Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH TUTORIAL

MALARIA

Tutorial D1
Dosen Pembimbing : Cut Fauziah, MBiomed

TUTORIAL D1
1. Eka Pujianti 101 0211 114
2. Muliany Pratiwi 111 0211 168
3. Elang Rangga Wiguna 111 0211 009
4. Fany Hanna Paulina 111 0211 041
5. Armie Ayu 111 0211 057
6. Made Januartha 111 0211 096
7. Dessy Rasmiyani 111 0211 137
8. Putri Rahma Fanni 111 0211 148
9. Setya Ramadhani 111 0211 130
10. Fauzan Rustandi 111 0211 125
11. Novia Dwi Astuti 111 0211 197
12.

BLOK TROPICAL MEDICINE (TM)


Fakultas Kedokteran
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jakarta

Tahun Ajaran 2014/2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang dengan izinnya maka

makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah kasus ke empat di blok TM,

yakni penyakit mumps.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Tutorial D1, Bu Cut atas segala

pengarahan, bimbingan, dan kasih sayang yang telah dicurahkan selama proses tutorial.

Terima kasih juga kepada kelompok tutorial D1 atas kerjasamanya dan semua orang yang

telah mendukung untuk terselesaikannya makalah ini.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai laporan dan penunjang dari tugas

tutorial. Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari

itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami

dapat lebih baik lagi untuk kedepannya.

Terimakasih atas perhatiannya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 22 Oktober 2014

Penyusun
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH KASUS 3

MUMPS DISEASE
Diajukan untuk memenuhi tugas tutorial di

Fakultas Kedokteran

UPN ‘Veteran’ Jakarta

Pada tanggal : 22 Oktober 2014

Telah ditandatangani dan disetujui

Di Jakarta

Ketua Kasus Sekretaris Kasus 1

Armie Ayu H. Dessy Rasmiyani

Sekretaris Kasus 2 Pembimbing Tutorial

Novia Dwi Astuti Cut Fauziah, MBiomed


BAB I

PARASIT
A. Definisi
Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktivitas hewan yang
ditumpanginya. Parasit dapat menyerang manusia dan hewan, seperti menyerang kulit
manusia.
Parasitoid adalah parasit yang menggunakan jaringan organisme lainnya untuk
kebutuhan nutrisi mereka sampai orang yang ditumpangi meninggal karena
kehilangan jaringan atau nutrisi yang dibutuhkan. Parasitoid juga diketahui
sebagai necrotroph.
Tumbuhan parasit adalah tumbuhan yang untuk kelangsungan hidupnya
menggantungkan sebagian atau seluruh sumber energinya pada tumbuhan lain
(disebut tumbuhan inang) dan mengakibatkan inangnya mengalami kekurangan energi
(lihat artikel simbiosis). Dalam pengertian ini tidak termasuk persaingan
antarorganisme, maupun pemangsaan yang dilakukan oleh beberapa tumbuhanin
sektivora.
Parasit berasal dari kata “Parasitus” (Latin) = “Parasitos” (Grik), yang artinya
seseorang yang ikut makan semeja. Mengandung maksud seseorang yang ikut makan
makanan orang lain tanpa seijin orang yang memiliki makanan tersebut.
Jadi pengertian parasit adalah organisme yang selama atau sebagian hayatnya
hidup pada atau didalam tubuh organisme lain, dimana parasit tersebut mendapat
makanan tanpa ada konpensasi apapun untuk hidupnya .

B. Klasifikasi
Parasit bisa dibedakan berdasarkan :

1. Akibat yang ditimbulkan


Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, parasit dapat dibedakan menjadi :
Parasiti ASIS adalah jika parasit belum mampu menimbulkan lesi (jejas) atau
tanda klinis pada hospesnya, sedangkan Parasit OSIS adalah jika parasit telah
mampu menimbulkan lesi (jejas) atau gejala klinis pada hospesnya.
Contoh : infeksi cacing Ascaris suum pada babi, hasil pemeriksaan tinja
ditemukan telur cacing Ascaris suum tetapi babi tersebut belum menampakkan
gejala klinis, sehingga babi tersebut menderita Ascariasis. Sedangkan jika babi
tersebut telah menampakkan gejala klinis disebut menderita Ascariosis.

2. Lama hidup parasit pada hospes


Berdasarkan lama hidup perparasit pada hospes, parasit dapat dibedakan menjadi :

 Parasit yang Selama Hidupnya sebagai Parasit


Contoh : Cacing Trichinella spiralis cacing dewasanya hidup didalam
saluran pencernaan dan larvanya hidup diantara sel-sel daging serat lintang
babi.
 Parasit yang Belum Dewasa sebagai Parasit dan setelah Dewasa Hidup
Bebas
Contoh : artopoda (lalat Chrysomia sp) dimana larva lalat ini umumnya
hidup di sela-sela ceracak kaki sapi sehingga menimbulkan Miasis,
sedangkan lalat dewasanya hidup bebas.
 Parasit yang Dewasa sebagai Parasit dan Sebelum Dewasa Hidup Bebas
Contoh : artropoda nyamuk, (Aedes, Anopheles dan Culex) betina dewasa
hidup sebagai parasit (menghisap darah), sedangkan jentik (belum dewasa)
hidup bebas didalam air.
 Parasit yang Hampir Seluruh Hidupnya sebagai Parasit
Contoh : cacing Fasciola gigantica, embrio yang ada didalam telur hidup
bebas, stadiummirasidium, sporokista, redia dan cercaria hidup sebagai
parasit pada siput air tawar (Lymnaea sp), stadium metasercaria hidup
bebas dan cacing dewasanya berparasit didalam hati dan kantung empedu
herbivopa.

