Anda di halaman 1dari 94

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Umum Perusahaan


Pada abad ke-19 masyarakat Jepang mempunyai kebiasaan menggunakan
sejenis rumput laut (Laminaria japonica) atau dalam bahasa Jepang disebut
kombu, sebagai bumbu untuk meningkatkan citarasa pada makanan.
Tahun 1907, seorang Profesor Ilmu Kimia dari Universitas Tokyo bernama
Prof. Kikunae Ikeda mengemukakan pada hipotesisnya bahwa rasa gurih yang
ditimbulkan oleh kombu tersebut berasal dari kandungan asam glutamatnya.
Tahun 1908, produksi asam glutamat secara komersial telah dirintis oleh
Prof. Kikunae Ikeda yang bekerja sama dengan pemilik modal Sabaruzukei
Suzuki, sehingga berdirilah Ajinomoto Co. Inc. Pada awalnya produksi asam
glutamat dilakukan dengan menggunakan bahan baku gluten dari gandum atau
kedelai dengan cara hidrolisa.
Tahun 1957 ditemukan bahan pengganti kombu yaitu cane mollases (tetes
tebu) yang merupakan hasil samping dari pabrik gula. Asam glutamat mulai
diproduksi dengan cara fermentasi aerob menggunakan bakteri Corynebacterium
glutamicum, dengan mollases atau beet sebagai medium fermentasi.
Ajinomoto Company Incorporation sendiri mulai berkembang ke
Indonesia tahun 1969, melalui Surat Keputusan dari Menteri Kehakiman No. 165
tertanggal 7 Februari 1969, dengan lokasi pabrik di desa Mlirip, Jetis, Mojokerto,
sedangkan kantor administrasinya berada di Jl. Laksda Yos Sudarso 77-78, Sunter,
Jakarta. PT Ajinomoto Indonesia merupakan perusahaan pemilik modal asing
dengan saham 50% berasal dari Ajinomoto Co. dan sisanya dimiliki oleh
Indonesia.
Tahun 1970, PT Ajinomoto Indonesia mulai memproduksi Monosodium
Glutamat (MSG) dengan menggunakan bahan baku asam glutamat kering yang
diimpor dari Jepang. PT Ajinomoto Indonesia baru bisa memproduksi MSG
secara keseluruhan dari bahan baku dasar mollasses pada tahun 1972.

1.2. Visi dan Misi Perusahaan


1.2.1. Visi Perusahaan

1
 Menciptakan produk yang unik dalam bidang makanan khususnya
pada segmen bumbu masak.
 Menguasai pasar di Indonesia.
 Memiliki SDM Profesional.
 Peduli lingkungan.
1.2.2. Misi Perusahaan
 Melakukan upgrading untuk para manager dan staff PT AJINOMOTO
INDONESIA.
 Menjadikan PT AJINOMOTO INDONESIA sebagai perusahaan
publik yang maju dan dinamis dalam bidang makanan.
 Memenuhi tuntutan pasar, baik lokal maupun internasional.
 Dapat merealisasikan filosofi “Eat Well Live Well”, sehingga membuat
lingkungan dibumi lebih terpelihara.

1.3. Lokasi Perusahaan


PT Ajinomoto Indonesia berdiri dengan area seluas ± 41 Ha di Jalan Raya
Mlirip, Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto 61352 PO BOX 110,
Jawa Timur. Kurang lebih 7 km ke arah Barat Kota Mojokerto atau 50 km ke
timur Surabaya. Dengan letak geografis 7° Lintang Selatan dan 112° Bujur Timur,
serta terletak pada ketinggian 22 meter diatas permukaan laut. Batas-batas
wilayahnya sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Mlirip
Sebelah Selatan : Sungai Berantas
Sebelah Barat : Permukiman Penduduk
Sebelah Timur : Desa Padangan

Gambar 1.1 Lay Out PT Ajinomoto Indonesia Mojokerto Factory

2
Strategi lokasi adalah hal yang tidak dapat diabaikan oleh perusahaan,
karena lokasi untuk operasional sangat mempengaruhi biaya baik biaya tetap
maupun biaya variabel. Lokasi sangat mempengaruhi resiko dan keuntungan
perusahaan secara keseluruhan. PT Ajinomoto Indonesia memilih lokasi pabrik di
Mojokerto dengan alasan sebagai berikut :
1. Kemudahan mendapatkan cane mollases (tetes tebu) sebagai bahan baku
utama karena pabrik gula sebagian besar terletak di daerah Jawa Timur.
2. PT Ajinomoto berbatasan langsung dengan Sungai Brantas sehingga
memudahkan untuk mendapatkan air untuk keperluan pabrik sebagai
sumber energi.
3. PT Ajinomoto Indonesia dekat dengan jalan raya dan jalan tol Surabaya
sehingga mempermudah pendistribusian bahan baku dan produk. Letak
PT Ajinomoto juga dekat dengan Pelabuhan Tanjung Perak yang hanya
berjarak ±60 km atau jarak tempuh selama satu jam. PT Ajinomoto juga
dekat dengan Bandar Udara Juanda Surabaya dengan jarak tempuh
sepanjang 36 km. Kedekatan dengan akses pendistribusian ini
memudahkan untuk distribusi produk, baik ke dalam maupun luar negeri.
4. Kemudahan mendapatkan sumber daya manusia di sekitar pabrik. Banyak
instansi-instansi pendidikan disekitar wilayah Mojokerto yang mampu
menyediakan tenaga kerja handal yang dibutuhkan oleh PT Ajinomoto.
5. Wilayah PT Ajinomoto Indonesia di Mojokerto memiliki kawasan yang
cukup luas untuk dilakukan ekspansi produksi.

1.4. Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan


Struktur organisasi merupakan hal yang selalu ada dalam suatu
perusahaan, dimana bagaimana pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan
dikoordinasikan secara formal. Struktur organisasi yang jelas dan rapi diperlukan
untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut. Struktur organisasi di PT Ajinomoto
cenderung berbentuk garis dan staf. Hubungan antara pimpinan dan bawahan
langsung dan memiliki rantai perintah yang jelas dan mengalir ke bawah melalui
tingkatan tingkatan managerial. Untuk organisasi staf memiliki kelompok
tersendiri dari para ahli yang memiliki fungsi utama memberikan sarana dan
pelayanan pada fungsi garis, dimana staf departemen tidak terlibat secara

3
langsung dalam kegiatan organisasi atau departemen. Berikut akan diuraikan
mengenai jabatan serta tugas dan wewenang pada setiap bagian departemen di PT
Ajinomoto Indonesia.

4
Gambar 1.2 Struktur Organisasi PT Ajinomoto Indonesia

5
1.5. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja di PT. Ajinomoto Indonesia terdiri atas tenaga kerja tetap dan
tenaga kerja tidak tetap. Segi ketenagakerjaan meliputi :
1.5.1. Penerimaan (recruitment) Tenaga Kerja
Penerimaan tenaga kerja dilakukan pada saat perusahaan memerlukan
tenaga kerja baru untuk pengembangan dan peningkatan mutu. Penerimaan tenaga
kerja diambil sesuai dengan kebutuhan.
1.5.2. Jam Kerja
Berdasarkan jam kerja, tenaga kerja di PT. Ajinomoto Indonesia dibagi
dua yaitu sebagai berikut :
a. Pegawai Shift
Proses produksi di PT. Ajinomoto Indonesia berlangsung selama 24 jam
kerja yang dibagi menjadi 3 kelompok shift dengan waktu kerja sebagai berikut :
1) Shift I, pukul 07.00 – 15.00 WIB
2) Shift II, pukul 15.00 – 23.00 WIB
3) Shift III, puku 23.00 – 07.00 WIB
b. Pengawai Non Shift
Bagi pegawai non produksi, jam kerja wajib yang berlaku pada hari Senin
s/d Jumat adalah pukul 07.00 – 16.00 WIB, sedangkan untuk hari Sabtu dan
Minggu libur.
1.5.3. Sistem pengupahan
Sistem pengupahan di PT. Ajinomoto Indonesia dilakukan setiap akhir
bulan untuk semua karyawan. Pada akhir tahun, karyawan tetap dievaluasi
terhadap kecakapan, kemampuan bekerja, dan ketekunan dengan maksud
peninjauan terhadap kenaikan gaji.
1.5.4. Kesejahteraan Karyawan
Perusahaan secara serius memperhatikan kesejahteraan karyawannya yang
merupakan motivasi bagi karyawan untuk meningkatkan kemampuan bekerja.
Dalam hal ini perusahaan menyediakan sarana transportasi, kesejahteraan sosial
berupa makan, pakaian seragam, tempat ibadah serta asuransi tenaga kerja. Selain
itu disediakan juga koperasi bagi karyawan.
1.6. Hasil Produksi

6
PT Ajinomoto Indonesia sampai saat ini telah menghasilkan beberapa
macam produk utama, antara lain :
a. MSG “Ajinomoto”
MSG merupakan produk utama yang dipasarkan dengan merk
“Ajinomoto”, dijual dengan berbagai ukuran tergantung permintaan
konsumen. Hasil produksi sebanyak 80% dipasarkan didalam negeri dalam
bentuk calendar type dan pack type. Sedangkan sisanya dipasarkan ke luar
negeri dalam paper bag type.
b. Masako
Masako mulai diproduksi pada tahun 1988. Merupakan brand name untuk
produk penyedap masakan yang telah diolah dengan penambahan bahan
sehingga dihasilkan 2 macam rasa, yaitu rasa daging ayam atau daging
sapi. Bahan utama produk ini adalah ekstrak daging ayam atau daging sapi
ditambah MSG dan bumbu-bumbu lain (garam, gula, rempah, dll).
c. Tepung Bumbu Sajiku
Merupakan brand name untuk produk tepung bumbu masakan. Produk
tepung bumbu ini terdiri dari 2 jenis yaitu : bumbu nasi goreng terdiri dari
2 pilihan rasa (rasa udang dan rasa ayam) dan tepung bumbu ayam goreng.
d. Aji-Plus
Merupakan MSG dengan campuran nukleotida inosinat dan guanilat
sehingga menghasilkan penyedap rasa berkekuatan 4 kali lebih kuat dari
MSG biasa. Produk ini hanya diperuntukan kalangan HOREKA (Hotel,
Restaurant dan Katering).

1.7. Pemasaran Produk


PT Ajinomoto Indonesia tidak mendistribusikan produknya sendiri tapi
mempercayakan tugas untuk mendistribusikannya pada PT Ajinomoto Sales Ind.
Pemasarannya meliputi dalam dan luar negeri. Sebagian besar produk yang
dihasilkan oleh PT Ajinomoto Indonesia – Mojokerto Factory memasarkan
produk dengan ukuran Regular Crystal (RC) dipasarkan di dalam negeri yaitu
sebesar 80% dari produk yang dihasilkan, sedangkan sisanya sebesar 20%

7
diekspor ke Singapura, Korea dan Taiwan dalam bentuk paper bag, dan juga
memasarkan dengan ukuran Large Crystal (LC) diekspor ke Afrika dan Timur
Tengah. Selain itu PT Ajinomoto Indonesia juga pernah melayani pesanan dari
Malaysia berupa asam glutamat dalam bentuk Powder Crystal (PC).

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Monosodium Glutamat (MSG)


Monosodium Glutamat (MSG) merupakan garam natrium dari asam
glutamat (glutamic acid). Satu ion hidrogen (dari gugus –OH yang berikatan
dengan atom C-ala, dari asam amino) digantikan oleh ion natrium. Masyarakat
Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG 0,6 g/kg BB (Prawirohardjono,
dkk.,2000). Rangsangan selera dari makanan yang diberikan MSG disebabkan
oleh kombinasi rasa yang khas dari efek sinergis MSG dengan komponen 5-
ribonukleotida yang terdapat didalam makanan, yang bekerja pada membran sel
reseptor kecap atau lidah (Wakidi, 2012).

Gambar II.1 Struktur Kimia Penyusun MSG


(Sumber : Wakidi, 2012)

Sifat fisik dan kimia dari MSG :


 Rumus Molekul : C5H8NO4Na.H2O
 Berat Molekul : 187,13 g/mol
 Sangat Larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol
 pH larutan encer 10% (10g/100 mL air) 6,7-7,2
 Tidak berbau
 Kristal putih hampir transparan
(Sumber : http://www.vedan.com.vn/files/file/3_6_MSDS%20007e.pdf)

9
Gambar II.2 Kristal MSG yang terbentuk
(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Monosodiumglutamate)

2.2. Asam Glutamat


Asam Glutamat merupakan asam amino non-essensial yang umumnya
dapat dibuat melalui fermentasi larutan karbohidrat dengan mikroorganisme yang
sesuai. Secara alami asam glutamat sebenarnya terdapat dalam bahan makanan
yang memiliki kandungan protein tinggi, misalnya tepung gandum kedelai,
jagung, daging, ayam, ikan, susu dan sayuran berbentuk “bound glutamate”,
merupakan salah satu substansi umum dari makanan dalam jumlah yang berlebih.
Dalam tubuh manusia sendiri juga memproduksi glutamat dalam otot,
otak, dan jaringan organ lainnya dan rata rata secara alami mengandung sekitar 2
kg glutamat. Glutamat dalam bentuk alami didapat dari makanan seperti tomat,
keju, susu, daging, kacang kapri, jamur dan kecap yang merupakan hasil
fermentasi (FDA, 1995). Tubuh manusia terdiri dari 14%-17% protein dan
seperlimanya merupakan asam glutamat dalam protein tubuhnya (Sardjono,
1989).

1.1 Bahan Baku Pembuatan Monosodium Glutamate (MSG)


2.2.1. Bahan Baku Utama
a. Cane Mollases (Tetes Tebu)
Tetes tebu merupakan hasil samping dari proses pembuatan gula, tetes
tebu memiliki kandungan gula yang cukup tinggi dan beberapa senyawa yang
berperan dalam pertumbuhan bakteri. Penampilan fisik dari tetes tebu adalah
berupa cairan kental berwarna coklat kehitaman, berbau khas seperti karamel,
berasa sepet manis dengan pH sedikit asam karena adanya asam organik bebas

10
yang terkandung didalamnya yaitu sekitar 5,5 – 5,6. Tetes dapat diperoleh dari
tebu dan bit. Namun dari kedua sumber tersebut akan didapatkan sifat tetes dan
pengolahan yang berbeda.
Pada tahap pemisahan kristal gula, tetes merupakan hasil samping yang
masih mengandung kadar gula sekitar 50-60% namun gula tersebut tidak dapat
diambil lagi karena sudah tidak dapat terkristalkan.
Tetes tebu kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor, dan sulfur.
Selain itu juga mengandung gula yang terdiri dari sukrosa 30%–40%, glukosa
4%-9%, dan fruktosa 5%–12%. Karbohidrat dalam tetes tebu telah siap digunakan
langsung untuk fermentasi tanpa perlakuan pendahuluan karena sudah dalam
berbentuk gula (Hidayat et al., 2006). Penyebab kekeruhan pada tetes tebu terdiri
dari komponen non gula yaitu lilin, protein, pentosa, gum, pati dan silika. PT
Ajinomoto mendapatkan pasokan tetes tebu dari pabrik gula yang berada di
wilayah Jawa Timur.

Tabel II.1 Komposisi Tetes Tebu


Penyusun
Komponen Range Normal (%)
Utama
Air 17-25

11
Sukrosa
Glukosa
Fruktosa
Gula Senyawa reduksi lain 30-40
(as.invert)
Total senyawa reduksi
(as.invert)
Gum, serat, pentose, hexitol,
Karbohidrat lain myoinositol, D-manitol, dan 2-5
asam uronat
Sebagai karbonat
Basa :
K2O 30 – 50
CaO 7 – 15
MgO 2 – 14
Na2O 0,3 – 9
Abu
R2O3 0,4 – 0,7
Asam :
SO3 7 – 27
Cl 12 – 20
P2O5 0,5 – 2,5
SiO2 dan insol 1–7
Crude Protein
2,5 – 4,5
True protein
Komponen 0,5 - 1,5
Asam amino
Nitrogen 0,3 – 0,5
Komponen yang tidak
1,5 – 3,0
teridentifikasi
Asam akonitat (1%-5%), 1,5 – 6,0
sitrat, malat, oksalat, glikolat,
Asam Nitrogen
suksinat, fumarat, tartarat,
mesaconat 0,5 – 1,5
Lilin, sterol,
0,1 – 1,0
fosfatida
Vitamin A, biotin, niasin,
Vitamin asam pentatonat, riboflavin, Bervariasi
tiamin
(Sumber :Amaliyah Rohsari, 2010)

2 Tepung Tapioka
Tepung tapioka merupakan tepung yang diperoleh dari olahan ubi kayu
(Manihot esculante cranz). Tepung tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang
banyak terdapat dalam sel umbi singkong (Astawan, 2009). Didalam tepung

12
tapioka, karbohidrat merupakan komposisi dalam jumlah yang paling besar
dibandingkan lemak, protein, dan unsur yang lainnya.

Tabel II.2 Komposisi Tepung Tapioka

Komponen Nilai per 100 gram


Kalori 362 kal
Protein 0,5 gram
Lemak 0,3 gram
Karbohidrat 86,9 gram
Kalsium 0
Besi 0
Vitamin A 0
Vitamin C 0
Air 12 mg
(Sumber : Rahman A., 2007)

Tepung tapioka mengandung amilosa 17% dan amilopektin 83% dengan


ukuran granula 3 – 3,5 mikrometer. Tepung tapioka menyimpan karbohidrat yang
masih dalam bentuk pati sehingga dalam penggunaannya harus di hidrolisa
dengan menggunakan enzim sampai menjadi monosakarida. Fungsionalitas pati
pada produk pangan ataupun non pangan tergantung dari sifat fisik pati
(Radley,1976). Sifat fisik pati tersebut dipengaruhi oleh dua komponen utama
dalam pati yaitu amilosa dan amilopektin. Tepung tapioka yang baik adalah
tepung yang tidak menggumpal dan memiliki kehalusan yang baik. Apabila
suspensi pati dalam air dipanaskan akan terjadi proses gelatinisasi mula mula
menjadi keruh dan akhirnya menjadi jernih pada suhu tertentu. Terjadinya
translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti pembengkakan granula. Bila energi
kinetik molekul molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antar
molekul pati didalam granula, air dapat masuk ke dalam butir butir pati.
Selanjutnya pati tersebut akan diubah menjadi glukosa, adapun reaksi yang
terjadi yaitu :
Pati α-amilase Dextrin glukoamilase Glukosa
Untuk mendapatkan bahan baku tepung tapioka, PT. Ajinomoto harus
mengimpor dari India karena produksi didalam negeri kualitasnya rendah dan
tidak mencukupi kebutuhan PT. Ajinomoto.

