Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN KOLESISTITIS DAN KOLELITIASIS

TUGAS

KEPERAWATAN KLINIK III A

oleh

Kelompok 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER
2015

ASUHAN KEPERAWATAN KOLESISTITIS DAN KOLELITIASIS

TUGAS
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik III A dosen pengampu
Ns. Wantiyah, M.Kep.

oleh

Kelompok 5

Ahmad Nasrullah NIM 132310101010

Nur Winingsih NIM 132310101020

Indra Kurniawan NIM 132310101021

Dema Novita Hindom NIM 132310101033

Windi Noviani NIM 132310101036

Yulince Atanay NIM 132310101040

Rizka Agustine NIM 132310101041

Janna Ni’ma Istighfara NIM 132310101051

Ratih Dwi A. NIM 132310101042

Talitha Zhafirah NIM 132310101055

Ike Andriani NIM 132310101057

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER
2015

ASKEP KOLESISTITIS

Kasus

Seorang pasien perempuan usia 45 tahun dibawa ke UGD karena mengalami nyeri hebat
pada perut sebelah kanan atas. Nyeri kadang dirasakan pada daerah baru. Pasien juga
merasakan demam sejak 1 hari yang lalu. Berdasarkan berbagai pemeriksaan yang
dilakukan pasien didiagnosa kolesistitis.

Analisa Kasus

A. Kolesistitis

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut


dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan
dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis yang dialami oleh pasien tersebut adalah kolesistitis akut. Kolesistitis
merujuk pada inflamasi akut dari kandung mepedu. Ini biasanya mengiritasi lapisan
kandung mepedu. Ini dapat menjadi padat dalam duktus sistik yang menyebabkan
obstruksi dan =inflamasi dinding kandung empedu, mencetus infeksi. Kandung empedu
terlatak di bawah lobus kanan hepar. Fungsi utamanya adalah mengkonsentrasikan dan
menyimpan empedu yang diproduksi poleh hepar. Empedu diperlukan untuk
mengemulsikan lemak-lemak. Kandung empedu berkontraksi dan melepaskan empedu ke
dalam duodenum bila makanan berlemak masuk ke usus. Penyakit kandung empedu
adalah akut atau kronis. Bentuk di karakteristikkan dengan nyeri hebat dari awitan tiba-
tiba.

B. Etiologi atau Faktor Resiko Kolesistitis

Etiologi

Penyebab terjadinya kolesistitis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman dan

iskemia dinding kandung empedu. Bagaimana stasis di duktus sistitis dapat menyebabkan

kolesistitis dalam belum jelas. Banyak factor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan

empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding

kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.

Selain factor-faktor di atas kolesistitis dapat terjadi juga pada pasien yang dirawat
cukup lama dan mendapat nutrisi secara parentesal pada sumbatan karena keganasan
kandung empedu, batu disaluran emepedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit
lain seperti demam tipoid dan IOM (Prof. dr. H.M. Sjaifaoellah Noer).

Faktor Resiko
Faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan
orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, cholelithiasis
sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Beberapa
faktor resiko yang lain sebagai berikut:
1. adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
3. Usia lebih dari 40 tahun
4. Kegemukan (obesitas)
5. Faktor keturunan
6. Aktivitas fisik
Dikerjakan Oleh:
Dema novita hindom 132310101033
Referensi :
Hadi, Sujono. 1995. Gastroenterologi, ed. 6. Alumni : Bandung

Mitchel, Richard N. 2008. Buku saku dasar keperawatan patologis Robbins &
Cotran Ed.7. Jakarta: EGC

Smeltzer, S& Brunner Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

http://www.academia.edu/9341232/Asuhan_keperawatan_kolesistitis

C. Tanda dan Gejala Kolesistitis

Tanda dan gejala untuk kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas serta kenaikan
panas tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak / scapula kanan dan dapat
berlangsung selama 60 menit tanpa reda. Pada pemeriksaan fisi teraba masa kandung
empedu, nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukosistesis serta
kemungkinan peninggalan serum transaminase dan fostatase alkali.
Menurut Price (2005) sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak
memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu,
yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus koledokus.
Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis.
a. Gejala Akut
1) Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas,
nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.
2) Nyeri 30-60 menit pasca krandial kuadran kanan atas.
3) Rasa sakit menjalar ke pundak / scapula kanan
4) Penderita dapat berkeringat banyak dan gelisah.
5) Nausea dan muntah sering terjadi
6) Leukostesis
7) Ikterus, dapat di jumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa ke dalam
duodenum akan di serap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membran mukosa bewarna kuning. Keadaan ini sering di sertai
dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
8) Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine bewarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat.
b. Gejala kronis
Gejala kolelitiasis kronis mirip dengan gejala kolelitiasis akut, tetapi
beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.
Menurut Reeves ( 2001) tanda dan gejala yang biasanya terjadi adalah:
1) Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas
2) Pucat biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu
3) Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan
4) Demam
5) Urine yang berwarna gelap seperti warna the
6) Dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan
berlemak
7) Nausea dan muntah
8) Berkeringat banyak dan gelisah
9) Koledokolitiasis (tidak menimbulkan gejala pada fase tenang)
10) Terjadi otolisis serta edema.

