Anda di halaman 1dari 10

Tanggal praktikum :

Tanggal penyerahan :
Asisten : Rizki Lutfiani

ANALISIS PROTEIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Nadia Laksmita Dewi (240210160002)


Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844,
779570Fax. (022) 7795780 Email: laksmita.dewi.nadia@gmail.com

ABSTRACT

Protein is one of the giant biomolecules, in addition to polysaccharides, lipids, and


polynucleotides, which are the main constituents of living things. In addition, protein is one
of the most widely researched molecules in biochemistry. The levels of protein contained in
each ingredient vary. Therefore, measurement of protein content of a material is necessary.
the purpose of the practicum is protein analysis performed by various methods, namely
Kjeldahl method, Biuret method, and Lowry method.

Keywords: Levels of protein, Protein, protein analysis

PENDAHULUAN ke-10 asam amino itu disebut protein tidak


lengkap, misalnya gelatin yang
Protein adalah zat makanan yang terkandung dalam semua jaringan fibrosa
paling kompleks. Protein terdiri dari dan diekstraksi dari tulang dan kaki anak
karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sapi dalam pembuatan sup dan agar-agar.
sulfur, dan biasanya fosfor. Protein sering Kadar protein yang terkandung dalam
disebut sebagai zat makanan bernitrogen setiap bahan berbeda-beda. Karena itu,
karena protein merupakan satu-satunya pengukuran kadar protein suatu bahan
zat makanan yang mengandung unsur sangat diperlukan. Secara umum analisa
nitrogen. Protein esensial untuk protein dapat dilakukan dengan berbagai
pembangunan protoplasma hidup karena metode, yaitu metode Kjeldahl, metode
terdiri dari unsure karbon, hidrogen, Biuret, dan metode Lowry.
oksigen, nitrogen, dan sulfur. Metode Kjeldahl merupakan metode
Protein dalam bahan makanan yang yang sederhana untuk penetapan nitrogen
berbeda mengandung kombinasi asam total pada asam amino, protein dan
amino yang berbeda.Sepuluh asam amino senyawa yang mengandung nitrogen.
esensial ditemukan dalam protein Sampel didestruksi dengan asam sulfat
manusia. Asam amino tersebut merupakan dan dikatalisis dengan katalisator yang
asam amino yang tidak dapat diproduksi sesuai sehingga akan menghasilkan
oleh tubuh. Protein yang mengandung ke- amonium sulfat. Setelah pembebasan
10 asam amino tersebut disebut protein dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk
lengkap, misalnya albumin, myosin, dan disuling uap secara kuantitatif ke dalam
kasein. Protein yang tidak mengandung larutan penyerap dan ditetapkan secara
titrasi. Metode ini telah banyak ditangkap oleh asam khlorida atau asam
mengalami modifikasi. Metode ini cocok borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan.
digunakan secara semimikro, sebab hanya Agar supaya kontak antara asam dan
memerlukan jumlah sampel dan pereaksi ammonia lebih baik maka diusahakan
yang sedikit dan waktu analisa yang ujung tabung destilasi tercelup sedalam
pendek. mungkin dalam asam. Untuk mengetahui
Analisa protein cara Kjeldahl pada asam dalam keadaan berlebihan maka
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga diberi indikator misalnya BCG + MR atau
tahapan yaitu proses destruksi, proses PP.
destilasi dan tahap titrasi. 3. Tahap titrasi
1. Tahap destruksi Apabila penampung destilat
Pada tahapan ini sampel dipanaskan digunakan asam khlorida maka sisa asam
dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi khorida yang bereaksi dengan ammonia
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N).
karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, perubahan warna larutan menjadi merah
CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) muda dan tidak hilang selama 30 detik
akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk bila menggunakan indikator PP.
mempercepat proses destruksi sering
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