3. Lama waktu berparasitnya


Berdasarkan lama waktu berparasitnya, parasit dapat diebdakan menjadi :

 Parasit Temporer (Berkala = Periodik) adalah parasit yang mengunjungi


hospesnya pada waktu –waktu tertentu saja.Contoh : Nyamuk, lalat akan
menghisap darah hospesnya pada waktu tertentu saja
 Parasit Stasioner, adalah parasit yang sebagian atau seluruh hidupnya
menetap pada hospes, apabila menetap selama satu stadium siklus
hidupnya disebut Parasit Stasioner Berkala (Stasioner Periodik) dan
apabila selama hidupnya menetap dan berparasit pada hospes disebut
Parasit Stasioner Permanen.

4. Sifat keparasitannya
Berdasarkan sifat keparasitannya, parasit dapat dibedakan menjadi parasit :
 Parasit Isidentil adalah parasit yang secara kebetulan ditemukan pada
hospes yang tidak seharusnya (hospes yang tidak wajar). Contoh : cacing
pita Dipyllidium caninum.
 Parasit Eratica adalah parasit yang lokasi berparasitnya ditemukan tidak
pada target organnya. Contoh : cacing Ascaris suum.
 Parasit Fakultatif adalah parasit yang dapat hidup bebas atau hidup sebagai
parasit. Contoh lalat rumah (Musca domestica).
 Parasit Obligat adalah parasit yang hidupnya mutlak sebagai parasit, jadi
untuk kelangsungan hidupnya mutlak memerlukan hospes. Contoh ; cacing
hati Fasciola gigantica, Protozoa (Eimeria sp).
 Parasit Spuriosa adalah parasit yang dikeluarkan oleh bukan hospes yang
semestinya, dimana parasit tersebut tidak mengalami perkembangan atau
menimbulkan kerusakan pada hospes tersebut. Contoh pada pemeriksaan
tinja anjing ditemukan telur cacing pita Taenia saginata yang seharusnya
berparasit pada manusia.

5. Jumlah hospes yang diperlukan


Berdasarkan jumlah hospes yang dibutuhkan dalam menyelesaikan siklus
hidupnya, maka parasit dibedakan menjadi :
 Parasit monoxen adalah parasit yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya
hanya membutuhkan satu hospes yaitu hospes definitif saja.
 Parasit heteroxen (“heteros” = berbeda) sering disebut
juga diheteroxen adalah parasit yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya
melalui stadium-stadium yang setiap stadiumnya memerlukan hospes yang
berlainan.
 Parasit polixen (“poly” = banyak) adalah parasit yang dalam
menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan lebih dari satu hospes, tetapi
kesemuanya dari satu jenis.

6. Tempat berparasitnya
Berdasarkan tempat berparasitnya (predileksinya), parasit dapat dibedakan
menjadi :
 Ektoparasit adalah parasit yang secara umum hidup pada permukaan luar
tubuh (kulit) hospes atau didalam liang (telinga luar dan rongga hidung)
yang berhubungan bebas dengan dunia luar dan termasuk juga parasit
datang – pergi (parasit yang tidak menetap didalam tubuh hospes).
 Endoparasit adalah parasit yang hidup didalam organ dalam, system
(alimentarius, sirkulasi, respirasi), rongga dada, rongga perut, persendian,
otot daging atau jaringan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan
dunia luar.

7. Cara Penularan parasit


Secara umum parasit dapat ditularkan dengan dua cara, yaitu :
 Penularan secara vertikal adalah penularan yang terjadi melalui induk
kepada anak yang baru dilahirkannya. Penularan dengan cara ini dapat
terjadi melalui : telur, air susu atau plasenta.
 Penularan secara horizontal adalah cara penularan yang umumnya terjadi
antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, atau termasuk
juga yang melalui bahan-bahan tercemar. Berkaitan dengan hal ini, cara
penularan tersebut dapat terjadi melalui :
 Kontak langsung adalah penularan yang terjadi karena adanya
kontak fisik antara dua individu atau lebih. Contoh : penularan
kutu, tungau .
 Kontak tidak langsung adalah penularan yang terjadi bukan karena
terjadinya kontak fisik antara individu, melainkan karena sarana
lain seperti (bahan yang tercemar oleh parasit atau parasit sendiri
yang aktif mencari hospes).

8. Adaptasi Parasit
 Adaptasi biologi, adaptasi ini lebih memungkinkan untuk tahannya hidup
parasit pada tempat predileksinya.
 Adaptassi morfologi adalah adaptasi yang disertai dengan adanya
perubahan tubuh sehingga memungkinkan untuk hidupnya parasit dalam
hospes. Adaptasi morfologi dapat dibedakan menjadi :
 Modifikasi degenerasi , pada adaptasi ini terjadi reduksi bahkan
benar-benar terjadi degenerasi alat atau bagian tubuh dan jaringan-
jaringan yang mempunyai hubungan fisiologis.
 Modifikasi neoformasi, pada adaptasi ini susunan bagian tubuh
mengalami modifikasi untuk menjadi alat khusus.

9. Siklus Hidup parasit


Siklus hidup (daur hidup) parasit adalah serangkaian fase (stadium) dari paarsit
untuk kelangsungan hidupnya.
Siklus hidup parasit secara umum dapat dibedakan menjadi :
 Siklus hidup secara langsung, untuk melangsungan hidup parasit
memerkulan hanya satu hospes (hospes definitif) dan parasit ini biasanya
memiliki fase bebas.Contoh cacingAscaris suum yang menginfeksi babi.
 Siklus hidup secara tidak langsung, untuk kelangsungan hidup parasit
membutuhkan satu hospes definitive dan satu atau lebih hospes
intermedier. Contohcacing hati Fasciola gigantica yang menginfeksi sapi.

C. Ekologi Parasit
Dalam usaha menentukan usaha kebijakan pencegahan, pengendalian dan
pemberantasan penyakit parasiter, maka pengetahuan ekologi parasit tidak boleh
diabaikan. Dalam mempelajari ekologi parasit, setidak – tidaknya ada tiga faktor yang
berperan antara lain :
 Parasit,
 Hospes dan
 Lingkungan yang saling mempengaruhi.
BAB II

MALARIA

A. Pengertian

Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali. penyakit menular ini sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis
atau kawasan tropika yang biasa namun apabila diabaikan dapat menjadi penyakit
yang serius. Parasit penyebab malaria seperti malaria jenis Plasmodium falciparum
merupakan malaria tropika yang sering menyebabkan kematian. Ia adalah suatu
protozoa yang dipindahkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
terutama pada waktu terbit dan terbenam matahari. Setidaknya 270 juta penduduk
dunia menderita malaria dan lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki
risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya tidak kurang dari 1 hingga 2
juta penduduk meninggal karena penyakit yang disebarluaskan nyamuk Anopheles.
Penyakit malaria juga dapat diakibatkan karena perubahan lingkungan sekitar seperti
adanya Pemanasan global yang terjadi saat ini mengakibatkan penyebaran penyakit
parasitik yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnya semakin mengganas.
Perubahan temperatur, kelembaban nisbi, dan curah hujan yang ekstrim
mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vector sebagai penular
penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul berbagai penyakit, diantaranya
demam berdarah dan malari.

B. Etiologi

Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam darah manusia.
Bibit penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong amuba yang disebut
Plasmodium. Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan
perantara nyamuk anopheles, plasodium masuk ke dalam darah manusian dan
berkembang biak dengan membelah diri. Ada empat macam plasmodium yang
menyebabkan malaria:

 Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini bisa


menimbulkan kematian.

 Vivax, penyebab malaria tersiana. Penyakit ini sukar disembuhkan dan sulit
kambuh.

 Malaria, penyebab malaria quartana. Di Indonesia penyakit ini tidak banyak


ditemukan.
 Ovale, penyebab penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di Indonesia.

Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus


kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.

a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia


Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini terdiri
dari :

a) Siklus di luar sel darah merah


Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam
bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit. Hipnosoit
merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang nantinya dapat
menyebabkan kumat / kambuh atau rekurensi (long term relapse).
Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka
waktu 3 – 4 tahun. Sedangkan untuk Plasmodium ovale dapat kambuh
sampai bertahun-tahun apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan
baik. Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit yang masuk ke
eritrosit (fase eritrositer)

b) Fase dalam sel darah merah


Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam :
a) Fase sisogoni yang menimbulkan demam
b) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber
penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria. Kambuh pada
Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term relapse), karena
siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat
pengobatan yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk ke
eritrosit dan sebagian kecil siap untuk diisap oleh nyamuk vektor
malaria. Setelah masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami
siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit
yang sudah siap untuk ditularkan kepada manusia.

b. Fase seksual dalam tubuh nyamuk


Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena menghasilkan
sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk
kepada manusia. Lama dan masa berlangsungnya fase ini disebut masa
inkubasi ekstrinsik, yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara.
Prinsip pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada fase ini yaitu dengan
mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari masa inkubasi ekstrinsik,
sehingga fase sporogoni tidak dapat berlangsung. Dengan demikian rantai
penularan akan terputus
Hospes:

Nyamuk Anopheles

Penyakit malaria pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles vektor betina. Di
seluruh dunia terdapat sekitar 2000 spesies nyamuk Anopheles, 60 spesies diantaranya
diketahui sebagai vektor malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis nyamuk
Anopheles, 22 spesies diantaranya telah terkonfirmasi sebagai vektor malaria. Sifat
masing-masing spesies berbeda-beda tergantung berbagai faktor seperti penyebaran
geografis, iklim dan tempat perkembangbiakannya. Semua nyamuk vektor malaria
hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk vektor malaria
yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah
(Anopheles aconitus) atau di mata air (Anopheles balabacensis dan Anopheles
maculatus).

Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bias hidup
di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan
ketinggian lebih dari 2500 meter dari permukaan laut. Tempat perkembangbiakannya
bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi tiga ekosistem yaitu
pantai, hutan dan pegunungan.

Biasanya nyamuk Anopheles betina vektor menggigit manusia pada malam hari atau
sejak senja hingga subuh. Jarak terbang (flight range) antara 0,5 – 3 km dari tempat
perkembangbiakannya. Jika ada angin yang bertiup kencang, dapat terbawa sejauh 20
– 30 km. Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat terbang, kapal laut atau
angkutan lainnya dan menyebarkan malaria ke daerah yang semula tidak terdapat
kasus malaria.

Umur nyamuk Anopheles dewasa dialam bebas belum banyak diketahui, tetapi di
laboratorium dapat mencapai 3 -5 minggu. Nyamuk Anopheles mengalami
metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina diatas permukaan air
akan menetas menjadi larva, melakukan pergantian kulit (sebanyak 4 kali) kemudian
tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk
perkembangan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2 – 5 minggu tergantung
spesies, makanan yang tersedia, suhu dan kelembaban udara.

C. Faktor Resiko

a. Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria


Secara alami penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang mudah dan ada
yang tidak mudah terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan.
Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih
menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah diketahui bahwa wabah penyakit ini
sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan
transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum
mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi.

b. Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan penyakit malaria di suatu
daerah. Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak
ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut
merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.

c. Iklim
Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit
malaria. Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim kemarau dengan
sedikit hujan dibandingkan pada musim hujan. Pada saat musim kemarau dengan
sedikit hujan, genangan air yang terbentuk merupakan tempat yang ideal sebagai
tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Dengan bertambahnya tempat
perkembangbiakan nyamuk, populasi nyamuk vektor malaria juga bertambah
sehingga kemungkinan terjadinya transmisi meningkat.

D. Penularan dan Penyebaran

Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar
melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap
oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali
kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut. Jenis-jenis vektor (perantara)
malaria yaitu:
Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara malaria di daerah pantai.
Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan.
Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkebunan, kehutanan
dan pegunungan.
Penularan yang lain adalah melalu transfusi darah. Namun kemungkinannya sangat
kecil. Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu

1. Penularan secara alamiah (natural infection)


Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang
lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang
menjadi vector penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah
terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh
Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang
malam hari. Beberapa vector mempunyai waktu puncak menggigit pada
tengah malam dan menjelang pajar. Setelah nyamuk Anopheles betina
mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit),
gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang
kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada
lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut
siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada
dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia
tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.

2. Penularan tidak alamiah (not natural infection)

a. Malaria bawaan
Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria.
Penularannya terjadi melalui tali pusat atau plasenta (transplasental)

b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.

c. Secara oral
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung
dara (P.relection) dan monyet (P.knowlesi).

E. Gejala Klinis dan Masa Inkubasi Malaria


Keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria.
Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium imunitas tubuh dan jumlah
parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala
klinis dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi
sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode prepaten.9

1. Gejala klinis
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu:

a. Periode dingin. Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh
badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.

b. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat
dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi
meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini
lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan
keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa
sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa. Di daerah dengan
tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang dewasa tidak
menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung parasit malaria.
Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.

Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang berat/ setelah
beberapa kali serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan
secara baik maka limpa akan berangsur-berangsur mengecil. Keluhan pertama
malaria adalah demam, menggigil, dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk penderita tersangka malaria berat,
dapat disertai satu atau lebih gejala berikut: gangguan kesadaran dalam berbagai
derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan
di hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-menerus, tidak
dapat makan minum, warna air seni seperti the tua sampai kehitaman serta jumlah
air seni kurang sampai tidak ada.

2. Masa inkubasi
Masa inkubasi dapat terjadi pada :

a. Masa inkubasi pada manusia (intrinsik)


Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium. Masa inkubasi
pada inokulasi darah lebih pendek dari infeksi sporozoid. Secara umum masa
inkubasi Plasmodium falsiparum adalah 9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax
adalah 12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale adalah 16 sampai 18 hari,
sedangkan Plasmodium malariae bisa 18 sampai 40 hari. Infeksi melalui
transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang masuk
dan biasanya bisa sampai kira-kira 2 bulan.

b. Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik)


Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk maka protein eritrosit akan dicerna
oeleh enzim tripsin kemudian oleh enzim aminopeptidase dan selanjutnya
karboksipeptidase, sedangkan komponen karbohidrat akan dicerna oleh
glikosidase. Gametosit yang matang dalam darah akan segera keluar dari
eritrosit selanjutnya akan mengalami proses pematangan dalam usus nyamuk
untuk menjadi gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa inkubasi
atau lamanya stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax 8-10
hari, Plasmodium palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14 hari dan
Plasmodium malariae 14-16 hari.

F. Diagnosa

Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi


klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit
(Plasmodium) di dalam darah penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak
khas dan menyerupai penyakit infeksi lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga
menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria dengan mengandalkan
pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium
sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara garis besar pemeriksaan
laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemeriksaan
mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau
antibody spesifik terhadap Plasmodium. Namun yang dijadikan standar emas (gold
standard) pemeriksaan laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk
menemukan parasit Plasmodium di dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan
sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau
ditujukan untuk survey epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat
dilakukan. Sebagai diagnosa banding penyakit malaria ini adalah demam tifoid,
demam dengue, ISPA. Demam tinggi, atau infeksi virus akut lainnya.

G. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya


Pewarnaan mikroskopik dengan pewarnaan giemsa sampai saat ini masih
merupakan baku emas pemeriksaan malaria. Walaupun demikian hasil
pembacaannya hannya dapat dipercaya jika dilakukan oleh seorang yang
berpengalaman. Selain untuk menegakan diagnosis, pemeriksaan mikroskopik
dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini tidak dapat
diterapkan dengan uji cepat malaria maupun teknik PCR. Kekurangannya adalah
subjektivitas pemeriksa, terutama dalam hal mendiagnosis infeksi campuran atau
infeksi dalam jumlah parasit yang rendah. Selain itu pada infeksi P.falciparum
yang stadium lanjutnya berada di kapiler alat dalam (sekuestrasi), parasit tersebut
sulit ditemukan dalam darah tepi hingga memerlukan pemeriksaan serial darah ( 3
kali dalam 48 jam ) untuk memastikan ada tidaknya parasit.

Konsentrasi parasit malaria dalam darah cukup merata sehingga pengambilan


darah rutin dapat dilakukan pada ujung jari atau tumit kaki (pada bayi). Morfologi
parasit yang optimal dapat dilihat dengan membuat sediaan darah yang diwarnai
giemsa yang diambil dari ujung jari segera. Akhir – akhir ini darah vena dengan
antikoagulan lebih sering digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Hal yang harus
diperhatikan adalah jumlah darah yang diambil harus sesuai dengan volume
antikoagulannya. Jika digunakan tabung komersial yang berisis antikoagulan
maka tabung tersebut harus diisi penuh dengan darah penderita (sesuai dengan
batasnya ). Hal tersebut untuk menghindari ketidaktepatan rasio darah dan
antikoagulan yang dapat mempengaruhi morfologi parasit malaria.

Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam


setelah pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan
morfologi parasit sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera (<
1jam) membuat sediaan darah tipis dan tebal dari darah dengan antikoagulan
tersebut. Bahkan jika dilakukan setelah 6 jam pengambilan darah jumlah parasit
mulai berkurang.
Morfologi malaria terlihat optimal pada sediaan darah tipis yang diwarnaai
giemsa, tetapi sensitifitasnya rendah. Dengan menggunakan sediaan darah
tebalsensitivitas sediaan darah mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali
disbanding sediaan darah tipis. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah lamanya
pewarnaan yang optimal, yaitu 30 menit dengan giemsa 3 %. Pewarnaan cepat
dengan giemsa yang lebih tinggi tidak dianjurkan, karena jika jumlah parasit
rendah dalam darah, sering kali parasit yang ada tidak terwarnai.

Prinsip : mewarnai apusan darah menggunakan pewarna giemsa agar sel eritrosit
yang terinfeksi parasit mlaria dapat terlihat kelainan morfologinya.

Interpretasi hasil :
• + : 1-10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
• ++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
• +++ : 1-10 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
• ++++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
Sedangkan perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan
darah tebal maupun sediaan darah tipis. Jumlah parasit stadium aseksual (cincin,
trofozoit, dan skizont) dan aseksual (gametosit) biasanya dihitung secara
terpisah.
Pada sediaan darah tebal parasit dihitung berdasarkan jumlah leukosit per mikro
liter darah; jika tidak diketahui biasanya diasumsikan leukosit penderita
berjumlah berjumlah 8000/Ul, dengan rumus berikut.

Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah leukosit /Ul 200

Sedangkan perhitungan parasit dalam sediaan darah tipis perlu diketahui jumlah
eritrosit per Ul darah. Jika nilai ini tidak diketahui, diasumsikan penderita
mengandung eritrosit 5.000.000/Ul (laki-laki) atau 4.500.000 / Ul (wanita).
Jumlah parasit kemudian dihitung paling sedikit dalam 25 lapangan pandang
mikroskopik atau total parasit/Ul dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah eritrosir/Ul


Total eritrosit dalam 25 lapang pandang

Pada sediaan darah tipis dapat juga dihitung proporsi atau presentase eritrosit
yang terinfeksi dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual dalam 25 lapang pandang x 100%
Total eritrosit dalam 25 lapang pandang mikroskopik
Pemeriksaan dengan mikroskopik flouresensi

Sensitivitas diagnosis malaria pada sediaan darah dapat ditingkatkan dengan


menggunakan zat flouresensi yang dapat berikatan dengan parasit. Asam nukleat
dalam inti akan berikatan dengan zat tersebut dan akan berflouresensi jika disinari
dengan sinar UV yang mempunyai panjang gelombang tertentu. Mula-mula
digunakan acridine orange (AO) dan benzothio carboxypurine (BCP). Keduanya
dieksitasi panjang gelombang 490 nm dan akan berfloursensi dengan warna
kehijauan atau kekuningan.

Acridine orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca objek atau
dengan menggunakan capillary tubes yang bagian dalamnya dilapisi oleh zat
wrana acridine orange. Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang berisi darah
pasien dan terdiri dari berbagai sel, yaitu leukosir, trombosit dan eritrosit akan
terpisah. Parasit malaria akan terkonsentrasi dibawah berbagai lapisan sel,
terutama dibagian atas lapisan eritrosit dan kadang – kadang ditemukan dalam
lapisan trombosit dan leukosit. Parasit dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop flouresensi.

Tekhnik kawamoto menggunakan filter yang dapat mengeksitasi panjang


gelombang 470-490 nm sehingga pada waktu cahaya melewati sediaan darah
yang diwarnai acridine orange, parasit akan terlihat berflouresensi. Dalam hal ini
digunakan sinar matahari yang kuat atau lampu halogen sebagai sumber cahaya.

Walaupun acridine orange merupakan zat yang berfluoresensi kuat, tetapi zat ini
akan berikatan dengan asam nukleatsemua jenis sel hingga flouresesnsinya
menjadi tidak spesifik. Jika metode ini digunakan untuk mendiagnosis malaria, si
pembaca harus dapat membedakan dengan flouresesnsi yang disebabkan oleh inti
sel lain.

Zat flouresensi lain yaitu benzothiocarboxypurine (BCP) untuk mewarnai asam


nukleat parasit dapat digunakan langsung pada sediaan darah tebal atau suspense
darah yang sudah dilisiskan zat warna ini tida cepat pudar seperti acridine
orange.
Diagnosis malaria dengan menggunakan zat berflouresensi merupakan suatu cara
yang harus dipelajari dan memerlukan pengalaman sehingga hingga aplikasi ini
dapat diaplikasikan dengan cepat dan tepat. Kekurangan cara ini adalah tidak
dapat membedakan berbagai macam spesies plasmodium karena tanda spesifik
yang terdapat dalam sitoplasma darah merah tidak akan terwarnai. Morfologi sel
darah merah yang terinfeksi dan tanda spesifik yang timbul pada infeksi berbagai
plasmodium tetap diperlukan untuk menegakan diagnosis.

2. Pemeriksaan dengan rapid test.


Secara umum terdapat 3 macam antigen yang digunakan dalam malaria rapid test,
yaitu histidine rich protein-2 ( HRP-2 ), lactate dehydrogenase (LDH), dan
aldolase. HRP-2 merupakan protein yang larut air dan disekresikan oleh berbagai
stadium aseksual dan gametosit muda P.falciparum. protein ini tidak ditemukan
pada spesies plasmodium lain hingga sangat spesifik untuk menegakan diagnosis
P.falciparum. sedangkan enzim (pLDH dan aldolase) merupakan antigen yang
ditemukan dalam glikolitik pathway parasit malaria, namun sudah terdapat kit
dengan LDH yang spesifik untuk P.vivax yaitu pvLDH.
Prinsip :imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa.
Pada beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal terhadap
antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi
antigen antibody yang tervisualisasi dalam bentuk garis.

Cara kerja :
1. Kit disimpan pada suhu ruang selama 30 menit.
2. 10 sampai 15 μl darah EDTA diambil menggunakan mikropipet dan
diletakkan dalam lubang sampel.
3. Hasil akan dibaca setelah 10-15 menit (terbentuk garis merah muda)

Interpretasi hasil
Garis yang paling atas (garis pertama) merupakan garis kendali (kontrol).
Garis dibawahnya (garis kedua) merupakan garis uji untuk Plasmodium vivax.
Garis yang terbawah (garis ketiga) adalah garis uji untuk Plasmodium
falciparum.
Bila hasil uji negative, maka hanya pada garis kendali ( control) saja yang
terbentuk garis merah muda.
Bila hasil uji untuk Plasmodium falciparum positif, maka garis kendali (kontrol)
dan garis uji terbawah akan berwarna merah muda, sedangkan garis tengah tidak
terlihat.
Bila untuk Plasmodium vivax positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji
kedua saja yang terlihat .

3. Metode Dip-Stick
Teknik dip-stick mendeteksi secara imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine
II yang spesifik parasit (immuno enzymatic detection of the parasite spesific
histidine rich protein II). Tes spesifik untuk plasmodium falciparum telah dicoba
pada beberapa negara, antara lain di Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena
dapat dilakukand alam waktu 10 menit dan dapat dilakukan secara massal. Selain
itu, tes ini dapat dilakukan oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan
sedikti latihan. Alatnya sederhana, kecil dan tidak memerlukanaliran listrik.

Kelemahan tes dip-stick ini adalah :


Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih
dalam tahap pengembangan)
Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)
Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih
memberikan reaksi positif.
Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih dapat
dideteksi.
Biaya tes ini cukup mahal.
Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk
pemeriksaan epidemiologi dan operasional. Hasil positif palsu (false positive)
yang disebabkan oleh antigen residual yang beredar dan oleh gametosit muda
dalam darah biasanya ditemukan pada penderita tanpa gejala (asimptomatik). Jadi
seharusnya tidak mengakibatkan over treatment sebab tes ini digunakan untuk
menunjang diagnosis klinis pada penderita dengan gejala.

Prinsip pemeriksaan : imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas


nitroselulosa. Pada beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal
terhadap antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi
reaksi antigen antibody yang tervisualisasi dalam bentuk garis.
Prosedur :
1. Serum diletakan di tabung ependorff kurang lebih 200 Ul.
2. Dip-stick dimasukan ke tabung ependorff.
3. Reaksi ditunggu hingga kira-kira 10 menit.
4. Hasil bias dibaca.

4. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)


Diagnosis parasit berdasarkan asam nukleat menggunakan molekul DNA reporter
untuk mendeteksi rangkaian DNA atau RNA spesifik yang dimiliki parasit
tertentu. tes ini sangat spesifik dan sensitif, dapat mendeteksi hingga minimal 2
parasit, bahkan 1 parasit / µL darah.

Prinsip : menggunakan siklus termal yaitu menaikan dan menurunkan suhu secara
teratur hingga didapat sekuens DNA / RNA yang diinginkan dengan
menggunakan 2 primer oligonukleotida yang berbeda. Kelemahan tes ini adalah :
• Penyediaan DNA dan RNA sangat rumit
• Alat yang diperlukan untuk hibridisasi rumit
• Alat untuk amplifikasi PCR dan deteksi hasil amplifikasi sangat canggih dan
mahal
• Metode ini membutuhkan waktu lebih lama (>24 jam)
• Tidak dapat membedakan stadium aseksual dan seksual
• Tidak dapat dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif

Sementara keuntungan utama pada teknik PCR adalah dapat mendeteksi dan
mengidentifikasi infeksi ringan dengan sangat tepat dan dapat dipercaya. Hal ini
penting untuk studi epidemiolgi dan eksperimental, tetapi tidak penting untuk
meningkatkan penanganan malaria tanpa komplikasi.

H. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria

Memutus rantai penularan dengan memilih mata rantai yang paling lemah. Mata
rantai tersebut adalah penderita dan nyamuk malaria. Seluruh penderita yang memiliki
tanda-tanda malaria diberi pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk
menghilangkan rasa sakit dan mencegah penularan selama 10 hari. Bagi penderita
yang dinyatakan positif menderita malaria setelah diuji di laboratorium, akan diberi
pengobatan secara sempurna. Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah endemis
malaria seperti para calon transmigran, perlu diberi obat pencegahan.

Obat – obat antimalaria,diantaranya :

1. Klorokuin
Klorokuin adalah bentuk sintetik 4-aminokuinolin, diproduksi dalam bentuk
garam fosfat untuk pemberian secara oral. Ekskresi klorokuin melalui urin
dengan mas paruh 3-5 hari, namun waktu paruh eliminasi terminal mencapai
1-2 bulan. Klorokuin bersifat skizontosida darah yang sangat efektif untuk
semua jenis plasmodium pafa manusia dan gametosida terhadap P.vivax,
P.ovale dan P.malariae. Mekanisme kerja klorokuin adalah menghambat
polimerisasi produk sisa hemoglobin (heme) menjadi hemozoin di dalam
vakuol pencernaan parasit sehingga menghilangkan toksisitas parasit karena
pembentukan heme bebas.

2. Kina dan Kuinidin


Kina mulai dipakai sebagai OAM sejak tahun 1632. Obat ini merupakan
alkaloid kinkona yang dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan.
Kuinidin adalah dekstrorotatori stereoisomer dari kina. Mekanisme kerja kina
sebagai OAM belum sepenuhnya dipahami, diduga menghambat detoksifikasi
heme parasit dalam vakuola makanan.

3. Proguanil
Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh (melalui
enzim CYP2C19) menjadi bentuk aktif sikloguanil. Sikloguanil menghambat
pembentukan asam folat dan asam nukleat, bersifat skizontosida darah yang
bekera lambat, skizontosida jaringan terhadap P.falcifarum, P.vivax, P.ovale,
dan sporontosida.

4. Tetrasiklin
Tetrasiklin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium yang
bekerja lambat, skizontosida jaringan untuk P.falcifarum.

5. Klindamisin
Obat ini menghambat fase awal sintesis protein. Klindamisin bersifat
skizontosida darah yang bekerjalambat terhadap P.falciparum dan harus
diberikan dalam kombinasi dengan OAM lain seperti kina atau klorokuin.

F. Tindakan-tindakan Pencegahan

1. Usahakan tidur dengan kelambu, memberi kawat kasa, memakai obat nyamuk
bakar, menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk
berkembang di rumah.
2. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis
malaria.

3. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak


sekitar rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.

4. Memperbanyak jumlah ternak seperti sapi, kerbau, kambing, kelinci dengan


menempatkan mereka di luar rumah di dekat tempat nyamuk bertelur.

5. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau
dengan memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.

6. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau
pengeringan sawah secara berkala

7. Menyemprot rumah dengan DDT.


BAB III
SKABIES

A. Definisi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali
itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi terhadap
sarcoptes scabiei varian homonis dan produknya,Beberapa sinonim penyakit ini yaitu
:Kudis,the Itch,guding,Budukan,Gatal agogo.

B. EPIDEMIOLOGI
Skabies merupakan penyakit epidemic pada banyak masyarakat ,ada dugaan bahwa
setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik scabies .Penyakit ini banyak di jumpai pada
anak dan orang dewasa muda ,tetapi dapat juga mengenai semua umur ,insidensi
semua pada pria dan wanita.
Insidensi skabies pada negara berkembang menunjukkan siklus fluktasi yang sampai
saat ini belum dapat di jlaskan , interval dari akhir suatu epidemik pada permulaan
epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun,Beberapa faktor yang dapat
mempengaruh penyebarannya adalah kemiskinan,hygiene yang jelek,seksual
promiskuitas,diagnosis yang salah,demogarfi ,ekologi dan derajat sensitasi
individual,insidensi di indonesia masih cukup tinggi ,terendah di sulawesi utara ,dan
tertinggi di jawa barat.

C. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk filum arthopoda kelas arachnida,ordo ackarina,superfamili
sarcoptes ,pada manusia disebut sarcoptes scabiei var homini,sedangkan varietas pada
mamalia lain dapat menginvestasi manusia tetapi tidak hidup lama.
Secara marfologik merupakan tungau kecil,berbentuk oval,punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata,tunggau ini transient,berwarna putih kotor dan tidak bermata
tungau betina panjangnya 300-450 mikron,sedangkan tungau jantan lebih kecil kurang
lebih setengahnya yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan kecepatan 2,5 cm permenit di
permukaan kulit.
Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat di permukaan kulit
untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5 mm – 5 mm per hari.
Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum
granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya
yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari.
Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan keluar ke permukaan
kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan menggali terowongan biasanya sekitar
folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan. Setelah beberapa
hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur
hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang
lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang kecil pada
patogenesis penyakit. Biasanya hanya hidup dipermukaan kulit dan akan mati setelah
membuahi tungau betina.
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 –
14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan
kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh
badan dapat terserang.

D. PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan.
Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan
kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.

E. GEJALA KLINIS SKABIES


Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada kulit yang
umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. Gejala lain
adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang
merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul
gelembung berair (vesikel) pada kulit.

a) Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b) Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun
mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
c) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang
1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-
lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita),
umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada
bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d) Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan
menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis
antara lain:
a. Biodata
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit scabies bisa menyerang
semua kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit
ini, tempat, paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat
penduduknya seperti asrama dan penjara.
b. Keluhan Utama
Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul lesi
berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola
mammae, bokong, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal,
biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi
tambahan akibat garukan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan scabies kecuali kontak
langsung atau tidak langsung dengan penderita.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga
atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang
sama.
f. Psikososial
Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi
yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah
yang terkena lesi pada saat interaksi sosial.
g. Pola kehidupan sehari-hari
Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang
(kebiasaan mandi, cuci tangan dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat
anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita
maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita
sering kali terganggu. Lesi dan bau yang ridak sedap, yang tercium dari sela-
sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan aktivitas dan
interaksi sosial.

2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Harahap (2000), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
a) Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus,
berbentuk benang.
b) Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-
lesi sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta
ditemukan eksantem.
c) Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impegtinasi dan furunkulosis.
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan
perutbagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tngan dan kaki bahkan
diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada
kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005).
Sifat-sifat lesi berupa papula dan vesikel milier sampai lentikuler disertai
ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentiuler. Lesi yang khas
adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula
atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli
adalah tempat persembunyian dan bertelurSarcoptes scabiei (Siregar, 2005).

3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau
pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
a) Kerokan kulit.
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih
utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril
untuk mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas
gelas objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah
mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau
skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan
anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif
b) Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap,
lalu digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum
dan dapat diangkat keluar.
c) Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari
dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi
dengan scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit.
Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan
tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas
objek, lalu ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.
d) Tes tinta Burrow.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik
berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga
dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
e) Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul,
lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral.
Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.

G. PENGOBATAN
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal
antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.
Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi
ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru.
Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%.
Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara
kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada
wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan
dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui,
bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant crusted scabies.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane
Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane
diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian
keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya
lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.
Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau
dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh
tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion.
Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu.
Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane
selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam
7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-
tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual,
pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak
mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah
seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
4. Krotamiton 10%
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion.
Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari
selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke
bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka
panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki
efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion,
tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan
anak kecil.

5. Permetrin dengan kadar 5%


Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara
mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan
natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi
paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies
karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan
keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme
yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui
urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.
Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan
selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa
dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang
diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu
menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2
jam.
Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun
mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan
terekskoriasi.
BAB IV
PEDIKULOSIS

Definisi
Pedikulosis adalah infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan parasit
obligat Pediculus humanus. Penyakit ini diklasifikasi menjadi pedikulosis kapitis, pedikulosis
korporis, dan pedikulosis pubis.

1. Pedikulosis Kapitis
Penyakit ini terutama menyerang anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan
hidup yang padat, misalnya di asrama dan panti asuhan. Cara penularannya biasanya
melalui perantara (benda), misalnya sisir, bantal, kasur, dan topi.
Etiologi
Pediculosis hominis var. capitis.
Patogenesis
Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur (nits)
diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin
ke ujung terdapai telur yang lebih matang.
Gejala gatal timbul karena pengaruh liur dan ekskret kutu yang dimasukkan ke dalan
kulit waktu menghisap darah. Kelainan kulit timbul akibat garukan.
Manifestasi Klinis
Gejala awal berupa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal serta dapat
meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosi, ekskoriasi, dan
infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal
akibat banyaknya pus dan krusta (plikapelonika), berbau busuk, disertai pembesaran
kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikular).
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti adalah menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah oksiput
dan temporal. Telur berwarna abu-abu dan berkilat.
Diagnosis Banding
Tinea kapitis, pioderma (impetigo krustosa), dermatitis seboroika.
Penatalaksanaan
Pengobatan bertujuan memusnahkan semua kutu dan telur serta mengobati infeksi
sekunder. Pengobatan yang dianggap terbaik ialah malathion 0,5% atau 1% dalam
bentuk losio atau spray, tetapi sukar didapat. Cara pemakaian: malam sebelum tidur
cuci rambut dengan sabun kemudian oleskan losio malathion dan tutup kepala dengan
kain. Keesokan harinya cuci rambut dengan sabun lalu disisir dengan serit, yaitu sisir
yang halus dan rapat. Pengobatan dapat diulang lagi seminggu kemudian jika masih
terdapat kutu atau telur.
Obat yang mudah didapat dan cukup efektif ialah krim gameksan 1%. Cara
pemakaian: setelah dioleskan dan didiamkan 12 jam, cuci dan sisir rambut dengan
serit agar semua kutu dan telur terlepas. Jika masih terdapat tehu, seminggu kemudian
diulangi dengan cara yang sama. Obat lain ialah emulsi benzil benzoat 25%, dipakai
dengan cara yang sama.
Pada keadaan infeksi sekunder berat sebaiknya rambut dicukur, diobati dengan
antibiotik sistemik dan topikal, lalu disusul dengan obat di atas dalam bentuk sampo.
Higiene merupakan syarat supaya tidak terjadi residif.

2. Pedikulosis Korporis
Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang dengan higiene
yang buruk, misalnya penggembala, disebabkan mereka jarang mandi atau jarang
mengganti dan mencuci pakaian. Maka itu penyakit ini sering disebut
penyakit vagabound. Hal ini disebabkan kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada
serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap
darah. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim
dingin karena orang memakai baju yang tebal serta jarang dicuci. Cara penularan
dapat melalui pakaian maupun kontak langsung.
Etiologi
Pediculus humanus var. Corporis
Patogenesis
Sama dengan pedikulosis kapitis
Manifestasi Klinis
Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada badan karena
gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Kadang-kadang timbul
infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.
Pemeriksaan Penunjang
Menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian.
Diagnosis Banding
Neurotic excoriation.
Penatalaksanaan
Pengobatannya ialah dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis di seluruh tubuh
dan didiamkan 24 jam, setelah itu mandi. Jika belum sembuh diulangi 4 hari
kemudian. Obat lain ialah emulsi benzil benzoat 25% dan bubuk malathion 2%.
Pakaian direbus atau disetrika untuk membunuh telur dan kutu. Jika terdapat infeksi
sekunder, obati dengan antibiotik secara sistemik dan topikal.

3. Pedikulosis Pubis
Penyakit ini mengenai orang dewasa dan dapat digolongkan dalam PMS serta dapat
pula mengenai jenggot dan kumis. Infeksi ini juga dapat terjadi pada anak-anak, yaitu
di alis atau bulu mata (misalnya blefaritis) dan pada tepi batas rambut kepala. Cara
penularan umumnya dengan kontak langsung.
Etiologi
Phthirus pubis.
Patogenesis
Gejala gatal yang ditimbulkan sama dengan proses pada pedikulosis.
Manifestasi Klinis
Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan di sekitarnya, dapat meluas
sampai ke abdomen dan dada, dijumpai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau
kebiruan yang disebut sebagai makula serulae. Kutu ini dapat dilihat dengan mata
biasa dan susah untuk dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara
folikel rambut.
Gejala patognomonik lainnya adalah black dot, yaitu bercak hitam yang tampak jelas
pada celana dalam berwarna putih yang terlihat saat bangun tidur. Bercak hitam ini
merupakan krusta berasal dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai
hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah
bening regional.
Diagnosis
Menemukan telur atau bentuk dewasa.
Diagnosis Banding
Dermatitis seboroika dan dermatomikosis.
Penatalaksanaan
Pengobatannya sama dengan pengobatan pedikulosis korporis, yaitu krim gameksan
1% atau emulsi benzil benzoat 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam.
Pengobatan diulangi 4 hari kemudian, jika belum sembuh. Sebaiknya rambut kelamin
dicukur. Pakaian dalam direbus atau disetrika. Mitra seksual harus pula diperiksa dan
jika perlu diobati.

Anda mungkin juga menyukai