Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH FARMASI LINGKUNGAN

PENCEMARAN TANAH AKIBAT


PESTISIDA

Disusun oleh :

Rizkia Putri (3311111 )

Nunik Utari Nurwulandari (3311111101)

Dini Rosdini (3311111096)

Dimasnanda N (3311111 )

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

FARMASI

2012
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tugas ini merupakan salah satu tugas mata
kuliah Farmasi Lingkungan.

Makalah ini berisi tentang Pencemaran Tanah yang disebabkan oleh


pestisida. Makalah ini berisi tentang dampak serta penanggulangan pencemaran
tanah yang disebabkan oleh pestisida.

Kami menucapkan terima kadih kepada seluruh pihak yang membantu


dalam penyelesaian tugas ini.

Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata dan penulisan.


Terima kasih.

Cimahi, 10 April 2012

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………… i

Daftar isi…………………………………………………………………. ii

BAB I. Pendahuluan…………………………………………………….. 1

BAB II. Pestisida dan Pencemaran Tanah……………………………… 4

BAB III. Pencemaran Tanah oleh Pestisida di Semarang………………. 7

BAB IV. Dampak Pencemaran Tanah akibat Pestisida………………… 9

BAB V. Pencegahan Pencemaran Tanah akibat Pestisida……………… 12

BAB VI. Penanggulangan Pencemaran Tanah…………………………. 13

BAB VII. Kesimpulan…………………………………………………… 20

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber
daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang
sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di
dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan
permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah
Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa
memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah
tersebut.
Salah satu diantaranya, penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air tidak
bisa disangkal lagi telah menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat
luas, seperti pembangunan industri dan pertambangan telah menciptakan lapangan
kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali diikuti
oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya
menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air
yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian,
terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain.
Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan
sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah
berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi(landscape), terutama
pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan
lubang-lubang besar di permukaan bumi. Untuk memperoleh bijih tambang,
permukaan tanah dikupas dan digali dengan menggunakan alat-alat berat. Para
pengelola pertambangan meninggalkan areal bekas tambang begitu saja tanpa
melakukan upaya rehabilitasi atau reklamasi.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu
mendapatkan perhatian yang serius, karena limbah industri yang mencemari lahan
pertanian tersebut mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya yang bisa
mencemari badan air dan merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh
terhadap kesehatan makhluk hidup. Berdasarkan fakta tersebut, sangat diperlukan
pengkajian khusus yang membahas mengenai pencemaran tanah beserta
dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya.

Pengertian Pencemaran Tanah


Pencemaran adalah masuknya energi atau bahan ke dalam lingkungan
yang menyebabkan timbulnya perubahan yang merusak lingkungan, kesehatan,
dan keberadaan manusia dan organisme lainnya. Timbulnya pencemaran ini selain
karena proses alam, seperti hujan asam dan gunung merapi, juga di sebabkan oleh
aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Secara umum,
pencemaran terdiri dari pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah,
dan juga pencemaran suara.

Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia


masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi
karena kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial,
penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan
sub-permukaan, kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau
limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang
langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).

Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah,


maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah.
Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung
kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di
atasnya.
Pencemaran tanah adalah masuknya bahan atau zat yang menurunkan
kualitas tanah. Penyebab pencemaran tanah berasal dari zat kimia (limbah
industri, pupuk buatan, dan deterjen), sampah organik yang di buang kesungai,
parit, atau kolam yang akan mengalami pembusukan, insektisida yang digunakan
untuk memberantas hama, tumpahan minyak, serta sampah plastik yang dapat
menurunkan porositas tanah.
Keprihatinan atas pencemaran tanah berasal terutama dari risiko
kesehatan, dari kontak langsung dengan tanah yang terkontaminasi, uap dari
kontaminan, dan dari kontaminasi sekunder persediaan air dalam dan mendasari
tanah. Jenis kontaminasi atau pencemaran biasanya muncul dari pecahnya tanki
penyimpanan bawah tanah, aplikasi pestisida, perkolasi air permukaan
terkontaminasi untuk strata bawah permukaan, minyak dan bahan bakar dumping,
pencucian limbah dari tempat pembuangan sampah atau debit langsung dari
limbah industri untuk tanah.
Bahan kimia yang paling umum terlibat adalah minyak hidrokarbon,
pelarut, pestisida, timah dan lainnya logam berat. Ini terjadinya fenomena ini
berkorelasi dengan tingkat industrialisasi dan intensitas penggunaan kimia.
Diobati limbah lumpur, yang dikenal di industri sebagai biosolids, telah menjadi
kontroversial sebagai pupuk untuk tanah. Karena merupakan produk sampingan
dari pengolahan limbah, umumnya mengandung kontaminan seperti organisme,
pestisida, dan logam berat dibandingkan tanah lainnya.
BAB II

PESTISIDA DAN PENCEMARAN TANAH

Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber
daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang
sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di
dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan
permukaan muda kembali yang kaya akan unsur hara.

Tanah merupakan tempat kehidupan mikroorganisme yang secara makro


menguntungkan bagi mahkluk hidup lainnya, termasuk manusia. Mikroorganisme
yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, fungi, aktinomisetes,
alga, dan protozoa. Jumlah dan jenis mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan.

Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah


Indonesia banyak yang tidak digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa
memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah
tersebut. Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia, semakin tinggi pula daya saing untuk mencapai tingkat kemudahan
dalam setiap aktifitas hidupnya sehari-hari. Satu hal vital yang tidak luput dari
proses pengaplikasian pengetahuan memberikan dampak besar terhadap kegiatan
pertanian tanah air yang notabene merupakan sumber pencaharian terbesar
sebagian masyarakat negara agraris ini. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal
dengan waktu yang seefisien mungkin dalam kegiatan pertanian maka
diwujudkanlah hal tersebut dengan penggunaan pestisida selama aktifitas
pertanian tersebut berlangsung.

Untuk memenuhi perkembangan ekonomi yang saat ini semakin


meningkat, maka sangat dibutuhkannya Ilmu pengetahuan mengenai pupuk dan
pestisida. Karena menyangkut hal-hal tentang pertanian dan perkebunan yang
merupakan aspek utama dalam perekonomian Negara Indonesia yang beriklim
tropis.

Penggunaan pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema. Di satu


sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari
mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba
maupun lingkungan. Pemakaian pestisida haruslah sesuai dengan persyaratan dan
peraturan perundangan yang berlaku. Penggunaannya haruslah diperuntukkan
membasmi organisme pengganggu tanaman secara selektif dan seminimal
mungkin merugikan organisme dan target.

Oleh karena itu masalah pestisida menuntut perhatian semua pihak, tidak
hanya para pejabat, tidak hanya sipemakai jasa. Kita semua memikul tanggung
jawab bersama atas lingkungan hidup kita sendiri. Pestisida bukan hanya menjadi
tangung jawab pabrik panghasil, dan tanggung jawab pemrintah yang memberi
izin produksi, tapi menjadi tanggung jawab semua pihak, semua bangsa dan
semua negara.

Jikalau di suatu negara suatu jenis pestisida sudah diteliti, dinyatakan


berbahaya dan dilarang untuk dipergunakan, semestinya semua Negara dunia juga
harus mengerti akan hal itu dan ikut melaksanakannya. Bersikap mendua dalam
mengambil langkah kiranya kurang membantu. pemakaian pestisida dilarang
tetapi tetap diproduksi dan bahkan diekspor kenegara tetangga.
Setiap usaha pembrantasan harus melibatkan semua pihak dan bersifat
menyeluruh, kalau diharapkan berhasil. Mudah-mudahan di masa mendatang
kasus-kasus akibat pemakaian atau produksi pestisida mulai mengecil atau bahkan
hilang sama sekali. Meskipun sulit, kita semua berjuang agar risiko bagi
lingkungan itu makin diperkecil.
BAB III

PENCEMARAN TANAH OLEH PESTISIDA DI SEMARANG

Pestisida merupakan suber pencemar utama lingkungan dalam kegiatan


pertanian, baik terhadap kualitas tanah maupun air tanah. Kabupaten Semarang
adalah wilayah yang penduduknya sebagian besar bermatapencaharian sebagai
petani sayur, bunga, buah dan tanaman produksi lain, seperti tembakau.
Umumnya mereka menggunakan pestisida secara rutin, baik ada hama maupun
tidak.

Kecamatan Ambarawa merupakan wilayah sentra pertanian sayuran


dengan tiga desa utama sebagai penghasil sayuran, yaitu Desa Bandungan, Desa
Candid an Desa Kenteng. Berdasarkan wawancara 13 petani sayuran, pada
umumnya mereka menanam cabe, buncus, tomat, seledri, daun bawang, sawi,
kapri dan bayam. Pendidikan para petani tersebut 46,2% tidak tamat sekolah
dasar, bahkan diantaranya belum bias baca tulis. Pendidikan yang rendah dapat
menentukan rendahnya pengetahuan dan kepedulian petani terhadap lingkungan
pertanian dari pencemaran pestisida terhadap tanah.