13
3 Beet Mollases
Beet mollases merupakan by-product pembuatan beet sugar dari sugar
beet. Beet mollases memiliki fungsi yang sama seperti cane mollases (tetes) yaitu
sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan bakteri fermentasi namun
penggunaannya hanya dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini disebabkan
kualitas dari beet mollases yang lebih baik daripada cane mollases dimana
kandungan kadar glukosa yang terkandung dalam beet mollases lebih tinggi.
Disamping itu, harga beli beet mollases saat ini juga lebih mahal karena jenis ini
hanya dapat ditemukan di negara empat musim. PT Ajinomoto sendiri
mendapatkan beet mollases dengan mengimpor dari Negara Mesir.

Tabel II.3 Spesifikasi Beet Molasses

Komponen Parameter dalam %


Berat Kering 78-85
Total Nitrogen 58-78
Nitrogen 0,2-2,0
P2O5 0,01-0,1
CaO 0,15-0,7
MgO 0,01-0,1
K2O 2,2-4,5
SiO2 0,1-0,5
Al2O3 0,005-0,06
Fe2O3 0,001-0,02
Karbon 28-34
Abu 4-5

3.1.1 Bahan Penolong


4 Asam Sulfat
Asam Sulfat digunakan pada proses dekalsifikasi dan acidifikasi. Dalam
proses dekalsifikasi asam sulfat digunakan untuk menghilangkan kandungan Ca
dalam tetes dengan mencampurkan asam sulfat ke dalam tetes. Dalam tangki
pencampuran ini akan terjadi reaksi sehinggan ion Ca2+ akan bereaksi dengan ion
sulfat (SO42-) membentuk CaSO4 atau biasa disebut gypsum. Sedangkan pada

14
proses acidifikasi, asam sulfat digunakan sebagai reagensia pengatur pH larutan
atau cairan fermentasi.
5 Natrium
Hidroksida
Natrium Hidroksida digunakan pada proses netralisasi. Pada proses
netralisasi, NaOH memiliki 2 peran yaitu untuk menaikkan pH dari asam menjadi
mendekati netral serta bereaksi berikatan dengan asam glutamat untuk menjadi
monosodium glutamat yang lebih stabil dibandingkan asam glutamat. NaOH yang
digunakan adalah NaOH 20% yang dapat menetralkan larutan asam glutamat
dengan pH 3 menjadi pH 6,7 – 7,2.
6 Ammonia
Ammonia merupakan basa lemah. Pembentukan ion hidrokisda akan
meningkatkan pH larutan, sehingga larutan menjadi alkali. Jika ion ion hidroksida
atau ammonium bereaksi lebih lanjut dengan senyawa lain yang ada di dalam air,
maka ammonia akan terkonversi lebih banyak lagi untuk menjaga kesetimbangan
reaksi (Appl, 1999). Dalam proses fermentasi diperlukan nitrogen untuk
mendukung bakteri fermentasi memproduksi asam glutamat. Sumber nitrogen
tersebut didapatkan dari ammonia. Ammonia yang disimpan dalam carbon steel
diatur secara otomatis selama fermentasi. Ammonia yang ditambahkan dalam
bentuk gas. Terkadang apabila persediaan NH3 terbatas maka digunakan urea
sebagai bahan substituen dari ammonia.
7 Karbon Aktif
Karbon aktif atau arang aktif merupakan arang yang diproses sedemikian
rupa sehingga mempunyai daya serap/adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang
berbentuk larutan atau uap. Sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau
volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu
25%-100% terhadap berat arang aktif. Arang digunakan dalam proses dekolorisasi
untuk menjernihkan kristal MSG yang terbentuk. Karena didalam kristal MSG
masih terkandung banyak sekali pengotor yang menyebabkan warna tidak jernih,
maka pengotor tersebut akan terikat oleh karbon aktif yang ditambahkan dalam
proses tersebut. Karbon aktif yang digunakan adalah dalam bentuk bubuk.

15
8 Antifoam
Dalam proses fermentasi ada sistem agitasi dan aerasi yang menyebabkan
muncul buih buih di permukaan broth. Buih buih ini akan mengganggu adanya
kelarutan oksigen didalam medium sehingga perlu ditambahkan senyawa
antifoam. Adanya buih selama proses fermentasi, pada akhirnya akan
menyebabkan autolisis dan mengurangi jumlah sel bakteri serta menaikkan beban
agitasi. Senyawa antifoam ini secara kimiawi adalah turunan asam lemak.
Antibuih yang digunakan memiliki pH relatif rendah yaitu ±3,3.
9 Mineral dan
Vitamin
Selain memerlukan sumber C, N dan O2 untuk metabolismenya, sel bakteri
memerlukan senyawa-senyawa mikro seperti vitamin dan mineral. Adapun
vitamin dan mineral yang digunakan dalam proses fermentasi adalah vitamin B,
biotin, H3PO4, MgSO4, MnSO4, dan FeSO4.
10 Enzim
Enzim digunakan untuk proses sakarifikasi tapioka ada 2 macam yaitu
enzim α-amilase dan glukoamilase. Enzim α-amilase merupakan endoenzim yang
memotong ikatan alfa-1,4 amilosa dan amilopektin dengan cepat pada laruan pati
kental yang telah mengalami gelatinisasi. Atau proses ini disebut dengan proses
likuifikasi pati. Produk akhir yang dihasilkan dari aktivitasnya adalah dextrin
beserta sejumlah kecil glukosa dan maltosa. Alfa amilase akan menghidrolisis
ikatan alfa-1,4, glikosida pada polisakarida dengan hasil degradasi secara acak di
bagian tengah atau bagian dalam molekul. Enzim alfa-amilase aktif bekerja pada
kisaran suhu 25°C sampai 95°C.
Sedangkan enzim glukoamilase menghidrolisis ikatan glukosida alfa-1,4
tetapi hasilnya beta glukosa yang mempunya konfigurasi berlawanan dengan hasil
hidrolisis oleh enzim alfa-amilase. Serupa dengan enzim beta-amilase,
glukoamilase dapat memecah struktur pati yang merupakan polisakarida
kompleks berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil. Kelebihan
enzim ini yaitu selain memutus ikatan α1,4 glikosoda, juga memutus ikatan α-1,6
glikosida. Enzim ini bersifat eksoenzim. Pada umumnya, enzim ini bekerja pada

16
suhu 45°C-60°C dengan kisaran pH 4,5-5,0. Produk akhir yang dihasilkan dari
enzim ini yaitu glukosa.
a. Oksigen (O2)
Kebutuhan oksigen ini sangatlah penting, karena fermentasi yang
digunakan pada proses ini adalah fermentasi aerab. Kebutuhan oksigen disupplay
dari intake water treatmen (P-5/ Utilitas) dengan menggunakan aerator. Pada
fermentasi ini digunakan oksigen minimal 10%-12%. Semakin kecil bubble pada
aerator semakin banyak pula yield GA (Glutamic Acid) yang dihasilkan.
b. Antibiotik
Tetes tebu mempunyai kandungan biotin yang tinggi, biotin dalam jumlah
berlebihan dalam medium fermentasi asam glutamate akan menyebabkan bakteri
membentuk lapisan lemat sehingga asam glutamate yang terbentuk sulit diisolasi,
untuk mengatasinya diperlukan penisilin (antibiotik) yang berguna untuk
menghambat pembentukan dinding sel dan lapisan lemak sehingga asam
glutamate yang dihasilkan dapat diisolasi dengan mudah. Penambahan penisilin
tidak akan menghambat sisi aktif bakteri yang membentuk atau memproduksi
asam glutamate.

10.1.1 Bakteri Penghasil Asam Glutamat


Asam glutamat diproduksi umumnya secara fermentasi mikroba, walaupun
dapat juga diproduksi secara kimia. Proses pengolahan ini dalam skala industri
berkembang secara pesat setelah penemuan bakteri Corynebacterium glutamicum
oleh Kinoshita. Pada tahun 1962 di Jepang, Okumura menemukan bakteri
Brevibacterium lactofermentum yang sekarang banyak digunakan.

Tabel II.4 Strain Mikroba yang Menghasilkan Asam Glutamat

17
Genus Spesies
Corynebacterium C. glutamicum, C. lilium, C. callunae, C. herculis
Brevibacterium B. divaricatum, B. aminogenesis, B. flavum, B.
lactofermentum, B. Sacchharolyicum, B. roseum,
B. immariophilum, B. alunicum, B.
ammoniageses, B. Thiogenialis
Microbacterium M. salicinovolum, M. ammoniaphilum, M. flavum
var. glutamicum
Arthrobacter A. globiformis, A. Aminofaciens
(Sumber : Suprihatin, 2010)

PT Ajinomoto Indonesia untuk saat ini menggunakan Brevibacterium


Lactofermentum sebagai mikroorganisme yang menghasilkan asam glutamat
dalam fermentasi. Bakteri jenis ini memiliki pH optimum untuk menghasilkan
asam glutamat netral yaitu sekitar 7– 8. Hal ini disebabkan bakteri Brevibacterium
lactofermentum tergolong bakteri mesofilik yang tumbuh pada suhu sekitar
31,5°C. Jika kondisi pH media fermentasi tidak diantara 7– 8 maka laju fermentasi
bakteri akan terhambat dan tidak akan mendapatkan hasil yang optimum.

BAB III
DESKRIPSI PROSES

18
Secara garis besar proses produksi MSG (Monosodium Glutamat) yang
terjadi di PT Ajinomoto Indonesia melewati beberapa tahapan yaitu persiapan
bahan baku, pembenihan, fermentasi, isolasi dan purifikasi.
10.2 Persiapan Bahan Baku
PT Ajinomoto Indonesia memiliki standar yang bernama Ajinomoto Japan
International Standard (AJIS) dalam pemilihan bahan baku, bahan penolong
hingga pada produk akhir supaya bahan-bahan yang digunakan berkualitas
sehingga proses fermentasi MSG dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan
target yang diinginkan. Bahan yang digunakan dalam proses produksi MSG
terdapat 2 macam, yaitu bahan baku utama dan bahan pendukung.
10.2.1 Bahan Baku Utama
Dalam proses pembuatan MSG di PT Ajinomoto Indonesia menggunakan
cara fermentasi dengan bantuan bakteri Brevibacterium lactofermentum dan bahan
baku yang digunakan diambil dari industri gula yaitu tetes (cane mollases) yang
didapatkan dari pabrik pabrik gula yang ada di Jawa Timur, beet molasses dari
Mesir dan tepung tapioka dari India.
10.2.2 Bahan Pendukung
Sedangkan untuk bahan-bahan pembantu dalam pembuatan MSG adalah :
 Natrium hidroksida
 Asam sulfat
 Ammonia
 Karbon aktif
 Resin
 Antifoam
 Enzim α-amilase dan enzim β-amilase
 Mineral dan vitamin

3.1. Proses Pembuatan Monosodium Glutamat (MSG)


Proses produksi Monosodium Glutamat (MSG) di PT Ajinomoto terdiri
atas beberapa tahap yang saling berhubungan dan proses tersebut dilakukan oleh
departemen Food Ingredients pada unit produksi 1 MSG bulk sedangkan proses
packing dilakukan oleh departemen Itec Food pada unit packing&printing. Proses
utama dalam pembuatan MSG adalah fermentasi, hal inilah yang menjadi alasan

19
seksi-seksi pada unit produksi 1 MSG bulk memakai istilah Hakko (H) yang
dalam Bahasa Jepang berarti fermentasi. Pembagian unit produksi 1 terdiri dari H-
1 (dekalsifikasi dan sakarifikasi), H-2 (fermentasi), H-4 (Isolasi), H-5 & H-6
(Purifikasi) dan PPC-MSG (Production Planning Control). Seksi H-3 sengaja
dihilangkan karena sudah digabung dengan unit H-2, dimana sebelumnya seksi ini
bertanggung jawab pada persiapan fermentasi (prepare of fermentation). Adapun
tahapan proses pembuatan MSG di PT Ajinomoto adalah sebagai berikut :

20
Tepung Tapioka
T=-700C Cane Molasses
Preseed Flask t=2jam t=2jam Beet Molasses T = 14oC GM3 GH3 GM5
α-amilase 2nd Kristalisasi
T=90oC T=60oC t = 48 jam
NaOH H2SO4
PH=6 Ph=2,5 pH = 4,5 NaOH 5%
gypsum Evaporasi T = 95oC Perubahan Kristal α menjadi β
o
T= 30 C- Liquifikasi t = 60 mnt
Heating dekalsifikasi
40oC t=40jam GH2
Glukoamilase GM2
T=60oC H2SO4
o
H2SO4 Hydrolisis T = 110 C separasi
PH=4
V=1500 L
1st seed tank Treated Cane t = 3 jam
t=24 jam Sakarifikasi Pupuk cair
Molasses Sterilisasi Air
GM 4 GH 4
amina
2nd seed tank V =3,2 kL Filtrasi
t = 24 Jam glukosa
GM5 GH5
pH = 6,3
NaOH 20% T = 60oC
Sterilisasi Netralisasi t = 30 menit
Hidrolized
NH3 Hidrolized Non Active
T=31-350C
Washing Liquor Netral Liquor
Nutrient Fermentasi pH=7-7,2 Filter Liquor Carbon
Antifoam V=320 Kl Karbon aktif
Udara T=32 jam Dekolorisasi
Hakko Broth (HB)
Waste
H2SO4 T = 200C Active Filtrasi
asidifikasi Carbo
pH = 3,3 n
t = 4 jam
Kristalisasi I

T = 12oC
Kristalisasi Separasi
t = 12 Jam

1 ML
Separasi Wet Crystal
Kristalisasi II
Dryer

Mother liquor (GM1) Separasi


Kristal as.glutamat (GH1)

2 ML 2 DL FC Separator
Evaporasi Cooler

Separasi Kristalisasi III

FCA Sifter
Separasi

3ML 3DL
(AJI-L)
SLC LC RC FCB
Resin
MID (MSG Ion exchange Decolorisation

IDL (ion exchange


decolorization liquor)

Gambar III.1 Proses Produksi Monosodium Glutamat

21
3.2.1. Dekalsifikasi dan Sakarifikasi
Proses pertama pada pembuatan MSG adalah proses dekalsifikasi dan
sakarifikasi yang dilakukan pada seksi H-1. Pada bagian ini cane mollases dan
tepung tapioka akan diproses sehingga dapat memenuhi standar bahan baku untuk
proses selanjutnya.
3.2.1.1.Dekalsifikasi
Proses dekalsifikasi adalah proses untuk menghilangkan unsur kalsium
(Ca2+) yang terdapat pada tetes tebu dengan menambahkan H2SO4 sehingga
menghasilkan Treated Cane Molasses (TCM). Kalsium merupakan impurity dari
tetes tebu. Hadirnya kalsium membawa efek buruk pada proses produksi,
diantaranya adalah :
1. Menyebabkan terbentuknya kerak pada pipa yang dapat mengganggu
aliran bahan dan menghambat laju perpindahan panas
2. Pada saat proses fermentasi akan menyebabkan tekanan osmotik cairan
tinggi sehingga tidak akan dihasilkan hasil yang maksimal dan akan
mengganggu proses selanjutnya
3. Pada saat kristalisasi, kalsium akan menyebabkan sulit terbentuknya
kristal sehingga terjadi penurunan mutu MSG.
Proses dekalsifikasi menggunakan grown lake (cekungan di dalam tanah)
untuk menampung tetes sesudah diangkut dari industri gula yang selanjutnya akan
dipompa ke tangki penyimpanan yang disebut cane molasses tank. Sebelum tetes
dipompa ke tangki pengasaman (acid tank), tetes diencerkan terlebih dahulu
dengan industrial water agar specific grafity nya berubah dari 1,4 menjadi 1,3
dengan kadar gula 54 gram/dl. Tetes yang sudah sesuai standar ditambah H2SO4
sebagai pengontrol pH serta mengikat Ca2+. Penambahan H2SO4 dilakukan hingga
pH 2,6 untuk mencapai titik isoelektrik dimana terjadi kondisi setimbang antara
ion positif dan ion negatif sehingga tidak terjadi kelarutan dan akan terbentuk
endapan, Dalam proses ini juga dilewatkan steam dengan suhu 60oC.
Mekanisme reaksi pengikatan Ca2+ oleh H2SO4 adalah :
H2SO4 + Ca2+ → CaSO4↓ + 2H+
Setelah proses dekalsifikasi, tetes akan masuk kedalam tangki pengendap.
Sebelum memasuki tangki pengendap, akan ditambahkan koagulan (aronvis) pada
sepanjang pipa perjalanan transport menuju tangki pengendap. Pada tangki ini

22

Gambar 4. 1. Proses Pembuatan MSG


terjadi proses pemisahan gypsum dari larutan tetes tebu. Waktu yang dibutuhkan
untuk mengendapkan adalah sekitar 11 jam.
Pemisahan partikel padat yang tersuspensi dari cairan dengan
menggunakan gaya gravitasi sehingga menghasilkan cairan yang jernih dan slurry
dengan kandungan partikel padat yang besar dengan proses sedimentasi, alat
sedimentasi tersebut disebut hane thickener. Tetes yang memiliki kadar gypsum
rendah berada pada bagian atas, cairan jernih akan mengalami overflow pada
bagian atas tangki yang terdapat pengaduk dan berputar secara perlahan (0,05
rpm). Pengaduk ini akan menyapu sludge menuju bagian tengah dasar tangki
untuk dikeluarkan.
Cairan tetes tebu overflow dari hane thickener dialirkan ke centrifugal
separator untuk pemisahan lebih lanjut, alat ini menggunakan prinsip centrifugal
untuk memisahkan padatan dengan cairan. Padatan akan terlempar dan ditampung
pada bagian sisi separator dan ditampung pada sebuah tangki untuk selanjutnya
diendapkan kembali, cairan tetes tebu yang sudah bebas dari endapan disebut
TCM (Treated Cane Molasses). Sedangkan gypsum akan diproses di bagian co-
product.

23
Gambar III.2 Diagram Alir Proses Dekalsifikasi

24
3.2.1.2. Sakarifikasi
PT Ajinomoto Indonesia tidak hanya menggunakan cane molasses sebagai
bahan baku pembuatan MSG. Karena proses pengolahan gula di pabrik-pabrik
gula semakin efisien, maka akan semakin banyak gula yang terekstrak sehingga
kadar glukosa pada tetes semakin menurun. Untuk mengatasi rendahnya kadar
glukosa dalam cane molasses maka dilakukan penambahan terhadap kadar
glukosa dari tepung tapioka yang sudah disakarifikasi terlebih dahulu.
Proses sakarifikasi ini diawali dengan melarutkan tepung tapioka dengan
air dalam dissolution tank dan disaring dengan menggunakan 3 tahapan screener
dengan ukuran masing-masing 10 mesh, 20 mesh dan 20 mesh untuk memisahkan
kotoran yang ada pada larutan tepung tapioka. Hasilnya ditampung pada tangki
filtrat kemudian dipompa ke mix pot dan ditambahkan dengan enzim α-amilase
sebesar 0,1%. Dalam mix pot pH dikontrol pada pH 6, yang dilakukan dengan
penambahan NaOH dan H2SO4. Selanjutnya larutan dialirkan ke dalam reaction
tank dengan temperatur 90oC–95oC dengan waktu tinggal selama ± 2 jam.
Pengaturan temperatur dilakukan dengan mengalirkan steam ke dalam tangki.
Hidrolisis enzim α-amilase akan menghasilkan maltosa dan dextrin karena enzim
α-amilase bertugas untuk menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik.
Dari reaction tank, larutan dipompa ke spiral type cooler untuk
didinginkan karena glukoamilase bekerja secara optimal pada suhu 60°C. Setelah
didinginkan larutan dialirkan ke adjusted pot untuk mengalami penambahan
glukoamilase. Pada adjusted pot, temperatur dikontrol pada suhu 60°C dan pH
4,3 dengan menambah H2SO4, hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan kerja
enzim glukoamilase. Larutan dari adjusted pot dialirkan ke dalam retention tank
dengan waktu tinggal selama 40 jam. Sehingga dari keseluruhan proses
sakarifikasi akan dihasilkan glukosa. Secara sederhana reaksi digambatkan
sebagai berikut :

Pati α – amylase dextrin glukoamilase glukosa


Liquefaction saccharification
Setelah dihasilkan glukosa, maka pH dibuat menjadi 2,5 dengan
melarutkan H2SO4 untuk menghentikan aktivitas enzim tersebut. Kemudian

25
larutan ini disimpan di stock tank untuk selanjutnya digunakan pada proses
fermentasi. Hasil dari sakarafikasi sebelum masuk kedalam fermentasi akan
disterilisasi bersama dengan TCM.

