Anda di halaman 1dari 13

ESTIMASI CADANGAN BUKAN LOGAM ( MAGNESIT) DI DAERAH di WATUPUTE-PULAU

PAMADARANG SULAWESI TENGGARA DENGAN METODE CORING


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah, salah
salah satunya sumber daya mineral yang digadang-gadang menjadi salah satu komoditi dengan
kontribusi perekonomiann yang besar. Mineral merupakan salah satu sumber daya alam dimana
proses pembentukannya memerlukan jutaan tahun dan sifat utamanya tidak terbarukan. Mineral
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industry maupun produksi. Dalam hal demikian
mineral lebih dikenal sebagai bahan galian. Menegaskan keperluan mengenai kedudukan bahan
galian di Indonesia maka melalui Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1980. Kekayaan mineral
yang dimiliki negara Indonesia tersebar di setiap wilayah dengan jenis komoditi dan kadar yang
berbeda. Mineral logam, maupun non logam serta jenis mineral lain begitu melimpah
keterdapatannya dan hasil ini semakin terkuak dengan ekplorasi-ekplorasi yang telah dilakukan.
Kelimpahan sumber daya ini sudah semestinya menjadi sutu motor penggerak bangsa Indonesia
untuk mewujudkan negara sebagai perindustrian pertambangan yang besar.

Tak dipungkiri, industry pertambnagn merupakan suatu industry yang vital yang
menggerakkan berbagai sector industry lain di sutu negara. Namun sayangnya, bebrapa wilayah
di Indonesia belum mampu mengoptimalkan keberadaan sumberdaya mineral sebagai upaya
mewujudkan industry pertambangan.dalam perkeambangannya, Pemerintah Republik Indonesia
membagi bahan galian menjadi tiga golongan yaitu: bahan galian strategis disebut pula sebagai
bahan galian golongan A, bahan galian vital disebut pula sebagai bahan galian golongan B, dan
bahan galian non strategis dan non vital disebut pula sebagai bahan galian golongan C.

Bahan galian non strategis dan non vital disebut pula sebagai bahan galian golongan C
terdiri dari : nitrat, nitrit, fosfat, garam batu (halit), asbes, talk, mika, grafit, magnesit, yarosit,
leusit, tawas (alum), oker, batu permata, batu setengah permata, pasir kuarsa, kaolin, feldspar,
gipsum, bentonit, tanah diatomea, tanah serap (fuller earth), batu apung, trass, obsidian, marmer,
batu tulis, batu kapur, dolomit, kalsit, granit, andesit, basalt, trakhit, tanah liat, pasir, sepanjang
tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam skala yang berarti
dari segi ekonomi pertambangan.
Jika dilihat secara Secara geologi, genesha bahan galian industri berkaitan dengan proses
ubahan hidrotermal. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah barit, talk, magnesit, gips, toseki,
pirofilit, dan kaolin. Salah satunya magnesit dimana merupakan bahan galian industri sangat erat
kaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari, bahkan dapat dikatakan bahwa manusia hidup
tidak lepas dari bahan galian industry ini. Sebagai contoh yang paling sederhana , yaitu
penggunaan bahan galian industry untuk keperluan konstruksi dan lainnya.

Salah satu hal terpenting dalam industry pertambangan adalah perhitungan cadangan
endapan bahan galian . hasil perhitungan cadangan yang baik akan menentukan banyak factor
salah satunya investasi yang diperoleh dari para investor. Olah karenanya perhitungan cadangan
merupakan salah satu tahapan awal dari keseluruhan kegiatan pertambnagan yang menetukan
apakh bahan endapan galian mineral industry tersebut layak ditambanga taua tidak.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik, pembentukan,asosiasi dan manfaat mineral magnesit


2. Menganlisis keterdapatan mineral magnesit di Indonesia
3. Menganalisis metode perhitungan cadangan endapan magnesit di Watupute-Pulau
Padamaran Sulawesi Tenggara
4. Menambah referensi penelitian mengenai penaksiran cadangan mineral non logam (
magnesit)

1.3 Metodelogi

Metode yang digunakan dalam penaksiran sumber daya mineral magnesit di wilayah IUP
Eksplorasi PT Antam yang bertempat di Watupute-Pulau Padamaran Sulawesi Tenggara yaitu
dengan cara mengambil sampel batuan pada lubang lubar bor dengan jarak tertentu. Tiap lubar
bor akan menunjukkan sampel yang mewakili material endapan pada tiap luasan yang telah
ditentukan.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi dan Kesampaian Derah

Daerah penelitian terletak di tanjung Watupute di pulau Padamaran yang terletak di teluk
Mengkoka, kurang lebih 20 kilometer sebelah barat Pomalaa, dapat dicapai dengan perahu motor
(Tug boat) selama 90 menit. Luas daerah yang diselidiki mencakup 2 kilometer persegi dari
bagian pulau seluas kurang lebih 32 kilometer persegi. Pulau ini terletak di wilayah Kabupaten
Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Pulau ini terletak di utara Maniang dan di
sebelah timur Teluk Bone. Terletak pada koordinat -4.12972222.121.4147222. dengan luas
36.000 ha. Secara geografis terletak diantara 4002’52” – 4010’42” Lintang Selatan dan 121019’02” –
121032’33” Bujur Timur .

peta

2.2 Topografi

Gugusan kepulauan Padamarang memiliki bentuk topografi datar sampai berbukit,


dengan kemiringan atau kelerengan 20 % hingga 80%. Di bebrapa titik wilayah ditemukan
tempat-tempat dengan ketinggian diatas 200m (dpl) dan Pulau Padamarang (terdapat 4 tempat
yang mencapai ketinggian 325m sampai dengan 702 m (dpl)). Jenis tanahnya termasuk kompleks
alluvial mediteran merah kuning, dan podzolic yang umumnya mudah longsor. Perairan lautnya
memiliki kedalaman mencapai kurang lebih 60 m.

Gambar topografi

2.3 Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan tipe iklim Schmidt and Fergusson, Kep. Pamadarang memiliki iklim tipe A,
dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan jumlah hari hujan 125 hari/tahun dan intensitas curah
hujannya sebesar 36,5% . temperature maksimum antara 180 – 240 C. Musim hujan terjadi antara
bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau terjadi antara bulan April hingga bulan
September.
BAB III

PERTAMBANGAN MINERAL MAGNESIT

3.1 Definisi Magnesit

Nama kimia dari magnesit yaitu MgCO3, Magnesium Karbonat, dijumpai dalam bentuk
kompak dan mikrokristalin, bentuk rhombohedral, jarang didapatkan, warna putih, kuning, atau
abu – abu, kadang – kadang memperlihatkan kenampakan seperti porselin dengan fraktur
konkoidal.

Kristal magnesit umumnya terbentuk oleh proses dolomitisasi hidrotermal batu gamping
ganggang atau penggantian dolomit amfibolit, piroksenit, diabas, peridotit, riolit, basalt dan
granit.

Gambar 1. Magnesit

3.2 2 Karakteristik Magnesit

Mineral ini mempunyai tingkat kekerasan 3,5 – 4,5, berat jenis 3,0, tidak larut dalam
asam klorida tetapi berbuih bila dipanaskan, tidak terbakar. Apabila disinari ultraviolet akan
memancarkan warna biru atau hijau.

Magnesit kriptokristalin atau amorf terbentuk dari alterasi larutan serpentin atau larutan
ultrabasa lainnya. Magnesit jenis yang tersebut terakhir ini umumnya terdapat dalam jumlah
sedikit karena sebarannya terbatas hanya dipermukaan batuan induk.

Magnesit dapat ditemukan dalam mineral sekunder dan biasanya berasosiasi dengan
batuan sedimen atau batuan metamorfik, berasal dari endapan marin, kecuali brukit. Magnesit
ditemukan didalam batuan serpentin. Magnesit umumnya jarang ditemukan dalam bentuk
mineral, tetapi secara utuh terdapat pada larutan padat siderit (FeCO3) bersama-sama Mn dan Ca
yang dapat menggantikan unsur Mg. Mineral magnesit keterdapatannya berasosiasi dengan
batuan ubahan, sehingga cadangan magnesit akan mengikuti pola cadangan bahan ubahan
tersebut. Batuan atau mineral yang mengandung magnesit adalah dolomit (CaMg(CO3)2,
magnesit zedin (MgCO3), epsonil (MgSO4)7H2O, dan brukit (Mg(OH)2

Magnesium karbonat yang mengkristal dalam sistem trigonal, dimana sistem trigonal
yaitu menghalangi 3 Crystal Habits 2/m adalah format yang pada umumnya raksasa (masive)
seperti daun, fiberous dan mengejar menuju batu karang yang berjaringan halus. Kristal adalah
sangat jarang,, tetapi ketika ditemukan adalah dalam wujud rombohedron atau prisma bersudut
enam dengan suatu penghentian pinacoid. Perpecahan sempurna di tiga arah yang membentuk
rombohedron. Belahan conchoidal ke tidak seimbang. Karakteristik yang lainnya berbuih dengan
mudah hanya di panas melemahkan zatair-khlor.

3.3 Tempat Magnesit Diketemukan

Di Indonesia mineral magnesit dijumpai antara lain :

1. Daerah Istimewa Aceh : Daerah Kr.Jreue Kab.Aceh Besar (cukup baik, berupa urat –
urat pada batuan ultrabasa berasosiasi dengan talk)
2. Nusa Tenggara Timur : P. Moa (berasosiasi dengan peridotit – serpentinit).
3. Timor Timur : Desa Vemasse dan Laleia antara Manatuto, Baucau (mengisi rekahan
pada batuan ultrabasa, kadar MgO = 6,75 – 9,24%).
4. Sulawesi Tenggara: P.Padamarang (berasosiasi dengan batuan ultrabasa, peridotit
serprntinit yang berumur Pra Tersier); P. Lambasina (berasosiasi dengan batuan
ultrabasa, peridotit serpentinit yang berumur Pra Tersier).

3.4 Teknik Penambangan Magnesit

Teknik penambangan magnesit sama seperti penambangan kaolin yaitu penambangannya


dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Tambang terbuka (open pit)


2. Tambang semprot (hydraulicking)
3. Tambang dalam (underground mining)

Dua cara yang pertama lebih banyak diterapkan dibanding cara yang ketiga. Pada
tambang terbuka, pengupasan tanah penutup dilakukan dengan alat sederhana atau dengan alat
mekanis (bulldoser, scrapper, dan lain – lain). Endapan magnesitnya dapat digali dengan
menggunakan excavator antara lain : backhoe ataupun shovel, kemudian dimuat kedalam truck
dan diangkut ke pabrik pengolahan. Pada cara tambang semprot setelah pengupasan tanah
penutup lalu disemprot dengan menggunakan pompa air bertekanan tinggi. Hasil penyemprotan
berbentuk lumpur yaitu campuran magnesit dengan air. Kemudian lumpur tersebut dipompakan
ke tempat pengolahan dengan pipa – pipa.

3.5 Pengolahan Dan Pemanfaatan Magnesit

1. Pengolahan

Magnesit hasil dari penambangan dibersihkan dari pengotor/ kontaminan. Tahap


berikutnya disemprot dengan air untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel. Proses
lanjutan dapat diperlakukan seperti pada kaolin. Keterdapatan magnesit alam sangat terbatas,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan dibuat magnesit sintesis dari dolomit atau gamping
dolomitan (dikenal sebagai seawater magnesia).

2. Pemanfaatan

Magnesit digunakan untuk bahan tahan api dimana magnesit yang telah dipanasi dan
mengandung kurang dari 1% CO2 banyak digunakan untuk pembuatan “batu bata” yang tahan
api. Magnesit adalah bahan utama refraktori yang digunakan dalam tungku-tungku temperatur
tinggi, dapat menahan karat pada pembuatan baja. Magnesit juga digunakan untuk bahan industri
semen, bahan isolasi, pertanian, peternakan, dan industri karet.

3.6 Pemurnian Magnesit

Magnesit tergolong logam ringan, dan tahan terhadap karat berkat lapisan oksida
magnesium. Proses pemurnian magnesit dapat dilakukan dengan metode thermal atau Electrolitic.

1. Thermal proses

Thermal proses adalah didasarkan pada reduksi magnesium oksida dengan karbon,
silikon atau unsur lain pada temperatur dan vakum yang tinggi.

• Reduksi pendahuluan bijih


• Reduksi penguapan dan pengembunan uap magnesium
• Peleburan kristal (condensat crystal) menjadi magnesium kasar.

2. Proses Elektrolisis

Proses ini terdiri dari beberapa tingkat, yang prinsipnya adalah pengerjaan pendahuluan
dari garam magnesium anhidrous murni, elektrolisa campuran dan refining.Masing-masing proses
ini dibedakan menurut bijih yang digunakan (dapat juga carnalite, magnesium, chlorida, dsb), dan
cara pengerjaan pendahuluannya (magnesite chlrorination,dihidration of magnesium chloride,
etc).Elektrolit larutan garam magnesium dalam teknik tidak digunakan lagi karena magnesium
lebih elektro magnetik dibanding dengan ion hidrogen pada katoda dan tidak ada cara untuk
memperbaiki teknik tersebut. Penggunaan : Magnesium umumnya dipadu dengan unsurunsur lain
untuk memperoleh bahan-bahan struktural terutama digunakan untuk roda pesawat terbang,
panel-panel pesawat.Penggunaan lain adalah untuk Pyrotechnic Explossive technics” dan “Flash
lights.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Metode Coring

Pengeboran adalah suatu proses pengerjaan pemotongan menggunakan mata bor


(twist drill) untuk menghasilkan lubang yang bulat pada material logam maupun non
logam yang masih pejal atau material yang sudah berlubang,pengeboran di lakukan
dengan berbagai fungsi yaitu untuk pengambilan sampel dan membuat jalur transportasi
menuju batuan reservoir serta batuan yang di indentifikasi memiliki mineral yang bernilai
ekonomis.Pengeboran terbagi dalam dua jenis yaitu pengambilan sampel dan
pengambilan mineral atau migas

Coring merupakan metode yang digunakan untuk mengambil batu inti (core) dari
dalam lubang bor (Bateman,1985). Coring penting untuk mengkalibrasi model petrofisik
dan mendapat informasi yang tidak diperoleh melalui log.

Setelah pengeboran, core (biasanya 0,5 m setiap 10 menit) dibungkus dan dijaga
agar tetap awet. Core tersebut mewakili kondisi batuan tempatnya semula berada dan
relatif tidak mengalami gangguan sehingga banyak informasi yang bisa didapat.
Informasi penting yang bisa didapat oleh seorang petrofisis dari data core tersebut
menurut Darling (2005) antara lain:
 Homogenitas reservoir
 Tipe sementasi dan distribusi dari porositas dan permeabilitas
 Kehadiran hidrokarbon dari bau dan pengujian dengan sinar ultraviolet
 Tipe mineral
 Kehadiran fracture dan orientasinya
 Kenampakan dip

Informasi yang terbaik adalah dari batu inti (Core) yang diambil dari tiap lapisan
kedalaman batuan, namun tidak jarang bahwa core yang diambil tidak bisa mewakili sifat
lapisan batuan yang sebenarnya. Oleh karena kesalahan-kesalahan melakukan coring,
terutama pada lapisan batu pasir lepas (Unconsolidated Sands).
Gambar 2. Coring

4.2 METODE PENGERJAIN

Metode dalam coring ada dua yaitu:

1. Bottom Hole Coring


Pengambilan core yang dilakukan pada waktu pemboran berlangsung

2. Sidewall Coring
Pengambilan core yang dilakukan setelah operasi pemboranberlangsung selesai
atau pada waktu pemboran berhentiKedua metode coring, mempunyai prinsip kerja
yang berbeda, dan menghasilkan(hasil) analisa yang berbeda, walaupun dilakukan
pada kedalaman yang sama.

