Anda di halaman 1dari 12

RESUME

PROSES OKSIDASI DALAM PROSES INDUSTRI KIMIA

SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH PROSES INDUSTRI KIMIA ORGANIK

DISUSUN OLEH :
 AKRIMA NUR AMILIA (1610814220001)
 HIKMAH (1610814320005)
 RUBY ADIJAYA (1610814110013)
 SINTONG LEONARDO SITUNGKIR (1610814210023)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2018
PROSES OKSIDASI DALAM INDUSTRI KIMIA
A. Pengertian Oksidasi
Reaksi oksidasi adalah peristiwa penggabungan suatu zat dengan oksigen.
Reaksi oksidasi logam dikenal juga dengan nama perkaratan. Reaksi pembakaran juga
termasuk reaksi oksidasi, misalnya pembakaran minyak bumi, kertas, kayu bakar, dan lain-
lain. Oksidasi merupakan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Kadang-
kadang oksidasi bukan hal yang buruk, seperti dalam pembentukan aluminium anodized
super tahan lama.

B. Reaksi pada Oksidasi


Proses oksidasi terbagi beberapa jenis antara lain:
a. Dehidrogenasi
Pengambilan H2 dari senyawa. Dinyatakan dalam perubahan alkohol primer
menjadi aldehid atau alkohol sekunder menjadi keton.
C2H5OH + ½ O2 CH3CHO + H2O … (1)
alkohol primer aldehid
CH3CHOHCH3 + ½ O2 CH3COCH3 + H2O … (2)
alkohol sekunder keton
b. Proses oksidasi langsung dengan oksigen teknis
Dalam proses ini terjadi reaksi pembentukan etilen oksida dan reaksi samping
menghasilkan karbon dioksida dan air.
Reaksi utama:

C2H4 + ½ O C2H4O … (3)


Etena
Reaksi samping:

C2H4 + 3 O2 2CO2 + H2O … (4)

c. Oksidasi langsung dengan udara


Dalam proses terjadi reaksi utama yaitu pembentukan etilen oksida dan reaksi
samping menghasilkan karbon dioksida dan air.
Reaksi utama:

C2H4 + ½ O2 C2H4O … (5)

Reaksi samping:

C2H4 + 3 O2 2CO + 2H2O … (6)

d. Dehidrogenasi diikuti kondensasi molekuler, seperti dalam 2 molekul benzene


membentuk diphenil.

2C6H6 + ½ O2  C6H5 – C6H5 + H2O


Benzene diphenil
e. Dehidrogenasi, pemasukan O dan pemecahan rantai karbon. Contoh dalam oksidasi
naphtalen menjadi phtalat anhidrid.

C10H8 + 4 ½ O2  C8H4O3.2H2O + 2CO2


Naphtalen phtalat andhidrat

C. Bahan-bahan oksidator
 Oxygen (O2)
 Ozone (O3)
 Hydrogen peroxide (H2O2) and other inorganic peroxides
 Fluorine (F2), chlorine (Cl2), and other halogens
 Nitric acid (HNO3) and nitrate compounds
 Sulfuric acid (H2SO4)
 Persulfuric acids (H2SO5 and H2SO8)
 Chlorite, chlorate, perchlorate, and other analogous halogen compounds
 Hypochlorite and other hypohalite compounds, including household bleach (NaClO)

D. Reagen Oksidasi
a) Permanganat
Garam padat dari asam permanganit adalah oksidator kuat. Larutan cair
permanganat juga memiliki sifat pengoksidasi kuat. Salah satu yang paling umum
dan paling berguna yang digunakan dalam oksidasi organik adalah kalium
permanganat. Garam kalsium tersedia dalam bentuk kristal stabil, sedangkan garam
natrium adalah deliquescent; Kalsium oksida bergabung dengan mangan dioksida
untuk terbentuk CaO yang tidak larut: MnO2, sehingga menyederhanakan pemulihan
produk. Ketika potasium pennanganat saja digunakan larutan berair, solusinya
menjadi basa melalui pembentukan potasium hidroksida:

K2Mn2O8 + H2O  2MnO2 + 2KOH + 3O

Tiga atom oksigen dilepaskan per molekul permanganat, dan mangan dioksida
dalam bentuk terhidrasi diendapkan.