26
Gambar III.3 Diagram Alir Proses Sakarifikasi

27
10.2.3 Fermentasi
Sebelum dilakukan proses fermentasi ada beberapa hal yang harus
dilakukan seperti pembenihan bakteri dan sterilisasi baik sterilisasi media
maupun sterilisasi fermentor.
3.2.2.1. Pembenihan Bakteri
Bakteri yang digunakan oleh PT Ajinomoto untuk proses fermentasi
Monosodium Glutamat yaitu Brevibacterium lactofermentum. Bakteri tersebut
berasal dari Jepang dan PT Ajinomoto Indonesia hanya menyimpannya saja dalam
pendingin bertemperatur -70OC. Bakteri yang disimpan dalam bentuk preseed
flask berukuran 4 liter dan dapat bertahan selama 45 tahun. Sebelum digunakan
bakteri dalam preseed flask dihangatkan (warming) terlebih dahulu untuk
mengaktifkan kembali bakteri yang sebelumnya dalam keadaan deaktif karena
berada dalam keadaan beku. Bakteri jenis tersebut dipilih untuk proses fermentasi
MSG di PT Ajinomoto dengan alasan sebagai berikut :
 Kemampuan berkembang biak yang cepat
 Produktifitas dalam memproduksi asam glutamat tinggi
 Perkembangan optimum mendekati suhu kamar
 Kebutuhan nutrisi relativ kecil
 Cocok dengan material yang digunakan di Indonesia
Sebelum bakteri tersebut digunakan untuk proses fermentasi pembuatan
MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dikultur) dalam
suatu media. Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian bakteri
tersebut diambil digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi.
Terdapat beberapa tahapan dalam proses fermentasi, yaitu pembiakan awal
di first seed fermentor, pembiakan dengan volume yang lebih besar di second
seed fermentor baru kemudian proses fermentasi di main fermentor.
First Seed Fermentor
Sebelum dibawa ke main fermentor yaitu proses fermentasi untuk
produksi MSG maka harus dilakukan pembenihan (seed). Proses pembenihan
melalui 2 tahap, yaitu first seed dan second seed. Pada first seed fermentor,
preseed flask sebanyak 4 liter dimasukkan kedalam fermentor berkapasitas 1,5 kl
yang telah diisi dengan raw sugar dan nutrien selama 24 jam. Pada proses ini
bakteri juga mendapat suplai Nitrogen dengan penambahan NH3 kedalam
fermentor. Secara berkala, dilakukan proses sampling untuk mengetahui OD

28
(Oxygen Disolve) atau kekeruhan, semakin keruh maka bakterinya semakin
banyak. Dari 1,5 kl first seed ini kemudian dialirkan ke beberapa second seed
fermentor.
Tabel III. 1. Komposisi Medium Pembenihan
Komponen Jumlah (%w/v)
Glukosa 14
KH2PO4 0,2
MgSO4 0,1
FeSO4 0,001
MnSO4 0,001
Vitamin B1 2,1-7
Antifoam 0,1
Mameno 0,036
Biotin 7,1-9
(Sumber : PT Ajinomoto Indonesia)
Second Seed Fermentor
Second Seed fermentor berfungsi sebagai tempat memperbanyak sel
Brevibacterium lactofermentum. Volume kerja medium Second seed fermentor
adalah 10% dari volume kerja medium main fermentor. Medium yang digunakan
hampir sama dengan medium yang digunakan pada main fermentor yaitu TCM,
Glucose dan Nutrien. Proses pembenihan dilakukan pada temperature ±31,5 oC
pada pH 6,8-7,2 dengan kecepatan agitator sekitar 600 rpm dan kecepatan aerasi
200 ml/menit.
Proses second seed dilakukan pada bakteri Brevibacterium
lactofermentum agar berada dalam pertumbuhan fase logaritmik saat telah
dipindahkan ke dalam fermentor utama. Dengan demikian bakteri Brevibacterium
lactofermentum tidak akan mengalami fase adaptasi terlalu lama ketika berada
dalam fermentor utama dan proses fermentasi dapat berlangsung cepat.

3.2.2.2. Proses Sterilisasi


Proses fermentasi sangat peka terhadap kontaminasi, untuk menjaga
supaya tidak terjadi kontaminasi pada fermentasi maka perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut :
Sterilisasi Media

29
Mikroorganisme dalam pertumbuhannya membutuhkan media yang
mengandung unsur-unsur karbon, nitrogen, sumber vitamin dan mineral. Sebagai
sumber karbon digunakan tetes sedangkan nutrisi lain diperoleh dari bahan
penunjang lain.
 Sterilisasi Treated Cane Molasses (TCM)
Sebelum digunakan pada proses fermentasi, TCM harus disterilisasi
terlebih dahulu untuk menghindari kontaminasi yang dapat mengganggu proses
fermentasi. TCM disterilkan dengan menggunakan alat TCM continous
sterilization menggunakan steam sebagai pemanas yang dialirkan melalui plat
heat exchanger. Suhu yang digunakan 120ºC selama 20 menit–30 menit. Sebelum
dilakukan sterilisasi yang sebenarnya, TCM dipompa dan dialirkan melalui heat
exchanger untuk mengalami proses pemanasan pendahuluan (preheating) sampai
suhu 60ºC dengan menggunakan TCM hasil sterilisasi sebagai medium pemanas.
Dengan demikian, proses ini sekaligus digunakan sebagai proses pendinginan
TCM hasil sterilisasi. Proses sterilisasi ini berlaku juga untuk sterilisasi Beet
Mollasses dan Glucose.
 Sterilisasi Nutrien
Nutrien yang dipakai adalah KH2PO4, vitamin, biotin, dan mameno yang
merupakan bahan nutrien yang berbentuk cair sedangkan yang padat seperti
MgSO4, FeSO4, MnSO4 dilarutkan terlebih dahulu sesuai dengan konsentrasi.
Proses sterilisasi nutrien sama dengan TCM tetapi tiap-tiap nutrien disterilisasi
terpisah. Nutrien yang telah diatur konsentrasinya dilewatkan melalui preheater
dan sterilisator. TCM dan nutrien steril dalam jumlah tertentu dialirkan ke
storage tank sebelum dialirkan ke dalam seed fermentor dan main fermentor.
 Sterilisasi Udara
Proses fermentasi asam glutamat oleh bakteri bersifat aerob, untuk itu
dibutuhkan udara steril. Sterilisasi udara dilakukan dengan cara filtrasi. Udara
yang telah disterilkan dialirkan ke dalam fermentor dalam jumlah yang cukup
untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan.
Sterilisasi Fermentor
Untuk fermentor, proses sterilisasi dilakukan sebelum proses fermentasi
dilakukan. Steam yang digunakan untuk sterilisasi mempunyai suhu 120ºC
dengan tekanan 100 kg/cm2 dan dilakukan selama ±30 menit. Proses sterilisasi ini

30
dilakukan dengan cara mengalirkan steam ke dalam fermentor melalui pipa-pipa
yang dikontrol secara otomatis. Ada dua macam fermentor yang perlu disterilisasi,
yaitu fermentor yang digunakan untuk memproduksi inokulum (seed fermentor)
dan fermentor yang digunakan untuk proses fermentasi asam glutamat (main
fermentor).

3.2.2.3. Proses Fermentasi


Pada fermentor akan diproduksi asam glutamat melalui proses fermentasi
bakteri asam glutamat. PT Ajinomoto Indonesia memproduksi MSG melalui
proses fermentasi tetes tebu (cane molasses), beet molasses dan glukosa dengan
menggunakan bantuan bakteri Brevibacterium lactofermentum. Proses fermentasi
ini terjadi secara aerob karena mengggunakan bantuan oksigen. Tetes tebu
merupakan bahan baku sebagai sumber karbon dan Beet Molasses merupakan
sumber Nitrogen sedangkan glukosa merupakan bahan tambahan untuk
meningkatkan kadar gula dalam tetes. Dalam proses ini dialirkan juga NH 3
sebagai sumber nitrogen tambahan bagi bakteri Brevibacterium lactofermentum,
serta sebagai buffer yang bertujuan untuk menjaga pH. Selain itu, dalam mediun
fermentasi ditambahkan juga nutrien sebagai faktor pertumbuhan bagi bakteri.
Pada proses fermentasi, nutrien dimasukkan terlebih dahulu ke dalam
main fermentor, baru kemudian TCM. Komposisi medium yang diberikan sama
dengan pada saat pembenihan hanya saja jumlahnya diperbanyak sesuai dengan
kapasitas pada main fermentor yang mempunyai kapasitas lebih besar dari seed
fermentor. Selain itu kondisi prosesnya juga tidak jauh berbeda dengan kondisi
pada saat pembenihan yaitu, pH dijaga 6,8-7,2 sedangkan temperatur nya 31,5oC.
Namun pada akhir masa fermentasi temperatur dinaikkan mencapai 39,5oC
dengan tujuan untuk mematikan bakteri agar tidak melakukan fermentasi lagi
pada proses selanjutnya.
Selama proses fermentasi akan terbentuk foam sebagai akibat adanya
aerasi dan pengadukan. Pembentukan buih ini akan menghambat proses
fermentasi karena semakin banyak buih yang terbentuk pada lingkungan (bagian
di luar tubuh sel) akan menyebabkan naiknya tekanan di lingkungan. Jika tekanan
diluar tubuh sel bakteri lebih tinggi daripada di dalam sel bakteri, akan
menyebabkan asam glutamat tidak bisa diekskresikan oleh sel bakteri. Untuk itu

31
perlu penambahan antifoam untuk mencegah terbentuknya busa, sehingga
kenaikan tekanan pada sel bakteri dapat dicegah.
Selain terbentuk foam, akan terjadi penurunan pH sebagai akibat
terbentuknya asam dehidrogenase dari metabolisme bakteri tersebut. Penurunan
pH dapat mengganggu pertumbuhan bakteri karena bakteri hanya bisa tumbuh
pada suasanan pH normal dan akan terhambat pada suasana pH asam. Pencegahan
penurunan pH ini dilakukan dengan penambahan NH3 dalam bentuk gas secara
otomatis. Sehingga kondisi fermentasi tetap berlangsung pada suasana pH normal.
Reaksi yang terjadi selama proses fermentasi adalah :
C6H12O6 + NH3 + 3/2 O2  C5H9O4N + CO2 + 3H2O + energi
Sesuai dengan persamaan di atas, proses fermentasi merupakan proses
eksotermis karena menghasilkan energi yang berupa panas atau kalor. Sehingga
untuk menjaga temperatur agar tetap stabil diperlukan heat exchanger yang
berupa tube heat exchanger.
Waktu fermentasi dilakukan selama 30 jam–32 jam tergantung oleh
aktivitas bakteri dan sumber karbon serta kondisi fermentasi. Pada akhir
fermentasi, pH medium semakin tinggi karena kandungan gula pada substrat
sudah sangat sedikit sehingga sel telah memasuki fase kematian. Selain naiknya
pH medium, parameter akhir fermentasi ditandai dengan naiknya kadar O 2
terlarut. Hal ini terjadi karena pada saat sel tidak lagi mengalami pertumbuhan,
laju respirasi sel semakin kecil dibandingkan kecepatan transfer O2 ke medium.
Hasil proses fermentasi adalah cairan hakko broth (HB) yang dialirkan ke
dalam tangki penampung. Pengaliran ini tidak menggunakan pompa, melainkan
dengan memberikan udara tekan ke dalam main fermentor. Hal ini dilakukan
untuk menghindari kontaminasi.

32
Gambar III.4 Diagram Alir Proses Fermentasi

33
3.2.3. Isolasi
Isolasi merupakan proses pemisahan larutan asam glutamat hasil
fermentasi dengan bahan lain yang tidak diinginkan. Tahapan ini bertujuan untuk
memurnikan asam glutamat yang masih bercampur dengan cairan induk. Tahapan
proses ini meliputi proses acidifikasi, separasi I, pencucian, dan netralisasi.
3.2.3.1. Acidifikasi
Proses acidifikasi disebut juga proses kristalisasi dingin yang dimulai
dengan memasukkan cairan hasil fermentasi (broth) yang bersuhu 38ºC dengan
pH 7 – 8, akan tetapi kondisi operasi untuk kristalisasi adalah pada suhu 15º -
20ºC. Pengkondisian suhu ini dilakukan dengan mengalirkan Hakko Broth (HB)
melalui heat exchanger untuk menurunkan suhu broth dari 38oC menjadi 15oC -
20ºC ke dalam tangki kristalisasi yang dilengkapi dengan agitator. Untuk
menurunkan pH Hakko Broth asam sulfat dimasukkan bersama Hidrolized
Filtered Liquor (HFL) yang memiliki pH sekitar 3,3 untuk membantu
menurunkan pH broth serta sebagai bibit kristal asam glutamat untuk
mempercepat dan merangsang terbentuknya kristal. Setelah pH mencapai 3,3 yang
merupakan titik isoelektrik dimana dalam keadaan itu tingkat kelarutan sangat
kecil sehingga mudah terbentuk kristal, keadaan ini dipertahankan selama 8 jam–
10 jam untuk mengkristalkan asam glutamat.
Acidifikasi merupakan kristalisasi dingin dengan tujuan untuk membentuk
kristal glutamat dalam bentuk kristal α untuk mempermudah penyaringan. Untuk
menjaga kestabilan pembentukan kristal, maka suhu perlu dijaga supaya tetap
dingin dengan mengalirkan chilled water melalui pipa spiral. Dari tangki
acidifikasi, kristal asam glutamat yang tercampur dengan cairan induk (mother
liquor) dialirkan ke dalam tangki penyimpanan.
3.2.3.2. Separasi
Separasi merupakan proses pemisahan kristal α asam glutamate yang
terbentuk dari proses acidifikasi dengan sisa cairan fermentasi. Alat yang
digunakan dalam proses separasi adalah Super Decanter Centrifuge (SDC).
Dimana kristal asam glutamate yang memiliki berat jenis yang lebih besar
daripada cairan induk mendapat gaya sentrifugal yang lebih besar akan terlempar
ke dinding separator, sedangkan cairan induk berada di bagian tengah karena gaya
sentrifugal yang dialaminya relatif kecil.

34
Hasil pemisahan berupa larutan kristal glutamic acid (GH1) dan larutan
induk (GM1). Larutan induk (GM1) yang masih mengandung sedikit asam
glutamat, sisa-sisa mikroba dan sisa komponen media fermentasi dievaporasi
dengan falling film evaporator (FFE GM1) sampai total solid 30%– 40%. Hasil
dari proses ini berupa concentrate mother liquor (CML1) yang kemudian
dimasukkan ke tangki TX-kristalisasi dimana CML1 mengalami pendinginan dan
penambahan bibit kristal agar terjadi kristalisasi lagi. Selanjutnya slurry
dipisahkan kembali dengan super decanter centrifuge (SDC). Hasil dari proses ini
berupa GH2 dan GM2. Cairan GM2 merupakan dasar bahan pembuatan pupuk
cair amina yang akan dialirkan ke stock tank. Sedangkan GH2 akan difiltrasi
bersama hasil hidrolisis GM3.
3.2.3.3. Hidrolisis
Pada larutan kristal asam glutamat (GH1) didilution dengan cairan GM4
hasil dari pemisahan menggunakan belt filter. Hal ini dilakukan agar kristal GH1
berubah fasanya menjadi campuran kristal dan liuid sehingga bisa ditransfer
menuju proses pemisahan berikutnya. Selain penambahan GM4 pada GH1 juga
dapat menurunkan impurities yang terkandung pada GH1 karena ketika larutan
tersebut diseparsi kembali dengan Super Decanter Centrifuge (SDC) untuk
memisahkan kristal GH3 dan mother liquor (GM3), impurities akan terikut pada
GM3. Kemudian GM3 yang masih mengandung asam glutamate dalam jumlah
cukup besar dipekatkan dengan dievaporasi menggunakan Falling Film
Evaporator (FFE) menjadi CML-2. Karena pengaruh tekanan dan suhu yang
tinggi maka asam glutamat akan berubah menjadi PCA (Pirolidon Carboxylic
Acid). PCA mempunyai rumus kimia yang sama dengan asam glutamat
(C5H8NO4Na) namun ikatan nya berbentuk siklo. Oleh karena itu PCA ini dipecah
ikatan nya pada proses hidrolisis dengan memanaskan CML-2 sampai suhu 110 oC
dan menambahkan asam sulfat 98% sebanyak 20% dari volume CML-2.
Selanjutnya larutan hasil hidrolisis difiltrasi bersama dengan GH2 dan WAC
(Waste Active Carbon) yang berasal dari proses dekolorisasi menggunakan alat J-
press. Dari hasil filtrasi akan dihasilkan HFL (Hidrolized Filtered Liquor) yang
nantinya dikembalikan lagi ke proses acidifikasi sebagai penurun pH dan bibit
kristal serta dihasilkan NAC (Non Active Carbon) yang merupakan limbah B3.

35
3.2.3.4. Netralisasi
Hasil separasi larutan kristal GH1 yang berupa GH3 masih harus
dilakukan pengubahan kristal α menjadi kristal β. Pengubahan ini dilakukan untuk
mengurangi impuritis karena kristal β ini berbentuk prisma dan berukuran lebih
kecil daripada kristal α. Selain itu kristal β memiliki kestabilan yang lebih tinggi
dan berbentuk heksagonal.
Larutan kristal asam glutamat GH3 dimasukkan ke tangki transform
crystal (TC-Crystal). Larutan yang masuk ke TC-Crystal memiliki pH sekitar 3,3
sedangkan untuk mendapatkan kristal β pH yang optimum adalah 4,5 oleh karena
itu pada proses ini dilakukan penambahan NaOH 5% dan Aji Liquor untuk
menaikkan pH. Proses pengubahan kristal ini dengan pemanasan steam pada suhu
95ºC dengan waktu tinggal 30 menit untuk merangsang pembentukan kristal β.
Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi kemampuan kelarutannya. Kristal yang
keluar masih bertemperatur tinggi, oleh karena itu kristal dialirkan ke tangki
transform crystal cooling (TC-cooling). Pada tangki tersebut dialirkan air
pendingin dengan pipa spiral sampai suhu kristal mencapai 40ºC - 50ºC (suhu
optimum kristal β).
Selanjutnya slurry mengalami proses pemisahan dengan menggunakan
belf filter. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan medium filter yang terbuat
dari kain dan pompa vakum untuk menyedot cairan, sehingga kristal asam
glutamat dapat dipisahkan dari cairan induknya. Hasil filtrasi berupa GM4 dan
GH4. Sebagian dari GH4 akan mengalami proses drying sehingga menjadi asam
glutamat kering untuk di ekspor ke Malaysia sedangkan sebagian yang lain
dinetralisasi. Jumlah kristal GH4 yang dijadikan asam glutamate kering tidak
menentu, tergantung dari permintaan konsumen, namun biasanya PT Ajinomoto
memproses 25% dari volume total GH4 menjadi kristal kering dan 75% sisanya
dinetralisasi.
Netralisasi merupakan proses pembentukan garam dari pencampuran
senyawa asam dan basa. Tujuan netralisasi adalah untuk menstabilkan molekul
asam amino yang masih dipengaruhi oleh pH. Netralisasi dilakukan dengan
penambahan NaOH 20% pada larutan asam glutamat. Kristal GH4 yang memiliki
pH 3,3 dinetralkan dengan NaOH hingga pH mencapai 6,7 – 7,2 pada suhu 90ºC.

36
Pada proses ini, asam glutamat diubah menjadi monosodium glutamat monohibrit
yang biasa disebut Neutral Liquor (NL) yang kemudian dipompa menuju tangki
dekolorisasi. Berikut adalah reaksi pada proses netralisasi :

C5H9O4N + NaOH C5H8O4NNa + H2O


Asam Glutamat Sodium Hidroksida Monosodium Glutamat Air

37
Gambar III.5 Diagram Alir Proses Isolasi

38
3.2.4. Purifikasi
Purifikasi merupakan suatu proses pemurnian monosodium glutamat hasil
isolasi dan pengkristalannya. Pada proses purifikasi terdapat beberapa tahap, yaitu
proses dekolorisasi, kristalisasi, separasi, pengeringan, pendinginan,dan
pengayakan.
3.2.4.1. Dekolorisasi
Neutralized Liquor (NL) yang masih berwarna coklat akibat adanya
impurities, selanjutnya akan mengalami proses dekolorisasi dengan menambahkan
karbon aktif. Karbon aktif akan mengabsorbsi zat pengotor dan sisa mineral.
Proses ini dilakukan selama 1 jam dengan suhu 60oC. Setelah proses ini untuk
memisahkan karbon aktif dari cairan menggunakan press tipe plate and frame.
Dari proses pemisahan ini dihasilkan cairan jernih yang disebut filtered liquor
(FL) serta waste active carbon yang berbentuk cake. Selanjutnya filtered liquor
bersama Ion Exchange Decolorization Liquor di filtrasi lagi secara bertahap
menggunakan Niagara Filter ukuran 40 micron, Cartridge Filter A ukuran 70
micron, Diamond Filter ukuran 70 micron, dan terakhir Cartridge Filter B ukuran
70 micron. Berbagai tahap penyaringan tersebut bertujuan untuk menghilangkan
impurities sehingga akan didapatkan larutan yang murni.
3.2.4.2. Kristalisasi I
Kristalisasi I disebut juga kristalisasi panas, karena dalam proses ini
berlangsung pada suhu yang cukup tinggi. Filtered liquor (FL) yang keluar dari
proses dekolorisasi kemudian dilewatkan preheater sebelum dievaporasi dengan
menggunakan FFE (Falling Film Evaporator). Tujuan dari evaporasi adalah agar
larutan mencapai keadaan sangat jenuh sehingga kelarutan sangat rendah.
Selanjutnya larutan pekat yang bersuhu ±65oC dilewatkan shell and tube heat
exchanger untuk menaikkan suhunya baru kemudian dimasukan kedalam tangki
kristalisasi yang dalam keadaan vakum dengan laju alir yang tinggi. Sebagian
akan terkristalkan dan yang tidak terkristalkan akan direcycle masuk ke dalam
tangki kristalisasi melalui shell and tube heat exchanger bersama dengan cairan
hasil FFE. Proses tersebut berlangsung sampai konsentrasi slurry didalam tangki
kristalisasi adalah 45% kristal dan 55% liquor.
3.2.4.3. Separasi

40
Pada proses separasi kristal yang dihasilkan dari proses kristalisasi I
dipisahkan dari cairan induknya (mother liquor) yang tidak terkristalkan. Pada
proses ini prinsip yang digunakan sama dengan separasi pada proses Isolasi
dimana proses pemisahan ini menggunakan super decanter centrifuge (SDC)
dengan kecepatan putaran 2000 rpm selama 15 menit.
Dari proses pemisahan akan dihasilkan Wet Crystal dan mother liquor
(ML1). Wet Crystal selanjutnya akan mengalami proses pengeringan (drying).
Cairan (ML1) yang dapat dipisahkan dari tahap separasi II ini kemudian
dikristalisasi lagi di tangki kristalisasi II dengan prinsip yang sama seperti
kristalisasi I.
Hasil kristalisasi II kemudian di separasi dengan SDC sehingga
menghasilkan Decolorized Liquor (DL2) yang kemudian dicampur dengan cairan
IDL serta menghasilkan mother liquor 2 (ML2). ML2 masih mengandung asam
glutamat yang cukup tinggi sehingga dilakukan kristalisasi lagi yaitu kristalisasi
III. Setelah dikristalisasi slurry diseparasi dengan SDC sehingga menghasilkan
Decolorized Liquor (DL3) yang masih banyak mengandung asam glutamat dan
juga menghasilkan Aji Liquor yang selanjutnya dikembalikan ke H-4 (Isolasi)
untuk mengatur pH pada proses TC-crystal. Sebelum dikembalikan ke Niagara
Filtration DL3 dilewatkan ke MSG Ion exchange Decolorization (MID) untuk
menyerap warna dari senyawa pengotor/impurities menggunakan resin penukar
ion sehingga DL3 akan berubah menjadi Ion Exchange Liquor (IDL).
3.2.4.4. Pengeringan (Drying Process)
Proses ini bertujuan mengurangi kadar air yang terkandung dalam kristal
MSG, kristal hasil separasi II ini berkadar air 4%-5%. Agar memenuhi standart
AJIS (Ajinomoto Japan International Standart), maka kadar air dalam kristal
MSG harus diturunkan dengan pengeringan sampai kadar airnya kurang dari
0,3%. Jenis alat pengeringan yang digunakan adalah fluidized dryer, dimana udara
dihembuskan dari blower yang dikontakkan dengan elemen pemanas hingga
temperaturnya mencapai 125oC -130oC. Kristal yang diuapkan dari alat pengering
ini mengandung kadar air kurang dari 0,3%. Setelah dikeringkan kristal MSG
didinginkan sebelum dikirim keunit pengayakan. Proses pendinginan kristal MSG
panas dilakukan dengan menyemprotkan udara dingin kering dengan temperature

41
30oC-40oC dalam mesin pendingin. Pada proses ini kristal yang berukuran sangat
kecil akan terbawa udara kering sehinga untuk mengurangi loss kristal MSG maka
kristal MSG dipisahkan dari udara pengering dengan menggunakan alat pemisah
jenis cyclone. Kristal ini lolos pada ayakan mesh 140 dan tertahan pada ayakan
mesh 170, biasa disebut Fine Crystal A (FCA).
3.2.4.5. Pengayakan (Sifter)
Proses pengayakan bertujuan untuk memisahkan Kristal MSG menjadi
berbagai ukuran tergantung dari mesh ayakan yang digunakan. Kristal hasil
pengeringan yang telah diinginkan dialirkan kedalam satu seri alat vibrating sifter
yang memiliki ukuran tertentu. Pemisahan ukuran produk kristal bertujuan untuk
kemudahan dalam pengemasan terutama pada produk yang akan diperdagangkan
atau dijual keluar negeri. Dari proses pengayakan ini diperoleh berbagai ukuran
kristal yaitu :
 SLC (Super Large Crystal) atau GLC (Giant Large Crystal) merupakan
Kristal yang tertahan pada ayakan 16 mesh. Kristal ini biasa dikiim ke Sajiku
dan Masako namun apabila ada pemintaan maka kristal jenis ini sebagian
akan di ekspor ke Afrika dan Vietnam.
 LC (Large Crystal) merupakan kristal yang lolos pada ayakan 16 mesh dan
tertahan pada ayakan dengan ukuran 30 mesh. Kristal jenis ini dikemas dalam
berbagai macam ukuran dan biasa dijual bebas di masyarakat.
 RC (Reguler Crystal) merupakan kristal yang lolos pada ayakan 30 mesh dan
tertahan pada ayakan dengan ukuran 60 mesh. Kristal ini adalah kristal
dengan presentase produksi paling tinggi karena ukuran kristal ini lebih
disukai oleh masyarakat. Sama seperti kristal LC, kristal RC ini dikemas
dalam berbagai ukuran dan dijual bebas dimasyarakat.
 FCB (Fine Crystal B) merupakan Kristal yang lolos pada ayakan 60 mesh
dan tertahan pada ayakan dengan ukuran 140 mesh. Kristal ini dikemas dalam
ukuran 50 kg dan 200 kg untuk kemudian di kirim ke PT Indofood sebagai
penyedap rasa.
Selain ke empat jenis ukuran kristal diatas masih ada jenis kristal FC-A
(Fine Crystal A), kristal ini merupakan kristal tang berukuran sangat halus yang
terbawa udara pada saat proses drying dan tertampung di cyclone. Kristal ini
digunakan untuk membuat Aji Plus, yaitu MSG dengan kekuatan rasa 4 kali lipat

42
dari MSG biasa. Aji Plus tidak diperjual belikan secara bebas. Produk ini hanya
diperuntukkan bagi Industri makanan, perhotelan dan restoran.
Kristal MSG yang telah dipisahkan berdasarkan ukurannya tersebut
selanjutnya dikemas dalam container bag dengan ukuran 850 kg.

43
Gambar III.6 Diagram Alir Proses Purifikasi

44
3.2.5. Pengepakan
Pengepakan merupakan proses akhir produksi dari MSG yang merupakan
proses pembungkusan produk akhir sebelum dijual kepasaran. Pengemasan
memiliki berbagai fungsi diantaranya :
1. Sebagai tempat produk
2. Melindungi produk
3. Memberi daya tarik
4. Member informasi tentang nama jual (merk), komposisi, produsen,
kandungan gizi dan sebagainya.
5. Sebagai sarana pemuas kebutuhan konsumen (mudah dibawa, ditata
maupun, ditumpuk)
6. Mempermudah proses transportasi dan distribusi
7. Bisa disimpan dalam jangka waktu lebih lama.
3.2.5.1. Bahan Pengemas
Untuk bahan pengemas, PT Ajinomoto memiliki 2 macam, yaitu :
a. Bahan pengemas primer
Bahan pengemas ini berhubungan langsung dengan produk MSG. Bahan
pengemas primer terdiri dari dua lapis yaitu :
 OPP (Oriental Polypropylene) yang merupakan lapisan luar kemasan,
tempat berbagai informasi tentang produk dicetak.
 PE (Poly Ethylene) yang berfungsi untuk melapisi OPP agar tinta yang
melekat tidak bersentuhan lansung dengan produk.
b. Bahan pengemas non primer
Bahan pengemas ini tidak berhubungan langsung dengan produk, yang
terdiri dua jenis bahan yaitu plastik pembungkus kedua dan kotak karton jenis
double wall.
3.2.5.2. Tipe Pengemasan
Ada dua tipe pengemasan di PT. Ajinomoto Indonesia,yaitu :

a. Tipe kalender (Calender type)


Pada tipe ini, proses pengemasan tidak dilakukan satu persatu tetapi secara
bersamaan. Hal ini dilakukan pada kemasan dengan berat kurang dari 10 gram.
b. Bag type
Pada tipe ini, proses pengemasan dilakukan satu persatu dan ditunjukkan
dengan ukuran 1 kg, 500 g, 250 g, 150 g, 100 g, dan 50 g.
3.2.5.3. Tahapan Proses Pengepakan
Pada proses pengepakan memiliki tahap-tahap sebagai berikut :
a. Proses Penimbangan

45
Proses ini dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan sabuk (full
weigher) yaitu timbangan penakar. Produk MSG diangkut menggunkan belt
conveyor dan diukur sacar kontinyu oleh sistem bertuas miring atau oleh kotak
pengangkut gaya. Alat ini biasanya bekerja secara otomatis dan dihubungkan
dengan komputer sehingga keakuratan proses penimbangan sangat tinggi, Kristal
MSG yang ditimbang kemudian disimpan dalam storage untuk diturunkan
kebagian packing untuk dikemas.
b. Proses Pengemasan
Pada proses pengemasan, pengemas diisikan berdasarkan ukuran kristal
(LC, RC, FC) dan tipe pengemasnya (Calender Type atau Bag Type).
Pada tahapan pengemasan terdapat 2 jenis detektor untuk mendeteksi
ukuran berat (Weighing Control) dan untuk mendeteksi metal (Metal Detector),
kedua detector ini untuk menjaga mutu produk dan memastikan saja bahwa tidak
ada metal yang masih ada dalam produk. Produk yang tidak sesuai dengan
standard ukuran berat atau mungkin mengandung logam yang berbahaya akan di
reject dan dikembalikan ke departemen produksi untuk diproses ulang. Apabila
bahan kemasan juga tidak sesuai dengan standard yang ditentukan oleh PT
Ajinomoto Indonesia dan apabila terjadi kecacatan maka akan dikembalikan pada
departemen percetakan dan printing bahan kemasan.

46
Gambar III.7 Proses packing

47
BAB IV
SPESIFIKASI ALAT

4.1. Jenis dan Spesifikasi Alat


4.1.1. Unit Dekalsifikasi dan Sakarifikasi
4.1.1.1. Dekalsifikasi
1. Ground Tank
Bahan : Baja-karbon
Jumlah : 13 tangki
Kapasitas : 1.500 kL
Fungsi : Menerima tetes tebu dari truk-truk pengengkut tetes tebu
Prinsip : Tetes tebu dari truk dipompakan ke dalam tangki. Karena
pengaruh kerapatannya, cairan ini akan mengalir perlahan
masuk dan relatif tidak dapat dimampatkan. Penyimpanan
tetes di dalam tangki ini dimaksudkan untuk mencegah
masuknya air ke tangki sehingga tetes tidak mengalami
pengenceran
2. Pompa
Bahan : Besi
Jenis : Pompa sentrifugal
Jumlah : 3 pompa
Prinsip : Daya dari luar diberikan kepada poros pompa untuk
memutar impeller yang mengubah tenaga yang dihasilkan
mesin menjadi tenaga kinetik sehingga zat cair ikut
erputar. Tekanan cairan disini menjadi tinggi, demikian
pula dengan head yang kecepatannya bertambah karena
zat cair mengalami percepatan. Zat cair akan keluar dari
impeller dan ditampung oleh saluran berbentuk spiral
yang mengubah head kecepatan menjadi head tekanan
dan dikeluarkan melalui nozzle. Discharge digunakan
untuk membantu kesetimbangan tekanan hidrolik pada
batang torak pompa
3. Cane Mollases Storage Tank
Bahan : Baja-karbon
Jenis : Silinder tegak dangan tutup berupa standard dishes head
sedangkan tutup bawah berupa plate dan pondasi
Jumlah : 9 tangki
Kapasitas : 5.000 kL

48
Fungsi : Menyimpan tetes tebu
Prinsip : Tetes tebu dipompakan dari Ground Tank menuju ke
dalam tangki, tetes tebu yang keluar pertama dari bawah
tangki adalah tetes tebu yang masuk pertama kali
4. Decalsification Tank
Bahan : Baja karbon, bagian dalam dilapisi FRP
Jenis : Silinder tegak dengan pengaliran uap panas bertekanan
untuk menaikkan suhu dan sistem pengadukan
Jumlah : 3 tangki
Kapasitas : 75 kL
Fungsi : Tempat terjadinya reaksi pengendapan ion Ca dengan
penambahan H2SO4
5. Plate Heat Exchanger
Bahan : SUS 316 L
Jenis : Counter current
Jumlah : 4 buah
Kapasitas : 100.000 L/jam
Fungsi : Mensterilkan cairan TCM sebelum difermentasi
Prinsip : Cairan dialirkan melalui sebuah plate yang di dalamnya
akan terjadi pertukaran panas, dimana terdapat saluran
keluar dan masuk yang berlawanan. Cairan TCM ini
masuk ke alat ini melalui sisi kiri bawah mengalir melalui
pipa pipa yang berada di plate plate dan keluar pada
bagian kiri atas alat ini. Plate plate tersebut dialiri oleh
uap panas dengan suhu 120°C untuk mensterilkan TCM
yang mengalir dari sisi kiri bagian atas dan keluar pada
sisi bagian bawah.
6. Thickener
Bahan : Baja
Diameter : 12 m
Jenis : Tangki berbentuk dilinder vertical yang bagian bawah
berbentuk kerucut untuk mempermudah pengendapan
Jumlah : 2 tangki
Kapasitas : 560 kL
Fungsi : Mengendapkan Gypsum
Prinsip : Pemisahan kalsium dan pertikel padatan yang terkandung
dalam tetes tebu dengan gaya gravitasi, dimana bahan
yang lebih berat akan turun lebih cepat di banding bahan
yang lebih ringan.

49
7. Separator
Fungsi : Memisahkan gypsum dengan cane molasses
Bahan : SUS 316 L
Jenis : Super Decanter Centrifuge (sdc)
Jumlah : 2 buah
Kec. putar : 3000-4000 rpm
Prinsip : Penggunaan gaya sentrifugasi untuk memisahkan cane
molasses dengan gypsum.
8. Gypsum Storage Tank
Bahan : Baja
Jumlah : 2 tangki
Fungsi : Menampung endapan gypsum
Prinsip : Endapan gypsum dari bawah thickener masuk ke dalam
tangki ini kemudian di keluarkan dari tangki dengan
screw conveyor
9. Treated Cane Mollases Storage Tank
Fungsi : Menampung Treated Cane Mollases (TCM)
Bahan : Baja-karbon yang bagian dalamnya dilapisi FRP
Kapasitas : 5000 kL
Jumlah : 9 buah
Prinsip : Menampung tetes tebu yang sudah dihilangkan
kandungan kalsiumnya.
10. Steril Treated Cane Mollases Storage Tank
Bahan : Stainless Steel
Jumlah : 3 tangki
Kapasitas : 5.000 kL
Fungsi : Tempat penampungan steril sebelum digunakan pada
proses fermentasi
Prinsip : TCM dipompakan dari PHE masuk ke dalam tangki ini
TCM yang keluar pertama kali adalah TCM masuk
pertama kali kedalam Mollases Storage Tank
4.1.1.2. Sakarifikasi
1. Dissolution Tank
Fungsi : Melarutkan tapioka
Bahan : Stainless steel
Kapasitas : 15 kL
Jumlah : 3 tangki

50
Prinsip : Tepung tapioka dilarutkan dengan air dalam tangki ini
dengan diberikan pengadukan agar tepung tapioka larut
sempurna.
2. Temporary Screen
Fungsi : Penyaring kotoran pada larutan
Bahan : Stainless steel
Jumlah : 3 buah
Ukuran : 10 mesh, 20 mesh dan 20 mesh
Prinsip : Menyaring kotoran pada larutan tapioka
3. Adjusted Pot
Fungsi : Sebagai tempat pencampuran larutan tapioka dengan
glukoamilase
Bahan : Baja-karbon
Kapasitas : 1 kL
Jumlah : 2 tangki
Prinsip : Mengubah pati (polisakarida) menjadi disakarida
menggunakan bantuan enzim
4. Mix Pot
Fungsi : Tempat penampungan hasil dari adjusted pot dengan
amilase
Bahan : Stainless steel
Kapasitas : 1 kL
Jumlah : 2 tangki
5. Reactor Tank
Fungsi : Sebagai tempat terjadinya reaksi hidrolisis tapioka
dengan katalis α amilase
Bahan : Stainless steel
Kapasitas : 7,5 kL
Jumlah : 2 tangki
6. Retention Tank

51
Fungsi : Sebagai tempat waktu tunggu reaksi hidrolisis tapioka
Bahan : Baja-karbon
Kapasitas : 250 kL, 350 kL, 400 kL
Jumlah : 3 buah

10.2.4 Unit Fermentasi


1. First Seed Fermentor
Fungsi : Sebagai tempat pembiakan awal bakteri dari preseed flask
Bahan : Stainless Steel
Jumlah : 4 Buah
Kapasitas : 1,5 kL
2. Second Seed Fermentor
Fungsi : Sebagai tempat pembiakan dan adaptasi bakteri terhadap
media fermentasi
Bahan : Stainless steel
Jumlah : 9 Buah
Kapasitas : 10-32 kL
3. Main Fermentor
Fungsi : Sebagai tempat berlangsungnya proses fementasi yang
mengubah cairan tetes menjadi asam glutamat dengan
bantuan mikroorganisme.
Bahan : Stainless steel
Jumlah : 9 buah fermentor utama
Kapasitas : 100-320 kL
Jenis : Tangki silinder dilengkapi dengan agitator, buffle, dan
alat penukar panas tipe sheel and tube di kedua sisi
bagian dalam fermentor (reaktor berputar dengan interna
cooling). Tutup atas dan tutup bawah jenisnya dishes
head
4. Heat Exchanger

52
Fungsi : Menurunkan atau menaikkan temperatur suatu cairan
dalam fermentor dengan cairan lain yang berbeda
temperaturnya.
Bahan : SUS 316 L
Jenis : Sheel and tube
Jumlah : 2 buah tiap fermentor
5. Broth Storage Tank
Fungsi : Tempat penampungan sementara hasil fermentasi
sebelum diproses lebih lanjut
Bahan : Stainless steel
Jenis : Tangki tertutup dengan penutup atas dan bawah berjenis
plate
Diameter : 8 meter
Kapasitas : 300 kL

10.2.5 Unit Isolasi


1. Acid Tank
Fungsi : Tempat awal berlangsungnya pembentukan kristal α asam
glutamat dengan penambahan H2SO4 pada broth.
Bahan : Baja-karbon
Jenis : Tangki terbuka berpengaduk dilindungi oleh atap
Jumlah : 2 tangki
Kapasitas : 350 kL
2. Second Cristallization Tank
Fungsi : Tempat pembentukan kristal α yang masih tertinggal di
cairan GM-1
Bahan : Baja-karbon
Jenis : Tangki penyimpanan berpengaduk dengan pendingin
berupa alat penukar panas yang berada dalam tangki
Jumlah : 2 tangki
Kapasitas : 300 kL

53
Prinsip : Tangki ini dilengkapi dengan pipa spiral yang dialiri oleh
air pendingin dengan menggunakan pompa sentrifugal.
3. Neutrallization Tank
Fungsi : Tempat penetralan atau pembentukan MSG
Bahan : Baja-karbon
Jenis : Tangki dengan jaket yang dialiri uap panas bertekanan
untuk pemanas
Jumlah : 4 tangki
Kapasitas : 15 kL
Prinsip : Kristal asam glutamat memiliki derajat keasaman rendah
sehingga perlu ditambahkan basa sampai pH berkisar
6,7-7,2
4. Separator
Fungsi : Memisahkan kristal asam glutamat dari cairan induknya.
Bahan : SUS 316 L
Jenis : Super Decanter Centrifuge (SDC)
Jumlah : 4 buah
Kec. putar : 3000-4000 rpm
Prinsip : Penggunaan gaya sentrifugasi untuk memisahkan
kristalisasi asam glutamat dan mother liquor. Kristal
asam glutamat mempunyai berat jenis lebih besar dari
cairan induk sehingga akan mendapat gaya sentrifugal
yang lebih besar dan akan terlempar ke dinding separator
sedangkan cairan induk berada di bagian tengah karena
gaya sentrifugal yang diterimanya relatif kecil.
5. Evaporator
Fungsi : Menguapkan sebagian air dari cairan induk sehingga
diperoleh larutan yang lebih pekat.
Bahan : SUS 316 L

54
Jenis : Connical Bottom (Falling Film Evaporator) dengan
steam jet ejector di bagian bawah dan kondensor
permukaan.
Efek : 3 pada GM 1 dan 2 pada GH 3
Prinsip : Sebagian air dari cairan induk diperoleh larutan yang
lebih pekat.

10.2.6 Unit Purifikasi


1. Decolorization Tank
Fungsi : Tempat terjadinya penjernihan dengan pemberian karbon
aktif untuk mengabsorbsi kotoran yang terdapat pada NL
Bahan : Baja-karbon
Jenis : Tangki pemanas dengan penutup atas dan bawah jenis
plate
Jumlah : 6 tangki
Kapasitas : 60 kL
2. Filtration Tank
Fungsi : Menyaring kabon aktif dan kotoran lain pada saat proses
dekolorisasi
Prinsip : Cairan monosodium glutamate dilewatkan filter press dan
cake karbon tersaring. Terdapat beberapa tahapan filtrasi
untuk mendapatkan cairan yang jernih, yaitu :
a. Niagara Filter
b. Diamond Filter
c. Catridge Filter
Bahan : Stainless steel 316 L
Jumlah : 5 buah
Kapasitas : 0.054 m3
3. Evaporator
Fungsi : Menguapkan sebagian air dari cairan induk sehingga
diperoleh larutan yang lebih pekat

55
Bahan : SUS 316 L
Jenis : Connical Bottom (Falling Film Evaporator) dengan
steam jet ejector di bagian bawah dan kondensor
permukaan.
Efek : 3 pada kristalisasi I dan 2 pada kristalisasi II
4. Cristallization Tank (Rensho)
Fungsi : Tempat pembentukan kristal MSG
Bahan : Stainless steel
Jenis : Tangki tertutup dengan penutup atas dan bagian bawah
berjenis dishes head dengan pompa vacuum dan ejector
di bagian bawah serta kondensor permukaan untuk
mendinginkan.
Jumlah : 2 buah
Kapasitas : 50 kL
Prinsip : Selanjutnya larutan pekat yang bersuhu ±65oC dimasukan
kedalam tangki kristalisasi dengan laju alir yang tinggi
melalui 2 pipa yang masuk kedalam tangki kristalisasi
dengan arah berlawanan sehingga terjadi putaran slurry di
dalam tangki kristalisasi. Konsentrasi slurry didalam
tangki kristalisasi adalah 45% kristal dan 55% liquor.
5. Separator
Fungsi : Memisahkan kristal MSG dan cairannya
Bahan : SUS 316 L
Jenis : Super Decanter Centrifuge (SDC)
Kec. putar : 1800 rpm
Kapasitas : 300-350 kg/siklus
Prinsip : Pemisahan ini menggunakan gaya sentrifugal yakni
adanya gaya karena massa yang diatur dengan kecepatan
sudut dan jari – jari tertentu, maka cairan yang lebih
berat berupa kristal asam glutamat akan keluar.
6. Ion Exvhanger Column

56
Fungsi : Menghilangkan warna dari kristal hasil kristalisasi 2ML
Bahan : SUS 361 L
Jenis : Kolom dengan unggun resin anion lemah
Jumlah : 3 buah
Kapasitas : 6,7 kL
7. Dryer
Fungsi : Untuk mengeringkan kristal MSG yang masih basah
setelah dari proses separasi
Jenis : Fluidized bed
Kapasitas : 1,3 kL
Bahan : SVS

8. Cooler
Fungsi : Mendinginkan kristal MSG yang telah dikeringkan
Kapasitas : 5 kL
Bahan : SVS
9. Blower
Fungsi : Untuk menyuplai udara dalam proses pengeringan kristal
MSG pada dryer dan cooler
Jenis : Turbo
Bahan : SVS
10. Sifter
Fungsi : Untuk memisahkan kristal MSG sesuai dengan
ukurannya. Proses pengayakan berlangsung dalam
beberapa tahap pemisahan dari kristal yang berukuran
lebih besar sampai ke kristal yang paling kecil.
Jenis : Vibrating sifter
Bahan : SVS
Ukuran : 18 mesh, 30 mesh, 60 mesh

4.2. Perawatan, Perbaikan dan Penyediaan Suku Cadang


4.2.1. Perawatan
Untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tak terduga dan untuk
memperpanjang umur alat maka perlu dilakukan perawatan mesin industri. Untuk
itu PT. Ajinomoto Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut :
4.2.1.1. Perawatan dan ispeksi harian antara lain
1. Pemeriksaan terhadap kondisi mesin (suhu, oli getaran, suara,
amperemeter, dll) yang dilakuakn setiap hari

57
2. Membersihkan motor setiap memulai proses dan setelah selesai proses
produksi

4.2.1.2. Perawatan dan inspeksi periodik


Tahap tahap yang dilakukan sama saja dengan perawatan harian, hanya
saja pada perawatan periodik dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus
4.2.1.3. Perawatan dan inspeksi shut down
Prinsipnya sama saja dengan perawatan periodic hanya saja waktu
pengerjaannya disesuaikan dengan waktu shut down.

4.2.2. Perbaikan (maintenance)


Perbaikan terhadap mesin-mesin dan peralatan yang menunjang proses
produksi bertujuan untuk memperlancar proses produksi, sehingga jumlah
produksi dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan baik. Perbaikan mesin serta
peralatan dilakukan dengan cara :
1. Memodifikasi mesin
2. Memperbaiki mesin yang mengalami kerusakan
3. Mengetahui lebih dini kerusakan mesin

4.2.3. Suku Cadang


Untuk mempermudah penanganan mesin jika terjadi kerusakan maka
disediakan suku cadang untuk mengganti bagian bagian alat yang rusak. Selain itu
setap waktu yang berkala sesuai dengan keperluan pabrik diperbaiki dengan
menghentikan proses produksi sementara waktu. Penyediaan suku cadang ini
dengan tujuan untuk mengefisienkan proses produksi. Tempat suku cadang ini
adalah di bagian spare part. Namun terkadang proses perbaikan yang rumit
dilakukan secara sistem pelimpahan kepada pihak lain.

58
BAB V
UTILITAS

Utilitas merupakan sarana yang penting dalam proses produksi dalam


pabrik. Tanpa adanya sarana tersebut proses produksi tidak akan berlangsung.
Maka hendaknya penyediaan utilitas harus bisa menjamin kelangsungan proses
produksi secara kontinyu. Penyediaan energi oleh seksi utilitas (P-5) di PT
Ajinomoto Indonesia meliputi penyediaan listrik, air, steam dan udara.

5.1. Listrik
Untuk mencukupi kebutuhan energinya, PT Ajinomoto Indonesia
menggunakan listrik dari PLN dengan daya sebesar 70.000 kVA. Daya sebesar itu
diturunkan tegangannya dengan transformator step-down sampai dengan 3.300
VA, 380 VA, 220 VA dan 110 VA sesuai dengan peralatan yang di gunakan. Untuk
tegangan 3300 VA digunakan untuk kebutuhan bagian utilitas sendiri, tegangan
380 VA digunakan pada peralatan air seperti air compressor, chiller dan pompa –
pompa besar. Tegangan yang lebih rendah lagi yaitu 220 V dan 100 V di gunakan
pada pompa-pompa kecil, lampu penerang, AC, heater dan instrumen-instrumen
control umum seperti penggunaan listrik dalam pabrik yaitu sebagai :
1. Cahaya atau sarana penerangan .
2. Proses perpindahan panas atau heat transfer process.
3. Penggerak (vibrator dan elektomotor).
Adapun presentase penggunaan listrik untuk masing-masing departemen
adalah sebagai berikut :

60
Table V.1 Persentase Penggunaan Listrik Tiap Departemen
No Departemen Persentase
1 Departemen produksi-1 7% -10%
2 Departemen produksi-2 15%- 20%
3 Departemen produksi-3 4 %- 5%
4 Departemen produksi-4 65 %
5 Departemen produksi-5 9%

Keuntungan dari digunakannya energi listrik sebagai sumber energi antara


lain:
1. Dapat dibangkitkan, dialihkan, didistribusikan dan dimanfaatkan secara
ekonomis.
2. Mudah di ubah menjadi bentuk energi yang lain.
3. Bebas asap, debu dan bau .
Selain penyediaan listrik dari PLN, PT Ajinomoto Indonesia juga memiliki
power plant / cogen yang dapat menghasilkan listrik sebesar 12 MW. Listrik yang
dihasilkan diparalel dengan listrik dari PLN untuk digunakan pada keperluan
proses. Prinsip kerja genset adalah dengan membakar gas untuk menggerakkan
turbin dengan kecepatan 14.000 rpm. Gas untuk bahan bakar diperoleh dari
Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan komposisi gas metana 89%, etana 3%,
propana 2%, nitrogen 2% dan gas lainnya.

5.2. Air
Kegunaan air dalam proses industri adalah sebagai air pendingin, air
proses dan pengisi boiler. Air pendingin digunakan pada crystallizer dan
pendingin fermentor. Untuk memenuhi kebutuhan airnya, PT Ajinomoto
Indonesia menggunakan air sungai dengan kapasitas 450 ton/jam dan
menggunakan sumur bor (air tanah) di 9 titik dengan kapasitas 5 ton/jam dengan
kedalaman ± 20 m. Air yang di gunakan untuk produksi terdiri atas berbagai jenis
berbagai kebutuhan, adapun yang digunakan selama proses produksi berlangsung
adalah:

61
Gambar V.1 Diagram alir penggunaan air

5.2.1. River water (RW)


Untuk memenuhi kebutuhan air, maka PT. Ajinomoto Indonesia mengelola
sumber air yang berasal dari Sungai Brantas yang di pompa dengan menggunakan
3 buah pompa dengan kapasitas 1000 m3/jam dengan tegangan tiap pompa 132
kVA. Kegunaan dari river water antara lain:
1. Air pendingin pada mesin proses yang hanya di gunakan sekali saja
kemudian di kembalikan ke sungai.
2. Air pengisi boiler untuk membuat steam (udara panas).
3. Air bahan baku untuk membuat pure water yang sebelumnya di jernihkan
dahulu dengan proses demineralisasi dan menggunakan bantuan bahan kimia
yaitu memakai PAC, curi floride dan hypocloride (NaOCl) 12%. Untuk
pemakaian PAC dan curi floride disesuaikan dengan jar test.
5.2.2. Industrial Water (IW)
Sumber yang di gunakan industrial water adalah air tanah yang
pengambilannya dilakukan dengan menggunakan pompa di 9 buah titik sumur
bor. Industrial water mempunyai nilai pH 7 dan digunakan sebagai alat pencuci
(washing) atau keperluan clearning, untuk kebutuhan air kantin, air untuk

62
keperluan toilet yang ada di seluruh pabrik, hydrant dan sebagai pembuatan Mix
Water (MW).

Gambar V.2 Skema pengambilan dan pengolahan untuk persiapan suplay air
industri

5.2.3. Pure Water (PW)


Bahan baku pembuatan pure water adalah river water yang telah melalui
proses demineralisasi. Jenis air ini di gunakan sebagai bahan baku pembuatan
steam sehingga harus bebas dari logam-logam yang berpotensi menimbulkan
kerak maupun erosi. Selain itu pure water juga di gunakan sebagai bahan baku
pembuatan mix water.

63
Gambar V.3 Skema alat penyiapan air murni keperluan proses

5.2.4. Mix water (MW)


Mix water merupakan air campuran antara industrial water dengan pure
water. Tujuan pencampuran ini untuk mendapatkan air dengan electric
conductivity antara 100-250 mikrosiemens. Perbandingan yang di gunakan dalam
pencampuran ini adalah 20% industrial water dan 80% pure water. Dimana di
ketahui bahwa pure water mempunyai electric conductivity 600 mikrosiemens
sedang industrial water mempunyai elektrik conductivity 10 mikrosiemens. Mix
Water digunakan sebagai air proses, air minum bagi karyawan, bahan baku
pembuatan cooling tower water (CTW) dan sebagai bahan baku pembuatan
chilled water (CW). Pada mix water ini kondisi air dijaga yaitu keadaan pH
biasanya mempunyai nilai antara 7 sampai 8 dan nilai kandungan klorin pada air
ini tidak boleh melebihi 0,3 ppm. Pada air ini juga dilakukan suatu analisa yang
dilakukan tiap bulan analisa kandungan bakteri E.Coli yang bisa merugikan jika di
konsumsi manusia dengan menambahkan NaOCl sebesar 0,2-0,5 ppm.
5.2.5. Cooling Tower Water (CTW)

64
PT Ajinomoto memiliki 3 buah CTW yang berfungsi untuk membuat air
pendingin yang digunakan untuk mendinginkan mesin utama yaitu compressor
dan condenser. Selain itu air ini juga digunakan dalam proses fermentasi yaitu
untuk menstabilkan suhu pada fermentor. Air pada CTW ini keadaannya dikontrol
meliputi nilai pH yang dijaga supaya netral dan keadaan electrical conductivity,
pada air ini punya nilai sebesar 700 mikrosiemens. Nilai ini merupakan nilai
maksimum, jika air melebihi nilai ini maka air pada CTW harus di blowdown
dengan ditambahkan mix water yang lebih banyak.
5.2.6. Chilled Water (CW)
Air ini berasal dari Mix Water. Air ini merupakan air yang didinginkan
dengan menggunakan chiller. Air ini umumnya digunakan sebagai air pendingin
dan air proses. Ada 2 macam jenis chilled water dengan suhu 15°C yang
digunakan oleh unit H-2 sedangkan chilled water dengan suhu 10°C digunakan
oleh unit H-4 dan H-5.
5.2.7. Water Compressor
Air ini merupakan air yang berfungsi untuk keperluan fermentasi. Pada air
ini tidak ada penambahan bahan kimia tetapi hanya menjaga keadaannya agar
tetap bersih, air ini memiliki tekanan sebesar 2,5 kg/m2.
5.2.8. Water Compressor Instrument
Air ini prinsipnya sama dengan air kompresor namun keadaannya lebih
kering lagi. Air ini berfungsi untuk menggunakan control valve yaitu untuk
menutup dan membuka valve.

5.3. Steam
Steam merupakan uap panas yang bertekanan. Kebutuhan steam dalam
proses dihasilkan oleh boiler yang berjumlah 3 buah dan setiap boiler
menghasilkan steam 20 ton/jam. Sehingga total steam yang dihasilkan adalah 60
ton/jam. Steam yang dihasilkan digunakan untuk sterilisasi peralatan dan medium
fermentasi. Selain itu steam juga digunakan sebagai media pemanas pada heat
exchanger.

65
Ada dua jenis steam yang di hasilkan yaitu middle steam (MS) dengan
tekanan 7,5 kg/cm2 dan low steam (LS) dengan tekanan 3,5 kg/cm 2. Steam pada
tekanan 7,5 kg/cm2 dengan suhu 170C digunakan untuk keperluan awal
permulaan proses fermentasi. Sedangkan steam pada tekanan 3,5 kg/cm 2 dengan
suhu 140C digunakan untuk proses fermentasi.
Air umpan yang di gunakan untuk menggunakan steam pada boiler
merupakan pure water (PW) dengan konduktivitas elektrik maksimum 10
mikrosiemens. Korosi dan kerak akan mengakibatkan menurunnya efisiensi dan
memperpendek usia mesin. Oleh karena itu sebelum digunakan sebagai air umpan
boiler pure water harus ditreatment dengan menambah anti kerak (diclean B-563)
dan O2 scavenger (diclean FL-821, sebagai pencegah korosi). Artinya pH dijaga
antara 10,8 sampai 12. Boiler yang digunakan berbahan bakar batu bara dan
natural gas yang disupplay dari perusahaan gas negara.
Untuk meningkatkan efisiensi, PT Ajinomoto mempunyai HRSG (Heat
Recovery Steam Generator) dengan kapasitas 60 ton/jam. HRSG merupakan gas
sisa hasil pembakaran turbin generator. PT Ajinomoto menggunakan 2 buah
genset yang bahan bakarnya supplay dari PLTG 5,5 MW dan PLTU 6,5 MW.

Pure water

Steam

Steam
Deaerator
Boiler

Steam heater

Economizer

Drain

Gambar V.4 Skema Pembuatan Steam

5.4. Udara

66
Udara yang dimaksud adalah udara steril untuk aerasi pada proses
fermentasi aerobik pembuatan asam glutamat. Udara steril diperoleh dari udara
yang disterilkan dengan menggunakan filtrasi dan pemanasan. Dengan dasar
pemilihan filter harus dapat memindahkan mikroba dalam tingkat efisien yang
tinggi, biaya yang murah dan pressure drop yang rendah. Setelah proses filtrasi
selesai, udara yang dihasilkan harus bebas dari pengotor padat. Treatment
berikutnya adalah pemanasan yang menggunakan steam. Sterilisasi ini bertujuan
untuk menghindari kontaminasi mikroba lain yang dapat mengganggu proses
produksi asam glutamat.
Terdapat dua macam udara bertekanan yang diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan pabrik yaitu :
1. Udara Proses
Merupakan udara tekan yang digunakan dalam proses produksi yang
mempunyai tekanan 2,5-2,6 kg/cm2. Total udara yang dihasilkan sebesar 970
Nm3/menit. Udara bertekanan ini di gunakan untuk aerasi pada proses fermentasi
dan pengolahan limbah, serta untuk pengiriman bahan-bahan pada proses
produksi.
Penyediaan udara dilakukan dengan menggunakan kompresor. Jenis
kompresor yang di gunakan adalah oil free air screw compressor dan oil-free air
turbin compressor, yang dimaksud oil free di sini adalah oli yang digunakan untuk
pelumasan tidak membasahi rotor berputar dalam kompresor secara langsung,
namun melumaskan poros dalam gear box, yang kemudian menggerakkan rotor.
Hal ini di maksudkan agar udara proses tidak terkontaminasi dengan oli.
2. Udara Instrumen
Yaitu udara tekan yang digunakan untuk menggunakan instrumen atau
alat-alat kontrol, misalnya untuk membuka dan menutup valve. Penyediaan udara
instrumen dibagi menjadi 3, yaitu udara bertekanan tinggi (6-7 kg/cm 2) yang
digunakan pada unit H-4 (Belt Press Filter), udara bertekanan sedang (5 kg/cm2)
untuk penggerak valve dan udara bertekanan rendah (2,5 kg/cm 2) yang digunakan
dalam pengolahan di Intake Water Treatment. Total udara yang dihasilkan yaitu
sebesar 40 Nm3/menit.

67
Untuk menghasilkan udara instrumen, udara yang masuk dari luar disaring
dengan menggunakan filter teflon kemudian udara dimampatkan di dalam
kompresor. Udara bertekanan yang dihasilkan lalu didinginkan kemudian di
keringkan dengan menggunakan air-dryer jenis ultrafilter agar tidak terdapat
kandungan air dalam udara. Karena kandungan air dalam udara dapat
menyebabkan kerusakan alat dan korosi.

68
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU

6.1. Pengendalian Mutu


PT Ajinomoto Indonesia melakukan pengawasan secara menyeluruh mulai
dari penerimaan bahan baku, proses produksi, produk antara sampai produk akhir.
Sehingga dengan adanya pengawasan dari awal hingga akhir maka standard mutu
yang diinginkan dapat tercapai. Fungsi adanya pengawasan selain untuk
penjaminan mutu juga untuk meningkatkan efisiensi proses produksi, menekan
biaya produksi seminimal mungkin dan mencapai standar mutu produk yang
diharapkan. Pengendalian mutu pada PT Ajinomoto Indonesia dilakukan oleh
seksi laboratorium pengawasan mutu dibawah departemen Quality Assurance &
Planning.
Pengendalian mutu perlu dilakukan karena mutu produk dalam suatu
industri mempunyai peranan yang besar, yaitu berpengaruh terhadap tingkat
konsumsi konsumen. Mekanisme pengendalian mutu di PT Ajinomoto Indonesia
dilakukan dengan dua metode, yaitu central inspection dan floor inspection.
Pengendalian produk awal, produk samping dan produk akhir dilakukan secara
central inspection oleh seksi laboratorium sedangkan pengendalian secara floor
inspection dilakukan oleh karyawan pada masing-masing bagian yang mempunyai
tugas untuk melaksanakan pengendalian mutu produk antara selama proses
berlangsung.
Spesifikasi merupakan panduan untuk menentukan penerimaan atau
penolakan terhadap material, produk dalam proses dan produk akhir. PT
Ajinomoto Indonesia menggunakan beberapa spesifikasi, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. AJIS ( Ajinomoto Japan Industry Standard)
2. SNI ( Standard Nasional Indonesia)
3. Spesifikasi material dari supplier
Spesifikasi diatas yang paling ketat diantara yang lainnya adalah AJIS
sehingga apabila seluruh aturan standard yang ada didalam AJIS terpenuhi maka
secara langsung aturan pada SNI dan yang lainnya juga sudah terpenuhi. Dengan
mengacu pada ketiga standard tersebut maka diharapkan produk yang dihasilkan

69
oleh PT. Ajinomoto Indonesia memiliki kualitas yang baik dan terjamin serta
kinerja pabrik tidak merusak lingkungan yang ada.
Pada departemen ini terdapat seksi analisis (QA) dan seksi quality control
(QC). Quality Assurance (QA) merupakan suatu sistem pemastian kesesuaian
antara produk dengan persyaratan yang ditetapkan melalui proses yang terkendali.
Sedangkan Quality Control (QC) merupakan teknik operasi dan aktivitas yang
mendukung dari mutu produk atau jasa dalam memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Analisa yang dilakukan meliputi empat macam analisa, yaitu analisa
fisik, kimia, mikrobiologi dan analisa secara laboratorium yang ditunjukkan pada
tabel berikut ini :

Tabel VI.1 Analisa yang dilakukan dalam pengendalian mutu

Analisis Jenis Analisis


Fisik pH, warna, berat jenis, kekeruhan (optic
density), volume, BE (Bio Ekivalen)
Kimia Kadar gula, kadar asam glutamat, nitrogen,
BOD (Biological Oxygen Demand), COD
(Chemical Oxygen Demand), NH3
Mikrobiologis TPC (Total Plate Count)
Skala Laboratorium Proses fermentasi, isolasi, purifikasi
(Sumber : PT Ajinomoto Indonesia, 2000)

Alat pengujian mutu secara kimia, fisik dan mikrobiologi dan variabel
yang diuji ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel VI.2 Alat Pengujian mutu secara kimia, fisik dan mikrobiologi
Variabel yang diuji Alat/metode pengujian
Ph pH meter
Warna Spektrofotometer
Kadar air Metode thermogravimetri
Kadar MSG Polarimetri
Kadar Fe Spektrofotometer
Kadar AS sebagi AS2O3 Kertas HgBr2
Total Nitrogen Metode Kjeldahl

70
Kemurnian MSG Metode non Aqua Titration
Rotasi spesifik Polarimeter
Pengujian mikrobiologis Metode medium agar
(Sumber : Laboratorium QA&P PT Ajinomoto Indonesia, 2004)

Pengendalian mutu dilakukan pada bahan baku dan bahan penolong,


produk antara sampai pada produk akhir. Bahan baku dan bahan penolong
dipergunakan apabila setelah dilakukan inspeksi sehingga bahan yang digunakan
dapat benar benar sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Ketika proses
produksi berjalan juga dilakukan pengendalian agar dapat mengetahui dan
mencegah adanya penyimpangan mutu yang mungkin terjadi. Pada produk akhir
juga dilakukan inspeksi agar dapat mengetahui kualitas produk yang dihasilkan
sehingga dapat mempertahankan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk
yang dihasilkan.

10.3 Pengendalian Mutu Bahan Baku Utama


Bahan baku merupakan faktor terbesar yang menentukan proses dan hasil
akhir yang diproduksi. Bahan baku yang digunakan oleh PT Ajinomoto Indonesia
adalah tetes tebu (cane mollases).
Tetes tebu mengandung gula yang tinggi sehingga mikroorganisme tidak
dapat tumbuh. Karena tetes tebu tidak dapat secara kontinyu didapatkan karena
pabrik gula memproduksi gula hanya pada musim tertentu maka tetes tebu yang
didapatkan dari berbagai pabrik akan ditampung dalam tangki penyimpanan. Tetes
tebu tidak bisa langsung digunakan karena untuk mengatur debit yang dibutuhkan
pada setiap kali proses berjalan. Pada saat proses penyimpanan ini, tetes tebu tidak
diberikan perlakuan apapun karena dianggap mikroba akan sulit tumbuh. Mikroba
akan sulit tumbuh didalam tetes tebu yang memiliki kadar gula tinggi karena air
gula dengan konsentrasi tinggi akan mampu menyerap cairan internal
mikroorganisme sehingga menyebabkan sel mengerut dan akhirnya
mikroorganisme akan mati. Prinsip ini menjelaskan tentang proses pengawetan
makanan yang menggunakan gula dan garam untuk membunuh dan mencegah
pertumbuhan bakteri.

71
Dengan demikian, pada tangki penyimpanan ini cukup dijaga agar tidak
ada air yang masuk agar tidak terjadi penurunan konsentrasi gula. Karena apabila
terjadi penurunan konsentrasi gula maka dapat menyebabkan mikroorganisme
dapat hidup dan menyebabkan kerusakan pada tetes. Tetes tebu pada awal proses
akan melalui proses pretreatment yang berupa proses dekalsifikasi. Pada tahap ini
akan dilakukan pengujian kandungan Ca2+ dan K untuk mengetahui
kandungannya didalam tetes sehingga dapat diketahui jumlah asam sulfat yang
dibutuhkan untuk proses dekalsifikasi. Pengujian total padatan dilakukan untuk
menghitung atau memprediksi jumlah MSG yang akan dihasilkan. Pengujian
kadar abu digunakan untuk mengetahui jumlah total nitrogen yang terkandung
pada tetes tebu. Sedangkan pengujian warna digunakan untuk menentukan
konsentrasi H2SO4 yang akan diberikan pada proses dekolorisasi.

10.4 Pengendalian Mutu Bahan Baku Penolong


Bahan baku penolong pada proses produksi MSG juga memegang peranan
penting terhadap kualitas produk yang dihasilkan sehingga diperlukan juga
pengujian agar dapat sesuai dengan standard. Bahan penolong yang digunakan
oleh PT. Ajinomoto Indonesia tidak semua dilakukan pengujian karena beberapa
telah disertai Certificate of Analysis (CoA) seperti vitamin, mineral dan antifoam.
Namun bahan bahan tersebut tetap akan mengalami pengawasan mutu secara
visual. Sedangkan bahan penolong lainnya seperti H 2SO4, NH3, H3PO4, karbon
aktif dan NaOH akan mengalami pengujian untuk mengetahui berat jenis dan
kemurniannya.
Untuk karbon aktif akan dilakukan pengujian kandungan Fe didalamnya.
Uji kadar Fe pada karbon aktif menggunakan metode spektrofotometri.
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif
maupun kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya.
Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer.
Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah,
sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan
adalah elektron valensi. Larutan yang akan diuji terlebih dahulu dibuat larutan

72
standarnya, setelah itu dilakukan pengujian panjang gelombangnya menggunakan
spektrofotometer. Dengan diketahui nilai panjang gelombangnya, maka dapat
dibuat suatu kurva standar larutan yang diuji sehingga dapat diketahui kemurnian
dan kadar Fe-nya. Karena hampir sebagian besar keseluruhan bahan tambahan
berupa cair/fluida maka akan terdapat pengujian berat jenis bahan dengan
menggunakan hydrometer. Cara pengukurannya adalah dengan memasukkan
hydrometer kedalam fluida, panjang tanki yang tenggelam dapat dibaca sehingga
berat jenis fluida dapat dihitung dengan membagi berat hydrometer dengan luas
penampang tangki dikali panjang tangkai yang tenggelam ditambah volume
tabung.

10.5 Pengendalian Mutu Proses Produksi


Pengendalian proses produksi perlu untuk dilakukan terutama pada titik-
titik kritis dari setiap tahapan proses produksi. Mulai dari proses dekalsifikasi
sampai pengeringan, semua dilakukan pengendalian mutu. Proses ini dilakukan
secara otomatis oleh operator yang bertugas memantau jalannya proses.
Pemeriksaan atau inspeksi dilakukan setiap tahapan proses yang meliputi :

Tabel VI.3 Standar Mutu Pengendalian Proses

Proses Pengendalian Titik Kritis

Dekalsifikasi pH, suhu

Sterilisasi Suhu, waktu

Total gula, kadar asam glutamat, OD,


Fermentasi
suhu, anti buih, pH, benih bakteri

Benih kristal, pH, suhu, waktu tunggu,


Acidifikasi total nitrogen, amoniak, glutamat
bebas, kalium, dan warna

73
pH, total N, SG, amoniak, glutamat
Netralisasi
bebas, total gula, kalsium dan warna

Dekolorisasi Warna dan pH

Kristalisasi I Suhu, kristal MSG

Pengeringan Kecepatan aliran udara, waktu suhu

Pengayakan Ukuran butiran kristal


(Sumber : Laboratorium QA&P PT Ajinomoto Indonesia, 2004)

10.6 Pengendalian Mutu Produk


6.5.1. Pengendalian Mutu Produk Antara
Pengawasan produk antara ini bertujuan untuk menentukan apakah produk
pada suatu tahapan telah memenuhi standar untuk masuk ke tahap berikutnya.
Pengawasan mutu produk antara dihasilkan pada tahapan fermentasi sampai
tahapan pengeringan MSG dengan parameter sebagai berikut :

Tabel VI.4 Standar Mutu Produk Antara

Produk Antara Pengendalian

Hasil sterilisasi Jumlah mikroorganisme, total gula

Cairan fermentasi Kadar asam glutamat


Kemurnian asam glutamat, kadar
Hasil Acidifikasi
air
Produk Antara Pengendalian

74
Hasil separasi I : Kandungan asam glutamat
Cairan induk Kemurnian asam glutamat, kadar
Kristal asam glutamat air, jumlah mikroorganisme

Kadar MSG, pH, warna, jumlah


Hasil netralisasi
mikroorganisme

Hasil dekolorisasi Warna, jumlah mikrooganisme

Hasil pengeringan Kadar air


(Sumber : Laboratorium QC PT Ajinomoto Indonesia, 2004)

10.6.1 Pengendalian Mutu Produk Akhir


Pengawasan mutu produk akhir ini merupakan hal terpenting karena
produk tersebutlah yang akan diterima konsumen. Maka dari itu, PT. Ajinomoto
Indonesia menetapkan standar produk akhir yaitu Ajinomoto Japan Industry
Standard (AJIS). Berikut adalah tabel standar yang digunakan berdasarkan pada
AJIS :

Tabel VI.5 Standar Mutu Produk Akhir PT Ajinomoto Indonesia


Parameter AJIS SNI
Kemurnian >99% >99%
Warna >0,02
pH 6,8-7,2 6,8-7,2
Ukuran partikel LC, RC, FC
Volume spesifik LC, RC, FC
Parameter AJIS SNI
Rotasi spesifik 24,8-25,3 24,5-25,3
Kadar air <0,3% <0,5%
Ci sebagai NaCl <0,005% <0,2%
Benda asing Tidak ada

75
Bau asing Tidak ada
Besi atau Fe <5 ppm
Arsen atau Ar <2 ppm <2 ppm
Tembaga atau Pb <1 ppm
TPC <5 ppm
Khamir dan Jamur <50 ppm
Bakteri tahan panas <50 ppm
Bakteri anaerob <50 ppm
Bakteri E.Coli Tidak ada 0,5%
Total Nitrogen 7-7,5%
(Sumber : Laboratorium QC PT Ajinomoto Indonesia, 2004)

6.5. Pengendalian Mutu MSG secara Biologis


Sebelum MSG dipasarkan ke konsumen dilakukan uji mikrobiologis yang
meliputi uji bakteri secara umum (general bactery), uji bakteri anaerob dan uji
bakteri Eschericia Coli.
Secara umum uji bakteri ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
bakteri yang bersifat merugikan ataupun dapat menurunkan mutu produk setelah
dipasarkan. Standar bakteri secara umum adalah tidak melebihi dari 500 koloni
per desiliter. Dari hasil uji yang telah dilakukan umumnya tidak ditemukan adanya
koloni bakteri. Bila ternyata ditemukan bakteri melebihi standar, maka nomor
sample diinformasikan untuk mengolah kembali paket yang sesuai dengan nomor
sample tersebut.
Pada produk akhir MSG dilakukan uji bakteri anaerob yang bertujuan
untuk melindungi konsumen dari bakteri patogen seperti : Clostridium botulinum
yang menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan kematian. Kekhawatiran ini
timbul karena dalam pemasarannya MSG berada dalam kemasan yang tertutup
dan terisolasi dari udara luar sehingga memungkinkan bakteri bakteri anaerob
untuk hidup dan berkembang.
Selain untuk melindungi keselamatan konsumen, pengujian bakteri
anaerob juga dimaksudkan untuk melindungi MSG itu sendiri dari perombakan
oleh bakteri secara anaerob yang berakibat menurunkan mutu, antara lain
menurunkan rasa sedap, menimbulkan bau tidak sedap dan warna yang tidak
jernih lagi. Untuk itu maka standar bakteri anaerob yang diminta yaitu nol atau
tidak terdapat bakteri anaerob di dalam sample. Bila ada di dalam pengujian
dengan medium thioglycolate yang ternyata dalam tabung durham terdapat

76
gelembung udara maka nomor sample diinformasikan untuk diolah kembali sesuai
dengan nomor sample yang diambil, sehingga produk MSG bebas kontaminasi
dari bakteri anaerob.
Pengujian MSG dari bakteri Eschericia Coli juga bertujuan untuk
melindungi konsumen dari racun yang dihasilkan oleh bakteri, yang dapat
menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan. Bila pada media uji penetapan
ternyata terdapat gelembung udara pada tabung durham maka sampel tersebut
diinformasikan untuk mengolah kembali produk yang diambil sampelnya tersebut.
Selain ketiga uji mikrobiologis tersebut sebenarnya masih ada uji jamur
yang menggunakan medium PDA (Potato Dextro Agar). Akan tetapi uji ini jarang
dilakukan.

6.6. Sistem Manajemen Mutu


Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System-QMS) merupakan
sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek praktek standar untuk
manajemen yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk
(barang atau jasa) terhadap kebutuhan persyaratan tertentu yang ditentukan oleh
pelanggan dan organisasi. Untuk tetap menjaga kualitas produk yang dihasilkan
oleh PT Ajinomoto Indonesia, audit kualitas produk dilakukan. Sistem manajemen
mutu yang digunakan di PT Ajinomoto Indonesia antara lain adalah sebagai
berikut:
 ISO 9001 Sistem manajemen untuk kualitas produk
 ISO 14001 Sistem manajemen untuk pengendalian lingkungan
 ISO 18001 Sistem manajemen untuk keselamatan dan kesehatan kerja
 ISO 22000 Sistem manajemen untuk keamanan pangan (HACCP)
 SJH Sistem manajemen untuk jaminan halal
Semua manajemen di atas (ISO 9001, ISO 14001, OHSAS, HACCP) akan
diaudit setiap 6 bulan sekali oleh SGS (Badan Sertifikasi Nasional) untuk
memeriksa ketepatan antara aplikasi dan standarnya. Untuk Sistem Jaminan Halal
diaudit oleh LPPOM-MUI. Sistem manajemen yang lainnya akan diaudit oleh
badan-badan seperti berikut:

77
 Halal, diaudit oleh BPOM, LPPOM-MUI dan Departemen Agama.
 ASQUA (Ajinomoto version of quality management system) dan IPC (In
Process Control) diaudit oleh kantor pusat Tokyo.
 BDKT (Barang Dalam Keadaan Terbungkus) diaudit oleh pemerintah.
 Fixed Asset diaudit oleh FA Department.

78
BAB VII
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

7.1. Macam-Macam Alat Pelindung Diri


1. Safety Helmet
Alat ini digunakan untuk melindungi kepala dari benturan. Kemungkinan
tertimpa benda benda jatuh dan melindungi kepala dari bahan kimia
berbahaya. Alat ini harus dikenakan selama di daerah instalasi pabrik.
2. Face Shield
Alat ini berguna untuk melindungi muka, dari dahi hingga leher terhadap
bahan kimia, radiasi sinar UV dan radiasi panas. Alat ini digunakan hanya
pada tempat-tempat tertentu yang terdapat bahan kimia berupa asam dan
alkai atau pada saat melakukan pengelasan.
3. Eye Goggle
Merupakan alat untuk melindungi mata dari benda-benda melayang
(debu), percikan bahan kimia berbahaya dan juga cahaa yang
menyilaukan. Alat ini digunakan pada saat menggerinda, mengelas,
memahat, mengebor, membubut, menggunakan bahan kimia berbahaya
seperti asam atau alkali.
4. Ear Plug
Berfungsi untuk melindungi telinga dari kebisingan. Alat ini digunakan
pada tempat tertentu yang mempunyai tingkat kebisingan yang tinggi. Alat
ini mempunyai 2 jenis berdasarkan tingkat kebisingannya. Untuk
kebisingan < 95 dB digunakan ear plug sedangkan untuk tingkat
kebisingan > 95 dB digunakan ear muft. Jika alat ini tidak digunakan pada
saat itu akan menurunkan daya pendengaran bahkan dapat menyebabkan
ketulian. Tempat-tempat dengan tingkat kebisingan tinggi antara lain,
bengkel, instalasi pemompaan air dan unit fermentasi.
5. Masker
Alat ini berfungsi untuk melindungi hidung dan mulut dari berbagai
gangguan yang membahayakan, seperti tempat-tempat berdebu, asap , gas
kimia berbahaya seperti NH3, HCl dan tempat penyiapan karbon aktif.
Pemakaian alat pelindung pernafasan ditentukan oleh jenis bahaya

79
pengotoran udara, penahan debu dan saringan cartridge. Penahan debu
memberi perlindungan pernafasan dari debu, debu metalik yang kasar atau
partikel lainnya yang bercampur dengan udara. Sedangkan saringan
cartridge digunakan bila jalannya pernafasan mendapat pengotoran dari
embun cairan berracun yang berukuran 0,5 mikron. Saringan cartridge
diberi tanda oleh pabrik guna menerangkan kegunaannya. Bila terasa
pernafasan sangat sesak segera saringan diganti.
6. Penutup Rambut
Digunakan pada bagian pengemasan produk akhir untuk mencegah dari
rontokan rambut yang jatuh pada prduk yang akan dikemas.
7. Gloves
Alat ini merupakan alat pelindung tangan (sarung tangan) yang terbuat
dari bermacam-macam bahan disesuaikan kebutuhan. PT Ajinomoto
menyediakan secara cuma-cuma dengan berbagai jenis berdasarkan
fungsinya, antara lain :
a. Sarung tangan kain
Digunakan untuk memperkuat pegangan. Biasanya digunakan bila
memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan
logam lainnya.
b. Sarung tangan asbes
Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan
terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila
setiap memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas
dan pekerjaan menempa (pande besi).
c. Sarung tangan kulit
Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari
ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai
pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tersebut dan
digunakan untuk bekerja dengan benda kasar atau tajam.
d. Sarung tangan karet
Terutama pada pekerjaan pelapisan logam seperti pernikel, perkhrom
dan digunakan pada pekerjaan yang berpapasan dengan bahan kimia

80
berbahaya, korosif dan iritatif. Sarung tangan karet digunakan pula
untuk melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan udara pada
saat membersihkan bagian-bagian mesin dengan menggunakan
kompresor.
8. Safety Shoes
Untuk menghindarkan kerusakan kaki dari tusukan benda tajam, tertimpa
benda yang berat, terbakar oleh zat kimia, maka sebagai pelindung
digunakan sepatu. Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang disesuaikan
dengan jenis pekerjaan.
9. Apron
Dengan menggunakan pakaian pelindung yang dibuat dari kulit, maka
pakaian biasa akan terhindar dari percikan api terutama pada waktu
mengelas dan menempa. Lengan baju tidak diperkenankan digulung, sebab
lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api.
10. Sandal Karet
Digunakan pada saat bekerja di ruangan untuk menghindari masuknya
debu atau kotoran yang terbawa kaki pekerja saat masuk ke dalam kantor.

7.2. Butir-butir Program K-3


Pekerja dalam suatu industri merupakan sumber daya manusia yang perlu
diperhatikan. Kesehatan dan keselamatan kerja erat hubungannya dengan
suksesnya pelaksanaan suatu pekerjaan. Dalam bekerja, pekerja memerlukan
kondisi yang sehat dan terlindungi dari bahaya akibat kerja.
Demi suksesnya usaha Keselamatan dan kesehatan kerja, PT Ajinomoto
Indonesia membentuk program sebagai berikut :
a. Melaksanakan prosedur kerja dengan selamat.
b. Memberi contoh bertingkah laku selamat.
c. Manajemen memberi contoh bertingkah laku yang sesuai dengan
persyaratan keselamatan.
d. Latihan bagi karyawan baru dipindahkan dalam bidang prosedur bekerja
selamat.
e. Menjadikan keselamatan sebagai bagian dari setiap orientasi karyawan.
f. Manajemen tingkat atas memberi contoh tingkah laku selamat sesuai
peraturan keselamatan kerja.

81
g. Manajemen tingkat atas menunjuk Panitia Pembina Keselamaan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) untuk mengkoordinir keselamatan kerja.
h. Palang hijau
Setiap hari harus menempelkan lempengan berwarna hijau bila terdapat
kecelakaan kerja sampai tebentuk palang hijau dalam waktu satu bulan dan
bila terjadi kecelakaan lagi maka lempengan merah harus ditempelkan di
tempat tersebut. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mengevaluasi
kerja para karyawan.
i. Program S-5 dari Jepang :
 Seiton yang berarti bersih.
 Seiri yang berarti sehat.
 Seiso yang berarti rapi.
 Seikatsu yang berarti indah.
 Simsuke yang berarti bertanggung jawab.
Keselamatan dan kesehatan kerja di PT Ajinomoto Indonesia sangat
penting karena kehadiran manusia sangat diperlukan untuk mengawasi jalannya
mesin dalam proses produksi dan menganalisis pengaruh keadaan tertentu
terhadap produk yang akan dihasilkan dalam industri ini. Untuk menjaga
keselamatan dalam bekerja, PT Ajinomoto Indonesia menerapkan prinsip yang
biasa disebut zero accident. Tulisan tersebut ditulis di papan besar dan diletakkan
di tempat yang sering dilewati oleh para pekerja dan di setiap unit pada proses
produksi, hal ini bertujuan untuk mengingatkan setiap pekerja supaya selalu
berhati-hati dalam bekerja dan juga selalu menggunakan alat pengaman dalam
bekerja. Selain itu juga diterapkan supaya selalu memakai helm dalam area
pabrik, helm ini wajib dipakai oleh pekerja sendiri ataupun tamu yang
mengunjungi area produksi.
Untuk menjaga keselamatan kerja, PT Ajinoomoto Indonesia
melaksanakan program K-3 yang mempunyai sasaran umum dan sasaran khusus
diantaranya adalah :
Sasaran Umum K-3 yaitu :
1. Perlindungan terhadap setiap orang yang berada di dalam tempat kerja agar
selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
2. Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada di tempat kerja agar selalu
terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat tercapai peningkatan

82
produksi dan produktifitas kerja yang aman tanpa terjadi suatu kecelakaan saat
proses produksi berlangsung dalam pabrik.
3. Perlindungan setiap bahan dan peralatan produksi agar dapat diganti dan
senantiasa digunakan secara aman dan efisien.
Sasaran Khusus K-3 yaitu :
1. Mencegah atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyalit
akibat kerja.
2. Mengamankan mesin, instalasi peralatan dan bahan baku.
3. Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, sehat dan bersih.
Guna menjamin program K-3 ini supaya dapat berjalan sesuai dengan
harapan, PT Ajinomoto Indonesia membentuk panitia khusus yang bertugas untuk
mengawasi program K-3 yang dinamakan P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja). Selain itu juga dengan menyediakan alat pelindung diri.

83
BAB VIII
PENGOLAHAN LIMBAH

Setiap aktivitas produksi yang dilakukan oleh suatu industri tidak terlepas
dari limbah, tidak terkecuali industri pembuatan MSG di PT Ajinomoto Indonesia.
Limbah yang dihasilkan tersebut dapat diolah dan bahkan dapat dimanfaatkan
kembali. Hal ini dibuktikan oleh PT Ajinomoto Indonesia yang menerapkan zero
emission pollute dimana setiap limbah yang dihasilkan akan diproses kembali
sehingga dapat menjadi produk yang lebih memiliki nilai guna dan nilai jual serta
tidak mencemari lingkungan. Usaha pengolahan limbah cair telah
diimplementasikan oleh PT Ajinomoto Indonesia dengan adanya departemen
Waste Water Treatment (WWT). Kebijakan lingkungan PT Ajinomoto Indonesia
adalah bertekad menjadi perusahaan yang ramah lingkungan dalam memproduksi
MSG. Pengelolaan buangan yang dilakukan mengacu pada peraturan lingkungan
hidup meliputi:
1. Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang lingkungan hidup
2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1994 tentang mutu limbah cair
3. Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2000 tentang pengendalian pencemaran
air di Jawa Timur
4. Keputusan Gubernur Jawa Timur No.45 Tahun 2002 mengenai baku
mutu limbah cair.
Dalam proses produksi dan kegiatan sehari hari PT. Ajinomoto Indonesia
menghasilkan 2 jenis limbah yaitu limbah padat dan cair. Berikut akan dibahas
pembagian jenis dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan.

10.7 Limbah Padat dan Pengolahannya


8.1.1. Limbah Proses Pembuatan MSG
1. Gypsum
Pada proses pembuatan MSG dihasilkan limbah padat hasil dari unit
Pretreatment Cane Mollasses. Proses pada tahap ini biasa disebut
dekalsifikasi.Tetes tebu sebagai bahan baku utama yang didapatkan dari pabrik
gula akan mengandung kalsium. Kalsium harus dihilangkan karena akan
mengganggu dalam proses produksi. Kalsium yang bereaksi akan membuat

84
struktur kristal MSG yang rapuh dan menimbulkan kerak pada peralatan. Proses
penghilangan ini dilakukan dengan menambahkan H2SO4 pada tetes tebu untuk
mengikat ion Ca2+. Reaksi yang terjadi diantara kedua senyawa tersebut adalah
sebagai berikut :
CaCO3+H2SO4 CaSO4 + H2O + CO2
Kalsium yang bereaksi dengan sulfatgypsum
membentuk CaSO4 akan mengendap
dan endapan tersebut disebut gypsum. Gypsum yang dihasilkan dari proses ini
(dalam keadaan kering, Ca 98%) akan dikirim ke PT. Semen Gresik dan juga
digunakan untuk pembuatan bata ringan.
2. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan bahan yang digunakan dalam proses dekolorisasi
untuk menyerap warna. Setelah proses dekolorisasi, aktif karbon tersebut akan
berubah menjadi limbah (non active carbon). Limbah karbon aktif merupakan
limbah B3 sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi. Oleh karena itu limbah karbon
aktif diserahkan kepada perusahaan pengelola limbah B3.

8.1.2. Limbah Sisa Kantin


Limbah kantin PT. Ajinomoto Indonesia adalah sisa-sisa makanan seluruh
pekerja ajinomoto ketika setelah makan bersama pada saat jam istirahat. Proses
pengolahan limbah tersebut adalah dengan mencampur limbah tersebut dengan
limbah dari Masako, Sajiku, dan Mayumi yang kemudian dikeringkan terlebih
dahulu sebelum dihancurkan dan dibentuk menjadi granule. Produk akhir dari
proses ini adalah TRITAN. TRITAN mengandung protein yang cukup tinggi yaitu
sekitar 14% dan baik sebagai pakan ternak.
Selain TRITAN, terdapat produk AJITEIN yang merupakan protein sel
tunggal dengan kandungan protein dan asam amino yang tinggi (kandungan
protein > 55%). AJITEIN dapat digunakan sebagai bahan pengganti tepung ikan.
Salah satu keunggulan AJITEIN dibandingkan dengan bahan pakan sumber
protein lain adalah AJITEIN mengandung betaglukan yang mampu meningkatkan
efek immunostimulasi yang berguna untuk meningkatkan kekebalan atau daya
tahan tubuh.
Selain kedua produk tersebut, terdapat FML (Fermented Mother Liquor)
yang merupakan hasil samping dari proses produksi MSG PT Ajinomoto
Indonesia yang berbentuk cairan. FML merupakan suatu bahan yang mengandung

85
protein dan senyawa asam asam amino bebas yang cukup tinggi (kandungan
protein > 20%, pH 3 - 4,5 dan SG 1,15 – 1,25). Dengan kandungan protein yang
cukup tinggi dan berasal dari bahan utama cane mollases yang difermentasi,
dalam industri pakan ternak FML dapat digunakan sebagai sumber protein
alternatif. FML ini juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan AJITEIN dan
AJIFOL.

8.1.3. Limbah Organik (Dedaunan)


Produk PT. Ajinomoto yang merupakan daur ulang dari limbah organik
(dedaunan) adalah AJIFOL. AJIFOL adalah pupuk cair yang disemprotkan
melalui daun yang mengandung hara N2, P, K dan hara makro lainnya dengan
beberapa hara mikro serta tambahan asam amino. Pupuk AJIFOL ini telah
digunakan berbagai negara sejak tahun 1968, yaitu di Brazil, Peru, Bolivia,
Amerika Serikat, Thailand, Vietnam, dan Cina. Dan untuk saat ini, pupuk AJIFOL
telah hadir di Indonesia. Pupuk AJIFOL sangat cocok untuk semua tanaman
dengan segala cuaca. Kegunaan Pupuk AJIFOL adalah :
1. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta
meningkatkan produksi dan kualitas hasil panen.
2. Menyediakan unsur hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman.
3. Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit,
karena AJIFOL mengandung asam amino berkualitas tinggi.
Pembuatan pupuk AJIFOL menggunakan prinsip kerja pengomposan.
Pengomposan terjadi dimana bahan organik (dedaunan) mengalami proses
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi.
Cara membuat produk kompos adalah mengatur dan mengotrol prosses
penguraian alami dan bahan organik agar terbentuk kompos secara cepat. Proses
pengomposan meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air
yang cukup, mengatur aerasi dan menambah aktivatir pengomposan. Daun yang
digunakan sebagai bahan utama didiamkan selama beberapa waktu hingga
kompos matang. Waktu yang dibutuhkan untuk mendiamkan dedaunan ini adalah
sekitar 2–6 minggu. Ciri ciri kompos yang sudah matang adalah bentuknya sudah

86
menjadi lunak, warnanya coklat kehitaman, tidak berbau menyengat, dan mudah
duhancurkan.

8.1.4. Limbah Anorganik


Limbah anorganik dari PT Ajinomoto Indonesia adalah berupa
kertas/kardus, aluminium voil, lemak, plastik, kaleng (logam / besi) dan materi
lain yang jumlahnya sedikit. Pemanfaatan limbah dari barang berbahan plastik
akan didaur ulang menjadi bunga plastik sedangkan untuk kertas/kardus dan
kaleng dijual ditempat penampungan barang bekas. Lemak juga di daur ulang
menjadi pelumas. Begitu pun dengan aluminium voil yang di daur ulang menjadi
aluminium batangan. Untuk materi lain yang jumlahnya sedikit dibakar dalam
incinerator dan menghasilkan abu yang dijadikan sebagai bahan tambahan untuk
pupuk kompos.