ditambahkan katalisator berupa campuran
Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning Apabila penampung destilasi
menganjurkan menggunakan K2SO4 atau digunakan asam borat maka banyaknya
CuSO4. Dengan penambahan katalisator asam borat yang bereaksi dengan
tersebut titk didih asam sulfat akan ammonia dapat diketahui dengan titrasi
dipertinggi sehingga destruksi berjalan menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan
lebih cepat. Selain katalisator yang telah indikator (BCG + MR). Akhir titrasi
disebutkan tadi, kadang-kadang juga ditandai dengan perubahan warna larutan
diberikan Selenium. Selenium dapat dari biru menjadi merah muda.
mempercepat proses oksidasi karena zat %N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
tersebut selain menaikkan titik didih juga
mudah mengadakan perubahan dari Metode Lowry mengkombinasikan
valensi tinggi ke valensi rendah atau pereaksi biuret dengan pereaksi lain
sebaliknya. (Folin-Ciocalteauphenol) yang bereaksi
2. Tahap destilasi dengan residu tyrosine dan tryptophan
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dalam protein. Reaksi ini menghasilkan
dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara
penambahan NaOH sampai alkalis dan 500 – 750 nm, tergantung sensitivitas
dipanaskan. Agar supaya selama destilasi yang dibutuhkan. Akan muncul puncak
tidak terjadi superheating ataupun kecil di sekitar 500 nm yang dapat
pemercikan cairan atau timbulnya digunakan untuk menentukan protein
gelembung gas yang besar maka dapat dengan konsentrasi tinggi dan sebuah
ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia puncak besar disekitar 750 nm yang dapat
yang dibebaskan selanjutnya akan digunakan untuk menentukan kadar
protein dengan konsentrasi rendah.
Uji biuret ini dapat digunakan untuk dan kemudian ditambahkan 2 mL
mengetahui ada atau tidaknya ikatan akuades. Divortex kembali dan
peptide dalam suatu senyawa sehingga uji ditambahkan 5.5 mL pereaksi tembaga
biuret dapat dipakai untuk menunjukan sulfat. Divortex kembali. Setelah itu
adanya senyawa protein. Langkah diinkubasi pada suhu runag selama 10-15
pengujian yang dapat dilakukan adalah menit. Ditambahkan 0.5 FC. Divortex
larutan sampel yang diduga mengandung kembali. Lalu diinkubasi selama 30 menit
protein ditetesi dengan larutan NaOH pada suhu ruang hingga warna biru
kemudian diberi beberapa tetes larutan terbentuk. Dibaca absorbansi pada
CuSO4 encer. Apabila larutan berubah panjang gelombang 600 nm.
menjadi arna unggu maka larutan tersebut
mengandung protein. Metode kjehdal
Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram.
METODOLOGI Kemudian dtambahkan 1 buah tablet
Alat dan bahan kjeldahl dan 10 mL H2SO4. Dididihkan
selama 3 jam (sampai jernih).
alat yang digunakan dalam praktikum
Ditambahkan akuades secara perlahan
kali ini adalah alat dekstruksi, bulb pipet, lewat dinding labu sebanyak 25 mL dan
buret, desilator, Erlenmeyer, kuvet, labu dinetralkan dengan NaOH. Pada
kjehdal, labu ukur, neraca, pipet tetes, erlemeyer ditambahkan 30 mL asam borat
pipet volume, sentrifugator, dan 3 tetes indikator metil merah-metil
spektrofotometer, tabung reaksi, tabung biru. Kemudian dilakukan destilasi selama
sentrifugasi, dan vortex. 3 menit. Hasil destilasi dititrasi dengan
HCl yang telah distandarisasi. Dicatat
Bahan yang digunakan adalah aquades,
volume titrasi dan dihitung kadar nitrogen
asam borat jenuh (H3BO3), biscuit, biuret, dan protein dengan rumus berikut:
folin-ciocalteu, H2SO4 pekat, HCl 0,02 N,
heksana, indikator metil merah biru, mie Kadar N(%) =
(𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐴𝑟
instan, NaOH, nasi sorgum, pereaksi
𝑊 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
tembaga sulfat, sistik ebi,standar protein
(BSA), susu, TCA 10%, tempe, tablet Kadar protein (%bb) = %N x Faktor
kjehdal, dan tepung pisang. konversi