Jenis pestisida yang paling banyakdigunakan oleh para petani sayur


tersebut Curacron sebanyak 69,2%. Jenis pestisida lain yang digunakan adalah
Dencis, Dursban dan yang jarang digunakan adalah Matador dan Diazinon.
Pestisida tersebut termasuk dalam kelompok organofosfat yang bersifat agak
peresisten dan piretroid yang mudah terurai di lingkungan. Pola penggunaan
pestisida oleh para petani satur tersebut sangat tinggi, sebagian besar
menggunakan dua kali dalam seminggu.. Para petani pun menggunakan pestisida
tanpa mempertimbangkan dosis atau takaran yang tertulis dalam label. Dan
kemungkinan dosis pestisida ditinggikan penggunaannya jika banyak hama dan
apabila dalam musim penghujan.
BAB IV

DAMPAK PENCEMARAN TANAH AKIBAT PESTISIDA

Pemanfaatan bahan-bahan agrokimia yang berlebihan untuk menggenjot


produksi menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya lapisan tanah yang
mengandung nutrisi. Di samping itu, kualitas produksi yang dihasilkan pun akan
menurun. Pencemaran tanah merupakan masalah yang harus dihadapi. Pemakaian
pupuk dan pestisida dalam jumlah yang besar menimbulkan pencemaran bagi
tanah dan air tanah dengan kadar racun yang beraneka ragam. Degradasi tanah
pertanian sudah makin parah dan dengan sudah mengendapnya pestisida maupun
bahan agrokimia lainnya dalam waktu yang cukup lama. Padahal, untuk
mengembalikan nutrisinya tanah memerlukan waktu ratusan tahun, sedangkan
untuk merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja. Hal ini terlihat dari
menurunnya produktivitas karena hilangnya kemampuan tanah untuk
memproduksi nutrisi.

Ada beberapa pengaruh negatif lainnya pemakaian pestisida sintetis


secara tidak sesuai, yaitu :

 Pertama, pencemaran air dan tanah yang pada akhirnya akan


berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya dalam bentuk
makanan dan minuman yang tercemar.
 Kedua, matinya musuh alami dari hama maupun patogen dan akan
menimbulkan resurgensi, yaitu serangan hama yang jauh lebih berat
dari sebelumnya.
 Ketiga, kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder. Contohnya:
penyemprotan insektisida sintetis secara rutin untuk mengendalikan
ulat grayak (hama primer) dapat membunuh serangga lain seperti
walang sembah yang merupakan predator kutu daun (hama sekunder).
Akibatnya setelah ulat grayak dapat dikendalikan, kemungkinan besar
tanaman akan diserang oleh kutu daun.
 Keempat, kematian serangga berguna dan menguntungkan seperti
lebah yang sangat serbaguna untuk penyerbukan.
 Kelima, timbulnya kekebalan/resistensi hama maupun patogen
terhadap pestisida sintetis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, setiap
rencana penggunaan pestisida sintetis hendaknya dipertimbangkan
secara seksama tentang cara penggunaan yang paling aman, di satu sisi
efektif terhadap sasaran, di sisi yang lain aman bagi pemakai maupun
lingkungan.
 Keenam, terkontaminasinya produksi pertanian (sayur, buah,
tembakau, dan lain-lain) dengan kandungan pestisida yang
membahayakan apabila masuk ke dalam tubuh.
 Ketujuh, perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat
menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan
dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak
mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar
ini memilikiwaktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-
bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama

Sebenarnya tidak semua jenis insekta, cacing (nematode) dan lain-lain


merupakan hama dan penyakit bagi tanaman, akan tetapi racun serangga telah
membunuhnya. Tetapi makhluk-makhluk kecil ini sangat diperlukan untuk
kesuburan tanah selanjutnya. Apabila penyemprotan dilakukan secara berlebihan
atau takaran yang dipakai terlalu banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian.
Tanah disekitar tanaman akan terkena pencemaran pestisida. Akibatnya makhluk-
makhluk kecil itu banyak yang ikut terbasmi, sehingga kesuburan tanah menjadi
rusak karenanya. Bukan tidak mungkin tragedi kegersangan dan kekeringan
terjadi.

Dan akibat yang paling parah, kesuburan tanah di lahan-lahan yang


menggunakan pestisida dari tahun ke tahun menurun.Dunia pertanian modern
adalah dunia mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan diukur dari berapa
banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju.
Selain itu penggunaan pestisida berakibat :

1. Berbagai organisme penyubur tanah musnah.


2. Kesuburan tanah merosot/tandus.
3. Tanah mengandung residu (endapan) pestisida
4. Hasil pertanian mengandung residu pestisida
5. Keseimbangan ekosistem rusak; dan
6. Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.

Apabila pestisida dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan


petunjuk penggunaan kiranya merupakan tindakan yang bisa memperkecil lingkup
risiko yang harus ditanggung manusia dan alam. Pemakaian pestisida secara
membabi buta bisa mengundang bencana.
BAB V

PENCEGAHAN PENCEMARAN TANAH OLEH PESTISIDA

Pencemaran tanah akibat pestisida dapat dicegah dengan beberapa cara, sebagai
berikut :

1. Mengurangi penggunaan pupuk sintetik dan berbagai bahan kimia untuk


pemberantasan hama seperti pestisida.
2. Penggunaan pestisida tidak digunakan secara sembarangan namun sesuai
dengan aturan yang terdapat di label kemasan dan tidak sampai berlebihan.
3. Gunakan pestisida pada bagian tanaman saja, jangan disemprotkan pada
bagian tanah.
4. Gunakan pestisida yang lebih ramah lingkungan.
5. Gunakan hanya pada musim tertentu, seperti saat musim hama, dengan
sesuai aturan.
BAB VI

PENANGGULANGAN PENCEMARAN TANAH

V.1. Remediasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah
yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in situ (atau on-site)
dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di
lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari
pembersihan venting (injeksi).
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan
kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah
tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut
disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke
bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak
yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan
off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
V.2. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan
untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang
kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Hal yang perlu diketahui dalam melakukan remediasi, yaitu:
1. Jenis pencemar (organic atau anorganik),
2. Terdegradasi atau tidak, berbahaya atau tidak,
3. Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari lingkungan
tersebut,
4. Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan fosfat (P),
5. Jenis tanah,
6. Kondisi tanah (basah, kering)
7. Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,
8. Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera atau bisa
ditunda).
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Atau bioremediasi adalah
penggunaan mikriirganisme untuk menurangi polutan di lingkungan.
Bioremediasi adalah proses penguraian limbah organik atau anorganik
polutan. Yang termasuk polutan-polutan antara lain :
- Logam-logam berat,
- petrolum hidrokarbon, dan
- senyawa-senyawa organic terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan
lain-lain.

