Penetapan Kadar Boraks Dengan Metode Asidimetri
Penetapan Kadar Boraks Dengan Metode Asidimetri
Disusun oleh:
Novia Putriasi 12.71.13692
Rahayu 12.71.13708
Tiya Yuliana 12.71.13954
Tri Agung Rizky 12.71.13970
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Titrasi merupakan suatu metode analisis kuantitatif untuk
menentukan konsentrasi dari suatu larutan menggunakan larutan lain yang
telah distandarisasi atau larutan yang konsentrasinya telah diketahui.
Dalam metode titrimetri ini, larutan yang akan ditentukan konsentrasinya
disebut larutan analit sedangkan larutan yang diketahui konsentrasinya
disebut titran. Penambahan titran ke dalam analit dilakukan hingga
tercapat titik ekivalen dimana akan terjadi perubahan warna dari larutan
indikator. Larutan indikator yang digunakan disesuaikan dengan metode
titrimetri yang dilakukan.
Metode titrimetri atau yang juga dikenal dengan metode volumetri
secara garis besar diklasifikasikan dalam empat kategori berdasarkan jenis
reaksinya, yaitu : titrasi asidi-alkalimetri, titrasi oksidimetri, titrasi
pengendapan dan titrasi kompleksometri.
Titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan titrasi netralisasi
dimana pada titrasi ini digunakan larutan asam dan basa kuat ataupun
lemah sehingga dihasilkan air yang bersifat netral. Titrasi ini dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi atau kadar dari asam/basa kuat
ataupun lemah yang dititrasi dengan basa/asam lemah ataupun kuat.
Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukan percobaan titrasi
asidimetri dan alkalimetri untuk menentukan kadar asam asetat, karbonat
dan bikarbonat dalam sampel yang digunakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip-prinsip metode analisis volumetri ?
2. Berapakah kadar boraks pada sampel yang digunakan ?
C. Tujuan
1. Memahami prinsip-prinsip metode analisis volumetri
2. Menetapkan kadar Boraks
D. Manfaat
1. Untuk mengetahui cara penetapan kadar boraks dengan metode
volumetric
2. Menambah pengetahuan tentang kadar boraks yang diperbolehkan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Metode Titrimetri
Analisis volumetri atau titrimetri merupakan suatu analisis
berdasarkan pengukuran volume larutan dengan konsentrasi yang
diketahui, yang diperlukan untuk bereaksi dengan analit (zat yang akan
ditentukan). Analisis volumetri atau titrimetri berdasarkan pada reaksi :
aA + tT ↔ Hasil
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T (titran).
Menurut M. Sodiq Ibnu, et. al. (2005), jenis metode titrimetri
didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi
4 golongan, yaitu: asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri dan
titrasi pengendapan.
1. Asidi-alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa atau prinsip
netralisasi. Larutan
analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa
larutan basa atau sebaliknya. Metode ini cukup luas penggunaannya
untuk penetapan kuantitas analit asam atau basa. Jika HA mewakili
asam dan BOH mewakili basa, maka reaksi antara analit dengan titran
dapat dirumuskan secara umum sebagai berikut :
HA + OH- A- + H2O (analit asam, titran basa)
BOH + H3O+ B+ + 2H2O (analis basa, titran asam)
Titran umumnya berupa larutan standar asam kuat atau basa kuat,
misalnya larutan asam klorida (HCl) dan larutan natrium hidroksida
(NaOH).
2. Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil
reaksi antara analit dengan titran. Misalnya reaksi antara Ag+ dan CN-
yang mengikuti persamaan reaksi :
Ag+ + 2CN-
Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode
Liebig untuk penetapan sianida. Reagen lain adalah EDTA (etilen
diamina tetraasetat) yang banyak digunakan sebagai pengompleks
berbagai ion logam melalui metode titrasi.
3. Oksidimetri didasarkan pada reaksi oksidasi – reduksi antara analit
dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan
titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau sebaliknya.
Berbagai reaksi redoks dapat digunakan sebagai dasar reaksi
oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II) (Fe2+) dalam analit
dengan menggunakan titran larutan standar cesium(IV) (Ce4+) yang
mengikuti persamaan reaksi :
Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Oksidator lain yang banyak digunakan dalam oksidimetri adalah
kalium permanganat (KMnO4), misalnya pada penetapan kadar ion
besi(II) dalam suasana asam.
4. Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh
larutan standar titran yang mampu secara spesifik mengendapkan
analit. Metode ini banyak digunakan untuk menetapkan kadar ion
halogen dengan menggunakan pengendap Ag+, yang reaksi umumnya
dapat dinyatakan dengan persamaan :
Ag+ + X- AgX(s) (X- = Cl-, Br-, I-, SCN-)
Dalam titrasi juga perlu diperhatikan larutan standar primer dan
larutan standar sekunder. Larutan standar primer yaitu suatu zat yang
sudah diketahui kemurniannya dengan pasti, konsentrasinya dapat
diketahui dengan pasti dan teliti berdasarkan berat zat yang dilarutkan.
Larutan standar sekunder adalah suatu zat yang tidak murni atau
kemurniannya tidak diketahui, konsentrasi larutannya hanya dapat
diketahui dengan teliti melalui proses standarisasi, standarisasi dilakukan
dengan cara menitrasi larutan tersebut dengan larutan standart primer.
Serta faktor yang paling penting adalah ketepatan dalam pemilihan
indikator agar kesalahan titrasi yang terjadi menjadi sekecil mungkin
B. Indikator
Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau
membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH
tertentu. Indikator asam-basa terletak pada titik ekuivalen dan ukuran dari
pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan
menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat
organik. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron.
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan
akibatnya indikator menunjukkan warna pada range pH yang berbeda.
Tabel 1. menunjukkan daftar berbagai macam indikator dengan jarak
perubahan warna serta warna-warna yang terjadi pada perubahan tersebut.
Tabel 1. Indikator yang biasa digunakan dalam asidi-alkalimetri1[4]
Warna
Indikator Trayek pH
Asam Basa
Kuning metal 2,4 – 4,0 Merah Kuning
Biru bromfenol 3,0 – 4,6 Kuning Biru
Jingga metal 3,1 – 4,4 Jingga Metil
Hijau bromkresol 3,8 – 5,4 Kuning Biru
Merah metal 4,2 – 6,3 Merah Kuning
Ungu bromkresol 5,2 – 6,8 Kuning Ungu
Biru bromtimol 6,1 – 7,6 Kuning Biru
Merah fenol 6,8 – 8,4 Kuning Merah
Merah kresol 7,2 – 8,8 Kuning Merah
Biru timol 8,0 – 9,6 Kuning Biru
Fenolftalein 8,2 – 10,0 Tak berwarna Merah
Timolftalein 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru
B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan Asam Klorida 0,5 N ( Farmakope Indonesia Edisi
IV, hal 1212)
Panaskan lagi hingga mendidih dan titrasi lagi bila perlu hingga warna
merah muda pucat tidak hilang dengan pendidihan lebih lanjut
= 0,500 N
2𝑥759 𝑚𝑔
Normalitas HCl II = 106𝑥28,6
1518
= 3031,6
= 0,500 N
0,500 𝑁+0,500 𝑁
Rata-rata = = 0,500 𝑁
2
= 101,56 %
31,5 𝑚𝑙 𝑥0,5 𝑁 𝑥 95,34
Kadar boraks II = 𝑥 100 %
3018 𝑚𝑔 𝑥0,5
= 99,5 %
101,56 % +99,5%
Rata-rata = = 100,53%
2
B. Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk memahami prinsip-prinsip
metode analisis volumetri dan menetapkan kadar boraks. Analisis
volumetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan
larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga
tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan pada
terjadinya reaksi asam dan basa antara sampel dengan larutan standar
disebut analisis asidi – alkalimetri. Apabila larutan yang bersifat asam
maka analisis yang dilakukan adalah analisis asidimetri. Sebaliknya jika
digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut
sebagai analisis alkalimetri.
