Anda di halaman 1dari 24

Laporan kasus Kepada Yth

Herlina Bpk/Ibu dr. ……………….


19 September 2012

TUBERKULOSIS MILIER

Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di
seluruh dunia terutama di negara berkembang.1 Pada tahun 2009 diperkirakan terdapat 9,4
juta kasus baru TB di seluruh dunia dengan jumlah kematian 1,7 juta orang.2,3 Pada seluruh
kasus yang ditemukan, sekitar 11% terdapat pada anak, literatur lain menulis perkiraan
jumlah kasus TB anak sebesar 1,3 juta dengan 450.000 kematian setiap tahunnya.1,2,4
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB berat dan merupakan 3-7% kasus
TB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis
yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut,
yang disebabkan penyebaran hematogen dan mengenai banyak organ.5,6
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia
dibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal
pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang
biak dan menyebar keseluruh tubuh.5,6
Tuberkulosis milier yang timbul di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan
virulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non spesifik dan
spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan
timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes
melitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan, yaitu kurangnya
sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol, obat
bius, serta sosial ekonomi.7
Tuberkulosis pada anak mempunyai permasalahan khusus berbeda dengan dewasa
yaitu masalah diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Gejala TB pada anak seringkali tidak
khas, karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis diikuti dengan
overtreatment, atau sebaliknya. Foto thoraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB
anak, tapi bila dijumpai gambaran milier, langsung didiagnosis TB. Gambaran sugestif TB
1
berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi
segmental/lobar; kalsifikasi dengan infiltrat; atelektasi; tuberkuloma.8

KASUS
Seorang anak perempuan, F, berusia 5 8/12 tahun dirawat di IRNA D RSUP Dr. M. Djamil
selama 5 hari (19 Juli sampai 23 Juli 2011), MR 792702.

ANAMNESIS (Alloanamnesis diperoleh dari nenek kandung)


Keluhan utama : Demam hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :


Demam sejak 2 bulan yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul, tidak menggigil. Nafsu makan
berkurang sejak 2 bulan yang lalu. Berat badan turun 3,5 kg sejak 2 bulan yang lalu. Tampak
pucat sejak 1 bulan yang lalu. Batuk sejak 1 minggu yang lalu, berdahak, tidak disertai
dengan sesak nafas. Mual dan muntah tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita
tuberkulosis ada (nenek buyut). Riwayat perdarahan dari kulit, hidung, gusi dan saluran cerna
tidak ada. Riwayat kejang tidak ada. Riwayat sakit kepala tidak ada. Riwayat menderita sakit
kuning tidak ada. Riwayat bepergian ke daerah endemik malaria tidak ada. Buang air kecil
warna dan jumlah biasa, riwayat nyeri saat buang air kecil tidak ada. Buang air besar warna
dan konsistensi biasa. Anak sebelumnya dibawa berobat ke poli anak RSUP M. Djamil 3 hari
sebelum masuk rumah sakit dan dilakukan test mantoux dengan diameter indurasi 17 mm.
Rontgen foto thorak AP – lateral dengan hasil : tampak infiltrat milier pada kedua lapangan
paru, kesan : TB Milier. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb:9,2gr/dl;
leukosit:9600/mm3; DC:0/1/12/44/27/16; LED:49mm/jam. Kemudian anak dirawat dengan
keterangan TB milier.

Riwayat penyakit dahulu : Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga : Nenek buyut menderita TB paru BTA(+), tidak menyelesaikan
pengobatannya sampai tuntas (hanya selama 2 bulan) dan tidak pernah kontrol. Bibi pasien
menderita TB paru BTA (+) dan sudah dinyatakan sembuh. Mereka tinggal serumah dengan
pasien.

2
Riwayat kehamilan dan persalinan : Pasien merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara.
Selama hamil ibu sehat dan rajin kontrol ke bidan. Pasien lahir spontan ditolong bidan,
cukup bulan, berat badan lahir 2100 gram, panjang badan lahir 45 cm, langsung menangis
kuat.
Kesan : riwayat kehamilan dan persalinan dalam batas normal.

Riwayat pemberian nutrisi : Pasien mendapat air susu ibu sampai berusia 2 tahun. Susu
formula umur 6 bulan – 3 tahun. Mulai mendapat makanan tambahan berupa buah biskuit,
bubur susu saat usia 6-8 bulan. Nasi tim diberikan usia 8 bulan sampai 12 bulan. Nasi biasa
mulai diberikan umur satu tahun, 2-3x sehari dengan ikan 3 kali seminggu, ayam 1 kali
seminggu, disertai dengan tahu tempe dan sayur mayur, habis ½ piring/kali. Kesan: riwayat
asupan nutrisi cukup secara kualitas dan kurang secara kuantitas.

Riwayat tumbuh kembang dan imunisasi : Pertumbuhan: Saat ini tinggi anak berada di
bawah persentil 3 (masih dalam rentang potensi tinggi genetik) dan berat berada di bawah
persentil 3. Perkembangan: Pasien mulai tengkurap usia 4 bulan, duduk usia 7 bulan, berdiri
usia 12 bulan, berjalan usia 12 bulan dan bicara usia 15 bulan. Kesan pertumbuhan terganggu
dan perkembangan dalam batas normal. Pasien mendapatkan imunisasi di posyandu yaitu
DPT, hepatitis B dan polio usia 2 dan 3 bulan, anak tidak mendapat imunisasi BCG dan
campak. Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap dan booster belum pernah diberikan.

