Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KERJA PRAKTEK

ANALISIS PROSES TRANSFER GREASE SGX-NL DARI KETEL KE


MESIN FILLING PT.PERTAMINA LUBRICANT

Laporan Kerja Praktek ini disusun sebagai salah satu


syarat untuk mengambil Tugas Akhir

Disusun Oleh

Nama : Abimanyu Aji Pangestu


No Pokok : 4315210003

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Pancasila
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Pembatasan Masalah 2
1.5 Sistematika Penulisan 3
BAB II 4
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4
2.1 Data Umum Perusahaan 4
2.1.1 Sejarah Perusahaan 4
2.1.2 Visi dan Misi Perusahaan 5
2.1.3 Kondisi dan Lingkungan Tempat Kerja 6
2.1.4 Gudang Bahan Baku 6
2.1.5 Layout Pabrik dan Kantor 7
2.2 Sistem Manufaktur 8
2.2.1 Jenis Proses Manufaktur 8
2.2.2 Strategi Penempatan Produk 8
2.2.3 Produk yang dihasilkan 8
2.2.4 Jenis dan Jumlah Bahan Baku 9
2.2.5 Quality Control Berupa Botol 9
2.3.6 Pemasaran Produk 10
2.3 Struktur Organisasi 11
2.3.1 Jumlah Tenaga Kerja 11
2.3.2 Sistem Sumber Daya Manusia 11
2.4.4 Pengaturan Jam Kerja 12
BAB III 14
LANDASAN TEORI 14
3.1 PENGENDALIAN KUALITAS 14
3.1.1 Definisi Kualitas 14
3.2 Tujuan Pengendalian Kualitas 15
3.3 Faktor Pengaruhi Terhadap Kualitas 15

i
3.4 Dasar Statistik 16
3.5 Teori Diagram Pareto 17
3.6 Peta Kontrol 18
3.7 Peta Kendali p Untuk Jumlah Sample Konstan 18
3.8 Peta Kendali (Control Chart) p (p Chart) Untuk Jumlah Sampel Bervariasi 20
BAB IV 24
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 24
4.1 PENGUMPULAN DATA 24
4.1.2 Capper pada Botol 1 LITER GENERASI IV 24
4.1.2 Supplier (pemasok) 24
4.1.3 Jenis dan Jumlah Mesin yang digunakan 25
4.1.4 Kegunaan dari setiap mesin 26
4.1.5 Proses Produksi 26
4.1.6 Peta Proses Operasi 28
4.2 Pengumpulan Data Hasil Pengamatan 29
BAB V 33
KESIMPULAN 33
5.1 KESIMPULAN 33
5.2 Saran 33

DAFTAR TABEL
Table 2.1 Jumlah Tenaga Kerja PT. Pertamina PUJ-P 11

Table 2.2 Pengaturan Shift Kerja PT. Pertamina PUJ-P 13

Tabel 4.1 Data Cacat pada Proses Packing 29

Tabel 4.2 Rekam Defect 29

Tabel 4.3 Perbandingan Cacat Capper 30

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Jumlah defect pada capper botol 1 liter generasi IV 2

Gambar 2.1.5 : Layout Keseluruhan Pabrik 7

Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT Pertamina PUJ-P 11

ii
Gambar 4.1 Capper Botol 1 LITER GENERASI IV 24

Gambar 4.2 Peta Proses Operasi 28

Gambar 4.3 Diagram Pareto 30

Gambar 4.4 P Chart Cacat Capper 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berkembangnya pengetahuan dan teknologi, perusahaan mulai bersaing
untuk menjadi perusahaan yang lebih unggul dari perusahaan pesaingnya demi
menciptakan produk yang dapat memuaskan konsumen. Kemampuan untuk mengimbangi
daya saing, merupakan harga mati untuk sebuah perusahaan demi menjadi yang terbaik
ataupun sekedar dapat bertahan. Banyak cara untuk bisa menjadi perusahaan yang
unggul, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan segi kualitas produk. Produk
dengan kualitas yang baik akan menjadi tolak ukur kepercayaan konsumen kepada
perusahaan untuk tetap menggunakan produk yang telah dihasilkan. Oleh karena itu,
penting bagi perusahaan untuk melakukan pengendalian kualitas produk.
Pencapaian utama sebuah perusahaan tentu saja untuk mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya. Keuntungan ini tentu didapat dari konsumen yang setia untuk tetap
menggunakan produk yang perusahaan tersebut hasilkan. Kesetiaan konsumen dapat di
jaga apabila sebuah perusahaan dapat mempertahankan kualitas produk bahkan
meningkatkan menjadi kualitas yang lebih baik.
PT. Pertamina Lubricants merupakan anak perusahaan dari PT. Pertamina yang
memproduksi pelumas, Ada dua sektor yang menjadi target pasar pelumas Pertamina,
yaitu sektor otomotif (mobil dan motor) dan sektor industri (mesin-mesin pabrik dan kapal).
Produk-produk pelumas Pertamina mendominasi pasar pelumas di Indonesia dan telah
melakukan ekspansi pasar ke negara-negara yang lain. Satu hal yang harus dipahami
bahwa setiap produk atau jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi itu tidak akan
100% sama, hal ini terjadi karena adanya variasi. Variasi dapat didefinisikan sebagai
ketidakseragaman produk atau jasa yang dihasilkan dari suatu proses sehingga tidak
semua produk tersebut dapat memenuhi spesifikasi (defect).
Produk defect menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan, karena selain
menambah biaya produksi yang dapat mengurangi keuntungan perusahaan, produk defect
juga dapat menyebabkan penumpukan persediaan di warehouse. Berdasarkan data yang
didapatkan dari hasil pengamatan secara langsung di PT. Pertamina Lubricants, spesifikasi
produk yang memiliki defect terbesar terdapat pada tutup botol (capper) sebesar 20790
atau 83,77%. Terdapat peningkatan signifikan terhadap jumlah defect pada capper untuk
botol 1 liter generasi IV. Berikut jumlah data defect pada capper dari Januari 2017 sampai
dengan Juni 2017.

1
Capper
8000
6724
7000
6000 5268
5000
4000 3059
3000 2565
2051
2000 1123
1000
0
Januari Febuari Maret April Mei Juni

Gambar 5.1 Jumlah defect pada capper botol 1 liter generasi IV


Capper Rusak …. Trend Linear Capper Rusak

1.2 Perumusan Masalah


Produk defect (capper) yang terus meningkat disebabkan oleh pengendalian kualitas
yang belum efektif, hal ini diketahui dari banyaknya tutup botol (capper) yang tidak sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan perusahaan. Berdasarkan uraian yang disampaikan
maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah proses pemasangan capper pada botol 1 liter generasi IV
2. Bagaimanakah metode pengendalian kualitas capper pada botol 1 liter generasi IV
3. Mengetahui jenis – jenis defect pada capper botol 1 liter generasi IV.

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari laporan penulisan hasil pelaksanaan kerja praktek ini adalah:
1. Mempelajari proses produksi di Lube Oil Belnding Plant 1 (LOBP 1) PT. Pertamina
Lubricants.
2. Mempelajari pengendalian kualitas di Lube Oil Belnding Plant 1 (LOBP 1) PT. Pertamina
Lubricants pada botol 1 liter generasi IV.
3. Menganalisis proses pengendalian kualitas pada botol 1 liter generasi IV di Lube Oil
Belnding Plant 1 (LOBP 1) PT. Pertamina Lubricants.

1.4 Pembatasan Masalah


Pembatasan masalah penelitian ini adalah menganalisis pengendalian kualitas
capper botol 1 liter generasi IV di PT.Pertamina Lubricant yang mencakup diameter mulut,
berat, dimana capper yang akan digunakan bebas dari rusaknya ulir, penyok dan segel
serta alumunium foil tidak merata.

2
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Bab I Pendahuluan
Sebelum melakukan penelitan, langkah awal yang harus dilakukan adalah
dengan melakukan pengamatan pendahuluan. Pada studi pendahuluan ini
penulis melakukan observasi langsung pada sistem kerja di tempat objek
penelitian sehingga penulis dapat mengetahui permasalahan-permasalahan
yang terjadi secara langsung pada proses yang sedang berjalan. Bab ini
berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
pembatasa masalah, dan sistematika penulisan.

Bab II Gambaran Umum Perusahaan


Menjelaskan tentang sejarah perusahaan, struktur organisasi perusahaan,
proses produksi dan data produk dari pemasok.
Bab III Landasan Teori
Bab ini menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan kerja praktek.

Bab IV Pengumpulan dan Pengolahan Data


Menjelaskan tentang pengumpulan dan pengolahan data yang merupakan
hasil analisis yang telah diamati.

Bab V Kesimpulan
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil pengolahan data terhadap
pengamatan dilapangan.