Metode lowry Metode Biuret


Sampel ditimbang sebanyak 1 gram Sampel tempe ditimbang sebanyak 1
kemudian dimasukan ke dalam tabung gram. Kemudian ditepatkan dalam labu
ukur 25 mL. Diambil 1 mL aliquot dan
sentrifugasi dan ditambahkan akuades 1
dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi.
ml. lalu ditambahkan TCA 10% dan Ditambahkan 1 mL akuades dan 2 mL
disentrifugasi pada keceoatan 3000 rpm TCA 10%. Disentrifugasi pada kecepatan
selama 10 menit. Dibuang suoernatan 3000 rpm selama 10 menit. Dibuang
kemudian ditambahkan 2 ml heksana dan supernatan dan ditambahkan 2 mL
divortex. Dikeringkan pada suhu ruang heksana. Kemudian divortex dan
dan kemudian ditambahkan 2 ml heksana dikeringan pada suhu ruang. Lalu
ditambahkan 2 mL akuades dan divortex
dan divortex. Dikeringan pada suhu ruang
kembali. Ditambahkan 6 mL biuret dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 30 Ion Cu+ kemudian akan mereduksi
menit. Dibaca absorbansi pada panjang reagen Folin-Ciocalteu, kompleks
gelombang 540 nm. phosphomolibdat phosphotungstat
Sampel susu dipipet 0.5 mL. menghasilkan heteropoly-molybdenum
Dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi
blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik
dan ditambahkan 0.5 mL akuades.
Ditambahkan 1 mL TCA 10%. (rantai samping asam amino) terkatalis
Disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm Cu, yang memberikan warna biru intensif
selama 10 menit. Dibuang supernatan dan yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
ditambahkan 2 mL heksana. Kemudian Kekuatan warna biru terutama bergantung
divortex dan dikeringan pada suhu ruang. pada kandungan residu tryptophan
Lalu ditambahkan 2 mL akuades dan dan tyrosine-nya. (Rohman 2007).
divortex kembali. Ditambahkan 6 mL
Penetapan total kadar protein dapat
biuret dan diinkubasi pada suhu ruang
selama 30 menit. Dibaca absorbansi pada dikatakan sulit karena beberapa faktor
panjang gelombang 540 nm. diantaranya protein dapat membentuk
grup yang beragam dan kompleks
HASIL DAN PEMBAHASAN sehingga sulit untuk memisahkan,
Metode lowry memurnikan atau mengekstrak. Selan itu
Metode Lowry merupakan protein juga memiliki sifat amfoterik,
pengembangan dari metode Biuret. Dalam kemampuan untuk mengabsorbansi yang
metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, tinggi sehingga terkadang dibutuhkan
kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk TCA (Trichloro Acetic Acid) untuk
sebagaimana metode biuret, yang dalam mengendapkan protein dan
suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menghilangkan supernatan agar dapat
menjadi Cu(I). dianalisa, dan sensifitasnya tinggi
terhadap elektrolit, panas, pH dan pelarut.

Tabel 1. Hasil analisis protein metode lowry


Kode Absorbansi (Y) PPM (X) FP Konsentrasi (ppm)

532 0.733 78.46512 40 3138.604651

215 0.495 50.7907 40 2031.627907

324 0.539 55.90698 40 2236.27907

134 0.836 90.44186 40 3617.674419


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Grafik 1. Hasil analisis protein metode lowry

