Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Suara merupakan produk akhir akustik dari suatu sistem yang lancar, seimbang, dinamis
dan saling terkait, melibatkan respirasi, fonasi, dan resonansi. Tekanan udara subglotis dari paru,
yang diperkuat oleh otot-otot perut dan dada, dihadapkan pada plika vokalis. Suara dihasilkan
oleh pembukaan dan penutupan yang cepat dari pita suara, yang dibuat bergetar oleh
gabungan kerja antara tegangan otot dan perubahan tekanan udara yang cepat. Tinggi nada
terutama ditentukan oleh frekuensi getaran pita suara1.
Bunyi yang dihasilkan glotis diperbesar dan dilengkapi dengan kualitas yang khas
(resonansi) saat melalui jalur supraglotis, khususnya faring. Gangguan pada sistem ini dapat
menimbulkan gangguan suara1.
Di Negara-negara barat, sekitar 1/3 pekerja memerlukan suara untuk pekerjaan
mereka2. Gangguan suara diperkirakan terjadi pada satu persen rakyat Amerika Serikat 1. Di
Inggris, sekitar 50.000 pasien THT (Telinga Hidung Tenggorok) per tahunnya datang dengan
masalah suara2.
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, ketegangan serta gangguan
dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang menyebabkan
perubahan suara. Ketika parau, suara dapat terdengar serak, kasar dengan nada lebih rendah
daripada biasanya, suara lemah, hilang suara, suara tegang dan susah keluar, suara terdiri dari
beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas
tertentu. Suara parau bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit.
Perubahan suara ini seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian dari
kotak suara (laring)3,4.

2. Anatomi dan Fisiologi


Proses fonasi merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan banyak organ di
tubuh. Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk menghasilkan
kualitas suara yang baik yaitu sistem pernapasan, laring dan traktus vokalis supraglotis5,6,7.

 Paru
Paru berperan sangat penting pada proses fonasi karena merupakan organ pengaktif
proses pembentukan suara. Udara yang dihembuskan pada saat ekspirasi akan melewati celah
glotis dan menghasilkan tekanan positif untuk menggetarkan pita suara. Fungsi paru yang
baik sangat diperlukan agar dapat dihasilkan suara yang berkualitas5.

 Saraf
Susunan saraf pusat dan saraf tepi akan mengontrol dan mengkoordinasikan semua otot
dan organ yang berperan dalam proses fonasi. Kerusakan pada saraf ini akan mengacaukan
proses pembentukan suara. 5

 Rongga mulut dan faring


Perubahan ukuran dan bentuk rongga-rongga ini akan memperkuat intensitas suara
yang dihasilkan melalui resonansi5.

 Pita suara
Pita suara merupakan generator pada proses fonasi. Pita suara digerakkan oleh otot-otot
intrinsik laring. Gerakan dan getaran otot-otot pita suara merupakan gerakan terkendali
(volunter), sehingga dapat dilatih untuk dapat menghasilkan suara yang diinginkan5.

 Anatomi dan fisiologi Laring


Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas
bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih
besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas
bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid3.
Laring terdiri dari empat komponen dasar anatomi yaitu tulang rawan, otot intrinsik dan
ekstrinsik, dan mukosa8. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid
yang berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula

2
dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini akan mengangkat
laring. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid,
kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid. (gambar 1) 3

Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu otot ekstrinsik dan intrinsik.
Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot intrinsik
menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot ekstrinsik laring yang suprahioid ialah M.
digastrikus, M. stilohioid, dan M. milohiodid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid,
M.omohioid, dan M.tirohioid. sedangkan otot intrinsik laring ialah M.krikoaritenoid lateral,
M.tiroepiglotika, M.vokalis, M.tiroaritenoid, M.ariepiglotika, M.krikotiroid. Otototot ini terletak
di bagian lateral laring. Otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior ialah
M.aritenoid transversal, M.aritenoid oblik dan M.krikoaritenoid posterior3.
Terdapat tiga kelompok otot laring yaitu aduktor, abduktor dan tensor. Kelompok otot
aduktor terdiri dari M.tiroaritenoid, M.krikoaritenoid lateral, dan M. interaritenoid. otot
tiroaritenoid merupakan otot aduktor dari laring. Persarafan dari otot-otot aduktor oleh N.
laringeus rekuren. Otot-otot tensor terutama oleh M.krikotiroid didukung M.tiroaritenoid. otot
krikotiroid disarafi oleh cabang eksterna N. laringeus superior. Otot abduktor adalah
M.krikoaritenoid posterior yang disarafi cabang N.laringeus rekuren4. Perdarahan untuk
laring terdiri dari dua cabang yaittu A. laringeus superior dan A.laringeus inferior3.

3
Lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare membentuk plika
vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis
kiri dan kanan disebut rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis disebut rima
vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian yaitu
vestibulum laring (supraglotik), glotik dan subglotik3
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi.
Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas pita suara
membuka (gambar 4), sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup (gambar 5)
sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara. 9

Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis aduksi,
maka M.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi
kartilago aritenoid. Pada saat itu M.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik
kartiago aritenoid ke belakang. Plika vokalis saat ini dalam kontraksi. Sebaliknya kontraksi
M.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan
mengendor. 3

3. Etiologi dan Patofisiologi

Faktor resiko terjadinya masalah pada suara adalah2:


1. Merokok (factor resiko karsinoma laring)
2. Konsumsi alcohol berlebihan
3. Refluks gastroesofageal

4
4. Profesi seperti guru, aktor, penyanyi
5. Usia
6. Lingkungan

Suara parau dapat terjadi secara akut atau kronik. Onset akut lebih sering terjadi dan
biasanya karena peradangan lokal pada laring (laringitis akut). Laringitis akut bisa
disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial. Apabila tidak ada bukti adanya
infeksi, laringitis akut bisa terjadi karena bahan kimia atau iritan dari lingkungan, atau akibat
penggunaan suara berlebih (voice overuse) pada penyanyi, pengajar, orator, dsb. Onset kronis
(laringitis kronis), dapat disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis
laring, tumor, defisit neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok atau
voice abuse3,4.
Suara parau memiliki banyak penyebab yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya
mulai dari yang sederhana infeksi saluran pernafasan atas hingga dengan patologi serius seperti
kanker leher dan kepala seperti yang dijelaskan di bawah ini8

1) Infeksi

Laringitis merupakan penyebab tersering suara parau yang dapat diakibatkan infeksi
virus atau bakteri dan biasanya terjadi bersamaan dengan common cold. Inflamasi menyebabkan
pembengkakan jaringan-jaringan laring. Pembengkakan korda vokalis terjadi pada infeksi
saluran napas atas, common cold, atau pemakaian suara berlebihan. Radang laring dapat akut
atau kronik10.

a) Laringitis akut
Laringitis akut merupakan radang mukosa pita suara dan laring kurang dari tiga
minggu. Penyebab radang ini adalah bakteri. Pada radang ini terdapat gejala radang
umum seperti demam, malaise, dan gejala lokal seperti suara parau sampai tidak
bersuara sama sekali (afoni), nyeri menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring.
Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas
dan bawah pita suara. Terapi yang diberikan berupa istirahat berbicara dan bersuara
selama 2-3 hari., menghirup udara lembab, menghindari iritasi pada laring dan faring.
Antibiotika diberikan jika peradangan berasal dari paru10,11.

b) Laringitis kronik

Penyakit ini ditemukan pada orang dewasa. Sebagai faktor yang mempermudah
terjadinya radang kronis ini ialah intoksikasi alkohol atau tembakau, inhalasi uap atau
debu yang toksik, radang saluran napas dan penyalahgunaan suara (vocal abuse). Pada
laringitis kronis terdapat perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir pita
suara. Pada mikrolaringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi umumnya
yang kelihatan ialah edema, pembengkakan serta hipertrofi selaput lendir pita suara atau
sekitarnya.
Terdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan proliferasi, sehingga
selaput lendir itu tampak hiperemis. Bila peradangan sudah sangat kronis,
terbentuklah jaringan fibrotik sehingga pita suara tampak kaku dan tebal, disebut

5
laringitis kronis hiperplastik. Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari epitel, sehingga
tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna keputihan seperti tanduk.
Pada tempat keratosis ini perlu diperhatikan dengan baik, sebab mungkin di bawahnya
terdapat tumor yang jinak atau yang ganas7.