Pada praktikum ini bahan yang digunakan yaitu Boraks (Na2B4O7)
dengan nama kimia natrium tetraborat, natrium biborat merupakan
senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna putih, bahan lain yang
digunakan yaitu natrium karbonat sebagai baku primer, asam klorida
sebagai baku sekunder dan untuk menunjukkan titik akhir titrasi
digunakan indikator merah metil, titik akhir titrasi ditunjukkan dengan
terjadinya perubahan warna menjadi merah muda pucat. Secara
stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi, keadaan ini disebut
sebagai “titik ekivalen”. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi
dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk
mencapai keadaan tersebut.
Metode yang digunakan adalah asidimetri karena larutan standar
bersifat asam. Pertama-tama dilakukan pembuatan asam klorida 0,5 N
dengan memipet 14,02 ml asam klorida 25 % lalu masukkan kedalam labu
ukur dan tambahkan aquadest ad 250 ml, gojog ad homogen. Kemudian
dilakukan pembakuan larutan asam klorida 0,5 N, dengan menimbang
seksama 750 mg natrium karbonat anhidrat yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 270 ͦ C selama 1 jam, pemanasan ini dilakukan agar
H2O yang mengikat natrium karbonat bisa hilang, larutkan dalam 50 ml
air, tambahkan 2 tetes merah metil, tambahkan asam klorida perlahan-
lahan dari buret sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat,
panaskan larutan hingga mendidih, dinginkan dan lanjutkan titrasi hingga
warna merah muda pucat tidak hilang.
Percobaan dilakukan dua kali (duplo) pada percobaan yang
pertama volume titran 28,5 ml dan yang kedua 28,6 ml. Terjadi perubahan
warna sebelum reaksi dan sesudah yaitu dari kuning muda menjadi merah
muda pucat. Rata-rata Normalitas HCl yang diperoleh sebesar 0,500 N.
Untuk penetapan kadar boraks yang dilakukan yaitu menimbang boraks
sebanyak 3 gram, larutkan dalam 50 ml air, tambahkan indikator merah
metil lalu titrasi dengan HCl 0,5 N. volume titran yang pertama yaitu 32
ml dan yang kedua 31,5 ml. Terjadi perubahan warna sebelum reaksi dan
sesudah yaitu kuning pucat menjadi merah muda pucat. Kadar boraks yang
pertama yaitu 101,56% dan yang kedua sebesar 99,5% sehingga diperoleh
rata-rata sebesar 100,53 %. Jadi hasil titrasi penetapan kadar boraks
memenuhi persyaratan farmakope edisi III, yang berbunyi “Natrium
tetraborat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 105%
Na2B407.10H2O.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan :
1. Analisis volumetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel
tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya.
2. Rata–rata Normalitas HCl yaitu 0,5 N
3. Kadar boraks yang pertama yaitu 101,56% dan yang kedua sebesar
99,5%, sehingga diperoleh rata-rata 100,53 %. Jadi hasil titrasi
penetapan kadar boraks memenuhi persyaratan farmakope edisi III,
yang berbunyi “Natrium tetraborat mengandung tidak kurang dari
99,0% dan tidak lebih dari 105% Na2B407.10H2O.
B. Saran
Pada praktikum diharapkan agar mahasiswa dapat lebih teliti
dan serius dalam menjalankan praktikum serta lebih hati-hati
dalam menggunakan peralatan, selain itu lebih memperkaya
pengetahuan sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik.
Kedokteran.EGC. Jakarta.
Day, R.A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Ibnu, M. Sodiq Ibnu, et al. 2005. Kimia Analitik I . Malang: Universitas Negeri
Malang