Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi jamur termasuk salah satu penyakit kulit yang masih

merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Prevalensinya dapat mencapai 27,6%

berdasarkan data dari berbagai rumah sakit pendidikan. Salah satu jenis infeksi

jamur yang sering ditemukan adalah kandidiasis Penyakit ini disebabkan oleh

jamur spesies Candida albicans sebesar 85-95%.(1)

Candida albicans merupakan flora normal yang hidup antara lain pada

membran mukosa rongga mulut, saluran pencernaan, dan vagina. Candida albicans

merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua

bentuk berbeda, yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora

serta dapat menghasilkan germ tube yang akan membentuk pseudohifa. Faktor-

faktor yang mengganggu keseimbangan tersebut akanmeningkatkan pertumbuhan

jamur atau meningkatkan kemampuan invasi bakteri, misalnya penggunaan

antibiotik yang mengeliminasi flora komensial lain di rongga mulut dan usus,

sehingga mengakibatkan invasi kandida.(2,3)

Kandidiasis adalah infeksi primer atau sekunder dari genus Candida, terutama

Candida albicans.Kandidiasis ditemukan diseluruh dunia dan menyerang segala

usia, baik laki-laki maupun wanita, tetapi data menunjukkan bahwa 70%

penderitanya adalah wanita.(4) Di Amerika, 75% wanita pada masa reproduski

1
mengalami vulvavaginitis candidiasis. Antara 40-50% mengalami infeksi berulang

dan 5-8% mengalami infeksi candida kronis.(5)Angka prevalensi Kandidiasis tahun

2006 mencapai 25%-50%, Bakterial Vaginosis 20%-40% dan Trikomoniasis 5-

15%. Tahun 2008, prevalensi infeksi saluran reproduksi pada remaja putri dan

wanita yang disebabkan Candida albicans mencapai 29%.(6)

Penyakit infeksi jamur superfisialis dapat ditemukan pada individu

imunokompoten maupun imunokompromai seperti HIV AIDS.Menurut Bramono

K. studi terbaru terhadap penderita yang terinfeksi HIV, menunjukkan 157 kejadian

penyakit karena jamur. Kandidiasis adalah infeksi yang paling sering ditemui,

mengenai 83 penderita atau 54,7%, diikuti dengan malasseziosis sebanyak 40,1%,

dan dermatofitosis sebesar 5%.(7)

Berbagai jenis obat antijamur telah diciptakan untk mengobati infeksi Candida

(kandidiasis). Pengobatan terhadap semua jenis jamur termasuk Candida albicans

yang paling banyak diberikan saat ini adalah golongan azol seperti klotrimazol,

flukonazol, dan ketoconazole. Namun obat-obatan tersebut memiliki efek samping

yang berat, spectrum antijamur yang sempit, penetrasi yang buruk, dan munculnya

jamur yang resisten.(8,9)

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman

hayati cukup luas, dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya

tumbuh di Indonesia. Sebanyak 940 jenis tanaman telah digunakan sebagai obat

tradisional. Pemakaian tanaman obat terus meningkat sejalan dengaan

berkembangnya industri obat tradisional/modern, farmasi ataupun kosmetika yang

2
menggunakan obat sebagai bahan bakunya.(10) Meningkatnya penggunaan tanaman

obat ini juga disebabkan pola hidup masyarakat yang mencari alternatif pengobatan

kembali ke alam (back to nature), karena pengobatan cara ini dianggap memiliki

efek samping yang relatif kecil dibanding pengobatan medis atau modern.(11)

Salah satu tanaman yang mempunyai banyak manfaat yaitu daun salam

(Syzgium polyanthum). Daun salam telah dikenal secara luas oleh masyarakat

Indonesia. Biasanya daun salam digunakan untuk bumbu berbagai macam

masakan. Namun dibalik itu semua, ternyata daun salam mempunyai aktivitas

farmakologis yang sangat berguna bagi tubuh kita.(12) Penilitian yang dilakukan

oleh GY Bhaskara menyatakan bahwa kandungan daun salam yang berpotensi

sebagai antifungi adalah alkaloid, flavonoid, tannin, dan minyak atsiri.(13)

Sehubungan dengan adanya indikasi kandungan daun salam mempunyai daya

antifungi, maka pada penilitian ini akan dilakukan pengujian terhadap daun salam

sebagai obat herbal antijamur untuk mengobati kandidiasis yang lebih aman dan

efisien untuk dikonsumsi masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah “Bagaimana daya hambat

ekstrak daun salam(Syzygium polyanthum) sebagai antifungi terhadap

pertumbuhanCandida albicans ?”

3
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui daya hambat ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) sebagai

antifungi terhadap Candida albicans.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menguji daya hambat ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dengan

konsentrasi 25% terhadap pertumbuhan Candida albicans.

2. Menguji daya hambat ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dengan

konsentrasi 50% terhadap pertumbuhan Candida albicans.

3. Menguji daya hambat ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dengan

konsentrasi 75% terhadap pertumbuhan Candida albicans.

4. Menguji daya hambat ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum)dengan

konsentrasi 100% terhadap pertumbuhan Candida albicans.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai cara alternatif untuk pencegahan dan

penanganan infeksi Candida albicans serta menunjang penggunaan daun salam

sebagai pengobatan tradisional.

4
1.4.2 Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan mengenai kemampuan

ekstrak daun salam sebagai antifungi terhadap pertumbuhan Candida albicans

dan meningkatkan kemampuan dalam bidang penelitian.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi tambahan bagi pihak lain untuk melakukan penelitian

yang berkaitan dengan efektifitas esktrak daun salam (Syzigium polyanthum

Wigh) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Candida albicans

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi Candida albicans adalah:(14)

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Subphylum : Saccharomycotina

Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans.

2.1.2 Morfologi dan Identifikasi Candida albicans

Candida albicans (C.albicans) adalah suatu ragi lonjong,

bertunas, berukuran 2-3 x 4-6 µm yang menghasilkan pseudomiselium

baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Ragi ini

sebenarnya adalah anggota flora normal kulit, membran mukosa saluran

pernafasan, pencernaan, dan genitalia wanita. Di tempat-tempat ini, ragi

dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologik.(14)

6
Candida albicans seringkali dideskripsikan sebagai jamur

dimorfik yang terdapat dalam bentuk sel ragi (blastospora) dan hifa semua

(pseudohifa). Sebenarnya Candida albicans bersifar polimorfik

dikarenakan kemampuannya untuk tumbuh dalam beberapa macam

bentuk yang berbeda sebab selain blastospora dan pseudohifa, Candida

albicans juga bisa menghasilkan hifa sejati.(14)

Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang

kompleks, tebalnya 100-400 nm.Dinding sel Candida albicans berfungsi

sebagai pelindung, sebagai target dari beberapa antimikotik dan memberi

bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya. Terdapat

enam lapisan sel (dari luar ke dalam) pada dinding sel Candida albicans

yaitu fibrillar layer, mannoprotein, ß-glucan, ß-glucan-chitin,

mannoprotein, dan membran plasma.(15)

Gambar 2.2. Dinding Sel Candida albicans

7
(Sumber : Candida species: current epidemiology, pathogenocity, biofilm

information. Diakses di www.microbiologiresesrch.org)

Komposisi primernya terdiri dari berbagai polisakarida seperti

glukan, mannan, dan khitin. Glukan dan mannan, keduanya terutama

memberi struktur sel, sedangkan yang terakhir, mannan, yang merupakan

protein, turut berperan dalam membentuk antigen utama organisme.(16)

Lapisan luar dinding sel Candida albicans terdiri dari

mannoprotein yang berasal dari permukaan sel. Lapisan ini terlibat

dalam pengenalan antar sel (cell to cell recognition events), menentukan

sifat permukaan sel dan berperan penting dalam interaksi dengan hospes.

Mannoprotein ini mewakili 30-40% dari total polisakarida dinding sel

dan menentukan sifat permukaan sel.(17)

Lapisan dalam terdiri dari ß-glucan dan khitin.ß-glucan ini

merupakan komponen utama Candida albicans, meliputi sekitar 50-60%

berat dinding selnya.Khitin merupakan zat konstituen dinding sel

Candida albicans yang penting. Khitin terdistribusi pada septa antara

kompartemen sel independen, budding scars, dan cincin antara sel induk

dan tunasnya (blastospora).(18)

Candida albicans mempunyai tiga bentuk morfologi yaitu:(19)

8
1. Yeast Like cells, terlihat sebagai kumpulan sel berbentuk bulat

atau oval dengan variasi ukuran lebar 2-8 µm dan panjang 3-4 µm,

diameter 1,5-5 µm. Sel-sel tersebut dapat membentuk blastospora.

2. Pseudohypha, karena blastospora tidak lepas dan terus

membentuk tunas baru.

3. Chlamydospora, dinding sel dengan diameter 8-12 µm.

Chlamydospora terbentuk jika Candida albicans di kultur pada medium

kurang nutrient seperti Corn meal agar.

Gambar 2.3 Morfologi Candida albicans

(Sumber : J.C.O Sardi. Candida species: current epidemiology, pathogenocity,

biofilm information. Diakses di www.microbiologiresesrch.org)

Di medium agar atau dalam 24 jam di suhu 37ºC atau suhu

ruang, Candida sp. Membentuk koloni lunak berwarna krem dengan bau

beragi. Pseudohifa tampak sebagai sebentuk pertumbuhan di bawah

permukaan agar. Ada dua uji morfologi sederhana yang dapat

9
membedakan Candida albicans, pathogen yang paling umum, dengan

spesies Candida yang lain: Setelah diinkubasi di dalam serum selama

sekitar 90 menit pada suhu 37ºC,sel ragi Candida albicans akan

membentuk hifa sejati atau tabung-tabung tunas, dan di atas medium yang

kurang bernutrisi Candida albicans menghasilkan klamidospora bulat

berukuran besar.(20)

2.1.3 Mekanisme infeksi Candida albicans

Tahap pertama dalam proses infeksi ke tubuh hewan atau

manusia adalah perlekatan (adhesi). Kemampuan melekat pada sel inang

merupakan tahap penting dalam kolonisasi dan penyerangan (invasi) ke

sel inang. Bagian pertama dari Candida albicans yang berinteraksi

dengan sel inang adalah dinding sel. Dinding sel Candida albicans terdiri

dari enam lapisan dari luar ke dalam adalah fibrillar layer, mannan, β-

glucan, β-glucan-chitin, mannoprotein, dan membran plasma. Perlekatan

lapisan dinding sel dengan sel inang terjadi karena mekanisme kombinasi

spesifik (interaksi antara ligand dan resesptor) dan non-spesifik (kutub

elektrostatik dan ikatan van der walls).(15)

Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa mannan,

mannoprotein, atau polisakarida merupakan substrat penting yang

memperantarai proses adhesi ini. Mannoprotein mempunyai sifat

imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap

10
imunitas hospes.Candida albicans tidak hanya menempel, namun juga

melakukan penetrasi ke dalam mukosa.Enzim-enzim yang berperan

sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase,

lipase, dan fosfolipase. Enzim proteinase aspartil membantu Candida

albicans pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan

mukokutan yang berkeratin.(16,21)

Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan

Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan

tubuh manusia karena adanya perubahan keseimbangan flora atau

perubahan mekanisme pertahanan lokal sistemik.Blastospora

berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semua tersebut

merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi.

Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan

serta invasi ke dalam jaringan.(16)

2.1.4 Kandidiasis

Menurut spektrum infeksinya, kandidiasis dibagi menjadi 2

yaitu kandidiasis superfisial dan kandidiasis invasif.(22)

2.1.4.1 Kandidiasis Superfisial

11
Kandidiasis superfisial merupakan infeksi yang umum ditemukan

pada lingkungan tropis dan termasuk didalamnya infeksi pada

rongga mulut, vagina, dan kulit.(22)

2.1.4.1.1 Gejala dan Tanda

Manifestasi utama kandidiasis superfisial adalah kandidiasis

orofaringeal, kandidiasis vagina, dan kandidiasis kutis.

Sebagai tambahan, kandidiasis mukokutaneus kronik adalah

kondisi yang dapat muncul sebagai infeksi kronik yang

langka dan hanya ditemukan pada pasien dengan faktor

predisposisi.(22)

1. Kandidiasis Orofaringeal

Infeksi oral oleh Candida dapat ditemukan di semua negara.

Infeksi ini sering ditemukan pada anak-anak, usia lanjut, dan pasien

dengan sistem imun yang tidak adekuat; termasuk pada pasein

AIDS. Terdapat beberapa perbedaan dari tipe klinis kandidiasis

orofariengeal.Hal ini dapat secara luas dikenali dari kronisitas dan

gambaran klinis.Kandidiasis pseudomembran muncul dengan plak

putih pada epitel yang terinfeksi dan dapat lepas dengan mudah.

Gambaran bercak-bercak putih yang menyebar ini dinamakan

“trush”.(22)

12
Gambar 2.4 Kandidiasis oral “Oral Trush”
(Sumber: Singh, Arun. Oral Candidiasis: An Overview.2009. Diakses di
www.ncbi.nlm.nih.giv.com)

Pada beberapa individu, plak tersebut dapat tidak muncul tetapi

permukaan mukosa terlihat sangat kemerahan (kandidiasis

eritematus akut), yang juga dikenal sebagai kandidiasis oral atropik

akut. Hal ini dapat muncul pada pasien AIDS. Pada perokok,

kandidiasis kronik dapat mempunyai gambaran tambahan seperti

plak putih yang ireguler, yang tidak mudah lepas pada lidah dan area

lain di mulut.(22)

2. Kandidiasis Vaginal

Kandidiasis vaginal secara umum disebabkan oleh Candida

albicans.Gambaran klinis utama kandidiasi vagina mirip

denganyang ditemukan pada mukosa mulut, yang terbanyak

ditemukan adalah bentuk akut (pseudomembranosa atau

eritematosa).Gejala dan tipe akut bervariasi dari cairan yang kental,

13
rasa gatal, dan dyspareunia. Gambaran klinis bervariasi yang

didominasi oleh adanya plak putih yang lembut (trush).(22)

Gambar 2.5 Kandidiasis Vaginal


(Sumber: F. Bernardis. Studies of Immune Responses in Candida Vaginitis.
2015. diakses di www.mdpi.com)

3. Kandidiasis intertrigo

Kulit hanya terlibat secara tidak langsung pada infeksi vagina

dimana terdapat penyebaran infeksi ke daerah vulva dan perineum.

Dalam kasus ini, bercak kemerahan di lipat paha dan pada

permukaan atas daerah paha dapat muncul bersamaan dengan pustul

dan papul satelit..(22)

14
Gambar 2.6 Kandidiasis Intertrigo
(Sumber: Kalra,MG. Intertrigo and secondary skin infections. 2014. diakses di
www.ncbi.nlm.nih.gov.com)

4. Kandidiasis interdigital

Infeksi jari atau kaki karena kandida lebih umum dijumpai di

Negara dengan iklim panas. Lesi berupa bercak putih dengan kulit

yang terlihat basah, yang biasanya terkikis secara superfisial.(22)

Gambar 2.7 Kandidiasis Interdigital


(Sumber: Luo, DQ. Interdigital Ulcer: an usual presentation of Candida. 2011.
diakses di www.ncbi.nlm.nih.gov.)

5. Kandidiasis pada kuku

Paronikia adalah infeksi akut dan kronis pada lipat kuku yang

disebabkan spesies Kandida seperti Candida albicans atau Candida

15
parapsilosis.Hal ini sangat umum ditemukan di daerah

tropis.Infeksi ini muncul pada pasien yang sering melakukan

kegiatan yang berhubungan dengan air atau dengan pekerjaan

memasak.(22)

Gambar 2.8 Kandidiasis pada kuku


(Sumber: Ervianti, Evy. Paronikia. Vol. 24- No.3. 2012. diakses di www.journal.unair.ac.id)

6. Kandidiasi mukokutaneus kronik

Sindrom yang jarang muncul dari kandidiasis mukokutanues

kronik biasanya muncul di usia balita dan anak-anak berupa

kandidiasis rongga mulut, kuku, dan kutis yang biasanya muncul

berulang tanpa terapi. Kandidiasis mukokutanues kronik juga dapat

dijumpai pada dewasa. Lesi oral biasanya muncul pada tipe

pseudomembranosa kronik atau tipe plak.(22)

16
Gambar 2.9 Kandidiasis .Mukokutaneus Kronik
(Sumber: Kusumaputra, Bagus. Penatalaksanaan Kandidiasis Mukokutam Pada
Bayi. Vol. 26/ No.2. 2014. diakses di www.journal.unair.ac.id)

2.1.4.2 Kandidiasis Invasif

Kandidiasis invasif mengarah pada variasi yang luas dari

kelainan yang berat dan invasive seperti kandidemia, kandidiasis

diseminata, endocarditis, meningitis, dan melibatkan organ dalam

lain. Kandidiasis invasif kebanyakan disebabkan satu dari lima

spesises Candida spp. (albicans, parapsilosis, tropicalis, glabarata,

dan krusei), dengan menginfeksi C.albicans sebesar 40% sampai

50% dari jumlah infeksi yang dilaporkan.(22)

2.1.5 Pembiakan Candida albicans In Vitro

Salah satu media yang lazim dipakai untuk pembiakan jamur in

vitro adalah Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Kandungan SDA terdiri

dari 40 gr dekstrosa, 15 gr agar, 5 gr cernaan enzimatik kasein, serta 5

gr cernaan enzimatik jaringan hewan. Kandungan dekstrosa merupakan

17
sumber energi, agar sebagai bahan pemadat, dan dua kandungan

terakhir berperan dalam menyediakan kebutuhan nitrogen serta

vitamin untuk pertumbuhan organisme. SDA memiliki pH 5,6 ± 0,2

pada suhu 25º C. Kandungan dekstrosanya yang tinggi dan pHnya yang

asam juga menyebabkan SDA hanya dapat digunakan sebagai media

pembiakan jamur-jamur tertentu. Organisme yang dapat tumbuh dalam

SDA diantaranya adalah Aspergillus niger, C.albicans, Microsporum

canis, Penicillium roquefortii, dan Trycophyton mentagrophytes.(23)

2.2 Daun Salam

2.2.1 Klasifikasi tanaman

Klasifikasi daun salam adalah sebagai berikut:(24)

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Spesies : Syzygium polyanthum Wigh Walp

2.2.2 Morfologi

18
Pohon salam berwarna coklat abu-abu, kayunya memecah atau bersisik

dan tingginya bisa mencapai 30 meter dengan diameter hingga 60 cm. Pohon

ini memiliki bunga berupa malai dengan banyak kuntum bunga, 2-8 cm. Sering

kali bunganya muncul di bawah daun atau di bawah ketiak ranting. Daun salam

merupakan daun tunggal berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur

sungsang, letak berhadapan, panjang tangkai 0,5-1 cm, ujung meruncing,

pangkal runcing, tepi rata, panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan

menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua, dan permukaan bawah

berwarna hijau muda.(25)

Gambar 2.10 Pohon Daun Salam

(Sumber: Harismah, Kun. Pemanfaatan Daun Salam (Eugenia polyantha) Sebagai Obat
Herbal. 2016. Diakses www.journals.ums.ac.id)

2.2.3 Kandungan Kimia

19
Daun salam mempunyai kandungan kimia utama yaitu tannin,

flavonoid, dan minyak atsiri 0,05% yang terdiri dari eugenol dan sitral.(26)

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap yang akhir-akhir ini

menarik perhatian dunia. Minyak asitri melakukan aktivitas antijamur dengan

cara menyerang ergosterol pada membran sel jamur sehingga menyebabkan

perubahan permeabilitas membran dan kerusakan membran yang akhirnya

molekul-molekul sel jamur akan keluar dan menyebabkan kematian sel.(27)

Selain minyak atsiri, terdapat kandungan flavonoid dan alkaloid.

Senyawa golongan flavonoid yang merupakan turunan dari fenol dapat

bertindak sebagai antijamur karena sebagian besar fenol dapat menghambat

sintesis protein dengan cara menghilangkan struktur tersier dan sekunder ikatan

protein pada membran sel menjadi hancur.(28)Gugus hidroksil yang terdapat

pada senyawa flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan

transport nutrisi yang akhirnya mengakibatkan sel jamur menjadi lisis.(29)

Alkaloid adalah zat aktif dari tanaman yang berfungsi sebagai obat dan

aktivator kuat bagi sel imun yang menghancurkan bakteri, virus, jamur, dan sel

kanker.(28)Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.

Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung

satu atau lebih atom nitrogen, sehingga kemungkinan menekan pertumbuhan

jamur karena jamur tumbuh pada pH 3,8-5,6.(30)

Kandungan kimia yang lain adalah tanin. Tanin terdapat luas dalam

tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan

20
kayu.Secara kimia terdapat dua jenis utama tannin, yaitu tannin terkondensasi

dan tannin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolon secara biosintesis

dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin)

yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi.

Sedangkan tannin terhidrolisis terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana

ialah depsida galoiglukosa.(30)

Tanin bersifat menciutkan dan mengendapkan protein dari larutan

dengan membentuk senyawa yang tidak larut.Selain itu, tanin berperan dalam

sistem pertahanan tubuh dan mempunyai aktivitas antioksidan dan

antiseptik.Tannin merupakan senyawa yang bersifat lipofilik sehingga mudah

terikat pada dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel. Selain itu,

tannin dapat menghambat sintesis kitin yang merupakan komponen penting

dinding sel jamur.(31)

2.2.4 Manfaat daun salam

Daun salam umumnya digunakan sebagai rempah, pengharum masakan

di sejumlah negeri di Asia Tenggara, baik untuk masakan daging, ikan, sayur

mayur, maupun nasi.(12) Beberapa referensi menyebutkan bahwa daun salam

dapat digunakan sebagai terapi kesehatan, seperti obat diare, hipertensi, maag,

diabetes mellitus, sakit gigi, penurunan kadar kolesterol, dan penuruan kadar

asam urat.(25)Tanaman ini bersifat analgesik ,anti bakteri, antifungi dan anti

inflamasi. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa berbagai jenis

21
flavonoid seperti kalkon,flavanon,flavon,flavonol,isoflavon,katekin berkhasiat

luas sebagai analgesik, antibiotik, antihistamin, antiarthritis, anti inflamasi.(32)

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa

atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku

yang telah ditetapkan.(33)

Ektraksi merupakan teknik pemisahan kandungan kimia yang terdapat

pada simplisia. Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan

pelarut tertentu sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisah. Pemisahan

pelarut berdasarkan kaidah “like dissolved like” artinya suatu senyawa polar

akan larut dalam pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan

bermacam-macam metode. Motede ekstraksi yang paling sederhana adalah

maserasi.(34,35)

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature

ruangan secara teknologi termasuk ekstraksi dengan metode pencapaian

konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan

pengadukan yang kontinu, sedangkan remaserasi berarti dilakukan

22
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

pertama dan seterusnya.(35)

2.4 Ketoconazole

Ketoconazole merupakan imidazole sintetik dengan struktur mirip

mikonazil dan klotrimazol.Obat ini bersifat liofilik dan larut dalam air pada

pH asam. Ketoconazole akitf sebagai antijamur baik sistemik maupun non

sistemik efektif terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptocouccus

neoformans, H. capsulatum, B. dermatitis, Aspergillus, dan Spotothrix

spp.(36)

2.4.1 Struktur kimia Ketoconazole

Ketoconazole merupakan anggota antifungi golongan azol yang

memiliki komponen struktur utama lima cincin azol. Ketoconazole

merupakan imidazole yang mengandung dua nitrogen atom pada

cincinnya.(37)

23
Gambar 2.11 Struktur Kimia

(Sumber: www.pubchem.ncbi.nlm.nih.gov)

Ketoconazole memiliki berat molekul 531,4, tidak dapat larut dalam

larutan dimetilsulfoksida dan metil-alkohol, merupakan bubuk yang tidak

berbau, berwarna coklat kekuningan yang pucat dan suram atau kurang

putih, dibuat melalui sintesis kimiawi.(36)

2.4.2 Mekanisme Kerja Ketoconazole

Ketoconazole merupakan agen fungistatik. Dasar aktivitas antifungi

ketokonazol dan azol lainnya adalah menghambat konversi lanosterol

menjadi ergosterol, yang penting untuk mempertahankan integritas

membran sel, dengan menghambat sitokrom P-450 lanosterol 14-alfa-

demetilase (CYP51), yaitu enzim yang bertanggung jawab terhadap oksidasi

kelompok C-14 metil pada lanosterol. Gangguan biosintesis ergosterol dapat

menyebabkan kerusakan membrane sel dengan meningkatkan permeabilitas

dan menyebabkan lisis sel dan akhirnya kematian sel.(37)

2.4.3 Efek Samping

Anoreksia, mual, dan muntah merupakan efek samping yang sering

dijumpai. Ketoconazole juga dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang

ringan tetapi kerusakan hepar yang serius jarang terjadi.Efek samping yang

24
serius dari hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan yaitu

1:10000 dan 1:15000, biasanya dijumpai pada pasien yang mendapat

pengobatan lebih dari 2 minggu. Untuk pengobatan jangka waktu yang lama,

dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Dosis tinggi ketoconazole (>800

mg/hari) dapat menghambat sintesis human adrenal dan testicular steroid yang

dapat menimbulkan alopesia, ginekomasti, dan impoten.(38)

2.5 Kerangka Teori

25
2.6 Kerangka Kosep

Ekstrak Daun
Salam
(Syzygium
polyanthum)

26
Sifat
antifung
i

Suhu inkubasi, waktu


Zona hambat
pengamatan jamur, umur
Candida
biakan, jumlah biakan,
albicans
kecepatan tumbuh jamur.

Keterengan:

Variabel independen

Variabel dependen

Variabel kontrol

2.7 Hipotesis

1. H1 : Ada pengaruh pemberian eskrak daun salam (Syzygium

polyanthum) dari berbagai variasi konsentrasi terhadap pertumbuhan

Candida albicans.

27
2. H0 : Tidak ada pengaruh pemberian eskrak daun salam (Syzygium

polyanthum) dari berbagai variasi konsentrasi terhadap pertumbuhan

Candida albicans.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Jenis Penelitian

28
Penelitian ini merupakan penelitian true experimental post test

melalui metode disc diffusion untuk melihat kemampuan antifungi ekstrak

daun salam terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran UMI dan Fakultas

Farmasi UMI (Laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi) dengan waktu

penelitian mulai bulan November 2016 – November 2017

3.3 Bahan Uji

Bahan uji berupa tanaman daun salam yang diambil dari daerah kota

Makassar

3.4 Sampel Penelitian

Jamur Candida albicans yang telah diisolasi pada medium agar miring.

3.4.1 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

a. Alat pembuat ekstrak: Kertas saring, corong kaca, batang pengaduk,

timbangan,autoclave,blender, hairdryer, wadah kaca, inkubator.

29
b. Alat pengujian jamur: Petridish, autoclave,plastic wrap, spoit 1 ml,

spoit 10 ml, , jangka sorong, erlenmeyer, keranjang, tissue,

spektrofotometer, timbangan digital, vial, pinset, cawan petri, gelas

ukur, lampu spritus

c. Lain-lain: kamera, masker, handskun, perforator, jas lab.

3.4.1.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

tanaman daun salam (Syzygium polyanthum), biakan murni Candida

albicans, Sabouraud Dextrose Agar (SDA), Dimetil Sulfoksida

(DMSO), etanol 70%, aquades steril , Ketoconazole 200 mg.

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Sterilisasi alat

Alat-alat yang digunakan cuci hingga bersih menggunakan air suling.

Kemudian alat-alat dikeringkan dan dibungkus menggunakan kertas.

Selanjutnya disterilkan menggunakan oven pada 160-180oC selama 1-2 jam

3.5.2 Pengolahan Daun Salam

Daun salam (Syzygium polyanthum) yang akan digunakan

dibersihkan dengan mencucinya menggunakan air mengalir, kemudian

dikeringkan pada tempat yang tidak langsung terkena matahari dengan

cara diangin-anginkan supaya terdapat sirkulasi udara yang baik dan

30
kandungan senyawa kimianya tidak rusak. Sampel yang telah kering

diserbukan dengan menggunakan blender.

3.5.3 Proses Ekstraksi Bahan Daun Salam

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode

maserasi.Serbuk daun salam yang telah di blender sebanyak 370 gram

ditambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 3 liter, kemudian diaduk dan

direndam selama 5 x 24 jam. Serbuk daun salam yang telah direndam

selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring. Hasil saringan

(filtrat) diuapkan menggunakan hairdryer hingga menghasilkan ekstrak

kental.

3.5.4 Pengenceran Hasil Ekstrak Kental Daun Salam

Pengenceran bertujuan untuk menghasilkan beberapa

konsentrasi yang akan digunakan dari ekstrak daun salam yang dapat

menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Ekstrak daun

salam ditimbang masing-masing sebanyak 1,25 gram, 2,5 gram, 3,74

gram yang ditimbang menggunakan timbangan analitik. Selanjutnya

dilarutkan dengan aquades sebanyak 5 ml aquades dan DMSO 0,2 ml

untuk memperoleh konsentrasi 25%, 50%, 75%. Sedangkan konsentrasi

100% diperoleh dari ekstrak daun salam kental yang murni. Ekstrak

31
yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam vial yang masing-masing

beri label sesuai dengan konsentrasinya.

3.5.5 Pembuatan Larutan Kontrol

Kontrol positif dibuat dari sediaan obat Ketokonazole 200 mg.

Kontrol negatif menggunakan petridish kosong.

3.5.6 Penyiapan jamur Candida albicans

Jamur Candida albicans berasal dari biakan pada medium agar

miring yang telah tersedia di Laboratorium Mikrobiologi.Kemudian

dilakukan pembuatan suspensi menggunakan spektrofotometer dengan

panjang gelombang 580 nm.

Larutan NaCl diambil sebanyak 1 ml menggunakan spoit lalu

masukkan ke dalam kuvet lalu masukkan ke dalam

spektrofotometer.Kemudian tambahkan 1 ose biakan jamur Candida

albicans lalu masukkan lagi ke dalam spektrofotometer, sehingga

didapatkan transmitan 22%.

3.5.7 Pembuatan Media Sabouraud Dextrose Agar

Sabouraud Dextrose Agar bubuk 16,25 gram kemudian

menambahkannya dengan aquades 250 ml dalam erlemeyer, lalu diaduk

32
hingga larut. Erlemenyer yang berisi cairan medium kemudian ditutup

menggunakan kapas lalu dimasukkan ke dalam autoclave untuk

disterilkan selama 15-30 menit pada suhu 121oC.

3.6 Metode Pengujian

Metode yang digunakan adalah metode difusi lempeng agar

yang merupakan metode uji kepekaan langsung. Sediakan cawan petri

lalu beri garis yang membagi cawan petri menjadi 4 bagian

menggunakan spidol untuk penempatan paperdisc sesuai konsentrasi

yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Medium SDA yang telah disterilkan tadi diambil sebanyak 10 ml

menggunakan spoit, kemudian dimasukkan ke dalam vial. Selanjutnya

1 ose suspensi Candida albicans dihomogenkan bersama medium

SDA lalu dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat.

Setelah itu, beberapa lembar paperdisc blank steril direndam

pada masing-masing larutan ekstrak daun salam yang telah diencerkan

dalam berbagai konsentrasi dan direndam pula pada ketoconazole

cream sebagai kontrol postif selama 15 menit. Paperdisc yang telah

menyerap selanjutnya ditanam ke dalam cawan petri yang berisi

medium SDA menggunakan pinset steril. Dilakukan hal yang sama

untuk kontrol positif. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 250C selama

33
3x24 jam dan diukur zona hambat yang terbentuk menggunakan jangka

sorong.

3.7 Klasifikasi Variabel Penelitian

3.7.1 Variabel Bebas

Dalam penelitian ini yang dianggap variabel bebas adalah ekstrak daun

salam dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.

3.7.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel efek yaitu diameter zona hambat

pertumbuhan jamur Candida albicans pada medium SDA.

3.7.3 Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah suhu inkubasi, waktu

pengamatan jamur, umur biakan, dan tumbuhnya kuman lain

3.8 Kriteria Sampel

3.8.1 Kriteria Inklusi

1. Daun salam yang matang berwarna hijau tua

2. Daun salam diambil dari pasar yang berada di kota Makassar

3.8.2 Kriteria Eksklusi

1. Daun salam yang berwarna hitam atau terkena infeksi hama

2. Daun salam yang rusak/kering

34
3. Daun salam yang berjamur

3.9 Definisi Operasional

1. Jamur Candida albicans merupakan isolat yang telah tersedia

diperoleh dari Laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi Fakultas

Farmasi UMI.

2. Ekstrak daun salam adalah hasil ekstraksi dari daun salam yang

telah dikeringkan yang berasal dari daerah kota Makassar dan

dilarutkan menggunakan pelarut etanol.

3. Konsentrasi sampel adalah daun salam yang dikeringkan pada

tempat yang tidak langsung terkena matahari lalu di blender sampai

halus kemudian ditambahkan etanol 70%. Kemudian diencerkan

dan dibuat dalam 4 jenis konsentrasi yaitu 25%, 50%, 75%, dan

100%.

4. Daya antifungi ekstrak daun salam terhadap Candida albicans yang

dilihat dari zona bening atau zona hambat pada masing-masing

media Sauboraud Dextrose Agar.

3.10 Kriteria Objektif

Zona hambat yang terbentuk mengacu pada klasifikasi respon

hambatan Clinical and Laboratory Standart Institute (CLSI) sebagai

berikut:(40)

35
Tabel 3.10 Klasifikasi respon hambatan menurut CLSI

No Kode Keterangan Diameter Zona Hambat (mm)

1. + Susceptible ≥20

2. ++ Intermediate 15-19

3. +++ Resisten ≤14

3.11 Alur Penelitian

Kultur jamur Candida albicans


pada medium agar miring

Masukkan 1 ose Candida


albicans dari hasil kultur ke
dalam larutan NaCL
Bubuk SDA dicampur
NaCl dan Candida albicans aquades
dimasukkan kedalam
spektrofotometer Masukkan ke
autoclave 15-30 menit
Suspensi Candida albicans
dengan transmintan 22% 36
Ekstrak daun salam kental
Medium SDA cair
diencerkan dengan aquades dan
larutan DMSO
1 ose suspensi Candida albicans 10 cc larutan SDA
Konsentrasi ekstrak daun salam
Tuang ke cawan petri 25%, 50%, 75%, dan 100%
lalu dibiarkan
memadat Rendam paperdisc ke dalam
Paperdisc kontrol positif: masing-masing konsentrasi
Medium SDA padat selama 15-30 menit
Ketoconazole

Inkubasi 3x24 jam

Amati dan ukur zona


hambat

Catat hasil yang Analisa data menggunakan


didapat SPSS

3.12 Kriteria penelitian

Pada uji efek antifungi menggunakan metode difusi, yang

diukur adalah zona inhibisi/ Diameter Daya Hambat (DDH). Luas zona

inhbisi merupakan diameter daerah zona jernih yang telah diberi ekstrak

daun salam dan diukur menggunakan jangka sorong dalam satuan mm

(millimeter).

3.13Analisis Data

37
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dengan

menggunakan uji hipotesis komparatif numerik lebih dari 2 kelompok yang

tidak berpasangan sehingga uji statistik yang digunakan adalah One Way

Annova dengan syarat distribusi data tidak normal, maka uji alternatif yang

dilakukan adalah uji statistik non-parametrik Kruskal Wallis. Selanjutnya

dilakukan uji post hoc apabila hasil uji One Way Anova maupun uji

Kruskall-Wallis bermakna.

3.14 Etika Penelitian

Hal-hal terkait dengan etika penilitian ini adalah:

1. Menyertakan surat izin penelitian kepada pihak Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

2. Menyertakan surat izin dari fakultas kedokteran dan pembimbing

kepada laboratorium yang akan digunakan untuk meneliti.

BAB IV

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

38
Gambar 4.1 Fakultas Kedokteran UMI

Fakultas KedokteranUniversitas Muslim Indonesia (FK UMI) didirikan


pada tahun 1992. Pada tanggal 16 April 1986 berdasarkan Surat Keterangan (SK)
Rektor UMI Nomor 1381/H.20/UMI/IV/1986 dibentuk tim khusus persiapan
pembentukan Fakultas Kedokteran. Usaha tersebut membuahkan hasil dengan
terbitnya Surat Keterangan Menteri Penddikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Depdikbud) Nomor
270/Dikti/Kep/1992, tertanggal 8 Juni 1992 tentang pendirian Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia setelah mendapat rekomendasi dari
Komisarium Ilmu Kesehatan.
Berikut uraian tentang gambaran umum Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia:
1. Nama Instansi : Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
2. Alamat : Jalan Jenderal Urip Sumoharjo Km.5 No.226
3. No. Telp/Fax : (0411)443280/(0411)432730
4. Kota : Makassar
5. Provinsi : Sulawesi Selatan

4.1.1 Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia


Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia periode
sekarang adalah:

39
1. Dekan : Prof. dr. H. Syarifuddin Wahid, Ph.D., Sp.PA(K)., Sp.F.
DFM.
2. Wakil Dekan I : Dr. dr. H. Nasruddin, A.M., Sp.OG., MARS
3. Wakil Dekan II : dr. Hj. Suliati P. Amir, Sp.M.
4. Wakil Dekan III : dr. Hj. ShulhanaMokhtar, M.Med.Ed
5. Wakil Dekan IV : Drs. Muh. Said P, M.Ag

4.1.2 Visi dan Misi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia


Adapun visi dan misi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Visi
Menjadi fakultas yang menghasilkan dokter yang bermutu, bermartabat
dengan dijiwai nilai-nilai Islam, mengabdi kepada kepentingan umat dan
kemakmuran bangsa secara berklanjutan melalui penerapan prinsip
tatakelola yang baik.
2. Misi
a. Meningkatkan mutu kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi
berlandaskan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) dan nilai-
nilai Islam.
b. Mengembangkan dan memperkuat manajemen Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia yang mandiri, berkarakter dan
mempunyai tatakelola yang baik.
c. Meningkatkan kompetensi segenap civitasa kademika yang bercirikan
profesionalitas dan bermartabat.

4.1.3 Sarana dan Prasarana Fakultas Kedokteran Universitas Muslim


Indonesia
1. Gedung yang berlantai IV yang dilengkapi Air Conditioner (AC), Sound
System, multimedia dan Closed Circuit Television (CCTV). Terdiri atas:

40
ruang kuliah, laboratorium, keterampilan klinik, laboratorium terpadu,
laboratorium komputer dan internet, perpustakaan, ruang untuk pimpinan,
ruang untuk tenaga administrasi serta ruang Medical Unit/ruang dosen.
2. Gedung berlantai 1 untuk laboratorium dasar, ruang kuliah, ruang diskusi
tutorial, ruang Karya Tulis Ilmiah, serta kantin.
3. Fasilitas manikin untuk keterampilan klinik
4. Gedung Student Centre
5. Sarana parkiran
6. Sarana olahraga
7. Rumah Sakit Ibnu Sina Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia dan
beberapa Rumah Sakit serta Puskesmas di Kota Makassar dan sekitarnya.

4.2 Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi UMI

Gambar 4.2 Laboratorium Fitokimia Farmasi UMI

41
Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia UMI didirikan seiring dengan

pembentukan Fakultas Farmasi UMI ditahun 2001. Mulanya menempati

gedung lantai 3 Fakultas Tehnik dan kemudian pada tahun 2003 berpindah ke

ex gedung administrasi Fakultas Farmasi hingga tahun 2011. Sejak tahun 2012

menempati gedung Laboratorium Fakultas Farmasi UMI lantai 3 sisi Utara.

4.3 Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi UMI

Gambar 4.3 Laboratorium Mikrobiologi Farmasi UMI

Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Program Studi Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia merupakan Laboratorium ke-5 dari lima

42
Laboratorium di Fakultas Farmasi yang didirikan pada tanggal 24 April 2004

bertempat di gedung eks Ruangan Perpustakaan Fakultas Kedokteran UMI.

Pada tahun 2012 semua laboratorium pindah dan dipusatkan di Gedung Baru

Laboratorium Fakultas Farmasi.Laboratorium Mikrobiologi di Lantai 3

Gedung Laboratorium Fakultas Farmasi UMI.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui 3 kali pengulangan,


diperoleh diameter zona hambat dari masing-masing konsentrasi ekstrak daun salam
pada medium Sauboraud Dextrose Agar.

Tabel 5.1.1. Hasil pengukuran zona hambat aktivitas antifungi ektrak daun salam terhadap
pertumbuhan jamur Candida albicans

Diameter Zona Hambat (mm)

Replikasi Kontrol (+) Ekstrak Daun Salam

Ketoconazole 25% 50% 75% 100%

1 27,22 16,36 20,82 22,93 26,93

43
2 26,54 16,09 22,20 21,58 28,33

3 28,48 12,56 13,17 18,69 24,45

Rata-rata 27,41 15,00 18,73 21,06 26.57

Dari tabel 5.1.1 menunjukkan bahwa ekstrak daun salam memiliki aktivitas

antifungi terhadap jamur Candida albicans dan diameter zona hambat pada masing-

masing konsentrasi ekstrak 25%, 50%, 75%, dan 100% menunjukkan rerata yang

bervariasi.

Hasil uji aktivitas antifungi ekstrak daun salam terhadap jamur Candida

albicans setelah diinkubasi selama 3x24 jam dapat disajikan pada plot dibawah

ini:

44
30

25
Zona Hambat (mm)

20

15

10

0
25% 50% 75% 100% K+
Konsentrasi (%)

Gambar 5.1 Hasil pengukuran rerata zona hambat ekstrak daun salam terhadap

pertumbuhan Candida albicans.

Keterangan: K+ : kontrol positif Ketoconazol

Dengan melihat hasil tersebut, dapat diketahui rerata zona hambat yang

dibentuk oleh setiap perlakuan konsentrasi ekstrak daun salam 25% sebesar 15

mm, konsentrasi 50% sebesar 18,73 mm, konsentrasi 75% sebesar 21,06 mm,

dan konsentrasi 100% sebesar 26,57 mm.

Hasil data penelitian tiap konsentrasi kemudian dianalisis menggunakan

aplikasi SPSS. Secara statistik, hasil daya hambat yang diperolehdapat diuji

menggunakan analisa One Way Anova dengan syarat data terdistribusi normal

dan homogen. Oleh karena itu, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas Shapiro

45
Wilk dan diperoleh p (sig)> 0,05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal.

Pengujian data dilanjutkan pada uji homogenitas Levene’s test dan diperoleh nilai

p (sig) > 0,05 yaitu 0,053 yang menunjukkan data homogen. Setelah itu,

dilakukan analisis One Way Anova dan diperoleh nilai p (sig) <0,05 yaitu 0,001.

Sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yaitu ekstrak daun salam (Syzygium

polyanthum) memiliki daya hambat antifungi terhadap pertumbuhan jamur

Candida albicans. Pengujian kemudian dilanjutkan analisis post hoc metode LSD

untuk mencari kelompok mana saja yang memiliki perbedaan rata-rata secara

bermakna atau signifikan. Daya antibakteri didapatkan dengan membandingkan

kontrol positif dengan ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dalam

berbagai konsentrasi. Perbedaan signifkan dapat dilihat bila nilai p (sig) <0,05.

Dari hasil uji LSD didapatkan hasil:

1. Ada perbedaan daya hambat yang bermakna antara daun salam 25% dengan

ekstrak daun salam 75%, 100%, dan ketoconazole.

2. Ada perbedaan daya hambat yang bermakna antara daun salam 50% dengan

ekstrak daun salam 100% dan ketoconazole.

3. Ada perbedaan daya hambat yang bermakna antara daun salam 75% dengan

ekstrak daun salam 25%, 100% dan ketoconazole

4. Ada perbedaan daya hambat yang bermakna antara daun salam 100% dengan

ekstrak daun salam 25%, 50%, 75%, dan ketoconazole.

46
5. Ada perbedaan daya hambat yang bermakna antara ketconazole dengan

ekstrak daun salam 25%, 50%, dan 75%.

5.2 Pembahasan

Penelitian ini menggunakan metode disc diffusion yang dilakukan

dengan mengukur zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya

respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam

ekstrak.(39) Penelitian ini dilakukan pengulangan atau replikasi sebanyak 3 kali

dengan tujuan untuk meyakinkan keabsahan data hasil percobaan dan dapat

mengurangi experimental error sehingga menurunkan resiko kegagalan pada

percobaan.

Dari hasil penelitian uji daya hambat antifungi ekstrak daun salam

(Syzygium polyanthum) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans,

didapatkan bahwa ekstrak daun salam memiliki aktivitas antifungi yang ditandai

dengan terbentuknya zona hambat yang terlihat bening dibandingkan daerah

sekitarnya. Ekstrak daun salam pada penelitian ini mampu menghambat

pertumbuhan Candida albicans pada konsentrasi yang paling kecil yaitu

konsentrasi 25% dengan diameter 15 mm dan zona hambat terbesar pada

konsentrasi 100% dengan diameter 26,57 mm. Zona bening menandakan bahwa

pertumbuhan jamur di sekitar ekstrak daun salam terhambat pada daerah tersebut.

Any Fitriani juga membuktikan bahwa ektrak daun salam memiliki potensi

47
antifungi terhadap pertumbuhan Candida albicans. Dalam penelitiannya, ekstrak

daun salam sudah dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans pada

konsentrasi 1% dengan diameter 9,21 mm yang menggunakan analisis ekstrak

Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS).(39) Namun pada penelitian

yang dilakukan oleh GY. Bhaskara, ekstrak daun salam pada konsentrasi 5%,

10%, dan 20% tidak mempunyai daya antifungi dan pada konsentrasi 40% mulai

dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. GY Bhaskara

mengutip dari Gholib dan Noveriza mungkin karena konsentrasi yang terlalu

kecil sehingga belum dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sistem

fisiologis sel jamur uji dan jamur tersebut masih dapat tumbuh pada media.(13)

Menurut Clinical and Laboratory Standart Institute, jika zona hambat

yang terbentuk berukuran ≤14 mm, maka respon zona hambat dikategorikan

resistant atau lemah. Jika zona hambat yang terbentuk 15-19 mm, maka respon

zona hambat masuk ke dalam kategori intermediate atau sedang. Sedangkan ≥20

mm dikategorikan susceptible atau sensitif.(40) Berdasarkan plot rerata diameter

zona hambat, maka diketahui ekstrak daun salam pada konsentrasi 25% dan 50%

memiliki daya hambat intermediate atau sedang, sedangkan ekstrak daun salam

pada konsentrasi 75% dan 100% memiliki daya hambat susceptible atau sensitive

terhadap jamur uji. Kontrol positif termasuk kategori daya hambat susceptible

atau sensitif.

48
Hal tersebut menunjukkan bahwa besar diameter daya hambat

pertumbuhan jamur berbanding lurus dengan konsentrasi bahan yang diberikan,

semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun salam yang diberikan maka semakin

besar pula kemampuan zat aktif untuk menghambat pertumbuhan jamur Candida

albicans. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roslizawaty dkk dalam penelitiannya

yang mengatakan bahwa meningkatnya konsentrasi zat menyebabkan

meningkatnya kandungan senyawa aktif yang berfungsi sebagai antibakteri,

sehingga kemampuan dalam membunuh suatu bakteri juga semakin besar.(41)

Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Melsi Pratiwi mengenai uji daya

hambat ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L) terhadap pertumbuhan Candida

albicans, didapatkan kenaikan zona hambat tidak sebanding dengan besar

konsentrasi. Kenaikan zona hambat yang tidak teratur tersebut dapat disebabkan

oleh beberapa kemungkinan seperti adanya perbedaan kecepatan difusi senyawa

antibakteri pada media agar dan kertas cakram yang pengeringannya cukup lama

saat diletakkan di atas media pembenihan mikroba. (42)

Adapun didapatkan perbedaan nilai diameter zona hambat pada masing-

masing replikasi dapat disebabkan oleh beberapa hal. Menurut Dwidjoseputro

dan Hidayati dalam penelitiannya mengatakan bahwa pada waktu pendedehan

medium tertentu, suhu, dan temperature dapat menurunkan aktifitas konsentrasi

ekstrak. Selain itu juga dapat disebabkan pertumbuhan jamur yang tidak merata

49
pada medianya, kecepatan pertumbuhan jamur, maupun lamanya penyimpanan

ekstrak.(43,44)

GY Bhaskara dalam penelitiannya mengatakan kandungan senyawa

aktif daun salam yang bekerja dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida

albicans adalah alkaloid, tannin, minyak atsiri, dan flavonoid.(13) Alkaloid

merupakan zat aktif dari tanaman yang bersifat basa yang mampu menekan

pertumbuhan jamur.(30) Sedangkan tannin merupakan senyawa yang bersifat

lipofilik sehingga mudah terikat pada dnding sel dan mengakibatkan kerusakan

dinding sel. Tannin juga bersifat menciutkan dan mengendapkan protein dari

larutan dengan membentuk senyawa yang tidak larut.(13) Selain itu, tannin dapat

menghambat sintesis kitin yang merupakan komponen penting dinding sel

jamur.(31)

Mekanisme kerja minyak atsiri sebagai antifungi adalah menyebabkan

perubahan permeabilitas dan kerusakan membran yang akhirnya molekul-

molekul sel jamur akan keluar dan menyebabkan kematian sel.(27) Selanjutnya

flavonoid yang merupakan senyawa fenol berperan dalam mendenaturasi ikatan

protein pada membrane sel sehingga membrane sel lisis dan mungkin menembus

ke dalam inti sel. Masuknya fenol ke dalam inti sel inilah yang menyebabkan

jamur tidak berkembang.(45) Adapun flavonoid menyebabkan perubahan

komponen organik dan transport nutrisi yang akhirnya mengakibatkan sel jamur

menjadi lisis.(29)

50
Hasil uji hipotesis dengan metode One Way Anova didapatkan nilai

signifikan sebesar 0,001 (p<0,05) yang berarti Ho ditolak dan H1 diterima.

Sehingga ekstrak daun salam memiliki pengaruh dalam menghambat

pertumbuhan jamur Candida albicans . Selanjutnya pada uji post hoc dengan

metode LSD , didapatkan perbedaan bermakna secara statistik antara setiap

konsentrasi dengan kontrol positif Ketoconazole dengan nilai signifikansi

(p<0,05). Namun pada konsentrasi 100% nilai p>0,05 yaitu 0,715 yang berarti

bahwa tidak ada perbedaan bermakna diameter zona hambat antara konsentrasi

100% dengan kontrol positif. .

Maka berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa

ekstrak daun salam dalam berbagai konsentrasi memiliki aktifitas antifungi

terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Dengan demikian daun salam

dapat dipertimbangkan sebagai terapi alternatif penyakit yang disebabkan oleh

infeksi jamur Candida albicans.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

1. Ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki efektivitas untuk digunakan

sebagai antifungi terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans.

51
2. Ekstrak daun salam konsentrasi 25% memiliki diameter zona hambat sebesar 15

mm terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans

3. Ekstrak daun salam konsentrasi 50% memiliki diameter zona hambat sebesar

18,73 mm terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans

4. Ekstrak daun salam konsentrasi 75% memiliki diameter zona hambat sebesar

21,06 mm terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans

5. Ekstrak daun salam konsentrasi 100% memiliki diameter zona hambat sebesar

26,57 mm terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans

6.2Saran

1. Perlu dilakukan uji efektifitas ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) lebih

lanjut dengan menggunakan pelarut,metode ekstraksi, maupun jamur uji yang

lain.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi paling optimal dari

ekstrak daun salam dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan ekstrak daun salam

yang spesifik menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai toksisitas serta efek samping

dalam mengonsumsi daun salam terhadap manusia.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Carranza F, HH T, Newman M. Clinical Periodontology. edition 9t.

Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2002.

53
2. Hamrun N, Mahardhika A. Jumlah koloni Candida albicans pada pemakai

gigitiruan penuh berdasarkan lama pemakaian. 2011;1–4.

3. Cook G. Manson’s Tropical Disease 22th Edition. Vol. 71. 2009. 1172-1174 p.

4. Kadrianto TH. Efek Xylitiol Terhadap Resistensi Candida Albicnas Dalam

Serum (Uji In Vitro). Jakarta; 2008.

5. Wilson C. Recurrent vulvovaginitis candidiasis; an overview of traditional and

alternative therapies. Adv Nurse Pr. 2005;13(5):24–9.

6. Ernawati, Arifin Seweng HI. Faktor Determinan Terjadinya Vaginosis

Bakterial Pada Wanita Usia Subur Di Kota Makassar. Makassar; 2013.

7. Hanum SY. Hubungan CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada

Penderita HIV di RSUP H.Adam Malik Medan. Medan; 2009.

8. Rowe R., Sheskey P., Owen S. Handbook of Pharmaceutical Exipients.

London: Pharmaceutical Press; 2006. 794-795 p.

9. Kandoli F, Abijulu J, Leman M. UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN

DURIAN ( Durio zybethinus ) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida

albicans SECARA IN VITRO. J Ilm Farm. 2016;5(1).

10. Tjahjohutomo R. Teknologi Pascapanen Tanaman Obat. Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Pascapanen Pertanian; 2003. 1 p.

54
11. Anonim. Pedoman teknologi penanganan pascapanen tanaman obat. 2013.

12. Harsini, Widijono. Penggunaan Herbal di Bidang Kedokteran Gigi. Maj

Kedokt Gigi. 2008;15(1):61–4.

13. Bhaskara G. Uji daya antifungi ekstrak etanol daun salam. Universitas

Muhammadiyah Surakarta; 2012.

14. Larnani S. Adhesi Candida albicans Pada Rongga Mulut. Maj Kedokt Gigi.

2005;7:369–79.

15. Cotter G, Kavanagh. Adhernce mechanisms of C. albicans. Br J Biomed Sci.

2000;57(3):24–9.

16. Tjampakasari C. Karakteristik Candida albicans. Cermin Dunia Kedokt.

2006;151:33–6.

17. Bates S, Rosa J. Candida albicans Iff11, A secreted protein required for cell

wall structure and virulence. J Infect Immun. 2007;75(6):2922–8.

18. Umeyama T, Kaneko A. Deletion of the CaBIG1 gene reduces 1,6-glucan

synthesis, filamentation, adhesion, and virulence in Candida albicans. J Infect

Immun. 2006;74(4):2373–81.

19. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Mikrobiologi Kedokteran. Bonang G, editor.

Jakarta: EGC; 2011. 366,382,384.

55
20. Jawetz et al. Mikrobiologi Kedokteran. 25th ed. Jakarta: EGC; 2014.

21. Pereira-Cenci, Tatiana, Al E. Development of Candida-associated denture

stomatitis: new insights. J Appl Oral Sci. 2008;16(2):86–94.

22. Nelwan EJ. Kandidiasis. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV. Jakarta:

InternaPublishing; 2014. p. 756–8.

23. Neogen Corporation. Sabouraud Dextrose Agar (7150) [Internet]. 2011 [cited

2016 Jan 1]. Available from:

http://www.neogen.com/acumedia/pdf/ProdInfo/7150_PI.pdf

24. Van Steenis CGGJ. Flora of Java untuk sekolah. Jurusan Bo. Surjowinoto M,

editor. Jakarta: pradnya Paramita; 2003.

25. Erna N. Khasiat Dahsyat Daun Salam Untuk Kesehatan & Pengobatan Tanpa

Efek Samping. Jakarta: Jendela Sehat; 2014.

26. Winarto W P. Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka Penyakit.

Jakarta: Agromedia Pustaka; 2004.

27. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Pustaka Pembangunan

Swadaya Nusantara; 2000.

28. Ridawati J, Djuwita I, Sjamsuridzal W. Aktivitas Antifungal Minyak Asitri

Jinten Putih terhadap Candida parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C.

metapsilosis MP27, dan C. etchellsii MP18. Makara Sains. 2011;15(1):58–62.

56
29. Darwis W. Efektifitas Ekstrak Akar dan Daun Pecut Kuda Stachytarpethra

jamaicensis (L) Vahl dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Candida

albicans Penyebab Kandidiasis Vaginalis. Konserv Hayati. 2012;8(2):1–6.

30. Rahayu T. Uji Antijamur Kombucha Coffee terhadap Candida albicans dan

Tricophyton mentagrophytes. J Penelit Sains Teknol. 2009;10(1):10–7.

31. Diana N, Khotimah S, Mukarlina. Penghambatan Pertumbuhan Jamur

Fusarium oxysporum Schlecht Pada Batang Padi (Oryza sativa L.)

Menggunakan Ekstrak Metanol Umbi Bawang Mekah (Eleutherine palmifolia

Merr.). Protobiont. 2014;3(2):225–31.

32. Utami P, dkk. The Miracle of Herbs. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka; 2013.

33. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. IV.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. IV. Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta; 1995. Jakarta; 1995.

34. Pratiwi, I. Uji Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Acalypha indica terhadap

bakteri Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium. Skripsi. Jurusan

Biologi FMIPA UNS, Surakarta. 2009.

35. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Parameter Standar Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan;

57
2000.

36. Bagian Farmakologi Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi Edisi 4.

Jakarta; 2011.

37. Sweetman S. Martindale The Complete Drug Reference. Pharm Press.

2008;XXXVI.

38. Lubis RD. Pengobatan Dermatomikosis. Kelamin DKK, editor. Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2008. 9 p.

39. Fitriany, Any dkk. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium

polyanthum) terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans secara in vitro.

40. Cockerill, F.R, dkk. Performance Standards for Antimicrobal Disk

Susceptibility Test. Edisi CLSI document. 2012. p.1-4.

41. Rozlizawaty, dkk. Aktivitas Antibakterial Ekstrak Etanol dan Rebusan Sarang

Semut (Myrmecodia sp.) terhadap bakteri Escerchia coli. Jurnal Medika

Veterinaria, Vol. 7, No. 2, 2013. p. 91-4

42 Melsi Pratiwi, dkk. Uji Daya Hambat Ektrak Meniran (Phyllanthus niruri L.)

terhadap Pertumbuhan Candida albicans. 2012

43. Ludfi , Achmad. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Kayu Tanaman Secang
(Caesalpnia sappan Linn terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 11229 dan
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014.

58
44. Kartini, Desy Aprlia. Efek Lama Penyimpanan Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium guajaya L.) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Culex sp. dengan
Metode Semprot. 2016

45. Sulityawati, D. Uji Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete (Anacardium
occidentale, L) terhadap Candida albicans. Biomediaka. P:47-51. 2009.

Lampiran 1.

HASIL ANALISIS SPSS ONE WAY ANOVA AKTIVITAS ANTIFUNGI


EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP
PERTUMBUHAN Candida albicans

59
Tabel 5.1.2. Hasil uji normalitas Saphiro Wilk terhadap diameter zona hambat
yang dibentuk setiap perlakuan

Konsentrasi Daun Shapiro-Wilk


Salam Statistic df Sig.
Zona 25% .803 3 .122
Hambat 50% .862 3 .272
75% .958 3 .605
100% .975 3 .696
Kontrol + .971 3 .674
Distribusi uji normal

Tabel 5.1.3. Hasil uji homogenitas Levene Statistic aktivitas antifungi ekstrak
daun salam terhadap pertumbuhan Candida albicans

Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3.398 4 10 .053

Tabel 5.1.4. Hasil uji One Way ANOVA aktivitas antifungi ekstrak daun salam
terhadap pertumbuhan Candida albicans

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 331.231 4 82.808 10.989 .001
Within Groups 75.357 10 7.536
Total 406.589 14
Lampiran 2

Tabel 5.1.5 Hasil uji post hoc metode LSD aktivitas antifungi ekstrak daun salam
terhadap pertumbuhan Candida albicans

60
(I) Konsentrasi Daun (J) Konsentrasi Daun 95% Confidence Interval
Salam Salam Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

25% 50% 2.24139 .127 -8.7208 1.2675

75% 2.24139 .022 -11.0575 -1.0692


dimension3

100% 2.24139 .000 -16.5608 -6.5725

Kontrol + 2.24139 .000 -17.4041 -7.4159

50% 25% 2.24139 .127 -1.2675 8.7208

75% 2.24139 .322 -7.3308 2.6575


dimension3

100% 2.24139 .006 -12.8341 -2.8459

Kontrol + 2.24139 .003 -13.6775 -3.6892

75% 25% 2.24139 .022 1.0692 11.0575

50% 2.24139 .322 -2.6575 7.3308


dimension2 dimension3

100% 2.24139 .034 -10.4975 -.5092

Kontrol + 2.24139 .018 -11.3408 -1.3525

100% 25% 2.24139 .000 6.5725 16.5608

50% 2.24139 .006 2.8459 12.8341


dimension3

75% 2.24139 .034 .5092 10.4975

Kontrol + 2.24139 .715 -5.8375 4.1508

Kontrol + 25% 2.24139 .000 7.4159 17.4041

50% 2.24139 .003 3.6892 13.6775


dimension3

75% 2.24139 .018 1.3525 11.3408

100% 2.24139 .715 -4.1508 5.8375


*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 3. Ekstrak Daun Salam

61
Lampiran 4. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Salam Terhadap Candida albicans

62
63
64
65
Lampiran 5. Zona Hambat Ekstrak Daun Salam terhadap Candida albicans

. Replikasi 1 Replikasi 2

66
Replikasi 3

Lampiran 6. Kontrol Positif Ketoconazole

Ks djnd

67
68

Anda mungkin juga menyukai