8.2. Limbah Cair dan Pengolahannya


PT Ajinomoto Indonesia di Mojokerto menghasilkan 3 jenis limbah cair
yaitu limbah cair proses produksi, limbah cair hasil pencucian dan limbah dari
Dept FI-3. Per harinya PT Ajinomoto menghasilkan limbah cair sebesar 3,3 ton.
Karena PT Ajinomoto Indonesia sangat peduli terhadap lingkungan, maka limbah
cair yang dihasilkan tidak begitu saja dibuang melainkan diproses terlebih dahulu.
Syarat utama limbah cair yang dikembalikan kealam harus memiliki pH 6-8, BOD
< 80 ppm, COD < 150 ppm, TSS <60 ppm dan NH 3<5 ppm (SK Gubernur Jawa
Timur No. 136/1994).
Limbah cair yang sudah diproses akan dibuang ke Sungai Brantas maka
dari itu air yang dibuang harus memenuhi standar yang ada karena Sungai Brantas
merupakan pemenuh kebutuhan hidup masyarakat sekitar. Total limbah yang
dihasilkan oleh PT Ajinomoto Indonesia adalah 950 m3/hari. Pengolahan limbah
cair ditangani oleh seksi WWT dengan mendirikan instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) yang memiliki luas 2,530 m2 yang dibagi menjadi 3 unit. WWT-1
untuk menampung limbah cair hasil produksi, WWT-2 untuk menampung limbah
cair hasil pencucian sedangkan WWT-3 untuk menampung limbah cair dari Dept
FI-3. Rata rata influent dari limbah cair yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

87
Tabel VII.1 Rata rata Influent Limbah Cair
Parameter Kadar
Ph 7,8
BOD 2,170 ppm
COD 4.720 ppm
TSS 703 ppm
NH3 111,42 ppm
(Sumber : QC PT Ajinomoto Indonesia)

Penjelasan tentang limbah cair yang dihasilkan oleh PT Ajinomoto


Indonesia akan dipaparkan dibawah ini :
8.2.1. Limbah Cair Proses Produksi
1. Amina
Cairan dari hasil pemisahan pada proses isolasi diolah menjadi pupuk cair
yang kaya akan kandungan nitrogen. Pada proses second crystalization pada unit
isolasi, campuran Kristal asam glutamat dan cairan induknya dipisahkan. Cairan
induk ini kemudian di tampung di unit Amina. Cairan induk ini masih
mengandung mikroba yang telah mati dan sisa komponen media fermentasi antara
lain glukosa, mineral dan vitamin. Kandungan zat zat pada cairan induk tersebut
memiliki nilai ekonomis bila dimanfaatkan lagi karena terdapat kandungan
nitrogen yang cukup tinggi (TN minimal 4% dan pH 4-8).
Proses yang terjadi di unit amina adalah proses netralisasi dengan
penambahan NH3. Pupuk ini sebagian besar digunakan oleh petani tebu sehingga
terbentuk biocycle.
2. Limbah Cair Hasil Pencucian
Limbah dari hasil pencucian adalah limbah cair yang dihasilkan dari
proses pencucian peralatan produksi dengan air untuk menghilangkan kotoran
kotoran yang melekat pada alat. Limbah jenis ini mengandung BOD tinggi.
Limbah yang dihasilkan dari hasil pencucian tidak seragam karena proses
pencucian alat dilakukan disaat yang berbeda beda dan kebutuhan air yang
berbeda. Seperti halnya pencucian untuk fermentor dilakukan setiap kali proses
fermentasi selesai karena proses menggunakan sistem batch. Dilain sisi alat alat
proses yang lainnya bekerja secara kontinyu.
3. Limbah Cair dari Dept FI-3

88
Limbah dari Dept FI-3 merupakan limbah cair utilitas setelah digunakan
dalam proses produksi. Dalam hal ini meliputi cooling water dan steam. Untuk
steam akan dikondensasikan terlebih dahulu dengan menggunakan kondensator
dan suhu keduanya akan diatur secara optimum sebelum dimasukkan ke dalam
proses selanjutnya.

10.7.1.1Penanganan Limbah Cair


Penanganan limbah cair perusahaan ini dilakukan dengan 2 cara yaitu
secara biologis dan kimiawi. Dalam pengolahannya, masing-masing proses akan
dianalisis kadar BOD, COD, TSS, TN (Total Nitrogen, NH 3) dan pHnya. Untuk
lebih detailnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Penanganan Limbah Cair secara Biologis
Pengolahan air limbah secara biologis adalah suatu sistem pengolahan
yang diarahkan untuk menurunkan kandungan organik yang terkandung dalam air
limbah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan
substrat tersebut. Mikroorganisme yang berperan adalah bakteri. Bakteri adalah
jasad renik satu sel yang menggunakan makanan terlarut dan dapat bereproduksi
tanpa sinar matahari. Bakteri sebagai pencerna yang memegang peranan penting
dalam pembusukan unsur organik di alam dan menstabilkan buangan organik
dalam pengolahan. Bakteri yang menggunakan senyawa organik sebagai energi
atau sumber karbon untuk sintesa tergolong dalam jenis bakteri heterotrof. Salah
satu contoh bakteri heterotrof berdasarkan aktivitasnya terhadap oksigen adalah
bakteri aerobik, bakteri ini memerlukan oksigen bebas terlarut untuk memecah
senyawa organik guna mendapatkan energi untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan.
Limbah yang berasal dari proses pencucian alat dan pencucian yang
mengandung zat organik yang cukup besar merupakan limbah yang memiliki
BOD tinggi sekitar 2000-5000 ppm. Untuk itu perlu dilakukan pretreatment
menggunakan penanganan secara biologis. Pengolahan limbah secara biologis
adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi polutan yang
ada. Pada limbah tersebut harus dilakukan pre-treatment terlebih dahulu dengan
pemberian bakteri yang mampu memakan minyak dan protein. Karena bakteri

89
yang dipergunakan adalah bakteri aerob maka diperlukan sistem aerasi dengan
menggunakan blower untuk memberikan asupan oksigen agar bakteri tetap
bertahan dan dalam kondisi yang baik untuk menjalankan fungsinya. Proses
pengolahan secara biologis yang dikatakan sempurna apabila bahan organik dapat
dikonversikan menjadi CO2 dan H2O.
Tujuan dari pengolahan limbah cair secara biologis adalah
mendayagunakan mikroorganisme untuk menyempurnakan oksidasi bahan
organik yang terkandung dalam air sehingga menghasilkan CO 2 dan H2O, dengan
demikian diharapkan akan menurunkan COD dan BOD limbah cair tersebut. Oleh
karena itu, hal ini dilakukan guna menurunkan kadar nitrogen, BOD, dan COD
yang terdapat didalam limbah cair tersebut. Dalam proses pengolahan limbah
secara biologis setelah dilakukan pretreatment, limbah akan dicampur dengan
limbah cair yang lainnya dan dilanjutkan di-treatment kembali menggunakan
sistem Biological Denitrification Process (BDN). Proses pengolahan limbah
menggunakan bakteri aerob akan terjadi perombakan bahan organik menjadi
senyawa sederhana yang disebut oksidasi biologis respirasi juga terjadi biosintesis
dari bahan organik yang terkandung dalam limbah membentuk massa sel.
Dalam proses aerob, bakteri heterotrof (bakteri yang mendapatkan oksigen
dari bahan organik) mengoksidasi sekitar 1-3 dari koloid dan merombak bahan
organik menjadi stabil yang menghasilkan CO2 dan H2O dan mengubahnya
menjadi sel baru yang bisa dilepas dari limbah dengan pengendapan. Reaksinya
adalah sebagai berikut:
bahan organik + O2  sel baru + CO2 + H2O
sel + O2  CO2 + H2O + NH3
Perombakan dilanjutkan oleh bakteri autotrof (bakteri yang mendapatkan
oksigen dari bahan anorganik) yang membebani N menjadi N 2. Reaksinya sebagai
berikut :
N  NH3 (dekomposisi)
NH3 + O2  NO2-  NO3- (nitrifikasi)
NO3-  NO2-  N2 (denitrifikasi)
PT Ajinomoto Indonesia menggunakan lumpur aktif (activated sludge)
untuk menangani pengolahan limbah secara biologis. Metode pengolahan lumpur
aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang

90
memanfaatkan proses mikroorganisme. Lumpur aktif merupakan proses
pertumbuhan tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Inggris pada awal abad
19. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi
material organik menjadi CO2 dan H2O, NH3 dan sel biomassa baru. Udara
disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel
mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Lumpur
aktif ini didapatkan dari Sungai Brantas dan sumber mikroorganisme yang
didalamnya didominasi oleh Vorticella sp. Lumpur aktif merupakan endapan
lumur dari air limbah yang telah mengalami aerasi secara teratur. Lumpur aktif
adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan
organisme-organisme lain. Lumpur ini digunakan untuk mempercepat proses
stabilisasi air limbah karena banyak mengandung bakteri pengurai sehingga baik
untuk menguraikan zat organik pada air limbah yang masih baru.
Dasar dari proses activated sludge adalah aerasi dan agitasi effluent
dengan menambahkan suspensi pengendap yaitu mikroba yang dapat
memanfaatkan unsur unsur organik. Proses pengolahan limbah secara biologis
dengan menggunakan lumpur aktif pada prinsipnya terdiri dari 5 tahapan sebagai
berikut :
(a) Air limbah yang masuk akan diaerasi sehingga banyak oksigen yang dapat
terserap.
(b) Cairan dialirkan ke tangki pemisahan tempat lumpur mengendap pada
jangka waktu tertentu dan air di sebelah atas.
(c) Air yang bersih dapat dialirkan ke lingkungan karena telah bersih.
(d) Apabila terdapat patogen maka akan perlu dilakukan desinfeksi.
(e) Lumpur yang mengendap dibagian dasar sebagian dibuang dan sebagian
lagi dikembalikan ke bak aerasi (aeration tank).
10.7.1.2 Penanganan Limbah Cair secara Kimiawi
Pengolahan limbah secara kimiawi merupakan pengolahan air limbah
dengan penambahan bahan kimia (padat, cair, dan gas) ke dalam air limbah.
Tujuan dari proses ini ialah agar material yang terdapat dalam limbah cair baik
terlarut maupun koloid dapat dihilangkan dengan menggunakan proses koagulasi
atau flokulasi dan juga untuk menghilangkan kekeruhan, warna, rasa dan bau.
Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel, sedangkan flokulasi

91
merupakan proses penggabungan partikel yang telah mengalami proses
destabilisasi, mekanisme destabilisasi partikel seperti terlihat dalam gambar
berikut. Proses destabilisasi partikel dilakukan dengan penambahan bahan kimia
yang bermuatan positif yang dapat menyelimuti permukaan partikel sehingga
partikel tersebut dapat berikatan dengan partikel lainnya. Partikel yang telah
berikatan akan mudah untuk dipisahkan secara fisik (sedimentasi, flotasi, dan
filtrasi).

Gambar VIII.1 Hasil Koagulasi Pengolahan Limbah

Pada proses koagulasi (destabilisasi) dibutuhkan bahan kimia yang mampu


merubah muatan partikel, perubahan muatan partikel dapat dilakukan dengan
berbagai bahan kimia tetapi bahan kimia yang bervalensi 3 (trivalent) sepuluh kali
lebih efektif dibanding dengan bervalensi 2 (divalent). Pada proses pengolahan
limbah cair secara kimiawi yang dilakukan oleh PT. Ajinomoto adalah dengan
menambahkan koagulan terhadap aliran overflow dari tangki pengendapan 1.
Terdapat 3 tangki tertutup dan 1 buah tangki pengendapan (settling tank) pada
proses secara kimiawi. Pada tangki 1 ditambahkan Poly Alumunium Chloride
(PAC). Pada tangki 2 ditambahkan NaOH untuk mengembalikan pH 6–7, yang
kemudian pada tangki 3 ditambahkan Anionic Polymer (AP). Cara kerja AP
adalah menstabilkan koloid dengan membentuk jembatan antara koloid yang satu
dengan koloid yang lainnya.
PAC adalah garam khusus dari alumunium klorida yang dibuat untuk
melakukan proses koagulasi yang sangat kuat melebihi alumunium pada

92
umumnya dan garam besi seperti besi klorida. PAC memiliki kemampuan untuk
melepaskan electrical bebas yang tersuspensi pada partikel halus untuk
membentuk flok dari alumunium hidroksida, menarik dan menggumpalkan
partikel untuk mempermudah pemisahan dari medium cair. Selain itu, PAC
menghasilkan flok yang memiliki diameter luas dan memiliki kemampuan sangat
cepat dalam proses penjernihan. Penggunaan PAC juga menghemat pemakaian
bahan lain seperti alkali.
Setelah selesai melakukan proses penambahan bahan kimiawi pada limbah
cair maka hasilnya akan dikeluarkan dan dialirkan menuju tangki pengendapan II,
pada tangki ini akan terjadi pengendapan flokulan. Segala proses pengolahan
limbah yang secara kimiawi dilakukan pada coagulant tank. Setelah melalui
tangki pengendapan II ini, air yang dihasilkan sudah benar benar memenuhi syarat

untuk dibuang ke sungai.


Diantara kedua jenis pengolahan limbah cair tersebut, sistem pengolahan
yang digunakan PT Ajinomoto Indonesia untuk mengolah limbah cair adalah
gabungan dari 2 sistem tadi. Prinsip kerja pengolahan di WWT ini adalah dengan
menggunakan gaya gravitasi dan diagram alurnya dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar VIII.2 Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair

93
Limbah cair dari WWT 1, WWT 2 dan WWT 3 di pompa ke dalam
Storage Waste Tank (Gathering Tank) untuk di treatment terlebih dahulu dengan
menurunkan pH dari ± 12-13 menjadi ± 6-7 menggunakan H2SO4. Volume dari
tangki ini adalah sebesar 2,270 m3 dengan debit udara sebesar 1,35m3/menit serta
waktu retensi 6 jam. Selanjutnya dikirim ke kolam BDN. Di dalam kolam ini
terdapat lumpur aktif dan mikroba dengan tujuan untuk mengolah limbah cair
menjadi N2. Di kolam ini terjadi 2 proses yaitu nitrifikasi dan denitrifikasi seperti
yang sudah dijelaskan diatas. Perbedaannya untuk proses nitrifikasi ditambahkan
aerator untuk mensupplai O2. Selanjutnya dikirim ke tangki Settling 1 (ST-1)
untuk dilakukan penambahan PAC, NaOH dan AP. Debit limbah yang masuk ke
dalam tangki ini adalah 3400 kL/hari dan proses didalam tangki ini berlangsung
selama 4 jam. Cairan dari ST-1 ini kemudian dialirkan ke dalam ST-2. Kapasitas
tangki ini adalah sebesar 500 m3. Dalam ST-2 pH diatur lagi dengan
menambahkan NaOH sampai ± 7,8 karena proses nitrifikasi mempunyai syarat
pH>7. Dalam tangki ini juga terjadi proses flokulasi dengan waktu retensi 4 jam.
Selanjutnya akan dialirkan melalui pipa ke Belt Press Filter. Kapasitas alat ini
adalah sebesar 600 kg/hari. Pada alat ini berisi lumpur yang masih mengendap
pada ST-1 dan ST-2 yang tidak digunakan. Tujuannya adalah untuk menurunkan
kadar air pada lumpur aktif. Prinsip dari alat ini dalah untuk memisahkan cairan
dan lumpur sehingga kadar air bisa berkurang menjadi 15%. Cairan yang dibuang
ke sungai melalui ST-3 dan padatannya dikeringkan. Cairan yang telah dipisahkan
oleh belt press kemudian diendapkan terlebih dahulu untuk menghindari
kemungkinan masih adanya lumpur yang terbawa. Limbah dari ST siap untuk
langsung dibuang ke Sungai Brantas karena sudah memenuhi syarat.

8.3. Limbah Gas dan Pengolahannya


Limbah yang dihasilkan dari emisi boiler, karena boiler yang digunakan
menggunakan MFO (marine fuel oil) sebagai bahan bakar. Emisi ini mengandung
gas SO2, NOx, dan pertikulat. Pada limbah gas ini tidak dilakukan treatment
sebelum pembuangan, karena kadar SO2 dan NOx dalam emisi udara sangat kecil,

94
namun setiap tiga bulan sekali tetap dilakukan pengambilan sampel udara emisi
boiler untuk menguji kandungan-kandungan gas emisi tersebut oleh instansi
terkait.

BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN

10.8 Kesimpulan
4. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan Monosodium Glutamate
(MSG) di PT. Ajinomoto Indonesia adalah cane molasses (tetes tebu),
glukosa dari tepung tapioka, beet molasses, dan bakteri yang digunakan
adalah Brevibacterium lactofermentum.
5. Proses produksi yang berlangsung di PT Ajinomoto Indonesia meliputi
Proses persiapan bahan bahan baku, Proses Fermentasi, Proses Isolasi
Proses Purifikasi dan Proses Pengepakan.
6. Unit Utilitas PT Ajinomoto Indonesia terdiri dari 3 bagian, yaitu : Utility 1
(Operasional umum & power plant), Utility 2 (Coal Boiler plant, PM, SP,
MC, IC), Utility 3 (WWT).
7. PT. Ajinomoto Indonesia melakukan pengawasan secara menyeluruh
mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi, produk antara sampai
produk akhir. Departemen yang melakukan pengawasan ini terdiri dari 2
seksi, yaitu seksi analisis (QA) dan seksi quality control (QC).
Pengawasan ini dilakukan agar standard mutu produksi dapat tercapai,
dapat meningkatkan efisiensi proses produksi dan dapat menekan biaya
produksi seminimal mungkin.
8. Limbah yang dihasilkan PT Ajinomoto Indonesia terdiri dari 2 jenis, yaitu
limbah padat dan cair. Kedua limbah tersebut diproses kembali agar dapat
meningkatkan nilai guna dan nilai jual serta tidak mencemari lingkungan.

95
10.9 Saran
1. Perlu dilakukan pemilihan sumber karbon (glukosa alternatif) selain dari
tapioka untuk mengantisipasi semakin berkurangnya jumlah kandungan
glukosa pada cane molasses akibat efisiensi pabrik gula semakin tinggi.
2. Riset lebih lanjut mengenai bakteri yang digunakan akan lebih baik bila
dilakukan di Indonesia agar menjadi ilmu baru yang bermanfaat bagi
perkembangan riset di Indonesia
3. Demi kelancaran, kesehatan dan keselamatan kerja hendaknya PT
Ajinomoto Indonesia meningkatkan kedisiplinan dalam menggunakan
perlengkapan safety dan pelaksanaan aktivitas kerja yang sesuai dengan
prosedur khususnya untuk tamu/pengunjung.
4. Predikat zero emission yang dimiliki PT Ajinomoto Indonesia perlu
dipertahankan dan disebarluaskan agar menjadi teladan bagi perusahaan
lain untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

96

Anda mungkin juga menyukai