
atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.8

Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu
adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneous
Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan dimana berpindahnya
secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga extraperitoneal. Ada 4 tipe
pembagian reduction of hernia en masse :

1. Retropubic
2. Intra abdominal
3. Pre peritoneal
4. Pre peritoneal locule
2.9. PENATALAKSANAAN HERNIA

2.9.1. Penanganan DI IGD


Mengurangi hernia.


Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri.
Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.


Menurunkan tegangan otot abdomen.


Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut.


Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20° terhadap
hernia inguinalis.


Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan
menimbulkan proses analgesia.


Posisikan kaki ipsi lateral dengan rotasi eksterna dan posisi flexi unilateral
(seperti kaki kodok)


Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang
berlanjut selama proses reduksi penonjolan

Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untu
mengembalikan isis hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah
apeks akan menyebabkan isis hernia keluar dari pintu hernia.


Konsultasi ke ahli bedah jika usaha reduksi tidak berhasil dalam 2 kali
percobaanm


Teknik reduksi spontan memerlukan sedasi dam analgetik yang adekuat
dan posisikan Trendelenburg, dan kompres dingin selam a20-30 menit.7

Konsul bedah jika :


Reduksi hernia yang tidak berhasil


Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang memburuk


Hernia ingunalis harus dioperasi meskipun ada sedikit beberapa
kontraindikasi . penanganan ini teruntuk semua pasien tanpa pandang
umur inkarserasi dan strangulasi hal yang ditakutkan dibandingkan
dengan resiko operasinya.


Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi
kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi
dapat dilakukan. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada
pasien geriatri.


Jika pasien menderita hyperplasia prostate akan lebih bijaksana apabila
dilakukan penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya. Mengingat
tingginya resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi
hernia.


Karena kemungkinannya terjadi inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada
hernia maka operasi yang cito harus di lakukan. Pelaksanaan non operasi
untuk mengurangi hernia inkerserasi dapat dicoba. Pasien di posisikan
dengan panggul dielevasikan dan di beri .analgetik dan obat sedasi untuk
merelaxkan otot-otot.


Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan
tidak ada gejala strangulasi.


Pada saat operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan
usus masih hidup, ada tanda-tanda leukositosis.


Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang berwarna
gelap.7

Indikasi operasi :

- Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara


operatif tanpa penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama
inkarserata, strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus), testis,
dan adanya peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan
operatif.

- pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada
keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat
(Robaeck-Madsen, Gavrilenko) bahwa lebih baik melakukan elektif surgery
karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery.

1. Konservatif :

- Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong


sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan
lambat dan menetap sampai terjadi reposisi

- Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi


Trendelenburg, pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian
bila berhasil, anak boleh menjalani operasi pada hari berikutnya.
- Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi
dan harus dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena
merusak kulit dan otot abdomen yang tertekan, sedangkan strangulasi masih
mengancam

2. Operatif

-Anak-anak  Herniotomy :

Karena masalahnya pada kantong hernia,maka dilakukan


pembebasan kantong hernia sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi
hernia, jika ada perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit
setinggi-tinggi mungkin lalu dipotong.

Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan mudah, maka


kedua sisi dapat direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral

- Dewasa  Herniorrhaphy :
Perawatan kantung hernia dan isi hernia

Penguatan dinding belakang (secara Bassini, Marcy Ferguson,


Halsted / Kirchner, Lotheissen-Mc Vay (Cooper’s ligament repair),
Shouldice, Tension free herniorrhaphy)
BAB III
ANALISIS MASALAH

Dilaporkan seorang pasien Tn.H usia 86 tahun datang ke IGD RS. Dr.
Bratanata Jambi dengan keluhan nyeri perut sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri dirasakan terus menerus, memberat apabila pasien batuk atau
mengedan. Pasien mengeluh mual, muntah disertai kembung sejak 3 hari yang
lalu. Pasien sudah tidak BAB sejak 1 minggu yang lalu. BAK tidak ada keluhan.
Berdasarkan teori, terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktsi yaitu
nyeri abdomen, muntah, distensi , kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung pada lokasi obstruksi,
lamanya obstruksi, penyebabnya, ada atau tidaknya iskemia usus.
Gejala utama dari obstruksi adalah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6 – 12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir. Namun sering dikeluhkan
nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermitten, nyeri
kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai
telah terjadi strangulasi dan infark.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah
linear dengan tingkat obstruksi menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada
obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting
dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi
pada obstruksi letak tinggi karena perjalanan isi lumen dibawah daerah obstruksi.
Sebaliknya tidak ada defekasi dan flatus pada obstruksi letak rendah. Diare terus
menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi parsial. Sedangkan konstipasi
menjadi petunjuk kecurigaan adanya obstruksi total.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang. Dinding abdomen cembung (distensi), bising usus menurun, defens
muscular (-), nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), psoas sign (-), obturator sign (-), dan
rovsing sign (-). Pada pemeriksaan status lokalis di regio inguinal dextra teraba
benjolan sebesar telur ayam di inguinal kanan, nyeri tekan (+), perabaan kenyal.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen 3 posisi adanya obstruksi ileus.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang telah dapat
ditegakkan diagnosa ileus obstruktif ec hernia inguinal lateralis dextra inkarserata.
Penatalaksanaan pertama Tn. H di IGD yaitu dipuasakan, diberikan cairan
RL + ketorolac 1 ampul drip 20 tetes per menit, Ondansentron 1 amp IV, Ranitidin
2 x 1 ampul IV, Ceftriaxone 2 x 1 gr, Metronidazol 3 x 500 mg, pasang NGT dan
alirkan, pasang kateter foley.
Penatalaksanaan tersebut sesuai dengan teori, dimana tujuan utama
penatalaksanaan ileus obstruksi adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi
1. Cairan intravena, diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi
setelah pasien mengalami muntah. Resusitasi cairan harus segera
dimulai dengan cairan isotonik dan gangguan elektrolit harus segera
dikoreksi. Selain itu tanda vital dan penyakit sistemik lainnya harus
dimonitor. Pemasangan kateter perlu dilakukan untuk memonitor
keseimbangan cairan.
2. Obat – obatan, antara lain analgesik, obat anti sekretori, anti emetic
mampu mengatasi nyeri mual dan muntah pada pasien ileus obstruksi.
3. Nasogastric tube harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi).
Selama 24 jam telah dilakukan pemantauan terhadap Tn H dan diputuskan
untuk melakukan tindakan operatif pada tanggal 19 Juni 2016 pukul 13.00 berupa
tindakan herniorraphy emergensi.
Berdasarkan teori operasi dilakukan jika penyebab pasti ileus obstruktif
telah diketahui. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ
organ vital berfungsi secara memuaskan. Terapi yang paling sering dilkaukan
adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan apabila telah
terjadi strangulasi, obstruksi total, hernia inkarserata.
Standar terapi untuk pasien dengan ileus obstruksi adalah dengan operasi
yang disesuaikan dengan etiologinya. Bila adhesi dilisiskan, bila tumor direseksi,
dan apabila hernia diperbaiki. Saat operasi penilaian terhadap vitalnya usus harus
dilakukan, karena usus yang non vital harus direseksi. Kriterianya meliputi warna,
peristaltis dan pulsasi arteri marginal. Pada pasien dengan obstruksi parsial,
kemungkinan progresi menjadi strangulasi kecil, dan dapat ditangani dengan
terapi non operatif dengan tingkat keberhasilan hingga 81%.
Pada pasien ini dilakukan tindakan herniorraphy emergensi yang
merupakan terapi primer pada pasien hernia inkarserata dengan tujuan untuk
menghindari komplikasi lebih lanjut.
Prognosis tergantung dari etiologinya. Angka mortalitas perioperatif pada
pasien dengan ileus obstruksi non strangulata adalah 5 % sampai 8 % asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi ata komplikasi lainnya dapat meningkatkan mortalitas
sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik apabila diagnosa dan tindakan
dilakukan dengan cepat. Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi
gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus
yang dapat menyebabkan peritonitis, sepsis dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan


anorektum. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-
31.
2. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray
L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency
Medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone; 2004 . p. 306-9.
3. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Hambatan Pasase Usus. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 841-5.
4. Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J,
editors. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. p. 544-59.
5. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
MttoxKL , editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of
modern surgicalpractice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004.
p. 1323-42.
6. Anonymous. Ileus. September 13, 2008. Available from URL:
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html. Accessed July 11, 2011.
7. Mukherjee S. Ileus. December 28, 2009. Available from URL:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed July 11, 2011.
8. Ansari p. Intestinal Obstruction. 2007 September. Available from URL:
http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html. Accessed July 13,
2011.

9. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah


Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994.

Anda mungkin juga menyukai