Dikerjakan Oleh: Ahmad Nasrullah 132310101010


Referensi:
Noer, Sjaifoellah. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. HKUI: Jakarta
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Smeltzer, Suzanne c, dkk. 2001. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC

D. Mekanisme Kolesistitis

Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu


dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup
Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi
air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat.
Kolesitisis dapat dikelonpokkan menjadi dua bagian dari segi mekanisme
terjadinya. Salah satunya adalah kolesitisis kalkulus (inflamasi kandung empedu akibat
obstruksi oleh batu empedu). Adanya stasis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan
unsur tersebut. Pengendapan unsur tersebut dapat membentuk
.
batu empedu yang menyumbat saluran keluar empedu. Akibatnya getah empedu akan
tertahan dalam kandung empedu akan menimbulkan reaksi kimia, terjadi otolisis serta
edema, dan pembuluh darah dalam empedu akan terkompresi sehingga suplai vascular
terganggu. Sehingga terjadilah perubahan metabolis yang terganggu berakibat pada
iskemia dan nekrosis mukosa kandung empedu yang dapat menyebabkan infeksi
kandung empedu yang menimbulkan nyeri pada koliesistisis akut. Jika hal tersebut tidak
ditangani maka sebagai konsekusnsinya dapat terjadi gangren yang dapat disertai
perforasi kantong empedu (pecah), atau bisa terbentuk fistula (saluran) antara kandung
empedu dan usus, serta kemungkinan septikemia sebagai akibat dari peradangan lanjutan
pada kolesistisis kronik. (Brunner & Suddarth. 2001)
Sedangkan pada kolesitisis akalkulus (inflamasi kandung empedu akut tanpa
adanya obtruksi batu empedu), dapat timbul diduga setelah tindakan bedah mayor,
trauma berat atau luka bakar. Fakor lainnya yang berkaitan dengan kolesitesis ini
mencakup obstruksi diktus sistikus akibat torsi, infeksi primer bacterial pada kandung
empedu. Kolesitsesis skalkulis ini diperkirakan terjadi akibat perubahan cairan dan
elektrolit serta aliran daerah regional dan sirkulasi visceral misalnya pada kasus akibat
infeksi primer bacterial pada kandung empedu, bakteri dapat mengeluarkan endotoksin
yang mampu menghapuskan respon kontraktil ke CCK, menyebabkan kandung empedu
menjadi stasis sehingga getah empedu terkonsentrasi tetap stagnan di lumen kadung
empedu. (Brunner & Suddarth.2001)

Dikerjakan Oleh: Ahmad Nasrullah 132310101010


Referensi:

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 vol 2. Jakarta EGC

Bloom A, Alan dkk. 2014. Cholecystisis. http://emedicine.medscape.com/article/


171886overview#a0104 . [Diakses pada 20 April 2015 pukul 08.18WIB]

E. Pemeriksaan Kolesistitis

1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan
dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan
USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil
yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung
empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.

2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien
jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang
mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).

3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung
empedu telah menebal. (Williams 2003)

4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)


Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik
yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah
kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian
bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di
duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.
Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

F. Penatalaksanaan Medis Kolesistitis

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah


dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
Penatalaksanaan Nonbedah

1. Penatalaksanaan pendukung dan diet


Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).

Manajemen terapi :

1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein


2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Disolusi medis

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-
obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan
daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada
penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang.

Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan
kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%,
terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi
kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang
dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi
ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.

3. Disolusi kontak

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol
dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang
dipakai adalahmethyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke
dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu
dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang
kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa,
sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu

4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated


Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).

ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-
manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien
yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung


dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui
sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar
sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih
aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada
penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.

Penatalaksanaan Bedah

1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang
ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi
normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung
dan paru.Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil
di dinding perut.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya


kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih
sering selama kolesistektomi laparoskopi.

Dikerjakan Oleh:
Windi Noviani 132310101036

Referensi:
Dr. H. Y. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen,
edisi 2: 2009; Buku kedokteran EGC
Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise
Noer, Sjaifoellah. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. HKUI: Jakarta
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
Smeltzer, Suzanne c, dkk. 2001. Keperawatan medical bedah EGC: Jakarta
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579

G. Asuhan Keperawatan Kolesistitis

Pengkajian
Anamnesa
A. Identitas Klien : Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,umur, pekerjaan, nama
ayah/ ibu, pekerjaan, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir. Masalah ini
biasanya di alami oleh wanita dengan usia lebih dari 40 tahun.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : sakit perut sisi kanan atas, nyeri yang berpindah-
pindahmenjalar kadang sampai pundak, mual, muntah, perut terasa kembung,
kulit berwarna kuning (apabila batu empedu menghalangi saluran empedu),
suhu badan tinggi (demam).
2. Riwayat kesehatan sekarang
Data dapat diperoleh dari kronlogis kejadian sampai muncul masalah dan
keluhan utama, misalnya:
a. Bagaimana gejalanya ? (mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus atau
hilan timbul)
b. Tempat dan sifat gejala (menjalar, menyebar, berpindah-
pindah, atau menetap).
c. Berat ringannya keluhan dan perkembangannya (menetap, cenderung
bertambah, atau berkurang).
d. Berapa lama keluhan berlangsung?
e. Kapan dimulainya?
f. Upaya apa saja yang telah dilakukan untuk meringankan.
Pasien yangmengalami kolesistisismengalaminyeriperutkananatas yang
dapatmenyebarkepunggung danbahukanan.Selainitupasienjuga mengalami
mual, muntah, kembungdan bersendawa.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat pemakaian obat-obatan (jenis obat, dosis obat dan cara
pemakaian)
b. Pengalaman masa lalu tentang kesehatan : riwayat sakit dengan gejala
yang sama, pengalaman perawatan di rumah sakit, pengalaman
tindakan bedah ( operasi ), pengalaman kecelakaan, dll.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Data mengenai penyakit menular atau menurun yang dimiliki keluarga seperti
TBC, Diabetes, Hipertensi
5. Riwayat kesehatan lingkungan
Dapatkan data mengenai lingkungan rumahtempat tinggal pasien sekarang.
a. Apakah sedang terjadi wabah penyakit di lingkungan rumah
tempattinggal pasien?
b. Apakah merupakan daerah industri (rawan polusi)?
c. Lingkungan yang kurang sehat?
d. Kondisi rumah(ventilasi, jendela, kamar mandi/MCK) yang memadai?

Pemeriksaan Fisik

A. PemeriksaanFisik
1) Kaji keadaanumum pasien:meliputi kesan secara umum pada
keadaansakittermasukekspresiwajah(meringis,grimace,lemas) dan
posisipasien.Kesadaranyang meliputipenilaiansecarakualitatif
(komposmentis,apatis,somnolen,sopor,soporokoma,koma) dapat juga
menggunakanGCS.Lihatjuga keadaanstatusgizisecara umum (kurus,
ideal, kelebihan berat badan)
2) Kaji kondisifisik pasien: pemeriksaan tanda-tanda vital, adanya
kelemahanhingga sangatlemah,takikardi,diaforesis,wajahpucatdan
kulit berwarnakuning, perubahanwarnaurin danfeses.
3) Kajiadanyanyeriabdomenatasberat,dapatmenyebarkepunggung
ataubahukanan,mualdanmuntah,gelisahdankelelahan.Palpasi
padaorganhati,limpa,ginjal,kandungkencinguntukmemeriksaada atau
tidaknyapembesaran padaorgan tersebut.
4) Integumen:periksa ada tidaknya oedem, sianosis,icterus, pucat,
pemerahan luka pembedahan padaabdomen sebelah kananatas.
5) Kaji perubahangizi-metabolik: penurunan berat badan, anoreksia,
intoleransilemak,mualdanmuntah,dispepsia, menggigil,demam,
takikardi, takipnea, terabanyakandung empedu.
6) Ekstremitas:Apakahadaketerbatasandalamaktivitaskarenaadanya
nyeriyanghebat, juga apakah adakelumpuhan atau kekakuan.
B. PemeriksaanFisik B6
1)B1: Peningkatan frekuensipernafasan, pernafasan tertekan ditandai nafas
pendek dan tertekan.
2)B2: Takikardi,demam,resikoperdarahankarenakekuranganvitamin
K.
3)B3:Nyeri padaperutkananatasmenyebarkepunggungataubahu
kanan,gelisah.
4)B4: Urinegelap pekat.
5)B5:Distensiabdomen,terabamassapadakuadrankananatas,feses
warnaseperti tanah liat.
6)B6: Kelemahan, ikterik,kulit berkeringat dangatal (pruritus).
C. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: pola hidupsehat pasien yang
menderitakolesistitis harus ditingkatkan dalam meningkatkan
statuskesehatannya,perawatan,dantatalaksana hidupsehat. Keluarga
jugaperluuntukterus melakukanperawatanselaintimkesehatan
gunameningkatkankesehatannya.
2) Polanutrisidanmetabolisme:polanutisipasiendengankolesistitis
terganggu,halinidikarenakanpasienmengalamimual,muntahdan
kembungsehingga pasienmengalami resiko perubahan nutrisi.
3) Pola eliminasi: pola eliminasi pada pasien dengan kolesistitis
mengalamigangguanyang ditandaidenganurineyang berwarna pekat
dan gelap serta fesesyangberwarnaseperti tanahliat.
4) Polaaktivitas:Pasiendengankolesistitismengalamiperubahanpola
aktivitasnya.Hal ini dikarenakan pasien mengalmi nyeri perutkanan
atas sertaadanya perubahan nutria yangmenyebabkan kelemahan.
Perubahan pola nutrisijugadapat mempengaruhiaktivitasnya.
5) Polaistirahatdantidur:Polaistirahatpadapasienkolesistitisjuga
mengalami gangguan karenanyeriyangdirasakan.
6) Pola kognitif dan persepsi sensori: Pola ini mengenai
pengetahuan pasien dankeluarga terhadap penyakit yang diderita klien
7) Pola konsep diri: Bagaimana persepsikeluarga dan pasien
terhadappengobatan danperawatanyang akan dilakukan.
8) Pola hubungan-peran: Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam
perawatan danmemberi dukungan serta dampingan pada pasien
dengan kolesistitis.
9) Polaseksual-seksualitas:Apakahselamasakitterdapatgangguanatau
tidakyang berhubungandenganreproduksisosial.Padapasien
kolesistitits mengalamigangguandalamreproduksikarenanyeriyang
dirasakan.
10)Polamekanisme koping:Keluarga perlumemberikandukungandan
semangatsembuh bagi pasien kolesistitis.
11)Polanilaidankepercayaan:Keluarga selaluoptimisdanberdoaagar
penyakitpadapasien kolesistitisdapat sembuh dengancepat.
Pemeriksaan penunjang

1)Darah lengkap:
a) Leukositosis sedang (akut), bilirubin dan amilase serum:
meningkat.
b) Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak
meningkat alkaline fosfat dan 5-nukletiase; Di tandai obstruksi
bilier.
c) Kadarprotrombin:Menurunbilaobstruksialiranempedudalam usus
menurunkanabsorbsi vitamin K.
2)Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu
dan/atau ductus empedu(seringmerupakan prosedur diagnostik awal).
3) Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan
percabanganbilier dengankanualasduktuskoledukusmelalui deudenum.
4) Kolangiografitranshepatikperkutaneus:Pembedaangambarandengan
flouroskopianatarapenyakitkantungempedudankankerpankreas( bila
ekterik ada).
5)Kolesistogram(untukkolositisis kronis):Menyatakanbatupadasistem
empedu.Catatan:kontraindikasipadakolesititis karenapasienterlalu
lemahuntukmenelanzatlewatmulut.CTScan:Dapatmenyatakan kista
kandungempedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan antaraikterik
obstruksi/non obstruksi.
6) Scanhati(denganzatradioaktif):Menunjukanobstruksipercabangan bilier.
7) Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi
(kalsifikasi)batuempedu,kalsifikasidinding ataupembesarankandung
empedu.
8)Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menunjukkan penyebaran
nyeri.
Diagnosa
1. Nyeri b/d proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia
jaringan/nekrosis
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d dispensi dan hipermortilitas gaster,
gangguan proses pembekuan darah, peningkatan metabolisme
3. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
mual, muntah, gangguan pencernaan lemak,dispepsi, intake yang tidak adekuat
4. Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi
Analisa Data

No. Problem Etiology Symptom


1. Gangguan rasanyaman: Duktus dan inflamasi. DO: Pasien terlihat
nyeri. meringismenahan rasa
nyeri di perut kanan
atas.
DS: Pasien mengatakan
nyeri di perutnya.
2. Perubahan nutrisi Mual, muntah, DO: Pasien terlihat
kurangdari kebutuhan dyspepsia, nyeri, merasalemah karena
tubuh. pembatasan masukan. seringmual dan
muntah.
DS: Pasien mengatakan
seringmuntah-muntah
dan merasamual serta
badannyamerasa
lemah.

3. Resiko tinggi Mual, muntah. DO: Pasien terlihat

kekuranganvolume merasalemas dan


cairan. seringmuntaj-muntah.
DS: Pasien mengatakan
seringmuntah-muntah
dan merasamual.
4. Kurang pengetahuan Kurangterpapar DO: Pasien terlihat

tentang penyakit. informasi. kebingungan dengan


keadaanyakini.
DS: Pasien mengatakan
tidak mengetahui apa-
apa mengenai
penyakitnya kini.
Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


DAN
KEPERAWATAN
KRITERIA
HASIL

1 Nyeri b/d proses Tujuan: 1. Pantau 1. Tingkat danintensitas nyeri


inflamasi kandung tingkat dan merupakan datadasar yangdibutu
Setelah dilaku
empedu, intensitas hkanperawat sebagaipedomanpe
kan
obstruksi/spasme ngambilanintervensi, sehinggaset
nyeri.
duktus, iskemia perawatansela iap perubahanyang terjadi harust
jaringan/nekrosis ma… , klienm 2. Ajarkan erus dipantau.
elaporkannyeri teknik relaksasi
2. Teknik relaksasi(nafas dala
berkurangatau (nafas dalam)
m)dapat membantumenurunkank
hilang. Kliend
3. Beri etegangan otot,menurunkanmedi
apatmengkomp
kompres hangat ator stresssepertikatekolamin dan
ensasinyeri de
(hati-hati dengan menigkatkanendorphin yangdapa
nganbaik
klien yang t membantu untuk mengurangi
Kriteria Hasil: mengalami rasa nyeri.
perdarahan)
- 3. Kompres hangatdapat mem
Skala nyeri 0- 4. Beri posisi berikanefek vasodilatordan relak
4 yang nyaman sasi ototsehingga dapatdigunaka
n sebagaiterapi penurunketegang
- Grimace (-) 5. Kondisikan
an yangdapat berpengaruhterhad
lingkungan yang
- appenurunan nyeri.Namun harus
Gerakanmelok tenang di sekitar diperhatikanpenggunaannyapada
alisirnyeri (-) klien pasiendenganperdarahan.

- 6. Catat repons 4. Posisi


Gerakanbertah terhadap obat dan yangnyaman membantumenurun
an(defensife)p laporkan bila kanketegangan otot.Posisi tidur y
adadaerahnyeri nyeri tidak hilang. angsalah dapatmencetuskankeka
(-) kuan ototyangmengakibatkan
7. Kolaborasi
rasa nyamanterganggu.
- Klien tenang pemberian
analgesik 5. Kondisi
lingkunganyang tenang dapatme
sesuai program
terapi. mbantumenurunkantingkat stress
kliensehingga dapatmempengar
uhirespon klienterhadap nyeri.

6. Nyeri berat yang tidak


hilang dapat menunjukkan
adanya komplikasi

7. Analgesikberfungsi
untukmelakukanhambatan padas
ensor nyerisehingga sensasinyeri
pada klienberkurang.

2 Resiko tinggi Tujuan: 1. Monitor 1. Memberikan informasi


kekurangan volume pemasukan dan tentang status cairan / volume
Keseimbangan
cairan b/d pengeluaran sirkulasi dan kebutuhan
cairan adekuat
kehilangan cairan cairan penggantian cairan.
melalui gaster, Kriteria hasil:
2. Awasi 2. Muntal berkepanjangan,
muntah distensi
- belanjutnya aspirasi gaster dan pembatasan
dan hipermotilitas
Dibuktik mual/muntah, pemasukan oral dapat
gaster, dan
an oleh tanda kram menimbulkan defisit natrium,
gangguan
vital stabil abdomen,kejang kalium dan klorida.
pembekuan darah,
ringan,
peningkatan - 3. Mempertahankan
kelemahan
metabolisme Membra keseimbangan cairan dalam
n mukosa 3. Anjurkan tubuh
lembab, cukup minum
4. Protrombin darah menurun
- Turgor 4. Kaji dan waktu koagulasi memanjang
kulit baik, pendarahan yang bila aliran empedu terhambat,
tidak biasa meningkatkan resiko hemarogi.
-
contohnya
Pengisia 5. Membantu dalam proses
pendarahan pada
n kapier baik, evaluasi volume cairan
gusi,mimisan,
- petekia, melena 6. Mempertahankan volume
Eliminas sirkulasi dan memperbaiki
i urin normal, 5. Kaji ulang ketidakseimbangan.
pemeriksaan
- Tidak
laboraturium
ada muntah
6. Beri cairan
IV, elektrolit, dan
vit. K

3 Resiko tinggi Tujuan: 1. Berikan 1. Perawatan oraldapat mence


gangguan perawatan oral gah
Klien memenu
pemenuhan nutrisi: teratur.
hi ketidaknyamanankarena mulut
kurang dari
2. Catat berat
kebutuhan tubuh kebutuhan nutr kering, bibirpecah dan bautidak s
badan saat
b/d mual, muntah, isiharian sesuai edap yangdapatmenurunkannafsu
masuk dan
gangguan dengan tingkat makanklien.
bandingken
pencernaan aktivitas danke
dengan 2. Berat badanmerupakan data
lemak,dispepsi, butuhanmetabo
saatberikutnya yang diperlukanperawat untukme
intake yang tidak lik
ngevaluasiperkembanganterapi n
adekuat 3. Kaji distensi
Kriteria hasil: utrisi kliensehingga perawatdapa
abdomen, berhati-
tmenyesuaikanterhadapkebutuha
- hati, menolak
n intervensi.
Klien dapatme gerak
njelaskan 3. Menunjukkan
4. Pemeriksaan
ketidaknyamanan berhubungan
tentangpenting laboratorium/Hb-
dengan gangguan pencernaan,
nyanutrisi bagi Ht-elektrolit-
nyeri
klien Albumin.
4. Nilai
- 5. Jelaskan
laboratoriummerupakan data
Bebasdaritanda tentang
yang diperlukanperawat untukme
malnutrisi pengontrolan dan
ngevaluasikeberhasilan ataukeefe
pemberian
- ktifanintervensi sehinggaperawat
konsumsi
Mempertahank dapatmenentukan
karbohidrat,
anberat intervensi yangsesuai bagi klien.
lemak (makanan
badan stabil rendah lemak 5. Pendidikan padaklien perlu
-Nilai dapat mencegah dilakukan agarklien mengerti dan
laboratorium serangan pada paham tentangintervensi
klien dengan yangdilakukan perawatsehinggad
normal (Hb,Al
kolelitiasis dan iharapkan kliendapat bersikapada
bumin)
kolesistitis), ptif.
protein, vitamin,
6. Pembatasan lemak
mineral dan
menurunkan rangsangan pada
cairan yang
kandung empedu dan nyeri
adekuat.
7. Ahli gizi dapatmenghitung
6. Anjurkan
kalori
mengurangi
yang dibutuhkanklien menurutak
makananberlemak
tivitas
danmenghasilkan
yangdilakukan klien,sehinggadih
gas
arapakan jumlahasupan kalori ya
7. Konsultasik ngdikonsumsi kliendapat memen
an dengan ahli uhikebutuhan harian,tidak kekura
gizi untuk ngandan tidakberlebihan.
menetapkan
8. Kondisi tegangdapat menur
kebutuhan kalori
unkannafsu makan klien,
harian dan jenis
istirahat dapatmengurangiketega
makanan yang
ngan kliensehingga dapatmemba
sesuai bagi klien.
ntu kliendalammeningkatkannafs
8. Anjurkan u makan.
klien istirahat
9. Makan terlalubanyak dalam
sebelummakan,
satuwaktu dapatmenyebabkandi
9. Tawarkan m stensi
akan sedikit lambungyang berakibatketidakny
namunsering. amananbagi klien sehingganafsu
makan klienmakin menurun.
10. Batasi asupan
cairan saat 10. Asupan cairanberlebih saatm
makan. akanmenyebabkandistensi
lambung
11. Sajikan
yangmengakibatkanketidaknyam
makanan dalam
anan.
keadaan hangat.
12. Kolaborasi 11. Makanan yangsudah dingin
cairan IV menyebabkan rasa
yang kurangmenyenangkanbagi
klien sehinggamenurunkan nafsu
makan klien.

12. Cairan glukosa IVdapat dibe


rikanapabila pasienbenar-
benar tidakmendapatkanasupan p
er-
oral,cairan glukosa IVjuga dapat
menyediakan kaloribagi klien se
hinggaklien tidakmengalamikeku
rangan nutrisi.

4 Kurang Pasien 1. Beri 1. kecemasan pasien semakin


mampu penjelasan
pengetahuan b.d bekurang dengan informasi dari
mengetahui pada pasien
kurangnya tentang perawat
konsep
informasi penyakit. kolesistitis.
2. koordinasi dengan perawat
2. Kaji ulang
Pasienmampu dan tim medis lain akan
prognosis,
menerapkanp memberikan prognosis yang
diskusikan
ola yangtelah baik untuk masalah pasien
perawatan
dijelaskan.
dan 3. salah dosis dan pemberian
pengobatan. obat akan memperparah
3. kesehatan pasien
Kajiuangprogr
am obatdan 4. mengurangi batas kerja organ
efek samping.
yang bermasalah sehingga tidak
4. Anjurkan
memperburuk kondisi
pasien
fungsional organ.
menghindari
makanan,
minuman
Implemantasi

NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI
1. Nyeri b/d proses inflamasi 1. Memantau tingkat dan intensitasnyeri.
kandung empedu, 2. Mengajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
obstruksi/spasme duktus, 3. Memberikan kompres hangat (hati-hati
iskemia jaringan/nekrosis dengan klien yang mengalami perdarahan)
4. Memberikan posisi yang nyaman
5. Mengkondisikan lingkungan yangtenang di
sekitar klien
6. Mencatat repons terhadap obat dan laporkan
bila nyeri tidak hilang.
7. Mengkolaborasi pemberian analgesik
sesuai program terapi.

2. Resiko tinggi kekurangan 1. Memonitor pemasukan dan pengeluaran


volume cairan b/d kehilangan cairan
cairan melalui gaster, 2. Mengawasi belanjutnya mual/muntah, kram
muntah distensi dan abdomen,kejang ringan, kelemahan
hipermotilitas gaster, dan 3. Menganjurkan cukup minum
gangguan pembekuan darah, 4. Mengkaji pendarahan yang tidak biasa
peningkatan metabolisme contohnya pendarahan pada gusi,mimisan,
petekia, melena
5. Mengkaji ulang pemeriksaan laboraturium
6. Memberi cairan IV, elektrolit, dan vit. K

3. Resiko tinggi gangguan 1. Memberikan perawatan oral teratur.


pemenuhan nutrisi: kurang dari 2. Mencatat berat badan saat masuk dan
kebutuhan tubuh b/d mual, bandingken dengan saatberikutnya
muntah, gangguan pencernaan 3. Mengkaji distensi abdomen, berhati-hati,
lemak,dispepsi, intake yang menolak gerak
tidak adekuat 4. Memeriksakan laboratorium/Hb- Ht-
elektrolit-Albumin.
5. Menjelaskan tentang pengontrolan dan
pemberian konsumsi karbohidrat, lemak
(makanan rendah lemak dapat mencegah serangan
pada klien dengan kolelitiasis dan kolesistitis),
protein, vitamin, mineral dan cairan yang adekuat.
6. Menganjurkan mengurangi
makananberlemak danmenghasilkan gas
7. Mengkonsultasikan dengan ahli gizi untuk
menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis
makanan yang sesuai bagi klien.
8. Menganjurkan klien istirahat
sebelummakan,
9. Menawarkan makan sedikit namunsering.
10. Membatasi asupan cairan saat makan.
11. Menyajikan makanan dalam keadaan hangat.
12. Mengkolaborasi cairan IV

4. Kurang pengetahuan b.d 1. Memberikan penjelasan padapasien


tentangkolesistitis.
kurangnya informasi
2. Mengkajiulangprognosis, diskusikan
perawatan dan pengobatan.
3. Mengkajiulangprogram obat dan efek
samping.
4. Menganjurkan pasienmenghindari makanan,
minuman
Evaluasi

No. Diagnosa Evaluasi

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri S: Pasien mengatakan sudah tidak


merasa nyeri lagi di bagian perut kanan
berhubungan dengan duktus
atasnya.
dan inflamasi.
O: Pasien sudah tidak menunjukkan
ekspresi nyerinya lagi.

A: Masalah teratasi.

P: Intervensi dihentikan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari S: Pasien mengatakan sudah tidak


kebutuhan tubuh berhubungan merasa mual dan muntah-muntah lagi.
dengan mual, muntah, dyspepsia,
O: Pasien terlihat sudah tidak muntah
nyeri, pembatasan masukan.
lagi dan tidak menunjukkan ekspresi
mual lagi.

A: Masalah teratasi.

P: Intervensi dihentikan.
3. Resiko tinggi kekurangan S: Pasien mengatakan sudah tidak mual
volume cairan berhubungan dan muntah lagi.
dengan mual, muntah.
O: Pasien terlihat lebih segar dan tidak
menunjukkan ekspresi mual dan muntah
lagi.

A:Masalah teratasi.

P: Intervensi dihentikan.
Discharge Planning

a. Perawat memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang penyakit


yang dialami dan potensi terjadinya komplikasi lanjutan berupa kolangitis.
b. Berikan instruksi ke klien atau anggota keluarga mengenai perawatan lanjutan,
tanda-tanda adanya infeksi, rawat jalan dan jadwal perawatan berikutnya.
c. Ingatkan pasien untuk meminum obat-obatan harian yang diperlukan untuk
proses penyembuhan, serta jelaskan tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan, interaksi obat dengan dan potensial efek samping.
d. Ajarkan klien tentang manajemen nyeri, terapi diet, pembatasan aktivitas dan
perawatan kesehatan tindak lanjut.
e. Ajarkan klien cara perawatan diri di rumah dan semua hal yang diperlukan
untuk perawatan di rumah (Black, 1997).
f. Beri tahu klien untuk melakukan diet rendah lemak dan menghindari makanan
berlemak tinggi seperti susu, gorengan, alpukat, mentega dan cokelat.
Anjurkan minum cairan yang adekuat sedikitnya 2-3 L/hari.

Dikerjakan Oleh:
Nur Winingsih 132310101020
Ike Andriani 132310101057
Janna Ni’ma I 132310101051
Referensi:
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.
Jakarta: EGC
Ignatavicius, Donna D. & Workman M.L. 2006. Medical-Surgical Nursing, Critical
Thinking for Collaborative Care. St. Louis: Elsevier Saunders
Marry, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Akarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 2 Vol 2. Jakarta:
EGC.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:


EGC.
ASKEP KOLELITIASIS

Kasus

Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun periksa ke poli interna RS Sehat karena
sering mengalami nyeri pada perut sebelah kanan atas. Nyeri berlangsung agak lama
sekitar 30 menit. Berdasarkan berbagai pemeriksaan yang dilakukan pasien
didiagnosa kolelitiasis.

Analisa Kasus

A. Definisi Kolelitiasis

B. Etiologi Kolelitiasis

C. Patofisiologi Kolelitiasis\

D. Tanda dan Gejala Kolelitiasis

Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala.
Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala
klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non
spesifik, intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak
jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi
pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.

Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan
obstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier
yang ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5
jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung.
Nyeri sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak
beraturan. Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting
adanya kolelitiasis. Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri
mungkin juga terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya
menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya
obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk
melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium
biasanya dalam keadaan tegang.

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas
yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik
yang timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to
thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala
asimptomatik. Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum terjadi pada anak
dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan
beratnya serangan sangat bervariasi. Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai
kelainan. Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian
diikuti perforasi atau empiema pada kandung empedu.

Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung empedu,


kolangitis duktus dan pankreatitis. Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering
berupa kolesistitis akut dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat
menyebar sampai ke skapula dan sering disertai teraba masa pada lokasi nyeri
tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas yang
dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphy’s sign) berupa
napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan palpasi
dalam di daerah subkosta kanan.

E. Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis

1. Radiologi

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur


diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi.
Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam
keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara
yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.

2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan
Bare, 2002).

3. Sonogram

Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung


empedu telah menebal. (Williams 2003)

4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya


dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut
untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi
serta evaluasi percabangan bilier.

(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kenaikan serum kolesterol


b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml
F. Penatalaksanaan Medis Kolelitiasis

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non


bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
kolelitiasis yang asimptomatik.
a. Penatalaksanaan Nonbedah
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu
sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik
dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan
evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002). Manajemen terapi :
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian
obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan
daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada
penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini
dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama
batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi
dalam 3-5 tahun setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi
kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm,
batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik
paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak
dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
3. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung
empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui
kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan
ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan
biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu
yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu
4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut
menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-
manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi
ini.
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja
biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih
tua, yang kandung empedunya telah diangkat

b. Penatalaksanaan Bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
2) Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi
awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan
batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan
biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari
prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparoskopi.

G. Komplikasi Kolelitiasis

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:


1) Asimtomatik
2) Obstruksi duktus sistikus
3) Kolik bilier
4) Kolesistitis akut
5) Perikolesistitis
6) Peradangan pankreas (pankreatitis)
7) Perforasi
8) Kolesistitis kronis
9) Hidrop kandung empedu
10) Empiema kandung empedu
11) Fistel kolesistoenterik
12) Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan
batu empedu muncul lagi)
13) Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Dikerjakan Oleh: Indra Kurniawan NIM 132310101021

Referensi
I W Gustawan, K Nomor Aryasa, IPG Karyana, IGN Sanjaya Putra,oktober
2007.”kolelitiasis pada anak”. majalah kedokteran Indonesia. Volume 57, No. 10,
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/543/661.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo...(dkk), EGC, Jakarta.

Price A. Sylvia, Lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-


proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC

H. Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d cedera biologis; inflamasi, obstruksi/spasme duktus,


iskemia jaringan/nekrosis
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
pencernaan intake yang tidak adekuat.
3. Kekurangan volume cairan b/d dispensi dan hipermortilitas gaster,
gangguan proses pembekuan darah
4.
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Tujuan: Nyeri teratasi 1. Observasi dan catat lokasi,
cedera biologis; Setelah dilakukan beratnya (skala 0-10) dan
inflamasi, perawatan selama karakter nyeri (menetap, hilang,
obstruksi/spasme 2x24 jam. timbul atau kolik ).
duktus, iskemia 2. Catat repons terhadap obat dan
jaringan/nekrosis Krieria hasil laporkan bila nyeri tidak hilang.
Pasien akan: 3. Tingkatkan tirah baring, berikan
- Melaporkan nyeri pasien posisi yang nyaman.
hilang/Terkontrol 4. Gunakan sprei yang
dan dapat diatasi halus/katun; minyak kelapa;
- Menunjukkan minyak mandi(alpha keri)
penggunaan 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
keterampilan pemberian sesuai indikasi;
relaksasi dan antikolinergik.
aktivitas hiburan

2 Perubahan nutrisi Tujuan : 1. Kaji distensi abdomen


kurang dari Setelah dilakukan 2. Timbang dan pantau BB pasien
kebutuhan tubuh perawatan selama tiap hari
b/d gangguan 3x24 jam 3. Diskusikan dengan klien
pencernaan intake Pemenuhan makanan kesukaan dan jadwal
yang tidak kebutuhan makan yang disukai
adekuat. nutrisi pasien 4. Berikan suasana yang
adekuat. menyenangkan pada saat
makan, hilangkan ransangan
Kriteria hasil: yang berbau.
Pasien akan : 5. Jaga kebersihan oral sebelum
- Melaporkan makan
mual/muntah 6. Konsul dengan ahli diet/ tim
sudah hilang pendukung nutrisi sesuai
- Menunjukkan indikasi
kemajuan 7. Berikan diet sesuai toleransi
mencapai BB biasanya rendah lemak, tinggi
individu yang serat.
tepat dan baik.
- Makanan habis
sesuai porsi yang
telah diberikan
3 Kekurangan Tujuan: 1. Monitor dan pertahankan
volume cairan Setelah dilakukan masukan nutrisi yang kurang,
b/d dispensi dan perawatan selama peningkatan pengeluaran cairan
hipermortilitas 3x24 jam jenis urine
gaster, gangguan Keseimbangan 2. Awasi belanjutnya
proses pembekuan cairan adekuat mual/muntah, kram
darah abdomen,kejang ringan,
Kriteria hasil: kelemahan, kecepatan jantung,
Dibuktikan oleh dan pernapasan
tanda vital stabil, 3. Kaji pendarahan membran
membran mukosa mukosa/kulit yang tidak
lembab, turgor biasa contohnya pendarahan
kulit baik, pada gusi,mimisan, petekia,
pengisian kapier melena.
baik, serta adanya 4. Kaji ulang pemeriksaan
eliminasi urin laboraturium
normal 5. Kolaborasi pemberian antimetik
6. Kolaborasi pemberian cairan
IV, elektrolit, dan vit K

Implementasi

No Diagnosa Keperawatan Implementasi


1 Nyeri akut b/d cedera 1. Mengobservasi dan mencatat lokasi,
biologis; inflamasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter
obstruksi/spasme duktus, nyeri (menetap, hilang, timbul atau
iskemia jaringan/nekrosis kolik ).
2. Mencatat repons terhadap obat dan
melaporkan bila nyeri tidak hilang.
3. Meningkatkan tirah baring,
memberikan pasien posisi yang
nyaman.
4. Menggunakan sprei yang halus/katun;
minyak kelapa; minyak mandi (alpha
keri)
5. Mengkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian sesuai indikasi;
antikolinergik.
2 Perubahan nutrisi kurang 1. Mengkaji distensi abdomen
dari kebutuhan tubuh b/d 2. Menimbang dan memantau BB pasien
gangguan pencernaan intake tiap hari
yang tidak adekuat. 3. Mendiskusikan dengan klien
makanan kesukaan dan jadwal
makan yang disukai
4. Memberikan suasana yang
menyenangkan pada saat makan,
menghilangkan ransangan yang
berbau.
5. Menjaga kebersihan oral sebelum
makan
6. Mengkonsultasikan dengan ahli diet/
tim pendukung nutrisi sesuai indikasi
7. Memberikan diet sesuai toleransi
biasanya rendah lemak, tinggi serat.
3 Kekurangan volume cairan 1. Memonitor dan mempertahankan
b/d dispensi dan masukan nutrisi yang kurang,
hipermortilitas gaster, peningkatan pengeluaran cairan jenis
gangguan proses pembekuan urine
darah 2. Mengawasi belanjutnya mual/muntah,
kram abdomen,kejang ringan,
kelemahan, kecepatan jantung, dan
pernapasan
3. Mengkaji pendarahan membran
mukosa/kulit yang tidak biasa
contohnya pendarahan pada
gusi,mimisan, petekia, melena.
4. Mengkaji ulang pemeriksaan
laboraturium
5. Mengkolaborasikan pemberian
antimetik
6. Mengkolaborasikan pemberian cairan
IV, elektrolit, dan vit K

Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1 Nyeri akut b/d cedera S: Pasien mengatakan, “Sus, nyeri di perut
biologis; inflamasi, saya sudah mulai berkurang”.
obstruksi/spasme duktus, O: Pasien terlihat meringis menahan nyeri.
iskemia jaringan/nekrosis A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi
2 Perubahan nutrisi kurang S: Istri pasien mengatakan bahwa “sus, suami
dari kebutuhan tubuh b/d saya sudah mau makan lebih banyak yang
gangguan pencernaan intake sepelumnya hanya 3 sendok makan sekarang
yang tidak adekuat. sudah mau menghabiskan 1 porsi sus”
O: pasien mengabiskan makanan yang
diberikan
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan Intervensi.
3 Kekurangan volume cairan S: Istri pasien mengatakan bahwa “ Sus,
b/d dispensi dan suami saya sudah tidak lemas lagi dan sudah
hipermortilitas gaster, lebih segar dari sebelumnya”
gangguan proses pembekuan O: Pasien tidak memperlihatkan tanda-
darah tanda sianosis
A: Masalah Teratasi Sebagian
P: Lanjutkan Intervensi

Dikerjakan Oleh :
Rizka Agustine NIM 132310101041
Talitha Zhafirah NIM 132310101055
Referensi:

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana
Doengoes, Marlyn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta: EGC
NANDA. 2005. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006.
Philadelphia: NANDA International.

Anda mungkin juga menyukai