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


nilai absorbansinya semakin besar.
Berdasarkan hasil percobaan Sehingga dapat disimpulkan bahwa yogurt
praktikum analsis kadar dengan kode 134 memiliki kandungan
protein,menghasilkan kurva standart yang protein yang lebih tinggi sehingga
semakin tinggi konsentrasi, maka mempengaruhi nillai absorbansi dan PPM
semakintinggi juga absorbansinya, karena nya.
mengindikasikan protein yang terlarut
dalamlarutan semakin banyak. Dan Metode kjehdal
menghasilkan persamaan y = 0,0086x + Metode Kjeldahl dilakukan untuk
0,0582 dengan nilai R² = 0.9923. menganalisis kadar protein kasar dalam
Apabila dilihat dari tabel hasil bahan makanan secara tidak la ngsung,
karena yang dianalisis dengan cara ini
pengamatan untuk setiap kenaikan
adalah kadar nitrogennya (Winarno,
konsentrasi susu akan menaikan nilai 1986). Prinsip analisis Kjeldahl adalah
absorbansi dan PPM nya. Berdasarkan sebagai berikut: bahan organik dididihkan
teori, semakin besar konsentrasi larutan dengan asam sulfat pekat sehingga unsur-
uji, maka semakin besar pula nilai unsur dapat terurai. Atom karbon menjadi
absorbansinya (Khopkar 2007). Dengan CO2 dan nitrogen menjadi amonium
demikian, dapat disimpulkan bahwa sulfat. Larutan tersebut kemudian dibuat
alkalis dengan menambahkan NaOH
semakin banyak volume protein sampel
berlebihan sehingga ion amonium bebas
dalam campuran, jumlah protein yang menjadi amonia bebas. Amonia yang
terlarut akan semakin sedikit, sehingga dipisahkan dengan cara distilasi kemudian
dijerat dengan larutan asam borat. Garam Destuksi dilakukan selama 3 jam. Proses
borat yang terbentuk dititrasi dengan HCl destruksi berakhir apabila larutan menjadi
(Sudarmadji et al, 1996). jernih.
Analisis kadar protein metode kjeldahl Tahap destilasi, hasil destruksi
terdapat tiga tahap, yaitu tahap destruksi, diencerkan dengan akuades. Pengenceran
tahap destilasi, dan tahap titrasi. Tahap ini perlu dilakukan untuk mengurangi
destruksi berfungsi untuk memecah kehebatan reaksi yang nanti akan terjadi
protein-protein dalam sampel dari apabila larutan ditambahkan senyawa
senyawa organik menjadi senyawa alkali. Larutan dijadikan basa dengan
anorganik. Pertama sampel ditimbang menambahkan NaOH. Tujuan
sebanyak 0.5 gram dan dimasukan ke penambahan NaOH untuk memecah
dalam labu kjeldahl dan ditambahkan senyawa amonium sulfat menjadi amonia
tablet kjehdahl dan 10 mL H2SO4. Tablet (NH3). (Magomya, et al, 2014)
kjehdahl menggandung K2SO4 dan CuSO4 Pada erlenemyer diisi dengan asam
serta HgO. Penambahan tablet kjeldahl ini borat (H3BO3) dan indikator metil merah-
berfungsi sebagai katalisator untuk metil biru. Larutan asam borat (H3BO3)
mempercepat destruksi. Dengan berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai
penambahan katalisator tersebut titik didih destilat berupa gas yang bersifat basa.
asam sulfat akan dipertinggi sehingga Supaya ammonia dapat ditangkap secara
destruksi berjalan cepat. Menurut maksimal, maka sebaiknya ujung alat
Sudarmadji et al (1996) tiap 1 gram destilasi ini tercelup semua ke dalam
K2SO4 dapat menaikkan titik didih 3ºC, larutan asam borat sehingga dapat
suhu destruksi berkisar antara 370º-410ºC. ditentukan jumlah protein sesuai dengan
Labu yang digunakan untuk destruksi kadar protein bahan.
memiliki leher panjang sehingga Penambahan campuran indikator metil
mencegah terjadinya kehilangan bahan merah dan metil biru merupakan indikator
dan letupan yang kuat karena saat yang bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi
destruksi sampel digunakan asam kuat dengan asam maupun basa. Indikator ini
yaitu H2SO4. Penambahan H2SO4 bertujuan digunakan untuk mengetahui asam dalam
agar senyawa organik seperti C, H, O keadaan berlebih. Selain itu alasan
dalam sampel dapat teroksidasi menjadi pemilihan indikator ini adalah karena
CO2, H2O, O2, tanpa diikuti oksidasi memiliki trayek pH 6-8 (melalui suasana
nitrogen menjadi N2. Unsur nitrogen asam dan basa / dapat bekerja pada
tersebut terikat dengan asam sulfat sebagai suasana asam dan basa) yang berarti
amonium sulfat ((NH4)2SO4). (Diniz, et al, trayek kerjanya luas (meliputi asam-
2013). Reaksi yang terjadi adalah sebagai netral-basa). Reaksi yang terjadi :
berikut:
(NH4)SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 NH4OH
HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O
2NH4OH 2NH3 + 2H2O
2 HgSO4 Hg2SO4 + SO2 + 2On
Hg2SO4 + 2H2SO4 2HgSO4 + 2H2O 4NH3 + 2H3BO3 2(NH4)2BO3 +H2
+ SO2
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O+ (Sudarmadji, et al, 1996)
(NH4)2SO4 Tahap titrasi merupakan tahap akhir
(Sudarmadji, 1989). dari seluruh metode Kjeldahl. Destilat
dititrasi dengan HCl yang telah
distandarisasi. Titik akhir titrasi ditandai
dengan warna merah muda berbayang.
Reaksi yang berlangsung selama titrasi NH4(H2BO3) + HCl →NH4Cl + H2BO3
adalah: (merah muda berbayang)

(Sudarmadji, et al, 1996)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kadar Protein (Metode Kjeldahl)


W sampel V HCl Kadar N Kadar Protein
Kelompok Sampel
(mg) (mL) (%) (%)
1A 507.2 7.3 2.0412 12.7572
Mie instan
6A 508.5 7.6 2.1219 13.2622
2A 506 3 0.8069 5.0429
Nasi Sorgum
7A 500.4 3.2 0.8742 5.4636
3A 501 7.6 2.1537 13.4608
Sistik Ebi
8A 503.4 7.8 2.2014 13.7587
4A 500.1 2.2 0.5831 3.6446
Tepung Pisang
9A 501 2.4 0.6403 4.0019
5A Biskuit 500 5.7 1.604 10.0246
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Berdasarkan hasil pengamatan, tiap mendekati literatur. Perbedaan kadar


sampel memiliki kadar protein yang protein antara hasil analisis dengan
berbeda-beda. Sampel mie instan memiliki literatur dapat disebabkan perbedaan jenis
kadar protein sebesar 12.7572% dan pisang yang digunakan, tingkat
13.2622%. Menurut SNI 3551-2012, kematangan pisang, serta dapat
kadar protein dalam mie instan minimal dipengaruhi proses pengolahan terutama
8%. Pada kemasan mie instan tersebut dengan pemanasan karena protein dapat
tertera dalam komposisi nutrisi bahwa mengalami denaturasi.
AKG protein sebesar 12%. Hasil analisis Rata-rata kadar protein dalam sampel
sudah sesuai dengan literatur yang ada. biskuit regal adalah 10,02463481%.
Kadar protein dalam mie dapat Menurut SNI 2973-2011, kadar protein
dipengaruhi oleh jenis tepung yang dalam biskuit berkisar antara 3-5%. Hasil
digunakan. Biasanya dalam pembuatan pengamatan memiliki perbedaan yang
mie digunakan tepung protein tinggi cukup jauh dengan kadar protein yang
dengan kadar protein sebesar 11-14.5%. sesuai dengan SNI. Kadar protein hasil
(Lubis, 2013) pengamatan yang tidak sesuai ini dapat
Nasi sorgum memiliki kadar protein disebabkan oleh ketidaktelitian saat
sebesar 5.0429% dan 5.4636%. Sorgum melakukan titrasi, sehingga volume HCl
sendiri memiliki kandungan protein kasar yang digunakan berlebih. Kelebihan
sebesar 8.9-10.48%. (Etuk et al, 2012). volume HCl dapat menyebabkan kadar
Sistik Ebi memiliki kadar protein protein menjadi semakin besar. Selain itu,
sebesar 13.4608% dan 13.7587%. adanya pengotor yang mengandung
Tepung pisang memiliki kadar protein nitrogen pada alat-alat destilasi atau
sebesar 3.6446% dan 4.0019%. Menurut pun alat-alat lainnya juga dapat
Suyanti dan Supriadi (2008), kadar protein mempengaruhi hasil perhitungan.
dalam tepung pisang mengkal adalah Perbedaan pada beberapa hasil analisis
4.4%, dan pada tepung pisang matang dan literatur dapat disebabkan oleh
adalah 4.84%. Hasil analisis hampir berbagai faktor. Perbedaan tersebut dapat
disebabkan proses destruksi yang kurang Pertama, sampel dimasukan ke dalam
sempurna sehingga molekul protein tidak tabung reaksi sebanyak 0 mL, 0,1 mL, 0,2
terurai sempurna. Selain itu, perbedaan mL, 0,4 mL, 0,6 mL, 0,8 mL, dan 1 mL.
tersebut mungkin juga dipengaruhi oleh Tujuan penambahan pereaksi biuret
NH3 –yang belum tertampung semua pada adalah untuk membuat larutan menjadi
saat destilasi atau semua Nitrogen pada berwarna, karena penentuan selanjutnya
sampel belum bereaksi sempurna dengan dengan menggunakan spektrofotometer
NaOH, masih ada nitrogen yang tertinggal dimana larutan harus berwarna.
di dalam sampel bahan pangan sehingga Penambahan pereaksi biuret pada sampel