Pada metode Bottom Hole Corring menggunakan jenis pahat yang di tengahnya terbuka
dan mempunyai jenis pemotong pahat berupa dougnot shope hole
Pada saat pemboran berlangsung core ini akan menempati core barrel yang berada diatas pahat
dan akan tetap akan berada disana sampai diambil ke permukaan.Peralatan-peralatan yang yang
termasu dari bottom hole coring adalah :

a. Conventional Coring
Metode ini menggunakan bit jenis khusus yang disebut Conventional Rotary
CoreDrill.
Pada saat bit bergerak ke bawah menembus formasi maka coke akan masuk
kedalam Inner Core Barrel dan core tidak akan bisa keluar lagi, karena core
barrelmempunyai roll dan dan ball bearing.Pada pekerjaan ini untuk mendapatkan
core yang baik maka di usahakan beban bitdan kecepatan putar bit kecil.Core yang
terbawa tetap terlindungi dan mempunyai ukuran diameter 2 3/8”,sampai dengan 3
9/16”, dengan panjang 20 ft. Sehingga apabila menginginkan core yang panjang
maka dibutuhkan beberapa kali round trip.

b. Diamond Coring
Perbedaan dengan conventional coring adalah pada pahatnya saja, yaitu jenis
inimenggunakan jenis diamond bit, Diamond bit ini sangat cocok untuk batuan
sedimenyang keras, dan memberikan penetrasi rate yang lebih besar serta tidak
perlumenambah rotary speed untuk memotong core. Core yang didapat bisa
mencapai panjang 90 ft dengan diameter 2 7/8”, hanya saja pada metode ini sangat
mahal dikarenakan harga dari peralatannya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Penelitian endapan magnesit di daerah Watupute-Pulau Padamaran merupakan


sebagian dari rangkaian penelitian terhadap npotensi komoditi mineral tersebut di
Indonesia. Kegiatan penelitian ini adalah juga merupakan bagian dari penelitian
inventarisasi sumber daya mineral, salah satu dari beberapa penelitian selanjutnya dalam
usaha mencari model eksplorasi terpadu terhadap endapan magnesit ini. nDaerah
penelitian terletak di tanjung Watupute di pulau Padamaran yang terletak di teluk
Mengkoka, kurang lebih 20 kilo meter sebelah barat Pomalaa, dapat dicapai dengan
perahu motor (Tug boat) selama 90 menit. nLuas daerah yang diselidiki mencakup 2
kilometer persegi dari bagian pulau seluas kurang lebih 32 kilometer persegi. Daerah ini
masih merupakan wilayah Kuasa Penambangan PT Aneka Tambang yang beroperasi
untuk menggali dan mengolah bijih nikel laterit di Sulawesi Tenggara. Keadaan
singkapan di daerah ini sangat baik, dijumpai di tebing pantai dengan vegetasi tumbuhan
perdu. nBeberapa penelitian pernah dilakukan terhadap endapan magnesit di pulau ini,
diantaranya oleh PT Aneka Tambang (1976), PT GEO DATA (1975) yang pada
umumnya bertujuan mengetahui genesa dan arah serta luas penyebaran dalam usaha
menghitung cadangan yang tersedia guna pemanfaatan magnesit dalam proses
pengolahan Ferronikel di Pomalna.

5.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
https://lingkarankata.blogspot.com/2014/12/makalah-coring-bagian-1.html
https://www.bing.com/maps?q=watupute-
pulau+padamaran+sulawesi+tenggara&FORM=HDRSC4
http://opac.geotek.lipi.go.id/index.php?p=show_detail&id=424
https://iatmismmigas.wordpress.com/2012/06/20/metode-perhitungan-cadangan-volumetris/

Anda mungkin juga menyukai