3
BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Data Umum Perusahaan


Data umum perusahaan merupakan data yang menggambarkan dan menjelaskan
sistem kerja keseluruhan di sebuah perusahaan, dimulai proses awal perusahaan berdiri
sampai dengan proses manufaktur dan sistem manajemen yang dilaksanakan oleh
perusahaan. Data umum perusahaan didapatkan dengan melakukan wawancara kepada
pihak PT. Pertamina PUJ-P serta pengamatan secara langsung.
Data umum perusahaan secara rinci meliputi sejarah perusahaan yaitu visi dan misi
perusahaan; sistem manufaktur yaitu jenis proses manufaktur dan produk yang dihasilkan;
penyediaan bahan baku dimulai dari pengendalian kualitas dan supplier; proses produksi
menjelaskan urutan proses produksi, jumlah dan mesin yang digunakan, serta
pengendalian produksi yang dilakukan perusahaan; dan sistem manajemen perusahaan
yang menggambarkan struktur organisasi perusahaan, sistem sumber daya manusia, serta
pengaturan jam kerja.

2.1.1 Sejarah Perusahaan


Sejarah berdirinya PT. Pertamina bermula dari masa- masa awal perburuan minyak
bumi hingga penemuan minyak bumi, yang dimulai antara tahun 1871 sampai 1885 di
wilayah Indonesia, yang saat itu masih dalam kependudukan pemerintah Belanda.
Pengeboran minyak bumi pertama kali pada tahun 1883 di Telaga Tiga, Pangkalan
Brandan, Sumatera Utara. Sehingga pada tahun 1885 berdiri Royal Dutch Company di
Pangkalan Brandan. Setelah masa tersebut, dimulailah eksploitasi minyak bumi di wilayah
Indonesia.
Pada masa kependudukan Jepang, produksi minyak mengalami gangguan akibat
dari pecahnya perang asia timur raya. Yang dilakukan pemerintah Jepang yaitu
merehabilitasi lapangan dan sumur yang rusak akibat pengeboman atau pembakaran.
sehingga memicu terjadinya sengketa dimana-mana. Sehingga pemerintah
mengambil tindakan untuk menyerahkan penguasaan atas tambang minyak kepada
Angkatan Darat.Produksi minyak di wilayah Indonesia berhenti pada masa perang
kemerdekaan. Namun ketika pemerintahan mulai berjalan dengan teratur, penguasaan
atas usaha minyak di Indonesia menjadi tidak jelas. Banyak perusahaan kecil bermunculan
untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari eksplorasi minyak.

4
Pada tanggal 10 Desember 1957 pemerintah mendirikan sebuah perusahaan minyak
nasional dengan nama PT. PERMINA (PerusahaQan Minyak Nasional). Setelah empat
tahun berdiri, pada tahun 1961 PT. PERMINA berubah nama menjadi PN. PERMINA.
Kemudian perusahaan tersebut bergabung dengan PN. PERTAMIN pada tahun 1968
sehingga namanya berubah menjadi PN. PERTAMINA.
Pada tahun 1971 pemerintah menerbitkan UU no. 8 yang menempatkan
PERTAMINA sebagai perusahaan minyak dan gas bumi milik negara. Berdasarkan UU ini,
semua perusahaan minyak yang hendak menjalankan usaha di Indonesia wajib
bekerjasama dengan PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai walaupun PERTAMINA
sudah berubah status hukumnya menjadi PT. PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 17
September 2003. Berdasarkan UU Republik Indonesia no. 22 tahun 2001 pada tanggal 23
November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PERTAMINA bertindak sebagai regulator
bagi mitra yang menjalin kerjasama melalui mekanisme Kontrak Kerja Sama (KKS) di
wilayah kerja PERTAMINA. Di sisi lain PERTAMINA juga bertindak sebagai operator
karena juga menggarap sendiri sebagian wilayah kerjanya.
Salah satu pabrik milik PT. Pertamina (Persero) yang saat ini berdiri kokoh di
kawasan industri Tanjung Priok dibangun pada tahun 1956 dengan nama Manufacturing
Plant. Pabrik ini mulai beroperasi di tahun 1957 dan sampai saat ini sudah beberapa kali
mengalami pergantian nama. Sampai dengan tahun 1975 masih bernama Manufacturing
Plant. Dalam kurun waktu 1975 – 1985 pabrik berubah nama menjadi Priok Plant (PPL).
Kemudian pada tahun 1985 – 2003 berubah nama kembali menjadi Pabrikasi. Dalam kurun
waktu 4 tahun, dimulai dari tahun 2003 – 2006 mengganti nama dari Pabrikasi menjadi Unit
Produksi Pelumas Jakarta (UPPJ). Perubahan terakhir terjadi pada tahun 2007, dengan
resmi menjadi Production Unit Jakarta – Pelumas (PUJ-P).

2.1.2 Visi dan Misi Perusahaan


Adapun visi dan misi dari PT. Pertamina PUJ-P yaitu:
1. Visi : menjadi partner solusi pelumas yang terbaik
2. Misi : memasarkan produk pelumas base oil dan paraffinic di pasar dalam negeri
serta secara selektif di pasar internasional (ASEAN) melalui penciptaan nilai
tambah pada konsumen dan perusahaan
Metode kerja yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka mencapai visi
perusahaan dengan Key Performance Indikator (KPI). Key Performance Indikator yang
digunakan PT. Pertamina PUJ-P berisi rencana kerja tahunan. Berdasarkan KPI tersebut,
memperlihatkan program kerja PT. Pertamina PUJ-P yang sudah direncakan telah
terealisasi atau tidak.

5
Kebijakan mutu dari PT. Pertamina PUJ-P adalah perusahaan menjamin kepuasan
setiap pelanggan dan konsumen melalui komitmen yang telah ditetapkan. Untuk mencapai
hal itu perusahaan memiliki komitmen untuk :
1. Menyediakan dan memasarkan produk sesuai kebutuhan dan tuntutan pasar serta aman
bagi keselamatan pelanggan.
2. Memberikan layanan terbaik bagi pelanggan serta pihak-pihak lain yang berkepentingan
dengan perusahaan.
3. Menerapkan sistem manajemen mutu dan K3LL sesuai dengan persyaratan ISO 9001 :
2008, ISO 14001 : 2004, ISO 17025 : 2005 secara berkelanjutan.
4. Meningkatkan mutu dan kinerja melalui perbaikan secara berkesinambungan dalam
segala aspek yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

2.1.3 Kondisi dan Lingkungan Tempat Kerja


Dalam rangka menciptakan kondisi dan lingkungan tempat kerja yang nyaman dan aman,
PT. Pertamina PUJ-P memiliki standarisasi yang sudah diterapkan antara lain audit
SMK3LL (Sistem Manajemen Kinerja Kesehatan Kebersihan Keselamatan dan Lindungan
Lingkungan). Beberapa hal yang menjadi penilaian tim audit antara lain:
1. Kebersihan dari lingkungan tempat kerja
2. Kesehatan karyawan berdasarkan laporan cek up kesehatan karyawan
3. Keselamatan dengan melihat jumlah kecelakaan yang terjadi
4. Lindung lingkungan dengan melihat penghijauan di area tempat kerja serta pembuangan
limbah pabrik.
Salah satu cara perusahaan agar menghasilkan suasana kerja yang aman dan nyaman
yaitu dengan menerapkan 5R (Rapih, Resik, Rajin, Ringkas, dan Rawat) yang berada
dalam pengawasan petugas K3LL, pemeriksaan dilakukan oleh petugas setiap minggu.

2.1.4 Gudang Bahan Baku


Gudang penyimpanan bahan baku penunjang di PT. Pertamina PUJ-P berada pada
beberapa tempat,yang digunakan sebagai tempat penyimpanan material yang dibutuhkan
dalam proses produksi. Gudang penyimpanan disebut pula sebagai warehouse. Terdapat
dua buah warehouse yang difungsikan oleh perusahaan. Warehouse pertama terdapat
pada area LOBP I yang berfungsi untuk menyimpan material proses packing seperti botol
plastik, label, tutup botol, kardus, dan segel. Letaknya bersebelahan dengan lantai produksi
dari proses packing, hal ini mempermudah proses perpindahan material dari gudang
penyimpanan ke lantai produksi. Warehouse kedua terdapat pada area LOBP II yang
berfungsi untuk menyimpan material berupa drum. Pada kedua warehouse tersebut,
kondisi lingkungan dalam keadaan bersih dan memiliki tingkat pencahayaan yang baik.

6
Material pada LOBP I maupun LOBP II diletakan pada rak penyimpanan yang ditata dengan
rapi.

2.1.5 Layout Pabrik dan Kantor


Berdasarkan layout diatas, wilayah dari pabrik terbagi atas beberapa area yaitu area
kantor, area produksi, area packing, dan area distribusi. Pembagian area tersebut
berdasarkan pada aspek keamanan yang selalu di utamakan oleh perusahaan. Area
kantor dapat dilihat pada gambar yang ditandai dengan warna hijau, sedangkan area
produksi, packing, serta distribusi ditandai dengan warna kuning. Pada layout terdapat
pula area berwarna merah yang menunjukan bahwa pada area tersebut merupakan area
yang berbahaya, karena dapat menimbulkan musibah dan kecelakaan apabila tidak
berhati-hati pada saat di area tersebut yang berupa kebakaran akibat dari tangki pelumas.
Luas lantai produksi untuk kegiatan packing yang terdapat pada area LOBP I dan
LOBP II di pabrik PT. Pertamina PUJP sebesar 2400 m2 untuk area LOBP I dan 1200 m2
untuk area LOBP II. Dengan luas tersebut, memungkinkan untuk meletakan semua mesin
yang dibutuhkan pada proses packing, sehingga proses dapat berjalan dengan baik. Lantai
produksi dilengkapi pula oleh gang dengan lebar 4 meter yang memungkinkan alat bantu
berupa forklift dapat digunakan dalam lantai produksi.

Gambar 6.1.5 : Layout Keseluruhan Pabrik


Sumber : Data Perusahaan

7
2.2 Sistem Manufaktur
PT. Pertamina PUJ-P sebagai perusahaan yang menghasilkan produk jadi berupa oli
pelumas, dimana penjualannya dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada
konsumen maka berkaitan erat dengan proses manufaktur untuk menghasilkan produk
tersebut.
Manufaktur merupakan proses merubah bahan baku menjadi produk jadi. Pada
konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari bahan baku
melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang
terorganisasi dengan baik untuk setiap aktifitas yang diperlukan.

2.2.1 Jenis Proses Manufaktur


Kegiatan proses produksi yang dilakukan di pabrik PT. Pertamina PUJ-P khususnya
pada area packing LOBP I, proses manufaktur yang diterapkan oleh perusahaan berupa
line process. Dimana kegiatan produksi berdasarkan urutan proses produksi, dimulai dari
perpindahan material dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya sampai dengan
penempatan peralatan atau mesin yang digunakan sesuai pula dengan urutan proses
produksi.

2.2.2 Strategi Penempatan Produk


Strategi penempatan produk menjelaskan bagaimana cara suatu perusahaan
memenuhi pesanan produk dari konsumen, dimana cara yang dilakukan setiap perusahaan
untuk memenuhi permintaan produk berbeda-beda. PT. Pertamina PUJ-P menerapkan
sistem produksi make to order dan make to stock. Perusahaan melakukan proses produksi
sesuai dengan jumlah pesanan dari konsumen serta produk dibuat sesuai dengan
spesifikasi dari konsumen. Produk yang akan di produksi oleh perusahaan, dibuat
berdasarkan permintaan LO (Loading Order).
Sedangkan sistem produksi make to stock dilakukan perusahaan untuk memiliki
inventori berupa produk jadi yang siap dikirim kepada konsumen. Hal ini perlu dilakukan
oleh PT. Pertamina PUJ-P agar tidak terjadi kekosongan barang ketika permintaan pasar
sedang melonjak. Perusahaan menyiapkan buffer stock sebesar 25% sebagai inventori
berupa produk jadi untuk mengantisipasi keadaan tersebut. Buffer stock dilakukan terhadap
semua produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina PUJ-P.

2.2.3 Produk yang dihasilkan


Produk yang dihasilkan oleh PT. PERTAMINA (PERSERO) antara lain :
a. Bahan Bakar Minyak, dengan jenis sebagai berikut :
1. BioPremium, Premium

8
2. BioPertamax, Pertamax
3. Kerosine
4. Pertamax Plus
5. Solar
6. Pertamina DEX
b. Non-minyak, dengan jenis sebagai berikut :
1. Minarex
2. Asphalt
3. Lube Base
4. Green Coke
5. HVI 90, HVI 160
c. Gas, yang terdiri atas :
1. Elpiji
2. Musicool
3. Bahan Bakar Gas (BBG)

2.2.4 Jenis dan Jumlah Bahan Baku


Dalam proses produksi untuk menghasilkan oli pelumas, dibutuhkan bahan baku
berupa base oil dan bahan baku tambahan berupa additive. Base oil yang digunakan dalam
proses produksi untuk membuat oli pelumas adalah mineral dan sintetis. Bahan baku
tambahan additive digunakan untuk meningkatkan kualitas dari pelumas yang dihasilkan.
Pada proses packing, bahan baku yang digunakan yaitu botol yang diterima oleh
perusahaan dari supplier. Terdapat beberapa jenis design botol sesuai dengan model yang
telah diperbaharui :
1. Desain generasi 4
2. Desain generasi 5
3. Desain generasi 5 B
Bahan baku yang digunakan dalam proses packing selain botol yaitu label, tutup
botol, dus, dan segel. Material tersebut merupakan bahan baku tambahan yang diperlukan
dalam menghasilkan produk jadi. Bahan baku tambahan tersebut diterima oleh PT.
Pertamina PUJ-P dari supplier.

2.2.5 Quality Control Berupa Botol


Pada proses packing, bahan baku yang digunakan berupa botol yang masih dalam
keadaan polos. Bahan baku tersebut diterima dari supplier, sehingga PT. Pertamina PUJ-
P melakukan pengujian untuk menentukan karakteristik bahan baku yang disterima sudah
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Pengujian dilakukan oleh bagian Quality

9
Inspector menggunakan metode random sampling, dengan frekuensi sampling sebesar
1/648 (satu sampel untuk 648 botol). Beberapa karakteristik yang diperiksa terhadap botol
antara lain :
1. Diameter mulut botol
2. Berat
3. Tinggi

2.3.6 Pemasaran Produk


Pemasaran terhadap produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina PUJ-P diatur oleh
SR (Sales Region). Sales Region merupakan tim pemasaran yang mengatur pemasaran
produk perusahaan pada tiap-tiap daerah di nusantara. Pembagian wilayah tersebut terbagi
atas 7 area pemasaran. Produk yang dihasilkan PT. Pertamina PUJ-P memasok sebesar
60% dari total kebutuhan nasional Indonesia. Berikut pengaturan wilayah pemasaran dari
PT. Pertamina PUJ-P :
1. SR 1 : North Sumatera
2. SR 2 : South Sumatera
3. SR 3 : West Java
4. SR 4 : Sentral Java
5. SR 5 : East Java
6. SR 6 : Kalimantan
7. SR 7 : East Indonesia

Perusahaan melakukan proses produksi sesuai dengan LO (Loading Order). Loading


Order adalah dokumen yang berisi order untuk melakukan pelayanan penjualan produksi
sesuai dengan jenis dan jumlah pesanan. Dimana konsumen dari PT. Pertamina PUJ-P
terbagi atas 2 yaitu agen sebagai penjual yang memiliki wewenang untuk menjual produk
PT. Pertamina PUJ-P dan pabrik yang melakukan pemesanan untuk digunakan dalam
proses produksi. Perusahaan memasok produk ke agen guna memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap oli pelumas.
Pabrik yang membutuhkan produk PT. Pertamina PUJ-P dalam proses produksinya
memiliki beberapa tahapan pemesanan. Pada langkah awal, pabrik memberikan spesifikasi
terhadap oli pelumas yang diinginkan. Kemudian perusahaan membuat uji coba oli pelumas
sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh pabrik disebut trial blend. Perusahaan
membuat test report dari trial blend tersebut, dimana test report berisi laporan dari
spesifikasi yang diminta oleh pabrik. Setelah pabrik menyetujui hasil dari test report, bagian
marketing membuat kontrak kerjasama dengan pihak pabrik. Waktu pengiriman dari oli
pelumas berdasarkan kesepakatan dalam kontrak. Pengiriman bisa dilakukan secara

10
langsung atau 1 kali, bisa pula dilakukan secara bertahap. Sebelum proses produksi oli
pelumas dilakukan, pihak pabrik melakukan pembayaran ke rekening perusahaan PT.
Pertamina PUJ-P. Setelah melakukan proses pembayaran, baru diterbitkan dari bagian
marketing LO (Loading Order).

2.3 Struktur Organisasi


Struktur organisasi dari PT. Pertamina PUJ-P adalah sebagai berikut:
Manajer
Production & Supply Chain

Production Unit Head


Jakarta
151

Sekretaris
1

Ka. LOBP Ka. LOBP Ka. Grease


Plant Ka. Teknik
I 38 II 19 12 16

Ka. Adm & Ka. Quality Ka. K3LL &


Ka. Logistik Keuangan Inspector Sekuriti
33 11 12 8

Gambar 2.7 Struktur Organisasi PT Pertamina PUJ-P

Sumber : Data Perusahaan

2.3.1 Jumlah Tenaga Kerja


Jumlah tenaga kerja di PUJP secara keseluruhan adalah 700 orang yang terdiri atas:

Table 2.3 Jumlah Tenaga Kerja PT. Pertamina PUJ-P


Sumber : Data Perusahaan

Karyawan Organik Karyawan Outsourcing


87 orang 613 orang

 Karyawan Organik : karyawan tetap


 Karyawan Outsourcing : karyawan kontrak

2.3.2 Sistem Sumber Daya Manusia


Perencanaan tenaga kerja serta prosedur penerimaan tenaga kerja sesuai dengan
kebutuhan PT.Pertamina PUJ-P. Seluruh kegiatan sumber daya manusia PT.Pertamina

11
PUJ-P dilakukan oleh bagian personalia. Tugas dari bagian personalia antara lain
perekrutan, seleksi penerimaan, penilaian prestasi kerja, reward dan punishment,
pengembangan serta career planning sampai kepada pemberhentian tenaga kerja. Bagian
personalia dari PT.Pertamina PUJ-P bertempat di kantor pusat PT.Pertamina (Persero).
Seleksi penerimaan merupakan tahapan dalam proses pemilihan terhadap pelamar
untuk dijadikan karyawan. Seleksi penerimaan yang dilakukan PT.Pertamina (Persero)
dilakukan oleh tim penerima. Tahapan seleksi karyawan di PT.Pertamina (Persero) yaitu
1. Seleksi tertulis
Yaitu proses seleksi yang dilaksanakan berupa tes psikotest untuk mengetahui tingkat
kecerdasan calon karyawan.
2. Seleksi kepersonaliaan
Yaitu dilaksanakan pada saat proses wawancara dengan menilai aspek-aspek
kepersonaliaan yang dipandang perlu dimiliki oleh calon karyawan seperti latar
belakang, motivasi, minat kerja dan lain sebagainya.
3. Seleksi kesehatan
Yaitu untuk memeriksa kondisi kesehatan calon karyawan yang dilakukan oleh rumah
sakit/dokter yang berkompeten.
4. Seleksi teknis
Yaitu proses wawancara dengan manager atau direktur untuk menilai tingkat
pengetahuan, keahlian, keterampilan calon karyawan sesuai disiplin ilmunya dan
rencana penempatannya.
Karyawan diterima secara sah oleh perusahaan setelah melewati masa percobaan
kerja selama 3 bulan. Sedangkan operator pabrik tidak langsung diterima pada saat
penerimaan melainkan diterima dengan syarat tertentu.
Reward diberikan kepada karyawan yang memiki cara kerja baik.Terdapat beberapa
kriteria penilaian untuk menentukan produktivitas seorang karyawan yaitu kerajinan,
kedisiplinan, dan kapabilitas. PT.Pertamina (Persero) memberikan reward kepada
karyawan berprestasi berupa bonus uang atau kenaikan gaji, sampai dengan peluang
kenaikan jabatan.

2.4.4 Pengaturan Jam Kerja


Prosedur hari kerja khusus karyawan di PT. Pertamina PUJ-P adalah satu minggu
terdiri dari 5 hari kerja dengan total jam kerja selama 8 jam 30 menit. Pengaturan jam kerja
untuk karyawan organik PT. Pertamina PUJ-P yaitu :
Senin – Jumat : 07.00 - 15.30
Istirahat : 12.00 - 13.00 (60 menit)

12
Prosedur hari kerja khusus karyawan outsourcing di PT. Pertamina PUJ-P sebagai
berikut :
Hari kerja produktif : Senin-Jum’at
Hari kerja lembur : Sabtu, Minggu & Libur Nasional

Table 4.2 Pengaturan Shift Kerja PT. Pertamina PUJ-P

Sumber : Data Perusahaan

Shift Mulai Istirahat Selesai Total Jam Total Jam


Istirahat (menit) Kerja
Shift 1 07.00 12.00-13.00 15.00 60 8
Shift 2 15.00 18.00-19.00 23.00 60 8

13
BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 PENGENDALIAN KUALITAS


3.1.1 Definisi Kualitas
Kesesuaian untuk digunakan (fitness for purpose user satisfaction): kemampuan
produk atau jasa dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Sedangkan delapan dimensi kualitas menurut Philip Kotler (2000:329-333) adalah
sebagai berikut :
(1) Kinerja (performance): karakteristik operasi suatu produk utama,
(2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feature),
(3) Kehandalan (reliability): probabilitas suatu produk tidak berfungsi atau gagal,
(4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications),
(5) Daya Tahan (durability)
(6) Kemampuan melayani (serviceability)
(7) Estetika (estethic): bagaimana suatu produk dipandang dirasakan dan didengarkan
(8) Ketepatan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality).
Pengendalian kualitas dapat didefinisikan sebagai sistem yang digunakan untuk
memelihara level kualitas produk atau jasa sehingga dapat memperoleh hasil
pengendalian kualitas yang benar-benar bisa memenuhi standar-standar yang telah
direncanakan/ditetapkan. Bidang pengendalian kualitas dibagi ke dalam dua bagian
pokok, yaitu Pengendalian Proses Secara Statistik (PPS) dan Perencanaan Sampling
Penerimaan (PSP). (Amitava Mitra, 1993)
1. Pengendalian Proses Secara Statistik (PPS) / Statistical Process Control (SPC)
Definisi dari Statistical Process Control (SPC) terdiri dari :
a. Process : adalah suatu kegiatan yang melibatkan penggunaan mesin (alat),
penerapan suatu metode, penggunaan suatu material dan pendayagunaan untuk
mencapai suatu tujuan
b. Control : adalah suatu kegiatan umpan balik untuk mengukur suatu hasil yang harus
dicapai apabila dibandingkan dengan standar serta melakukan tindakan ika terjadi
penyimpangan. Pengendalian proses secara statistik adalah kegiatan yang
membandingkan antara output suatu proses dengan standar dan kemudian
melakuka tindakan perbaikan apabila terjadi perbedaan diantara keduanya. PPS
juga melakukan penilaian terhadap kemampuan proses, yaitu apakah proses

14
tersebut dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang sudah
ditetapkan.
2. Perencanaan Sampling Penerimaan
Perencanaan sampling penerimaan adalah cabang dari pengendalian kualitas
yang berhubungan dengan masalah pemeriksaan sebuah lot barang jika pemeriksaan
100% terhadap lot barang tersebut tidak mungkin dilakukan. Parameter pemeriksaan
yang perlu ditetapkan adalah : (Amitava Mitra, 1993)
1. Untuk sampling atribut.
 Ukuran sampel n
 Batas angka penerimaan (acceptance number)
Batas angka penerimaan adalah angka yang menunjukkan jumlah produk cacat
yang diperbolehkan. ada di dalam sampel. Jika jumlah produk cacat di dalam
sampel kurang atau sama dengan acceptance number, maka lot diterima, jika tidak
maka lot ditolak.
2. Untuk sampling variabel.
 Ukuran sampel n
 Proporsi dari produk di dalam sampel yang tidak memenuhi spesifikasi. Jika proporsi
ini kurang atau sama dengan suatu standar tertentu, maka lot diterima, jika tidak maka
lot ditolak. Dari uraian di atas, maka pengertian dari perencanaan sampling
penerimaan dapat didefinisikan sebagai perencanaan yang akan menentukan ukuran
sampel dan kriteria penerimaan lot yang didasarkan pada kriteria tertentu.

3.2 Tujuan Pengendalian Kualitas


Tujuan diadakannya pengendalian kualitas adalah:
1. Memperbaiki kualitas produk/jasa dari pemasok.
2. Mengevaluasi dan memodifikasi sistem secara kontinu sesuai dengan keinginan
konsumen.
3. Dalam jangka panjang pengendalian kualitas dapat menurunkan ongkos pemesanan.
4. Dengan kualitas pemasok yang semakin baik, maka production lead time akan
berkurang.

3.3 Faktor Pengaruhi Terhadap Kualitas


Mutu merupakan tingkatan pemuasan suatu barang terhadap konsumen, dimana
kualitas atau mutu harus tetap dijaga atau bahkan ditingkatkan. Karena itu faktor yag
mempengaruhi mutu produk perlu diperhatikan, agar tidak terjadi kerugian produksi
akibat adanya penyimpangan kualitas produk. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan

15
dalam dua fungsi, yaitu fungsi suatu barang wujud luar dan fungsi biaya produk atau
bahan baku (Assauri, 1993).

Fungsi biaya produk dimulai dari pemilihan bahan baku sampai menjadi produk jadi.
Bahan baku yang baik akan menghasilkan produk yang baik pula. Dalam memproduksi
barang, produsen harus selektif dalam memilih bahan baku, karena bahan baku merupakan
faktor yang penting dalam menghasilkan suatu produk yang bermutu. Sudah menjadi
persepsi umum bahwa barang yang bermutu tinggi pasti dengan harga tinggi (mahal).
Dengan logika untuk mencapai mutu yang tinggi, tentunya perusahaan pembuatnya telah
mengerahkan segala kemampuan semaksimal mungkin untuk mengeluarkan biaya
produksi tersebut. Sehingga hal yang wajar bahwa harga yang mahal menunjukkan mutu
yang tinggi (Assauri, 1993).
Fungsi suatu barang merupakan langkah awal dalam melakukan aktifitas produksi.
Karena barang-barang produksi yang dihasilkan harus benar-benar memenuhi fungsi
tersebut. Oleh karena pemenuhan tersebut mempengaruhi kepuasan para konsumen,
maka mutu yang hendak dicapai disesuaikan dengan fungsi yang tercermin pada
spesifikasi barang tesebut seperti: kecepatan, tahan lama, kegunaan, berat, bunyi serta
mudah tidaknya perawatan dan kepercayaan. Fungsi wujud luar merupakan faktor yang
sangat penting dan sering dipergunakan pertama kali oleh konsumen dalam melihat suatu
produk dan sekaligus menentukan mutu barang tersebut bagus atau tidak hanya terlihat
dari bentuk, tetapi warna, susunan dan motif barang tersebut menjadi daya tarik konsumen
(Assauri, 1993).

3.4 Dasar Statistik


Kata ‘statistika’ diambil dari kata kata dalam Bahasa Latin Statiscium Collegium
(dewan negara) atau dari Bahasa Italia statista (negarawan). Ini mengartikan bahwa sejak
awal, proses pengolahan data sebuah wilayah ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan
negara dan rakyat. Oleh karena itu, negara selalu melakukan sensus setiap tahunnya untuk
memperoleh suatu data.
Pengertian Statistika adalah sebuah ilmu yang mempelajari mengenai cara-cara
standar dari sebuah pengolahan data, sedangkan statistik adalah hasil dari pengolahan
data. Berdasarkan jenisnya, statistik dibedakan menjadi dua, yaitu statistik
deskriptif dan statistik inferensial.
a) Statistika deskriptif adalah teknik statistik yang memberikan informasi hanya
mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis dan
kemudian menarik inferensi yang digeneralisasikan untuk data yang lebih besar atau
populasi. Statistik deskriptif “hanya” dipergunakan untuk menyajikan dan menganalisis

16
data agar lebih bermakna dan komunikatif dan disertai perhitungan-perhitungan
“sederhana” yang bersifat lebih memperjelas keadaan dan atau karakteristik data yang
bersangkutan (Burhan Nurgiyantoro dkk, 2000;8).
b) Statistika inferensial adalah statistik yang berkaitan dengan analisis data (sampel)
untuk kemudian dilakukan penyimpulanpenyimpulan (inferensi) yang digeneralisasikan
kepada seluruh subyek tempat data diambil (populasi) (Burhan Nurgiyantoro dkk,
2000;12).

3.5 Teori Diagram Pareto


Diagram ini diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dari Italia bernama
VILFREDO PERETO (1848-1923). Diagram pareto dibuat untuk menemukan masalah atau
penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian maalah dan perbandingan terhadap
keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan yang seharusnya
pertama kali diatasi maka kita akan bias menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan atau
tindakan koreksi pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa akibat/pengaruh
yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti.
Kegunaan dari diagram pareto adalah (Wignjosoebroto, 2003):
1. Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diadaptasi.
2. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan kumulatif secara
keseluruhan.
3. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan koreksi dilakukan pada daerah yang
terbatas.
4. Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah
perbaikan.
Diagram pareto dapat diaplikasikan untuk proses perbaikan dalam berbagai
macam aspek permasalahan. Diagram Pareto ini seperti halnya diagram sebab-akibat
tidak saja efektif digunakan untuk usaha pengendalian kualitas suatu produk, akan
tetapi juga bisa diaplikasikan untuk (Wignjosoebroto, 2003):
1. Mengatasi masalah pencapaian efisiensi/produktivitas kerja yang lebih tinggi lagi.
2. Masalah-masalah keselamatan kerja (safety).
3. Penghematan/pengendalian material, energi dan lain-lain.
4. Perbaikan sistem dan prosedur kerja, dan lain-lain.

17
3.6 Peta Kontrol
Pengendalian jenis-jenis peta kendali tergantung pada tipe datanya. Gasperz
(1998) menjelaskan bahwa dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua
jenis data, yaitu:
1. Data variabel, merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis.
Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter botol oli, ketebalan
botol oli, berat dalam oli, dan lain-lain.
2. Data atribut, merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan
analisa. Contoh dari data atribut adalah ketiadaan label pada kemasan produk,
rusaknya ulir tutup botol, seal tutup botol rusak cacat pada produk, dan lain-lain.
Berdasarkan kedua tipe tersebut, maka jenis-jenis peta kendali terbagi atas peta
kendali untuk data variabel dan peta kendali untuk data atribut. Peta kendali untuk data
atribut adalah peta kendali P, peta kendali np, peta kendali c dan peta kendali u.
̅ dan R, peta kendali
Sedangkan peta kendali data variabel adalah peta kendali X
̅ dan MR, serta peta kendali X
individual X ̅ dan S.
a. Peta Kontrol Attribut

Peta control attribute adalah peta control yang digunakan untuk mengendalikan
karakteristik kualitas yang tidak diperoleh melalui pengukuran. Atribut diperoleh melalui
pemeriksaan karakteristik produk yang hasilnya dinyatakan sesuai atau tidak sesuai
berdasarkan ukuran dan standar tertentu.
1) Pengendalian Kualitas Proses Statistik Data Atribut
Data Atribut adalah data mengenai ketepatan dalam menentukan 2 nilai yaitu sesuai
atau tidak sesuai seperti : cacat atau tidak, bagus atau buruk, terlambat atau tepat
waktu yang meliputi ketiadaan label pada kemasan produk, rusaknya ulir tutup botol,
seal tutup botol rusak cacat pada produk, dan lain-lain.
Penyimpangan dari pengukuran yang diharapkan tetapi masih ada di Batas Kontrol
Atas (BKA) atau Batas Kontrol Bawah (BKB) masih dianggap sebagai produk yang baik.
Bila data ada di luar batas kontrol tersebut maka perlu diadakan revisi terhadap peta
pengendali tersebut sehingga data pengukuan akan berada dalam batas pengendalian.

3.7 Peta Kendali p Untuk Jumlah Sample Konstan


Peta kendali p (pengendali proporsi kesalahan) merupakan salah satu peta kendali atribut
yang digunakan untuk mengendalikan bagian produk cacat dari hasil produksi.
Pengendali proporsi kesalahan (p-chart) digunakan untuk mengetahui apakah cacat
produk yang dihasilkan masih dalam batas yang disyaratkan atau tidak. Dapat dikatakan
juga sebagai perbandingan antara banyaknya cacat dengan semua pengamatan, yaitu

18
setiap produk yang diklasifikasikan sebagai “diterima” atau “ditolak” (yang diperhatikan
banyaknya produk cacat).
Peta pengendali proporsi kesalahan digunakan bila kita memakai ukuran cacat
berupa proporsi produk cacat dalam setiap sempel yang diambil. Bila sampel yang
diambil untuk setiap kali melakukan observasi jumlahnya sama maka kita dapat
menggunakan peta pengendali proporsi kesalahan (p-chart) maupun banyaknya
kesalahan (np-chart). Namun bila sampel yang diambil bervariasi untuk setiap kali
melakukan observasi berubah-ubah jumlahnya atau memang perusahaan tersebut akan
melakukan 100% inspeksi maka kita harus menggunakan peta pengendali proporsi
kesalahan (p-chart). Berikut ini adalah langkah – langkah yang dilakukan dalam
menyusun peta control P jumlahnya sama atau konstan :

a) Tentukan ukuran contoh/subgrup yang cukup besar (n > 30),


b) Kumpulkan banyaknya subgrup (k) sedikitnya 20–25 sub-grup,
c) Hitung untuk setiap subgrup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu :

𝑥
P = 𝑛

Dimana
p = proporsi kesalahan dalam setiap sampel
x = banyaknya produk yang salah dalam setiap sampel
n = banyaknya sampel yang diambil dalam inspeksi

d) Hitung nilai rata-rata dari p, yaitu p dapat dihitung dengan :

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡


P = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑠𝑝𝑒𝑘𝑠𝑖

e) Hitung batas kendali CL, UCL dan LCL dari peta kendali p :

CL = P

P P
P +3√
(1− )
UCL = 𝑛

P P
P −3√
(1− )
LCL =
𝑛

19
Catatan:
UCL = Upper Control Limit / Batas Pengendalian Atas (BPA)
LCL = Lower Control Limit / Batas Pengendalian Bawah (BPB)

f) Plot data proporsi unit cacat serta amati apakah data tersebut berada dalam
pengendalian atau diluar pengendalian.