mengurangi kadar protein sampel. Faktor menghasilkan warna ungu. Perubahan
kedua yang menyebabkan terjadinya warna tersebut terjadi karena adanya
perbedaan kadar protein antara hasil pembantukan kompleks antara ion Cu2+
praktikum dengan literatur mungkin pada pereaksi biuret dengan gugus amino
disebabkan oleh faktor kebersihan alat. pad protein. Reaksi biuret bergantung
Kemungkinan zat pengotor yang pada pembentukan suatu kompleks antara
mengandung atom N tersebut terdapat ion Cu2+ dan 4 atom N-peptida pada
pada labu kjeldahl dan ikut terdestruksi protein dalam suasana basa. Setelah
bersama sampel, sehingga kadar N penambahan pereaksi biuret, sampel di
menjadi lebih besar dari yang seharusnya. vortex dan disimpan pada suhu 37ºC
Menurut Nielsen (2010), metode Kjeldahl selama 10 menit atau pada suhu 30ºC
sendiri memiliki kelemahan, yaitu sebagai selama 30 menit. Setelah itu, sampel
berikut: dihitung absorbansi-nya dengan
• Metode ini tidak memberikan menggunakan alat, yaitu spektrofotometer.
pengukuran protein sesungguhnya, Pada spektrofotometer akan diperoleh
karena tidak semua nitrogen dalam nilai absorbansi suatu larutan. Absorbansi
makanan bersumber dari protein. atau biasa disebut pula nilai serapan
• Protein yang berbeda memerlukan merupakan sinar yang diserap oleh
faktor koreksi yang berbeda karena senyawa dalam larutan. Dalam
susunan residu asam amino yang spektrofotometer akan memancarkan sinar
berbeda. tampak yang kemudian melewati suatu
• Penggunaan asam sulfat pada suhu larutan dan diserap oleh larutan yang
tinggi berbahaya, demikian juga dilewati sehingga serapannya tersebut
beberapa katalis. yang dikatakan sebagai absorbansi.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama. Namun, sinar tampak tersebut hanya dapat
melewati larutan berwarna, sehingga
Metode Biuret untuk larutan yang tidak berwarna perlu
Prinsip pengujian kadar protein diwarnakan terlebih dahulu.
dengan metode biuret adalah pengukuran Prinsip kerja spektrofotometer ialah
serapan cahaya kompleks berwarna ungu dengan memasukkan suatu larutan blanko
dari protein yang bereaksi dengan pereaksi dalam kuvet dan memasukkan-nya dalam
biuret. Kompleks warna yang terbentuk spektrofotometer, kemudian absorbansi
adalah hasil reaksi protein dengan ion pada spektrofotometer di-nolkan. Larutan
Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret blanko merupakan pelarut yang digunakan
dalam suasana basa. Semakin tinggi untuk melarut-kan sampel dan
konsentrasi cahaya yang diserap oleh diperlakukan sama dengan larutan sampel.
larutan, maka semakin tinggi konsentrasi Dalam praktikum ini, larutan blanko yang
protein yang ada dalam sampel tersebut digunakan adalah air, sedangkan larutan
(Harr 2002). sampel ialah putih telur 1 ml. Berdasarkan
hasil pengamatan yang diperoleh
menunjukkan bahwa semakin banyak Nilai konsentrasi berbanding lurus dengan
volume putih telur yang ditambahkan, absorbansi suatu larutan, dimana
nilai absorbansi atau serapanya pun peningkatan konsentrasi larutan tersebut
semakin meningkat. Hal rsebut berkaitan akan diikuti oleh peningkatan serapan atau
dengan besarnya konsetrasi putih telur absorbansinya. Berikut adalah tabel hasil
pada larutan tersebut. Semakin banyak pengamatan
volume putih telur yang ditambahkan
maka semakin tinggi pula konsentrasinya.

Tabel 3. Hasil analisis protein metode biuret


Konsentrasi
Sampel No Absorbansi ppm (X) FP (PPM)
1 0.313 1009.333 3.5 3532.666667
2 0.194 612.6667 3.5 2144.333333
Susu 3 0.463 1509.333 3.5 5282.666667
4 0.847 2789.333 3.5 9762.666667
5 0.234 746 3.5 2611
1 0.485 1582.667 6 9496
2 0.386 1252.667 6 7516
Tempe
3 0.317 1022.667 6 6136
4 0.353 1142.667 6 6856
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Grafik 2. Hasil analisis protein metode biuret

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)


konsentrasi maka semakin tinggi pula nilai
Berdasarkan hasil pengamatan absorbansi yang terbaca pada
menunjukkan bahwa semakin tinggi spektrofotometer. Data yang diperoleh
dari nilai absorbansi dan konsentrasi BSA
diperoleh gambar grafik seperti di atas.
Persamaan yang didapatkan adalah y =
0.0003x + 0.0102 dengan nilai R2 adalah
0,998. Nilai ini cukup baik karena nilai R2
yang baik adalah nilai yang mendekati
angka 1. Persamaan ini digunakan untuk
menentukan nilai konsentrasi larutan
sampel protein yang diukur selanjutnya.
Pengukuran kadar protein dengan
menggunakan metode Biuret ini memiliki
kelemahan dan kelebihan. Kelemahan
menggunakan metode ini adalah hasil
yang ditunjukkan belum tentu murni
merupakan protein, melainkan dapat
berupa kadar senyawa yang mengandung
benzena, gugus fenol, atau gugus
sulfhidrin juga ikut terbaca kadarnya.
Selain itu, waktu yang digunakan untuk
pengukuran absorbansinya tergolong lama
karena harus melakukan proses
pemanasan sapel dengan penangas
terlebih dulu. Kelebihan yang bisa
diperoleh dengan menggunakan metode
Biuret ini adalah reagen yang digunakan
hanya satu macam, berbeda dengan
metode Lowry yang menggunakan empat
macam reagen.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai