Anda di halaman 1dari 28

Laporan Pendahuluan Nursing Care VI

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Kolesistitis

Disusun oleh:

Yamarni Laia
(00000003797)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2015

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Kolesistitis

A. TINJAUAN MEDIS
1. DEFINISI

Kolesistitis didefinisikan sebagai peradangan kandung empedu yang paling sering


terjadi karena adanya obstruksi duktus kistik dari kolelitiasis (Bloom, 2014)

2. ETIOLOGI

 Infeksi bakteri

Organisme ini termasuk gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob
contohnya Eschericia coli, Klebsiella sp, Clostridium sp, dan Streptoccocus
sp.

 Pemasangan jangka panjang IV

Banyaknya elektrolit dalam cairan intravena menyebabkan terbentuknya batu


empedu.

 Koleklitiasis (batu empedu)

Koleklitiasis (batu empedu) akan menghambat duktus sistikus yang


menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dan limfe
serta aliran cairan empedu. Getah empedu yang tetap berada dalam kandung
empedu menyebabkan otolisis (penghancuran sel yang dilakukan oleh enzim
dari sel itu sendiri yang berujung pada kematian sel) serta edema; dan
pembuluh darah dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai
vaskulernya terganggu. Hal ini menyebabkan peradangan.

 Obesitas

Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak


larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin
(fosfolipid) dalam empedu. Kolesterol yang tinggi melebihi solubilisasi
empedu dan sintesis asam empedu yang menurun menyebabkan supersaturasi
getah empedu. Hal ini menyebabkan kolesterol tidak lagi tidak terdispersi
sehingga terjadi pengumpalan kristal kolesterol monohidrat padat.

 Pembedahan (terjadi perubahan fungsi)

Terjadi ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar garam


empedu/asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya peradangan.

 Luka bakar

Respon umum pada luka bakar ≥20% adalah penurunan aktivitas


gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik
dan neurologic serta respon endokrin terhadap luka.

 Sirosis hepar

Pembengkakan hepar menyebabkan terjepitnya saluran empedu yang berada


dalam hepar (intrahepatic).

 Jenis kelamin

Perempuan lebih rentan menderita kolesistitis (yang disebabkan oleh batu


kolesterol). Insiden pembentukan batu empedu yang meningkat pada para
pengguna pil kontrasepsi, ekstrogen, dan klofibrat (obat penurun kadar lemak
dalam darah) yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier.

3. TIPE

Kolesistitis terbagi atas:

a. Kolesistitis akut, yang terbagi atas

 Kolesistitis kalkulosa akut yaitu peradangan akut kandung empedu yang


mengandung batu.

 Kolesistitis akalkulosa akut, yaitu peradangan akut kandung empedu yang


tidak mengandung batu.

b. Kolesistitis kronis, yaitu kelanjutan dari kolesititis akut yang berulang.


4. MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri kolik bilier

Kolik bilier adalah nyeri episodik berat pada sifat dan beratnya selama
serangan akut. Dikarakteristikkan oleh awitan tiba-tiba dari nyeri epigastrik
berat atau kuadran kanan atas yang sering menyebar ke punggung. Intensitas
dari puncak nyeri dalam satu jam atau kurang dan menetap selama beberapa
jam. Nyeri disebabkan oleh kontraksi kandung empedu terhadap batu yang
tersangkut pada leher kandung empedu atau duktus kistik, kerusakan jaringan
dalam kandung empedu, distensi kandung empedu akibat proses inflamasi,
dan sentuhan fundus kandung empedu yang terdistensi pada dinding abdomen
pada daerah kartilago costa sembilan dan sepuluh kanan. Nyeri terakhir ini
timbul saat pasien menarik napas.

b. Kesulitan bernapas

Penderita kolesistitis akan mengalami kesulitan saat inspirasi dalam akibat


nyeri. Nyeri yang timbul juga menghambat pengembangan rongga dada.

c. Mual muntah

Terjadi sekitar 75% klien mengalami mual muntah akibat impuls yang
dihantarkan ke pusat muntah dari distensi duktus empedu.

d. Perut terasa penuh (kembung)

Hal ini terjadi akibat gas yang dihasilkan oleh bakteri yang menginfeksi
kandung empedu.

e. Ikterus

Obstruksi pengaliran getah empedu kedalam duodenum akan menimbulkan


gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak dibawa ke duodenum akan
diserap kembali ke darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan
kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini disertai dengan
gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
f. Perubahan warna pada urin dan feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna gelap.
Feses yang tidak diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan
biasanya pekat yang disebut ‘clay-colored’.

g. Defisiensi vitamin A, D, E, K

Obstruksi aliran empedu akan mengganggu absorbs vitamin A, D, E, K yang


larut dalam lemak. Paien akan memperlihatkan gejala-gejala defisiensi vitamin
A, D, E, K bila obstruksi bilier berjalan lama. Sebagai contoh defisiensi
vitamin K akan mengganggu pembekuan darah yang normal.

h. Peningkatan suhu tubuh

Peningkatan suhu tubuh disebabkan oleh proses inflamasi.

5. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar anatomi kandung empedu


a. Kandung Empedu

 Sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran berotot .

 Letaknya didalam sebuah lekukan disebelah permukaan bawah hati sampai


di pinggiran depannya.

 Panjang 8-12 cm dan dapat berisi cairan kira-kira 60 ccm.

 Terbagi dalam fundus, badan, dan leher.

 Terdiri atas 3 pembungkus, yaitu dari luar ke dalam:

- Pembungkus serosa peritoneal

- Jaringan berotot tak bergaris


- Membran mukosa yang bersambung dengan lapisan saluran empedu.
Membran mukosanya membuat sel epitel silinder yang mengeluarkan
sekret musin yang cepat mengabsorpsi air dan elektrolit, tetapi tidak
garam empedu/pigmen; karena itulah cairan empedu menjadi pekat.

 Duktus sistikus kira-kira 3,5 cm panjangnya. Berasal dari leher kandung


empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus sambil membentuk
saluran empedu ke duodenum.

 Fungsi kandung empedu adalah sebagai tempat penyimpanan dan


pemekatan cairan empedu.

b. Cairan/getah empedu

 Merupakan cairan alkali yang disekresikan oleh hati

 Dapat di produksi seseorang sebanyak 500-1000ccm

 Sekresi berjalan terus menerus tetapi dipercepat sewaktu pencernaan

 80% getah empedu terdiri atas air, garam empedu, pigmen empedu,
kolesterol musin, dan zat lainnya

- Garam empedu bersifat digestif dan memperlancar kerja enzim lipase


dalam memecah lemak, membantu absorbsi lemak yang telah
dicernakan (gliserin dan asam lemak) dengan cara menurunkan
tegangan permukaan dan memperbesar daya tembus endothelium yang
menutupi vili usus.

- Pigmen empedu dibentuk dalam sistem retikulo-endotelium


(khususnya limfa dan sumsum tulang) dari pecahan Hb yang berasal
dari eritrosit yang rusak, dialirkan ke hati dan di ekskresikan ke dalam
empedu lalu ke usus halus. Beberapa menjadi sterkobilin (yang
mewarnai feses) dan beberapa di absorbs kembali oleh aliran darah dan
membuat warna pada urine (urobilin). Pigmen ini hanya merupakan
bahan ekskresi dan tidak mempunyai pengaruh atas pencernaan.
 Saat getah empedu berada dalam kandung empedu, empedu di pekatkan 5-
10 kali.

c. Fisiologi: cairan empedu melewati duktus duktus hepaticus dan duktus


cysticus ke dalam vesica fesela. Dikeluarkan dari kandung empedu oleh kerja
kolesistokinin, hormon yang dihasilkan membran mukosa bagian atas usus
halus ketika lemak memasukinya. Kolesistokinin menyebabkan kontraksi otot
kandung empedu dan pada saat yang bersamaan terjadi relaksasi spingter
Oddi, sehingga cairan empedu dikeluarkan melalui duktus cysticus dan ductus
choledochus (tempat terjadi gelombang peristaltic) ke dalam duodenum.

6. PATOFISIOLOGI

Pada kolesistitis kalkulosa akut, batu empedu yang terbentuk akut


supersaturasi kolesterol [yang meningkat pada para pengguna pil kontrasepsi,
ekstrogen, dan klofibrat (obat penurun kadar lemak dalam darah)] dan
pemasangan IV yang lama akan menyumbat saluran keluar empedu. Hal ini
akan membuat getah empedu tidak bisa dialirkan keluar dari kandung empedu.
Getah empedu yang tersimpan menimbulkan reaksi kimia yaitu otolisis.
Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisi lesitin empedu menjadi
lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa glikoprotein
yang secara normal bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa terpajan
langsung ke efek detergen garam empedu menyebabkan inflamasi, edema, dan
penebalan/peregangan (distensi). Peregangan kandung empedu ini bisa
menekan dinding abdomen pada daerah kartilago costa sembilan dan sepuluh
kanan. Sentuhan ini juga dapat menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada
kuadran kanan atas ketika pasien mengambil napas dalam yang menyebabkan
kesulitan dalam pengembangan dada. Selain itu, hal ini menyebabkan mual
muntah akibat impuls yang dihantarkan ke pusat muntah dari distensi duktus
empedu. Distensi/peregangan ini juga menyebabkan pembuluh darah terjepit
yang mengakibatkannya terganggunya drainase aliran darah ke mukosa.
Lama-kelamaan terjadi poliferasi bakteri dan terjadi pembentukan daerah
iskemik. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya gangrene. Getah empedu yang
tidak tersalurkan dengan baik ke duodenum akan diserap kembali oleh darah
dan dibawa keseluruh tubuh. Getah empedu tersebut akan melalui kulit yang
menimbulkan perubahan warna (ikterus) pada kulit dan membran mukosa
(berubah menjadi kuning) yang disertai rasa gatal dan pada feses dan urin
yang disebabkan pigmen yang memberi warna pada feses dan urin tidak bisa
masuk ke duodenum.

Pada kolesistitis akut akalkulosa akut, infeksi bakteri menghasilkan


peradangan pada kandung empedu dan gas yang membuat perut terasa penuh
(kembung). Pada kejadian sirosi hati, pembengkakan tersebut akan menekan
saluran empedu intrahepatic yang mengganggu aliran getah empedu yang
menghasilkan peradangan. Pasien dengan riwayat pembedahan akan
menyebabkan perubahan fungsi yang mengakibatkan ketidakseimbangan
komposisi empedu seperti tingginya asam empedu yang memicu terjadinya
peradangan.

7. PEMERIKSAAN

a. Pemeriksaan Fisik

 Sistem tubuh

- Pernafasan

Kolesistitis akan menyebabkan dispea dan terdengar bunyi nafas


abnormal.

- Cardiovascular

Pasien akan mengalami takikardia dan resiko pendarahan akibat


defisiensi vitamin K.

- Persyarafan

Pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.

- Musculoskeletal

Kolesistitis akan menyebabkan kelemahan.


- Kulit/integument

Kulit dan membrane mukosa akan terasa gatal dan berwarna


kuning.

- Pola Nutrisi

Pasien mengalami defiensi nutrisi yang disebabkan oleh mual


muntah. Pasien juga akan tidak toleran terhadap makanan lemak
dan makanan ‘pembuat gas’.

- Pola Eliminasi

Terjadi perubahan warna pada urin dan feses.

- Pola Aktivitas dan Istirahat

Pasien akan merasa kesulitan dalam beraktivitas dan beristirahat


akibat nyeri.

 IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi)

Kolesistitis menyebabkan nyeri kolik bilier pada abdomen kuadran


kanan yang menyebar sampai punggung. Pada pasien kolesistitis
dijumpai positif untuk Murphy’s sign (nyeri lokal tajam yang terjadi
bila kandung empedu dipalpasi dan pasien di instruksikan untuk napas
dalam). Tubuh pasien akan berwarna kuning yang disebabkan oleh
getah empedu dalam darah.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Bahan Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Rasional


Darah Leukosit 4.000-10.000 Meningkat Peningkatan jumlah leukosit
mm3 (10.000- menandakan adanya proses
3
15.000 mm ) inflamasi
<47 U/L
<37 U/L
ALT/SGPT Meningkat Peningkatan SGPT mendeteksi
AST/SGOT Meningkat adanya kerusakan hati
Peningkatan SGOT/SGPT 3-10x
normal menunjukkan adanya
sumbatan empedu ekstrahepatik
36-92 U/L
ALP Meningkat Peningkatan ALP menunjukkan
adanya obstruksi saluran
empedu, kolestatik intrahepatic,
dan sirosis hepatis
0,3-1,2 mg/dL
Bilirubine Meningkat Peningkatan bilirubin
mengindikasikan adanya
sumbatan pada duktus koledokus

Keterangan:

ALT : Alananine Aminotransferase

SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase

AST : Aspartate Aminotransferase

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

ALP : Alkaline Phosphate

c. Pemeriksaan Diagnostik

 USG (Ultrasonography)

Pemeriksaan ini dianjurkan sebagai pemeriksaan awal. Hasil pemeriksaan


yang menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis antara lain adanya
cairan di daerah perikolelistik dan terjadi penebalan dinding kandung
empedu hingga >4mm. Pemeriksaan USG juga dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah 8 jam puasa karena batu
empedu divisualisasikan dengan baik pada kandung empedu yang
terditensi oleh cairan empedu.

 Pemeriksaan CT Scan (Computerized Tomography Scan) dan MRI


(Magnetic Resonance Imaging)
Hasil pemeriksaan yang dapat digunakan untuk memprediksi adanya
kolesistitis adalah penebalan dinding kandung empedu >4mm, cairan di
perikolesistik, edema subserosa, gas intramural,dan pengelupasan mukosa.
Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila
diagnose tidak meyakinkan.

 ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang


hanya dapat dilihat saat melakukan laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi
insersi endoskop serat optic yang fleksibel ke dalam esofagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam
duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan kedalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi
serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memudahkan akses kedalam
duktus koledokus nagian distal untuk mengambil batu empedu.
Pemeriksaan ERCP memerlukan kerjasama pasien untuk memungkinkan
insersi endoskop tanpa merusak struktur traktus gastrointestinal yang
mencakup percabangan bilier. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada
pasien dijelaskan prosedur pemeriksaan dan peranan pasien dalam
pemeriksaan tersebut. preparat sedative diberikan sesaat sebelum
pemeriksaan dilakukan. Selam pemeriksaan ERCP dilakukan, perawat
harus memantau cairan infus yang diberikan, memberikan obat-obatan,
dan mengatur posisi pasien. Setelah pemeriksaan dilakukan, perawat
memantau kembali kondisi pasien, mengobservasi tanda-tanda vital dan
tanda-tanda perforasi/infeksi. Perawat juga perlu melakukan pemantauan
terhadap efek samping setiap obat yang diberikan selama proses
pemeriksaan, dan terhadap pemulihan reflex muntah (gag reflex) sesudah
penggunaan anestesi lokal.

8. PENATALAKSANAAN

a. Non-farmakologi

 Istirahat

Rasional: Istirahat menurunkan stimulasi gastrik dan pankreas


 Diet rendah lemak

Rasional: Konsumsi kolesterol berlebihan dapat menimbulkan


supersaturasi yang dapat menimbulkan terbentuknya batu empedu.

 Hindari makanan bergas

Rasional: Bakteri yang menginfeksi saluran empedu dapat menghasilkan


gas yang menyebabkan perut pasien terasa penuh (kembung). Jika pasien
mengkonsumsi makanan bergas, maka akumulasi gas dalam perut pasien
dapat bertambah.

 Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan

- Pelarutan batu empedu

Tindakan ini dilakukan dengan menginfuskan suatu bahan pelarut


(monooktanoin atau metil tertier butil eter [MTBEI]) kedalam kandung
empedu. Jalur yang digunakan adalah melalui kateter yang dipasang
perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau
drain yang dimasukkan melalui saluran:

 T-tube

Sebuah kateter dan alat yang disertai jaring yang terpasang


padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistula yang
terbentuk saat insersi T-tube. Jaring digunakan untuk
memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus
koledokus.