 Larutan Asam. Penambahan asam asetat atau sulfat ke kalium larutan permanganat
menghasilkan zat pengoksidasi kuat yang hanya berguna dalam persiapan senyawa
yang sangat stabil. Tindakan kuat dari agen ini sangat membatasi penerapannya.
Digunakan, larutan pengoksidasi ditambahkan secara bertahap ke zat yang
mengalami oksidasi, karena dengan cara ini tindakan terbatas dan dapat dikontrol.
Setiap molekul hasil permanganat lima atom oksigen.

K2Mn2O8+ 3H2SO4  2MnSO4+ K2SO4+ 3H2O + 50

Larutan asam dapat digunakan untuk pembuatan naftalena sulfonat tertentu asam
tidak mampu membentuk dengan cara lain. Baik alifatik maupun sulfida aromatik
atau hidrosulfida dioksidasi menjadi sulfonat yang sesuai asam. Asam o-Iodobenzoic
bersifat oksidasi ke asam o-iodosobenzoic.

a. Dikromat
Bentuk oksidasi biasa dengan dikromat adalah di hadapan sulfur asam dan dengan
garam natrium atau kalium. Meskipun dikromat mengerahkan kecenderungan
oksidasi tanpa adanya asam, reaksi oksidasi dapat dibuat untuk terjadi jauh lebih
cepat di hadapan asam, dan asam solusi hampir selalu digunakan. Campuran
semacam itu bereaksi untuk memberi oksigen sebagai berikut:

K2Cr2O7 + 4H2SO4  K2SO4 + Cr2 (SO4)3+ 4H2O + 3O

2 mol asam kromat (1 mol dikromat) memberikan tiga atom oksigen. Garam natrium
lebih murah, jauh lebih larut dalam air, dan akibatnya lebih sering digunakan.
Mereka digunakan dalam persiapan biru metilen, safranine, dan zat warna lainnya.

b. Asam Hipoklorus dan Garam


Garam lithium, natrium, dan kalsium dari asam hipoklorit diketahui dalam keadaan
padat. Meskipun mereka mudah terurai saat basah, mereka stabil jika benar-benar
kering. Bubuk pemutih, dibentuk dengan mereaksikan klorin dengan kalsium
hidroksida kering, terkait dengan hipoklorit dan tergantung pada kehadiran radikal
hipoklorit untuk tindakan karakteristiknya. Larutan berklorinasi dari seng dan
aluminium hidroksida lebih aktif zat pengoksidasi daripada larutan yang
diperlakukan dengan baik dari alkali atau alkali tanah karena hidrolisis lebih besar
dan konsekuensinya lebih cepat dekomposisi asam hipoklorit. Tetapi garam natrium
memiliki keuntungan kemudahan persiapan dan penanganan.

Asam hipoklorit tidak stabil dan mudah terdekomposisi untuk dibebaskan oksigen.
Tingkat dekomposisi tidak bersifat kekerasan, bagaimanapun, dan untuk beberapa
tujuan bahkan dapat ditingkatkan dengan penggunaan garam kobalt atau nikel untuk
bertindak sebagai katalisator. Tindakan garam, terutama alkali atau basa ,dapat
ditingkatkan dengan penambahan karbon dioksida atau asam karena dari
pembebasan yang lebih cepat dari asam hipoklorus yang ditimbulkan karenanya.
Properti ini melengkapi metode kontrol ketika zat-zat ini digunakan untuk oksidasi.
Kalsium hipoklorit digunakan untuk sebagian besar untuk pemutihan linen dan
bahan tekstil katun dan bubur kertas.
Garam natrium digunakan dalam pemutihan benang rayon. Kedua garam digunakan
untuk "membesarkan" gasolin yang tidak dipecah oleh oksidasi merkaptan menjadi
sulfida dan disulfida.

Natrium Klorida dan klorin dioksida


Natrium klorit, NaCIO2, dipasarkan sebagai 80 persen serbuk kering untuk
digunakan dalam pemutihan. Ketika bereaksi dengan klorin, pelepasan natrium
klorit, klorin dioksida, CIO2, gas pada suhu normal dan larut dalam air. Klorin
dioksida adalah zat pengoksidasi dan pemutihan yang kuat; tapi karena
ketidakstabilannya, itu tidak dapat diproduksi dan disimpan. Larutan berair diurai
oleh cahaya menjadi asam perklorat dan asam klorida, oksigen, dan air.

Asam klorit, HCIO3, adalah oksidator kuat. Itu bisa diperoleh dalam larutan berair
pada konsentrasi hingga sekitar 40 persen dan stabil pada suhu hingga 40 ° C. Solusi
semacam itu akan menyulut kertas yang terbenam di dalamnya. Ketika aksi oksidasi
dari agen ini dikendalikan, adalah mungkin untuk efek oksidasi etanol atau etil eter
menjadi asam asetat, dari etilen ke glikol, alkohol allyl untuk gliserin, asam fumarat
ke asam rasemat, dll. Bersama dengan asam mineral, asam klorida mengoksidasi
anilina menjadi anilin berwarna hitam. Namun, karena larutan berairnya harus
diperoleh dengan dekomposisi ganda dari garamnya, kegunaan industrinya sangat
terbatas, dan memang demikian lebih sering digunakan dalam bentuk garam yang
larut. Kelarutan natrium klorit dalam air jauh lebih besar daripada garam kalium.
Juga, lebih murah, dan banyak digunakan setiap tahun di Amerika Serikat sebagai
herbisida.

c. Peroksida
Peroksida utama yang digunakan sebagai oksidator adalah timbal, dan mangan, yaitu
sebagai berikut:
 PbO2
Timbal peroksida digunakan sebagai agen pengoksidasi dalam hubungannya
dengan asam asetat, sulfat, atau hidroklorik, biasanya yang pertama. Satu hasil mol
satu atom oksigen, dan garam asam terbentuk selama proses tersebut. Harus
digunakan dalam bentuk yang dibagi secara halus dan, untuk alasan ini, paling baik
disiapkan dengan presipitasi dari larutan nitrat timbal dengan penambahan natrium
bubuk hipoklorit atau pemutih.

 MnO2
Mangan dioksida banyak digunakan sebagai agen pengoksidasi baik dalam
bentuk alami maupun yang disiapkan. Ini digunakan bersamaan dengan sulfur asam
dan selama reaksi direduksi menjadi sulfat mangan, melepaskan satu atom oksigen
per mol. Salah satu kegunaan utamanya adalah dalam oksidasi kelompok metil ke
kelompok aldehida, di mana peran itu telah banyak digunakan mengubah toluena
menjadi benzaldehida.

D. Kinetika dan Termodinamika


Reaksi oksidasi diikuti pembentukan H2O, CO atau keduanya. Reaksinya
eksotermis disertai oleh penurunan energi bebas, maka perlu dibatasi reaksinya dan
kehilangan hasil dicegah dengan jalan oksidasi kontinyu. Suhu reaksi dibuat rendah dan
oksidasi dikontrol agar tidak meluas dengan:
a. Membatasi lama reaksi,
b. Mengontrol suhu reaksi,
c. Membatasi jumlah oksidator
Dalam reaksi oksidasi terutama yang menggunakan O 2, aspek termokimia yang penting
adalah panas yang terjadi. Permasalahan yang ada adalah besarnya jumlah panas yang
dikeluarkan pada suhu reaksi yang diinginkan dan pembatasan oksidasi untuk hasil
yang diinginkan dengan cara menghindari pembakaran sempurna. Katalisator
digunakan agar reaksi oksidasi dapat berlangsung pada suhu yang rendah dan reaksi
langsung menjadi hasil yang diinginkan.

E. Aplikasi Reaksi Oksidasi


1. Oksidasi fase cair dengan bahan pengoksidasi
Suatu senyawa dioksidasi menggunakan bahan pengoksidasi yang berbeda, hasilnya
juga berbeda. Misalnya aniline dioksidasi.

Bahan Pengoksidasi Hasil


MnO2 dalam H2SO4 Quinon
K2Cr2O7 dalam H2SO4 encer Quinon
KMnO4 (asam) Hitam anilin
(basa) Azobenzen + NH3
(netral) Nitrobenzen+ Azobenzen
Alkalin hipoklorit Nitrobenzen
Asam hipoklorit p-aminophenol

Contoh-contoh reaksi oksidasi ini adalah:


a. Ikatan etilen menjadi gugus dihidroksi
Oksidator yang digunakan larutan encer K-permanganat. Asam sinamat dengan
larutan permanganate 2% menghasilkan phenil dan gliserat. H2O2 dengan
katalisator Ru, Va, Cr atau Mo juga mengoksidasi senyawa organik tidak jenuh
menjadi glikol.
b. Isoeugenol menjadi vanillin

c. Oksidasi toluen menjadi benzaldehid dan asam benzoat


Oksidator yang digunakan MnO2, hasil utamanya benzaldehid. Jika digunakan
asam khromat sebagai oksidator hasil utamanya adalah asam benzoat.

2. Oksidasi Fase Cair dengan Oksigen


a. Asetaldehid menjadi asam asetat
Asam asetat dapat diperoleh dari etanol. Namun jika diinginkan hasil asam yang
pekat maka dapat diperoleh dari oksidasi asetaldehid. Reaktor biasanya terbuat
dari baja berlapis aluminium dilengkapi dengan koil aluminium untuk pemanasan
dan pendinginan dan distributor udara. Asetaldehid yang digunakan mempunyai
kemurnian antara 99,0 – 99,8%. Katalisator yang digunakan Mn-asetat atau Co-
asetat. Suhu reaksi 27 – 60oC. Waktu reaksi 12 – 14 jam. Tekanan operasi 65,3
psi. Hasil asam asetat 88 – 95% teoritis dengan kepekatan 96%.

b. Etanol menjadi asam asetat


Oksidasi etanol pada fase cair dilakukan dengan proses quick-vinegar. Bakteri
micoderm acetic digunakan untuk membantu membawa O2 kepada alkohol
sehingga mengakibatkan oksidasi. Alat yang digunakan yaitu tangki kayu
berdiameter 3 – 4 ft dan tingginya 8 – 10 ft, yang terisi dengan potongan
beachwood atau bahan selulosa yang lain atau kadang-kadang batubara untuk
menimbulkan mikroorganisme micoderma acetic. Etanol yang digunakan
konsentrasinya 12 – 15% dan menghasilkan asam dengan konsentrasi kira-kira
12%. Suhu reaksi 35oC. Hasilnya dalam industri 70%. Katalisator yang digunakan
Co-asetat konversi mencapai 94,2% dan suhu reaksi di bawah 145 oC. Katalisator
lain yang dapat digunakan adalah berbagai logam asetat, garam alkali, garam
platina dan garam-garam Cr.

c. Oksidasi hidrokarbon alifatik dan derivatnya


Untuk oksidasi ini digunakan katalisator, promotor dan initiator yang dilarutkan
dalam pelarut. Oksidatornya adalah O2 dari udara. Pelarut yang digunakan
biasanya asam organik yang inert terhadap oksidasi. Katalisator yang digunakan
adalah garam-garam Ce, Co, Cu, Mn, V, U, Me, ditambah promotor seperti
garam-garam Ba, Mg, K dan ditambah initiator seperti peroksid, peracid, aldehid,
keton, olefin atau senyawa organic pembentuk peroksid.

Contoh:
Oksidasi 1131,8 kg isobutan dengan udara pada 100 – 155 oC, 50 atm,
menggunakan katalisator Co-asetat, initiator dietil keton dan pelarut asam asetat
menghasilkan 68,8 kg aseton, 48,2 kg metal asetat, 31,1 kg isobutyl asetat, 47,1
kg isobutanol, 40,1 kg air, 13 kg asam asetat, 18,1 kg tidak teridentifikasi dan 383
kg sisa isobutan.

d. Oksidasi hidrokarbon petroleum cair


Penggunaan garam-garam logam yang larut seperti Mn, Cu, Fe, Cr dan Va
menyebabkan operasi dapat berlangsung pada suhu 100-160oC, fase cair selama
6-15 jam pada tekanan 150 psi. Udara atau O 2 dikontakkan dengan hidrokarbon
cair.

e. Sikloheksana
Sikloheksan adalah bahan baku asam adipat. Sikloheksan dioksidasi menjadi
asam adipat dengan dua langkah sebagai berikut:
1) Sikloheksan dioksidasi menjadi campuran sikloheksan dan sikloheksanol.
Dilakukan dalam fase cair, menggunakan udara, pada tekanan 3,5-5 atm
untuk mempertahankan keadaan cair. Katalisator yang digunakan Co-
napthalenat, suhu 120-130oC. Kalau tanpa katalisator suhunya 145-150oC.
Air yang terjadi dan kotoran dalam bahan baku, misalnya senyawa yang
mengandung belerang dan hidrokarbon lain diambil dengan proses azeotrop.
Jika air tidak diambil maka oksidasi memakai udara ini hanya memberikan
konversi 25-30% saja. Hasil diperoleh 60-75%.

2) Hasil antara dioksidasi lebih lanjut menjadi asam adipat.


Hasil antara dioksidasi dengan asam nitrat tetapi oksidasi dengan udara
menggunakan katalisator memberikan hasil asam adipat yang baik. HNO3
yang digunakan merupakan larutan 50-60% dengan katalisator tembaga-
Vanadium >. Perbandingan berat HNO3 100% senyawa organik umpan = 0,5
– 6. Suhu reaktor 60-80oC. Waktu kontak 5 menit. Reaksi eksotermis. Sistem
recovery berusaha mengambil kembali NO2 untuk diubah lagi menjadi asam
nitrat. Asam adipat dikristalisasi dari cairannya pada suhu 40-60 oC dan
dipisahkan secara sentrifugal.

4. Oksidasi melalui dehidrogenasi


Proses katalisis fase uap untuk dehidrogenasi isoalkohol dan aromatik (rantai
cabangnya) penting dalam industri. Contoh: proses pembuatan aseton dan
metal etil keton dari isopropanol dan butanol sekunder.

CH3CHOCH3 CH3=O=CCH3 +H2

CH3CHOC2H5  CH3CC2H5 +H2

O
Seperti juga pembuatan stirin dari etilbenzen
C6H5.C2H5  C6H5CH=CH2 + H2

5. Oksidasi aromatik fase uap


Contoh-contoh reaksi oksidasi ini adalah:
a. Benzen
Benzen stabil ikatannya terhadap disosiasi termal dan oksidasi. Efek uatam
benzene terhadap naiknya suhu adalah disosiasi atom H dan tergabungnya sisa
inti menjadi diphenil, suatu bahan yang lebih stabil. Oksidasi benzene menjadi
phenol masih mungkin tetapi hasilnya rendah. Oksidasi lanjut menghasilkan
pembentukan quinol dan quinon dengan hasil yang juga rendah. Oksidasi lebih
lanjut menghasilkan pemecahan cincin dan mengarah pada terbentuknya asam
maleat dengan hasil yang tinggi. Tidak ada derivate phenil yang terjadi sebagai
hasil dalam autoignition yang cepat dari campuran benzene-udara pada suhu
sekitar 527oC, tekanan 20 atm, menunjukkan inti (cincin inti) rusak sangat
cepat pada keadaan ini. Dalam praktek digunakan perbandingan yang lebih
tinggi lagi, untuk 100 kg benzene dihasilkan 60-75 kg asam maleat, yang
menunjukkan konversi 40-50%. Panas yang dilepaskan 10.500 Btu/lb benzene
yang bereaksi. Pada pembakaran sempurna benzen, panas yang dilepaskan
sebanyak 18.000 Btu/lb. Katalisator yang digunakan oksida logam pada grup
V dan VI.

b. Toluen
Rantai cabang pada inti benzene lebih mudah dioksidasi. Toluen dioksidasi
menjadi benzaldehid atau asam benzoate. O-xylen menjadi phthalat anhidrid;
etil benzen menjadi asam benzoat dan sebagainya. Hasil oksidasi toluen adalah
benzaldehid (hasil utama), asam benzoat, asam maleat dan antraquinon, dalam
perbandingan yang tergantung pada jenis katalisator, suhu, perbandingan O 2
dan waktu kontaknya. Suhu tinggi, katalisator yang agak lemah dan waktu
kontak yang pendek memudahkan pembentukan benzaldehid. Perbandingan O2
yang tinggi dan waktu kontak yang lama mempermudah pembentukan asam.
Pada suhu 280-300oC, reaksi mulai berjalan (menggunakan katalisator
Vanadium Oksida), tetapi reaksinya lambat, dibutuhkan waktu kontak yang
lama dan asam benzoate cenderung menjadi hasil utama. Pada suhu 400-
450oC, reaksi cepat sekali dan 50% toluene dioksidasi dengan benzaldehid
sebagai hasil utama. Kalau dipakai katalisator agak lemah seperti Mo-oksida
pada suhu 450-530oC memberikan konversi yang tinggi. Pada suhu 420-450oC,
katalisator Va-oksida, 5% toluene berubah menjadi antraquinon, dan kalau
suhu dinaikkan menjadi di atas 500oC, toluene berubah menjadi senyawa
kompleks yang mempunyai titik didih tinggi.

c. Styrene dari etilbenzen


C6H5.C2H5  C6H5CH=CH2 + H2
Styrene dibuat dengan dehidrogenasi etil benzene pada suhu 600oC
menggunakan katalisator ZnO.
Ada 2 macam reaksi samping yang menyertai reaksi utama di atas.
1. Perengkahan etil benzene memberikan benzene, toluene, metan, etana dan
sebagainya.
2. Perengkahan hidrokarbon menjadi C, diikuti reaksi samping C ini dengan
uap air yang digunakan sebagai pengencer sehingga terbentuk CO2.
Etilbenzen bersama gas nitrogen merupakan umpan dari proses dan masuk ke
dalam evaporator. Gas campuran akan menuju ke preheating untuk dipanaskan
hingga suhu 575-700 oC. Kemudian akan masuk ke dalam converter, disini
terjadi proses dehidrogenasi etil benzen menjadi styrene dengan katalis ZnO 2.
Sejumlah kecil etil benzene dan diphenil terdapat dalam hasil. Dalam praktek
digunakan perbandingan 1,2-1,5. Reaksi dehidrogenasi ini endotermis, panas
diberikan oleh gas yang suhunya 100-200oC lebih tinggi daripada suhu reaktor.
Dinding reaktor dilapis dengan campuran Cu-Mn yang tahan suhu 600 oC.
Katalisator yang digunakan ZnO, ditambah promoter seprti alumina dan
khromat, yang dapat memberikan konversi total 92% dan berumur > 9 bulan.

d. Naphtalen
Oksida naphtalen menghasilkan phthalate anhidrid. Suhu reaksi 400-500oC.
Katalisatornya Va-pentaoksida dan Mo-oksida. Umur katalisator 6 bulan
dengan hasil 80-85%.
Katalis yang digunakan dalam oksidasi naftalena menjadi anhidrida ftalat. Adalah
catalytic cracking of petroleum yang terdapat dalam produksi bensin Plant yang
dirancang untuk 3 juta lb anhidrida ftalat setiap tahun dan kemudian diperluas
hingga 6 juta Ib telah diklaim memberikan 92 Ib phthalic. anhidrida per 100 lb dari
169-170 °F titik leleh naftalena. Udara dari kompresor reciprocating dilewatkan
melalui pemanas pra dan ke diameter 5 kaki dengan tinggi 30 kaki reaktor yang
mengandung katalis bubuk. Naftalena meleleh disemprotkan ke dalam reaktor pada
laju 400 lb per jam, menguap, dan bercampur dengan udara di dalamnya. Beberapa
katalis bubuk keluar dengan produk streaming dan dihapus oleh siklon dan filter.
Phthalic anhydride ditemukan kembali dalam kondensor. Gas-gas ekor digosok dan
dilewatkan ke udara. Keuntungan diklaim lebih tinggi kemurnian produk, rasio
udara lebih rendah, kurang bahaya ledakan, lebih sedikit tenaga kerja, peralatan
luar ruang, dan suhu operasi yang lebih rendah.

6. Oksidasi fase uap senyawa alifatik


Contoh-contoh reaksi oksidasi ini adalah:
a. Oksidasi metanol
CH3OH  HCOH + H2  CO2 +2H2O
Reaksinya endotermis, panas harus diberikan. Walaupun reaksinya sederhana,
tetapi membutuhkan pengaturan suhu, perbandingan udara alkohol dan waktu
kontak yang baik untuk menjamin hasil yang tetap tinggi pada efisiensi yang
baik. Untuk oksidasi menjadi formaldehid, 1 lb metanol murni secara teoritis
membutuhkan 26,7 cuft udara kering pada keadaan standar (2,18 lb). Katalisator
yang digunakan tembaga. Reaksi ini terjadi pada suhu 400-600oC. Kecepatan
umpan dan perbandingan udara-metanol dipertahankan untuk membuat
operasinya autotermis. Hasil yang diperoleh mempunyai kemurnian 82-85% dan
konversi bias mencapai 96% dengan terlarut bersama H2 yang berada pada
bawah kolom scrubbing.

b. Oksidasi etanol
Etanol bias didehidrogenasi atau dioksidasi menjadi asetaldehid dengan hasil
yang baik pada fase uap. Oksidasi menggunakan udara dengan katalisator perak
pada 550oC memberikan hasil 85-95%. Oksidasi langsung etanol menjadi asetat
dalam proses sinambung fase uap (katalitik) lebih sulit karena pecah menjadi
formaldehid, CO2 + bahan-bahan lain. Oksidasi simultan campuran etanol dan
asetaldehid dalam fase uap memberikan konversi yang baik. Asetaldehid
menjadi asam asetat dan etanol menjadi asetaldehid, yang mana asetaldehidnya
dikembalikan ke dalam proses.

F. Peralatan
Reaksi oksidasi fase cair tidak memerlukan peralatan khusus untuk pengontrolan
suhu dan pengambilan panasnya. Biasanya disediakan bentuk ketel alat, tertutup untuk
mencegah hilangnya bahan yang mudah menguap dan dipasangi kondensor refluks
kembalikan bahan yang dikuapkan ke zona reaksi, asalkan sesuai berarti menambahkan
reaktan dengan cepat atau lambat sesuai kebutuhan dan untuk mengeluarkan produk dan
dilengkapi dengan jaket atau kumparan yang memadai untuk pemanasan atau
pendinginan dapat disirkulasikan sesuai kebutuhan.
Proses oksidasi fase uap terjadi konsentrasi panas reaksi pada daerah katalisator
yang mana panas ini harus dikeluarkan dalam jumlah besar pada suhu yang tinggi.
Dalam kasus oksidasi fase uap dari zat alifatik seperti metanol dan hidrokarbon alifatik
berbobot molekul rendah, rasionya bereaksi oksigen umumnya lebih rendah daripada
dalam kasus hidrokarbon aromatik untuk pembentukan produk yang diinginkan, dan
untuk alasan ini panas penghapusan lebih sederhana.Pengambilan panas ini penting
untuk mencegah kerusakan alat, katalisator atau bahan baku dan mempertahankan suhu
pada tingkat yang baik perlu untuk menjamin kecepatan dan derajat oksidasi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai