OLEH:
MOH. SURIYAIDULMAN RIANSE
NPM 212180013
1. Pengertian Creep
Creep merupakan gerakan tanah atau batuan yang kontinu dan relatif lambat.
Creep mengacu pada deformasi tergantung waktu pada tanah atau batu yang
dihasilkan dari penataan ulang internal partikel dalam merespon perbedaan
tegangan yang berkelanjutan = (σ - σ3) yang umumnya lebih kecil daripada
perbedaan tegangan tanah pada failure = (σ1- σ3)f dimana σ1 dan σ3 adalah tekanan
utama mayor dan minor. Deformasi selama creep yang undrained dihasilkan dari
penyimpangan bentuk ketika tanah mengerahkan tahanan geser yang konstan
sebagai respons terhadap tegangan geser yang diterapkan pada pemuatan atau
pembongkaran. Model creep telah diterapkan pada solusi dari berbagai masalah
teknik, seperti penutupan dan pembebanan pada terowongan, bilik, dan pilar dalam
material yang sensitif terhadap creep, seperti zona garam, serpih, dan patahan.
Tanah yang sangat tertekan dan sensitif akan rayapan yang ditemui dalam
penggalian bawah tanah digambarkan dalam terminologi manusia sebagai tanah
terjepit, karena mengarah ke penutupan bertahap pada bukaan di bawah kondisi
undrained yang praktis.
Perilaku undrained creep berkaitan erat dengan fenomena drained creep yang
berasosiasi dengan konsolidasi sekunder dan swelling karena mekanisme tersebut
menyebabkan perubahan volume. Pemahaman tentang creep penting untuk
pengembangan lebih lanjut di bidang desain tambang bawah tanah, kontrol strata,
seismologi dan dalam memahami banyak fenomena geologis dan geofisika lainnya
yang terjadi di kerak bumi.
1
menghasilkan gerakan lereng bawah material. Daerah yang mengalami siklus
basah/kering atau beku/mencair paling rentan mengalami creep.
Solifluction adalah jenis creep khusus yang terjadi di daerah dingin yang
didasari oleh permafrost. Selama musim dingin, tanah membeku hingga ke
permukaan. Ketika lapisan permukaan mencair, selama musim semi dan awal
musim panas, air lelehan tidak dapat meresap ke lapisan beku di bawahnya. Hal ini
menyebabkan lapisan permukaan tanah menjadi tergenang air, memfasilitasi
pergerakan lereng saat lapisan tersebut menjadi jenuh. Dalam hal ini lapisan
permukaan mengalir, naik di atas tanah beku di bawahnya. Meskipun paling umum
di daerah permafrost, solifluksi dapat terjadi di mana saja sehingga lapisan tanah
permukaan menjadi jenuh.
Hasil studi creep berguna untuk memprediksi longsoran lereng juga. Saito
telah menggambarkan metode memprediksi waktu longsor lereng dengan laju creep
steady state. Dalam makalah selanjutnya ia juga menggambarkan metode lain
dalam memprediksi waktu longsor dengan metode creep tersier. Sangat mungkin
bahwa kadang-kadang hanya creep tahap tersier dapat diamati karena
keterlambatan pemasangan perangkat di lokasi.
2
Gambar 1. Perilaku creep standar
3
Tabel 1. Tipe Batuan dan Klasifikasi Creep Berdasarkan Mekanisme Deformasi
(Dusseault dan Fordham, 1993)
Tipe Batuan Mekanisme Deformasi Laju Stres Temperatur Rentang
Regangan Deviatorik Eksponen
(s-1) (σ1- σ3) Stres ‘n’
-11 -
Hard Rocks Microfracturing/ 10 -10 Tinggi Rendah 6-10
(silika Microcracks/Cataclasis 14 (10-15
porositas MPa)
rendah)
Karbonat Dislokasi dan 10-3-10-9 Tinggi Rendah ke 3-7
massif kering Microcracking (10-15 Tinggi
MPa)
Karbonat Larutan Difusi / 10-12-10- Rendah Tinggi 1-2
14
berkekar / Tekanan (1-5 MPa)
berpori basah
Batupasir Larutan Microcrack / 10-11 -10- Tinggi ke Rendah 6-10/3-6/
13
berporositas Dislokasi / Tekanan /10-3- Rendah <1
tinggi 10-9/ 10-15 (5-10
MPa)
Serpih/Slate Larutan >10-15 Tinggi ke Rendah ke 1-6
berporositas Microfracture/Tekanan Rendah Tinggi
tinggi (5-10
MPa)
Batugaram Semua bentuk 10-6 -10- High to Tinggi 1-10
10 -3
(Larutan / 10 - low (1-
Microfracture, 10-9/ 10- 15MPa)
14 -15
Dislokasi, Difusi dan -10
Tekanan)
a. Kondisi Internal
1) Pembekuan
Pembekuan air tanah memperluas ruang antar partikel tanah. Setelah air
meleleh / menghangat, partikel-partikel jatuh karena gravitasi dan dapat
menggeser posisi ke bawah. Lereng bertindak sebagai pelumas untuk
partikel-partikel tanah yang menyebabkan gerakannya menurun ke bawah.
4
2) Suhu
Perubahan suhu menyebabkan partikel-partikel tanah mengembang dan
berkontraksi, oleh karena itu mereka menggeser posisi lereng.
3) Kelembaban
Kelembaban akibat air hujan ataupun factor lain menyebabkan tanah dan
batuan menjadi basah. Pada pengeringan, partikel melonggarkan dan dapat
bergeser dari posisi semula menuruni lereng.
b. Kondisi Eksternal
1) Aktivitas manusia dan aksi hewan penggali dapat menyebabkan lereng
kehilangan tanah pada bagian bawahnya. Ini menjadi efek pemicu pada
partikel tanah pada bagian atas lereng yang kemudian dapat bergeser ke
bawah lereng.
2) Getaran dari kendaraan yang bergerak dan tremor bumi dapat memicu
partikel tanah bergerak ke bawah.
5. Eksperimen Creep
Eksperimen creep sering digunakan untuk menentukan kekuatan dan/atau
modulus deformasi batuan yang tergantung waktu. Telah sering dinyatakan bahwa
creep batuan tidak terjadi kecuali level beban/tegangan melebihi nilai ambang
tertentu, yang kadang-kadang didefinisikan sebagai kekuatan jangka panjang
batuan (Ladanyi, 1974; Bieniawski, 1970). Eksperimen creep terdiri dari
eksperimen di laboratorium dan eksperimen di lapangan.
a. Eksperimen Laboratorium
1) Perangkat pengujian creep di laboratorium
Peralatan untuk uji creep yaitu dapat dari tipe cantilever atau tipe yang
dikendalikan oleh beban/perpindahan. Meskipun detail masing-masing mesin
pengujian mungkin berbeda, fitur-fitur alat untuk pengujian creep dijelaskan di sini.
5
adalah tingkat beban yang berlaku, yang tergantung pada panjang lengan penopang
dan goyangan selama penerapan beban.
Gambar 3. Contoh peralatan untuk creep tipe kantilever: (a) Kantilever satu
lengan dan (b) multi-tuas
6
Gambar 4. Alat kontrol pembebanan/perpindahan (Ishizuka dll, 1993).
Tes creep pada tufa Oya yang dilakukan oleh Ito & Akagi (2001) dalam
kondisi kering diplot pada Gambar 6. Seperti dicatat dari Gambar 6, beberapa
respon berakhir dengan kegagalan sementara yang lain menjadi asimptotik terhadap
tingkat regangan tertentu, tergantung pada rasio tegangan yang diterapkan (SR),
yang didefinisikan sebagai rasio tegangan yang diterapkan terhadap kekuatan
jangka pendek. Respon yang berakhir dengan kegagalan pada umumnya dibagi
menjadi tiga tahap. Transisi dari tahap primer ke tahap sekunder dan dari tahap
sekunder ke tahap tersier umumnya ditentukan dari deviasi dari penurunan linier
atau peningkatan laju regangan yang diplot dalam ruang waktu logaritmik. Secara
umum, harus dicatat bahwa data regangan harus dihaluskan sebelum
interpretasinya. Penurunan langsung dari data regangan yang berisi respon aktual
serta elektronik dapat menghasilkan hasil yang sepenuhnya berbeda.
7
Gambar 5. Mesin uji geser dinamis multi guna dengan kemampuan untuk
melakukan uji creep pada batuan, diskontinuitas, dan antarmuka di Universitas
Ryukyus.
Gambar 6. Respon creep kompresi uniaksial tufa Oya dalam kondisi kering
(dimodifikasi dari Ito & Akagi 2001).
b) Uji creep kompresi triaksial
Eksperimen creep kompresi triaksial sangat terbatas dibandingkan dengan
eksperimen creep kompresi uniaksial karena kecanggihan peralatan dan biaya.
Namun demikian, ada beberapa upaya untuk melakukan uji tersebut (Serata dll,
1968; Lockner & Byerlee, 1977; Waversik, 1983; Masuda dll, 1987; Okada, 2005;
Ito dll, 1999). Asalkan sudut gesekan tidak bergantung pada kecepatan, rasio
tegangan pada uji creep kompresi triaksial dengan uji creep kompresi uniaksial
didefinisikan dalam analogi sebagai:
𝜎1 −𝜎2
𝑆𝑅 = 2𝑐 𝑐𝑜𝑠∅+(𝜎1 + 𝜎3 )𝑠𝑖𝑛∅
8
Gambar 7. (a) Respon creep dari tufa Oya dan (b) Hubungan antara rasio tegangan
dan waktu kegagalan pada berbagai suhu (Shibata dll, 2007).
Gambar 8. Waktu keruntuhan creep dari uji creep kompresi uniaksial dan triaksial
(dari Ito dll, 1999; Shibata dll, 2007; Akai dll, 1979).
9
c) Uji Creep tarik Brasil
Tidak ada banyak studi tentang perilaku creep tarik batuan menggunakan uji
creep Brasil. Namun, batuan dapat mengalami tegangan tarik di alam seperti tebing
dengan erosi pada bagian bawah dan lapisan atap di atas bukaan bawah tanah yang
digali dalam batuan sedimen. Aydan dll (2011, 2013), Agan dll (2013) dan Ulusay
dll (2013) baru-baru ini melaporkan beberapa uji creep Brasil pada sampel tufa.
Kekuatan tarik dari sampel dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
2 𝑃
𝜎𝑡 =
𝜋 𝐷𝑡
10
Gambar 12. Respon dari material grouting yang diukur selama uji creep geser
langsung pada berbagai rasio tegangan.
Tabel 2. Korelasi yang diajukan antara eksperimen jejak creep dan eksperimen
creep kompresi uniaksial konvensional.
11
Gambar 13. Dua contoh perangkat jejak creep
b. Eksperimen Lapangan
Untuk ekperimen lapangan creep metode yang digunakan menggunakan alat
pemantau Ekstensometer. Alat ini berfungsi untuk mengukur perpindahanyang
terjadi di dalam massa batuan. Selanjutnya hasil pengamatan berupa data
perpindahan terhadap waktu diplotkan ke dalam suatu kurva untuk dapat dianalisis.
Hasil yang diperoleh dari pemantauan terhadap perpindahan di dalam dinding
menunjukkan bahwa batuan tersebut berperilaku hingga mencapai tahapan
sekunder.
Gambar 14. Grafik rayapan dinding kiri di tambang emas bawah tanah
12
Hasil antara pengukuran langsung di lapangan dan pengujian rayapan di
laboratorium menunjukkan tidak terlalu berbeda hasilnya.
Referensi
13