 Endoskop ERCP

sesudah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat


endoskop tersebut kedalam ampula Vater dari duktus
koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut
mukosa atau papilla dari spingter Oddi sehingga mulut spingter
tersebut dapat diperlebar. Pelebaran ini memungkinkan batu
yang terjepit dapat bergerak spontan kedalam duodenum. Alat
lain yang dilengkapi dengan jarring atau balon kecil pada
ujungnya dapat dimasukkan melalui endoskop untuk
mengeluarkan batu empedu.

 Kateter bilier transnasal

Kateter dimasukkan melalui mulut dan diinsersikan kedalam


duktus koledukus. Ujung proksimal katetr tersebut kemudian
dipindahkan dari mulut ke hidung dan dibiarkan pada tempat
tersebut. cara ini memungkinkan pasien untuk tetap makan dan
minum secara normal sementara pelintasan batu dan
pemasukan bahan kimia terus dipantau.

- ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)

Kata litotripsi berasal dari lithos (batu) dan tripsis


(penggesekan/friksi). Prosedur ini menggunakan gelombang kejut
berulang yang diarahkan kepada batu empedu didalam kandung
empedu atau duktus kelodokus dengan maksud untuk memecah batu
tersebut menjadi sejumlah fragmen. Setelah batu dipecah bertahap,
pecahannya akan bergerak spontan dari kandung empedu atau duktus
koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan
pelarut atau asam empedu yang diberikan peroral. Jika tindakan ini
menggunakan energy total gelombang kejut yang tinggi, maka anestesi
umum, spinal, atau epidural harus diberikan kepada pasien. Jika
menggunakan energy total gelombang kejut yang rendah maka tidak
dibutuhkan pembiusan, tetapi gelombang akan diberikan secara
berulang. Pasien bisa langsung pulang dan menjalani rawat jalan.
Pasien dapat kembali ke aktivitas normal dalam kurun waktu 48 jam
setelah tindakan dilakukan.

b. Farmakologi

 Antibiotik
Pemberian antibiotic berfungsi untuk membunuh bakteri yang meninfeksi
kandung empedu. Contoh obat yang dapat diberikan kepada pasien dengan
kolesistitis adalah levoflaxcin dan metronidazole.

 Antiemetik

Pemberian obat antiemetic dapat mengatasi rasa mual muntah yang


disebabkan oleh distensi kandung empedu. Contoh obat yang dapat
diberikan adalah prometazin dan prochloperazine.

 Analgesik

Pemberian obat analgesic berfungsi untuk mengatasi nyeri yang dirasakan


pasien dari proses inflamasi. Contoh obat yang dapat diberikan adalah
acetaminophen.

 Asam ursodeoksikolat (undafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol,


chenofalk)

Pemberian obat-obatan ini bertujuan untuk melarutkan batu empedu


radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.
Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat jarang
menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih
kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah
menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi
desaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya, batu
yang kecil dilarutkan, dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Pada
banyak pasien diperlukan terapi selama 6-12 bulan untuk melarutkan batu
empedu, dan selama terapi keadaan pasien dipantau. Dosis efektif
bergantung pada berat badan pasien. Terapi ini diberikan kepada pasien
yang menolak tindakan pembedahan atau yang dianggap tidak
memungkinkan untuk dilakukannya tindakan pembedahan. Pembentukan
kembali batu empedu telah dilaporkan pada 20%-50% pasien sesudah
terapi ini dihentikan. Dengan demikian, pemberian obat ini dengan dosis
rendah dapat dilanjutkan untuk mencegah kekambuhan penyakit ini.

c. Pembedahan
 Kolesitektomi

Kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.


Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur
keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus
dan getah empedu kedalam kasa absorben.

 Minikolesistektomi

Prosedur ini dilakukan dengan mengeluarkan kandung empedu lewat luka


insisi selabar 4cm.

 Koledokostomi

Dalam prosedur ini, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk


mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, dipasang kateter kedalam
duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda.

9. KOMPLIKASI

a. Empiema

Terjadi akibat poliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat. Pasien
dengan empyema mungkin menunjukkan reaksi toksin yang dan ditandai
dengan lebih tingginya suhu tubuh dan leukositosis. Adanya empyema kadang
harus mengubah metode pembedahan dari secara laparaskopik menjadi
kolesistektomi terbuka.

b. Kolesistitis emfisematus

Ditandai dengan adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi


organisme penghasil seperti Eschericia coli dan Klebsiella sp. Komplikasi ini
sering terjadi pada pasien dengan diabetes.

10. PROGNOSIS

Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik, dengan tingkat
kematian sangat sangat rendah. Kebanyakan pasien denan kolesistits akut
memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien
memerlukan operasi atau menderita beberapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi
seperti perforasi/gangrene, menyebabkan prognosis menjadi kurang
menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan kolesistitis
akalkulos memiliki angka kematian berkisar 10-50%, jauh melebihi perkiraan
mortalitas 4% pada pasien dengan kalkulos. Pada pasien yang sakit parah dengan
kolesistitis akalkulos disertai perforasi atau gangrene, angka kematian bis
mencapai 50-60%.

B. TINJAUAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

- Keluhan utama: pasien merasa nyeri kolik bilier di kudran kanan atas
yang menjalar sampai ke punggung

- Riwayat kesehatan dahulu: DM, kolektiasis

- Riwayat penggunaan obat-obatan: pil kontrasepsi, ekstrogen

- Jenis kelamin

- Pernafasan: dispea, bunyi nafas abnormal.

- Cardiovascular: takikardia

- Persyarafan: demam

- Musculoskeletal: kelemahan

- Kulit/integument: terasa gatal dan berwarna kuning.

- Pola Nutrisi: mual muntah, tidak toleran terhadap makanan berlemak


dan bergas

- Pola Eliminasi: terjadi perubahan warna pada urin dan feses.

- Pola Aktivitas dan Istirahat: terjadi perubahan pola aktivitas dan


istirahat

2. MASALAH KEPERAWATAN
a. Nyeri akut

b. Pola nafas tidak efektif

c. Defisit cairan

d. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

e. Hipertermia

f. Gangguan integritas kulit

g. Resiko pendarahan

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan pada kartilago costa
sembilan dan sepuluh kanan

c. Defisit cairan berhubungan dengan mual muntah

d. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual muntah dan perut kembung

e. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi

f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan arus balik getah empedu ke


aliran darah

g. Resiko pendarahan berhubungan dengan defisiensi vitamin K

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Diagnosa: Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan: Klien melaporkan nyeri berkurang/hilang, nyeri terkontrol dan


teratasi, klien dapat mengkompensasi nyeri dengan baik

Kriteria Hasil:
- Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangu nyeri,
mencari bantuan)

- Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan


manajemen nyeri

- Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda


nyeri)

- Tanda vital dalam rentang normal

- Pasien tidak mengalami gangguan tidur

Intervensi Keperawatan

- Observasi dan catat lokasi, beratnya (1-10), dan karakteristik nyeri


(menetap, hilang timbul, kolik)

Rasional: membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi


tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya
komplikasi dan ketidakefektifan intervensi

- Catat respon terhadap obat dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang

Rasional: nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi/kebutuhn terhadap
intervensi lebih lambat

- Tingkatkan tirah baring dalam posisi fowler atau biarkan pasien


melakukan posisi yang nyaman

Rasional: Tirah baring mengurangi stimulus ke gastrik untuk


mengeluarkan kolesistokinin yang membuat kandung
empedu berkonstraksi. Posisi fowler menurunkan tekanan
pada intra abdomen. Mengatur sendiri posisi yang nyaman
bagi pasien dapat menghilangkan nyeri secara alamiah

- Dorong penggunaan teknik distraksi


Rasional: sebagai pengalihan saat nyeri muncul

- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Rasional: pemberian obat sesuai indikasi dapat menurunkan indikasi


penyakit

b. Diagnosa: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan pada


kartilago costa sembilan dan sepuluh kanan

Tujuan: Status respirasi: ventilasi, kepatenan jalan nafas; status TTV

Kriteria Hasil: Pasien mampu:

- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak meras atercekik,


irama nafas, frekuensi nafas dalam rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal)

- Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,


pernafasan)

Intervensi Keperawatan

- Kaji respiratory rate setiap jam

Rasional: mengetahui perkembangan nafas dan tanda-tanda gagal nafas

- Kaji penggunaan otot bantu nafas

Rasional: Penggunaan otot bantu nafas mengindikasikan adanya


kesulitan bernafas

- Auskultasi bunyi napas abnormal

Rasional: bunyi nafas abnormal mengindikasikan kesulitan bernafas

- Posisikan pasien pada fowler atau biarkan pasien yang mengatur posisi
nyaman

Rasional: untuk memaksimalkan pengembangan paru

- Kolaborasi pemberian terapi oksigen


Rasional: terapi oksigen berguna untuk memenuhi kebutuhan oksigen
pasien

- Berikan lingkungan yang nyaman dan terbuka

Rasional: untuk memberikan pasien lebih banyak oksigen

c. Diagnosa : Defisit cairan berhubungan dengan mual muntah

Tujuan: Keseimbangan cairan, hidrasi, dan status nutrisi: intake makanan dan
minuman

Kriteria Hasil: Defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:

- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB

- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

- Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane


mukosa lembap

- Orientasi terhadap waktu dan tempat baik

- Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

Intervensi Keperawatan:

- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Rasional: Menghindari kekurangan cairan

- Monitor status hidrasi (kelembapan membrane mukosa, nadi asekuat,


tekanan darah)

Rasional: mengetahui tanda-tanda kekurangan cairan

- Berikan cairan oral

Rasional: memenuhi kebutuhan cairan pasien

- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan dan minum

Rasional: untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien


- Kolaborasi pemberian cairan intravena

Rasional: memenuhi kebutuhan cairan pasien saat pasien tidak mau


makan dan minum

d. Diagnosa: Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual muntah dan perut kembung

Tujuan: status nutrisi: adekuat, intake makanan dan minuman, control berat

Kriteria hasil: nutrisi kurang teratasi dengan indikator:

- Albumin serum

- Pre albumin serum

- Hemotrokit

- Hemoglobin

- Total iron binding capacity

- Jumlah limfosit

Intervensi Keperawatan:

- Kaji adanya alergi makanan

Rasional: untuk menentukan diet yang cocok untuk pasien

- Monitor adanya penurunan BB dan gula darah

Rasional: penurunan BB dan gula darah mengindikasikan kekurangan


nutrisi

- Monitor mual muntah

Rasional: Mual muntah mempengaruhi nafsu makan pasien

- Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb, dan kadar Ht


Rasional: kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb, dan Ht
mengindikasi terjadinya deficit nutrisi

- Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi

Rasional: Agar pasien terdorong untuk makan dan keluarga bisa


membentu pasien dalam pemenuhan nutrisi

- Kolaborasi pemberian antiemetic

Rasional: Untuk mencegah mual muntah

- Kolaborasi pemberian diet rendah lemak

Rasional: Untuk mengurangi kerja kandung empedu mengeluarkan


getah empedu

- Hindari pemberian makanan bergas

Rasional: Menghindari penambahan akumulasi gas dalam perut

e. Diagnosa: Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan: Thermoregulasi

Kriteria Hasil: Suhu tubuh dalam batas normal denga kriteria hasil

- Suhu 36-37oC

- Nadi dan RR dalam rentang normal

- Tidak ada perubahan kulit, tidak ada pusing, merasa nyaman

Intervensi Keperawatan:

- Monitor suhu sesering mungkin

Rasional: Untuk mengetahui apakan suhu pasien turun atau tidak

- Monitor warna dan suhu kulit

Rasional: Peningkatan suhu tubuh diikuti oleh perubahan warna kulit


pasien
- Monitor tekanan darah, nadi, dan RR

Rasional: Suhu tubuh mempengaruhi tekanan darah, nadi, dan RR

- Monitor penurunan tingkat kesadaran

Rasional: Hipertermia dapa tmengakibatkan penurunan kesadaran

- Monitor WBC

Rasional: WBC menginterpretasikan adanya inflamasi yang


menyebabkan naiknya suhu tubuh pasien

- Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembapan membrane mukosa

Rasional: Suhu tubuh tinggi mengakibatkan proses penguapan tubuh


seseorang berjalan lebih cepat yang menyebabkan dehidradi,
kurangnya turgor kulit dan kelembapan membrane mukosa

- Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

Rasional: Lipat paha dan aksila merupakan tempat pembuluh darah


yang ukurannya besar

- Kolaborasi pemberian anti piretik dan antibiotic

Rasional: anti piretik berguna untuk menurunkan demam. Sntibiotok


berguna untuk membunuh bakteri penyebab demam

f. Diagnosa: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan arus balik getah


empedu

Tujuan: integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa

Kriteria Hasil: kerusakahn integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria


hasil:

- Integritas kulit yang baik bisa di pertahankan (sensasi)=, elastisitas,


temperature, hidrasi)
- Tidak ada luka/lesi pada kulit

- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan


perawatan alami

Intervensi Keperawatan

- Monitor kulit adanya kemerahan

Rasional: Kulit yang kemerahan mnunjukkan pasien menggaruk


daerah tersebut

- Taruh bedak pada daerah yang gatal

Rasional: untuk mengurangi rasa gatal

- Menganjurkan kepada pasien untuk berhenti menggaruk pada daerah


yang gatal

Rasional: Karena dapat menyebabkan luka

- Memberitahukan kepada pasien alasan pasien merasa gatal dan akibat


jika pasien terus menggaruk

Rasional: agar pasien berhenti menggaruk

g. Diagnosa: Resiko pendarahan berhubungan dengan defisiensi vitamin K


Tujuan: Tidak ada pendarahan

Kriteria Hasil:

- Hemoglobin dan Hematrokrit dalam batas normal

- Plasma, PT, PTT dalam batas normal

- Tekanan darah dalam batas normal sistole dan diastole

Intervensi keperawatan:

- Monitor ketat tanda-tanda pendarahan


Rasional: untuk mengetahui dan mengantisipasi terjadinya tanda-tanda
pendarahan

- Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah pendarahan

Rasional: untuk menjaga nilai Hb dan Ht dalam batas normal

- Monitor nilai laboratorium (koagulasi) yang meliputi PT, PTT,


trombosit

Rasional: untuk mengetahui nilai PT, PTT, trombosit

- Hindari pemberian aspirin dan antikoagulan

Rasional: aspirin dan antikoagulan menyebabkan darah sulit membeku

- Hindari mengukur suhu lewat rectal

Rasional: dinding rectal tipis dan mudah terluka

- Berikan diet tinggi serat

Rasional: menghindari konstipasi

- Beritahu pasien untuk menghindari aktivitas yang menyebabkan


pendarahan

Rasional: aktivitas yang menyebabkan pendarahan dapat meningkatkan


resiko pendarahan
DAFTAR PUSTAKA

B.C.Diane & H.C.JoaAnn (1996) Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

C.J.O.Daniel. (2002) Pathology Second Edition. London: Mosby

D.Patrick (2002) At a Glance Medicine page 216. Jakarta:Erlangga

E.Barbara (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

E.Z.E.Marry (2010) Health Assesment & Physical Examination. USA:Delmar


Cengage Learning

H.Vita (2007) Diet VCO. Jakarta:GM

Joy M.Black & Jane.H.H (2011) Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:Elsevier

Livingstone

L.J.Kenneth,dkk (2004) Obstetri Williams Panduan Ringkas. Jakarta:EGC

W.M.Judith & Ahern.R.Nancy. (2011) Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Jakarta:EGC

Robbins,dkk (2007) Buku Ajar Patologi Ed.7. Jakarta: EGC

Suddarth & Brunner (2002) Keperawatan Medikal Bedah Ed.8. Jakarta:ECG

Underwood.J.C.E (2004) General Dan Systematic Pathology. London:Churchill


Anda mungkin juga menyukai