Anda di halaman 1dari 9

RESUME MATERI PERTEMUAN KE 2

OLEH :

KELOMPOK 5 KELAS 2-04

Adityawan Rizqi Nurdianto 2302180114 / 01

Angga Wahyu Riyadi 2302180056 / 04

Dita Ayu Kurnia 2302180148 / 10

Naufal Alvana Haqiqul Ithaf 2302180024 / 22

Nina Santun Muliawati 2302180215 / 23

MATA KULIAH : PENGANTAR INVESTASI REAL ESTATE

PRODI D III PBB/PENILAI

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

2019
A. Kepemilikan Hak atas Tanah dan Bangunan

Status kepemilikan hak atas tanah menjadi bukti tertulis yang mendapatkan pengakuan hukum.
Keseluruhan hak atas tanah dibukukan dalam bentuk Sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan
Pertanahan Nasional (BPN). BPN mengeluarkan duplikat kepada pemilik tanah untuk mencegah
risiko di kemudian hari, seperti: sertifikat hilang, terbakar, maupun sertifikat ganda.

Di Indonesia, status kepemilikan tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.
5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Jenis status kepemilikan tanah ada beberapa
tingkatan, yaitu:

1. Hak Milik (right of ownership) - SHM (Sertifikat Hak Milik)

Hak milik merupakan hak individualprimer yang bersifat perdata, terkuat, dan terpenuh yang bisa
dimiliki turun-temurun tanpa ada batas waktu berakhirnya, atas kepemilikan tanah pada
kawasan dengan luas tertentu yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut. Di atasnya bisa
dibebani hak sekunder yang lebih rendah, seperti: HGB, HGU, HP, Hak Sewa, dan Hak Numpang
Karang. SHM dapat dipindahtangan melalui mekanisme jual-beli dan riwayat pembeli-penjual
selalu tercatat dalam lembar SHM. SHM dapat dijadikan jaminan utang sebagai sarana
pembiayaan dengan dibebani hak tanggungan. SHM dapat dihapus apabila tanah tersebut jatuh
ke tangan Negara karena pencabutan hak, penyerahan sukarela oleh pemiliknya, tanah tersebut
ditelantarkan dalam jangka waktu tertentu, atau tanah tersebut musnah karena bencana alam.
Nilai tanah dengan SHM lebih tinggi dibanding SHGB dan nilainya berkembang seiring hukum
permintaan dan penawaran.

2. Hak Guna Bangunan (right of build) - SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan)

HGB merupakan hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang dimiliki oleh
pihak lain dalam jangka waktu maksimum 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun.
Jika sudah lewat masanya, pengguna hak ini dapat mengajukan pembaruan hak selama 30 tahun
lagi. HGB dapat dipindahtangankan. SHGB hanya bisa didapatkan oleh WNI dan perusahaan yang
didirikan di bawah hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, maka jangka waktu HGB
diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf b, yaitu: “Hak Guna Bangunan dapat diberikan
dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka
sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun.”

Status SHGB dapat ditingkatkan menjadi SHM sesuai ketentuan yang berlaku.SHGB juga dapat
menjadi jaminan kepada pihak ketiga dan dapat digunakan dalam penyertaan modal. HGB dapat
dicabut jika tanah tersebut dibutuhkan untuk pembangunan kepentingan umum.

3. Hak Guna Usaha (right of use) – SHGU (Sertifikat Hak Guna Usaha)

Hak yang diberikan hanya kepada Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berdomisili di Indonesia untuk mengusahakan tanah yang dikontrol langsung oleh negara untuk
waktu tertentu.Pada umumnya tanah tersebut merupakan tanah negara yang digunakan sebagai
hutan tanaman industri, perkebunan, perikanan, atau pertanian. HGU hanya dapat diberikan atas
tanah seluas minimum 5 ha, dengan catatan jika tanah yang bersangkutan lebih luas dari 25 ha,
maka investasi Sistem Penguasaan Tanah dan Konflik serta pengelolaan usaha secara baik akan
diberlakukan. HGU bisa dipindahtangankan. Jangka waktu HGU maksimum 25 tahun. HGU dapat
dijadikan kolateral pinjaman dengan menambahkan hak tanggungan (security title).

4. Hak Pakai (HP)

Hak pakai adalah hak untuk memanfaatkan, dan/atau mengumpulkan hasil dari tanah yang
secara langsung dikontrol oleh negara atau tanah yang dimiliki individu lain yang memberi
pemangku hak wewenang dan kewajiban sebagaimana dijabarkan di dalam perjanjian pemberian
hak. Hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, atau selama tanah dipakai untuk
tujuan tertentu, dengan gratis, atau untuk bayaran tertentu, atau dengan imbalan pelayanan
tertentu. Selain diberikan kepada WNI, hak pakai dapat diberikan kepada WNA yang tinggal di
Indonesia.

Selain itu, hak pakai juga bisa diberikan kepada instansi atas tanah negara, tanah hak pengelolaan
serta tanah milik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan dapat dipindahtangankan jika
mendapat izin dari pejabat yang berwenang.

5. Hak Satuan Rumah Susun – SHSRS (Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun)

SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal / rumah susun /
apartemen yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama.Pengaturan kepemilikan
bersama ini digunakan sebagai dasar kedudukan atas benda tak bergerak yang menjadi objek
kepemilikan di luar unit, seperti: taman, tempat parkir, sampai area lobi.

6. Tanah girik / petok / rincik / ketitir / verponding

Tanah ini merupakan tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau disertifikasi pada
Badan Pertanahan setempat.Girik bukan tanda bukti atas kepemilikan tanah, melainkan bukti
bahwa pemilik girik adalah pembayar pajak (PBB) dan pengelola tanah milik adat atas bidang
tanah tersebut serta bangunan di atasnya.

7. Hak Sekunder / Derivatif

Hak ini dibebankan atas hak tanah yang sudah ada. Hak ini timbul karena perjanjian antara
pemilik tanah sebagai pemegang hak primer dan calon pemegang Hak Sekunder.

Yang termasuk hak atas tanah ini adalah :


 Hak sekunder yang ditumpangkan di atas hak lain yang memiliki derajat lebih tinggi, seperti
HGB, HGU, dan Hak Pakai di atas tanah Hak Milik.
 Hak Sewa di atas tanah Hak Milik / HGB / HGU (right of lease building)
 Hak Sewa atas tanah pertanian.
 Hak membuka tanah (right of clear land) dan memungut hasil hutan (right to harvest forest
product). Hak ini hanya bisa didapat oleh WNI dan diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Kepemilikan hak ini tidak berarti bisa mendapatkan hak milik (right of ownership) atas tanah
yang bersangkutan.
 Hak usaha bagi hasil.
 Hak menumpang (Hak Numpang Karang),
 Hak Jaminan atas tanah yang terdiri dari gadai dan Hak Tanggungan.
 Hak Tanggungan tercantum dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1996 sehubungan dengan
kepastian hak atas tanah dan objek yang berkaitan dengan tanah (Security Title on Land and
Land-Related Objects) dalam kasus hipotek.

Pernyataan dari pihak kreditur (bank) kepada kantor pertanahan (BPN) setempat untuk melepas
Hak Tanggungan atas tanah dan atau bangunan di sertifikat milik peminjam (debitur) karena
pinjaman sudah lunas dikenal dengan istilah .

8. Hak lain-lain yang sifatnya sementara, seperti :

 Hak guna air


 Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan
 Hak guna ruang angkasa
B. Dokumen Kepemilikian Terkait Tanah, Bangunan, Gedung, Air, Tanah, Tata Ruang, dan
Perpajakan

Secara umum ruang lingkup dokumen properti mencakup segala macam perizinan yang
berkaitan dengan:

 Tanah

Jenis dokumen properti yang terkait kepemilikan dengan tanah:

1. Sertifikat Hak Atas Tanah


Surat Hak Milik (SHM) , Surat Hak Guna Usaha (SHGU), Surat Hak Guna Bangunan (SHGB),
Surat Hak Pakai (SHP), Surat Hak Sewa (SHS)
2. Dokumen Perubahan Tanah Girik Menjadi Hak Milik
3. Akta Pemberian Hak Tanggungan
4. Akta Jual Beli Tanah
5. Dokumen Pengalihan tanah Negara
6. Dokumen Perubahan Tanah Atas Hak Milik Menjadi Hak Pakai/ HGB
7. Dokumen Perubahan Tanah Atas HGB Menjadi Hak Milik
8. Dokumen Pemecahan, Pemisahan, dan Penggabungan Hak Tanah
9. Dokumen Perjanjian Sewa Tanah

 Gedung/Bangunan

Jenis dokumen properti yang terkait kepemilikan dengan gedung/bangunan:

1. Sertifikat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG)


Surat keterangan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) kepada pemilik
bangunan gedung sebagai bukti kepemilikan bangunan gedung yang telah selesai dibangun
berdasarkan IMB dan telah memiliki SLF sesuai persyaratan administratif dan teknis yang
berlaku
2. Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun ( SHM-Sarusun)
Tanda bukti kepemilikan atas satuan rumah susun di atas tanah hak milik, hak guna
bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di
atas tanah pengelolaan
3. Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG-Sarusun)
Tanda kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah
wakaf dengan cara sewa
4. Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB)
Perizinan yang diberikan Pemerintah Daerah (kecuali bangunan dengan fungsi khusus
diberikan Pemerintah Pusat) kepada pemilik bangunan untuk membangun, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan
administratif yang berlaku
5. Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (SLF)
Adalah dokumen yang menyatakan suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi syarat
administrative dan persyaratan teknis sesuai fungsi bangunan yang ditetapkan
6. Izin Penggunaan Bangunan (IPB)
Izin yang diberikan untuk menggunakan bangunan yang diterbitkan oleh Seksi Dinas
Kecamatan atau Suku Dinas atau Dinas Provinsi, yaitu Dinas Pengawasan dan Penertiban
Bangunan (DPPB)
7. Kelayakan Menggunakan Bangunan (KMB)
8. Dokumen Perjanjian Sewa Bangunan Gedung
9. Dokumen Pengurusan AMDAL

 Air Tanah

Jenis dokumen terkait perizinan dan kepemilikan air tanah:

1. Surat Izin Pengeboran Air Tanah


2. Surat Izin Penggalian Air Tanah
3. Surat Izin Pengusahaan Air Tanah
4. Surat Izin Pemakaian Air Tanah
5. Surat Izin Perusahaan Pengeboran Air Tanah
6. Surat Izin Juru Bor

 Perpajakan

Jenis dokumen kepemilikan terkait perpajakan:

1. Surat Bukti Pajak Bumi Bangunan (PBB)

C. Peraturan-peraturan terkait property

1. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun


2. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
3. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
4. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
5. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
6. UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum
7. UU No. 5 Tahun 1960 berisi tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
8. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
9. Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh Final berupa Pengalihan
Hak atas Tanah atau Bangunan
10. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 122 yang berisi tentang penempatan investasi
properti dalam rangka pengampunan pajak.

Anda mungkin juga menyukai