Anda di halaman 1dari 100

BAB I PENDAHULUAN

Dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu


pesat, maka terasa penting peranan sumber daya manusia yang terdidik sebagai calon tenaga
kerja. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dapat menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah melalui jalur pendidikan mulai dari pendidikan dasar
hingga pendidikan menengah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan
kepada siswa mempunyai peranan penting untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu, matematika sekolah merupakan bagian-bagian matematika yang dipilih guna
menumbuhkankembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk kepribadian siswa
serta berpandu kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Dekdikbup, 1995).

Peningkatan mutu pendidikan matematika ditandai dengan peningkatan hasil


pembelajaran matematika. Mutu hasil pembelajaran, matematika ditentukan oleh mutu proses
pembelajaran matematika. Mutu hasil pembelajaran matematika ditentukan oleh mutu proses
pembelajaran matematika di kelas atau sekolah. Peningkatan mutu pendidikan matematika
hanya mungkin dicapai melalui peningkatan mutu proses pembelajaran matematika yang
bermuara pada peningkatan mutu hasil pembelajaran matematika.

Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran matematika dipengaruhi oleh berbagai


faktor, antara lain adalah guru matematika dan siswa. Hal ini disebabkan karena guru
matematika dan siswa terlibat secara langsung dalam kegiatan proses pembelajaran
matematika. Guru sebagai subjek yang sangat berperan dalam usaha membelajarkan siswa,
dan siswa objek yang menjadi sasaran pembelajaran matematika. Oleh karena itu,
pelaksanaan kurikulum matematika di depan kelas sangat tergantung kepada kemampuan dan
keterampilan guru matematika sebagai pengelola proses pembelajaran matematika. Seorang
guru matematika harus menguasai bahan ajar matematika dibarengi dengan penguasaan
terhadap strategi pembelajaran matematika. Pemilihan strategi pembelajaran matematika
yang tepat akan mempermudah proses terbentuknya pengetahuan matematika pada diri siswa.

Secara harfiah, kata strategi dapat diartikan sebagai seni melaksanakan stratatem yaitu
siasat atau rencana (Mcleod, 1989). Dalam presfektif psikologi, kata strategi berarti rencana
tindakan yang terdiri dan seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai
tujuan (Reber, 1968). Strategi sebagai prosedur mental yang berbentuk tatanan langkah yang
menggunakan upaya ranah cipta mencapai tujuan tertentu. Dengan mempertimbangkan arti

1
kata strategi tersebut, maka strategi pembelajaran diartikan sebagai sejumlah langkah yang
direkayasa sedemikian hingga untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Syah, 1995).
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak
dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan (Djamarah dan Zain, 2002).

Dengan memperhatikan arti kata strategi di atas dan bila dihubungkan dengan
pembelajaran matematika, maka strategi pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai
pola-pola umum kegiatan siswa dan guru dalam kegiatan proses pembelajaran untuk
mencapai kompetensi pembelajaran matematika yang telah ditetapkan. Untuk mencapai
kompetensi pembelajaran matematika yang telah ditetapkan, seorang guru matematika perlu
memperhatikan beberapa hal dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran matematika.
Hal-hal yang dimaksud adalah (1) mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali rumus,
konsep atau prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru agar siswa terbiasa
melakukan penyelidikan dan menemuka sesuatu, (2) pendekatan pemecahan masalah
merupakan fokus dalam pembelajaran matematika, yang mencakup masalah tertutup,
mempunyai solusi tunggal, terbuka atau masalah dengan berbagai cara penyelesaian, (3)
keterampilan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, memahami soal,
memilih pendekatan atau strategi pemecahan menyelesaikan model dan menafsirkan solusi,
(4) dalam setiap pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan penguasaan bahan ajar
prasyarat yang diperlukan, dan (5) dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika
hendaknya memulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (Depdiknas,
2003).

Dengan mencermati uraian di atas, maka pembahasan tentang strategi pembelajaran


matematika ini meliputi hakekat matematika, hakekat pembelajaran matematika, teori belajar
matematika, metode pembelajaran matematika, teori belajar matematika, dan model
pembelajaran matematika. Pada hakekat matematika dibahas tentang pengertian matematika,
karakteristik matematika, matematika sebagai suatu struktur, matematika sebagai suatu
kumpulan sistem, matematika sebagai suatu kumpulan sistem, matematika sebagai suatu
sistem deduktif, dan matematika sebagai ratu ilmu. Pada hakekat pembelajaran matematika
dibahas tentang pengertian pembelajaran matematika, matematika sekolah, dan proses
pembelajaran matematika. Pada teori pembelajaran matematika dibahas teori pembelajaran
yang cocok untuk belajar matematika yang meliputi teori belajar tingkah laku, teori belajar
kognitif, dan teori konstrukktivisme. Pada metode pembelajaran matematika dibahas tentang
metode ceramah, metode demontrasi, metode ekspositori, metode tanya jawab, metode drill

2
dan latihan, metode pemecahan masalah, metode laboratorium, metode kegiatan lapangan,
dan metode permaianan. Pada pendekatan pembelajaran matematika dibahas tentang
pendekatan spiral, pendekatan deduktif, pendekatan induktif, pendekatan intuitif, pendekatan
informal, pendekatan analitik, pendekatan sintetik, dan pendekatan pembelajaran matematika
realistik. Pada model pembelajaran matematika dibahas tentang model pembelajaran
langsung dan model pembelajaran kooperatif.

3
HAKEKAT MATEMATIKA
BAB 2

A. Pengertian Matematika

Dalam mempelajari matematika, wajar bila di antara kita atau mungkin siswa kita ada
yang bertanya “Apakah matematika itu?’’. Untuk menjawab pertanyaan itu memanglah tidak
mudah, sama tidak mudahnya dengan seorang buta “ menggambarkan bentuk gajah” bila ia
hanya meraba sebagian-sebagian dari tubuh gajah itu. Sewaktu ia meraba kaki gajah mungkin
ia mengatakan bahwa gajah itu seperti tiang rumah atau pohon besar. Sewaktu meraba belalai
gajah mungkin ia mengatakan bahwa gajah itu seperti ular, demikian seterusnya. Demikian
juga dengan definisi matematika. Definisi dari matematika makin lama makin sulit untuk
dibuat secara tepat dan singkat. Para ahli matematika mendefinisikan matematika
berdasarkan sudut pandang mereka. Hingga kini belum ada kesepakatan yang bulat di antara
mereka membuat definisi tentang matematika.

Sujono (1988) mengemukakan matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang


eksak dan terorganisasi secara sistematik, matematika adalah bagian pengetahuan manusia
tentang bilangan dan kalkulasi, matematika membantu orang dalam menginterpretasikan
secara tepat berbagai ide dan kesimpulan, matematika adalah ilmu pengetahuan tentang
penalaran yang logik dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan, matematika
berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan
matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruang. Suherman dan
Winataputra (1992) mengutip pandangan James dan James (1976), Jonson dan Rising (1972),
Reys dkk. (1984) dan Kline (1973) berkenaan dengan istilah matematika. James dan James
(1976) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,
susunanm besaran, dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak
terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Jonson dan Rising (1972)
mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir dan pola mengorganisasikan. Reys dkk.
(1984) mengemukakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola hubungan. Kline
(1973) mengemukakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu untuk membantu manusia
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Soedjadi (2000)
menyajikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika, yaitu matematika adalah
cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik, matematika adalah

4
pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, matematika adalah pengetahuan tentang
penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, matematika adalah pengetahuan tentang
fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, matematika adalah
pengetahuan tentang struktur-struktur ang logik, dan matematika adalah pengetahuan tentang
aturan-aturan yang ketat.

Jika kita mengartikan matematika sebagai ilmu maka matematika adalah salah satu
cabang ilmu yang tersusun secara sistematis dan eksak. Pengertian eksak tersebut tidak
berarti bahwa matematika eksak secara mutlak, tetapi matematika sebagai ilmu eksak
daripada ilmu-ilmu sosial dan lebih eksak dan lebih eksak daripada ilmu-ilmu fisik. Karena
bersifat eksak maka matematika seringkali disebut sebagai ilmu pasti. Jika kita menengok
sejarah perkembangan dari matematika nampak matematika dikembangkan secara ridak
teratur dalam arti secara berulang dan bahkan boleh dikatakan secara serampangan, secara
sebagian-sebagian, dan secara terus-menerus mengalami perubahan baik metode maupun
isinya. Hal ini dikarenakan adanya bermacam alasan orang dalam mengembangkan
matematika, yaitu ada orang yang mengembangkan matematika untuk keperluan penggunaan
di luar matematika, ada orang mengembangkan matematika untuk keperluan matematika
tanpa menghiraukan kegunaannya di luar matematika, sementara ada orang yang
mengembangkan matematika karena menganggap pengembangan sebelumnya kurang
sempurna atau terdapat kelemahan. Lepas dari alasan orang mengembangkan matematika,
produk akhir dari proses itu menunjukan hal yang sangat mengagumkan.

Pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasinya memasuki semua cabang matematika


bahkan tidak jarang merupakan titik tolak suatu pengembangan struktur dalam matematika.
Dengan demikian tidaklah salah kalau orang mengatakan bahwa “berhitung” itu amat penting
dan mendasar. Di Indonesia setelah penjajahan Belanda dan Jepang, digunakan ostilah “ilmu
pasti” untuk matematika. Dalam penyelenggaraan di sekolah digunakan berbagai istilah
cabang matematika, seperti ilmu ukur, aljabar, trigonometri, goniometri, stereometri, ilmu
ukur lukis, dan sebagainya. Ini berakibat antara lain matematika seolah-olah terkotak-kotak
yang saling tidak berhubungan sama sekali. Penggunaan kata “ilmu pasti” menimbulkan
kesan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran tentang perhitungan-perhitungan
yang memberikan hasil yang “pasti” dan “tunggal”. Hal tersebut dapat menimbulkan suatu
“miskonpesi” yang pada waktunya harus dapat ditiadakan. Justru pembelajaran matematika
yang menekankan kepada mengaktifkan siswa.

5
Apakah suatu pengukuran misalkan pengukuran panjang, pengukuran luas,
pengukuran kecepatan, dan sebagainya menunjukkan hasil yang tepat? Jawabannya adalah
tidak. Bilangan yang diperoleh sebagai hasil pengukuran itu adalah hanya suatu pendekatan.
Ini berarti bahwa sangat mungkin diperoleh hasil pengukuran yang berbeda satu sama lain
yang mungkin benar semua sesuai dengan keinginan kecermatan si pengukur. Dewasa ini
matematika sudah berkembang sedemikian rupa sehingga tersulit untuk dapat dikuasai
seluruhnya oleh seorang ahli. Matematika yang selama ini dipelajari di jenjang pendidikan
dasar dan menengah masih hanya bertumpu pada logika yang dikotomik serta himpunan
intuitif yang klasik. Dewasa ini telah berkembang secara luas cabang-cabang matematika
yang tidak lagi hanya bertumpu pada logika dikotomik dan himpuana kalsik, tetapi telah
bertumpu pada logika non-dikotomik serta himpunan non-klasik.

B. Karakteristik Matematika

Bila kita perhatikan kemball istilah matematika yang dikemUkakan di atas, ternyata istilah
matematika didefinisikan tidak terdapat satu pengertian matematika yang tunggal dan
disepakati oleh semua ahli matematka. Meskipun demikian dan semua istilah matematika
terdapat karakteristik yang sama. Karakteristik matematika yang dimaksud adalah
matematika memiliki objek kajian yang abstrak, matematika bertumpu pada kesepakatan,
matematika berpola pikir deduktif, matematika memiliki simbol yang kosong dan arti,
matematika memperhatikan semesta pembicaraan, dan matematika konsisten dalam sistem.

1. Matematika memiliki Objek Abstark


Dalam matematika objek dasar yang dipelalari adalah abstrak, disebut juga objek
mental. Objek matematika itu merupakan objek Pikiran objek matematika itu meliputi
fakta, konsep, operasi atau relasi, dan prinsip. Dasar matematika itulah dapat dlsusun
suatu pola dan Struktur matematika.

a. Fakta

Fakta berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Simbil


bilangan “3” secara umum sudah dipahami sebagai bilangan tiga. Jika disajikan angka “3”
orang sudah dengan sendirinya menangkap maksudnya yaitu “tiga”. Sebaliknya bila
seseorang mengucapkan kata “tiga” dengan sendirinya dapat disimbolkan dengan “3”. Fakta
lain dapat terdiri atas rangkaian simbol. Misalnya “3 + 4” yang dipahami sebagai tiga tambah

6
empat”. Demikian juga “3 x 5 = 15” adalah fakta yang dipahami sebaga, ‘tiga kali lima
adalah lima betas”. Fakta yang agak lebih kompleks adalah, “3 x 5 = 5 + 5 + 5 = 15. Dalam
geometri juga terdapat simbol-simbol tertentu yang merupakan konvensi. Misalnya “II” yang
bermakna “sejajar”, “a” yang bermakna “lingkaran’ dan sebagainya. Dalam aijabar dikenal
(a,b) sebangat pasangan berurutan.

b. Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengkiasifikasikai sekelompok objek. Apakah objek tertentu merupakan contoh konsep
ataukah bukan. “Segitga’ adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan konsep itu Sekumpulan
objek dapat digolongkan sebagai contoh segitiga ataukah bukan contoh. ‘Bilangan ash”
adalah nama suatu konsep yang lebih kompleks. Dikatakan lebih kompleks karena bilangan
ash terdiri atas banyak konsep sederhana yaltu bilangal “satu’, “dua’, “tiga”, dan seterusnya
Dalam matematika terdapat konSep yang amat Penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan
“konstanta”. Konsep tersebut seperti halnya dengari bilangan, terdapat di semua cabang
matematika. Banyak konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks Misalnya
“matriks” “vektor”, “group”, dan “ruang metrik”.

Konsep berhubungan erat dengari definisi. DefinIsi adalah ungkapan yang membatasi
suatu konsep. Dengan adanya definisi orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau
lambang dan konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa yang dimaksud
dengan konsep tertentu. Konsep trapesium misalnya bila dikemukakan dalam definisi
“trapesium adalah segiempat yang tepat sepaSang sisinya sejajar’. Konsep trapesium dapat
juqa dikemukakan dengan definisi lain, misalnya “trapesium adalah Segiempat yang teiladi
fika sebuah segitiga dipotong oleh sebuah garis yang Sejajar dengan salah satu sisinya”.
Kectua definisi trapesium di atas memiliki isi kata atau makna kata yang berbeda tetapi
mempunyai jangkauan yang sama. Kedua definisi Itu dikatakan memiliki “intensi” yang
berbeda tetapi memiliki “ekstensi” yang sama. Kesamaan ekstensi itu dapat diuji dengan
pertanyaan Manakah trapesium menurut pertama yang tidak termasuk dalam trapesium
menurut definisi kedua, dan sebaliknya”? Ekstensi suatu definisi juga berarti “‘himpunan
yang tertangkap oleh definisi itu”. Definisi pertama digolongkan dalam definisi analitis yaitu
definisi yang menyebutkan genus proksimum (genus terdekat) dan diferensia spesifika
(pembeda khusus). Sedangkan definisi kedua digolongkan kepada definisi genetik yaltu

7
definisi yang menyebutkan bagaimana konsep itu terbentuk atau terjadi. Jenis definisi ketiga
adalah definisi dengan rumus. Misainiya, n! = n(n-1)!
c. Operasi
Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika
yang lain. Sebagai contoh, “penjumlahan”, perkalian”, “gabungan’, “irisan”. Unsur-unsur
yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi
yaltu relasi khuSuS, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dan satu
atau lebih elemen yang diketahui. Semesta dan elemen-elemen yang diketahui maupun
elemen yang diperoleh dapat sama tetapt dapat Juga berbeda. Elemen tunggal yang diperoleh
disebut hasil operaSi, sedangkan satu atau lebih elemen yang diketahUl disebut elemen yang
dioperaSikan. Dalam matematika dikenal macam-macam operas’ yaitu “operaSi uner’,
operasi biner, “operasi temer dan sebagalnva tergantung dan banyaknya elemen yang
dioperaSikan. penjumlahan adalah operaSi biner karena elemen yang dioperasikan ada dua.
Tetapi “akar lima’ adalah operasi uner karena elemen yang dioperasikan hanya satu. dalam
himpunan dikenal operasi “gabungan” adalah operasi biner tetapi “komPlemen” adalah
operasi uner. seringkali operasi juga disebut “skIll” bila yang ditekankan adalah
keterampilan.
d. Prinsip
PrinsiP adalah objek matematika yang kompleks. Prinsip dapat terdiri atas beberaPa
fakta, beberaPa konseP yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi.Secara sederhana
dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika.
Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat” dan sebaganYa.
2. Matematma BertUmPu pada Kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan
yang sangat mendasar adalah aksloma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk
menghindarkan berputar-putar dalam, pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan
untuk menghinda berputar-PUtar dalam pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat
ataupun pemyataan pangkal. Sedangkan konsep primitif yang juga disebut sebagai undefined
term ataupun pengertian pangkal tidak perlu didefinisikan. Beberapa aksioma dapat
membentuk suatu sistem aksioma, yang selanjutnja dapat menurunkan berbagai teorema.
Dalam aksioma tentu terdapat konsep primitif tertentu. Dan satu atau lebih konsep primitif
dapat dibentuk konsep baru melalu pendefinisian.
3. Matematika Berpola Pikir Deduktif

8
Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola berpikir deduktif. Pola pikir
deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat
umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir deduktif ini
dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat terwujud dalam bentuk
yang tidak sederana. sebagai contoh seorang siswa sd sudah mengerti makna konsep persegi”
yang diajarkan gurunya. suatu hari siswa tersebut melihat berbagai bentuk pigura yang
terdadapat dalam suatu pameran lukisan. Saat itu dia dapat menunjukkan pigura yang
berbentuk persegi dan yang bukan persegi. Ini berarti bahwa siswa tersebut telah menerapkan
pemahaman umum tentang persegi ke dalam situasi khusus tentang pigura-pigura tersebut.
Jadi siswa itu pada waktu menunjuk pigura sebagai persegi telah menggunakan pola pikir
deduktif yang tergolong sederhana. Banyak teorema dalam matematika yang ditemukan
melalui pengamatan-pengamatan khusus, misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil
pengamatan tersebut dimasukkan dalam suatu struktur matematika tertentu maka teorema
yang ditemukan itu harus dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan
teorema dan definisi terdahulu yang diterima sebagai benar.
4. Matematika Memiliki Simbol yang Kosong dan Arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa
huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk
suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan,
bangun geometri tertentu, dan sebagainya. Huruf-huruf yang dipergunakan dalam model
persamaan, misalnya x + y z belum tentu bermakna atau berarti bhlangan. Demikian juga
tanda + belum tentu berarti operasi tambah untuk dua bilangan. Makna huruf dan tanda itu
tergantung dan permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. Jadi secara umum
huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dan anti, terserah kepada yang akan
memanfaatkan model itu. Kosong arti simbol maupun tanda dalam model-model matematika
itu justru memungkinkan intervensi matematika ke dalam berbagai pengetahuan.
5.. Matematika Memperhatikan SemeSta Pembicaraan
Sehubungan dengan uraian tentang kosong anti simbol-Simbol dan tanda-tanda dalam
matematika di atas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam menggunakan matematika
diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakal. Bila lingkup pembicaraan
blangarl, maka simbOIsimbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraan transformasi
maka simbolsimbol itu diartikan suatu transformaSi. LingkuP pembicaraan itulah yang
disebut dengan semesta pembicaraan. Benar atau salah ataupun ada tidaknya penyelesaian
suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraan. Dalam semesta

9
pernbicaraan blangan bulat, terdapat 2x = 5 Adakah penyelesaiamya kalau diselesaikan
seperti biasa tanpa menghiraukan semestanya akan diperoleh hasil X = 2,5. Tetapi kalau
sudah ditentukan bahwa semesta pembicaraannya bilangan bulat maka jawab x = 2,5 adalah
salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jad jawaban yang sesuai dengan semestanya
adalah “tdak ada jawabannya atau penyelesaiannya tidak ada. Sering juga dikatakan bahwa
himpunan penyelesaiannya adalah “himpunan kosong”. Dalam semesta pembicaraan vektor
di bidang datar, terdapat model x + b = c. Disin’ jelas bahwa huruf-huruf yang digunakan itu
tidak dartikan bilangan, tetapi harus diartika vektor. Sehingga untuk menentukan
penyelesaiannya diperlukan cara yang berbeda dengan bilangan. Cara yang digunakan adalah
dengan menggunaka gambar sebuah segitiga.
6. Matematika Konsisten dalam Sistem
Dalam matematika terdapat banyak Sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu
sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal dikenal
Sistem-sistem aijabar sistem-sistem geometri. Sistem aijabar dan sistem geometri tersebut
dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi di dalam Sistem aijabar sendin terdapat
beberapa sistem yang lebih kecil yang terkait satu sama lain. Demikjan juga dalam sistem
geometri, terdapat beberapa sistem yang kecil yang berkaitan satu sama lain. Dalam aljabar
terdapat sistem aksiorna dad group, sistem aksioma dan ring, dan sebagajnya Masing-masg
sistem aksioma itu memiliki keterkaitan tertentu. Demikian juga dalam sistem geometri
terdapat sistem geometri netral, sistem geomerj Euclides, dan SiStem geometri non-Euclides.
Sistem geometri itu memiliki kaitan tertentu juga. Di kdalam masingmaSing sistem dan
strukturnya itu berlaku dan struktumya tersebut tidak boleh terdapat kontradiksi. Suatu
teorema ketaatan atau konsistensi ini juga dikatakan bahwa dalam Setiap
ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai kebenarannya. Kalau telah
ditetapkan atau disepakat bahwa a + b = x dan x + y = p maka a + b + y harus sama dengan p

Tetapi antara sistem atau struktur yang satu dengan sistem atau struktur yang lain
tidak mustahil terdapat pernyataan yang intensinya saling kontradiksi. Sebagai akibat dan
adanya sistem geometri Euclides dan sistem geometrl non-Euclides dijumpai dua pernyataan
yang kontradiktif. Teorema “Jumlah besar SudUt-sudut sebuah segitiga adalah seratus
delapan puluh derajat” dalam sistem geometri Euclides. Sedangkan teorema “jumlah besar
sudut-sudut sebuah segitiga Iebih dan seratus delapan puluh derajat” dalam sistem geometri
non-Euclides. Kedua teorema itu benar dalam masing-masing sistem dan struktumya. mi

10
berartl kalau teorma “jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga adalah seratus delapan puluh
derajat” dimasukkan dalam sistem geometri non-Euclides akan menimbulkan kontradiksi.
Demikian pula halnya teorema “Jumlah besar sudut-sudut sebuah segitiga adalah seratus
delapan puluh derajat” dimasukkan dalam sistem geometri Eudide. Hal-hal semacam itulah
yang tidak dibenarkan terdapat dalam matematika.

C. Matematika sebagai suatu Struktur

Matematika dapat pula dipandang sebagai suatu struktur dan hubungan-hubungan


yang mengaitkan simbol-simbol. Pandangan ini bertolak dan pemikiran dasar tentang
bagaimana matematika itu disusun atau dibentuk dan apa yang disusun. Matematka terbentuk
sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran
(Ruseffendl, 1980). Simbol atau notasi dalam matematika mempunyali peranan yang sangat
penting. Adanya simbol-simbol, komunikasi dan ide-ide dalam matematika dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Namun penlu disadari bahwa adanya simbol-simbol dalam
matematika menjadi matematika suatu hal yang abstrak, karena simbol matematika pada
hakekatnya merupakan abstraksi dan idealisasi dan ide-ide, benda-benda, dan hubungan-
hubungan. Dengan demikian tentunya matematika berkenaan dengan objek yang abstrak
yang merupakan hasil abstraksl dan idealisasi dan ide-ide, benda-benda dan oleh karenanya
untuk dapat memahami matematika sangat diperhikan kemampuan berpikir abstrak. Simbol-
Simbol dalam matematika sangat membantu memanipulasi aturanl aturan atau rumus-rumus
yang berlaku dalam struktur. Aturan-aturan atau rumus-rumus dalam matematika merupakan
wujud dan keterkaltan simbol simbol.
Terbentuknya suatu konsep baru dalam matematika melalui serangkaian proses
berikut, adanya simbol-Simbol dalam matematika dapat dilakukan simbolisasi dan ide-ide,
adanya simboilsasi dapatkan fasilitas komunikasi dan dan komunikasi diperoeh informasi-
informasi, selanjutnya dari informasi-informasi tersebut dapat dibentuk konsep-konsep baru.
Produk akhir dan pembentukan konsep yang dem,kiarl ternyata menghasilka matematika
sebuah itmu yang tersusun secara hirarkhis, logis dan sistematis dan konsep yang sederhana
sampai pada konsep yang kompleks. Oleh karenanya pemahaman tentang keterkaitan antar
simbol-simbol menjadi suatu kemampuan yang mendasar, yang harus dimiliki untuk
memahami matematika. Selain keterkaitan antar simbol-simbol, tentunya yang Iebih penting
dan lebih mendasar adalah pemahaman mengenai simbol itu dan apa yang disimbolisasikan
oleh simbol itu. Sebenamya disinilah kemampuan abstraksi seseorang pada awalnya berperan

11
dalam memahami matematika. Dalam prosesnya, ide yang termuat dalam suatu simbol harus
dicerna atau dipahami lebih ciahulu sebelum ide tersebut disimbolkan sehingga penggunaan
simbol tidak mengalami kekeliruian. Kekeliruai penggunaan simbol dalam maternatika
sangat membahayakan karena kekeliruan dalam penggunaan simbol akan mengakibatkan
kekeliruan dalam memanipulasi simbol-simbol selanjutnya akan mengakibatkan kekeilruarn
dalam memanipulasi aturan-aturan atau rumus-rumus pada tahap-tahap berikutnya. Oleh
karenanya kemampuan prasyarat sangat menentukan dalarn memahami konsep-konsep yang
Iebih kompleks.

D. Matematika sebagai suatu Kumpulan Sistem

Matematika seningkali dipandang sebagai suatu kumpulan sistem matematika.


Pandangan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa matematika merupakan seketompok dan
bagian-bagian, artinya matematika dapat dibagib agi. OIeh karena itu, kita sering mendengar
istilah sistem matematika, bidang matematika dan rumpun matematika. Ketiga pengertian it
mengandung pengertian yang sama. Sistem atau bidang atau rumpun matematika memuat
cabang-cabang matematika. Sebagai kumpulan sistem, matematika dibagi menjacli lima
bidang, yattu aritmetika, geometri, aijabar, analisis, dan dasar matematika (Tambunan, 1987).
Dalam pengertian ini aritmetika adalah teori bilangan dan dasar matematika memuat dasar-
dasar logika dan oleh para ahli matematika dasar-dasar logika inilah yang berperari sebagai
tali pengikat bidang yang satu dengan bidang yang lain. Dan setiap bidang tersebut
mempunyai struktur sistem masing-masing, yang masingnmasing struktur bagian dan suatu
bidang yang disebut sebagai cabangmcabang matematika. Sejalan dengan perkembangan
matematika muncullah cabang-cabang baru, misainya topologi bidang geometri. Dengan
demikian matematika dapat digambarkan sebagai pohoh dengan semua cabang cabangnya,
dan dasar-dasar logika sebagai akarya. Walaupun dalam matematika terdapat banyak cabang
tetapi tetap memiliki sifat yang sama yaltu bersistem deduktif, bersifat konsisten dalam arti
bebas dan kontradiksi di dalamnya.

E. Matematika sebagai suatu Sistem Deduktif

Sebagai suatu sistem deduktif, matematika memuat sekumpulan unsur atau relasi yang tidak
didefinisikan yang disebut pengertian pangkal atau pengertian primitif atau definisi dasar, memuat
sekumpulan definisi, memuat sekumpulan asumsi atau aksioma atau postulat serta memuat
sekumpulan teorema atau dalil. Dalam geometri misatnya, “titik” sebagal unsur yang ticiak
didefinisikan dan “keantaraan” sebagal relasi yang tidak didefinisikan Dalam teori himpunan

12
“elemen” merupakan unsur yang tidak didefinslkan dan “keantaraan” sebagai relasi yang tidak
didefinisikan. Pengertian pangkal tersebut digunakan sebagal dasar komunikasi dalam
mendefIriS1kan unsuru nsur yang lain. Dengan definisi-definiSi memungklnkan untuk memberikan
nama atau penjelasan mengenal unsur-unSur lain sehubungan dengan pengertian pangkal yang
bertaku dalam suatu bidang yang sesuai. Mlsalnya, adanya pengertian pangkal dalam geometri dapat
didefiniSikan unsur-unsur lain dalam geometri.
Dalam matematika terdapat pernyataan-pernyataan yang menunjukkan relasi-relasi dasar antara
unsur-unsur pokok yang dapat diterima kebenarannya tanpa bukti yang selanjutnya disebut asumsi
dasar atau aksioma atau postulat. Aksioma aksioma dalam matematika memiliki sifat konsisten dalam
arti tidak terdapat pertentangan di dalamnya dan bebas syarat artinya harus hanya ada satu
representast dan jika terdapat dua maka keduanya harus isomorfic.

Dengan berlandaskan pengertian pangkal, definisi-definisi dan aksioma-aksioma


diturunkan atau dikembangkan teorema-teorema dengan menggunakan proses penalaran yang
logis, sistematis, konsisten, kritis dan disiplin yang diikuti secar ketat. Dengan demikian
suatu teorema dan himpunan pengertian pangkal, definisi atau aksioma seperti dikemukakan
di atas disebut deduksi. Teorema-teorema dalam matematika juga harus bersifat konsisten
dan bebas syarat. Oleh karena proses penurunan teorema-teoremanya dilakukan secara
deduksi dengan landasan dasar pengertian pangkal, definisi-definisi dan aksioma-aksioma
yang bersifat konsisten dan bebas syarat seperti di atas maka matematika mempunyai struktur
yang kokoh dalam arti tidak mudah diombang-ambingkan oleh pemikiran lain, mempunyai
struktur yang sistematis dan konsisten. Karena proses penurunan setiap teoremanya
dilakukan secara deduktif maka, matematika sering disebut sebgai ilmu deduktif.

F. Matematika sebagai Ratu Ilmu

Matematika sering kali dipandang pula sebagai bahasa atau alat yang akurat untuk
menyelesaikan masalah-masalah social, ekonomi, fisika, kimia, biologis dan teknik. Sebagi
bahasa atau alat, matematika melayani ilmu-ilmu lain, peran inilah yang digunakan sebagai
alasan orang menyebut matematika dengan julukan queen of science (ratu ilmu). Bagaimana
orang memerankan atau menggunakan matematika pada ilmu-ilmu lain sebenarnya sangat
tergantung pada kemampuan orang yang menggunakannya.

Terhadap perkembangan matematika sendiri, peran ini memberikan dampak yang


cukup baik. Oleh karena perkembangna ilmu-ilmu lain dan tekhnologi mendorong
perkembangan metematika itu sendiri dan sebaliknya adanya matematika beserta
perkembangan mendorong perkembangan ilmu-ilmu lain dan teknologi. Hanya saja
13
perkembangan matematika tidak sepenuhnya tergantung pada perkembangan ilmu lain
maupun teknologi.

Matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah di luar matematika atau


masalah nyata, mula-mula dilakukan dengan menerjemahkan permasalahan itu ke dalam
masalah matematika. Masalah matematika hasil terjemahan dari masalah nyata ini disebut
model matematika. Setelah model terbentuk masalah itu tidak lagi merupakan masalah
matematika ini diselesaikan secara matematika dengan menggunakan aturan-aturan yang
berlaku dalam matematika. Setelah masalah matematika tersebut diselesaikan, kemudian
hasil akhir dari penyelesaian tersebut diterjemahkan kembali ke dalam bidang permasalahan
semula. Dengan demikian dalam menyelesaikan masalah di luar matematika diperlukan tiga
tahapan, yaitu tahap pembentukan model, tahap penanganan model, dan penerjemahan hasil.

Pada tahap pembentukan model, model dirumuskan melalui pembuatan asumsi


dengan melakukan penghampiran dan pengidealan yang didasarkan pada eksperimen dan
penganmatan serta hokum-hukum yang berlaku pada bidang permasalahan semula, rumusan
yang diperoleh disajikan dengan menggunakan istilah dan pengertian dalam matematika yang
diwujudkan dengan symbol, mulai yang berbentuk tersebut harus diusahakan berupa model
yang dapat ditanggulangi. Pada tahap penanganan model, dilakukan penganalisaan terhadap
model yang murni merupakan pekerjaan matematika dalam matematika. Pada tahap
penerjemahan hasil hanyalah merupakan pekerjaan membahasakan kembali symbol
matematika hasil pada tahap kedua ke dalam bahasa permasalahan semula.

Matematika sebagai alat lebih banyak berperan dalam tahap penanganan model.
Proses tersebut menperhatikan adanya unsur penerjemahan bahasa dari bahasa ilmu dimana
permasalahan semula berada ke bahasa matematika dan sebaliknya. Dalam proses ini
melibatkan besaran-besaran dan hokum-hukum yang berlaku dalam bidang permasalahan
semula. Sebagai contoh, jika permasalahan semua bidang biologi maka besaran-besaran dari
hukum yang terlibat adalah besaran-besaran darn hukum-hukum biologi, dan sebagainya.

Besaran-besaran yang muncul dapat diklasifikasikan ke dalam besaran tetap disebut


konstanta dan besaran-besaran yang berubah-ubah disebut variabel. Besaran yang berubah-
ubah ini dibedakan menjadi besaran yang berubah secara bebas disebut variabel bebas dan
besaran yang berubah hanya jika variabel lain berubah yang disebut variabel tidak bebas.
Penerjemahan dari masalah di luar matematika ke dalam masalah matematika menghasilkan

14
keterkaitan antar simbol-simbol yang mewakili variabel-variabel. Masalah terakhir ini
merupakan masalah matematika dalam matematika.

Dari sudut dapat dimanfaatkan atau tidaknya matematika dalam ilmu lain atau
teknologi sering orang menggolongkan matematika atas dua golongan yaitu golongan
matematika terapan dan golongan matematika murni. Secara sederhana matematika terapan
adalah matematika yang tidak dapat digunakan di luar matematika. Namun sejauh mana
orang mampu menggunakan matematika atas kedua golongan di atas sangatlah relatif.

15
BAB 3 HAKEKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A. Pengertian Pembelajaran Matematika

Padanan istilah “pembelajaran” adalah istilah ‘instruction”. Istilah “instruction” merujuk


pada proses pengajaran berpusat pada tujuan yang dalam banyak hal dapat direncanakan
sebelumnya (Romiszowski, 1981). Oleh sebab itu istilah ‘instruction” sering diartikan
sebagai proses pembelajaran yaitu proses membuat siswa melakukan proses belajar sesuai
dengan rancangan. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2003). Secara umum Gagne dan Briggs yang
dikutip Gredler (1991) melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang bertujuan untuk
membantu orang belajar. Secara lebih rind Gagne yang dikutip Gredler (1991)
mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang
untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang bersifat internal. Pengertian
hamper sama dikemukakan Corey yang dikutip Miarso, dkk (1977) bahwa pembelajaran
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon
terhadap situasi tertentu.

Dari pengertian pembelajaran di atas menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada


kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu pada
hakekatnya pembelajaran metematika adalah proses yang sengaja dirancanh dengan tujuan
untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar
matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang pada siswa untuk berusaha
dan mencari pengalaman tentang matematika.

Pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan
untuk menciptakan suasana lingkungan kelas atau sekolah yang memungkinkan kegiatan
siswa belajar matematika sekolah. Unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru
sebagai salah satu perancang proses, proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan
belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah
satu mata pelajaran.

Konsepsi pembelajaran matematika yang dikemukakan Demunth (1976) dan Maier


(1985) yang dikutip Ismail (1988) dapat dibeda-bedakan tetapi dalam pelaksanaan dapat

16
dikombinasikan antar antar satu dengan yang lain. Konsepsi pertama, pembelajaran
matematika berorientasi pada dunia sekeliling. Konsepsi ketiga, pembelajaran matematika
sebagai sistem dengan melatih siswa untuk menemukan sesuatu secara mandiri. Konsepsi
keempat, pembelajaran matematika berorientasi pada matematika sebagai alat.

Guru dan siswa sebagai suatu unsur manusia yang tentunya memuat begitu banyak
unsur-unsur manusiawi (kemampuan, ketermapilan, filsafat hidup, motivasi, dan lain-lain)
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Materi matematika sekolah satu dengan yang lain
juga mempunyai ciri-ciri berbeda. Adanya perbedaan tersebut, pembelajaran matematika
memerlukan siasat, pendekatan, metode, dan teknik yang bermacam-macam. Demikian
banyak variabel yang terlibat dalam pembelajaran matematika sekolah sulit diidentifikasi,
berdampak pada proses pembelajaran matematika yang dirancang guru yang dalam
pelaksanaan dikelas melibatkan banyak siswa berbeda untuka suatu topik bahkan untuk setiap
bagian topiknya. Variabel tersebut juga saling terkait, namun bagaimana keterkaitan antara
variabel tersebut biasanya sangat sulit dijelasakan. Dengan demikian jelaslah bahwa
pembelajaran matematika suatu sekolah merupakan suatu proses yang sangat kompleks.

B. Matematika Sekolah

Matematika sekolah sebagai salah satu unsur dalam pembelajaran matematika


diseoklah dipandang sebagai salah satu mata pelajaran. Kedudukan mata pelajaran
matematika di sekolah demikian penting. Matematika yang diberikan di jenjang pendidikan
dasar dan menengah disebut matematika sekolah. Matematika sekolah adalah unsur-unsur
atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada
kepentingan pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini
menunjukkan bahwa matematika sekolah tidak sepenuhnya sama dengan matematiika
sebagai ilmu. Dikatakan tidak sepenuhnya sama karena memiliki perbedaan antara lain dalam
penyajian, pola pikir, keterbatasan dan tingkat kebstrakan.

1. Penyajian Matematika Sekolah

Buku matematika yang tidak untuk jenjang persekolahan dan sudah memuat cabang-
cabang matematika tertentu, biasanya sudah lansung memuat definisa kemudian teorema atau
bahkan diawali dengan aksioma. Matematika sekolah tidak demikian. Penyajian atau
pengungkapan materi matematika yang akan disampaikan disesuaikan dengan perkiraan
perkembangan intelektual siswa. Mungkin dengan mengaitkan bahan ajar matematika itu

17
sendiri. Jadi penyajian matematika sekolah seringkali tidak langsung berupa bahan ajar
matematika informal yang biasanya diterapkan di jenjang Taman Kanak-Kanak dengan
bentuk permainan ataupun nyanyian.

2. Pola Pikir Matematika Sekolah


Pola pikir matematika sabagai ilmu adalah deduktif. Sifat atau teorema yang ditemukan
secara deduktif atau empirik harus kemudian dibuktikan kebenarannya dengan langkah-
langkah deduktif sesuai dengan strukturnya. Dalam matematika tidaklah demikian. Meskipun
siswa pada akhirnya tetap diharapkan mampu berpikir deduktif, namun dalam proses
pembelajaran dapat digunakan pola pikir indutif. Pola pikir indutif yang didunakan
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa.
3. Keterbatasan Semesta
Sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen matematika untuk matematika sekolah
dengan memperhatikan aspek pendidikan, dapat terjadi penyederhanaan dari konsep
matematika yang kompleks. Pengertian semesta pembicaraan tetap diperlukan, namun
mungkin sekali lbih dipersempit. Selanjutnya semakin meningkat usia siswa, yang berarti
meningkat juga tahap perkembangannnya maka semesta itu berangsur diperluas lagi.
4. Tingkat Keabstrakan Matematika Sekolah
Objek matematika adalah abstrak. Sifat objek abstrak matematika tersebut tetap ada pada
matematika. Hal itu merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru matematika
membelajarkan siswa dalam dalalm matematika sekolah. Seorang guru matematika harus
berusaha untuk mengurangi sifat abstrak dari objek matematika itu sehingga memudahkan
siswa menangkap mata pelajaran matematika di sekolah. Dengan kata lain seorang guru
matematika, sesuai dengan perkembangan penalaran siswa, harus mengusahakan agar fakta,
konsep, operasi ataupun prinsip dalam matematika itu terlihat konkret. Di jenjang sekolah
dasar, sifat konkret objek matematika itu diusahakan lebih banyak atau lebih besar dari pada
di jenjang sekolah yang lebih tinggi. Jadi pembelajaran tetap diarahkan kepada pencapain
kemampuan berpikir abstrak pada siswa.
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan
peenyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecah masalah melalui pola pikir
dan alat matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik dan diagram
dalam menjelaskan gagasan. Pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih dan
menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten, serta
mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah.

18
Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar
matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah (1) menunjukkan pemahaman
konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep
danmengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam
pemecahan masalah, (2) memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah, (3) menggunakan
penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (4)
menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat membuat (merumuskan), menafsirkan
dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, dan (5) memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Kemampuan matematika yang dipilih dalam standar kompetensi mata pelajaran sekolah
dasar dan madrasah ibtidaiyah dirancang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa
dengan memperhatikan perkembangan pendidikan matematika di dunia sekarang ini. Untuk
mencapai kompetisi tersebut dipilih materi-materi matematika dengan memperhatikan
struktur keilmuan, tingkat kedalaman materi, serta sifat esensial bahan ajar dan
keterpakaiannya dalam kehidupan sehari-hari. Secar rinci, standar kompetensi mata pelajaran
matematika sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah tercantum pada Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Kurikulum 2004.
C. Proses Pembelajaran Matematika

Proses pembelajaran secara umum dapat dipandang sebagai suatu sistem gambar
dibawah ini.

INSTRUMENTAL

Proses

MASUKAN Pembelajaran KELUARAN

LINGKUNGAN
19
Pada gambar di atas terlihat bahwa proses pembelajaran dipengaruhi tiga komponen
utama, yaitu masukan (siswa), lingkungan, dan instrumental (guru, kurikulum, bahan ajar,
model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan sebagainya).

1. Siswa

Siswa sebagai subjek yang menjadi sasaranpembelajaran matematika. Karena itu


keberhasilan siswa mengikuti proses pembelajaran matematika mungkin datang dari diri
siswa itu sendiri. Bahkan siswa dijadikan sebagai kambing hitam ketidakberhasilan dalam
berbagai ujian. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa mempelajari matematika yang
berasa! dari dalarn diri siswa sendiri meliputi dua aspek yaitu aspek fisiologis dan aspek
psikologis (Syah, 1995).

Kondisi umum jasmani dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalarn
mengikuti pembelajaran matematika. Misalnya, kondisi organ tubuh yang lemah, apaiagi jika
disertai sakit kepala, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga bahan ajar
matematika yang dipelajari siswa itu pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ khusus
siswa seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat
mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran maternatika. Untuk
rnengatasi kernungkinan timbulnya masalah mata dan telinga siswa adalah denigan
menempatkan mereka di deretan bangku terdepan secara bijksana

Aspek psikologis siswa yang turut mempengaruhi proses pembelajaran matematika antara
lain adialah tingkat kecerdasan, sikap, bakat, miriat, dan motivasi belajar n-iatematika siswa
(Syah, 1995). Tingkat kecerdasan siswa sangat rnenentukan tingkat keberhasilan belajar
siswa mempelajari matematika. Sikao siswa terhadap matematika dapat berupa sikap positif
dan negatif. Siswa .yang memiliki sikap positif terhadap matematika merupakan pertanda
awal yang baik bagi proses pembelajaran matematika. Sebaliknya, sikap negatif siswa
terhadap matematika dapat menimbulkän kesulitan belajar siswa mempelajari matematika.
Bakat diartikan sebagai kemampuan siswa untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak
bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (Syah, 1995). Misalnya, seorang siswa yang
berbakat dalam matematika akan jauh lebih mudah menyerap informasi pengetahuan dan
keterampilan yang berhubungan dengan matematika dibandingkan dengan siswa tainnya.
Secara sederhana, minat belajar matematika siswa berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap matematika. Minat dipengaruhi oleh
pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan (Reber 1988). Misalnya,

20
seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan
perhatiannya lebih banyak daripada Siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian
yang intensif terhadap bahan ajar matematika itulah yang memungkjn siswa tersebut untuk
belajar lebih giat, dan akhimya mencapa, prestasi, belajar matematika yang diinginkan.
Motivasi belajar matematika siswa dapat dibedakan menjacli dua macam yaitu motivasi
instrins,k dan motivas, ekstrjnsjk Motivasi, instrinsik adalah motivasi yang timbul dan dalam
diri siswa itu sendiri. Misalnya, siswa mengerjakan tugas matematika karena memang ia
berminat untuk menclalami matematika. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul
karena ada stimulus dan luar. Misalnya, siswa mengerjakan tugas matematika untuk
mendapatkan rnlai baik dalam matematika

2. Lingkungan

Komponen lain yang tidak mungkin lepas sama sekali pengaruhnya terhadap
pembelajaran matematika adalah lingkungan. Komponen lingkungan mi adalah lingkungari
fisik maupun nori-fis;k yang berada di sekitar sekolah. Sekolah yang berlokasi dalam
hngkungan pedesaan mungkin memerlukan penangann yang berbeda dengan sekolah yang
berlokasi berada dalam Iingkungan perkotaan, meski tidak dalam semua hal harus berbeda.
Perbedaan itu mungkin dalam bentuk fisik dalam arti sarana dan prasarana, tetapi mungkin
juga perbedaan itu dalam bentuk non-fisik dalam arti wawasan ataupunkebutuhan
masyarakatnya atas keberadaan sekolah tersebut.

Tuntutan yang datang dan Iingkungan tersebut akan berpengaruh atau memang malah
perfu dimanfaatkan dalam proses pembelajaran matematika. Bahan atau kenyataan yang
diangkat dan Iingkungan untuk kepentingan pembelajaran matematika itulah yang dewasa ni
banyak dikaji atau diteliti di beberapa negara, meski disaclari tentang keabstrakan objek
matematika. Pembelajaran matematika yang dibangun bertumpu atas bahan atau kenyataan
yang diangkat dan lingkungan itulah yang dewasa mi disebut dengan matematika realistik
atau matematika kontekstual. Usaha tersebut tidak dengan sendirinya akan menghapuS semua
sumber kesulitan belajar matematika siswa. Namun demikian dapat juga dipandang sebagai
upaya untuk memperlancar pemahaman siswa dalam belajar matematika.

3. Bahan Ajar Matematika

21
Untuk bahan ajar matematika, perlu disadari benar bahwa terdapat dua bagian penting
yang harus terlebih dahulu dipahami benar. Bagian pertama adalah matematika sebagai ilmu
dan bagian kedua adalah matematika sekolah. Matematika sebagai ilmu memiliki
karakteristik adalah objek kajian matematika adalah abstrak, matematika bertumpu pada
kesepakatan, matematika memiliki pola pikir deduktif, matematika memiliki simbol kosong
arti, dan matematika dijiwai oleh kebenaran yang konsisten.

Meskipun pada dasamya tidak dapat dilepaskan dari karakteristik matematika itu sendiri
sebagai ilmu, namu perlu disesuaikan dengan perkembangan inteiektual siswa di masing-
masing jenjang pendidikan itu. Sifat deduktif tetap diperlukan tetapi dalam pembelajaran
matematika dimungkinkan pola pikir induktif untuk mempermudah siswa belajar. Upaya
mempermudah siswa menerima bahan ajar matematika dapat dilakukan dengan berbagai
cara, namun umumnya dengan menyederhanakan bahasa yang digunakan serta
mempersempit semesta pembicaraan. Hal itu antara lain dapat dilihat dari batas-batas
bilangan yang diberikan kelas Sekolah Dasar.

Aspek lain dari matematika sekolah yang perlu juga mendapat perhatian adalah tujuan
pembelajaran matematika. Sejalan dengan kecenderungan intemasional tujuan pembelajaran
matematika dapat digolongkan menjadi dua bagaian. Bagian pertama, tujuan pembelajaran
matematika bersifat formal dan bagian kedua, tujuan pembelajarai matematika bersifat
material. Tujuan pembelajaran matematika bersifat formal menitikberatkan kepada penataan
nalar dan pembentukan kepribadian siswa. Tujuan pembelajaran matematika bersifat material
menitikberatkan kepada kemampuan dan keterampilan memecahkan masalah matematika
atau dengan matematika. Dalam mengarahkan pembelajaran matematika sehingga dapat
rnencapai tujuan-tujuan tersebut sangat mungkia memunculkan kesulitan belajar matematika.
Langkah yang perlu diambil adalah membuat rancangan pembelajaran secara hati-hati.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka tujuan pembelajaran khusus perlu dikembangkan
sehingga tidak sekedar mengarah kepada aspek kognitif tetapi juga perlu terarah kepada
aspek afektif dan psikomotor.

Matematika yang berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol itu tersusun secara
hirarkis dengan penalaran deduktif sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan
mental yang tinggi. Mempelajari konsep B yang mendasarkan kepada konsep A, seorang
siswa perlu memahami lebih dulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin

22
siswa itu memahami konsep B. Ini berarti bahwa mempelajari matematika haruslah bertahap
dan berurutan serta mendasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu.

Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol maka konsep-konsep
matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum simbolsimbol itu. Seorang siswa lebih
mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada ape yang telah diketahui siswa
itu. Karena itu untuk mempelajari suatu bahan ajar matematika yang bare, pengalaman
belajar yang lalu dari seorang siswa itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar bahan
ajar matemaitka tersebut.

Karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika yang terputus-putus akan
mengganggu terjadinya proses belajar matematika. Ini berarti proses belajar matematika akan
terjadi dengan lancar bile belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu. Di dalam proses belajar
matematika, terjadi juga proses berpikir, sebab seorang siswa dikatakan berpikir bile siswa itu
melakukan kegiatan mental dan siswa yang belajar matematika mesti melakukan kegiatan
mental. Dalam berpikir itu, siswa itu menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian
informasi yang telah direkarn di dalam pikiran siswa itu sebagai pengertian-pengertian. Dar;
pengertian tersebut berbentuklah pendapat yang pada akhimya ditariklah kesimpulan.
Kemampuan berpikir seorang siswa itu dipengaruhi oleh intelegensinya. Dengan demikian
terlihat adanya kaitan antara intelegensi dengan proses belajar matematika.

4. Guru Matematika

Guru matematika berperan dalam usaha membelajarkan siswa sedemikian sehingga


proses pembelajaran matematika dapat berlangsung efektif. Oleh karena itu, lebih balk guru
matematika yang kompeten dengan kurikulum jelek daripada guru matematika yang tidak
kompeten dengan kurikulum baik (Hudojo, 1979). Kornpetensi profesionalisme guru, yang
harus dimiliki oleh guru matematika adalah kompetensi pribadi, kornpetensi kemasyarakatan,
dan kompetensi, proprofesi (Depdikbud 1997). Kompetensi pribadi meliputi kemampuan
seorang guru matematika untuk dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat yang dapat diteladani oleh siswa dan anggota masyarakat pada
urnumnya serta mampu untuk menilai diri sendiri. Kompetensi kemasyarakatan merupakan
kemampuan untuk menempatkan diri sebagai anggota masyarakat dan dapat mengembangkan
hubungan yang baik dan harmonis serta mampu mewujudkan kenjasama dengan semua pihak
yang ikut bertanggung jawab terhadap proses pendidikan dalam rangka mempersiapkan

23
siswa menjadi anggota masyarakat yang baik di masa akan datang. Kompetensi profesi
merupakan guru dituntut merniliki kemampuan dasar teknik edukatif dan administratif
sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik dan akhimya diperoleh hasil pembelajaran
siswa yang optimal.
Kompetensi prolesional guru yang harus dimiliki oleh guru matematika yang berspfat
psikologis adalah kompetensi kognitif, kompetensi afektit, dan kompetensi psikomotor
(Syah, 1995). Kompetensi, kognitif dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu
kategori pengetahuan pendidikan dan keguruan, dan kategori pengetahuan bahan ajar
matematika. Kompetensi kognitif ini merupakan kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh
setlap guru matematika profesional. Dengan kata lain, penguasaan guru maternatika terhadap
bahan ajar matematika harus dibarengi dengan penguasaan guru matematika terhadap
metodologi pembelajaran matematika. Pengetahuan yang berkaitan dengan metodologi
pembelajaran matematika antara lain adaiah hakekat matematika, hakekat pembelajaran
matematika, teori belajar matematika metode pembelajaran matematika, pendekatan
pembelajarar matematika, dan model pembelajaran.

24
BAB 4
TEORI BELAJAR MATEMATIKA

Belajar merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan
tingkah laku yang relatif tetap. Kegiatan yang dimaksud itu dapat diamati dengan adanya
interaksi antara individu dengan Iingkungannya. Di sekolah, perubahan tingkah laku itu
ditandai oleh kernampuari siswa mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilannya. Teori
merupakan prinsip umum yang didukung oeh data dengan maksud untuk rnenjelaskan
sekurnpulan fenomena. Dengan menggunakan teori sebagai dasarnya, kita bentuk hipotesis
yang kemudian kita tes validitasnya dengan melakukan eksperimen. Jadi teori belajar
menyatakan hukum-hukum atau prinsip-prinsip umum yang melukiskan kondisi terjadi
belajar.

Teori belajar ini sangat membantu guru dalam membelajarkan siswa. Dengan
memahami teori belajar, guru akan mernahami proses belajar. Guru mengerti bagaimana
seharusnya memberikan stimulasi sehingga siswa menyukai belajar. Guru juga dapat
memprediksi dengan baik dan beralasan tentang keberhasitan belajar siswa.

A. Teori Belajar Roberta M. Gagne

Teori yang dikemukakan oleh Gagne tergolong ke dalam psikologi tingkah laku atau
psikologi stimulus respon. Menurut Gagne belajar merupakan proses yang rnemungkinkan
siswa mengubah tingkah iaku secara permanen, sedemikian hingga perubahan yang sama,
tidak akan terjadi pada keadaan yang baru. Selain itu Gagne mengemukakan kernatangan
tidak diperoleh melalui belajar karena perubahan tingkah laku yang terjadi merupakan akibat
dari pertumbuhan struktur pada din siswa itu sendiri..

1. Objek Belajar Maternatilka

Gagne menggunakan matematika sebagal sarana untuk menyajikan dan mengaplikasi


teori-teorinya tentang belajar. Menurut Gagne objek belajar matematika terdiri dan objek
langsung dan objek tidak langsung. Objek tak langsung adalah transfer belajar, kemampuan
menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin prinsip dan apresiasi pada struktur
matematika. Objek langsung belajar matematika adalah fakta, keterampilan, konsep dan
prinsip.

a. Fakta
Fakta adalah perjanjian-perjaniian dalam matematika seperti simbol-simbol
matematika, kaitan simbol "3" dengan kata "tiga" merupakan contoh fakta. Contoh lainnya
fakta "+" adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus adalah nama suatu fungsi khusus
dalam trigonometri.

b. Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat.
Misainya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan perkalian pecahan.

c. Konsep

25
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke
dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari merupakan contoh-
contoh konsep dalam matematika.

d. Prinsip

Prinsip merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah sederetan konsep
beserta dengan hubungan di antara konsep-konsep tersebut. Contoh prinsip adalah dua
segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya konvergen.

2. Taksonomi Gagne

Gagne mengembangkan tujuan belajar yang dikenal dengan taksonomi Gagne.


Menurut Gagne tingkah laku siswa yang sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari
belajar. Kita dapat mengkiasifikasikan tingkah laku ini sedemikian hingga dapat diambil
impfikasinya yang bermanfaat daiam proses belajar. Gagne mengemukakan bahwa
penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-
kemampuan atau disebut juga kapabilitas.

Kapasitas merupakan kemampuan yang dimiliki siswa karena is belajar. Kapabilitas


dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan pada puncak membentuk suatu
piramida. Misainya seorang siswa tidak akan dapat menyelesaikan tugas apabila tidak
terlebih dahulu mengerjakan tugas dan b. Piramida tersebut digambarkan seperti berikut ini.

Kapasitas

a b

Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seorang siswa mesti menyelesaikan tugas c dan d
terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b seorang siswa harus menyelesaikan terlebih dahulu
tugas e, f dan g.