Riwayat sosial ekonomi dan kondisi lingkungan : Ayah berusia 35 tahun, pendidikan SMP,
pekerjaan buruh dengan penghasilan rata-rata 1 juta/bulan, tinggi badan 165 cm. Ibu berusia
30 tahun, pendidikan SMP, pekerjaan ibu rumah tangga, dengan tinggi badan 150 cm. Saat
ini pasien tinggal di rumah permanen bersama dengan nenek buyut, di rumah ini tinggal 4
keluarga (nenek dan bibi), pasien dan kakak menempati kamar berukuran 3x3m, mempunyai
satu jendela dan ventilasi yang kecil dengan pencahayaan kurang. Halaman rumah sempit,
sumber air minum dari galon, jamban keluarga di dalam rumah, sampah dibuang ke tempat
sampah. Kesan : Pasien berasal dari keluarga kelas sosial ekonomi kurang dengan hygiene
dan sanitasi lingkungan yang cukup.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum tampak sakit sedang, sadar. Frekuensi nadi 100 kali/menit reguler dengan
pengisian cukup. Laju nafas 30x/menit, suhu 37,80C, tekanan darah 100/60 mmHg, berat
3
badan 13,5 kg (< P3 kurva CDC-NCHS 2000), tinggi badan 98 cm ( < P3 kurva CDC-NCHS
2000), potensi tinggi genetik 142,5 – 159,5cm, berat badan menurut umur 67,5%, tinggi
badan menurut umur 86,7%, berat badan menurut tinggi badan 90%.
Anak anemis, tidak ada sianosis, edema dan ikterus. Kulit teraba hangat, tampak
eritema dan indurasi ukuran 17 mm (bekas suntikan test mantoux) di volar lengan kanan
bawah. Kelenjar getah bening tidak teraba. Kepala tampak bulat simetris. Rambut hitam tidak
mudah rontok. Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor dengan diameter 2 mm
kiri dan kanan dengan reflek cahaya positif. Telinga dan hidung tidak ditemukan kelainan.
Mukosa mulut dan bibir basah. Tonsil T1-T1 tidak hiperemis dan faring tidak hiperemis.
Kaku kuduk tidak ada.
Pemeriksaan dada: simetris, gerakan hemitorak kanan sama dengan hemitorak kiri,
fremitus hemitorak kanan sama dengan kiri, perkusi sonor, bunyi nafas vesikuler di kedua
lapangan paru, rhonki dan wheezing tidak ada. Pada jantung, iktus kordis tidak terlihat, iktus
kordis teraba pada 1 jari medial linea midklavikula sinistra RIC V, batas jantung normal,
irama teratur, bising tidak ada. Abdomen tidak ada distensi, teraba supel, hepar teraba 1/3-
1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S 1-2, perkusi timpani,
bising usus normal. Punggung tidak ditemukan gibbus. Status pubertas A1M1P1. Pada
ekstremitas didapatkan akral hangat, refilling kapiler baik, edem tidak ada, reflek fisiologis
normal, reflek patologis tidak ada, dan tidak ditemukan tanda rangsang meningeal.

Pemeriksaan laboratorium rutin : Darah : hemoglobin 9,2 gr/dl, leukosit 9.600/mm3 , LED
49 mm/jam1, dengan hitung jenis basofil 0, eosinofil 1, batang 12, segmen 44, limfosit 27,
monosit 16, Eritrosit 4,4 jt/mm3, hematokrit 29 vol%, trombosit 428.000/mm3, retikulosit
33%, MCH 20,9 pq (27-32 pq), MCV 66 fl (76-96 fl), MCHC 31,6% (32-37%), kesan
anemia mikrositik hipokrom. Urin dan feses dalam batas normal.

Pemeriksaan penunjang lain : Uji tuberkulin : positif dengan indurasi 17 mm. Foto thorax
AP-lateral : pulmo : tampak infiltrat milier pada kedua lapangan paru, cor dalam batas
normal, sinus dan diafragma baik. Kesan : Tb milier.

DAFTAR MASALAH
1. Suspek Tb disseminata
- Tb milier
- Susp Tb hepar
4
- Susp Tb lien
2. Anemia mikrositik hipokrom ec susp defisiensi fe
3. Familial short stature
4. Imunisasi dasar tidak lengkap, imunisasi booster belum pernah diberikan.

DIAGNOSIS KERJA
1. Suspek Tb disseminata
- Tb milier
- Suspek Tb hepar
- Suspek Tb lien
2. Anemia mikrositik hipokrom ec susp defisiensi Fe
DD/ penyakit kronik
3. Familial short stature

TATALAKSANA
1. Suspek Tb disseminata

a. Diagnostik

Lumbal pungsi, BTA sputum, kultur BTA LCS, USG abdomen


b. Terapeutik : Diet makanan biasa tinggi kalori tinggi protein 1300 kkal
INH 1x 135 mg Po
Rifampisin 1x 210 mg Po
Pirazinamid 1x 350 mg Po
Etambutol 1x275 mg Po
Vitamin B6 1x 14 mg Po
Prednison 3x 9 mg Po
Ambroxol 3x7,5 mg Po

c. Edukasi : Diagnostik, tatalaksana dan prognosis


d. Pemantauan : Efek terapi (keberhasilan pengobatan).

2. Anemia mikrositik hipokrom ec susp def. Fe


DD/ penyakit kronis
a. Diagnostik : anamnesis, pemeriksaan fisik, gambaran darah tepi, SI (Serum
Iron), TIBC (Total Iron Binding Capacity)

5
b. Terapi : belum diberikan

3.Familial short stature

a. Diagnostik : Analisis diet, Kurva CDC-NCHS 2000


b. Terapeutik : Diet TKTP 1300 Kkal
c. Edukasi : Cara pemberian diet
d. Pemantauan : Toleransi makan, berat badan
3. Imunisasi dasar tidak lengkap
 Diagnostik : anamnestik
 Terapetik : -
 Edukasi : Pentingnya imunisasi dasar dan booster yang disesuaikan dengan jadwal
pemberiannya

FOLLOW UP
Rawatan hari ke 2-3 ( 20-21 Juli 2012 )
Demam tidak ada, batuk masih ada,berdahak, sesak nafas tidak ada,kejang tidak ada, muntah
tidak ada, nafsu makan baik, anak makan cukup, buang air kecil normal. Keadaan umum
sedang, anak sadar, tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi denyut nadi 94 kali per menit,
frekuensi nafas 36 kali per menit, suhu 37,4 ºC, berat badan 13,5 kg. Mata : konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik. Hidung : nafas cuping hidung tidak ada. Dada: jantung dan paru
tidak ditemukan kelainan. Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal, hepar teraba
1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba Schufner (S) 1-2.
Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan hemodinamik stabil.
Hasil pemeriksaan lumbal pungsi : warna jernih, jumlah 3cc, Nonne negatif, Pandy
positif. Analisis LCS : jumlah sel 10, PMN 90%, MN : 10%, Gula LCS : 42mg/dl (<60%),
GDR : 155mg/dl. Kesan : observasi meningitis? SI= 31 mg/dl, TIBC= 462 mg/dl, saturasi
transferin (SI/TIBC) 6,7%, kesan anemia defisiensi Fe dan disikapi dengan pemberian
preparat besi 3x15mg. BTA sputum : negatif. Faal hepar : albumin 3,6 gr/dL, globulin 3,3
gr/dL, protein total 6,9 gr/dL, bilirubin I 0,18 mg/dL, bilirubin II 0,14 mg/dL, bilirubin total
0,32 mg/dL, SGOT 29 U/L, SGPT 18 U/L. Kesan : dalam batas normal. Faal ginjal : ureum
15 mg/dL, kreatinin 0,2 mg/dL. Kesan : dalam batas normal.

6
Rawatan hari ke 4-5 ( 22-23 Juli 2012 )
Demam tidak ada, sesak nafas tidak ada, batuk masih ada, nafsu makan baik, kejang tidak
ada, anak makan cukup, buang air kecil normal. Keadaan umum sedang, anak sadar,
frekuensi denyut nadi 100 kali per menit, frekuensi nafas 32 kali per menit, suhu 37ºC, berat
badan 13,5 kg. Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Dada: jantung dan paru tidak
ditemukan kelainan. Abdomen: distensi tidak ada, hepar teraba 1/3-1/3, pinggir tajam,
konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S 1, bising usus (+) normal, ekstremitas akral
hangat, perfusi baik. Kesan : hemodinamik stabil.
Hasil pemeriksaan USG abdomen : hepar : membesar, struktur echo normal, SOL (-),
vaskuler dan bilier tak melebar, ascites (-) ; kandung empedu : tak melebar, batu (-), dinding
tak menebal ; pancreas-lien : besar-bentuk normal, SOL (-) ; kedua ginjal : tak membesar,
batu (-), kaliks tak melebar. Kesan : hepatomegali non spesifik. Hasil konsultasi dari bagian
mata : tidak ditemukan kelainan di bagian mata akibat infeksi tuberkulosis.
Pasien pulang paksa pada hari ke-5 perawatan dengan alasan tidak ada yang menjaga
anak. Diberikan penjelasan kepada keluarga tentang penyakit anak dan keharusan minum
obat teratur dan tidak boleh terputus serta efek samping pengobatan. Keluarga memutuskan
untuk kontrol teratur ke poliklinik IKA RSUP M Djamil Padang dan diberikan OAT untuk 15
hari.

Kontrol ulang setelah 2 minggu pemberian OAT ( 31 Juli 2012 )


Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,
anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.
Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 90 kali per menit, frekuensi nafas 28 kali
permenit, suhu 37 °C, berat badan naik menjadi 15 kg. Mata konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba
1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S 1, bising usus (+)
normal. Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : hemodinamik stabil.
Diberikan terapi OAT INH 1x 150 mg, Rifampisin 1x 225mg, Pirazinamid 1x375 mg,
Etambutol 1x 300 mg, B6 1x 15 mg, prednison 3x10 mg, dan preparat besi 3x15mg untuk 1
minggu ke depan disertai edukasi pentingnya keteraturan dalam minum obat.

Kontrol ulang setelah 3 minggu pemberian OAT ( 7 Agustus 2012 )


Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,
anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.
7
Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 100 kali per menit, frekuensi nafas 22 kali
permenit, suhu 37 °C, berat badan 15 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba 1/3-1/3,
pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S 1, bising usus (+) normal.
Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : TB milier dalam terapi OAT minggu ketiga.
Hasil pemeriksaan hemoglobin ulangan : 10,7 gr/dL. Terapi OAT, prednison dan
preparat Fe diteruskan untuk 1 minggu ke depan disertai edukasi pentingnya keteraturan
dalam minum obat.

Kontrol ulang setelah 1 bulan pemberian OAT ( 14 Agustus 2012 )


Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,
anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.
Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 102 kali per menit, frekuensi nafas 24 kali
permenit, suhu 37 °C, berat badan 15,5 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba
1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S 1, bising usus (+)
normal. Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : TB milier dalam terapi OAT minggu
ke empat (bulan ke-1).
Terapi OAT dan preparat Fe diteruskan untuk 2 minggu ke depan, dosis prednison
mulai diturunkan bertahap (tapering-off).

Kontrol ulang setelah 6 minggu pemberian OAT ( 28 Agustus 2012 )


Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,
anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.
Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 98 kali per menit, frekuensi nafas 20 kali
permenit, suhu 36,8 °C, berat badan 15,5 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba
1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S 1, bising usus (+)
normal. Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : TB milier dalam terapi OAT minggu
ke enam.

8
Kontrol ulang setelah 2 bulan pemberian OAT ( 11 September 2012 )
Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang tidak ada, nafsu makan baik,
anak dapat membedakan warna merah dan hijau, buang air kecil dan buang air besar biasa.
Keadaan umum sedang, frekuensi denyut nadi 96 kali per menit, frekuensi nafas 24 kali
permenit, suhu 36,7 °C, berat badan 16 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar teraba
1/3-1/3, pinggir tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata, lien teraba S 1, bising usus (+)
normal. Extremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan : TB milier dalam terapi OAT bulan ke
dua.
Hasil pemeriksaan laboratorium LED : 30 mm/jam1. Hasil pemeriksaan foto toraks :
Masih tampak gambaran infiltrat milier pada kedua lapangan paru, berkurang dibanding
sebelumnya. Kesan : TB milier dengan perbaikan.

9
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Tuberkulosis milier (TB milier) merupakan penyakit limfohematogen sistemik akibat
penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis dari kompleks primer, yang biasanya terjadi
dalam waktu 2-6 bulan pertama, setelah infeksi awal. TB milier dapat mengenai 1 organ
(sangat jarang, <5%), namun yang lazim terjadi pada beberapa organ (seluruh tubuh, >90%),
termasuk otak. TB milier klasik diartikan sebagai kuman basil TB berbentuk millet (padi)
ukuran rata-rata 2 mm, lebar 1-5 mm diparu, terlihat pada Rontgen. Pola ini terlihat pada 1-3
% kasus TB.6,9

Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit tuberkulosis pada manusia,
berupa basil tidak membentuk spora, tidak bergerak, panjang 2-4 nm. Obligat aerob yang
tumbuh dalam media kultur Loweinstein-Jensen, tumbuh baik pada suhu 37-41 0C, dinding sel
yang kaya lemak menyebabkan tahan terhadap efek bakterisidal antibodi dan komplemen,
tumbuh lambat dengan waktu generasi 12-24 jam.4

Epidemiologi
Laporan mengenai TB anak jarang di dapatkan. Perkiraan jumlah kasus TB anak
pertahun adalah 5-6 % dari total kasus TB. Angka kejadian TB di Amerika Serikat dan
Kanada mengalami peningkatan pada anak berusia 0-4 tahun (19%), sedangkan pada usia 5-
15 tahun (40%). Angka kejadian TB di Asia Tenggara selama 10 tahun, di perkirakan bahwa
jumlah kasus baru adalah 35,1 juta. Penanggulangan TB Global yang di keluarkan WHO
pada tahun 2004, angka kejadian TB pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk). Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan
bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk.7,8
TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus, hampir 50% kasus
tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua pasien TB, 1,5% di perkirakan merupakan
TB milier. Laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika
Serikat, dari tahun 1996 menunjukkan bahwa 257 pasien (1,2%) dari 21.337 pasien TB
adalah TB milier. Insiden TB milier lebih tinggi pada orang Afrika Amerika di Amerika
Serikat karena pengaruh faktor sosial ekonomi, laki-laki lebih tinggi insidennya dari wanita.

10
Pada beberapa kasus di temukan bahwa kulit hitam lebih tinggi insidennya di bandingkan
kulit putih karena pengaruh sosial ekonomi.6

Gambar 1. Insidens TB didunia (WHO, 2004)

Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia < 2
tahun, karena imunitas selular spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan
parunya belum berkembang sempurna, sehingga kuman TB mudah berkembangbiak dan
menyebar ke seluruh tubuh. TB milier juga dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat
pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa
akibat reaktivasi kuman yang dorman.6
Terjadinya TB milier di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan virulensi kuman
Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien (non spesifik dan spesifik).
Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan timbulnya TB
milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal,
keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan, yaitu kurangnya sinar
matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol, obat bius,
serta sosial ekonomi.7
Jumlah penderita TB milier di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM pada periode
tahun Januari 2000 - Desember 2001 yang di diagnosis berdasarkan gambaran klinis dan foto

11
thorak adalah 19 pasien, laki-laki 11 pasien dan perempuan 8 pasien dengan rentang usia 2,5-
11 bulan, terbanyak berusia 1-6 bulan. Sedangkan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP
Dr.M.Djamil pada tahun 2006-2007 di dapatkan dari 27 pasien TB yang di rawat, di temukan
2 pasien (7%) dengan TB milier.

Patogenesis
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran kuman TB
sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang terhirup dalam percik renik (droplet nuclei) dapat
mencapai alveolus. Sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik,
sedangkan sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Individu yang tidak
dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang
sebagian besar di hancurkan. Sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan
terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang di namakan fokus primer
Ghon. Penyebaran selanjutnya, kuman TB dari fokus primer Ghon menyebar melalui saluran
limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis di namakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang di
perlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap di
sebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas
selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar
secara limfohematogen. Penyebaran hematogen secara langsung bisa juga terjadi, yaitu
kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh (gambar 2).6,9
Pada TB milier penyebaran hematogennya adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread) dengan kuman yang besar. Kuman
ini akan menyebar ke seluruh tubuh, dalam perjalanannya di dalam pembuluh darah akan
tersangkut di ujung kapiler, dan membentuk tuberkel di tempat tersebut. Semua tuberkel yang
di hasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier
berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian (millet seed).

12
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm , sedangkan secara
histologik merupakan granuloma. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena
tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak
dibawah 5 tahun (balita) , terutama dibawah 2 tahun.10,11,12

Gambar 2. Bagan Patogenesis Tuberkulosis8

Imunopatogenesis TB
Setelah terinhalasi di paru, kuman TB mempunyai beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama, respon imun awal pejamu secara efektif membunuh semua kuman
TB, sehingga TB tidak terjadi. Kedua, segera setelah infeksi terjadi multiplikasi,
pertumbuhan kuman TB dan muncul manifestasi klinis, yang dikenal sebagai TB primer.
Ketiga, kuman TB dalam keadaan dorman, terjadi infeksi laten dengan uji tuberkulin positif
sebagai satu-satunya manifestasi. Keempat, kuman TB laten tumbuh dan muncul manifestasi
klinis, disebut sebagai reaktivasi TB (TB pasca-primer)6
Pada infeksi TB terjadi respon imunologi berupa imunitas seluler dan hipersensitivitas
tipe lambat. Imunitas seluler menyebabkan proliferasi limposit-T CD 4+ dan memproduksi
sitokin lokal. Sebagai respon terhadap antigen yang dikeluarkan M. TB limposit-T CD 4+
mempengaruhi limposit-T Th1 untuk mengaktifkan makrofag dan limposit-T Th2 untuk
13
memproduksi sitokin lokal TNF α dan INF γ. Sitokin ini akan menarik monosit darah ke lesi
TB dan mengaktifkannya. Monosit aktif atau makrofag dan limposit-T CD4+ memproduksi
enzim lisosom, oksigen radikal, nitrogen intermediate khususnya nitrogen oksida dan
Interleukin-12. Nitrogen oksida ini selanjutnya diaktifkan oleh TNF α dan INF γ untuk
menghambat pertumbuhan dan membunuh M. TB yang virulen. Peran imunitas seluler
mengaktifkan makrofag dan menghancurkan basil terutama pada jumlah basil yang sedikit.
Kemampuan membunuh M. TB juga bergantung pada jumlah makrofag setempat yang
aktif.13,14

Gambar 3. Hipersensitifitas tipe IV14

Hipersensitifitas tipe lambat merupakan bagian dari respon imun seluler, yaitu
terjadinya peningkatan aktifitas limposit-T CD4+ dan limposit-T CD8+ sitotoksik serta sel
pembunuh yang memusnahkan makrofag setempat, jaringan sekitar dan perkijuan.
Hipersensitifitas tipe lambat dapat mengisolasi lesi aktif, menyebabkan M. TB menjadi
dorman, kerusakan jaringan, fibrosis dan jaringan parut. Proses ini dapat merugikan tubuh,
dimana M. TB dapat keluar dari bagian pinggir daerah nekrosis dan membentuk
hipersensitifitas tipe lambat kemudian difagositosis oleh makrofag setempat. Apabila
makrofag belum diaktifkan oleh imunitas seluler, maka M. TB dapat tumbuh dalam makrofag
sampai hipersensitifitas tipe lambat merusak makrofag dan menambah daerah nekrosis. Saat
itu imunitas seluler menstimulasi makrofag setempat untuk membunuh basil dan mencegah
perkembangan penyakit. Hipersensitifitas tipe lambat lebih berperan pada jumlah basil yang
banyak dan menyebabkan nekrosis jaringan. .Apabila M. TB masuk ke dalam aliran limfe
atau darah biasanya akan dihancurkan di tempat yang baru dengan terbentuknya tuberkel.

14
Adanya reseptor spesifik terhadap antigen yang dihasilkan M. TB pada limposit-T di darah
dan jaringan limfe, menyebabkan pengumpulan dan aktivasi makrofag lebih cepat dan
destruksi M. TB. Tuberkel yang terjadi tetap kecil dengan perkijuan yang minimal, cepat
sembuh dan tidak diikuti oleh terjadinya penyebaran hematogen atau limfogen ke jaringan
lain.14,15

Gambar 4. Respon imunologis pada infeksi Mycobacterium tuberculosis15

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis TB milier bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman
dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering di jumpai adalah keluhan kronik yang tidak
khas, seperti TB pada umumnya, misalnya anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh
(dengan demam ringan atau tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas,
serta batuk dan sesak nafas. TB milier juga dapat di awali dengan serangan akut berupa
demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam
beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Lebih kurang 50% pasien,
limfadenopati superfisial, splenomegali, dan hepatomegali akan terjadi dalam beberapa
minggu. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus-menerus/kontinu, tanpa
disertai gejala respiratorik atau disertai gejala minimal, dan foto toraks biasanya masih
normal. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik
seperti batuk dan sesak nafas di sertai ronki atau mengi. 6,9 Anemia bisa terjadi baik akibat
penyakit kronik ataupun defisiensi besi. Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan
anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum, namun

15
TIBC (Total Iron Binding Capacity) pada anemia defisiensi besi meningkat. Rendahnya besi
pada anemia penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke
plasma menurun, sedangkan penurunan saturasi transferin pada anemia defisiensi besi
diakibatkan oleh degradasi transferin yang meningkat.16 Kriteria diagnosis anemia defisiensi
besi menurut WHO adalah : (1) kadar hemoglobin kurang dari normal sesuai usia, (2)
Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata <31% (nilai normal:32%-35%), (3) Kadar fe serum
<50µg/dL (nilai normal:80-180µg/dL), dan (4) Saturasi transferin <15% (nilai normal:20%-
25%). Cara lain untuk menentukan anemia defisiensi besi dapat juga dilakukan uji percobaan
pemberian preparat besi dosis 3-6 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 3-4 minggu terjadi
peningkatan kadar hemoglobin 1-2 g/dL maka dapat dipastikan bahwa penyebabnya adalah
anemia defisiensi besi.17
Gejala lain yang dapat di temukan adalah kelainan kulit berupa tuberkuloid, papula
nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel koroid di temukan pada 13-87% pasien, dan jika di
temukan dini dapat menjadi tanda yang sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis TB
milier, sehingga pada TB milier perlu di lakukan funduskopi untuk menemukan tuberkel
koroid.13
Lesi milier dapat terlihat pada foto thorak dalam waktu 2-3 minggu setelah
penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus
(millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran
yang hampir seragam (1-3mm). Lesi-lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi yang lebih
besar, kadang-kadang membentuk infiltrat yang luas. Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya
penyakit, pada foto thorak dapat di lihat lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju.9,15

Diagnosis
Diagnosis TB milier pada anak dibuat berdasarkan adanya riwayat kontak dengan
pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran klinis, gambaran radiologis yang
khas, serta uji tuberkulin yang positif. Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnosis
TB yang penting pada anak. Uji tuberkulin yang negatif belum tentu menunjukkan tidak
adanya infeksi atau penyakit TB, atau sebaliknya. Uji tuberkulin dapat negatif pada anak
dengan TB berat dengan anergi, yaitu pada keadaan malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, infeksi virus (HIV). Jika uji tuberkulin negatif atau meragukan
dilakukan uji ulang.6,8,13,14

16
Uji tuberkulin untuk diagnosis imunologik terhadap infeksi M.tb mempunyai banyak
keterbatasan. Uji ini membutuhkan 2 kali kunjungan pasien, ketrampilan petugas untuk
melakukan uji dan pembacaan. Selain itu juga tidak mampu memisahkan infeksi TB laten
dengan vaksinasi BCG atau infeksi oleh Mycobacteria other than tuberculosis (MOTT).
Sekarang ada pemeriksaan baru secara in vitro yaitu IFN-γ. Pemeriksaan in vitro ini awalnya
diteliti di peternakan sapi, berdasarkan inkubasi darah dengan purified protein derivative
(PPD) selanjutnya dilakukan pemeriksaan imunologi IFN-γ yang dilepaskan sel T sebagai
reaksi terhadap PPD. Pemeriksaan darah in vitro ini akan menghindari kunjungan kedua
untuk menilai hasil uji tuberkulin dan reaksi kulit. Kelebihan lain adalah kemampuannya
untuk membedakan antara reaktivitas terhadap M.tb dengan MOTT.18
Uji tuberkulin dan pemeriksaan IFN-γ dalam darah tidak menilai komponen yang
sama pada respons imunologi dan tidak saling menggantikan. Black meneliti hubungan antara
kadar IFN-γ dalam darah dengan hasil uji tuberkulin pada 554 orang sehat. Terdapat
hubungan yang kuat (P < 0,001) antara median IFN-γ dengan respon hipersensitifitas tipe
lambat. Gold standard (baku emas) merupakan standar untuk pembuktian ada atau tidaknya
penyakit pada pasien dan merupakan sarana diagnostik terbaik yang ada. Baku emas yang
ideal selalu memberikan nilai positif pada semua subjek dengan penyakit dan selalu
memberikan hasil negatif pada semua subjek tanpa penyakit. Baku emas untuk infeksi TB
laten belum ada maka sulit unuk menilai apakah uji yang baru lebih baik daripada uji
tuberkulin. Penilaian secara langsung sensitiviti dan spesitiviti alat uji baru tidak mungkin
dilakukan tanpa referensi uji sebagai baku emas.18
Pemeriksaan sputum atau bilas lambung dan kultur M.tuberculosis tetap penting di lakukan.
Pemeriksaan M.tuberculosis akan menunjukkan hasil positif pada 30-50% pasien.
Pemeriksaan sputum atau bilas lambung kurang sensitif pada diagnosis dini di bandingkan
dengan pemeriksaan bakteriologis dan histologis dari biopsi hepar atau sumsum tulang.
Untuk menentukan diagnosis meningitis TB, sebaiknya di lakukan pungsi lumbal pada setiap
pasien TB milier walaupun belum timbul kejang atau penurunan kesadaran.6,8,13

Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan TB adalah :
1. Mengobati penyakit TB itu sendiri
2. Mencegah kematian dari TB aktif atau komplikasi TB
3. Mencegah TB relaps
4. Mencegah resistensi obat karena pemakaian kombinasi obat

17
5. Mengurangi (menurunkan) penularan TB terhadap orang lain
Pengobatan anti tuberkulosis di kelompokkan menjadi dua fase: fase yang pertama adalah
fase intensif (awal) yang bertujuan membunuh dengan cepat sebagian besar kuman dan
mencegah resistensi obat, dan fase yang kedua adalah fase lanjutan, yang bertujuan
membunuh kuman yang dormant (tidak aktif). Pada fase intensif di berikan 4 macam obat
(rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan di
berikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Dosis
OAT dapat dilihat pada tabel dibawah ini (tabel.2).2,4

Tabel 1. Obat Antituberkulosis yang Biasa Dipakai dan dosisnya

Dosis
Dosis harian
Nama obat maksimal Efek samping
(mg/kgBB/hari)
(mg per hari)
Isoniazid 5 – 15* 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin 10 – 20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
trombositopenia, peningkatan
enzim hati, cairan tubuh berwarna
oranye kemerahan
Pirazinamid 15 – 20 2000 toksisitas hati, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15 – 20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah
hijau, penyempitan lapang
pandang, hipersentivitas,
gastrointestinal
Streptomisin 15 – 40 1000 ototoksik, nefrotoksik.

(*) Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak melebihi


10 mg/kgBB/hari
Beberapa ahli merekomendasikan ethionamid (ETH) sebagai obat pilihan keempat.

Tabel 2. Regimen pengobatan TB Milier menurut WHO6

Fase intensif Fase lanjutan Referensi


2HRZS 4HR WHO (pedoman therapi)
2HRZ (S or Eth) 7-10HR American Academy of
Pediatrics
6HRZEth Tidak ada (regimen Donald, 1998
total untuk 6 bulan)

18
Kortikosteroid (prednison) diberikan pada TB milier, meningitis TB, perikarditis TB,
efusi pleura, dan peritonitis TB. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari
selama 4 minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan (tappering off) selama 2-6 minggu.7
Semua anak yang diduga atau di diagnosis TB milier seharusnya dirawat dirumah
sakit sampai keadaan klinisnya stabil.6

Evaluasi Hasil Pengobatan


Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan
LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya
kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan berat
badan yang bermakna, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-
lain. Evaluasi radiologis pada pasien TB milier perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi
hasil pengobatan. Gambaran milier pada foto toraks biasanya menghilang dalam 1 bulan,
kadang-kadang berangsur menghilang dalam 5-10 minggu, tetapi mungkin saja belum ada
perbaikan hingga beberapa bulan.6,8

ANALISIS KASUS
Telah diajukan sebuah kasus seorang anak perempuan umur 5 tahun 8 bulan, dengan
diagnosis TB Milier. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya demam lama,
batuk berdahak, berat badan turun, riwayat kontak dengan penderita TB positif. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan hepatosplenomegali, uji tuberkulin positif (indurasi 17 mm).
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan LED yang tinggi. Foto thorak di dapatkan kesan
19
TB milier. Dari pemeriksaan BTA sputum didapatkan hasil negatif. Hasil pemeriksaan BTA
sputum yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis TB karena pemeriksaan BTA
menunjukkan hasil positif hanya pada 30-50 % pasien. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena pada TB anak bersifat paucibacillary (jumlah kuman sedikit) dan lokasi kuman di
parenkim yang jauh dari bronkus.7 Lumbal punksi yang dilakukan pada pasien memiliki
kesan yang meragukan, dengan jumlah sel normal, dengan PMN 90% dan MN 10%, pandi
(+), kadar glukosa LCS yang menurun, sehingga meningitis belum dapat disingkirkan.
Adanya peningkatan PMN pada LCS bisa timbul pada fase awal meningitis TB, tetapi jumlah
sel yang hanya 10 tidak mendukung ke arah meningitis. Diagnosis Tb disseminata pada
pasien ini tidak bisa dibuktikan karena hasil USG abdomen yang meragukan dengan hasil
hepatomegali non spesifik, dan adanya splenomegali juga tidak terbukti dari USG. Tapi ini
belum bisa menyingkirkan adanya TB hepar karena pemeriksaan radiologi pada TB hepar
dan lien tidak spesifik.20 Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan kultur BTA cairan LCS tapi
hasilnya belum keluar.
Dari anamnesis diketahui anak tidak pernah mendapat imunisasi BCG. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa imunisasi BCG bisa memberikan efek proteksi
atau pencegahan terhadap terjadinya TB berat pada anak, seperti TB milier dan meningitis
TB. Sebuah penelitian meta analisis terhadap 5 penelitian acak terkontrol dan 8 kasus kontrol
studi menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, dengan rata-rata efek proteksi
sekitar 80 % terhadap TB berat. 21,23 Pada studi meta analisis lainnya diperkirakan pada 100,5
juta vaksin BCG yang telah diberikan pada bayi pada tahun 2002 telah mencegah 29.729
kasus meningitis tuberkulosis (satu kasus dalam 3.435 vaksinasi) dan 11.486 kasus TB miliar
(satu kasus dalam 9.314 vaksinasi). Jumlah kasus terbanyak yang dapat dicegah adalah di
Asia Tenggara (46%), sub Sahara Afrika (27%), wilayah Barat Pasifik (15%).22
Pada pasien ini ditemukan adanya anemia mikrositik hipokrom yang diperkirakan
disebabkan oleh defisiensi Fe. Hal ini dipertegas dengan ditemukan gambaran anemia
mikrositik hipokrom pada sediaan darah tepi dan terdapat penurunan saturasi transferin
(SI/TIBC), yaitu 6,7%. Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi
besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum, namun TIBC pada anemia
defisiensi besi meningkat. Rendahnya besi di anemia penyakit kronis disebabkan aktifitas
mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan penurunan saturasi
transferin pada anemia defisiensi besi diakibatkan oleh degradasi transferin yang meningkat.14
Anemia mikrositik hipokrom akibat defisiensi besi pada pasien ini ditatalaksana dengan
pemberian preparat besi 3x15mg. Defisiensi besi yang terjadi akibat proses inflamasi ataupun
20
infeksi dapat diobati dengan pemberian terapi besi 3-6 mg/kgBB perhari dalam dosis terbagi
(2-3 kali sehari) selama 3-6 minggu. Respon terapi terhadap pemberian preparat besi dapat
diamati secara klinis atau dari pemeriksaan laboratorium. Kadar hemoglobin akan meningkat
0,1 mg/dL/hari sampai mencapai 11 mg/dL dalam 3-4 minggu. Apabila didapatkan hasil
seperti yang diharapkan, pengobatan dilanjutkan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin
kembali normal.17 Evaluasi kadar hemoglobin pada pasien ini didapatkan kadar hemoglobin
mengalami peningkatan dari 9,2 gr/dL menjadi 10,7 gr/dL.
Dalam tatalaksana TB milier anak OAT diberikan selama 2 bulan, sedangkan INH dan
rifampisin dilanjutkan sampai 6-10 bulan. Pemberian vitamin B6 dimaksudkan untuk
mencegah efek samping INH berupa neuritis perifer yang timbul akibat inhibisi kompetitif
pada metabolisme piridoksin. Prednison diberikan sampai 1 bulan, kemudian ditappering off
selama 2-6 minggu.6,8
Setelah 2 bulan pengobatan anak, dilakukan evaluasi terhadap pengobatan TB.
Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan
klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan. Pada pasien ini demam tidak ada, batuk
tidak ada, nafsu makan membaik dan berat badan mengalami peningkatan sebesar 2,5 kg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson LJ, Wells CD. Global epidemiology of childhood tuberculosis. Int J Tuberc
Lung Dis 2004;8:636-47.
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Control 2010. WHO, Geneva,
Switzerland,2010.
21
3. Cruz AT, Starke JR. Pediatric tuberculosis. Pediatrics in Review 2010;31:13-26.
4. Maltezau HO, Spyridis P, Kafetzis DA. Extra-pulmonary tuberculosis in children.
Arch Dis Child. 2000;83:342-46.
5. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Dalam: Buku pedoman nasional
penanggulangan tuberkulosis. Edisi ke-2, cetakan I. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2006.
6. Kartasasmita CB, Basir D. Tuberkulosis. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto
DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta. IDAI;2008.h.162-
261.
7. Starke JR. Tuberculosis. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Jenson HB, penyunting.
Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia; Saunders;2011.h.960-71.
8. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional
tuberkulosis anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi IDAI;2007.
9. WHO. Anti tuberculosis treatment in children. Dalam: Guidance for national
tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in children. Geneva:
World Health Organization;2006;1205-11.
10. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. Diagnostic ATLAS of
intrathoracic tuberculosis in children. Paris;2003.
11. Grossman M. Tuberculosis. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD,
penyunting. Buku ajar Pediatri Rudolph. Edisi ke-20. EGC;1997.h.687-97.
12. Schlesinger LS. Phagositosis and toll-like receptors in tuberculosis. Dalam: Rom W,
Garay SM, Levitzky, penyunting. Pulmonary pathophysiology. Edisi ke-5. Volume
I;2004.
13. Ardiana D, Wuryaningrum W, Widjaja ES. Skrofuloderma pada Dada. Disampaikan
pada Pertemuan Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin XIV. Surabaya. 1 April,
2002.
14. Kenyorini, Suradi, Surjanto E. Uji Tuberkulin. Jurnal Tuberkulosis Indonesia
2010;3(2):1-5.
15. Rogelio Hernández-Pando, Rommel Chacón-Salinas, Jeanet Serafín-López, and Iris
Estrada. Immunology, pathogenesis, virulence. In: tuberculosis 2007 from basic
science to patient care. 2007:157-205. Diunduh dari www.tuberculosistextbook.com.
16. Barreto ML, et al. Neonatal BCG protection against tuberculosis lasts for 20 years in
Brazil. Int Tuberc Lung Dis 2005;10:1171-3.
17. Gunadi D, Lubis B, Rosdiana N. Terapi dan suplementasi besi pada anak. Sari Pediatri
2009;11(3):207-11.

22
18. Subagyo A, Aditama TY, Sutoyo DK, Partakusuma LG. Pemeriksaan Interferon-
gamma Dalam Darah Untuk Deteksi Infeksi Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis
Indonesia 2010;3(2):6-19.
19. Roth JG, Baker SK. Miliary tuberculosis. Dalam: Rom WN, Garay SM, penyunting.
Tuberculosis. Edisi ke-2. Philadelphia;2003.h.960-71.
20. Kirks DR. The pediatric ER chest: what every radiologist should know. Dalam: Nash
DH, Petterson H, penyunting. Pediatric Radiology. Edisi pertama. London: Merit
Communications,1992:h.165-75.
21. Guidi R, Bolli V, Lanza C, Biagetti C, Osimani P, Benedictis FM. Macronodular
hepatosplenic tuberculosis. Acta Radiologica Short Reports 2012;1:21
22. Weir RE. Persistence of the immune response induced by BCG vaccination. BMC
Infectious Diseases 2008;8:1-9.
23. Sterne JA, Rodrigues LC, Guedes. Does the efficacy of BCG decline with time since
vaccination? Int tuberc Lung Dis 1998;3:200-7.
24. Muhammad A, Sianipar O. Telaah pustaka. Penentuan defisiensi besi anemia penyakit
kronis menggunakan peran indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory.2005;12:9-15.

PEDIATRIC NUTRITIONAL CARE

1. Identitas
Nama : Fitri
Umur : 5 tahun 8 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Diagnosis : TB milier
2. Assessment :
BB : 13,5 kg
TB : 98 cm

23
BB Ideal : 14 kg
HA : 3 tahun 7 bulan
CDC BB/U : 67,5 %
TB/U : 86,7 %
BB/TB : 90%
Kesan : familial short stature
3. Requirement
RDA : 102 kkal/kgbb/hari
RDA ideal : BB ideal x RDA
= 14 x 102 = 1428 kkal/hari
RDA absolut : BB absolut x RDA
= 13,5 x 102 = 1377 kkal/hari
BMR : 16,97 x BB + 161,8 x TB + 371,2
= 16,97 x 13,5 + 161,8 x 0,98 + 371,2
= 229 + 158,5 + 371,2 = 758,7 kkal
BEE : BMR x Faktor stres = 758,7 x 1,5 = 1138 kkal
4. Kebutuhan cairan : 85 cc/kgbb/hari = 85 x 13,5 = 975 cc/hari = 1147 cc/hari
5. Type of Food : Makanan biasa
6. Route : oral
7. Saat ini mendapatkan : MB TKTP 1300 kkal (Memenuhi 171 % BMR, 114 % BEE,
91 % RDA ideal)

24

Anda mungkin juga menyukai