Suara parau juga dapat disebabkan oleh tuberkulosis (TB) dan lues3,10.

2) Lesi jinak pita suara

Lesi jinak pita suara sering terjadi karena penyalahgunaan suara (voice misuse atau
overuse) yang menimbulkan trauma bagi pita suara. Beberapa jenis lesi yan timbul seperti nodul,
polip dan kista9.

a) Nodul pita suara (vocal cord nodule)


Nodul pita suara terbanyak ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada
wanita dari pria, Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul vokal termasuk screamer’s
nodule, singer’s node, atau teacher’s node. Nodulus jinak dapat terjadi unilateral dan
timbul akibat penggunaan korda vokalis yang tidak tepat dan berlangsung lama. Letaknya
sering pada sepertiga anterior atau di tengah pita suara, unilateral atau bilateral. Klinis
yang ditimbulkan adalah suara parau, kadang-kadang disertai batuk. Pada pemeriksaan
terdapat nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih kecil, berwarna keputihan
(gambar 7). Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laring tidak langsung/langsung.
Beberapa pasien berespon baik dengan pembatasan dan reedukasi vocal, namun
banyak juga yang memerlukan pembedahan endoskopik. 10,12

6
b) Polip

Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria dari pada
wanita, dan sangat jarang didapatkan pada anak. Pada pemeriksaan, polip paling sering
ditemukan di sekitar komisura anterior, tampak bulat, kadangkadang berlobul, berwarna
pucat, mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pita suara, dan tampak kapiler darah
sangat sedikit (gambar 8). Pada polip yang besar, meskipun dasarnya di pita suara, polip
ini ditemukan di subglotik. Epitel di sekitar polip tidak berubah, tidak ada tanda
radang. Polip dengan vaskularisasi yang banyak akan berwarna merah, kadang-
kadang terjadi fibrotik, sehingga tidak tampak mengkilat lagi7. Pengangkatan bedah
harus dilakukan pada satu sisi berturut-turut, untuk mencegah pembentukan sinekia pada
komisura anterior. Pembedahan harus diikuti menghentikan merokok dan reedukasi
vokal. Jika tidak demikian, mungkin terjadi kekambuhan jaringan polipoid yang tebal
sepanjang korda vokalis12.

c) Kista

Kista pita suara merupakan massa yang terdiri dari membran (sakus) (gambar
9).Kista dapat berlokasi dekat permukaan pita suara atau lebih dalam, dekat ligament.
Sama seperti nodul dan polip, ukuran dan lokasi mengganggu getaran dari pita suara dan
menyebabkan suara parau. Terapi pembedahan diikuti terapi vokal merupakan terapi
yang disarankan15.

3) Neoplasma

a) Keratosis laring
Pada keratosis laring sebagian mukosa laring terjadi pertandukan, sehingga
tampak daerah yang keputihan yang disebut leukoplakia (gambar 10). Tempat tersering yang

7
mengalami pertandukan ialah pita suara dan di fosa interaritenoid. Gejala yang
ditemukan adalah suara parau yang persisten. Selain itu rasa ada yang mengganjal di
tenggorok. Stridor atau sesak napas tidak ditemukan. Sebagai terapi dilakukan
pembedahan dengan mikrolaring. Terdapat 15% dari kasus yang mengalami degenerasi
maligna7,16.

b) Karsinoma laring

Suara parau yang persisten atau perubahan suara yang lebih dari dua hingga 4
minggu pada perokok perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengenali apakah terdapat kanker
laring15. Karsinoma sel squamosa merupakan keganasan laring yang paling sering terjadi
(94%) (gambar 11). Gejala dini berupa suara parau, dan sesuai dengan keterlibatan, timbul
nyeri, dispnea, dan akhirnya disfagia16. Pilihan terapi yang diberikan meliputi pembedahan,
radiasi dan atau kemoterapi. Ketika kanker laring ditemukan lebih awal maka pilihan terapi
berupa pembedahan atau radiasi dengan angka kesembuhan tinggi, lebih dari 90% 15.

4) Gangguan Neurologi pada Laring


Suara parau dapat terjadi berhubungan dengan masalah pada persarafan dan otot baik
dari pita suara atau laring15. Paralisis otot laring dapat disebabkan gangguan persarafan baik
sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersamaan dengan paralisis sensorik.
Kejadiannya dapat unilateral atau bilateral. Penyebab sentral misalnya paralisis bulbar,
siringomielia, tabes dorsalis, multiple sklerosis. Penyebab perifer misalnya struma, pasca
tiroidektomi, limfadenopati leher, trauma leher, tumor eofagus dan mediastinum, aneurisma
aorta3,4.
Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring. Secara umum terdapat lima
posisi dari pita suara yaitu posisi median, paramedian, intermedian, abduksi ringan dan
posisi abduksi penuh. Gambaran posisi pita suara dapat bermacam-macam tergantung
dari otot yang terkena3. Banyak dari paralisis pita suara akan sembuh beberapa bulan, namun

8
ada kemungkinan menjadi permanen, yang memerlukan tindakan bedah10.

5) Penuaan (Presbylaryngis)
Presbilaringis (vocal cord concavity) merupakan suau keadaan yang
disebabkan penipisan dari otot dan jaringan-jaringan pita suara akibat penuaan. Pita suara
pada prebilaringis tidak sebesar daripada laring normal sehingga tidak dapat bertemu pada
pertengahan, dan akibatnya pasien mengeluh suara menjadi parau, lemah dan berat. Kondisi
ini dapat diperbaiki dengan pemberian injeksi lemak atau bahan lain pada kedua pita suara
sehingga penutupan dapat lebih baik19.

6) Perdarahan
Jika terdapat keluhan kehilangan suara mendadak yang sebelumnya didahului
dengan berteriak atau penggunaan suara yang kuat, menunjukkan telah terjadi perdarahan
dari pita suara. Perdarahan pita suara terjadi karena ruptur dari salah satu pembuluh darah
permukaan pita suara dan jaringan lunak terisi dengan darah. Penanganannya segera dan
harus diterapi dengan istirahat suara total dan pemeriksaan oleh dokter spesialis19.

7) Refluks Gastroesofageal
Hal yang sering juga merupakan penyebab suara serak adalah refluks
gastroesofageal, dimana asam lambung naik ke esofagus dan mengiritasi pita suara. Banyak

9
pasien dengan perubahan suara yang berkaitan dengan refluks, tidak mempunyai gejala rasa
terbakar di lambung (heartburn). Biasanya, suara mulai memburuk di pagi hari dan
meningkat sepanjang hari. Pasien mungkin akan merasakan sensasi gumpalan pada
tenggorokannya, cairan yang menusuk tenggorokan, atau adanya keinginan yang kuat
untuk membersihkan tenggorokannya15.

8) Penyebab lain
Penyebab lain dapat berasal dari sistemik seperti kelainan endokrin
(hippotiroid), arthritis rematoid, penyakit granulomatosa, alergi, trauma laring, alergi2 .

4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. 2,4,8
a) Anamnesis
 Setiap pasien dengan suara parau yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa adanya
infeksi saluran napas atas memerlukan pemeriksaan. Sangat penting untuk
mengetahui durasi dan karakter perubahan suara.
 Riwayat merokok dan minum alkohol, dimana dapat mengiritasi mukosa mulut dan
laring dan beresiko kanker kepala leher
 Riwayat pekerjaan, pola/ tipe pemakaian suara seperti menyanyi berteriak
 Riwayat penyalahgunaan suara (voice abuse)
 Keluhan yang berhubungan meliputi nyeri, disfagia, batuk, susah bernapas
 Keluhan refluks gastroesofageal seperti merasakan asam di mulut pada apgi hari
 Penyakit sinonasal (rhinitis alergi atau sinusitis kronik)
 Kelainan neurologis
 Riwayat trauma atau pembedahan
 Riwayat pemakaian obat-obatan seperti ACE inhibitor

b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian
pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf kranial. 15.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
 Pemeriksaan laringoskopi
Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara seperti kanker, singer’s node,
polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat menilai adanya paralisis pita suara, yang
berhubungan dengan kanker paru, aneurisma aorta dan lain-lain. 20

 Pemeriksaan kelenjar getah bening


Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan neuropati perifer, sindrom
Guillain-Barre, tumor otak atau penyakit serebrovaskuler21.

c) Pemeriksaan Penunjang Lainnya15,20

 Laringoskopi fibreoptik

10
 Stroboskopi (videolaryngostroboscopy)
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring.
 Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range, pitch dan
efisiensi aerodinamik.

 Pemeriksaan darah
Meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai C1 esterase inhibitor untuk
pembengkakan pita suara dan diduga angioedema, serta pemeriksaan reseptor
asetilkolin untuk suara parau yang diduga disebabkan miastenia gravis.
 Kultur hidung dan sputum
 Foto thorax x-ray jika ditemukan paralisis pita suara pada pemeriksaan laringoskopi
 CT scan dada
 CT scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis
 USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan paralisis pita suara

5. Penatalaksanaan

Suara parau dialami lebih dari 3 minggu memerlukan rujukan ke spesialis telinga hidung
dan tenggorok untuk menilai pita suara dan menyingkirkan ke arah keganasan. Penatalaksanaan
suara parau tergantung dari penyebab. Pada banyak kasus, dapat diterapi dengan istirahat suara
dan penggunaan suara yang tepat2,15.
Penanganannya mencakup2:
a) Penilaian klinis suara untuk diagnosis yang akurat
b) Penatalaksanaan multidisiplin meliputi voice therapist dalam satu team
c) Terapi suara dapat dilatih pada pasien untuk memodifikasi perilaku dan mengeliminasi
gangguan suara
d) Terapi pembedahan meliputi bedah mikrolaring, vocal nodul, polip, kista memerlukan
tindakan kombinasi bedah dan terapi suara

Penatalaksanaan suara serak dilakukan setelah penyakit terdiagnosis. Sehingga


penatalaksaan dapat dilakukan secara tepat sesuai diagnosis. Penatalaksanaan suara serak, yaitu:
13

1. Secara khusus yaitu eradikasi infeksi dan inflamasi


Pemberian obat antibiotika, antiinflamasi, anti TB pada laring TB dan antasida pada
penyakit reflux gastro-esofagitis (GERD).

2. Koreksi bedah (phonosurgery)


a) Mikrolaringoskopi pada tumor jinak laring (vocal nodul, thyroplasty, arytenoids
adduction)
b) Laringektomi pada karsinoma laring
3. Rehabilitasi
Terapi suara / wicara (oleh unit rehabilitasi medic) tujuan:
 Memperbaiki kualitas suara (paraparesis pita suara)
 Dapat berkomunikasi secara verbal (pada pasien paska laringektomi)

11
Laringitis
Penatalaksanaan pada laringitis terbagi atas perawatan umum dan perawatan khusus.
Perawatan umum, yaitu: 14
1. Istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari
2. Dianjurkan menghirup udara lembab
3. Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makan pedas atau minum
dingin
4. Penderita dapat berobat jalan. Bila ada sumbatan jalan nafas, penderita harus dirawat
terutama anak-anak

Perawatan khusus, yaitu: 14

1. Terapi Medikamentosa
a) Antibiotika golongan penisilin. Anak 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis Dewasa
3x500 mg /hari. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin atau bactrim
b) Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi edem laring
2. Terapi Bedah
Tergantung pada stadium sumbatan laring. Pada anak bila terjadi gejala sumbatan jalan
nafas menurut klasifikasi Jackson, dilakukan terapi sebagai berikut:
 Stadium I : Rawat, observasi, pemberian oksigen dan terapi adekuat
 Stadium II-III : Trakeostomi
 Stadium IV : Intubasi dan oksigenasi, kemudian dilanjutkan dengan trakeostomi

Pada laringitis kronis penatalaksanaan yaitu menghindari dan mengobati faktor-faktor penyebab
dengan: 15
1. Istirahat bersuara (vocal rest), tidak banyak bicara atau bersuara keras
2. Antibiotika, bila terdapat tanda infeksi
3. Ekspektoran
Dapat pula dilakukan pengangkatan jaringan yang menebal dan polipoid
serta pemeriksaan patologi anatomik untuk menyingkirkan kemungkinan proses
spesifik dan keganasan. 14

Penatalaksanaan laringitis tuberkulosa, yaitu: 15


1. Anti TB. Jika timbul keluhan tinnitus atau vertigo, waspada terhadap kemungkinan
intoksikasi
2. Istirahat suara
3. Trakeostomi bila timbul sumbatan jalan nafas

Nodul Vokal

Penanganan nodul vocal adalah istirahat suara dan tidak merokok. Pada kasus yang
persisten dapat dilakukan pengangkatan nodul dengan mikrolaringoskopi. Setelah
pengangkatan nodul, pasien harus istirahat suara paling kurang 14 hari dan setelah itu terapi
wicara untuk mencegah kekambuhan. 15

12
Tumor Laring
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan,
radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya. 16

1. Pembedahan16

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :


 Laringektomi
 Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak
memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
 Laringektomi total
Tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os
hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
 Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 - T2) karena kemungkinan
metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis,
subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke
kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini
tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.

Perawatan pasca operatif, yaitu:


 Penderita makan melalui pipa hidung lambung selama 2 minggu, dilarang menelan ludah
 Pemberian antibiotika
 Garamycin 80 mg IV/2x perhari selama 7 hari
 Metronidazol 3x500 mg
 Perawatan luka operasi dengan balut tekan

Paralisis Korda Vokalis


Penatalaksanaan paralisis korda vokalis sensorik biasanya tidak ada. Penderita dapat
diberikan obat neurotika atau methylcobalamin. Penatalaksanaan paralisis korda vokalis motorik,
terdiri dari pembedahan dan terapi suara. Pada beberapa kasus, suara dapat kembali normal
dalam satu tahun tanpa pengobatan apapun. Oleh karena itu pada beberapa kasus, terapi
pembedahan ditunda selama satu tahun untuk memastikan suara dapat kembali secara spontan
atau tidak. Untuk sementara dilakukan terapi suara dengan tujuan untuk memperkuat koda
vokalis atau mengendalikan udara yang keluar saat bicara.
Penatalaksanaan paralisis unilateral korda vokalis dengan tujuan membuat korda yang
paralisis ke tengah dan mengurangi jarak antara kedua korda sehingga suara dapat keluar.
Terdapat 2 prosedur pembedahan yang sering digunakan, yaitu:
1. Medialisasi tiroplasty
Biasa dilakukan dengan local anastesi dan sedasi sehingga saat pembedahan dapat
mendapatkan suara pasien. Insisi dilakukan dileher dan diperdalam sampai kartilago tiroid.
Prostesis yang sering digunakan menggunakan bahan silikon. Prostesis ini dimasukkan dan
mendorong korda yang paralisis ke tengah sehingga mengurangi jarak antara kedua korda
vokalis.

13
2. Aduksi arytenoids
Aduksi aritenoid yaitu dengan reposisi korda vokalis dan kartilago. Injeksi korda vokalis
dilakukan penyuntikan bahan pada korda vokalis. Bahan yang paling seing digunakan
disuntikkan yaitu Teflon. Bahan lain yaitu kolagen, silikon, atau lemak tubuh. Penambahan
materi ini dengan tujuan untuk mengurangi jarak antara korda vokalis sehingga korda yang
normal dapat mendekati korda vokalis yang paralisis.
Pada umumnya, bilateral midline paralisis terjadi setelah operasi tiroid akibat cedera
nervus laringeus rekuren pada operasi tiroid dan bermanifestasi sebagai paralisis plika
vokalis bilateral yang berada pada linea mediana. Awalnya, pita suara terletak pada posisi
paramedian, sehingga terjadi gejala disfoni berat walaupun tanpa obstruksi saluran napas.
Setelah beberapa lama, pita suara berpindah perlahan-lahan ke garis tengah dengan akibat
perbaikan suara namun terjadi sesak napas. Pada laringoskopi tidak langsung dan langsung dapat
terlihat kelumpuhan bilateral pita suara. Pada kasus yang bukan disebabkan oleh trauma, fungsi
satu atau kedua pita suara mungkin dapat membaik secara spontan. Penyembuhan spontan
lebih sulit jika kelumpuhan disebabkan oleh trauma bedah atau cedera leher berat. Waktu yang
diperlukan sampai terjadinya peralihan sesak napas berat bervariasi antara beberapa hari sampai
20 tahun.

Penanganan bervariasi tergantung pada gejala namun tujuan utamanya adalah untuk
menghilangkan sesak napas.Penatalaksanaan bilateral paralisis harus dilakukan trakeotomi untuk
membantu pernafasan. 19,22

6. Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut2,10:


a) Menghindari dan menghentikan merokok ataupun merokok pasif
b) Pasien disarankan juga untuk minum yang banyak untuk mengencerkan mucus.
c) Menghindari agen/bahan yang menimbulkan dehidrasi seperti alkohol, kopi
d) Mengontrol refluks gastroesofagus
e) Menggunakan suara dengan tepat, tidak bersuara terlalu kuat.
f) Menggunakan mikrofon jika diperlukan
g) Menghindari bersuara atau bernyanyi ketika suara parau

14
BAB III
KESIMPULAN

Suara serak berasal dari abnormalitas pada laring dan umumnya menghasilkan suara yang
kasar. Suara serak dapat dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu: onset akut dan onset kronis. Onset
akut lebih sering terjadi dan biasanya karena peradangan lokal pada laring. Onset kronis, dapat
disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis laring, tumor, defisit
neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok. Beberapa penatalaksanaan
suara serak, adalah secara khusus yaitu eradikasi infeksi dan inflamasi, koreksi bedah
(phonosurgery), atau rehabilitasi. Penatalaksanaan suara serak dilakukan setelah penyakit
terdiagnosis. Sehingga penatalaksaan dapat dilakukan secara tepat sesuai diagnosis.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen JI. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES,
Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of
Otolaryngology. Jakarta: Penerbit EGC; 1997. 370-371 2.
2. Hartee N. Hoarseness; http: //www.patient.co.uk/showdoc/40000966
3. Hermani B, Kartosoediro S. Suara Parau. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN (editors). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke V. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2003. 190-94
4. Wang RC, Miller RH. Hoarseness and Vocal Cord Paralysis. In: Calhoun KH. Head and
Neck Surgery-Otolaryngoloy Volume II 3rd Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 607,
609
5. Hermani B, Hutauruk SM. Gangguan Suara Pada Penyanyi.
OtoRhinoLaryngologica Indonesiana 2006; 36: 42.
6. Kadriyan H. Aspek Fisiologis dan Biomekanis Kelelahan Bersuara serta
Penatalaksanaannya. Cermin Dunia Kedokteran 2007;155: 93
7. Iskandar HN. Pemakaian Mikroskop PadaDiagnostik dan Bedah Laring. Cermin Dunia
Kedokteran 1987; 43: 21-22.
8. Rosen CA, Anderson D, Murry. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient's Voice
Healthy nhttp://www.aafp.org/afp/980600ap/rosen.html [diakses 15 Februari 2009]
9. Sulica L. Normal voice function; http://www.voicemedicine.com/normal_voice
functioning.html
10. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
http://www.entnet.org/HealthInformation/hoarseness.cfm [diakses 15 Februari 2009].
11. Hermani B, Abdurachman H. Kelainan Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN (editors).
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke V. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI; 2003. 195-96,199-200.
12. Banovetz JD. Gangguan Laring Jinak. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES,
Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of
Otolaryngology.Jakarta: Penerbit EGC; 1997. 387, 391.
13. Ghorayeb BY. Picture of Vocal Cord Nodules
http://www.ghorayeb.com/VocalCordNodule2.html 2009].(Teacher's Nodules). [diakses 21
Februari
14. Stanford University Medical Center. Clinical Pictures & Moviee.
http://www.stanfordhospital.com/clinicsmedServices/cfm [diakses 21 Februari 2009].
15. Academy http://www.sinuscarecenter.com/aao/hoars_aao.htm of [diakses Otolaryngology
16. Adams GL. Tumor-Tumor Ganas Kepala dan Leher. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler
PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental
of Otolaryngology.Jakarta: Penerbit EGC; 1997

16

Anda mungkin juga menyukai