3.8 Peta Kendali (Control Chart) p (p Chart) Untuk Jumlah Sampel Bervariasi
Seperti telah dikatakan pada pembahasan p Chart untuk jumlah sampel konstan,
Peta pengendali proporsi digunakan bila kita memakai ukuran cacat berupa proporsi
produk cacat dalam setiap sampel yang diambil. Bila sampel yang diambil bervariasi
untuk setiap kali melakukan observasi atau jumlah sampel berubah-ubah jumlahnya
atau memang perusahaan tersebut akan melakukan 100% inspeksi maka kita harus
menggunakan peta pengendali proporsi kesalahan (p-chart).
Pengguna sampel yang besarnya bervarisai tersebut selain perusahaan
menggunakan 100% inspeksi atau inspeksi total, juga dapat disebabkan karena
kurangnya karyawan dan biaya. Perubahan dalam banyaknya sampel yang diambil
atau ukuran sub kelompok tersebut menyebabkan perubahan dalam batas-batas
pengendali, meskipun garis pusatnya tetap. Apabila ukuran sampel atau sub
kelompok yang digunakan pada setiap kali observasi naik atau lebih banyak, maka
batas-batas pengendali menjadi lebih rendah.
Namun apabila banyaknya sampel atau sub kelompok yang digunakan pada setiap
kali observasi turun atau berkurang, maka batas-batas pengendali menjadi lebih
tinggi atau meningkat. Kondisi ini dapat mempengaruhi karakteristik kualitas proses
produksi yang dimiliki perusahaan. Hal inilah yang merupakan kelemahan dalam
pengendalian kualitas proses statistik untuk data atribut.
Untuk banyaknya sampel yang bervariasi peta pengendali yang digunakan pasti
hanya peta pengendali proporsi kesalahan (p-chart), bukan banyaknya kesalahan
(np-chart). Namun peta pengendali proporsi kesalahan tersebut mempunyai tiga
pilihan model, yaitu menggunakan peta pengendali model harian atau individu, peta
pengendali model rata-rata, dan peta pengendali dengan model yang di buat menurut
aturan banyaknya sampel berdasarkan pertimbangan perusahaan (Mitra,1993).
1) Menggunakan peta pengendali model harian / individu:
Peta pengendali model harian atau individu ini dibuat untuk setiap observasi. Oleh
karenanya, perusahaan akan mempunyai beberapa batas pengendali atas dan
beberapa batas pengendali bawahnya dalam peta pengendali proporsi kesalahan

20
untuk kualitas produksinya. Keunggulan peta pengendali proporsi kesalahan model
harian atau individu (chart individu) ini adalah ketepatannya dalam memutuskan
apakah sampel berada di dalam atau diluar batas pengendaliannya.
Rumus Penentuan garis pusat p chart dengan jumlah sampel bervariasi model harian
/ individu adalah sebagai berikut.

CL = P = ∑𝑔 𝑔 = ∑𝑔
𝑖=1 𝑖=1 𝑥𝑖
𝑔 ∑𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Dimana :
Pi = proporsi kesalahan setiap sampel pada setiap kali observasi
xi = banyaknya kesalahan setiap sampel pada setiap kali observasi
ni = banyaknya sampel yang diambil pada setiap kali observasi yang selalu bervariasi
g = banyaknya observasi

Sedangkan rumus batas pengendali atas (UCL) dan batas pengendali bawah (LCL)
p chart sampel bervariasi model harian / individu adalah :

P P
P +3√
(1− )
UCL = 𝑛𝑖

P P
P −3√
(1− )
LCL =
𝑛𝑖

Kemudian menghitung rata-rata nilai UCL dan LCL untuk p chart sampel
bervariasi model harian / individu dengan rumus:

∑ 𝑈𝐶𝐿 𝑖
UCL = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑠𝑖
∑ 𝐿𝐶𝐿 𝑖
LCL = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑠𝑖

b) Menggunakan peta pengendali model rata-rata:

Peta pengendali proporsi kesalahan model rata-rata adalah bentuk yang lebih
sederhana, lebih cepat, dan lebih mudah daripada model individu atau harian. Peta
prngendali model ini juga lebih banyak digunakan daripada peta pengendali proporsi
kesalahan model individu atau harian. Namun, peta pengendali proporsi kesalahan
model individu atau harian ini lebih tepat dibandingkan dengan dengan model rata-

21
rata. Penyusunan garis pusat (CL) untuk peta pengendali proporsi kesalahan (p chart)
sampel bervariasi model rata-rata ini adalah:

CL = P = ∑𝑔 𝑔 = ∑𝑔
𝑖=1 𝑖=1 𝑥𝑖
𝑔 ∑𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Batas pengendali atas dan batas pengendali bawahnya adalah :

P (1− P )
UCL = P +3√
n

P (1− P )
LCL = P −3√
n

Dimana :
𝑔
∑𝑖=1 𝑛𝑖
n = 𝑔

c) Menggunakan peta pengendali dengan pertimbangan perusahaan


Peta pengendali proporsi kesalahan dengan pertimbangan perusahaan yang
dimaksud adalah dengan mengambil sampel yang jumlahnya ditetapkan oleh
perusahaan, misalnya 100, 200, 300 dan sebagainya. Bila ternyata sampel mendekati
jumlah yang ditetapkan perusahaan maka digunakan peta pengendali yang terdekat.

Misal diambil sampel 130 unit maka peta pengendali yang digunakan adalah peta
pengendali berdasar nilai n = 100. Bila yang diambil 340 unit maka peta pengendali
yang digunakan adalah peta pengendali berdasar nilai n = 300 dan seterusnya.
Rumus yang digunakan untuk menentukan garis pusat, batas pengendali atas dan
batas pengendali bawahnya sama dengan kedua model sebelumnya.

Selanjutnya, dari ketiga model peta pengendali proporsi dengan sampel bervariasi
tersebut semuanya tentu menghasilkan hasil penilaian hasil kualitas proses yang
sama. Biasanya, perusahaan menggunakan model kedua (rata-rata) sebagai awal
pengujian. Bila ternyata dari hasil observasi yang dilakukan terdapat data yang
berbeda diluar batas pengendalian yang disebabkan karena penyebab khusus maka

22
perlu dilakukan perbaikan dengan ketentuan 4 p. Menurut mitra (1993) dan
Basterfield (1998), ketentuan 4 p tersebut adalah:
a) Bila LCL < pi < UCL dan ni < n menggunakan peta pengendali rata-rata
b) Bila LCL < pi < UCL dan ni > n manggunakan peta pengendali individu
c) Bila pi < LCL atau pi > UCL dan ni > n menggunakan peta pengendali
rata_rata
d) Bila pi < LCL atau pi > UCL dan ni < n Menggunakan peta pengendali
individu

23
BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 PENGUMPULAN DATA


4.1.2 Capper pada Botol 1 LITER GENERASI IV
Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam memilih suatu
produk atau jasa, sehingga kualitas merupakan penentu keberhasilan bisnis,
pertumbuhan dan peningkatan posisi bersaing. Untuk menjamin kualitas produk yang
dihasilkan memenuhi syarat-syarat dari konsumen, maka perlu dilakukan
pengendalian kualitas.
Dalam upaya pengendalian kualitas tersebut, perusahaan melakukan tindakan
nyata dengan memeriksa atau melakukan inspeksi terhadap bahan baku base oil yang
digunakan sampai kepada pemeriksaan produk yang dilakukan secara berurutan
sesuai dengan proses produksinya. Dimana urutan pemeriksaan produk dilakukan
pada beberapa kegiatan produksi yaitu
1. Pemeriksaan laboratorium terhadap bahan baku ketika baru sampai di
pelabuhan.
2. Pemeriksaan pada saat proses produksi yaitu ketika proses blending, dengan
pengecekan secara visual
3. Pemeriksaan terakhir yang dilakukan ketika proses blending telah selesai
dengan pengujian spesifikasi kandungan oli pelumas di laboratorium.

Gambar 8.1 Capper Botol 1 LITER GENERASI IV

Sumber PT.PERTAMINA LUBRICANT.

4.1.2 Supplier (pemasok)


Proses produksi yang dilakukan untuk menghasilkan setiap produk tidak dapat
terlepas dengan material yang membentuk suatu produk, material tersebut berupa
bahan baku dan bahan baku penunjang. Pada proses packing bahan baku utama yang
digunakan adalah botol, sedangkan bahan baku tambahan yang digunakan yaitu label,
tutup botol, dus, dan segel.

24
PT. Pertamina PUJ-P memenuhi kebutuhan terhadap bahan baku dengan
melakukan pemesanan botol kepada supplier atau pemasok. Berikut supplier yang
bertanggung jawab untuk memasok botol ke PT. Pertamina PUJ-P yaitu

1. PT. Abadi Plastik


2. PT. Bumi Mulia
3. PT. Prima Kalplas
4. PT. Dinito Jaya

Bahan baku tambahan yang digunakan pada proses packing berasal dari
supplier yang memasok label, dus, dan segel ke PT. Pertamina PUJ-P. Sedangkan
supplier yang memasok tutup botol sama dengan botol. Beberapa supplier yang
bertanggung jawab memenuhi permintaan terhadap bahan baku tambahan antara lain

1. Label : PT. Master Label dan PT. Prima Sindo


2. Dus : PT. Modepack dan PT. Purabarutama
3. Segel : PT. Nurcahya Intan

4.1.3 Jenis dan Jumlah Mesin yang digunakan


PT. Pertamina PUJ-P merupakan perusahaan milik negara yang memproduksi
oli pelumas. Sehingga dalam proses pembuatan oli pelumas tersebut, membutuhkan
mesin-mesin yang berfungsi untuk mendukung kelancaran dari proses produksi yang
dilakukan.
Mesin yang digunakan dalam proses produksi antara lain :
a. Mesin pompa (base oil dan additive) dengan jumlah 1 buah
b. Mesin pompa blending dengan jumlah 1 buah
c. Mesin kompresor dengan jumlah 1 buah
d. Mesin pemanas dengan jumlah 1 buah
Mesin yang digunakan dalam proses packing di area LOBP I antara lain :
a. Mesin unscramble dengan jumlah 1 buah
b. Mesin labeling dengan jumlah 1 buah
c. Mesin filler dengan jumlah 1 buah
d. Mesin capper dengan jumlah 1 buah
e. Mesin induction sealer dengan jumlah 1 buah
f. Mesin laser coder dengan jumlah 1 buah
g. Mesin timbangan cepat dengan jumlah 1 buah
h. Mesin carton sealer dengan jumlah 1 buah

25
4.1.4 Kegunaan dari setiap mesin
Mesin yang terdapat pada lantai produksi memiliki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi
dari masing-masing mesin adalah
A. Mesin yang terdapat dalam proses produksi
1. Mesin pompa (base oil dan additive) berfungsi memompa base oil atau
additive dari tangki timbun
2. Mesin pompa blending berfungsi memompa oli yang terdapat di dalam
tangki blending agar tercampur dengan sempurna
3. Mesin kompresor berfungsi membersihkan jalur dari kontaminasi dengan
cara menembakan bola karet
4. Mesin pemanas berfungsi memanaskan oli yang terdapat di dalam tangki
blending
B. Mesin yang terdapat dalam proses packing
1. Mesin unscramble berfungsi merapikan posisi botol ke dalam conveyor
2. Mesin labeling berfungsi menempelkan label pada badan botol
3. Mesin filler berfungsi mengisi oli ke dalam botol
4. Mesin capper berfungsi memasang tutup botol
5. Mesin induction sealer berfungsi memanaskan aluminium foil dari tutup
botol
6. Mesin laser coder berfungsi menembakan nomor batch pada botol
7. Mesin timbangan cepat berfungsi memeriksa volume oli dalam botol
8. Mesin carton sealer berfungsi menempelkan segel pada dus

4.1.5 Proses Produksi


Proses produksi merupakan proses perubahan bentuk dari bahan baku awal
menjadi sebuah produk atau barang jadi. Secara garis besar proses produksi pada PT.
Pertamina PUJ-P terbagi menjadi 2 proses yaitu proses produksi (blending) yaitu
proses mencampurkan bahan-bahan untuk menghasilkan oli pelumas, dan proses
packing yaitu proses yang dilakukan untuk mengemas oli pelumas sehingga menjadi
produk jadi yang siap di gunakan oleh konsumen.
Proses produksi yang dilakukan oleh PT. Pertamina PUJ-P yaitu
1. Proses penerimaan Bahan baku dan Material
Proses penerimaan bahan baku berupa base oil dan additive dilakukan dengan
pengujian laboratorium terhadap kedua bahan baku tersebut. Setelah bahan
baku telah sesuai dengan spesifikasi, bahan baku tersebut dialirkan menuju
tangki timbun.
2. Proses penimbunan Bahan baku dan Material

26
Pada proses ini, bahan baku yang telah lulus uji spesifikasi dipompa dengan
menggunakan pipa ke tangki timbun, sebelum proses pemompaan dilakukan,
jalur pompa dalam kondisi siap dan aman.
3. Proses blending
Proses blending merupakan proses pencampuran antara base oil dengan
additive. Base oil yang berasal dari tangki timbun dipompa ke tangki blending
kemudian di campur dengan additive. Kemudian 2 jam setelah proses blending
dilakukan, bagiang laboratorium mengambil sampel untuk pemeriksaan produk.
Setelah oli pelumas sesuai dengan spesifikasi, oli pelumas dialirkan ke holding
tank, sedangkan apabila oli pelumas belum sesuai dengan spesifikasi maka oli
pelumas di periksa agar dapat menambahkan kembali bahan baku yang
dibutuhkan sehingga menghasilkan produk yang sesuai spesifikasi.
Proses pengisian oli pelumas ke dalam kemasan (packing) yang dilakukan oleh PT.
Pertamina PUJ-P antara lain :
4. Proses penampungan botol
Proses ini merupakan proses awal yang berfungsi menyusun botol ke dalam
conveyor agar dalam posisi tegak dan rapi
5. Proses menempelkan label
Proses ini berfungsi untuk menempelkan label di kedua bagian botol yaitu
bagian depan dan belakang, dengan posisi yang tepat.
6. Proses pengisian oli pelumas
Setelah oli pelumas yang sudah sesuai spesifikasi ditimbun dalam holding tank,
oli pelumas tersebut dialirkan ke mesin filling sehingga dapat mengisi botol
kemasan dengan oli pelumas.
7. Proses pemasangan tutup botol
Setelah botol telah terisi dengan oli, proses selanjutnya yaitu pemasangan tutup
botol. Tutup botol mengalir dari rel capper kemudian menempel pada mulut
botol yang berada di conveyor.
8. Proses pemanasan aluminium foil
Proses selanjutnya yaitu pemanasan aluminum foil. Aluminium foil yang berada
pada bagian dalam tutup botol mencair pada suhu yang diatur di mesin heater
sebesar 40° celcius, sehingga aluminium foil menempel di mulut botol.
9. Proses pemberian nomor batch
Pada proses ini, botol ditembak dengan laser untuk pemberian nomor batch
pada bagian antara tutup botol dengan badan botol. Nomor batch sebelumnya
telah diinput oleh operator ke dalam mesin laser coder.
10. Proses pemeriksaan volume

27
Setelah produk melewati semua proses tanpa adanya kerusakan, maka proses
selanjutnya volume oli pelumas dalam botol diperiksa terlebih dahulu agar
sesuai dengan berat yang sudah ditentukan.
11. Proses pengemasan ke dalam dus
Kemudian produk jadi tersebut di susun ke dalam dus, sesuai dengan jumlah
yang telah ditentukan untuk satu dus.
12. Proses pemasangan segel
Setelah produk jadi sudah disusun ke dalam dus dengan jumlah yang sesuai
dan dalam keadaan rapi, bersih, teratur maka dus tersebut direkatkan dengan
menggunakan segel.

4.1.6 Peta Proses Operasi


Berikut Peta Proses Operasi pada proses packing di PT. Pertamina PUJ-P :
PETA PROSES OPERASI
NAMA OBJEK : Packing
DIPRODUKSI OLEH : PT. Pertamina PUJ - P
NOMOR PETA : 001
DIPETAKAN OLEH : Audray Irene
TANGGAL DIPETAKAN : 17 November 2011

Botol

O-1 Penampungan botol

O–2 Penempelan label

O-3 Pengisian oli

O-4 Pengecekan label

O-5 Pemasangan tutup botol

O-6 Pengencangan tutup botol

O-7 Pemanasan aluminium foil

O-8 Penomoran batch

O-9 Pengecekan volume

O–10
Pengepakan dan pemeriksaan kemasan
I-1

O - 11 Penempelan segel

RINGKASAN

KEGIATAN JUMLAH
OPERASI 11
OPERASI &
1
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN 0
TOTAL 12

Gambar 4.2 Peta Proses Operasi


Sumber : Data Perusahaan

28
4.2 Pengumpulan Data Hasil Pengamatan
Data yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan secara langsung di PT.
Pertamina PUJ-P antara lain:

Tabel 4.1 Data Cacat pada Proses Packing 1

Mesin/2n
No Bulan Ukuran Cacat Capper d Defect Penyok Produksi

1 Januari 1 L Gen IV 1123 550 217 555,331


Februar
2 i 2 L Gen IV 2051 109 31 359,559

3 Maret 3 L Gen IV 5268 782 95 511,869

4 April 4 L Gen IV 3059 919 33 324,233

5 Mei 5 L Gen IV 6724 770 76 756,947

6 Juni 6 L Gen IV 2565 415 30 237,887

Total 20790 3545 482 2,745,826


Sumber : Data Perusahaan

Klarifikasi defect dari yang terbesar sampai terkecil serta presentase defect pada botol 1
liter generasi IV selama Januari 2017 sampai Juni 2017.

Tabel 4.2 Rekam Defect. 1

No Jenis Cacat Jumlah Persentase Cacat


1 Mesin/2nd defect 3545 14.28%
2 Penyok 482 1.94%
3 Capper 20790 83.77%
Total 24817 100.00%
Sumber : Data Perusahaan

Data rekam defect di atas dapat memberikan infomasi kepada kita defect yang terjadi pada
botol 1 liter generasi IV terdapat jumlah cacat yang paling banyak yaitu pada capper
sebesar 20790 dengan persentase 83,77%, berikutnya adalah mesin/2nd defect sebesar
3545 dengan persentase 14,28% dan yang terakhir penyok sebesar 482 dengan
persentase 1,94 %. Diagram pareto yaitu digunakan untuk melihat jenis kecacatan
berdasarkan persentase grafik batang yang menunjukan masalah berdasakan urutan
banyaknya jumlah dari susatu kejadian (Gaspersz 2001). Gambar 4.3 Diagram Pareto.

29
Gambar 4.3 Diagram Pareto
Sumber : Pengolahan Data

Berdasarkan Gambar 4.3 Diagram Pareto dapat dilihat bahwa jumlah cacat pada
botol yaitu 3 jenis kecacatan meliputi mesin/2nd defect, penyok, capper. Jumlah cacat
terbesar adalah Capper dengan jumlah kecacatan sebanyak 20790 unit. Jumlah cacat
terkecil yaitu terdapat pada kecacatan Penyok sebesar 482 unit. Berdasarkan prinsip pareto
dan perhitungan diagram pareto diatas dapat diketahui bahwa 100% kecacatan, 83,77%
nya disebabkan oleh Capper.

Tabel 4.3 Perbandingan Cacat Capper


Sumber : Pengolahan Data

No Bulan Jumlah Cacat Jumlah Produksi Proporsi

1 Januari 1123 555,331 0.00202

2 Februari 2051 359,559 0.00570

3 Maret 5268 511,869 0.01029

4 April 3059 324,233 0.00943

5 Mei 6724 756,947 0.00888

6 Juni 2565 237,887 0.01078


Total 20790 2,745,826 0.04712

30
Berdasarkan data perbandingan cacat tertinggi yang didapatkan, dilakukan

perhitungan batas kendali. Perhitungan batas kendali meliputi n , P , BKA dan BKB
(Nasution, 2006).
Jumlah Cacat
Garis Tengah( p ) 
Jumlah Produksi
Jumlah 6 bulan Produksi
Rata - rata produksi (n ) 
6

p(1 p)
BKA  p  3
n

p(1 p)
BKB  p  3
n

Jumlah Cacat
Garis Tengah =
Jumlah Produksi
20790
Garis Tengah =
2745826
= 0.00757
Jumlah 6 bulan Produksi
Rata-rata Produksi =
6
2745826
Rata-rata Produksi =
6
= 457637,6

p(1- p)
Batas Kelas Atas (BKA) =p+3
n
0.00757(1 0.00757)
Batas Kelas Atas(BKA) = 0.00757+ 3
457637,6
= 0,007954

p(1- p)
Batas Kelas Bawah (BKB) =p–3
n
0.00757(1 0.00757)
Batas Kelas Bawah (BKB) = 0.00757 - 3
457637,6
= 0,007185

Berdasarkan Tabel 4.3 Perbandingan Cacat. Hal ini memberikan informasi bahwa
jumlah cacat Capper pada bulan Januari sebesar 1123 unit. Kolom jumlah produksi

31
memberikan informasi jumlah pemakaian Capper pada bulan Januari sebesar 555331 unit.
Kolom proporsi memberikan informasi nilai proporsi yang didapatkan dari perhitungan
jumlah cacat dibagi dengan jumlah produksi. Nilai proporsi tidak boleh lebih kecil dari batas
kelas bawah dan tidak boleh lebih besar dari batas kelas atas, yang dimana batas kelas
bawah senilai 0,007185 dan nilai batas kelas atas senilai 0,007954 nilai proporsi pada
pengamatan bulan pertama senilai 0.00202. Hal ini artinya pada bulan pertama nilai proporsi
melebihi batas kelas atas, sedangkan pada bulan juni nilai proporsi sebesar 0.01078 hal ini
artinya pada bulan ke enam nilai proporsi keluar dari batas kelas bawah.
Setelah dilakukan perhitungan batas kendali maka selanjutnya adalah pembuatan
peta kontrol p dengan memasukkan data kecacatan dan juga nilai BKA dan BKB. Gambar
4.4 menunjukkan peta kontrol p.

P Chart of Jumlah Cacat Capper


0.011 1
1
0.010 1
1
0.009

0.008 UCL=0.008105
_
P=0.007571
Proportion

0.007 LCL=0.007038

0.006
1
0.005

0.004

0.003

0.002
1
1 2 3 4 5 6
Sample
Tests are performed with unequal sample sizes.

Gambar 4.4 P Chart Cacat Capper


Sumber : Pengolahan Data

Gambar 4.4 Peta Kontrol P menunjukkan bahwa batas kontrol pada peta P terdiri
dari dua, yaitu Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB). Berdasarkan
gambar di atas menunjukkan hasil batas kontrol atas yang didapat dari hasil perhitungan
sebesar 0.01078 dan batas kontrol bawah sebesar 0,007185. Pengamatan bulan Januari
sampai Juni menunjukkan bahwa data tersebut berada di luar batas kontrol, dikarenakan
bulan Januari sampai Juni memiliki perbedaan jauh pada nilai proporsi pada bulan ke 1
sampai ke 6. Bulan Januari dan Juni menunjukan diatas batas kontrol, dikarenakan oleh
faktor mesin dan material dari pemasok. Untuk faktor mesin di sebabkan mesin sudah
berumur dan untuk material disebabkan oleh speksifikasi yang tidak memenuhi standar.

32
BAB V

KESIMPULAN

5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan ini menjawab tujuan yang telah ditetapkan pada penulisan di bab I.
Kesimpulan dari penulisan yang telah dibuat adalah sebagai berikut:
1. Proses produksi yang dilakukan oleh PT. Pertamina PUJ-P yaitu
Proses penerimaan Bahan baku dan Material, Proses penimbunan Bahan baku dan
Material, Proses blending
Proses pengisian oli pelumas ke dalam kemasan (packing) yang dilakukan oleh PT.
Pertamina PUJ-P antara lain :
Proses penampungan boto, Proses menempelkan label, Proses pengisian oli pelumas,
Proses pemasangan tutup botol, Proses pemanasan aluminium foil, Proses pemberian
nomor batch, Proses pemeriksaan volume, Proses pengemasan ke dalam dus, Proses
pemasangan segel.
2. Berdasarkan pengolahan menggunakan diagram pareto diketahui bahwa yang sering
mengalami banyak kecacatan adalah Capper botol 1 L Gen IV. Data kecacatan
mengunakan P Chart pada pengolahan dengan BKA dan BKB menjelaskan bahwa data
berada di luar batas kontrol.
3. Tipe cacat yang paling banyak di temukan adalah pada Capper botol 1 L Gen IV
sebanyak 20790 unit selama enam bulan dengan presentase sebesar 83,77%, maka jenis
kecacatan yang harus diprioritaskan dan diambil tindakan evaluasi. Berdasarkan
perhitungan nilai BKA dan BKB, untuk BKA sebesar 0,007954 dan untuk BKB sebesar
0,007185. Disimpulkan bahwa proses pengukuran mengunakan P Chart pengamatan
selama enam bulan bahwa di luar batas kendali. Berdasarkan hasil untuk bulan Januari
sampai bulan Juni mengalami melebihi batas yang telah di tentukan.

5.2 Saran
Terdapat beberapa saran yang diberikan oleh penulis sebagai pertimbangan untuk
perbaikan pengendalian kualitas botol 1 L Gen IV. Saran yang diberikan oleh penulis adalah
sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan pemeriksaan mesin atau maintenance bertahap disetiap mesinnya untuk
meminimalisir cacat yang disebabkan oleh mesin.
2. Perlu dilakukan pengawasan extra pada proses produksi pada botol 1 L Gen IV agar
cacat yang di sebabkan oleh mesin berkurang.

33
3. Perlu dilakukan pengawasan lebih terhadap pemasok karena produk botol 1 L Gen IV
ini sudah memenuhi standar yang di inginkan perusahaan hal ini juga dapat
meminimalisir cacat pada produk.

34

Anda mungkin juga menyukai