Kapasitas

a b

c d e f g

Gagne mengemukakan lima macam hash beiajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu
bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima
kategori kapabilitas yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, sikap dan keterampilan
motorik.

a. Informasi Verbal

Kapabilitas informasi verbal yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisap


engetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi verbal diperoteh secara lisan, membaca buku

26
dan sebagainya. Informasi ini dapat dikiasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi.
Contoh, siswa dapat menyebutkan dalil Pythagoras yang berbunyi "pada segitiga siku-siku
berlaku kuadrat sisi miring sama dengan kuadrat sisi-sisi siku-sikunya".

b. Keterampilan Intelektual

Kapabititas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat


membedakan, menguasai konsep, aturan dan memecahkan masalah. Kemampuan-
kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitasketerampilan intelektual menurut
Gagne dikelompokkan ke dalam delapan tipe belajar yaitu belajar isyarat, belajar stimulus
respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar membedakan, belajar
pembentukan konsep, belajar pembentukan aturan, belajar pemecahan masalah. Kedelapan
tipe belajar terurut dari yang paling sederhana sampai paling kompleks belajar berdasarkan
tingkat kesukaran.

1) Belajar Isyarat

Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul
sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon emosional
pada individu yang bersangkutan. Sebagai contoh sikap guru sangat menyenangkan siswa
sehingga siswa yang mengikuti pelajaran guru tersebut menyenangi pelajaran tersebut.
Contoh lain pada suatu kelas siswa mempalajari geometri, ternyata ada seorang siswa yang
tak dapat mengerjakan soal geometri tersebut dicemoohkan oleh guru. Karena cemoohan
guru tersebut siswa tadi tidak menyenangi pelajaran matematika.

2) Belajar Stimulus Respon

Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda dengan
pada belajar isyarat. Pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati atau disengaja dan
dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghandaki suatu stimulus yang datangnya
dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya otot- otot kamudian diiringi respon yang
dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara stimulus dan respon.
Misalnya siswa menirukan guru menyebutkan persegi setelah gurunya menyebutkan persegi,
siswa mengumpulkan benda persegi setelah diminta olah gurunya.

27
3) Belajar Rangkaian Gerak

Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan
atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian berhubungan erat
dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama. Sebagai
contoh seorang siswa yang sedang menggambar sebuah lingkaran yang pusat dan panjang
jari- jari lingkaran diketahui. Untuk melakukan kegiatan tersebut siswa tadi melakukan
beberapa langkah terurut yang saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan tersebut terdiri dari
rangkaian stimulus respon, dengan langkah- langkah siswa memegang sebuah jangka,
meletakkan salah satu ujung jangka pada sebuah titik yang telah ditentukan menjadi titik
pusat lingkaran tersebut, kemudian mengukur jarak dari titik tadi kemudian meletakkan
ujung jangka lainnya sesuai dengan oanjang jari- jari, dan memutar jangka tersebut sehingga
menjadi sebuah lingkaran yang dimaksud.

4) Belajar Rangkaian Variabel

Pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, sedangkan pada belajar
rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi belajar rangkaian verbal adalah perbuatan
lisan terurut dari kedua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam
satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang
sama. Contoh ketika mengamati suatu benda terjadilah hubungan stimulus respon yang
pertama, setelah itu diikuti dengan asosiasi stimulus respon yang kedua yang memungkinkan
siswa tersebut menamai benda yang diamati tersebut. Contoh dalam matematika, seorang
siswa mengamati sebuah segiempat tegak yang keempat sisinya sama panjang maka nama
segi tersebut adalah persegi.

5) Belajar Membedakan

Belajar membedakan adalah belajar membadakan hubungan stimulus respon sehingga


bisa memahami bermacam- macam objek fisik dan konsep, dalam merespon lingkungannya,
siswa membutuhkan keterampilan- keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan
suatu objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya.
Terdapat dua macam membedakan yaitu membedakan tunggal dan membedakan jamak.

28
Contoh membedakan tunggal, “siswa dapat menyebutkan segitiga sebagai lingkungan
tertutup saderhana yang terbentuk dari gabungan dari gabungan tiga buah ruas garis”. Contoh
membedakan jamak , “siswa dapat menyebutksn perbedaan dari dua jenis segitiga
berdasarkan besar sudut dan sisi- sisinya tersebut pada segitiga berdasarkan besar sudut yang
paling besar adalah sudut siku- siku dan sisi terpanjang adalah sisi miringnya, pada segitiga
sama sisi besar sudut- sudutnya sama begitu pula dengan besar sisi- sisinya sama.

6) Belajar Pembentukan Konsep

Belajar pembentukan konsep adalah mengenal sifat bersama dari benda- benda
konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu. Misalnya untuk memehami
konsep persegi panjang siswa mengamati daun pintu rumah (yang bentuknya persegi
panjang), papan tulis, bimgkai foto (yang bentuknya persegi panjang), dan sebagainya. Untuk
hal- hal tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari belajar dari
membedakan. Belajar membedakan menginginkan siswa dapat membedakan objek- objek
berdasarkan karakteristiknya yang berlainan, sedangkan belajar pembentukan konsep
menginginkan agar siswa dapat mengklasifikasikan objek- objek ke dalam kelompok-
kelompok yang memiliki karakteristik yang sama.

7) Belajar Pembentukan Aturan

Aturan terbentuk berdasarkan konsep- konsep yang sudah dipelijari. Aturan


merupakan pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah teorema, dalil dan sifat-
sifat. Contoh aturan dalam segitiga siku- siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah
kuadrat sisi- sisi siku- sikunya. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan siswa
untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih. Sebagai contoh, terdapat sebuah sagtiga
dengan sisi- sisi siku- sikunya berturut- turut mempunyai panjang 3 cm dan 4 cm, guru
meminta untuk menentukan panjang sisi miringnya. Untuk menghitung panjang sisi
miringnya, siswa memerlukan suatu aturan Pythagoras yang berbunyi “pada suatu segitiga
siku- siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi- sisi siku- sikunya”.
Dengan menggunakan aturan di atas diperolah 32 + 42 = 25 = 52. Jadi panjang sisi miring
yang ditanyakan adalah 5 cm.

8) Belajar Memecahkan Masalah


29
Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan
lebih kompleks daripada tipebelajar aturan. Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah,
aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian masalah.
Contoh belajar memecahkan masalah, siswa dihadapkan kepada persamaan kuadrat ax 2 + bx
+ c, a ≠ 0. Siswa diminta untuk menurunkan rumus kuadrat. Untuk menurunkan rumus
kuadrat siswa harus menyeleksi keterampilannya untuk membuat ruas kiri menjadi bentuk
kuadrat sempurna sehingga rumusnya. Berikut ini penyelesaian masalah persamaan kuadratik
dengan bentuk umumnya ax2 + bx + c, a ≠ 0. Kita tambahkan c pada kedua ruas persamaan
𝑏𝑥
sehingga diperoleh ax2 + bx = -c kemudian kedua ruas kita bagi dengan a diperoleh x 2 + =
𝑎
𝑐 b2 𝑏𝑥 b2 𝑐 b2
-𝑎. Tambahkan dengan pada kedua ruas diperoleh x2 + 𝑎 + = -𝑎 + .
𝑎 𝑎 𝑎

𝑏 2
Ruas kiri kita faktorkan dan ruas kanan dijumlahkan sehingga diperoleh (𝑥 + ) =
2𝑎

−4𝑎𝑐+𝑏 2 𝑏 2 −4𝑎𝑐 𝑏 𝑏 2 −4𝑎𝑐


= . Akar dari kedua ruas persamaan x+ = ±√ . Tambahkan dengan
4𝑎2 4𝑎2 2𝑎 4𝑎2

𝑏 −𝑏±√𝑏2 −4𝑎𝑐
-2𝑎 pada kedua ruas kemudian kita sederhanakan diperoleh x= .
2𝑎

c. Strategi Belajar

Kapabilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta


mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam. Membuat analisis dan sintesis.
Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan perhatian, belajar,
mengingat dan berpikir siswa terarah. Contoh tingkah laku akibat kapabilitas strategi
kognitif, menyusun langkah-langkah penyelesaian masalah matematika

d. Sikap

Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap


stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang diberikan oleh searang
siswa terhadap suatu objek mungkin positif mungkin pula negatif, tergantung kepada
penilaian terhadap objek yang dimaksud. Sebagai objek yang penting atau tidak. Contoh
seorang siswa memasuki toko buku yang tersedia berbagai macam jenis buku, bila siswa
tersebut memiliki sikap positif terhadap matematika tentunya sikap terhadap matematika
yang dimiliki mempengaruhi siswa tersebut dalam memilih buKu matematika atau buku yang
selain buku matematika.

30
e. Keterampilan Motorik

Untuk mengetahui seorang siswa memiliki kapabilitas motorik kiata bisa melihatnya
dari kecepatan, ketepatan dan keiancaran gerakan otot-otot dan anggota badan yang
diperlihatkan siswa tersebut. Kemam-puan dalam mendemontrasikan alat-alat peraga
matematika merupakan salah satu contoh tingkah laku kapabilitas ini. Contoh lain yang lebih
sederhana misainya kemampuan menggunakan penggaris, jangka sampai kemampuan
menggunakan alat-alat tadi untuk membagi sama panjang suatu garis lurus.

B. Teori Belajar Thorndike

Teori beiajar thorndike adalah teori yang dikemukakan Edward L. Thorndjke (1874 -
1949) pada dasarnya menggunakan stimulus respon. Teori yang dikemukakan dikenal dengan
nama “koneksionisme’ atau “pengaitan”. Thorndike berpendapat bahwa belajar pada binatang
dan belajar pada manusia pada dasamya memiliki prinsip yang hampir sama. Menurut
Thorndike bahwa dasar terjadinya belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan
respon terdapat beberapa dalil atau hukum mengakibatkan munculnya stimulus respon, yajtu
hukum kesiapan, hukum
latihan dan hukum sebab akibat

1. Hukum Kesiapan

Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang siswa untuk melakukan


sesuatu kegiatan terdapat tiga kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan kesiapan.

a. Seorang siswa memiliki kecenderungan untuk menindak, kemudian siswa tersebut benar
melakukan tindakan, maka tindakannya akan menimbulkan kepuasan, tindakan-tindakan
lain yang tidak dilakukan.

b . Seorang siswa memiliki kecenderungan untuk bertindak, tetapi siswa tersebut tidak
metakukan tindakan sehingga pada orang tersebut timbul rasa tidak puas, dan kemudian
siswa tersebut melakukan tindakantindakan lain untuk menghilangkan rasa tidak puasnya.

c. Seorang siswa tidak memiliki kecenderungan bertindak, siswa tersebut melakukan


tindakan maka pada siswa tersebut akan timbul rasa fidak puas sehingga is akan
melakukan tindakan lain untuk menghilangkan rasa tidak puas tadi.

31
Dari teori dikemukakan Therndike mengenai hukum kesiapan di atas dapat kita simpulkan
bahwa seorang siswa akan berhasil dalam belajar apabila orang tersebut betul-betul telah slap
untuk melakukan kegiatan belajar.

2. Hukum Latihan

Hukum ini menyatakan bahwa prinsip umum dalam belajar adalah penguiangan.
Semakin sering stimulus respon terjadi, maka semakin kuat hubungan yang terjadi. Kalau
pengulangan sering dilakukan maka hubungan antara stimulus dan respon akan bersifat
otomatis. Sebaliknya semakin jarang hubungan stimulus dan respon dilakukan semakin
lemah pula hubungan yang terjadi.

Bila suatu konsep dalam matematika dipelajari secara berulang maka konsep tersebut
akan lebih mudah untuk dikuasai. Tidak semua bentuk pengulangan memberi dampak positif.
Pengulangan yang memberi dampak positif. Pengulangan yang memberi dampak positif
adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangan yang tidak
membosankan, dan kegiatan-kegiatan pengulangan disajikan dengan cara yang menarik.

Menurut Therndike latihan yang bersifat pengulangan akan efektif apabila guru
memberikan ganjaran. Dengan kata lain hubungan antara stimulus dan respon akan semakin
kuat apabila disertakan ganjaran. Contoh guru matematika memberikan stimulus berupa
pertanyaan "Apa yang dimaksud dengan bilangan prima?" Respon siswa yang benar yaitu is
memberikan definisi dari bilangan prima. Agar konsep bilangan prima lebih melekat pada
siswa maka dilakukan pengulangan yaitu dengan memberikan gambaran dengan memberi
beraneka macam bilangan. Dari bilanganbilangan tersebut siswa diminta, untuk memilih
bilangan yang merupakan bilangan prima.

3. Hukum Akibat
Hukum akibat mengatakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh untuk
tindakan yang serupa. Hukum ini mengatakan suatu hubungan yang dapat dimodifikasi dibuat
antara stimulus dan respon. Bila hubungan stimulus dan respon diikuti dengan peristiwa yang
sesuai hubungan yang terjadi menjadi meningkat kekuatannya. Sebaliknya seandainya
peristiwa yang tidak sesuai mengiringi hubungan tadi, kekuatan hubungan tersebut menjadi
berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang siswa
sehingga menyenangkan hati siswa tersebut, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya.
Tetapi untuk setiap tindakan yang menimbulkan rasa tidak tenang, cenderung akan

32
dihindarinya. Bila kita perhatikan hukum tersebut berkenaan dengan pengaruh dari ganjaran
dan hukuman dalam kegiatan belajar. Contoh datam pembelajaran, misalnya seorang guru
memberikan pujian untuk siswa yang dapat mengerjakan seal matematika dengan baik.
Pulian guru tersebut menyebabkan siswa, itu incin mengulangi perbuatan yang serupa dengan
harapan akan mendapat pujian lagi. Sebaliknya bila siswa yang tidak dapat mengerjakan
pekerjaan matematika guru memberi cemoohan maka cemoohan guru tadi menyebabkan
siswa menjadi enggan untuk mengerjakan matematika. Jadi dalam hal ini pujian terhadap
siswa merupakan ganjaran seciangkan cemoohan terhadap siswa merupakan hukuman.
Selain itu Thorndike juga mengernukakan bahwa hukuman pada siswa dalam
pembelajaran tidak terjadi selalu mengakibatkan hubungan stimulus dan respon menjadi
Iemah. Hukuman yang tidak berarti mengakibatkan yang berlawanan terhadap ganjaran.
Sebab pada dasarnya hukuman dikenai pada siswa dengan harapan siswa tidak membuat
kesalahan yang serupa di kemudian hari. Ganjaran menjadi penguat apabila rasa puas
mengiringi respon siswa. Dengan memberi ganjaran dapat memperlancar belajar dapat
mengubah tingkah laku siswa. Perkataan-perkataan guru seperti "bagus", "tepat", "kamu
sangat teliti", dan ucapan-ucapan semacamnya merupakan contoh-contoh ganjaran.
Ganjaran tersebut merupakan hadiah bagi siswa sehingga siswa tersebut lebih giat dalam
belajar.
Hal lain yang dikemukakan Therndike adalah mengenai konsep transfer. Istilah yang
digunakan oleh Therndike "transfer of training" yaitu untuk menyelesaikan masalah
digunakan hal-hal yang tetah dimiliki siswa yang sudah dipelajari sebelumnya. Dalam
menyelesaikan suatu masalah terdapat hal-hal dalam masalah tersebut yang berkaitan atau
identik dengan unsurunsur dari pengetahuan yang sudah dimiliki. Unsur identik tersebut
akan saling berhubungan sehingga dapat memungkinkan untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Unsur-unsru yang saling berhubungan itu bergabung menjadi satu ikatan sehingga
membentuk suatu kemampuan. Kemampuan tersebut harus dilatih dan dikatakan dengan
kemampuan lain. Sebagai contoh kemampuan mengerjakan operasi hitung seperti
"penjumiahan", Upengurangan", "perkalian" dan "pembagian" harus dipelajari secara
langsung yatiu dengan berlatih mengenai operasi tersebut. Untuk memantapkan kemampuan
tersebut dalam ingatan perlu diadakan pengulangan latihan-latihan yang berkaitan dengan
kemampuan tersebut. Dengan latihan-latihan transfer belajar dapat tercapai.
Dalam pembelajaran adakalanya guru ingin menunjukkan bahwa yang akan
diberikan kepada siswa. Untuk bahan-bahan pelajaran yang memuat pertanyaan verbal
misalnya dalam matematika memuat sejumlah definisi teorema tersebut dapat diberikan

33
sebagai rangkaian hubungan stimulus dan tespon. Dengan definisi dan teorema yang sudah
dikuasai siswa, guru dapat mengurutkan definisi dan teorema tersebut untuk definisi dan
teorema yang baru.
Supaya materi dapat dipelajari siswa secara efektif dan efisien, materi pelajaran tersebut
sebaiknya dipecah menjadi beberapa bagian. Misalnya kita belajar bagian pertama dulu,
kemudian kita belajar bagian kedua setelah itu bagian pertama dan kedua secara bersama-
sama, setelah itu baru bagian ketiga, demikian seterusnya. Contoh dalam pembelajaran
matematika, materi yang akan dipelajari itu adalah mengenai definisi relasi ekivalen. Untuk
mempelajari itu adalah mengenai definisi relasi ekivaien pertama-tama yang dipelajari siswa
adalah mengenai definisi refleksi dan pengertian simetri, bagfan ketiga baru meningkat pada
definisi transitif dan pada akhimya ketiga pengertian definisi tersebut dipelajari secara
bersama-sama menjadi relasi ekivalen. Hal serupa dapat diterapkan untuk materi yang lain.

Dalam pembelajaran, guru memegang peranan yang utama dalam proses belajar siswa. Guru
metatih siswa selain itu guru juga menentukan materi apa yang harus dipelajari siswa.
Menurut teori Therndike agar materi pelajaran tersebut tersimpan kuat dalam ingatan pertu
ditakukan pengulangan. Untuk mempelajari hal tersebut peranan guru untuk memberikan
latihan yang bersifat pengulangan pada siswa.

Hukum akibat yang mengemukakan bahwa kepuasan yang terjEdi pada siswa karena guru
memberi ganjaran pada siswa tersebut sehingga siswa cenderung untuk berusaha melakukan
kegiatan serupa dapat dimanfaatkan guru dalam pembelajaran. Guru lebih hati-hati dalam
mengomentari siswa khususnya pada siswa yang, berkemampuan kurang. Begitu juga guru
harus tanggap terhadap respon siswa yang salah. Misalnya guru jangan membiarkan
keketiruan siswa tanpa penjeiasan yang benar. 1-la! tersebut untuk menghindari agar siswa
tidak mengulangi kesalahan yang serupa. Selain itu bila guru memberi tugas atau pekerjaan
rumah paca siswa tetapi guru tidak memeriksanya dan kemungkinan siswa beranggapan
jawaban yang diberikan siswa tersebut benar sehingga la cenderung untuk melakukan
kesalahan yang sama. Metode pemberian tugas dan latihan akan

lebih cocok diberikan dalam pembelajaran sebab dengan metode tersebut siswa akan lebih
banyak mendapatkan stimulus sehingga respon yang diberikan siswa akan lebih banyak.

C. Teori Belajar Pavlov

34
Pavlov terkenal dengan teori betajar klasiknya, is merupakan iimuwan yang berkebangsaan
Rusia. Pavlov termasuk penganut, aliran tingkah laku yaitu aliran yang berpendapat bahwa
hasil belajar manusia itL harus didasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang
terlihat melaiul stimulus respon dan belajar bersyarat. Menurut aliran tingkah laku manusia
termasuk organisme pasif yang bisa dikendalikan. Tingkah laku manusia bisa dikendalikan
dengan cara memberi ganjaran dan hukuman. Yang menjadi sasaran penelitian aliran tingkah
laku ini pada dasamya adalah binatang. Ada yang melakukan penelitian terhadap kera,
burung, anjing dan binatangbinatang lainnya.

Pavlov mengadakan penelitian mengenai pencemaan. Di antara penelitiannya yang


telah dilakukan, ia mengadakan penelitian terhadap perilaku anjing. Pavlov mengamati
adanya keterkaitan antara anjing itu melihat makanan dengan keluarnya air liur anjing itu
datam penetitiannya, seckor anjing dikurung dalam suatu tempat, kemudian ia memberinya
makanan. Pavlov mengamati sebelum anjing itu diberi makanan anjing tersebut
mengeluarkan makanan. Selanjutnya setiap akan diberi makanan, Pavlov membunyikan bel
namun anjing itu tidak diberi makanan seperti biasanya, namun ia tetap melihat anjing
tersebut tetap mengeluarkan air liur. Dari percobaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat
keterkaitan antara makanan atau bunyi bel merupakan merangsang bagi keluarnya air liur
anjing tersebut. Dalam hal ini makanan merupakan stimulus tak bersyarat sedangkan bunyi
bel merupalcan stimulus bersyarat.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Pavlov mengemukakan tentang konsep
pembiasaan. Sesuatu konsep katu dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi
kebiasaan. Konsep pembiasaan yang dilakukan Pavlov dapat diterapkan dalam pembelajaran,
siswa dapat belajar dengan balk apabila siswa tersebut dibiasakan untuk belajar. Sebagai
contoh, siswa dibiasakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah, siswa dibiasakan untuk
membaca dan lain sebagainya. Bila siswa sudah terbiasa belajar dengan balk, ia tidak terialu
kesulitan untuk memahami materi pelajaran yang dterikan oleh gurunya.

Tokoh aliran tingkah laku lainnya yaitu Skiner, ia melihat kelernahan dari percobaan
yang tetah ditakukan oleh Pavlov. Menurutnya pada peneftian Pavlov sasaran penelitian
(dalam hal ini anjing) bertindak pasif, artinya untuk mendapatkan makanan anjing tersebut
tidak melaksanakan apa-apa. Olen karena itu teori yang dikemukakan Pavlov disebut teori
belajar bersyarat klasik, teori yang dikemukakan Skiner didasarkan kepada bersyarat
"operant" (aktif berbuat). Dalam penelitian Skiner setelah anjing itu diransang dengan bunyi-

35
bunyian misalnya, anjing tersebut juga diharuskan menekan sesuatu supaya makanan tersebut
keluar sehingga ia dapat memakannya. Setelah melakukan percobaan-percobaan Skiner
mengemukakan bahwa kita dapat membentuk tingkah iaku binatang dengan cara mengatur
keadaan lingkungarl beserta penguatan.

D. Teori Belajar Albert Baruda

Albert Baruda merupakan tokoh aliran tingkah taku, is terkenal dengan belajar
menirunya. Baruda berpendapat bahwa teori yang dikemukakan oleh Skiner ada kelemahan.
Baruda menyangkal pendapat Skirver yang mengatakan bahwa respon yang diberikan siswa
yang disertai dengan penguatan itu setalu esensial. Hal tersebut berdasarkan penelitian yang
telah dilakukannya dan penelitian teman-temannya.

Menurut Baruda seorang anak belajar dikarenakan orang lain juga belajar. Artinya seorang
belajar karena is meniru orang lain. Dalam hal ni siswa meniru gurunya. Baruda mengadakan
percobaan dengan bantuan teman-temannya. Tujuan percobaan tersebut ialah untuk
mengetahui apakah ada pengaruh model-model (dalam hal ini model-modelnya adalah orang
yang telah dilatih secara khusus untuk bertingkah laku tertentu) terhadao orangorang yang
menyaksikan perilaku orang yang menjadi model tadi.

Penelitian yang telah dilakukan Baruda memberikan kesimpuian bahwa apabila seseorang
menyaksikan orang lain berbuat ganas, is rnemiliki kecenderungan untuk berbuat yang ganas
pula. Sebaliknya seseorang yang tidak melihat orang lain (yang menjadi model) berbuat
ganas, is cenderung tidak berbuat ganas. Jadi menurut Baruda seseorang akan menjadi lehih
agresif sesudah is melihat orang lain (modeinya) berbuat agresif.

Bila teori Baruda yang telah dikemukakan kita terapkan dalam pembelajaran, misainya dalam
pembelajaran sebanyaknya menghindarkan tingkah taku yang tidak terpuji seperti merokok
ketika la sedang mengajar sebab tingkah laku yang buruk terlihat dapat ditiru oleh siswa.
Hendaknya guru bertingkah taku yang balk, menunjukkan sikap-sikap yang terpuji agar siswa
dapat menirukan hal-hal bask tersebut.

E. Teori Belajar Skinner

Skinner melihat ada kelemahan dari percobaan yang dilakukan oleh parlov. Menurut
Skinner pada penelitian Pavlov sasaran penelitiannya (dalam hal ini anjing) bertindak pasif.
Oleh karena itu teori yang dikemukakan Pavlov dinamakan belajar bersyarat. Teori yang

36
dikemukakan Skinner didasarkan kepada bersyarat "operant" (aktif berbuat). Skinner
merupakan seorang ahli psikologi yang paling berpengaruh khususnya di Amerika Serikat.
Teori yang dimukakannya berpengaruh karena is berhasil menyatukan pandangan yang
berbeda-beda dari aliran ini. Selain itu Skinner telah berhasil menjadikan teori-teorinya
sebagai dasar untuk diterapkan kepada manusia. Karya Skinner mernberikan dasar untuk
pembelajaran terprogram dan betalar individu.

1. Respondent Conditioning dan Operant Conditioning

Tingkah laku manusia menurut Skinner dalap diidentifikasikan menjadi dua jenis tingkah
laku yaitu respondent dan tingkah Iaku operant. Kedua jenis tingkah laku tersebut memiliki
pengertian yang berbeda. Tingkah laku

respondent adalah tingkah laku yang bersifat refleks dan ditimbulkan oleh rangsangan yang
datangnya dari Iingkungan. Rangsangan yang dikenakan ke

organ tubuh seseorang dapat menimbulkan tingkah Iaku renspondent. Contohnya, r-


angsangan yang datangnya dari seekor nyamuk yang hinggap d! hidung seseorang
menimbulkan tangan orang tersebut menepukkan tangannya ke arah mukanya. Perbuatan
seseorang yang menimbulkan rasa malu, menjadikan muka orang itu memerah.

Sebagian besar tingkah taku seseorang merupakan tingkah taku operant, hanya sedikit
tingkah Iaku kita yang merupakan tingkah laku respondent. Tingkah laku operant bersifat
tidak otomatis, tidak bisa diperkirakan dan tidak bisa dihubungkan menggunakan cara yang
diketahui. Kata "operant" berarti berbuat. Tingkah laku yang beroperasi terhadap Iingkungan,
membangkitkan respon-respon terhadap Iingkungan. Apabila respon-respon tersebut
menyenangkan tingkah Iaku operant akan cenderung diulangi.

Tingkah taku respondent dan tingkah taku operant dapat dipetaiar'. Tingkah laku
respondent dipelajari dengan tujuan agar terjadi rangsangan yang menyebabkan tingkah laku
yang diinginkan. Tingkah laku operant dipelajari melalui penguatan yang sesuai, yang
diberikan setelah kejadian spontan dari tingkah laku operant tersebut. Penguatan yang
diberikan terhadap seseorang segera setelah tingkah Iaku yang diinginkan dapat dinaikkan
kemungkinan pengulangan tingkah Iaku tersebut. Apabila penguatan yang diberikan kepada
seseorang itu berup hukuman, diharapkan orang tersebut akan menghentikan tingkah laku yang tidak
diinginkan sebagai akibat dari hukuman yang diberikan.

37
Berkaitan dengan tingkah laku respondent dan tingkah laku operant, Skinner mengemukakan
dua jenis respon, yaitu respondent conditioning dan operant conditioning. Respondent conditioning
adalah respon yang diperoleh dari beberapa stimulus yang teridentifikasi sehingga menyebabkan
respons yang relatif tetap. Misalnya siswa diberikan stimulus berupa soal yang dapat diselesaikan
dengan menggunakan konsep himpunan, sehingga muncul respon siswa untuk mempelajari teorema-
teorema atau dalil-dalil berkenaan dengan himpunan. Respondent conditioning klasik untuk belajar
respondent serupa dengan belajar isyarat dari Gagne, yakni respon yang diharapkan terjadi krena
diberikan stimulus baru bersamaan dengan sstimulu lama. Bila stimulus baru bersamaan dengan
stimulus lama terjadi berkali-kali maka stimulus baru akan memancing respon yang diharapkan secara
spontan meskipun tanpa berpasangan dengan stimulus lama. Sebagai contoh dari respondent
conditioning yang sangat dikenal adalah karya Pavlov, ia mengadakan penelitian terhadap
pencernaan. Pavlov mengamati adanya keterkaitan anjing melihat makanan dengan keluarnya air liur
anjing.

Operant conditioning adalah suatu respon terhadap lingkungannya, dimana setiap


respon yang muncul diikuti dengan stimulus-stimulus tertentu. Skinner menyebutkan dengan
istilah penguatan untuk stimulus-stimulus yang demikian. Stimulus-stimulus itu diberi nama
penguatan, karena stimulus-stimulus tersebut memperkuat respon yang sudah dilakukan oleh
seseoarang. Contoh operant conditioning seorang siswa mengerjakan soal-soal kalkulus
kemudian ia mendapat nilai yang baik untuk soal-soal kalkulus tersebut. Setelah itu siswa tadi
menjadi lebih giat dalam mengerjakan soal-soal kalkulus tadi. Dalam hal ini, respon siswa
terhadap pelajara kalkulus menjadi lebih kuat.

Terdapat perbedaan antara respondent conditioning dan operant conditioning, kalau


pada respondent conditioning stimulus dapat diidentifikasi dan menghasilkan respon yang
relative tetap, sedangkan pada operant conditioning tidak terdapat stimulus yang spesifik atau
dapat diidentifikasi yang secara konsisiten menghasilkan respon. Hubungan stimulus dan
respon pada respondent conditioning umumnya sudah pasti oleh karena itu kecil sekali
kemungkinannya untuk merubahnya. Berbeda dengan operant conditioning, sebagian besar
tingkah laku manusia merupakan tingkah laku perantara sehingga kemungkinan untuk
merubah besar sekali. Oleh karena itu Skinner menitikberatkan kajiannya terhadap operant
conditioning, ia mempergunakan operant conditioning untuk mendorong siswa sehingga
memberikan respon berupa tingkah laku. Peristiwa terjadinya tingkah laku itu disebut respon
belajar.

38
Berikut disajikan contoh operant conditioning yang menghasilkan respon belajar.
Misalnya, di dalam suatu kelas, siswanya duduk dengan tenang, siswanya pemalu dan tidak
memberikan respon. Contoh dialog yang terjadi antara siswa dan guru yang terjadi pada dua
kasus yang berbeda.

Kasus pertama

Guru :”Budi apa yang dimaksud dengan bilangan prima?”

Budi :(diam tidak memberi respon)

Guru : “Baik siswa, rupanya Budi lupa bagaimana ia harus bicara”

(semua siswa dalam kelas tertawa sehingga telinga dan muka Budi memerah
karena malu)

Kasus kedua

Guru : “Budi, jelaskan apa yang dimaksud dengan bilangan prima?”

Budi : (diam tidak member respon)

Guru : “Baiklah, mungin Budi masih berusaha mengingat-ingat, saya yakin Budi bisa
menjawabnya.”

Dengan dibimbing guru, Budi berusaha menjawab sehingga akhirnya ia tidak merasa
malu dan ia akhirnya dapat menjawab pertanyaan yang diajukan guru dengan baik. Dari dua
contoh tadi memperlihatkan respon belajar yang berlainan. Kasus pertama menunjukkan
respon belajar yang tidak dikehendaki sedangkan pada kasus kedua menunjukkan respon
belajar yang dikehendaki. Hal ini memperlihatkan bahwa pada operant conditiong respon
siswa tidak dapat diperkirakan sehingga tidak dapat diidentifikasi.

Menurut Skinner, langkah-langkah pembentukan tingkah laku dalam operant


conditioning adalah sebagai berikut:

Pertama kita identifikasi komponen-komponen yang merupakan penguatan untuk


tingkah laku yang diharapkan.
Kemudian komponen-komponen yang telah diidentifikasi tadi dianalisis.
Setelah itu komponen-komponen tersebut diurutkan sebagai tujuan sementara. Di
samping itu kita identifikasi penguatan untuk masing-masing komponen.

39
Langkah terakhir melakukan pembentukan tingkah laku yang diharapkan sesuai
urutan komponen yang telah disusun.

Setiap komponen yang mendapat perhatian, mengakibatkan komponen tersebut cenderung


sering dilakukan. Bila komponen pertama sudah terbentuk dilanjutkan dengan pemberian
penguatan pada komponen kedua tetapi penguatan pada komponen pertama harus dihentikan.
Begitu seterusnya untuk komponen yang berikutnya sehingga bila seluruh komponen telah
terbentuk, tingkah laku yang diharapkan akan terwujud. Tidak selamanya respon yang
diberikan siswa terhadap stimulus yang diberikan itu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Oleh karena itu dalam hal ini guru harus berperan secara tepat sebagai pengawas dan
pengawas kegiatan belajar siswa. Di samping itu guru sebaiknya menyusun secara langsung
setelah siswa operant conditioning dengan materi yang disusun dengan urutan logis disertai
dengan langkah-langkah kecil. Misalnya hitungan 53,201 x 0,00041 kita dapat memulainya
dengan lankah-langkah berikut.

Langkah pertama

Dekatilah bilangan-bilangan tersebut dengan membukatkan sampai dengan satu angka


signifikasi …………………. 50 x 0,0004

Langkah kedua

Coba tuliskan dalam bentuk bilangan baku………. 50 x101 x 4 x 10-4

Langkah ketiga

Kelompokkan bilangan-bilangan tersebut……… 5 x 4 x 101 x 10-4

Langkah keempat

Hitung kemudian tulis dalam bentuk baku ……..20 x 10-3

Atau …… 2 x 1072

Langkah kelima

Hasil hitungan dalam bentuk baku kembalikan ke dalam bentuk semula yang bentuk
desimal …… 0,02

Penyelesaian : 53,201 x 0,00041~ 0,02

40
Setiap respon yang diberikan siswa, untuk setiap langkah diberikan penguatan
langsung, penguatan hendaknya jangan ditunda-tunda tapi diberikan dengan segera. Oleh
karena itu untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan instruksi-instruksi yang sudah
direncanakan.

2. Meningkatkan Perubahan Tingkah Laku

Skinner mengemukakan empat hal yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku
dan meningkatkan belajar, yaitu penguatan, melupakan, dan mematikan kebencian,
penghindaran, dan hukuman.

a. Penguatan

Penguatan adalah suatu stimulus yang diberikan pada seorang siswa sehingga respon
siswa tersebut menjadi meningkat. Skinner membagi penguatan menjadi penguatan negative
dan penguatan positif.suatu stimulus dikatakan sebagai penguatan positif apabila
penyajiannya mengiringi suatu tingkah laku siswa yang mengarah pada meningkatkan
pengulangan tingkah laku itu, contoh penguatan positif yaitu pujian, memberi nilai jelek, dan
sebagainya. Dengan pujian seorang siswa cenderung mengulangi perbuatannya. Sedangkan
penguaatan negatif adalah stimulus yang dihanguskan yang mengarah penguatan tingkah lau.
Contoh, perhatian siswa terhadap suatu pelajaran matematika dapat ditingkatkan apabila
ditiadakan stimulus-stimulus yang menyebabkan mengganggu pelajaran, seperti meniadakan
suatu ribut atau gaduh.

b. Melupakan dan Mematikan

Skinner membedakan pengertian melupoakan dan mematikan. Suatu tingkah laku yang
telah dipelajari bila tidak digunakan dalam waktu yang lama, tingkah laku tersebut akan
dilupakan. Pengaruh operant conditioning menjadi hilang karena melupakan. Contoh lain,
seorang guru yang tidak mengajar kalkulus dalam waktu yang lam cenderung lupa terhadap
materi kalkulus tersebut.

Menurut Skinner, mematikan adalah suatu proses dimana respon-respon r\terhadap


stimulus menjadi makin lama makin jarang. Hal ini terjadi karena penguatan tidak diberikan
lagi. Contoh, mematikan dapat terjadi apabila tidak memasukkan nilai ujian pada daftar nilai.

c. Kebencian dan Pengindraan

41
stimulus yang tidak menyenangkan, yang mengganggu dan membuat frustasi disebut
stimulus kebencian. Seorang siswa dapat melarikan diri dari stimulus kebencian yaitu dimana
stimulus kebencian itu berada. Seorang siswa dapat menghindari stimulus kebencian dengan
mengantisipasi terjadinya, setelah itu menjauhinya. Penghindaran dilakukan dengan baik
tidak melakukan kontak dengan memindahkan stimulus kebencian itu setelah terjadi kontak
dengan stimulus kebencian tersebut.

Kebencian dan penghindaran pada siswa dapat terjadi setelah siswa tersebut tidak
berhasil dari kegagatan dengan mengkopi atau menyontek hasil pelajaran temannya, siswa
menghindari kegagalan tes dengan menjauhi sekolah di hari-hari ujian dan lain sebagainya.

d. Hukuman

Hukuman merupakan salah satu teknik yang dapat mengontrol tingkah laku. Skinner
memandang hukuman sebagai penguat. Hukuman dapat menimbulkan tiga efek, yaitu (1)
dapat menekan tingkah laku yang tidak diinginkan, (2) dapat membangun tingkah laku yang
berlawanan sifatnya, dan (3) member syarat bagi siswa berbuat lain dari perbuatan yang
membuat ia dihukum

f. Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget

Jean Piaget adalah seorang ahli psikologi dari swiss, sebenarnya ia bukan betul-betul
ahli psikologi, bilang yang sebenarnya adalah falsafah dan biologi. Namun, teori
perkembangangan intelektual yang dikemukakannya menjadikan dirinya terkenal sebagai ahli
psikologi. Jean piaget telah melakukan penelitian terhadap anak-anak orang barat. Melalui
hasil penelitiannya muncul teori yang dikenal “Teori Perkembangan Intelektual
Manusia”.Istilah intelektual dan kognitif pengertiannya sama, oleh karena itu teori yang
dikemukakan Piaget adalah yang menyebut dengan “Teori Perkembangan Kognitif”.Teori
yang dikemukakan Piaget berkenaan dengan kesiapan siswa untuk belajar. Jean Piaget
mengemukakan bahwa perkembangan kognitif manusia berjalan secara kronologis sesuai
urutan waktu mulai dari lahir sampai dewasa dengan tahap-tahap tertentu yang berurutan.
Artinya setiap manusia akan mengalami urutan-urutan itu yakni dengan urutan yang sama.

Selain mengenal ragam dari tahap-tahap perkembangan intelektual, ia mengemukakan


bahan struktur kognitif ini sebagai skemata, yaitu kumpulan dari skema-skema, karena
bekerjanya schemata ini seorang individu dapat mengingat, memahami, dan memberikan
respon terhadap stimulus. Perkembangan schemata berlangsung secara kronologis sebagai

42
hasil interaksi antara individu yang lebih dewasa memiliki struktur yang lebih kognitif yang
lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Skemata pada anak-anak masih terbatas
sehingga seorang anak yang baru pertama kali melihat harimau, ia menyebutnya sebagai
kucing besar. Hal ini dikarenakan konsep kucing yang lebih sering dilihat di sekitar
rumahnya sebagai konsep yang baru dimilikinya. Sehingga ia begitu pertama kali melihat
harimau konsep kucinglah yang paling dekat dengan stimulus.

Berpegang kepada teori kognitif Jean Piaget ini, agar seseorang anak dapat lebih cepat
berkembang intelektualnya sehingga dapat meningkat ke tahap yang lebih finggri, anak
seyogyanya diperkaya dengan berbagai pengalaman. Sebagai contoh agar seorang anak kecil
tidak menyebut harimau sebagai kucing besar, dia supaya lebih diperkenalkan terhadap
lingkungannya seperti kebun binatang, taman satwa atau lingkungan lainnya. Dengan
demikian ia akan memperoleh pengalaman yang lebih banyak dari pengetahuan yang
diperoleh di rumanya.

1. Tahap Perkembangan Intelektual Jean Piaget


Jean Piaget mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan intelektual manusia,
yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal.
Sebaran umur untuk masing-masing tahap berdasarkan rata-rata dan mungkin terjadi
perbedaan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya, dan anak yang satu dengan anak
yang lainnya dari suatu masyarakat. Meskipun teori yang dikemukakan Jean Piaget hanya
berlaku bagi masyarakat Barat, namun teori kognitifnya dapat digunakan sebagai patokan.
Artinya umur kronologisnya yang lebih tepat disebut umur kesiapan, berlaku pula bagi
masyarakat kita.

a. Tahap Sensorimotor (usia 0 - 2 tahun)

Bagi anak pada tahap ini memperoleh pengalaman melalui berbuat dengan sensori.
Anak berpikir melalui perbuatan (tindakan), gerak dan reaksi yang spontan. Cirri-ciri dari
anak pada tahap sensorimotor di antaranya rentang umur mulai dari lahir hingga sekitar 2
tahun. Mengingat usianya anak pada tahap ini belum mampu berbicara ia belajar
mengembangkan dan menyelaraskan gerak jasmaninya dengan perbuatan mentalnya menjadi
tindakan-tindakan atau perbuatan dan gerak. Menjelang akhir tahap ini belajar mengartikan
symbol benda dengan benda konkretnya, tetapi ia masih merasa kesulitan. Selain itu anak
tidak tahu bahwa benda yang disembunyikan dari penglihatanya tidak menghilang. Sehingga

43
bila ibunya mencoba menyembunyikan suatu mainan tersebut ia mulai berusaha untuk
mencari objek asalkan perpindahan mainan tersebut ia, ketahui sebelumnya. Selama tahap ini
anak akan mengalami beberapa perubahan, mulai dari hanya memiliki kemampuan reflek
hingga dapat beriatan dan dapat berbicara sedikit-sedikit menjelang di akhir tahap ini.

b. Tahap Praoperasi (usia 2 – 7 tahun)

Tahap praoperasi ini merupakan tahap persiapan untuk mengorganisasikan operasi


konkret. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkret
dari pada pemikiran logis. Hal tersebut dapat kita lihat apabila ia melihat ia melihat objek-
objek yang kelihatannya berbeda, ia mengatakan berbeda pula.
1) Bila kita perlihatkan kepadanya dua deretan kelereng yang banyaknya sama, tetapi
letaknya berlainan. Deretan yang pertama dibuat agak rapat sedangkan yang lainnya
agak renggang. Kemudian kita tanyakan deretan yang mana yang lebih banyak. Ia akan
menjawab deretan kelereng yang renggang yang lebih banyak.
2) Misalkan kita perlihatkan dua gumpalan tanah liat yang sama. Kemudian gumpalan yang
satunya kita ubah bentuknya menjadi agak pipih. Kemudian kita ajukan pertanyaan pada
dia mana yang lebih banyak di antara kedua gumpalan tersebut. Anak memilih gumpalan
yang bentuknya pipih. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak pada tahap ini belum
memiliki konsep kekekalan materi

3) Bila kita perlihatkan dua buah bejana gelas berisi air dengan ukuran dan bentuk yang
sama.setelah itu kita sediakan dua buah bejana lainnya dengan ukuran dan bentuk
berlainan. Kemudian kita tumpahkan air dari dua bejana yang pertama, masing-masing
pada bejana yang lainnya. Setelah itu ditanyakan pada anak, apakah air pada bejana
tersebut sama banyaknya? Anak tahap ini berpendapat bahwa banyak air pada bejana di
sebelah kiri tidak sama dengan air yang pada bejana sebelah kanan.

4) Misalkan kita sediakan dua utas tali yang sama panjang kemudian kedua utas tali
tersebut kita ubah rentangnya sehingga bentuk seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Kemudian kita ajukan pertanyaan pada anak, apakah panjang tali tersebut seperti pada
gambar sebelah kiri sama dengan tali pada sebelah kanannya? Anak pada tahap ini
berpendapat bahwa kedua tali disebelah kiri itu masing-masing sama panjang dengan
satu tali disebelah kanannya. Padahal waktu tali diubah rentangnya anak

44
menyaksikannya. Dalam hal ini menunjukkan bahwa anak belum memiliki kopnsep
kekekalan panjang.

5) Kita sediakan sebuah karton berbentuk persegi panjang kemudian kita potong-potong
dan masing-masing potongan diberi warna/corak berlainan. Setelah itu kita susun
potongan karton tadi, yang pertama berbentuk persegi panjang seperti bentuk semula
setelah itu diubah menjadi bentuk yang lain, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Anak pada tahap ini menganggap luas gambar di sebelah kiri tidak sama dengan luas
gambar di sebelah kanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak pada tahap ini belum
memahami konsep kekekalan luas.

Contoh-contoh yang telah diuraikan diatas, menunjukkan bahwa anak pada tahap
praoperasi belum memiliki konsep kekekalan banyak, konsep kekekalan materi, konsep
kekekalan volum, konsep kekekalan panjang dan konsep kekekalan luas.
Cirri-ciri lain yang dimiliki anank pada tahap ini diantaranya adalah belum
memahami operasi bersifat refersibel, yaitu anak mendapat kesulitan untuk memikirkan
dua aspek atau lebih secara serempak belum memahami operasi transformasi, pada akhir
tahap ini dapat memberikan alasan atas keyakinannya, begitu pula ia dapat
mengelompokkan benda-benda berdasarkan satu sifat khusus yang sederhana.

c. Tahap Operasi Konkret (usia 7 – 12 tahun)


Tahap ini dinamakan tahap operasi konkret tidak berarti untuk tidak dapat melakukan
operasi tanpa bantuan benda-benda konkret. Anak pada tahap ini sudah lebih jauh dapat
berpikir atau berbuat daripada anak pada tahap praoperasi. Ia mampu berbuat lebih dari
sekedar dapat berbahasa, memanipulasi benda konkret dan berpikir internal daripada anak
pada tahap praoperasi.
Pada umumnya anak pada tahap ini sudah memasuki usia sekolah dasar, untuk itu
guru sekolah dasar harus memahami betul kondisi anak pada tahap ini. Kemampuan apa saja
yang dimiliki anak pada tahap ini. Sebagian ciri-ciri anak pada tahap operasi konkret adalah
(1) rentang umur sudah sekitar umur 7 tahun sampai sekitar 12 tahun, (2) egoismenya sudah
berkurang. Oleh karena itu, ia mulai bersedia bermain dengan anak-anak lain, menggantikan
bermain yang terisolasi, dapat mengelompokkan benda-benda yang dimiliki beberapa
karakteristik ke dalam himpunan-himpunan bagian dengan kotak tertata khusus dan dapat
meniru beberapa karakteristik suatu benda secara serentak. Anak pada tahap ini sudah
memahami operasi bersifat reversal. Dapat menyelesaikan soal-soal seperti 2 + ? = 8. Tidak
45
seperti pada tahap praoperasi, pada tahap ini anak sudah memahami konsep bersifat
kekekalan seperti konsep kekekalan bilangan (banyaknya), materi, panjang, luas bahkan di
akhir tahap ini sudah ada yang dapat memahami konsep kekekalan volum. Pada akhir tahap
ini anak bisa memberikan alas an deduktif dan induktif, tetapi masih memandang contoh
berurutan dari suatu prinsip umum sebagai hal-hal yang tidak berhubungan.
Kemampuan-kemampuan yang belum dimiliki siswa pada tahap ini di antaranya,
siswa masih mendapat kesukaran untuk menjelaskan peribahasa dan belum mampu
memahami arti yang tersembunyi. Pada awal dan pertengahan tahap ini anak jarang dapat
membuat definisi deskriptif yang tepat, yang dapat dilakukan siswa hanya mengingat-ingat
definisi bantuan orang lain dan mengatakan kembali apa yang dihapalnya. Siswa mendapat
kesukaran dalam memahami abstraksi verbal. Operasi kompleks seperti kebalikan, subtitusi,
gabungan dan irisan himpunan, dan pengurutan dari benda-benda konkret, siswa masih
mampu melakukannya, akan tetapi siswa masih belum mampu menyelesaikan operasi-operasi
ini dengan simbol-simbol verbal. Siswa masih mendapat kesulitan verbal menerapkan proses
intelektual formal ke dalsm symbol-simbol verbal dan ide-ide abstrak.

d. Tahap Operasi Formal (usia 12 tahun ke atas)


Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif manusia.
Rentang umur dari tahap ini dari 12 tahun ke atas. Mengingat rentang usianya, anak-anak
pada tahap ini dapat dikatakan sebagai anak dewasa. Tidak seperti pada tahap-tahap
sebelumnya, pada tahap ini anak tidak lagi memerlukan perantara operasi konkret, untuk
menyajikan abstraksi mental secara verbal. Anak telah mampu memandang sesuatu dari
banyak segi secara simultan, mampu menilai tindakannya secara objektif dan ia dapat
menelusuri kembali proses berpikirnya.
Anak pada tahap ini mulai belajar untuk merumuskan hipotesis atau perkiraan
sebelum ia berbuat. Sebagai contoh anak dapat memperkirakan apa yang akan terjadi
seandainya ia menutup sebarang lilin yang sedang menyala dengan sebuah gelas. Anak dapat
menunjukkan atau membuktikan kebenaran atau kesalahan dugaan/hipotesisnya dengan
melakukan percobaan sendiri. Anak pada tahap ini sudah mampu untuk merumuskan
dalil/teori yang menggeneralisasikan hipotesis dan menguji bermacam-macam hipotesis.
Anak telah mampu memasuki tahap ini mampu untuk menilai derajat kebaikan dan
kesalahan, selain itu ia dapat memandang definisi, aturan dan hukum-hukum dalam konteks
yang benar dan objektif. Anak pada tahap ini mampu berpikir secara deduktif dan induktif, ia
dapat berargumentasi, bila dihadapkan dengan kombinasi pernyataan dengan menggunakan

46
konjungsi, disjungsi, ingkaran dan implikasi. Selain itu ia mengerti induksi matematika.
Mereka dapat memahami dan menggunakan konteks yang kompleks seperti permutasi,
kombinasi, proporsi, kolerasi dan probabilitas. Ia mampu untuk memahami dan
membayangkan besar tak hingga dan kecil tak hingga.

2. Manfaat Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran


Pada masa pembelajaran matematika sekarang, aliran psikologi perkembangan banyak
memberi pengaruh dalam pembelajaran matematika. Begitu pula dengan teori kognitif dari
Piaget yang merupakan pelopor utamanya. Bila kita perhatikan penyajian materi atau isi
dalam buku mata pelajaran matematika hampir semuanya memperhatikan perkembangan
mental anak. Sebagai contoh konsep kekekalan isi, konsep kesejajaran, permutasi tidak
diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas-kelas awal. Materi logika formal mulai diberikan
pada siswa sekolah menengah pertama. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa
penyajian materi matematika memperhatikan perkembangan mental siswa.
Mengetahui teori kognitif dari Piaget penting sekali bagi guru, sebab untuk
menyampaikan materi matematika pada siswa, guru harus mengenal tahap perkembangan
mental siswa. Misalnya guru SMP harus memahami bahwa siswanya sebagian besar tahap
berpikir belum masuk ke dalam tahap operasi formal. Sebagian besar siswa permulaan masuk
SMP tahap perkembangan intelektualnya masih berada pada tahap operasi konkret. Oleh
karena itu dalam memberikan materi matematika, siswa agar lebih banyak diberi kesempatan
memanipulasi benda-benda konkret. Topik-topik atau konsep-konsep baru supaya disajikan
melalui contoh-contoh yang konkret sehingga intuisi dan eksperimentasi dari siswa
memungkinkan untuk berkembang. Untuk materi mengenai pembuktian dalil-dalil dalam
geometri baru dapat diberikan pada siswa yang sudah berada pada tahap operasi formal yaitu
pada siswa mulai SMP kelas akhir. Untuk konsep-konsep yang memerlukan berpikir secara
deduktif dan induktif tidak diajarkan pada siswa SMP kelas-kelas awal, konsep tersebut baru
diberikan pada siswa yang sudah berada pada tahap operasi formal. Topok-topik yang
memerlukan kemampuan menggeneralisasikan dari contoh-contoh khusus, baru diberikan
pada siswa mulai dari SMP kelas akhir. Begitu pula halnya dengan topik-topik yang
menyangkut kemampuan mengelola beberapa variable, seperti fungsi, proporsi dan lain-lain.

G. Teori Belajar Bruner


Seperti halnya Lean Piaget, Jeremo S. Bruner mempelopori aliran psikologi kognitif.
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia,

47
bagaimana manusia belajar, hakikat pendidikan selain teori belajar dan teori pembelajaran
yang dikemukakannya.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar konsep-konsep dan struktur-
struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan
antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Oleh karena itu dalam memahami
matematika sesungguhnya kita mengikuti suatu pola atau struktur. Dengan pola dan struktur
tertentu ini lebih memudahkan siswa dalam mempelajarinya. Bruner juga mengemukakan
bahwa dalam belajar seorang siswa selalu dimulai dengan memusatkan manipulasi materi.
Kemudian siswa menemukan keteraturan dengan cara mula-mula memanipulasi materi yang
berhubungan dengan keterangan intuitif yang telah dimiliki siswa tersebut.
Bila Piaget mengemukakan perkembangan kognitif manusia melalui empat tahap, lain
halnya dengan Bruner. Menurut Bruner setiap siswa berkembang melewati tiga tahap atau
tingkat yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik. Tahap-tahap tersebut dilalui
manusia secara berurutan. Bila dikaji ternyata teori perkembangan yang dimiliki Piaget dan
Bruner memiliki banyak kemiripan. Tahap enaktif adalah sajian siswa yang macamnya gerak,
pada tahap ini siswa dalam belajarnya, memanipulasi materi secara langsung. Jadi serupa
dengan sensorimotor pada teori belajar Piaget. Tahap ikonik adalah sajian siswa yang
macamnya persepsi static. Pada tahap ini siswa sudah melibatkan mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek , siswa tak perlu lagi memanipulasi objek secara langsung. Jadi
tahap ini serupa dengan tahap praoperasi dari Piaget. Tahap ketiga yaitu tahap simbolik.
Sajian siswa yang macamnya bahasa dan symbol. Dalam tahap ini siswa sudah mampu
memanipulasi simbol-simbol dan hanya sedikit sekali mengandalkan gambaran objek-objek
konkret. Ini serupa dengan tahap operasi konkret dan operasi formal dari Piaget.

1. Dalil Teori Belajar Bruner


Selain mengemukakan teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan kaidah-kaidah
atau dalil-dalil berkaitan dengan pembelajarn matematika. Bruner bersama dengan teman-
temannya melakukan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasil pengamatannya timbul
dalil-dalil. Dalil-dalil yang dikemukakan Bruner antara lain dalil penyusunan, dalil notasi,
dalil pengontrasan dan keanekaragaman, dan dalil pengaitan.

a. Dalil penyusunan
Dalil ini menyatakan bahwa bagi siswa cara paling baik untuk belajar konsep dan prinsip
dalam matematika adalah dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada permulaan

48
belajar konsep, pengertian akan menjadi lebih melekat apabila kegiatan-kegiatan yang
menunjukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri.
Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila siswa disertai dengan
bantuan benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan
demikian, siswa lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Dalam hal ini
ingatan diperoleh bukan karena penguatan seperti yang dikemukakan Skinner, akan tetapi
pengertian yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai. Sedangkan pengertian itu dapat
dicapai karena siswa memanipulasi benda-benda konkret. Oleh sebab itu, pada permulaan
belajar konsep, pengertian itu dapat dicapai oleh siswa tergantung pada aktivitas-aktivitas
yang menggunakan benda-benda konkret.
Contoh, untuk memahami konsep penjumlahan 3 + 4 = 7. Siswa bisa melakukan dua
langkah berurutan yaitu 3 kotak dan 4 kotak pada garis bilangan. Dengan mengulangi hal
yang sama untuk dua bilangan yang lainnya siswa akan memahami konsep penjumlahan
dengan pengertian yang dalam.
b. Dalil Notasi

Dalil notasi menyebutkan pada permulaan suatu kosep ditanamkan pada siswa seharusnya
menggunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Sebagai contoh pada
permulaan konsep fungsi diperkenalkan pada siswa SD kelas-kelas akhir, notasi yang sesuai
menyatakan fungsi ?= 2? + 3. Untuk tingkat yang lebih tinggi misalnya siswa SMP notasi y
=2x +3. Baru setelah siswa memasuki SMA atau mahasiswa diperguruan tinggi notasi f(x)
diperkenalkan pada siswa. Dari contoh tersebut diatas Nampak urutan penggunaan notasi
yang dipakai disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, dimulai dari bentuk
yang sederhana sampai dengan bentuk yang lebih abstrak.

c. Dalil Pengontrasan dan keanekaragaman


Dalil ini menyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi konkret menuju representasi
yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika dilakukan dengan kegiatan pengontrasan
dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan dikenalkan pada siswa mudah
dimengerti, konsep tersebut disajikan dengan mengontraskan dengan konsep-konsep lainnya
dan konsep tersebut disajikan dengan beranekaragaman contoh. Dengan demikian siswa
dapat memahami dengan mudah karakteristik dari konsep yang diberikan tersebut.
Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan dapat dilakukan
dengan menerangkan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk menyampaikan
konsep bilangan ganjil pada siswa diberikan padanya bermacam-macam bilangan, seperti

49
bilangan ganjil, bilangan genap, bilangan prima dan bilangan lainnya selain bilangan ganjil.
Kemudian siswa diminta menunjukkan bilangan-bilangan mana yang termasuk contoh
bilangan ganjil dan bilangan-bilangan yang bukan contoh bilangan ganjil. Dengan contoh
soal yang beranekaragam kita dapat menanamkan suatu konsep dengan lebih baik dari pada
hanya contoh-contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang diberikan
siswa dapat mengenal dengan jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya. Misalnya
untuk menjelaskan konsep bilangan prima, siswa diberikan contoh yang banyak dan sifatnya
beranekaragam. Dengan demikian siswa tidak menyimpulkan setiap bilangan ganjil itu
bilangan prima.
d. Dalil Pengaitan
Dalil pengaitan menyatakan bahwa didalam matematika itu setiap konsep berkaitan dengan
konsep lainnya, sama halnya antara dalil yang satu dengan dalil yang lainnya, antara teori
dengan teori dan sampai pada bagian yang lebih besar lagi yaitu antara cabang matematika
yang satu dengan cabang matematika yang lainnya. Misalnya antara kalkulus dengan
geometr, antara aljabar dengan geometrid an sebagainya. Guru harus dapat menjelaskan
kaitan-kaitan tersebut pada siswa. Hal ini penting agar siswa dalam belajar matematika lebih
berhasil. Dengan melihat kaitan-kaitan itu diharapkan siswa tidak beranggapan bahwa
cabang-cabang matematika itu berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama lainnya.

2. Metode Penemuan

Satu hal lagi yang menjadikan Bruner terkenal yaitu metode penemuannya.penemuan
yang dimaksud disini adalah menemukan kembali, bukan menemukan hal yang sifatnya baru
sama sekali. Bruner beranggapan bahwa belajar penemuan memberikan hasil yang baik sebab
siswa dituntut untuk berusaha sendiri untuk mencari masalah serta pengetahuan yang
menyertainya.

Berikut ini akan diberikan contoh pembelajaran dengan menggunakan metode


penemuan yang dikemukakan oleh Bruner yang bekerja sama dengan Dienes. Suatu kelas
yang terdiri dari siswa-siswa berusia delapan tahun diperkenalkan pada tiga jenis papan
kedua atau plat. Papan pertama kita katakana persegi X, papan kedua berbentuk persegi
panjang dengan sisi-sisinya x dan I kita sebut “1x atau x “ saja dan papan yang ketiga
merupakan persegi kecil yang sisi-sisinya 1 dengan 1 disebut “1”.

x 1

50
1

x x 1

Persegi x 1x atau x

Pertama siswa diminta bermain-main dengan benda tersebut. Papan pertama, papan
kedua,dan papan ketiga masing-masing jumlahnya banyak. Setelah itu Brunei bertanya pada
siswa “dapatkah kalian membuat persegi yang ukurannya lebih besar dari persegi x dengan
merangkai papan-papan jenis pertama, kedua dan ketiga?” sebagian besar dapat menyusun
persegi seperti digambar berikut ini.

Kemudian Bruner meminta mereka menjelaskan apa yang baru diperolehnya. Mereka
menjawab “ kami memiliki sebuah persegi x dengan dua buah x dan sebuah 1”. Setelah itu
Bruner memperkenalkan symbol x untuk melambangkan persegi x dan symbol “+” untuk
“dan”. Dengan memakai symbol-symbol tersebut persegi tersebut dapat dinyatakan dengan x2
+2x + 1. Cara lain untuk menyatakan persegi diatas adalah sebagai berikut, dengan x dan 1
pada setiap sisinya, sisi tersebut dilambangkan sebagai x + 1 dan persegi yang diperoleh
adlah (x + 1) (x + 1). Dari dua cara untuk menggambarkan persegi yang sama tersebut diatas
diperoleh persamaan x2 + 2x + 1 = (x + 1) (x + 1).

Para siswa selanjutnya membuat persegi-persegi dengan menurunkan notasi-notasi


yang baru ditulis diatas sebagai berikut.

51
x2 + 2x + 1 = (x + 1) (x + 1) x2 + 4x + 4 = (x + 2) (x + 2)

𝑥 2 + 6𝑥 + 9 = (𝑥 + 3)(𝑥 + 3) 𝑥 2 + 8𝑥 + 16 = (𝑥 + 4)(𝑥 + 4)

Bruner menduga bahwa mereka akan menemukan perbedaan dalam contoh-contoh persegi
(1), persegi (2), persegi (3), dan persegi (4). Banyaknya x pada masing-masing persegi
berturut-turut 2, 4, 6 dan 8. Sedangkan banyaknya persegi 1 pada masing-masing persegi (1),
(2), (3), dan (4) berturut-turut 1, 4, 9, dan 16. Bruner yakin settap kail siswa

mengalami kesulitan, mereka akan kembali pada contoh-contoh sebelurnnya dan mencoba
untuk me.nyelesaikannya.

H. Teori Belajar Maternatika Dienes

Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang menitikberatkan perhatiannya pada


care-cara pembelajaran terhadap siswa. Dienes mengemukakan tentang pembelajaran
matematika yang dirancang sederniklan t-ungga matematika itu Iebih mudah dipelajari dan
Iebih menarik. Untuk itu Dienes dalam pembelajaran matematika Iebih mengutamakan

kepada penaertian. Dasar teori yang dikemukakan Dienes bertumpupada teori Piaget.

52
Dari hash pengamatan dan pengalaman Dienes, banyak ditemukan bahwa siswa rnenyenangi
matematika, ketika permulaan dia diperkenalkan dengan matematika. Tapi setelah dia
memasuki sekolah tingkat yang Iebih tinggi makin banyak siswa yang mengeluh karena
matematika dianggap.

sebagai mate pelajaran yang sukar untuk dipelajari, banyak konsep yang dipahami siswa
secara keliru.

1. Konsep Matematika

Menurut Dienes yang dimaksud dengan konsep adalah struktur. Dienes berpendapat bahwa
pada dasarnya, matematika bisa dianggap sebagai studi mengenai struktur, memisah relasi
dalam struktur dan mengkategorikan relasi-relasi antara struktur-struktur. Menurut Dienes
setiap konsep dan prinsip dalam matematika dapat dipaharni siswa asalkan cara menyajikan
konsep dan prinsip tersebut secara konkret. Dienes mengemukakan bahwa konsep itu adalah
struktur matematika yang terdiri dari tiga jen:s yaitu konsep mumi matematika, konsep
notasi, dan konsep terapan.

Konsep mumi matematika adalah ide-ide matematika mengerai kategori bilangan dan
hubungan-hubungan antara bilangan, tanpa mempertimbangkan bagaimana bilangan-bilangan
tersebut disajikarn Misalnya untuk menyajikan bilangan empat, disajikan dengan cara yang
berlainan ditulis sebagai 4, IV, 100 (basis dua), dan III1. Dalam hal ini tidak menjadi
pertimbangan kita apakah bilangan 4 itu may ditulis dengan ang:<a Romawi, dengan
bilangan basis dua, basis sepuluh atau notasi yang lainnya.

Konsep notasi matematika adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat penyajian
bilangan itu sendiri. Contoh penyajian bilangan dengan dasar 2 lebih mudah diolah dengan
komputer daripada penyajian bilangan dengan dasar selain dua. Sebagai contoh yang lain di
Inggris perkembangan anaksis mengalami hambatan, hal ini dikarenakan pada ahil
matematika Inggris bertahan menggunakan notasi Newton yang lebih rumit dibandingkan
dengan notasi Leibnitz yang lebih efisien untuk bidang kalkufus. Dari kedua canton tersebut
nampak akibat langsung dari cara penyajian bilangan terhadap perkembangan matematika.

Konsep terapan adalah terapan dari konsep mumi dan konsep notasi matematika dalam
pemecahan masalah dalam matematika dan bidang studi yang lain yang berhubungan, konsep
panjang, luas dan isi merupakan contoh konsep terapan matematika. Konsep terapan
dipeiajari siswa setelah konsep mumi dan konsep notasi diberikan terlebih dahulu. Begitu

53
pula dengan konsep mumi, diajarkan sebelum konsep notasi diberikan sehingga tidak akan
terjadi kesalahan dalam memanipulasi larnbang. Hal itu teriNdf -karena siswa hanya
menghafal pola dalam memanipulasi lambang tanpa memahami konsep murni. Sebagai
contoh sepertiaberikut ini.

𝑥−3 𝑥
( ) − 3 = , 𝑝3 . 𝑝4 = 𝑝12 , 𝑑𝑎𝑛 (𝑥 + 3)2 = 𝑥 2 + 32
2 2

Dalam mempelajari konsep matematika akanlebih baik apabila penyajiannya dimulai dengan
benda-benda konkret yang bervariasi dan beranekaragam. Dalam belajar konsep Dienes,
berbeda dengan pendapat Gagne yang beranggapan bahwa belajar konsep dapat dijelaskan
dengan stimulus respon. Menurut Dienes apabila semua abstraksi yang berdasarkan kepada
situasi dan pengalaman konkret diterapkan untuk semua konsep yang diajarkan terhadap
siswa, hal tersebut akan lebih menyempumakan pemahaman siswa kepada konsep tersebut.

Untuk memahami suatu konsep seorang siswa perlu diperkenalkan dengan bermacam-macam
ragam materi konkret sebagai gambaran konkret dari konsep itu. Hal tersebut dilakukan
berdasarkan alasan ber-ikut ini.

Pertama : Dengan diperkenalkan dengan berbagai contoh siswa akan mendapatkan


penghayatan yang lebih benar daripada dengan dengan hanya sebuah contoh saja. Misainya,
untuk menanamkan konsep segitiga kepada siswa, akan lebih balk bila gambaran segitiga itu
ditunjukkan dengan gambar

setitiga bidang, bidang empat dan yang serupa. Sedangkan agar siswa lebih banyak dalam
memahami konsep segitiga diperkenalkan kepadanya bermacam-macam segitiga seperti
segitiga siku-siku, segitiga lancip, segitiga tumpul, segitiga samasisi dan segitiga samakaki.
Dengan demikian siswa tidak hanya mengenal satu segitiga saja.

Kedua Dengan diperkenalkan dengan berbagal macam contoh siswa akan lebih menerapkan
konsep ke dalam kondisi lain, baik itu dalam bidang yang berhubungan dengan matematika.
Misarnya, siswa yang belajar perkalian tidak hanya diperkenalkan dengan himpunan saja,
tetapi 13 dikenalkan dengan perkalian melalui jajaran. Dengan memahami konsep perkalian
melalui jajaran siswa akan mampu menghitung banyaknya tentara yang berbaris di suatu
lapangan upacara yang diatur menurut jajaran.

54
Dalam pembelajaran matematika Dienes lebih menekankan pada memanipulasi benda
konkret, laboratorium dan permainan matematika.

2. Tahap Pembelajaran Konsep Matematilka

Dienes mengemukakan bahwa terdapat enam tahap dalam pembelajaran konsep matematika.
Tahap-tahap itu dipelajari secara berurutan. Bila kita amati pendapat Dienes ini sejalan
dengan tahap-tahap perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget.

Tahap-tahap yang dimaksudkan oleh Dienes yaitu (1) bermain bebas, (2) permainan, (3)
penelaahan sifat bersama, (4) penyajian, (5) penyimbolan, dan (6) pemformalan.

a. Bermain Bebas

Bermain bebas merupakan tahap pertama siswa dalam belajar konsep. Bermain bebas
merupakan tahap belajar konsep yang kegiatannya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.
Dengan bermain bebas siswa bermain-main dengan benda-benda konkret model matematika.
Meskipun tidak diarahkan, siswa secara tidak sengaja mulai diperkenalkan dengan konsep
matematika melalui benda-benda konkret yang is permainan tersebut. Pengenalan konsep
terjadi, karena interaksi antara is dengan benda-benda konkret di sekitar lingkungan
belajarnya. Untuk mendapat pengalaman yang banyak siswa hanis banyak berinteraksi
dengan benda-benda atau model matematika yang banyak dan bervariasi. Tanggung javvab
guru untuk menyediakan bermacammacam benda konkret yang berkaitan dengan konsep
matematika atau memiliki konsep matematika. Pada tahap int siswa membentuk mental dan
sikap untuk persiapan dalam rnemahami struktur matematika dari konsep.

b. Permainan

.Permainan merupakan tahap kedua setelah tahap bermain bebas. Dalam tahap permainan
siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam konsep
tertentu. Ia mulai mengamati sifat-sifat kesarnaan atau ketidaksamaan, keteraturan atau
ketidakaturan suatu konsep yang diwakili oleh benda-benda konkret, keteraturan-keteraturan
yang terdapat dalam konsep tertentu belum tentu berlaku pula bagi konsep yang lainnya.
Dengan permainan siswa diajak mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika
itu. Seberapa efektifnya permainan dapat menanamkan konsep tertentu, sangat tergantung
dari permainan itu.

c. Penelaahan Sifat Bersama

55
Untuk meninjau sifat bersama dari suatu konsep yang disajikan mungkin belum cukup
melalui dua tahap yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada tahap ini siswa mulai diarahkan
dalam kegiatan menemukan sifat-sifat bersama. Pada tahap ini pula siswa belajar untuk dapat
menghayati sifat-sifat bersama tersebut. Dengan demikian diharapkan siswa mampu
menunjuk mana yang merupakan contoh dan mana yang bukan contoh. Untuk melatih siswa
untuk dapat melihat sifat-sifat bersama tersebut dengan mentranslasi dari suatu permainan ke
bentuk permainan yang lain. Meskipun demikian sifat-sifat abstrak yang diwujudkan dalam
permainan itu tetap tidak berubah, walaupun translasi dilakukan.

d. Penyajian

Pada tahap sebelumnya, siswa menelaah sifat bersama, setelah siswa dapat menemukan
sifat-sifat bersama, siswa perlu belajar membuat gambaran tentang sifat-sifat bersama, siswa
perlu belajar membuat gambaran tentang sifat bersama atau konsep yang ditemukan tersebut.
Gambaran komsep itu lebih abstrak daripada situasi yang disajikan. Penggambaran konsep ini
akan mengarahkan siswa ke arah pengertian struktur maatematika yang abstrakyang terdapat
dalm konsep tersebut. Penggambaran konsep tersebut adalah penyajian yang dapat berupa
diagram atau lisan.

e. Penyimbolan

Setelah pada tahap keempat siswa mampu menyatakan penggambaran suatu konsep.
Pada tahap penyimbolan siswa belajar membuat symbol dari gambaran konsep yang yang
telah ditemukannya. Pada tahap awal siswa dibiarkan untuk dapat mencari symbol sendiri
sekaligus belajar member symbol dari gambar konsep yang diperolehnya. Namun setelah itu
selanjutnya siswa diarahkan untuk memilih symbol yang cocok disesuaikan dengan konvensi
yang berlaku dalam matematika. Penyajian suatu konsep dapat dinyatakan dengan perumusan
kata-kata. Misalnya, hasil kali dua bilangan negative adalah bilangan positif.

f. Pemformalan

Pada tahap ini siswa belajar mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Jadi pada tahap ini siswa belajar mengorganisasikan
konsep-konsep matematika secara formal sehingga hasil dari pengorganisasian dari konsep-
konsep tersebut timbul dalil atau teori. Aksioma merupakan sifat-sifat dasar di dalam struktur
matematika. Dari aksioma ini kemudian dapat dirumuskan teorema tatau dahl. Langkah-
langkah dari suatu aksioma menuju teorema atau dafil dikenal denagn nama pembuktian.

56
3. Prinsip Pembelajaran Konsep Matematika

Menurut Dienes, belajar konsep terdiri dari empat prinsip, yaitu prinsip dinamika,
prinsip konstruktivitas, prinsip variabilitas dan prinsip persepsi variabilitas.

a. Prinsip Dinamika

Prinsip dinamika menyatakan bahwa permainan-permainan dapat diberikan sebagai


pendahuluan dalam pembentukan konsep asalkan setiap jenis permainan tersebut diberikan
pada waktu yang tepat dan sesuai. Permaina dimulai dengan memanipulasi materi konkret,
kemudian perlahan-lahan diganti dengan permainan mental.

b. Prinsip Konstruktivitas

Prinsip kostruktivitas menyatakan bahwa dalam struktur permainan konstruktivitas


selalu mendahului analisis dan hal ini dapat terjadi pada siswa umur 12 tahun ke atas.

c. Prinsip Variabilitas

Prinsip variabilitas menyatakan bahwa konsep harus berisikan variable. Maksudnya


konsep harus dipelajari melalui pengalaman yang mengikutsertakan banyak variable.

d. Prinsip Persepsi Variabilitas

Prinsip ini mengatakan bahwa untuk memberikan sebanyak mungkin pengalaman dan
variasi-variasi dari siswa dalam pembentukan konsep,serta untuk mempengaruhi siswa untuk
mengumpulkan esensi matematika dari abstraksi, maka struktur konseptual yang sejenis
dapat diberikan dalam bentuk ekivalensi persepsi sebanyak-banyaknya.

4. Pendekatan Pembelajaran Matematika

Selain mengemukakan tentang tahap dalam pembelajaran matematika, Dienes


mengemukakan pola pendekatan yang harus dilakukan dalam pembelajaran matematika
sebagai berikut.

a. Dalam belajar matematika siswa melalui manipulasi benda-benda konkret dan membuat
abstraksi dari konsep atau struktur dari konsep atau struktur tersebut.
b. Dalam memahami matematika siswa harus mengalami proses yang wajar seperti tahap
bermain-main dengan benda-benda konket, tahap mengurutkan pengalaman sehingga

57
menjadi suatu kebulatan yang mempunyai arti, tahap pemahaman konsep dan tahap
pengaplikasian.
c. Mengingat bahwa matematika sebagai ilmu seni kreatif, oleh sebab itu matematika
sebaiknya dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni.
d. Dalam pembelajaran konsep dalam matematika, konsep yang dipelajari tersebut harus
berkaitan dengan konsep yang sudah dipahami sebelumnya.
e. Supaya siswa memperoleh sesuatu dari belajar matematika, siswa harus dapat
mengalihkan dari suasana konkret ke dalam perumusan abstrak dengan menggunakan
symbol.

I. Teori Belajar Van Hiele

Kalau sebelumnya sudah diketahui mengetahui teori-teori belajar yang menjadi


landasan dalm proses pembelajaran matematika. Pada kesempatan ini akan diuraikan tentang
teori belajar yang mengkhususkan dalam pembelajaran geometri yang dikenal dengan teori
belajar Van Hiele. Van Hiele adalah seorang pengajar matematika Belanda yang telah
mengadakan penelitian melalui observasi dan tanya jawab yang ditulis dalam disertasinya.
Penelitian yang dilakukan Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap
perkembangan kognitif siswa dalam memahami geometri.

1. Tahap Perkembangan Kognitif

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahap pemahaman geometri yaitu tahap
pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan.

a. Tahap Pengenalan

Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus,
segitiga, persegi, dan bangun–bangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan dengan
sejumlah bangun-bangun geometri, siswa dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga.
Pada tahap pengenalan siswa belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun
geometri yang dikenainya itu. Sehingga bila kita ajukan pertanyaan “apakah pada sebuah
persegi panjang, sisi yang berhadapan sama panjang?”, “apakah suatu persegi panjang kedua
diagonalnya sama panjang ? “siswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami
betul karakter anak pada tahap pengenalan. Jangan sampai siswa diberikan sifat-sifat bangun-
bangun geometri tersebut, siswa akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan hafalan.

58
b. Tahap Analisis

Bila pada tahap pengenalan ssiwa belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun
geometri, tidak demikian pada tahap analisis. Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami
sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini siswa sudah mengenal sifat-sifat
bangun geometri, seperti pada suatu kubus banyak sisinya enam, sedangkan banyak rusuknya
12. Seandainya kita tanyakan apakah kubus itu balok. Siswa pada tahap ini belum bisa
menjawab pertanyaan tersebut karena siswa pada tahap ini belum memahami hubungan
antara balok dan kubus. Siswa pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang
terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.

c. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi dari
sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya. Pada tahap
ini siswa sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri
dengan bangun geometri lainnya. Siswa yang berada pada tahap ini sudah memahami
pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya siswa sudah mengetahui jajar genjang itu
trapesium, belah ketupat adalah layang-Iayang, kubus itu adalah balok. Pada tahap ni siswa
sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih
pada tahap awal artinya belum berkembang balk. Karena masih pada tahap awal siswa masih
belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi
panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi sating tegak lurus.

d. Tahap Deduksi

Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami deduksi yaitu merigambil kesimpulan
secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari
hal-hal yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif.
Matematika dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan
teorema dan ,ain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Sebagai contoh siswa menunjukkan
bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajar genjang adalah 3600 secara deduktif dibuktikan
dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan
memotong-motong sudut-sudut benda jajar genjang kemudian setelah itu ditunjukkan semua
sudutnya membentuk sudut satJ putaran penuh atau 3600 belum tuntas dan belum tentu tepat.
Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasamya mencari nilai yang paling dekat

59
dengan ukuran sebenamya. Jadi mungkin bisa keliru dalam mengukur sudut-sudut jajar
genjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam
pembuktian pada matematika.

Siswa pada tahap ini tetah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau postutat dan teorema.
Siswa pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu
siswa pada tahap ini belum bisa menjawab peatanyaan mengapa sesuatu itu disajikan teorema
dan dalii.

e. Tahap Keakuratan

Tahap terakhir dari perkembangan kognitif siswa dalam memahami geometri adalah
tahap keakuratan. Pada tahap ini siswa sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Siswa pada tahap ini sudah
memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau darn. Dalam matematika kita tahu
bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi
dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan
rumit. Oleh karena itu jarang atau hanya sedikit sekali siswa yang sampai pada tahap terakhir
ini sekalipun siswa tersebut sudah berada di SMA.
Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam
memaharni geometri Van Hiele juga mengemukakan beberapa terori berkaitan dengan
pembelajaran geometri. Teori yang dikemukakan Van Hiele antara lain sebagai berikut.
 Tiga unsur utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan
metode penyusun apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatkan
kemampuan berpikir siswa kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
 Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian
sating bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai
contoh seorang siswa tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah
sudut-sudut dalam suatu jajar genjang adalah 3600. Misalnya siswa itu berada pada
tahap pengurutan ke bawah. Menurut siswa pada tahap yang disebutkan,
pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa jumlah sudut-sudutnya adatah
3600. Contoh yang lain seorang siswa yang berada paling tinggi pada tahap kedua

60
atau tahap analisis, tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwa kubus itu
adalah balok, belah ketupat itu layang-layang. Gurunya pun sering tidak mengerti
mengapa siswa yang diberi penjelasan tersebut tidak memahaminya. Menurut Van
Hiele seorang siswa yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat
mengerti atau mernahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari
sisvva tersebut. Kalaupun siswa itu dipaksakan untuk memahaminya, siswa itu baru
bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian.
 Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu siswa mernahami geometri dengan
pengertian, kegiatan belajar siswa harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
siswa atau disesuaikan dengan taraf berpikimya. Dengan demikian siswa dapat
memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk
meningkatkan tahap berpikimya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap
sebelumnya.

2. Manfaat Teori Belajar Van Hiele dalam Pembelajaran Geometri

Teori-teori yang dikemukakan Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan dengan teori-
teori yang dikemukakan Piaget dan Dienes ka7-ena ia hanya mengkhususkan pada
pembelajaran geometri saja. Meskipun sumbangan tidak sedikit dalam pembelajaran
geometri. Berikut hal-hal yang diambil manfaatnya teori-teori yang dikemukakan Van Kele,

 Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif siswa yang
dikemukakan Van Hiele. Guru dapat mengetahui mengapa seorang siswa tidak
memahami bahwa kubus itu merupakan balok karena siswa tersebut tahap berpikirnya
masih berada pacia tahap analisis Ke bawah, siswa belum masuk pada tahap pengurutan.

 Supaya siswa dapat memahami geometri dengan pengertian, pembelajaran geometri harus
disesuaikan dengan tahap berpikir siswa. Jadi jangan sekali-kali memberi pembelajaran
materi yang sebenamya berada di atas tahap berpikimya. Selain itu dihindari siswa untuK
menyesuaikan dIrinya dengan tahap pembelajaran guru tetapi yang terjadi harus
sebaliknya.

 Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan bark siswa

dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat

61
kesukarannya dimulai dari tingkat yang paling rendah sampai dengan

tingkat yang paling rumit dan kompleks.

J. Teori Intelegensi Guilford

Dalam setiap kegiatan pembelajaran berkaitan dengan kesiapan siswa mempelajari


materi ajar. Untuk dapat memahami atau mengerti suatu materi ajar berkaitan dengan
kecerdasan atau intelegensi siswa. Berdasarkan hal tersebut sebaiknya setiap guru dapat
memahami teori-teori intelegensi yang dikemukakan oleh para ahlinya. Salah satu ahli
psikologi yang mengemukakan intelegensi adalah J. P. Guilford dari Amerika Serikat.

Guilford berpendapat bahwa kegiatan intelegensi manusia dapat dikategorikan ke


dalam 120 tipe yang berbeda, Guilford mengembangkan teori intelengsinya di Universitas
California sekitar tahun enam puluhan. Teori intelegensi dari Guilford ditampilkan dalam
bentuk model yang dikenal dengan struktur model intelektual Guilford. Teori intelegensi
yang dikemukakan Guilford dikembangkan tidak berdasarkan hasil eksperimen melainkan
berdasarkan pertimbangan teoritik. Meskipun demikian teorinya ni dicocokkan dengan
eksperimen. Struktur model intelektual dari Guilford dikembangan dengan menggunakan
prosedur statistik yaitu analisis faktor. Dengan menggunakan analisis faktor is berusaha untuk
mengidentifikasikan serta mengkiasifikasikan kemampuan-kemampuan intelektual manusia.
Struktur model intelektual dari Guilford dapt digambarkan seperti gambar berikut ini,

Struktur model intelektual yang dikemukakan Guilford terdiri clari tiga dimensi, yaitu
operas', isi belajar, dan produk belajar. Masing-masing dimensi mewakili setiap perbuatan
intelektual. Struktur model intelektual dari Guilford dibuktikan dengan menguji sejumiah
orang berbagai usia mulai dari urnur dua tahun sampai orang dewasa, supaya lebih jelas kita
lihat masing-masing dimensi yang mewakili sifat-sifat belajar dan perkembangan intelektual.

1. Operasi

Operas' merupakan tipe perbuatan intelektual yang mungkin selama berpikir. Operasi
merupakan proses mental pada saat belajar. Operasi terdiri dari lima macam, yaitu
pengamatan, ingatan, produk konveryen, produk divergen, dan evaluasi.

a. Pengamatan adalah kemampuan untuk menemukan, mengenal dan mengeti bermacam-


macam bentuk informasi. Sebagai contoh, kemamouan untuk memisahkan sekumpulan

62
bentuk geometri dan seperti memisahkan bujur sangkar dan segitiga jika diberikan
sekumpulan bentuk-bentuk geometri bidang.
b. Ingatan adalah kemampuan untuk menyimpan informasi yang telah diperoleh, dikenal dan
dimengerti kemudian mengeluarkannya untuk menjawab tantangan. Sebagai contoh untuk
menjawab pertanyaan “Apa yang disebut bujur sangkar?” diperlukan ingatan.
c. Produk kovergen adalah kemampuan untuk mengkombinasikan inforrmasi-informasi
yang diketahui untuk sampai kepada satu jawaban yang benar. Sebagai contoh seorang
siswa dapat memberikan jawaban atas pertanyaan berapa banyak bilangan prima antara 10
dan 20 ? Banyaknya bilangan prima antaran 10 dan 20 adalah empat bukan lima atau 10.
d. Produk divergen adalah kemampuan untuk memberikan alasan yang berbeda dari alasan
yang sudah diberikan terhadap informasj tertentu. Kemampuan ini dapat diartikan
semacam kempuan siswa untuk membuktikan suatu teorema dengan cara lain yang
berbeda.
e. Evaluasi adalah kemampuan untuk mengolah informasi untuk memperoleh perkiraan
dalam mengambil suatu kesimpulan atau keputusan atau keputusan yang benar.

2. Isi Belajar

Isi belajar merupakan dimensi kedua dari struktur model intelegensi Guilford.
Dimensi ini menunjukan bahan yang dipelajari. Setiap kah melakukan perbuatan operasi,
perbuatan tersebut akan mengenai salah satu dari dimensi isi belajar. Dimensi ini terdiri dari
empat jenis yaitu isi ganbaran, isi simbol, isi semantik dan isi tingkah laku.

a. Isi gambar adalah isi yang berhubungan dengan bentuk-bentuk seperti bentuk segitiga,
persegi, lingkaran, kubus dan sebagainya.
b. Isi simbol adalah isi yang berkaitan dengan representasi benda konkret maupun abstrak.
Representasi yang diberikan dapat berupa angka, huruf, tanda, suku kata atau
semacamnya. Contoh “ X” adalh simbol matematika untuk perkalian pad bilangan, f
merupakan simbol matematika untuk menyatakan suatu fungsi.

c. Isi semantik adalah isi yang berhubungan dengan gagasan atau kata-kata yang dapat
menimbulkan pengertian apabila kata-kata atau gagasan tersebut sampai kepada pemikiran
manusia. Misalnya, setiap kali kita mendengar atu melihat dengan dengan membaca kata-
kata sepertiga ,persegi, parabola, fungsi, grup dan sebagainya, akan terbayang gambar

63
verbal pada pikiran kita. Jadi kata-kata atau gagasan baik yang tertulis, diabaca atau
didengar itu merupakan isi semantik.

3. Produk Belajar

Produk belajar adalah hasil dari cara mengidentifikasikan mengorganisasikan


informasi ke dalam pikiran. Setiap kali kita melakukan sutu operasi mental akan mengenai
suatu isi dari perbuatan tersebut dapat menghasilkan enam produk belajar, yaitu satuan,
kelas, relasi, sistem, transformasi dan amplikasi

a. Satuan adalah respon tunggal yang berupa gambar, kata, simbol atau gagasan secara
keseluruhan yang utuh. Misalnya, simbol bilangan “2”.
b. Kelas adalah suatu himpuanan yang mempunyai unsur-unsur persamaan. Pengertaian
kelas lebih dari padapengertian himpunan karena kelas menyertakan gagasan. Sebagai
contoh himpunan bilangan ganjil.
c. Relasi adalah hubungan antara satuan-satuan dengan cara mengorganisasikan satuan
satuan dan kelas-kelas menjadi struktur yang srkali berkaitan itu mempunyai sifat
tersendiri. Contoh relasi dalam matematika “ lebih dari”,”kurang dari”.
d. Sistem adalah susunan teroganisasi dari satuan-satuan,kelas-kelas dan relasi-relasi
sehingga mereka itu saling berinteraksi, saling bergantungan dan terpola secara kompleks.
Contoh, persamaan,matematika, himpunan bilangan real dengan relasi-relasinya
merupakan contoh sistem matematika.
e. Transformasi adalah perubahan bentuk informasi sebagai akibat dari kegiatan modifikasi,
menginterprestasi kembali, dan menyusun kembali informasi-informasi yang sudah ada
menjadi informasi baru.Contoh transfornasi dalam matematika, pemetaan dari suatu
himpunan bilangan real ke himpunan bilangan real.
f. Implikasi adalah kesimpulan sebagai akibat interaksi antara satuan, kelas, relasi, sistem
dan transformasi.
Contoh kegiatan intelektual yang memuat kemampuan intelektual struktur mode
lintelektual Guilforddihadapkan pada sekumpulan seperi dibawah ini.
Seorang siswa dihadapkan pada sekumpulan benda-benda geometri bidang, siswa mampu
mengumpulkan benda-benda berbentuk persegi panjang sebagai ukuran. Kegiatan tersebut
memuatkan dimensi yang dikemukakan Guilfort, seperti operasinya adalah mengamati dan
mengerti, isinya adalah gambar dalam hal ini benda persegi panjang dan produknya adalah

64
kelas ( benda-benda persegi panjang dengan ukuran yang berbeda-beda panjang dan
lebarnya).
Guilford berpendapat bahwa belajar merupakan penemuan informasi bukan
sekedar hubungan stimulus-respon seperti dikemukakan teori assosiasi. Menurut Guilford
kemampuan seorang siswa dan belajar berbeda-beda kemampuan. Bisa saja seorang siswa
mudah dalam mempelajari relasi tetapi ia kesulitan dalam mempelajari transformasi.Struktur
model intelektual Guilford tidak menyatakan tipe kegiatan intelektual mana yang sulit
dipelajari, tetapi struktur model intelektual tersebut hanya menunjukan bahwa untuk siswa
berbeda, berbeda pula kesulitan dalam mempelajari sesuatu. Dari 120 tipe kemampuan
intelektual yang dikemukakan Guilford nampaknya meliputi hampir seluruh kemampuan
mental manusia yang dapat dikhususkan dan dapat diukur.setiap kemampuan khusus yang
dikemukakan guilford dapat dites sehingga seorang guru dapat mengetahui kekurangan dan
kkekuatan mental siswa. Denam demikian gurun dapat memberi kegiatan atau tugas-tugas
tertentu supaya siswa mempunyai kemampuan kognitif yang lebih serasi. Setiap guru
matematiaka dapat memperoleh manfaat dari tiaori intelegensia yang dikemukakan guilfird
seperti tiorinya yang mengatakan bahwa kemampuan mental siswa itu tidak sama atau
berbeda-beda. Dengan mengetahuin hal tersebut berhasil dalam belajar. Misalnya antara
metode ceramah dan metode diskusi, antara pendekatan deduktif dan pendekatan induktif,
dan sebagainya.

K. Teori Belajar Bermakna Ausubel


David Ausubel terkenal dengan terori belajar bermakna. Ia mengatakan bahwa perlu adanya
pegulangan materi sebelum pelajaran dimulai. Menurut Ausubel, belajar menjadi bermakna
jika informasi yang hendak dipelajari siswa akan menghubungkan informasinbaru tersebut
dengan informasi yang telah dimiliki. Dalam menyajikan informasi yang akan dipelajari
siswa supaya belajar menjadi bermakna . Ausubel memakai istilah advance organize (
pengatur lanjut). Sebagian buku memasukan teori Ausubel kedalam aliran kognitif dan ada
pula yang memasukan sebagai aliran psikologi tingkah laku. Teori Ausabel dimasukan
kedalam aliran psikologi kognitif dengan alasan pendapat Ausubel yang menyatakan bahwa
stuktur kognitif di dalam mental siswa yang merupakan unsur mengaitkan datanya informasi
baru. Ausubel membedakan antara pengertian belajar meneriama dengan belajar menemukan,
menurutnya pada belajar siswa diberikan bentuk akhir dari apa yang diberikan guru.
Sedangakan pada belajar menemukan bentuk akhir dari apa yang diberikan pada siswa.
Adanya pelakuan terhadap siswa yaitu diberi bentuk akhir dan tidak memberikan bentuk

65
akhir yang diberikan guru, merupakan dasar memasukan teori Ausubel ke dalam afiaran
psikologi tingkah laku.
1. Tipe Belajar
Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang hendak dipelajari siswa disusun
sedemikian hingga cocok dengan struktur kognitif siswa. Dengan cara tersebut siswa akan
mengaitkan pengetahuan barunya dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Seorang
siswa yang belajar bermakna sebab dengan demikian pengalihan ilmu atau transfer belajar
mudah dicapai siswa. Ketika metode penemuan dianggap sebagai suatu metode yang baik
sebab dengan belajar melalui penemuan siswa belajar dengan bermakna, sedangkan dengan
metode ceramah tidak demikian. Pendapat demikian dibantah oleh Ausebel, menurut baik
belajar penemuan maupun belajar menerima. Kedua-duanya dapat belajar bermakna atau
belajar menghafal. Dari kedua kegiatan belajar tersebut Ausebel mengidentifikasikan empat
kemungkinan tipe belajar.
a. Mengajar dengan metode ceramah sedangkan siswa belajar secara dengan cara
menghafal. Pada tipe ini siswa menerima informasi yang disajikan guru dalam bentuk
final yaitu bentuk akhirnya diberikan pada siswa. Setelah itu siswa menghafalnya, materi
yang disampaikan guru tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki siswa.
b. Mengajar dengan metode penemuan sedangkan siswa belajar dengan cara menghafal.
Pada tipe ini informasi yang dipelajari ditentukan secara bebas oleh siswa, guru tidak
menyajikan bentuk akhir dari yang diajarkan tetapi siswa sendiri yang harus mencarinya.
Setelah itu kemudian siswa menghafalkan materi tersebut. Contohnya seorang siswa
yang belajar mengenai sifat-sifat persegi panjang, siswa tersebut sebelumnya memilki
npengetahuan tentang sifat-sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat. Siswa
tersebut kemudian diberi alat berupa penggaris dan jangka, dengan alat-alat tersebut
siswa menemukan sifat-sifat persegi panjang seperti panjang sisi-sisi yang sama, kedua
diagonal nya sama panjang kemudian sifat-sifat tersebut dihafalkan.
c. Mengajar dengan metode ceramah sedangkan siswa belajar secara bermakna. Siswa
menerima informasi yang diberikan guru dalam bentuk final yaitu bentuk akhirnya
diberikan pada siswa, setelah itu siswa mengaitkan pengetahuan yang baru itu dengan
struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya seorang siswa yang mempelajari materi
persamaaan kuadrat. Guru mempersiapkan materi kuadrat disusun sedemikian hingga
materi tersebut mudah dipelajari siswa dengan metode ceramah . Materi yang disajikan
guru tersebut mudah tertanam ke dalam konsep persamaan yang sebelumnya sudah

66
dimiliki siswa. Materi persamaan kuadrat bisa dipelajari siswa secara bermakna, sebab
pengertian persamaan lebih inklusif daripada persamaan kuadrat.
d. Mengajar dengan metode penemuan sedangkan siswa belajar secara bermakna. Pada tipe
ini informasi yang dipelajari ditentukan secara bebas oleh siswa, guru tidak menyajikan
bentuk akhir dari yang diajarkan tetapi siswa sendiri yang mencarinya. Sesudah itu siswa
mengaitkan pengetahuan yang baru diterima dengan struktur kognitif yang dimiliki
siswa. Misalnya seorang siswa diminta menemukan sifat-sifat persegi. Siswa dapat
menemukan sifat-sifat persegi dengan mengaitkan pengetahuan yang baru diterimanya
yaitu persegi dengan materi yang sudah dimiliki yaitu sifat-sifat persegi panjang.

Dari empat tipe belajar yang telah dikemukakan, Nampak bahwa metode penemuan
dapat menghasilkan belajar menemui hafalan, begitu pula dengan metode ceramah (belajar
menerima) dapat mengahsilkan belajar bermakna. Dari keempat tipe belajar yang telah
disebutkan tipe yang terakhir yaitu mengajar dengan metode penemuan menghasilkan belajar
bermakna, merupakan tipe yang paling baik.
Menurut Ausebel, belajar menghafal pengertiannya berlawanan dengan belajar
bermakna. Dengan belajar bermakna. Dengan belajar menghafal pengetahuan yang diperoleh
terisolasi, siswa tidak dapat mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya itu ke dalam struktur
kognitifnya. Selain itu dengan belajar menghafal siswa tidak dapat mengendapkan
pengetahuan yang baru diperolehnya, siswa hanya dapat mengingat fakta-fakta yang
sederhana. Menurut Ausebel belajar dengan metode ceramah akan lebih efektif untuk siswa
yang sudah mencapai tahap akhir berfikir formal. Belajar dengan penemuan menurut
Ausebel tidak selamanya lebih baik , salah satu kelemahan belajar dengan penemuan adalah
pengetahuan yang diperoleh tidak utuh serta tidak urut sehingga merupakan pengetahuan
yang terintegrasi. Selain itu dengan belajar penemuan belumtentu motivasi untuk belajar itu
datang dari siswa itu sendiri, bila motivasi untuk belajar tidak dating dari siswa itu sendiri
hasil belajar yang diharapkan sukar dicapai. Supaya materi pelajaran yang akan disajikan
harus disusun secara baik, dari materi yang paling inklusif diuraikan sehingga terbagi ke
dalam pecahan-pecahan yang kurang inklusif. Dengan cara itu materi yang diajarkan tersusun
secara hirarki sejalan dengan organisasi struktur kognitif yang dimiliki siswa.

67
2. Prasyarat Belajar Bermakna dengan Ceramah
Ausebel lebih menyenangi materi yang pelajaran yang disusun secara bermakna dan
disajikan dengan ceramah. Namun pengetahuan yang diperoleh dengan cara demikian
mempunyai beberapa prasyarat yang harus dipenuhi.
a. Belajar bermakna dengan ceramah dapat terjadi pada siswa dengan kondisi dan sikap
terhadap tugas belajar sesuai dengan intensi mereka. Jika siswa mengerjakan tugas
belajar karena ia memilki sikap untuk memahami materi pelajaran dan mengaplikasikan
materi pelajaran baru, kemudian dengan menghubungkan dengan materi belajar yang
terdahulu yang telah dimilikinya. Dikatakan belajar tidak dengan cara bermakna. Dengan
demikian kondisi dan sikap siswa dalam belajar matematika. Siswa yang tidak berusaha
untuk memahami matematika dengan sungguh-sungguh mengalami kegagalan dalam
belajar matematika sehingga akhirnya membenci pelajaran matematika.
b. Belajar bermakna dengan ceramah dapat terjadi apabila tugas-tugas yang diberikan pada
siswa sesuai dengan kognitif mereka. Dengan cara demikian materi yang diberikan dapat
diterima siswa secara bermakna. Siswa dapat mengasimilasi materi pelajaran baru ke
dalam struktur kognitif yang lebih lama. Belajar bermakna terlebih dahulu merupakan
penguat bagi belajar bermakna yang baru. Belajar yang bermakna pada awal memberi
pengertian terhadap materi pelajaran yang baru, setelah itukemudian materi baru tersebut
akan terserap dan seterusnya diingat siswa.
c. Prasyarat yang lain untuk terjadinya belajar bermakna dengan ceramah adalah materi dan
tugas yang diberikan pada siswa harap disesuaikan dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa. Apabila materi dan tugas yang diberikan pada siswa yang berada pada
periode operasi konkret tanpa contoh-contoh konkret dari materi tersebut, akan
mengakibatkan siswa tersebut terjadi karena materi yang tersebut secara bermakna. Hal
tersebut terjadi karena materi yang diberikan tidak dimengerti siswa sehingga ia belajar
dengan cara menghafal tidak dengan cara pengertian.

Belajar bermakna dengan ceramah yang dikehendaki Ausebel dalam mempelajari


matematika adalah belajar matematika dengan pernyataan-pernyataan verbal yang cermat dan
tepat sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Ausebel juga menghendaki
materi pelajaran yang diajarkan disusun secara hirarkis dari yang lebih inklusif ke yang
kurang inklusif dengan memperhatikan kesiapan mental siswa.

68
3. Strategi Belajar Bermakna Menurut Ausebel
Setiap disiplin ilmu memiliki organisasi dan struktur yang berlainan begitu pula dengan
struktur kognitif setiap individu. Ausebel berpendapat bahwa proses informasi dari disiplin
ilmu analog dengan struktur proses informasi dari pikiran. Sebagai contoh matematika dan
pikiran masing-masing memilki hirarki struktur ide-ide, ide-ide tersebut tersusun dari yang
paling inklusif sampai dengan yang kurang inklusif, yang paling inklusif berada di puncak
struktur.
Setiap disiplin ilmu memiliki struktur yang berbeda, oleh karena itu menurut Ausebel
disiplin ilmu tidak cocok diajarkan dengan cara interdisiplin, lebih baik diajarkan secara
terpisah. Ausebel tidak sependapat dengan adanya matakuliah-matakuliah yang diajarkan
secara bersama-sama seperti biologi, kimia dan fisika, sama halnya dengan program
matematika sains. Ausebel menganggap bahwa struktur pada suatu disiplin menjadi tidak
jelas bagi siswa. Cabang-cabang dalam disiplin matematika seperti geometri, aljabar dan
analisis dalam pembelajaran matematika.
Prasyarat mengajarkan suatu disiplin ilmu adalah sebagai berikut.
1. Disiplin ilmu itu harus disajikan sedemikian hingga struktur dari disiplin ilmu
tersebut distabilkan dalam struktur kognitif siswa, tidak di absorbsi dan dirusak
menjadi suatu stuktur unit.
2. Materi yang diajarkan supaya dapat dipelajari siswa secara bermakna. Supaya materi
yang diajarkan dipelajari secara bermakna, tugas guru untuk membimbing siswa
membentuk hubungan antara struktur kognitif siswa dengan struktur disiplin ilmu
yang diajarkan pada siswa. Setiap konsep atau dalil yang diajarkan harus berkaitan
dengan konsep atau dalil yang dimiliki siswa yang telah dipelajari sebelumnya dan
telah ada dalarn struktur kognitif siswa.

Hal ini yang dikemukakan Ausubel yaitu la mengembangkan dua prinsip untuk
menyajikan materi pelajaran. Dua prinsip yang dlmaksuclkan yaitu diferensiasi progresif dan
integrasi serasi. Diterensiasi progresit adalah materi itu disajikan mulai dari yang mudah
hingga ke yang kompleks.

Integrasi serasi adalah informasi yang baru atau materi yang baru diintegrasikan dengan
informasi lama atau materi lama yang telah dipelajari siswa sebelumnya.

L. Teorl Belajar Brownell

69
Aliran psikologi Gestalt berpendapat bahwa dalam pembelajaran harus dititikberatkan
pada pengertian dan belajar bermakna. Teori belajar dari Thomdike yang terkenal dengan
aliran pengaitannya. Ia berpendapat bahwa konsep baru yang akan dipelajari siswa harus
dikaitkan dengan konsep yang sudah dikenalnya. Cara dianggap cocok untuk menanamkan
konsep baru tersebut adalah dengan cara stimulus respon yang dilakukan berulang-ulang.
Pandangan aliran psikologi Gestalt dengan teori Thorndike mengenal latihan halal sejalan.
Aliran psikologi Gestalt setuju kalau tatihan halal tersebut harus dilakukan apabila siswa
telah memperoleh pengertian.

Aliran psikologi Gestalt muncul di Amerika Serikat pada sekitaltahun30-an. Tokoh


aliran psikologi Gestalt yang terkenal dalam maternatvKa adalah William Brownell. Ia
mengembangkan bahwa belajar itu merupakyl suatu proses yang bermakna. Ada perbedaan
antara belajar yang dTevolt1\ siswa dengan menghafal dengan yang diperoleh siswa dengan
pengertian. Untuk melihat perbedaannya lihat contoh berikut.

Misalnya ada soal "Hitunglah (p + q)(r + s)?" Untuk mengajarkan hitungan tersebut dapat
dilakukan sebagai berikut.

1 . Cara guru mengajarkan dapat dengan menyuruh siswa untuk menghafalkan, yaitu
mengalikan dua suku dua sama dengan mengaVkkal suku-sukunya kemudian
menjumlahkannya.

(p + q)(r + s) = pr + ps + qr + qs

2 . Untuk mengajarkan hitungan tersebut guru dapat menggunakan konsep luas seperti
berikut.
r s

p I II
p ps

III IV

qr
qs
q

Cara pertama merupakan contoh belajar dengan menghafal sedangkan cara kedua
merupakan contoh dengan pengertian.

70
BAB 5
PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Masalah pernbelajaran matematika adalah masalah yang kompleks. Untuk itu seorang
guru matematika harus mampu memilih pembelajaran yang tepat untuk suatu bahan ajar
matematika. Bahan ajar ini dapat saja berupa suatu topik atau sub-topik matematika sekolah.
Pembelajaran matematika yang dipilih oleh seorang guru matematika tersebut melibatkan
model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, metode pernbelajaran, dan teknik
pembelajaran yang lazim digunakan dalam pembelajaran matematika. Pendekatan
pembelajaran meruapkan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu
materi ajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

A. Pendekatan Spiral

Pendekatan ini digunakan untuk membelajarkari konsep matematika. Pada pembelajaran


matematika yang menggunakan pendekatan ini, suatu konsep tidak diajarkan dari awal
sampai akhir secara berurutan dan, tuntas dalam selang waktu yang tertentu. Tetapi suatu
konsep diberikan secara sebagian-sebagian, berulang-ulang dan dalarn seiang waktu yang
terpisahpisah, muia-mula konsep tersebut dikenaikan dengan cara dan dalarn bentuk sederhan
yang makin lama semakin kompleks dan dalam bentuk abstrak daa pada akhimya digunakan
bentulk umum dalam matematika, di antara selang waktu yang terpisah itu diberikan konsep-
konsep lain.

Misalnya dalam pembelajaran konsep A, di selang waktu pertama konsep A


dikenalkan dalam suatu topik dengan cara intuitif melalaui bendabenda konkret, contoh-
contoh konkret, atau gambar-gambar sesuai kemampuan siswa dan konsep A dinyatakan
dengan notasi atau simbol yang sederhana. Setelah selang waktu itu selesai, pembelajaran
dilanjutka dengan konsep-konsep lain (misalnya konsep B dan C), mungkin konsep dengan
notasi yang sederhana itu digunakan dalam konsep B dan konsep C. Di selang-selang waktu
yang terpisah selanjutnya, konsep A dibelajarkan lagi yang makin lama semakin kompleks
dan dalam bentuk yang lebih abstrak yang akhimya menggunakan notasi yang umum
digunakan daiarn matematika.

Pendekatan spiral merupakan suatu prosedur pembahasan konsep yang dimulai


dengan cara sederhana dari konkret ke abstrak, dari cara intuitif ke analisis, dari penyelidikan
kepenguasaan, dari tahap paling rendah hingga tahap yang paling tinggi, dalam waktu yang
cukup lama dan dalam selang waktu terpisah-pisah. Pendekatan spiralsangat sesui dengan

71
perkembangan psikologi siswa. Dengan demikian prinsip psikologi terpenuhi. Kelemaham
dari pendekatan ini adalah memerlukan waktu yang sangat panjang untuk mengenalkan
konsep, ini memungkinkan bagi siswa mengalami kejenuhan belajar.

B. Pendekatan Deduktif

Pada dasarnya penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara
untuk menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus
yang bersifat khusus disebut penarikan kesimpulan secara deduktif. Proses berpikir yang
digunakan disebut penalaran deduktif. Suatu pendekatan yang menggunakan proses penalaran
deduktif disebut pendekatan deduktif.

Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola piker yang disebut
silogisme. Penarikan kesimpulan ini berdasarkan pada pernyataan-pernyataan pendukung
yang disebut premis-premis atau hipotesis, premis ini dibedakan menjadi premis mayordan
premis minor. Bentuk umum penarikan kesimpulan secara deduktif adalah

Premis mayor : p → q

Premis minor : q → r

Kesimpulan : p→r

Perhatikan contoh berikut ini !

Premis mayor : suatu segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku disebut segitiga siku-siku

Premis minor : dalam suatu segitiga siku-siku, kuadrat sisi miringnya sama dengan jumlah
kuadrat kedua siku-sikunya.

Kesimpulan : jika diketahui dalam segitiga ABC, A = 900 maka berlaku a2 + b2 = c2

Pembelajaran konsep matematika dengan menggunakan pendekatan deduktif dimulai


dengan memberikan defenisi, dan teorema-teorama disusul dengan memberikan contoh-
contoh. Contoh ini dapat diberikan ole guru atau dicari oleh siswa.

Berikut ini disajikan contoh pembelajaran topic gabungan pada operasi himpunan
dengan pendekatan deduktif.

1. Mula-mula dikemukakan defenisi gabungan

72
Defenisi : Gabungan dari himpunan A dan himpunan B adalah himpunan dari semua
anggota A atau anggota B atau keduanya.
Gabungan himpunan A dan himpunan B dinyatakan A ∪ B dibaca gabungan A dan B.
2. Kemudian dikemukakan contoh-contoh.
Contoh 1 : diketahui himpunan A = { 1, 2, 3, 4}
Himpunan B = {a, b, c}
Maka A ∪ B = {1, 2, 3, 4, a, b, c}
Contoh 2 : diketahui himpunan P = {2, 4, 6, 8}
Himpunan Q = {12, 3, 5, 7, 91}
Maka A ∪ B = {2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}
3. Langkah selanjutnya dikemukakan teorema beserta buktinya, pembuktian dilakukan
dengan berdasar pada defenisi, aksioma atau teorema yang sudah dikenalkan.
Teorema : jika diketahui dua himpunan A dan B maka A ∪ B = B ∪ A
Bukti : defenisi A ∪ B
Kesimpulan A ∪ B = B ∪ A
4. Diberikan contoh-contoh yang sesuai dengan teorema itu, dan seterusnya.

Pendekatan deduktif dalam pembelajaran matematika sudah bias dilakukan.


Misalnya pemakaian teorema atau rumus untuk membuktikan atau menyelesaikan
masalah pada dasarnya merupakan pendekatan deduktif. Pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan deduktif hanya memerlukan waktu yang sangat singkat
sehingga dapat lebih efisien. Setiap kesimpulan yang diperoleh terjamin berikut secara
umum. Namun bagi siswa dapat tingkat rendah dirasa sangat sulit. Untuk memahami
pproses penurunan rumus matematika dan adakecenderungan siswa menjadi pasif dikelas,
oleh karena itu pendekatan deduktif kurang sesuai untuk kelas rendah.

C. Pendekatan Induktif

Proses berpikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus yang
bersifat khusus menjadi hal yang bersifat umum disebut penalaran induktif. Penalaran ini
merupakan kebalikan dari penalaran induktif untuk memperoleh pengetahuan dari percobaan
atau eksperimen umum bersifat- empiris digunakan penalaran induct-if. Pembelajaran
matematika yang prosedurnya menggunakan pendekatan induktif.

Menurut sejarah, matematika ditemukan sebagai hasil pengamatan dan pengalaman


serta perna dikembangkan denagn analogi dan coba-coba. Namun demikian dalam
73
matematika formal, penallaran yang digunakan untuk menarik kesimpulan yang berlaku
umum adalah penalaran induksi lengkap atau disebut juga induksi matematika.

Perhatikan contoh induksi matematika dibawah ini!

1
Salah satu sifat bilangan asli adalah “jumlah n bilangan asli adalah n(n +1)”. Untuk
2

membuktikan sifat itu, harus dibuktikan bahwa “untuk setiap n bilangan asli dipenuhi 1 + 2 +
1
3 + ...+n = 2 n(n + 1). Jika pembuktiannya kita lakukan dengan induksi, proses dimulai dari n

= 1, dilanjutkan untuk n = 2, n = 3 dan seterusnya seperti dibawah ini.

1 1
Untuk n= 1, 1 = 1 = 2 . 1.2 = 2 .1(1 + 1)

1 1
n = 2, 1 + 2 = 3 = 2 .2.3 = 2 .2(2 + 1)

1 1
n = 3, 1 + 2 + 3 = 6 = 2 .3.4 = 2 .3(3 + 1)

Proses demikian harus terus dilakukan untuk setiap bilangan asli. Jika kita perlihatkan hanya
untuk n tertentu, proses seperti diatas menurut matematika formal tidak terima, walaupun kita
lakukan untuk n yang besar sekalipun. Mengapa demikian? Karena dalam matematika jika
rumus itu harus menjamin berlaku pula untuk berikutnya. Jaminan ini tidak ada pada induksi
biasa. Dengan proses dibawah ini, matematika formal memberikan jaminan yang diperlukan.

Andaikan rumus tersebut berlaku untuk n tertentu, missal n = k.

1
Jadi 1 + 2 + 3 + … + k = 2 k(k + 1).

Kemudian dibuktikan keberlakuannya untuk n = k + 1.

1
1 + 2 + 3 + … + k + (k +1) = k(k + 1) + (k + 1)
2

1
= (k2 + k) + (k + 1)
2

1
= (k2 + k + 2k +2)
2

1
= (k2 + 3k + 2)
2

1
= (k + 1)(k + 2)
2

74
1
= (k + 1)[(k + 1) + 1]
2

Ternyata untuk n = k + 1 yaitu bilangan berikutnya setelah n = k sembarang, rumus tersebut


tetap berlaku. Dengan demikian dijadikan rumus tersebut berlaku untuk n bilangan asli
sembarang.

Dalam pembelajaran matematika dijenjang pendidikan dasar dan menengah,


pendekatan induktif disarankan untuk masih digunakan. Hal ini didasarkan oleh pendapat
para ahli yang mengatakan bahwa masih banyak siswa sekolah dasar dan menengah yang
sulit untuk menggunakan penalaran deduktif. Oleh karenanya, mereka lebih mudah
menggunakan penalaran induktif untuk memahami konsep-konsep matematika. Pembelajaran
menggunakan pendekatan ini diperlukan waktu yang cukup lama.

Jadi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan deduktif, untuk mengenalkan


teorema pada siswa dilakukan dengan pemberian contoh-contoh yang mengarah pada suatu
rumus yang dikehendaki. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif
memberikan kesempatan pada siswa unutk aktif menemukan rumus dengan menggunakan
observasi, bereksperimen dan berfikir, kesalahan konsep pada diri siswa akan lebih awal
dapat diketahui dan diatasi. Bagi siswa pada tingkat rendah dan siswa yang lemah,
penggunaan penalaran induktif sangat sesuai. Kelemahannya pembelajaran dengan
pendekatan induktif yaitu memerlukan waktu yang cukup lama sehingga bagi siswa yang
pandai pendekatan ini mengakibatkan pelajaran matematika membosankan. Pada umumnya
rumus yang didapat dengan pendekatan ini beum lengkap dalam arti belum dapat menjamin
suatu kesimpulan yang berlaku umum, kecuali pada setiap tahapan dilakukan dengan induksi
lengkap.

D. Pendekatan Intuitif

Pendekatan intuitif di dasari oleh kemampuan mengetahui atau memehami suatu hal
tanpa harus mempelajari (intuisi). Pendekatan intuitif merupakan suatu bentuk pendekatan
yang hampir mirip dengan pendekatan induktif. Pelajaran matematika yang menggunakan
penalaran intuitif dikatakan menggunakan pendekatan intuitif. Dalam pembelajaran
matematika antara pendekatan induktif dan pendekatan intuitif hanya berbeda pada
pemberian contoh. Contoh yang di berikan pada pendekatan intuitif biasanya berupa
permainan, keadaan khusus, masalah sehari-hari atau matematika yang menarik. Salah satu
contoh pendekatan intuitif adalah pada pembelajaran limit fungsi di SMA.

75
E. Pendekatan Formal

Pendekatan formal sangat sesuai pada pembelajaran matematika karena system


matematika merupakan system deduktif formal. System deduktif formal di susun atas unsure
yang tidak di definisikan, aksioma, dan teorema atau dalil yang telah di buktikan
kebenarannya. Pembelajaran dengan peendekatan formal adalah pembelajaran yang
berdasarkan system deduktif formal, yaitu pembelajaran yang di mulai dari pengenalan
unsure yang tidak di definisikan atau aksioma atau definisi, kemudian di ikuti dengan
pengenalan teorema atau dalil yang di buktikan kebenarannya dengan menggunakan aksioma,
definisi dan teorema yang telah di buktikan sebelumnya. Kemudian di ikuti penggunaan
aksioma, definisi, dan teorema atau dalil untuk menyelesaikan masalah.

Pembelajaran dengan pendekatan formal akan menuntuk siswa untuk melakukan


proses berfikir logis, terurut, dan dengan disiplin secara ketat. Oleh karena itu pendekatan ini
sangat sesuai bagi siswa-siswa pada jenjang pendidikan tingkat atas(lanjut) atau siswa pada
tingkat mebnangah dengan kemampuan di atas rata-rata. Bagi siswa pada tingkat rendah pada
umumnya akan mengalami kesulitan jika pembelajaran dilakukan menggunakan pendekatan
ini karena pada umumnya mereka belum mencapai berpikir secara abstrak dan formal.

F. Pendekatan Informal

Jika suatu pembelajaran matematika dilakukan dengan menggunakan pendekatan


formal, tetapi dalam pelaksanaanya menyimpang dari sistem formal yang telah dibahas
sebelumnya, maka pendekatan yang digunakan dikatakan menggunakan pendekatan informal.
Dalam pendekatan informal, teorema-teorema atau rumus-rumus matematika diberikan
kemudian digunakan untuk menyelesaikan masalah tanpa menurunkan atau membuktikan
terlebih dahulu.

Sebagai contoh, pembelajaran persamaan di kelas III SMP. Setelah siswa dibelajarkan
menemukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara pemfaktoran, kemudian pembelajaran
dilanjutkan dengan memberikan rumus untuk mencari akar-akar persamaan kuadrat dengan
menggunakan rumus abc, tanpa diberikan proses penurunan dan bukti rumus tersebut.

Kegiatan pembelajaran seperti di atas menggunakan pendekatan informal, karena


rumus akar persamaan kuadrat di atas merupakan hasil penurunan atau pembuktian rumus.
Dengan demikian rumus atau teorema dalam pendekatan informal pada dasarnya merupakan

76
hasil proses formal, hanya saja pelaksanaan pembelajarannya rumus atau teorema diberikan
dan digunakan tanpa proses penurunan atau pembuktian.

Pembelajaran dengan pendekatan informal dapat digunakan untuk merangsang siswa


belajar menemukan dan membuktikan sendiri sifat atau rumus, sangat sesuai bagi sekolah
yang tujuan program pembelajaran matematika untuk terapan, waktu yang diperlukan sangat
singkat. Pembelajaran dengan pendekatan informal menuntut guru memberitahukan sifat
suatu rumus dengan sebenarnya dan pendekatan ini sangat tidak sesuai dengan system
matematika.

G. Pendekatan Analitik

Pendekatan analitik seringkali digunakan dalam pemecahan masalah matematika.


Pembahasan suatu topik matematika dikatakan menggunakan pendekatan analitik jika
pembahasan dimulai dari hal yang belum diketahui sampai ke hal yang sudah diketahui dan
akhirnya menghasilkan apa yang ingin diketahui.

Pada pendekatan analitik, masalah yang dipersoalkan diuraikan atas bagian-bagiannya


sehingga terlihat jelas hubungan antara bagian-bagian yang belum diketahui, kemudian dicari
langkah-langkah yang mengaitkan hal yang belum diketahui dengan hal-hal yang sudah
diketahui, dan akhirnya sampai kepada hal yang dikehendaki.

Perhatikan contoh di bawah ini!

Diketahui a+b =5 dan ab =8. Hitunglah 3a+3b.

Dikerjakan dari hal yang tidak diketahui yaitu a 3+ b 3, kemudian diuraikan.

Karena (a +b)3 = a 3 + 3a 2 b + 3ab 2+ b 3

Maka a 3 +b 3 =(a +b)3 –(3a 2b +3ab 2)= (a +b)3 -3ab(a+ b).

Karena diketahui a +b= 5 dan ab =8 maka a 3 + b 3=5.3 +3.8.5

Pendekatan analitik merupakan pendekatan yang logis Karena setiap langkahnya selalu
beralasan. Hal ini memungkinkan tercapainya pemahaman siswa. Namun tidak semua materi
ajar matematika dapat dilakukan dengan pendekatan ini, seringkali pembahasan dengan
pendekatan analitik memerlukan prosedur yang panjang.

H. Pendekatan Sintetik

77
Pendekatan sintetik merupakan pendekatan yang kebalikan dengan pendekatan
analitik. Pembahasan permasalahan matematika dengan pendekatan sintetik dimulai dari hal
yang diketahui akhirnya sampai pada yang ingin diketahui. Pada pendekatan sintetik ini,
prosedur yang ditempuh dimulai dari apa yang diketahui dalam masalah yang sedang
dipersoalkan, kemudian mencari keterkaitannya dengan hal-hal yang belum diketahui dalam
masalah itu tetapi diperlukan, dan akhirnya sampai kepada hal yang dikehendaki.

Pendekatan sintetik juga merupakan pendekatan yang logis, pada umunya


pembahasan dengan pendekatan sintetik lebih singkat dari pembahsan dengan pendekatan
analitik. Ada kecendurungan siswa menghafal prosedur tanpa pengertian. Oleh karena itu
pendekatan ini kurang menjamin pemahaman siswa.

78
BAB 6 METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Matematika mulai diberikan di sekolah dasar merupakan hal yang sangat tepat,
mengingat matematika telah terbukti sangat bermanfaat bagi siswa baik dalam mempelajari
pelajaran lain maupu dalam kehidupan sehari-hari. Namun perlu disadari bahwa matematika
bagi sabagian besar siswa merupakan pelajaran yang sangat sulit sehingga sering kali kita
temui siswa yang pada mulanya menyenangi pelajaran matematika kemudian tidak
menyenangi. Sebagai guru tentunya Anda bertugas untuk mengantisipasi agar keadaan seperti
itu tidak terjadi. Jika keadaan seperti itu telah terjadi, maka guru bertugas untuk segera
mengatasinya.

Jika siswa tidak menyenangi matematika, mungkin salah satu penyebabnya adalah
guru membelajarkan siswa hanya dengan menggunakan satu cara yang kebetulan cara itu
tidak cocok untuk siswa tersebut. Pada dasarnya pembelajaran matematika harus dapat
mengaktifkan siswa untuk belajar dan menyenangi matematika. Namun demikian guru juga
dituntut untuk dapat menyelesaikan program pembelajaran matematika yang sudah tertuang
dalam kurikulum dengan waktu yang tertuang dalam kurikulum tidak tuntas dibahas dalam
suatu tahapan pembelajaran maka dimungkinkan konsep yang dimiliki siswa tidak lengkap
atau terputus. Dengan demikian dimungkinkan siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar
pada tahapan berikutnya yang memerlukan konsep tertinggal itu sebagai prasyaratnya.

Oleh karena itu guru harus mampu memilih metode yang efisien dan efektif sehingga
terpenuhinya tuntutan di atas, yaitu siswa aktif dan senang belajar matematika, tercapai
tujuan pembelajaran, dan materi yang direncanakan terselesaikan. Metode pembelajaran
adalah cara yang dapat digunakan untuk membelajarkan suatu materi ajar. Untuk dapat
melakukan tidak memerlukan keahlian khusus. Pelaksaan suatu metode pembelajaran
diperlukan satu atau lebih teknik. Berikut ini disajikan berbagai metode pembelajaran
matematika berikut kelebihan, kelemahan dan teknik pembelajaran yang disarankan.

A. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan cara menyampaikan keterangan atau informasi dengan
lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar. Kegiatan ceramah ini jelas berpusat pada si
penceramah, penceramah mendomonasi seluruh kegiatan, sehingga komunikasi yang terjadi
satu arah dari sipenceramah kepada pendengar. Dalam dunia pendidkan, metode ceramah
merupakan metode pembelajaran yang paling tradisional dan paling banyak dipakai sampai

79
sekarang, khususnya untuk ilmu pengtahuan social. Metode ceramah dianggap metode yang
paling mudah dan murah pelaksanaanya. Jika materi ajar yang telah diurutkan dikuasai guru
maka guru tinggal menyajikan dalam kelas. Situasi yang nampak dalam pembelajaran dengan
metode ini guru berbicara siswa mendengarkan, mencoba menangkap apa yang dijelaskan
guru, dan membuat catatan seperlunya.
Dalam pembelajaran matematika dengan metode ceramah guru mendominasi kegiatan
pembelajaran, defenisi dan teorema diberikan, penurunan dan pembuktian teorema
dikerjakan sendiri oleh guru. Kegiatan siswa terkonsentrasi untuk mendengarkan, mengikuti,
dan meneliti pekerjaan guru dalam membuktiakn teorema maupun menyelesaikan soal, dan
membuat catatan.

Kelebihan Metode Ceramah

1. Dapat menampung kelas besar da fasilitas yang diperlukan sederhana,


sehingga kekurangan buku, alat pelajaran tidak menghambat pelaksanaan
metode ceramah dan biaya yang diperlukan relative murah.
2. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama.
3. Karena giru mendominasi pembicara makakonsentrasi guru tidak terpecah-
pecah dengan demikian akan mudah mengawasi ketertiban siswa dalam
mengikuti pelajaran.
4. Materi,ajar dapat lebih urut digunakan oleh guru. Urutan materi ajar berisi
konsep-konsep yang tersusun secara hinarki dan terencana dengan baik jika
diberikan kepada siswa akan memberikan fasilitas belajar yang baik.
5. Guru dapat memberikan tekanan pada hal-hal yang penting saja sehinggga
akan menghemat waktu dan energy.
6. Materi yang diajarkan sesuai denga kurikulum dapat diselesaikan karena guru
tidak perlu menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.

Kelemahan Metode Ceramah

1. Proses belajar dapat berjalan membosankan dan siswa pasif, karena tidak
mempunyai kesempatan mengemukakan ide dan menemukan sendiri suatu
konsep yang diajarkan. Ini tidak sesuai dengan yang diajarkan matematika,
karena belajar matematika menekankan proses berpikir.

80
2. Kepadatan konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mamapu
menguasai semua materi ajar yang diberikan.
3. Pengetahuan yang diberikan melalui metode ceramah lebih mudah terlupakan.
4. Mengakibatkan siswa menghafal dan tidak menimbulkan pengertian.
5. Guru tidak dapat mengetahui sejauh mana materi ajar telah dipahami oleh
masing-masing siswa.
6. Siswa dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda dari apa yang
dijelaskan guru sehingga akan menimbulakan salah konsep.

Memperkirakan kelebihan dan kekurangan metode ceramah diatas, agar metode


ceramah dapat menjadi metode pembelajaran yang efektif untuk diguanakan maka perlu
diperhatikan langkah-langkah berikut ini:

1. Rumuskan tujuan pembelajaran.


2. Selidiki apakah metode ceramah benar-benar suatu alternative yang sesuai.
3. Susun materi ceramah.
4. Tentukan siasat untuk memotivasi siswa.
5. Buatlah iktisar dari materi ceramah.
6. Lakukan penilaian pada akhir ceramah.

Pada langkah kedua diatas, sebelum metode ceramah digunakan dalam pembelajaran
matematika perlu diselidiki apakah metode ceramah perlu diselidiki apakah metode ceramah
merupakan alternative yang sesua. Pembelajaran matematika perlu menggunakan metode
ceramah bila hal berikut ini terpenuhi.

1. Pembelajaran dilakukan pada siswa kelas besar.


2. Bertujuan untk memberiakn informasi.
3. Materia ajar yang diajarkankan belum ada dalam sumber-sumber lain.
4. Rata-rata kemampuan kelas tinggih.
5. Materi ajar menarik untuk diceramahkan.

Metode ceramah disarankan tidak digunakan dalam pembelajaran matematika


bila terpenuhi syarat berikut ini:

1. Tujuan pembelajaran agar siswa terampil, kreatif atau aspek kognitif yang
lebih tinggih.
2. Materi ajar menuntut ingatan yang tahan lama.

81
3. Diperlukan partisipasi aktif untuk mencapai tijuan pembelajaran.
4. Rata-rata kemampuan kelas rendah.
B. Metode Demontrasi

Metode demontrasi sering sering disebuut sebagai metode peragaan sehingga metode
demontrasi ini seringkali diterjemahkan hanya sebagai peragaan alat saja. Apabila dilihat
pusat kegitannya metode demontrasi hamper sama dengan metode ceramah. Dalam
pembelajaran yang menggunakan ini kegiatanya juga masing-masing berpusat pada guru,
hanya saja guru memperagakan atau memperlihatkan suatu proses pada seliruh siswa,
sedangkan kegiatan siswa hanya melihat apa yang dikerjakan guru. Demontrasi dapat saja
dilakuakan oleh guru sendiri atau dengan bantuan siswa.

Dalam pembelajaran matematika, cirri khas penggunaan metode demontrasi ini


adanya peninjolan kemampuan guru dalam membuktiakan teorema, menurunkan rumus,
menyelesaikan soal, menggunakan alat ( penggaris, jangka, dan sebagainya ) untuk melukis,
menggunakan alat hitung, dan menggunakan alat peraga lainnya. Pelaksanaan metode
demontrasi ini akan lebih efektif bila diikuti kegiatan siswa untuk melakukan eksperimen
atau pencobaan tentang apa yang baru saja didemontrasikan guru. Metode demontrasi ini
disarankan untuk digunakan apabila tujuan pembelajaran siswa agar siswa mampu
memahami tentang cara mengatur, menyusus, atau menggunakan sesuatu.

Kelebihan metode demontrasi

1. Perhatian siswa dapat diarahkan pada hal-hal yang penting saja.


2. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama.
3. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan menggunakan
metode ceramah, karena siswa mendapat gambaran lebih jelas atau contoh
konkret dari pengamatannya.
4. Bial siswa turut aktif bereksperimen maka siswa akan memperoleh
pengalaman dari praktek selain dari pengamatan.
5. Hal-hal yang mungkin menimbulkan pertanyaan pada siswa dapat dijawab
lebih teliti melalui proses demontrasi.

Kelemahan metode Demontrasi

1. Masih menuntut guru banyak melakukan kegiatan.

82
2. Bila dalam demontrasi siswa tidak turut melakukan eksperimen maka proses
demontrasi akan kurang dipahami.
3. Tidak semua hal dapat demontrasikan dalam kelompok.
4. Bila proses demontrasi tidak dapat diamati dengan jelas oleh seluruh siswa (
dikarenakan jumlah siswa terlalu besar ) maka metode ini kurang wajar
digunakan.
C. Metode Ekspositori
Dalam pembelajaran dengan metode ekspositori, pusat kegiatan masih terletak pada
guru. Dibandingkan dengan metode ceramah, dalam metode ekspositori ini domonasi guru
sudah banyak berkurang. Tetapi jika dibandingkan dengan metode demontrasi dengan
metode ekspositori ini guru masih lebih banyak.

Dalam pembelajaran matematika dengan metode ini kegiatan guru berbicara hanya
dilakukan pada saat-saat tertentu saja yaitu pada awal pembelajaran, menerangkan materi,
memberkan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan, membuat catatan, atau
memperhatikan saja. Tetapi mengerjakan soal latihan secara bersama dengan temanya dan
seorang siswa diminta mengerjakan dipapan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan
itu, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual dan menjelaskan kembali
secara individual. Apabila dipandang masih banyak pekerjaan siswa belum sempurna,
kegiatan tersebut diikuti dengan penjelasan secara klasikal.

Dari keterangan diatas, pembelajaran matematika yang pada umumnya dilakukan


guru di sekolah-sekolah yag sering disebut dengan metode ceramah adalah menggunakan
metode ekspositori. Beberapa hasil penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa metode
ekspositori merupakan metode yang paling efektif dan efisien. Demikian pula pendapat
David P.Ausubel bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling
efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna.

D. Metode Tanya Jawab


Umumnya dalam suatu pembelajaran akan terjadi tanya jawab,namun keiatan itu tidak
dapat disebut menggunakan metode tanya jawab. Misalnya, dalam pembelajaran dengan

83
metode demonstrasi dan metode ekspositori sering kali terjadi tanya jawab, tetapi tidak dapat
disebut metode tanya jawab.
Metode tanya jawab sering disebut dengan metode dialog. Suatu pembelajaran
matematika dikatakan menggunakan metode ini, jika materi ajar disajikan murni dengan
tanya jawab. Dengan menggunakan metode ini siswa akan terlihat lebih aktif dibanding
metode ekspositori maupun demonstrasi, akan tetapi arah tanya jawab masih ditentukan atau
dikehendaki oleh guru. Dalam metode ini, pertanyan-pertanyaan yang dikemukakan guru
harus dijawab oleh siswa. Dalam pelaksanaan dapat saja terjadi siswa balik bertanya tentang
hal yang belum jelas baginya.
Sebelum tanya jawab terjadi, masih diperlukan cara informatif untuk mengarahkan. Setelah
pengarahan, kemudian dimulailah tanya jawab. Inisiatif tanya jawab ini dilakukan oleh guru.
Jika pertanyaan yang dikemukakan oleh guru terlalu sulit, jawaban siswa mingkin hanya
diam, geleng kepala, tidak tahu atau tidak dapat. Jika kelas diam mungkin saja dikarenakan
tindakan guru tidak menyenangkan siswa. Bila guru marah maka keadaan siswa akan
semakin tidak baik, siswa akan lebih takut untuk menjawab ataupun bertanya. Untuk
menggunakan metode tanya jawab, guru harus mengetahui tujuan mengajukan pertanyaan,
jenis dan tingkat pertanyaan.

1. Tujuan mengajuka pertanyaan


Setiap orang yang mengajukan pertanyaan mempunyai tujuan, demikian pula dalam
suatu pembelajaran guru harus memperhatikan tujuan mengajukan pertanyaan. Tujuan
mengajukan pertanyaan dalam suatu pembelajaran, antara lain untuk memotivasi siswa,
menyegarkan apersepsi siswa, mendorong diskusi, mendorong siswa agar berfikir,
mengarahkan perhatian siswa, menggalakkan penyelidikan, memeriksa pertanyaan siswa, dan
mengundang pertanyaan siswa.
2. Jenis pertanyaan
Ditinjau dari jawaban yang dikehendaki, pertanyaan dibedakan menjadi pertanyaa
tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan jawabannya tertutup.
Misalnya ”Adakah bilangan prima yang genap?”. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang
jawabannya beberapa kemungkinan. Misalnya ”Tentukan pasangan bilangan yang
jawabannya 8?”.

3. Tingkat pertanyaan

84
Ditinjau dari jenjang kemampuan yang diukur, pertanyaan dibedakan atas pertanyaan
tingkat rendah dan tingkat tinggi. Pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan yang hanya
mengukur ingatan saja. Misalnya ”Berapakah jumlah sudut suatu segitiga?”, ”Benarkah itu?”,
dan ”Apakah jawaban itu sebenarnya?”
Pada umumnya pertanyaan yang jawabannya hanya ”ya”, ”tidak”, ”benar”, ”salah”,
”dapat”, ”tidak mungkin”, dan sejenisnya, tergolong pada pertanyaan tingkat redah.
Pertanyaan tingkat tinggi adalah pertanyaan yang mengukur jenjang kemampuan pemahaman
atau lebih tinggi. Misalnya ”Bagaimana Anda tahu bahwa akar-akar persamaan kuadrat
x2+3x-5=- adalah real?”
Agar siswa lebih aktif mengikuti kegiatan tanya jawab, para ahli menyarankan
hendaknya guru menggunakan teknik bertanya yang baik antara lain berlaku sebagai berikut :
1. Rumusan pertanyaan yang diajukan hendaknya jelas, ringkas, sederhana dan
komunikatif.
2. mengajukan pertanyaan dengan ucapan yang jelas dan berintonasi yang baik.
3. gunakan pertanyaan-pertanyaan bervariasi, dimulai dari tingkat rendah ke tingkat
tinggi dan jangan menjawab pertanyaan sendiri.
4. Mengajukan pertanyaan kepada sasaran yang sesuai dengan keperluan. Misalnya
pertanyaan ditujukan kepada seluruh kelas, sebelum ditujukan ke siswa tertentu.
Dalam hal ini guru harus memperhatikan pemerataan, jangan selalu yang pandai
saja, atau di depan saja, atau siswa tertentu saja.
5. Jika pertanyaan sudah dilemparkan ke seluruh kelas, guru hendaknya menunggu
sebentar untuk memberikan kesempatan siswa berfikir, kemudian menganjurkan
untuk mengacungkan jari dan tunggu sampai lebih dari saparoh kelas. Jika yang
mengacungkan jari masih sedikit, sederhanakan rumusan pertanyaan. Jika
diperkirakan waktu nya lebih dari cukup, kemudian petunjuk siswa untuk
menjawab dengan memperhatikan pemerataan. Dalam metode ini memang
diperlukan kesabaran guru.
6. selalu menghargai jawaban, pertanyaan, tindakan atau keluhan siswa bagaimana
jelek mutunya. Jika jawaban atau tindakan siswa masih perlu diperbaiki, beri
sedikit arahan, atau ikuti dengan pertanyaan lain.
7. Selalu menerima jawaban siswa kemudian memeriksanya, sebelum mengajukan
pertanyaan lain.
8. Jangan sekali-kali memotong jawaban siswa.

85
9. Selalu merangsang siswa untuk berpartisipasi menjawab setiap pertanyaan,
mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat atau mendemontrasikannya
atau karyanya di depan kelas.
10. Bertindak seolah-olah belum tahu membuat kekeliruan yang disengaja. Misalnya,
seorang siswa mengajukan pertanyaan, dapat saja guru menjawab dengan ”Bapak
atau Ibu belum tahu, coba siapa yang mau mencoba” atau ”Tidak tahu, mari kita
coba bersama”.

E. Metode Drill dan Latihan

Walaupun telah banyak alat untuk membantu orang melakukan perhitungan dengan
cepat. Namun berhitung dengan cepat dan tepat tanpa alat dalam belajar matematika di
sekolah tetap diperlukan. Kata ”drill” dan ”latihan” seringkali diartikan sama. Namun dalam
pembahasan ini kedua kelas tersebut diartikan lain.
Tujuan menggunakan metode drill dalam pembelajaran matematika adalah
meningkatkan kemampuan kecepatan dan ketepatan dalam mengingat fakta-fakta dasar serta
mengungkapkan kembali ingatannya. Misalnya,di sekolah dasar kelas II, setelah siswa
memahami operasi hitung pejumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan bulat
1 sampai 100, akhirnya siswa dituntut untuk mampu mengerjakan operasi itu dengan cepat
dan tepat. Tentunya hal ini memerlukan ingatan dari siswa. Oleh karena itu metode drill
sangat tepat digunakan di sini.
Lain halnya dengan kemampuan untuk menyelesaikan dengan cepat dan cermat soal
seperti 367 + 567, 7652 – 889, 6321 : 3, 456 x 23, dan sebagainya. Kemampuan untuk
meyelesaikan dengan cepat dan cermat soal di atas, tidak dapat diperoleh dari metode drill.
Kemampuan yang diperlukan untuk itu adalah hafal fakta-fakta dasar berhitung serta hafal
dan terampil menggunakan algoritma berhitung prosedur atau himpunan langkah-langkah
dalam berhitung.
Tujuan menggunakan metode latihan dalam pembelajaran matematika adalah
meningkatkan kemampuan kecepatan dan kecermatan dalam menggunakan algoritma
matematika. Perlu diperhatikan guru bahwa metode drill digunakan bila perlu saja. Karena
pembelajaran yang menekankan keterampilan saja, tanpa pengertian, dan sedikit aplikasi
dalam kehidupan sehari-hari, akan sedikit yang dapat diingat oleh siswa. Demikian pula
dengan metode latihan. Latihan diperlukan jika siswa benar-benar sudah memahami
pengertian dan algoritma.

86
Pemberian latihan dan drill harus tepat waktu, artinya jika terlalu dini memberikan
latihan dan drill maka dimungkinkan siswa yang belum paham fakta dan algoritma akan
menjadi lamban menyelesaikan soal atau masalah karena masih ada yang belum dipahami.
Tetapi bila pemberian drill atau latihan terlambat, maka siswa akan lamabat dan mengalami
kesulitan dalam belajar materi ajar berikutnya yang terkait. Misalnya, pada pembelajaran
matematika lama, banyak siswa terampil berhitung, tetapi banyak pula siswa yang tidak
memahami konsep operasi bilangan.

F. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas sering disebut metode tugas. Dalam pembelajaran


matematika, pemberian tugas biasanya berupa soal latihan yang dikerjakan dirumah. Namun
sebenarnya, pemberian tugas dalam pembelajaran matematika tidak hanya berupa soal-soal,
tetapi dapat berupa tugas membaca materi ajar yang akan dibahas pada tatap muka
berikutnya, tugas mencari bukti lain dari suatu teorema atau rumus, tugas mencari contoh
kasus dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan konsep tertentu atau perhitungannya
menggunakan rumus tertentu. Pelaksanaan metode pemberian tugas dari tiga tahap.

1. Guru memberi tugas. Guru harus memperhatikan bahwa tujuan dan petunjuk pemberian
tugas harus jelas. Ini berarti bahwa tugas-tugas tersebut benar-benar telah terencana.
2. Siswa melaksanakn tugas.
3. Siswa mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas baik kepada guru atau teman-teman
di kelas.
Dalam pembelajaran matematika, tujuan pemberian tugas antara lain adalah agar
siswa dapat melatih keterampilannya dalam menyelesaikan soal, lebih memahami dan
mendalami materi ajar yang telah diberikan disekolah, menumbuhkan kebiasaan belajar
secara mandiri, menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan menumbuhkan sikap positif
terhadap matematika. Oleh karena itu disarankan agar guru tidak memberikan tugas yang
sukar atau terlalu banyak, soal-soal tugas harus membuat soal-soal yang mudah, senang dan
sukar dalam komposisi yang berimbang. Karena tugas yang terlalu sukar dan banyak dapat
mengakibatkan siswa tidak mempuanyai waktu untuk mengerjakan tugas lain dari sekolah
atau kegiatan diluar sekolah, siswa putus asa, dan menimbulkan sikap negative terhadap guru
maupun pelajaran.

87
Oleh karena itu, kerja sama antara guru matematika dengan guru-guru lain sangat
diperlukan dalam memberikan tugas-tugas kepada siswa.Dengan kerja sama ini dapat
dihindari seorang siswa harus menyelesaikan banyak tugas dalam sehari.
Kelebihan Metode Pemberian Tugas
1. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar mandiri atau kelompok rumah akan lebih
lama diingat.
2. Siswa mempunyai kesempatan memupuk perkembangan dan keberanaian mengambil
keputusan, inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri.
3. Apabila tugas secara dikoreksi guru dapat lebih cepat mengetahui jika terdapat kesalahan
konsep pada diri siswa.
Kelemahan Metode Pemberian Tugas
1 Seringkali siswa melakukan penipuan diri dimana siswa hanya meniru pekerjaan orang
lain tanpa mengalami proses belajar.
2 Adakalanya tugas itu dikerjakan olleh orang lain.
3 Apabila tugas terlalu berlebihan dan sukar dapat mengganggu mental siswa.
4 Guru mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian. Adakalanya pekerjaan kelompok
siswa bahkan satu kelas sama. Meskipun demikian tugas harus tetap dikoreksi dan dinilai,
sebagai penghargaan kepada karya siswa.
G. Metode Diskusi
Pembelajaran dengan metode diskusi adalah bentuk kegiatan pembelajaran dimana
terjadi interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Diskusi dapat dilakukan
dalam kelompok kelas yang dipimpin oleh guru atau seorang siswa dengan moderator, atau
diskusi dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok kecil ini dibedakan menjadi diskusi
kelompok pasangan (2 orang), diskusi kelompok (3-6 orang), diskusi kelompok dinamika
yaitu dimulai dari kelompok pasangan, kemudian bergabung menjadi 4 orang, kemudian
bergabung lagi menjadi 8 orang.
Materi ajar matematika atau masalah matematika yang layak didiskusikan adalah
materi atau masalah yang menarik siswa sesuai dengan taraf berpikirnya, yang
mengutamakan penalaran dan mempunyai kemungkinan jawab lebih dari satu. Misalnya,
membuktikan suatu teorema atau rumus, menyelesaikan soal, dan menyederhanakan suatu
bentuk aljabar.
Materi ajar dalam diskusi kelompok dapat berbeda-beda dan dapat pula sama untuk
setiap kelompok. Diskusi kelompok akan lebih bermanfaat jiak setiap kelompok melaporkan
hasil diskusi kepada kelas secara keseluruhannya. Apabila materi ajar diskusi sama untuk

88
semua kelompok, mungkin akan diperoleh hasil yang sama, mungkin berbeda mungkin juga
hasil akhirnya sama tetapi caranya berbeda. Jika hasilnya bervariasi untuk menambah
pengalaman siswa. Dari hasil laporan ini guru dapat melihat apakah konsep-konsep yang
diajarkan telah dimengerti siswa atau belum, jika terjadi kesalahan konsep pada diri siswa
segera dapat teratasi.
Kelebihan Metode Diskusi
1. Siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar.
2. Memupuk keberanian mengemukakan pendapat orang lain secara kritis.
3. Memupuk sifat kerja sama yang ilmiah.
4. Kesalahan konsep dapat segera ditanggulangi.
Kelemahan Metode Diskusi
1. Jika kelompok diskusi kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa pandai akan
mendominasi kegiatan sedangkan siswa yang kurang pandai akan pasif.
2. Jika dalam kelompok tidak ada siswa yang pandai maka diskusi mungkin tidak berjalan
sehingga kegiatan tidak efektif.
3. Menumbuhkan waktu yang lama sehingga cenderung tidak efisien.
H. Metode Penemuan
Dalam pembelajaran matematika, metode penemuan adalah suatu cara
menyampaikan materi ajar matematika sedemikian hingga proses belajar yang terjadi
memungkinkan siswa untuk menemukan siswa untuk menemukan hal baru berdasarkan
serentetan pengalaman yang lampau. Hal baru disini bukan berarti benar-benar baru, sebab
sudah diketahui orang lain. Akan tetapi merupakan hal yang baru bagi siswa yang
bersangkutan. Hal-hal baru yang diharapkan dapat ditemukan oleh siswa dapat berupa
konsep, teorema, rumus, pola, aturan dan sejenisnya.
Dalam pembelajaran dengan metode penemuan ini keterangan-keterangan yang
dihadapkan kepada siswa tidak disajikan secara lengkap dari awal sampai akhir seperti
metode ceramah, ekspositori, Tanya jawab, atau demonstrasi. Dalam awal kegiatan dengan
metode penemuan ini siswa dituntut untuk melakuakan aktivitas mental untuk memahami
keterangan-keterangan yang dihadapkan. Siswa dituntut untuk benar-benar aktif.
Metode penemuan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penemuan terbimbing dan
penemuan tidak terbimbing. Dalam metode penemuan tidak terbimbing, guru hanya berfungsi
sebagai pengawas, tidak membimbing dan tidak menyelesaikan masalah bagi siswa, benar-
benar dituntut untuk menyelesaikan masalah sendiri. Penemuan tidak terbimbing ini sulit
dilakasanakan pada perguruan tinggi. Pada umumnya siswa masih memerlukan bimbingan,

89
arahan selangkah demi selangkah untuk memahami hal-hal baru. Oleh karena itu, jika siswa
tidak menunjukan kemampuan untuk memahami hal abru yang dikemukakan maka metode
penemuan terbimbing yang lebih tepat unutk dilaksanakan.
Dalam metode penemuan terbimbing, langkah yang ditempuh guru adalah
menyatakan masalah kemudian membimbing siswa untuk menemukan penyelesaian masalh
itu dengan instruksi-instruksi seminimal mungkin. Sedangkan siswa mengikuti instruksi yang
sedikit itu, dan berusaha menemukan sendiri penyelesaiannya.
Langkah-langkah yang harus dilakukan siswa dalam metode penemuan terbimbing
sebagai berikut:
1. Memahami masalah.
2. Memperoleh data atau keterangan atau menyederhanakan masalah.
3. Menguji pada yang terjadi dan membuat dugaan.
4. Menguji dugaan tersebut.
5. Menggenaralisasikan atau menyatakan dalam bentuk umum.
Perhatikan contoh masalah di bawah ini dengan metode penemuan!
1 Menemukan sifat perkalian bilangan bulat positif dan negative.
Kerjakan perkalian berikut ini!
3 x 4 =…
3 x 3 =…
3 x 2 =…
3 x 1 =…
3x0=…

Perhatikan hasil-hasil yang anda peroleh !


Apakah anda melihat suatu pola ?
Kesimpulan apakah yang dapat anda ambil ?
Coba anda lanjutkan pola di atas, seperti berikut ini !
3 x -1 = ...
3 x -2 = ...
3 x -3 = ...
3 x -4 = ...
Perhatikan hasil-hasil yang anda peroleh !
Apakah anda melihat suatu pola !
Kesimpulan apakah yang dapat anda ambil ?

90
2. Menemukan rumus (a+b)2 = a2 + 2ab + b2
a b

b
(a + b) (a + b) b

A a
(a + b)
Perhatikan gambar dan cari hubungan yang terjadi !
3. Carilah nilai x dari ax2 + bx + c = 0 jika x ≠ 0
4. Gambarlah sembarang segitiga siku-siku, ukur panjang sisi-sisinya, ukur semua sudut-
sudutnya. Apakah yang dapat Anda temukan !
Jika guru memberikan masalah seperti contoh 1 di atas maka metode yang digunakan
adalah metode penemuan terbimbing. Pada contoh 1 sajian masalah serupa dengan metode
induktif. Sebaliknya jika guru memberikan seperti contoh 2,3, dan 4 tanpa instruksi lain
atu bimbingan guru maka guru menggunakan metode penemuan tidak berbimbing.
Untuk mrencanakan suatu pembelajaran menggunakan metode penemuan, hendaknya
diperhatikan bahwa
1. Materi ajar sangat memerlukan aktivitas siswa untuk belajar mandiri.
2. Materi ajar sangat menarik atau menantang siswa untuk berpikir.
3. Semua kemamapuan awal (prasyarat) yang diperlukan sudah dimiliki siswa.
4. Hasil akhir harus ditemukan sendiri oleh siswa.
5. Guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing saja,bukan pemberitahu.
Kelebihan Metode Penemuan
1. Siswa benar-benar aktif dalam kegiatan belajar, sebab dituntut berpikir, menggunakan
kemampuannya, dan pengalamannya untuk menemukan hasil akhir.
2. Siswa benar-benar dapat memahami materi ajar (konsep atau rumus), karena
mengalami sendiri proses untuk mendapatkan atau rumus tersebut sehingga akan lebih
lama diingat.
3. Menemukan minat belajar, karena dengan menemukan sendiri timbul rasa puas dan
mendorong siswa untuk berbuat hal yang sama.
4. Menumbuhkan sikap ilmiah dan rasa ingin tahu dari siswa.
5. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode ini akan lebih mampu
mentransfer pengetahuan.

91
6. Melatih siswa untuk belajar sendiri.

Kelebihan Metode Penemuan


1. Metode ini sangat menyita waktu, lebih-lebih jika dilakukan pada siswa yang
berkemampuan rendah.
2. Tidak dapat dijamin bahwa siswa tetap bersemangat untuk menemukan.
3. Tidak setiap guru mempunyai kemampuan mengajar mengguanakn metode
penemuan.
4. Tidak setiap topik matematika dapat diajarkan dengan metode penemuan.
5. Kurang efektif jika dilakukan untutk kelas dengan jumlah siswa besar, karena guru
akan kesulitan membimbing. Kelas akan ribut sehingga ketertiban kelas sulit dijaga.

I. Metode Pemecahan Masalah

Dalam kehidupan manusia pemecahan masalah merupakan aktiviitas sehari-hari,


karena pada kenyataannya setiap manusia tidak akan bebas dari masalah. Karena manusia
harus berani mengahadapi masalah dan selalu berusaha untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Oleh karena itu pula, belajar memecahkan masalah perlu diajarkan kepada siswa.
Menurut Gagne belajar memecahkan masalah adalah belajar yang paling tinggi tingkatnya
dan kompleks sifatnya.

Masalah matematika bagi siswa adalah soal matematika. Menurut Polya suatu
persoalan matematika akan menjadi masalah bagi seorang siswa, jika siswa tersebut (1)
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan, ditinjau dari segi kematangan mentainya dan
ilmunya, (2) belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikannya, dan
berlainan yang sebarang letaknya, dan (3) berkeinginan untuk menyelesaikannya.

Merujuk pada pendapat Polya di atas jelaslah bahwa soal matematika akan menjadi
masalah bagi siswa, jika sebenarnya siswa telah memihki kernampuan untuk
menyelesaikannya, merupakan soal dengan bentuk atau tipe yang benar-benar baru bagi
siswa itu, dan siswa berkeinginan atau tertantang untuk menyelesaikannya. Oleh karenanya,
masalah bagi seorang siswa belum tentu merupakan masalah bagi siswa lain.

Selanjutnya Polya berpendapat bahwa terdapat dua macam masalah yaitu masalah
untuk menernukan dan masalah untuk membuktikan. Pada masalah untuk menemukan,
bagian utamanya adalah "apakah yang dicari?", "bagaimana data yang diketahui", dan
"bagaimana syaratnya". Pada masalah untuk membuktikan yaitu masalah untuk menunjukkan

92
salah satu benarnya suatu pernyataan, bagian utama dari masalah jenis ini adalah adanya
"hipotesis" dan "kesimpulan". Dalam pernbelajaran maternatika, masalal untuk menernukan
sangat penting dalam maternatika elementer sedangkan masalah membuktikan lebih penting
untuk maternatika lanjut.

Untuk lebih memahami apakah suatu soal maternatika merupakan masalah atau bukan
bagi seorang atau sekelompok siswa, marilah kita perhatikan contoh berikut.

1. 456 - 876 =

2. 35,7 x 3,06 =

3. Faktorkan 2x2 + 3x - 5

4. Tentukan bilangan yang selisih antara bilangan itu dengan kuadratnya maksimum.

5. Bagaimanakah empat buah titik A, B, C dan D harus diletakkan agar keempat titik
tersebut mempunyai jarak yang sama.
1 1
6. Kakek bercerita bahwa dari usianya bagian sebagai anak, 12 bagian sebagai remaja,
7
3 1
bagian sebagai suarni dari istri pertarna yang telah meninggal, dan bagian
7 6

menduda. Nenek menambahkan bahwa ia sebagai istri kakek sudah 15 tahun.


Berapa umur kakek sekarang? Berapa tahun kakek menduda?
Dari soal di atas, manakah yang menjadi masalah bagi siswa SID dan S MP?
Untuk m enyel esai kan m asal ah, siswa harus m enggunakan pengetahuan,
keterampilan, dan pernahaman yang telah dipelajari sebelumnya dalam situasi
yang benar-benar baru.
Langkah-Iangkah dalam menyelesaikan masalah sebagai berikut.
1. Merumuskan permasalahannya, yaitu dengan memahami masalah itu meliputi
mengenal apa yang ditanyakan dan apa syaratnya.
2. Memilih strategi, dalam tahap ini mungkin dilakukan dengan mencoba-
coba, dengan menyederhanakan soalnya, dengan membuat model
matematikanya atau sketsa gambarnya, atau dengan berpikir batik

dari belakang.
3. Melaksanakan prosedur penyelesaian, yaitu memproses data dengan
menggunakan strategi yang dipilih, kemudian membuat dugaan penyelesaian,
dan membuktikan kebenaran dugaan itu.

93
4. Mengkomuni kasi kan hasilnya dengan uraian, dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan
hasil.
Kelebihan Metode Pemecahan Masalah
1. Siswa aktif belajar.
2. Memupuk kemampuan mentransfer pengetahuan ke dalam situasi baru.
3. Memupuk kemampuan berpikir analitis dalarn mengarnbil keputusan.
4. Memupuk kemampuan siswa untuk melakukan penemuan melalul proses pemecahan
masalah.
5. Dapat menimbulkan minat belajar matematika, karena jika siswa mampu menyelesaikan
hal baru akan menimbulkan kepuasan.

Kelemahan Metode Pemecahan Masalah

1. Bagi guru yang kurang aktif akan sulit dalam membuat dan menyelesaikan masalah.
2. Umurnnya waktu untuk menyelesaikan masalah cukup panjang sehingga masalah yang
dapat disetesaikan di kelas relatif sedikit.
3. Metode Inkuari
Istilah inkuari berasal dari kata inquiry (Inggris) yang berarti penyelidikan. Inkuari
mengandung proses mental yang tinggi tingkatannya. Metode penelitian dalarn matematika
terdiri dari empat tahap proses sebagai berikut.

1. Mengamati, mengevaluasi, menganalisis situasi, dan mengajukan pertanyaan-


pertanyaan.
2. Mengembangkan prosedur dan mengumpulkan informasi untuk digunakan mempelajari
berbagai situasi. Dapat dilakukan dengan menemukan prosedur baru untuk
menyelesaikan masalah, atau mengumpulkan dan mengatur informasi untuk
menyelesaikan masalah.
3. Menyusun kembali pengetahuan yang diperoleh dan memperluasnya. Pada tahap ini
biasanya penemuan diperoleh.
4. Menganalisis dan mengevaluasi proses penelitian.
Pembelajaran dengan metode inkuari ini mirip dengan metode penemuan. Perbedaan
kedua metode antara lain sebagai berikut.
1. Dalam metode penemuan hasil akhir merupakan hal baru baci siswa tetapi sudah
diketahui guru, sedangkan dalam metode inkuari hash akhir belum dapat diketahui
siswa maupun guru.

94
2. Pada metode penemuan siswa diharapkan dapat menemukan hal yang penting jadi hasil
akhir sangat penting, sedangkan dalam metode inkuari hasilnya nomor dua.
3. Dalam pembelajaran maternatika biasanya metode penemuan dilakukan dalam
kelompok-kelompok kecil dikelas, sedangkan metode inkuari dapat dilakukan secara
sendiri-sendiri dan di luar kelas.
4. Dalam metode inkuari guru selain berfungsi sebagai pembimbing juga sebagai sumber
informasi atau data yang diperlukan, dimana siswa masih harus menambah informasi
tambahan, membuat hipotesis dan mentesnya.
Metode inkuari sangat sesuai untuk digunakan guru bila tujuan pernbelajarannya antara
lain agar siswa
1. Aktif mencari serta meneliti sendiri pernecahan suatu masalah.
2. Aktif mencari sumber informasi atau data.
3. Aktif bekerja sama dalam kelompok.
4. Mengenal metode penelitian dalam maternatika.
5. Mampu menernukan relasi-relasi antara variabel dan menggeneralisasikan.
6. Mampu melakukan penelitian, meliputi kernampuan merumuskan masalah,
merencanakan dan melakukan penelitian, merumuskan kesimpulan, mengernukakan
pendapat, berdebat, menyanggah, dan mempertahankan pendapat.
7. Agar siswa bersedia bersikap objektif, jujur, terbuka dan sebagainya.
Pelaksanaan pembelajaran dengan metode inkuari dapat dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut.
1. Guru menunjukkan suatu benda, gambar, atau masalah kepada siswa.
2. Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, atau guru membagi tugas menelitinya
kepada masing-masing siswa atau masing-masing kelompok siswa. Dapat dilakukan
masing-masing siswa atau kelompok mendapat tugas tertentu untuk diteliti.
3. Siswa mempelajari, menentukan prosedur mencari dan mengumpulkaninformasi atau
data yang diperlukan, membahasriya dan menarik kesimpulan.
4. Siswa melaporkan hasil dan mendiskusikan hasil dalam kelas.

K. Metode Laboratorium

Pembelajaran matematika dengan metode laboratorium berdasarkan prinsip "belajar


dengan berbuat" dan berlanjut dari konkret ke abstrak. Oleh karenanya tujuan pembelajaran
dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotor dapat dicapai. Dengan metode laboratorium ini
dimaksudkan membimbing siswa untuk menemukan fakta-fakta dalam matematika, dan

95
mengaplikasikan pengetahuannya. Dalam hal tertentu metode laboratorium ini merupakan
perluasan dari metode induktif.

Pembelajaran dengan metode laboratorium ini memang lebih tepat jika dilaksanakan
di laboratorium matematika tapi dapat pula dilaksanakan di ruang kelas. Adanya laboratorium
matematika sangat penting manfaatnya dan merupakan lingkungan yang baik bagi siswa
untuk dapat meneliti, menemukan pola atau rumus, mengaplikasikan konsep, atau melakukan
eksperimen. Laboratorium dapat digunakan menyimpan alat-alat pembelajaran matematika
baik yang berupa alat-alat permainan, bangun-bangun geometri, sampai alat audio visual
maupun sebagai tempat praktikum komputer.
Membelajarkan bagaimana melukis bangun geometri menggunakan penggaris,
jangka, membuktikan dua segitiga kongruen dengan potongan kertas, membelajarkan sifat-
sifat simetri dengan alat, menghitung volum benda ruang dengan air dan gelas ukur,
mengukur papan yang diperlukan untuk membuat meja, kursi, mencoba program komputer
berdasarkan diagram alur yang dibuat siswa, dan sebagainya, merupakan kerja praktek atau
kerja laboratorium. Memang pada dasarnya kegiatan tersebut dilakukan di laboratorium. Pada
kelas-kelas rendah metode ini dipandang lebih esensial, lebih sesuai, dan praktis. Karena
siswa langsung dapat mengamati atau membuktikan suatu kebenaran dalam matematika
dengan melalui benda-benda konkrit atau proses nyata.

Kelebihan Metode Laboratorium


1. Menarik dan menyenangkan bagi siswa kelas rendah.
2. Prinsip psikologis terpenuhi.
3. Siswa dapat memperoleh fakta-fakta yang jelas.
4. Memupuk percaya diri.
5. Memupuk keberanian untuk membuat.
6. Memupuk kemampuan menerapkan matematika dalam kehidupannya.

Kelemahan Metode Laboratorium


1. Memerlukan waktu dan biaya tidak sedikit.
2. Hanya mampu memperkenalkan fakta-fakta kepada siswa tapi tidak kemampuan yang
lebih tinggi.
3. Tidak semua topik dapat diajarkan dengan metode ini.
4. Memerlukan perncanaan yang rumit dan matang dari guru.

96
5. Untuk pembelajaran matematika tidak dapat menghasilkan keterampilan dan lebih
berfikir yang benar.

Berikut ini disajikan contoh penggunaan metode laboratorium dalam matematika. Tujuan
pembelajaran adalah siswa dapat menemukan teorema kesejajaran. Kepada siswa atau
kelompok siswa dihadapkan penggaris, jangka, busur, dan kertas gambar. Pertanyaan dan
saran umum yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Gambarlah dua garis sejajar (katakanlah 1//m) dipotong oleh sebuah garis lain
(katakanlah g) pada kertas gambar.
2. Perhatikan sudut-sudut yang terjadi berilah tanda untuk masing-masing sudut.
3. Pindahkan gambar sudut-sudut itu pada kertas gambar lain.
4. Ukur dengan busur, atau potong dengan gunting masing-masing.
5. Bandingkan besar sudut-sudut itu.
6. Kesimpulan apa yang anda dapat ?
7. Lakukan hal yang sama untuk garis g tegak lurus I atau m.
8. Kesimpulan apa yang anda dapat ?
9. Apakah kebalikan dari dalil yang anda peroleh tersebut itu benar ?

L. Metode Kegiatan Lapangan


Beberapa keterampilan dalam matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Misalnya, mengumpulkan data statistik dari masyarakat (dalam sekolah atau di luar
sekolah), mengolah data, dan menyajikannya dalam suatu diagram atau grafik, mengukur
tinggi pohon tanpa harus melakukan pengukuran langsung, mengukur luas suatu daerah,
mengukur lebar sungai, dan sebagainya.
Pelaksanaan kegiatan lapangan ini dilakukan diluar kelas, dan sebaiknya dilakukan
dalam kelompok. Guru hanya memberi tugas, merencanakan sendiri, melaksanakan sendiri ,
dan membuat laporan tertulis. Penggunaan metode kegiatan lapangan sangat sesuai untuk
memanfaatkan waktu kosong karena metode ini memerlukan waktu yang lama dalam
penyelesaian tugas.
Tujuan penggunaan metode ini adalah agar siswa dapat langsung mengalami dan
melakukan suatu pekerjaan yang memanfaatkan hasil dari belajar matematika, dengan
demikian siswa mengetahui langsung kegunaan matematika dalam kehidupannya. Akhirnya
dengan pengalaman itu timbul kemauan be:ajar matematika. Siswa juga memahami masalah-
masalah yang menghamhat dan menunjang berhasilnya suatu pekerjaan. Dengan demikian
tujuan pembelajaran dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotor dapat dicapai.

97
M. Metode Permainan

Pembelajaran maternatika menggunakan metode permainan


berdasarkan prinsip "belajar sambil bermain" karena belajar bagi siswa
khususnya di kelas rendah sangat menyenangkan. Beberapa keterampilan
matematika juga dapat diperoleh melalui permainan. Tujuan pembelajaran
dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotor juga dapat dicapai melalui
metode perrnaian ini. Walaupun belajar dengan permainan menyenangkan
dan dapat menimbulkan minat siswa, namun penggunaan metode ini harus
dibatasi, harus terencana dan tepat waktu, sekali-kali dapat dimanfaatkan
untuk mengubah suasana tekanan tinggi.
Permainan yang mengandung nilai matematika dapat juga
meningkatkan keterampilan, pemahaman, kemampuan rnenemukan,
rnemecahkan masalah. Sebaiknya pelaksanaan metode permainan ini dalam
permainan yang menggunakan alat terpadu dengan penggunaan metode
laboratorium.

Perhatikan contoh penggunaan metode permainan dalam pembelajaran


matematika berikut ini.

Guru menyuruh siswa menuliskan proses perhitungan tanpa


mengatakan apa yang dihitungnya seperti di bawah ini.

"Tulislah bilangan banyak saudara sekandungmu" "Tambahkan bilangan itu


dengan 5"

"Kalikan dengan 3"

"Kemudian bagilah dengan 6" 'Sekarang kurangi dengan 7"

Kemudian guru bertanya pada seorang siswa, dan guru menebak


banyak saudara kandung siswa tersebut.

Guru "Berapa hasil yang kamu peroleh?"

Siswa "Tiga betas"

Guru "Jadi saudara kandungmu dua orang, bukan?'

Siswa : "Ya, benar"

98
Kemudian guru menebak banyak saudara kandung siswa dengan cara yang sama.
Kernudian siswa diminta meneliti mengapa guru dapat menebaknya. Sedikit pengarahan,
akhirnya siswa dapat menemukannya. Sekarang penemuannya dicoba, siswa diminta
menebak banyaknya saudara kandung guru, jika hasilnya dikemukakan.

Permainan semacam itu akan memancing siswa melakukan hal yang sama kepada
siswa-siswa lain, dengan sendirinya siswa akan terlatih mengoperasikan bilangan-bilangan
bulat tanpa suruhan.

Kelemahan Metode Permainan

1. Tidak semua topik daDat diajarkan dengan metode Dermainan.

2. Memerlukan banyak waktu.

3. Dapat mengganggu kelas-kelas lain.

4. Pada permainan yang menentukan kalah-n-ienang dan bayar-membayar

5. dapat berakibat negatif.

99
DAFTAR PUSTAKA

Bell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning Mathematics : In Secondary


School. Iowa : Wm. C. Brown Company Publisher.

Dahar, Ratnawiiis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta : Depdikbud.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Fr Rineka


Cipta.

Djamarah, S. B. dan Zain A. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT


Rineka Cipta.

Hudojo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan


Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.

Hudoj o, Herm an. 19 90. St rat egi Mengaj ar Bel aj ar Mat emat i ka. M a la ng
Penerbit IKIP Malang.

Karso, dkk. 1994. Materi Pokok Dasar-dasar Pendidikan MIPA. Modul 1 - 6.


Jakarta : Depdikbud.

Maier, H. 1985. Kompedium Didaktik Matematika. Bandung : Remaja Karya.

Miarso Y. dkk. 1986. Definisi Teknoloqi Pendidikan Satuan Tugas Definisi dan
Termino/ogi AECT. Jakarta : Rajawali.

Murtadho, S dan Tambunan, G. 1987. Materi Pokok Pengajaran Matematika.


Jakarta : Universitas Riau.

Suherman, E. dan Wiranaputra, Udin S. 1992. Materl Pokok Strategi Belajar


Mengajar Matematika. Modul 1 - 9. Jakarta Universitas Riau.

S ya h , M u h i b b i n . 1 9 9 5 . P s i k o l o g i P e n d i d i k a n S u a t u P e n d e k a t a n B a r e .
Bandung : Remaja Rosdakarya.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta


Depdiknas.
Wiranaputra, Udin S. dan Rosita, Tita. 1995. Mated Pokok Belajar dan
Pembelajaran. Modul 1 - 6. Jakarta : Depdikbud.

100

Anda mungkin juga menyukai