Gambar. Sel Bioremediasi


Tujuan bioremediasi adalah untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon
dioksida dan air). Kelebihan teknologi ini adalah :
1. Relatif lebih ramah lingkungan,
2. Biaya penanganan yang relative lebih murah,
3. Bersifat fleksibel.
Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur
kimia polutan tersebut, yang disebut dengan biotransformasi. Pada banyak
kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun
terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi
metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan
biotransformasi/biodegradasi adalah dengan cara :
1. Seeding : mengoptimalkan populasi aktivitas mikroba indigenous
(bioremediasi intrinsic) dan atau penambahan mikroorganisme
exogenous (bioaugmentasi.
2. Feeding : memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi
(biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Bioremediasi terbagi 2 :
1. In situ : dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar
2. Ex situ : tanah tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan
yang lebih terkontrol. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai
mikroba. Bioremediasi ex-situ bisa lebih cepat dan mudah dikontrol.
Dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan
jenis tanah yang lebih beragam.
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
1. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan
penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb.
2. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu
mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus.
3. Penerapan immobilized enzymes.
4. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau
mengubah pencemar.
Kunci sukses bioremediasi adalah :
1. Dilakukan karakterisasi lahan (site characterization) :
a. sifat dan struktur geologis lapisan tanah.
b. lokasi sumber pencemar.
c. perkiraan banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.
d. sifat-sifat lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur
tanah, kelembaban hingga kandungan kimia yang sudah ada,
kandungan nutrisi, ketersediaan oksigen.
e. mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.
2. Treatability study.
a. Sesudah data terkumpul, kita bisa melakukan modeling untuk
menduga pola distribusi dan tingkat pencemarannya. Salah satu
teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah bioplume
modeling dari US-EPA. Di sini, diperhitungkan pula faktor
perubahan karakteristik pencemar akibat reaksi biologis, fisika dan
kimia yang dialami di dalam tanah.
b. Rekayasa genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak
memuaskan hasilnya.
c. Treatability study juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat
berlangsung secara aerobik atau anaerobik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi
gen” yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi.
Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang bagaimana mikroba” memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di
laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan.
Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali
dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat
mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada
minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan
bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di
laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut
belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya
dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas.
Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen
molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:
1. Biostimulasi.
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke
dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan
dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau
tanah tersebut.
2. Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan
tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara
ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi
di suatu tempat. Hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan
adalah
sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar
mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan
belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan
yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah
yang tercemar.
Kelas zat kimia yang sering diolah dengan bioremediasi
menjadi peluang kedepan untuk pengembangan green business yang
berbasis pada teknologi bioremediasi dengan :
1. System One Top Solution (close system).
2. Dengan pendekatan multi-proses remediation technologies, artinya
pemulihan (remediasi) kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat
diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti kondisi awal
sebelum Kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.
Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan
dengan rehabilitasi lahan dengan melakukan kegiatan
phytoremediasi dan penghijauan (vegetation establishement) untuk
lebih efektif dalam mereduksi, mengkontrol atau bahkan
mengeliminasi hasil bioremediasi kepada tingkatan yang sangat
aman lagi buat lingkungan.
Biaya teknologi Bioremediasi di Indonesia berada didalam kisaran
20-200 USD per meter kubik bahan yang akan diolah (tergantung
dari jumlah dan konsentrasi limbah awalserta metoda aplikasi), jauh
lebih murah dari harga yang harus dikeluarkan dengan teknologi
lain seperti incinerasi dan soil washing (150-600 USD).
Bagi industri, penanganan lahan tercemar dengan teknologi
bioremediasi memberikan nilai strategis :
1. Effisiensi, kesadaran bahwa banyak sumber daya alam kita adalah
non-renewable resources (ex. minyak dan gas), dengan teknologi
ramah lingkungan yang cost-effective (seperti bioremediasi) akan
secara langsung berimplikasi kepada pengurangan biaya
pengolahan.
2. Lingkungan, ketika suatu perusahaan begitu konsern dengan
lingkungan, diharapkan akan terbentuk sikap positif dari pasar
yang pada akhirnya seiring dengan kesadaran lingkungan
masyarakat akan mengkondisikan masyarakat untuk lebih memilih
“green Industry” dibanding industri yang berlabel “red industri”
atau mungkin “black industry”, evaluasi kinerja industri dalam
pengelolaan lingkungan hidup (Proper) sudah mulai dilakukan oleh
pemerintah (KLH), diharapkan kedepan, akan terus dikembangkan
menjadi pemberian sertifikasi ISO 14001, hasilnya adalah
perluasan pasar dengan "greening image".
3. Environmental Compliance, ketaatan terhadap peraturan
lingkungan menunjukan bentuk integrasi total dan aktif dari
industri terhadap regulasi yang dibangun oleh pemerintah untuk
kepentingan masyarakat luas. Sikap ini juga akan memberi penilai
positif dari masyarakat selaku konsumen terhadap perusahaan
tertentu.
Pemerintah, melalui Kementrian Lingungan Hidup, membuat
Payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi
untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan
pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya
(logam berat dan pestisida) disusun dan tertuang didalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003
tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah
minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara
biologis (Bioremediasi).
BAB VII

KESIMPULAN

Pencemaran tanah adalah masuknya bahan kimia buatan manusia sehingga


mengubah sifat alami tanah. Pestisida adalah salah satu bahan kimia tersebut yang
dapat mencemari tanah. Cemaran pestisida dalam tanah dapat member dampak
yang merugikan baik terhadap tanah,tanaman serta manusia dan hewan. Untuk
menghindarinya, kita harus mencegah pencemaran tersebut dengan mengurangi
penggunaan pestisida dan menggunakannya sesuai aturan. Bila telah terjadi
pencemaran lakukan penanggulangan dengan remediasi dan bioremediasi.
DAFTAR PUSTAKA

Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil


Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-
line).http://id.wikipedia.org/wiki/pencemaran_tanah. diakses 26 Desember 2007.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. 112 hal.
Makalah Pencemaran Tanah « Son_Earth’s Zone The Last Geolog in the
World.htm.
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line).
http://id.wikipedia.org/wiki/pencemaran_tanah. diakses 26 Desember 2007.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang.
Kusno S, 1992, Pencegahan Pencemaran Pupuk dan pestisida. Jakarta : Penerbit
Swadaya.

Ekha Isuasta,1988, Dilema Pestisida. Yogyakarta : Kanisius .

Anda mungkin juga menyukai