Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISA INSTRUMENTAL


High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Kamis, 5 April 2018
Kelompok : III
Anggota : Eka Farah Dewi (09)
Faisal Arif M. (10)
Fitriyana Rahmi W. (11)
Ita Handayani (13)
Khoridho Putra F. (14)
Novia Jennis A. (17)

Kelas : 1C D4 Teknologi Kimia Industri

I. HASIL PENGAMATAN
II. PEMBAHASAN
 Eka Farah Dewi
Pada praktikum yang dilakukan kali ini menggunakan HPLC yaitu
kepanjangan dari High Performance Liquid Chromatography. Pemisahan HPLC
ini menggunakan fase gerak liquid. Pada praktikum kali ini kami
mengidentifikasi sebuah campuran dari 4 campuran yaitu larutan fenol , toluen ,
nitro benzene dan eugenol dan menggunakan fase gerak methanol dan aquades
pada kolom fase gerak.
Kami melakukan percobaan sebanyak empat kali untuk menentukan
kepolaran dalam suatu senyawa yang terdapat pada campuran. Pada percobaan
pertama kami menggunakan methanol dan air dengan perbandingan 80 banding
20. Pada percobaan kedua kami menggunakan perbandingan methanol dan
aquades yaitu 70 banding 30. Pada percobaan ketiga kami menggunakan
perbandingan methanol dan aquades yaitu 60 banding 40. Dan percobaan terakhir
yaitu percobaan keempat perbandingan methanol dan aquades yaitu 50 banding
50. Hasil kromatogram tersebut berbeda beda itu dikarenakan perbedaan tingkat
kepolaritasan yang terdapat pada setiap larutan.
Beragam komponen dalam sampel akan terpisah berdasarkan perbedaan
afinitasnya terhadap fase diam. Komponen yang dapat berinteraksi secara kuat
dengan fase diam akan bergerak lebih lambat sehingga dapat terpisah dari
komponen lain dengan interaksi yang lemah.

 Faisal Arif M.
Pada praktikum kali ini kami menggunakan alat yang bernama HPLC atau
yang di sebut High Performance Liquid Chromatography. Perbedaan pemisahan
larutan pada alat HPLC dan yang lainnya adalah alat ini menggunakan fase gerak
Liquid . Kami menggunakan alat ini dikarenakan kami ingin mengidentifikasi
campuran dari 4 sampel yaitu fenol , toluen , nitro benzene dan eugenol. Kami
menggunakan fase gerak methanol dan aquades pada kolom fase gerak. Kami
melakukan percobaan sebanyak empat kali untuk menentukan kepolaran dalam
suatu senyawa yang terdapat pada campuran.

Pada percobaan pertama kami menggunakan methanol dan air dengan


perbandingan 80 banding 20. Pada kromatogram terlihat dua titik teringgi yang
tercatat dikarenakan tingkat kepolaritas fenol dan ethanol pada fase gerak
memiliki tingkat kepolaritas yang tinggi, sedangkan nitro benzene dan toluen
memiliki tingkat kepolaritas yang rendah. Pada titik tertinggi pertama terdapat
overlapped antara eugenol dan fenol, sedangkan pada titik tertinggi kedua terdapat
senyawa nitro benzene dan toluena dikarenakan memiliki tingkat kepolaran yang
rendah.

Pada percobaan kedua kami menggunakan perbandingan methanol dan


aquades yaitu 70 banding 30. Pada kromatogram mulai terlihat 4 titik teringgi
akan tetapi masih berdekatan dikarenakan kepolaran pada campuran eugenol dan
fenol mendekati, akan tetapi toluena memiliki tingkat kepolaran yang sangat
rendah. Pada kromatogram terlihat jelas toluena sangat jauh sekali jaraknya
dengan senyawa eugenol, fenol dan nitro benzene.

Pada percobaan ketiga kami menggunakan perbandingan methanol dan


aquades yaitu 60 banding 40, pada kromatogram mulai terlihat 4 titik yang terlihat
dan yang paling berdekatan yaitu eugenol dan fenol akan tetapi tidak seperti
percobaan kedua mulai terlihat senggang antara ethanol dan fenol tidak
bertumpukan, sedangkan nitro benzene memiliki titik yang paling rendah pada
kromatogram. Toluena memiliki titik tertinggi yang paling akhir di karenakan
memiliki tingkat kepolaran yang rendah.

Percobaan yang keempat yaitu perbandingan methanol dan aquades yaitu 50


banding 50. Terlihat jelas sekali perbandingan titik tertinggi antara fenol, eugenol,
nitro benzene dan toluena. Pada titik tertinggi pertama yaitu fenol dikarenakan
memiliki tingkat kepolaran yang sangat tinggi. Diikuti posisi kedua yaitu eugenol,
ketiga yaitu nitro benzene, dan yang terakhir adalah toluena karena memiliki
tingkat kepolaritasan yang paling rendah.

 Fitriyana Rahmi W.
Pada praktikum kali ini kami menggunakan sampel yang terdiri dari
eugenol 100 µ, fenol 100 µ, toluen µ, dan nitro benzene 10 µ lalu ditambahkan
dengan 750 µ methanol. Untuk memisahkan larutan ini dilakukan 4 kali
percobaan dengan variabel perbandingan methanol dengan air yaitu 80 : 20, 70
: 30, 60 : 40, dan 50 : 50.
Pada percobaan pertama menggunakan perbandingan methanol dengan
air yaitu 80 : 20. Hasil yang didapat pada kromatogram yaitu sampel larutan
masih belum berpisah satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan
terdeteksinya 2 senyawa dari total 4 senyawa. Kenaikan pertama yaitu
gabungan dari fenol eugenol dan nitro benzen, sedangkan kenaikan kedua
adalah toluen.
Pada percobaan kedua menggunakan perbandingan methanol dengan
air yaitu 70 : 30. Hasil yang didapat pada kromatogram yaitu sampel larutan
mulai berpisah walaupun jarak antar larutan masih belum signifikan. Hal ini
ditunjukkan dengan terdeteksinya 4 senyawa pada kromatogram. Pada
kromatogram terlihat bahwa terjadi sedikit penurunan, hal ini disebabkan oleh
kurang tepatnya pengukuran saat membuat sampel larutan. Urutan dari
senyawa yang terdeteksi yaitu fenol, eugenol, nitro benzen dan toluen.
Pada percobaan ketiga menggunakan perbandingan methanol dengan
air yaitu 60 : 40. Hasil yang didapat pada kromatogram yaitu sampel larutan
mulai berpisah secara sempurna dan 4 senyawa yang ada sudah terdeteksi.
Namun pada kromatogram terdapat penurunan yang disebabkan oleh
kurangnya ketelitian saat membuat larutan sampel.
Pada percobaan ketiga menggunakan perbandingan methanol dengan
air yaitu 50 : 50. Hasil yang didapat pada kromatogram yaitu sampel larutan
berpisah secara sempurna dan 4 senyawa yang ada sudah terdeteksi. Namun
pada kromatogram terdapat penurunan yang signifikan disebabkan oleh
kurangnya ketelitian saat membuat larutan sampel sehingga kromatogram
kurang sempurna.

 Ita Handayani
Dalam percobaan kali ini, sampel yang digunakan yaitu larutan berisi
campuran senyawa fenol, nitrobenzene, toluene dan eugenol akan dipisahkan
dengan HPLC berdasarkan sifat kepolarannya. Kolom yang digunakan yaitu
kolom fase balik. Maka senyawa yang polar akan melewati kolom ini dan
senyawa non polar akan tertahan sedikit lama pada kolom.
Pada kromatogram nomer 1, digunakan variabel perbandingan metanol
dengan air yaitu 80 : 20 dengan waktu yang digunakan selama proses yaitu 10
menit. Hasil kromatogram yang didapat yaitu campuran senyawa tidak terlalu
tampak terpisah dan hanya menunjukkan dua senyawa yang terlihat. Senyawa
yang terlihat hanya pada menit 1-2 menit. Sedangkan pada sampel terdapat
empat campuran senyawa yang diuji.
Kromatogram ke dua dengan variabel perbandingan 70 : 30 terdapat
sedikit perbedaan dengan kromatogram pertama yaitu sudah terlihat bahwa
terdapat empat senyawa dalam campuran sampel. Akan tetapi, jarak yang
ditunjukkan tidak terlalu lebar dan masih berdempet dempet pada menit 1-2
dalam rentang waktu 10 menit.
Variabel selanjutnya yaitu 60 : 40 pada kromatogram ketiga
ditunjukkan hasil jarak yang lebih renggang dalam waktu 10 menit yaitu lebih
panjang hingga menit ke 4. Jarak-jarak yang ditunjukkan pada kromatogram
berdasarkan kepolaran suatu senyawa.
Kromatogram terakhir dengan variabel perbandingan 50 : 50, data
yang ditunjukkan dalam waktu 10 menit, campuran ke empat senyawa sudah
nampak jarak yang sangat jauh terpisah hingga menit ke 7 dan senyawa yang
terakhir direkam yaitu senyawa dengan tingkat kepolaran terendah yaitu
toluena.
 Khoridho Putra F.
HPLC (High Performance Liquid Chromatography) memiliki prinsip
pemisah atau di sebut juga metode pemisah zat cair. Digunakan untuk zat yang
tidak mudah menguap.
Pada percobaan pertama kami menggunakan methanol dan air dengan
perbandingan 80 banding 20. Pada kromatogram terlihat dua titik tertinggi
yang tercatat dikarenakan tingkat kepolaritas fenol dan ethanol pada fase gerak
memiliki tingkat kepolaritas yang tinggi, sedangkan nitro benzene dan toluen
memiliki tingkat kepolaritas yang rendah. Pada titik tertinggi pertama terdapat
overlapped antara ethanol dan fenol, sedangkan pada titik tertinggi kedua
terdapat senyawa nitro benzene dan toluena di karenakan memiliki tingkat
kepolaran yang rendah.
Pada percobaan kedua, kami menggunakan perbandingan methanol
dan aquades yaitu 70 banding 30. Pada kromatogram mulai terlihat 4 titik
teringgi akan tetapi masih berdekatan dikarenakan kepolaran pada campuran
ethanol dan fenol mendekati, akan tetapi toluena memiliki tingkat kepolaran
yang sangat rendah. Pada kromatogram terlihat jelas toluena sangat jauh sekali
jaraknya dengan senyawa ethanol, fenol dan nitro benzene.
Pada percobaan ketiga kami menggunakan perbandingan methanol dan
aquades yaitu 60 banding 40. Pada kromatogram mulai terlihat 4 titik yang
terlihat dan yang paling berdekatan yaitu ethanol dan fenol, akan tetapi tidak
seperti percobaan kedua mulai terlihat senggang antara ethanol dan fenol tidak
bertumpukan. Nitro benzene memiliki titik yang paling rendah pada
kromatogram dan toluena memiliki titik tertinggi yang paling akhir di
karenakan memiliki tingkat kepolaran yang rendah.
Percobaan yang keempat yaitu perbandingan methanol dan aquades
yaitu 50 banding 50. Terlihat jelas sekali perbandingan titik tertinggi antara
fenol, ethanol, nitro benzene dan toluena. Pada titik tertinggi pertama yaitu
fenol dikarenakan memiliki tingkat kepolaran yang sangat tinggi. Yang kedua
yaitu ethanol, yang ketiga yaitu nitro benzene, dan yang terakhir adalah
toluena yang memiliki tingkat kepolaritasan yang paling rendah.
 Novia Jennis A.
Pada praktikum kali ini menggunakan alat HPLC atau High
Perfomance Liquid Chromatography yang bertujuan untuk mempelajari cara
kerja alat HPLC, menganalisa sampel kualitatif dan kuantitatif dengan alat
HPLC. Campuran senyawa yang digunakan dalam praktikum ini adalah fenol,
nitrobenzene, toluene, dan air. Senyawa campuran itu dipisahkan dengan alat
HPLC itu sendiri.
Pada percobaan pertama menggunakan variabel perbandingan
antara metanol dengan air 80 : 20 dalam kurun waktu 10 menit. Hasil
campuran diantara 4 senyawa itu tidak tampak, tetapi hanya tampak 2 senyawa
saja pada saat waktu menunjukkan 1-2 menit. Ada 4 senyawa yang diuji,
tetapi hasil kromatogram berdempetan. Hal ini disebabkan oleh perbandingan
80 : 20 itu sendiri, dimana metanol lebih banyak daripada air lebih sedikit.
Pada percobaan kedua menggunakan variabel perbandingan
antara 70 : 30 dalam kurun waktu 10 menit. Hasil dari percobaan 4 senyawa
itu menghasilkan kromatogram berdempeten, namun mulai terlihat renggang.
Hal ini disebabkan oleh variabel perbandingan 70 : 30 dan berdasarkan
kepolaran suatu senyawa juga.
Pada percobaan ketiga dengan variabel 60 : 40 menunjukkan
hasil dari kromatogram yaitu dengan jarak yang lebih renggang dibandingkan
hasil dari kromatogram percobaan ke dua.
Dan pada percobaan keempat dengan variabel perbandingan 50
: 50 dalam kurun waktu yang ditujukan sama yaitu 10 menit. Hasil dari
kromatogram sudah tidak berdempetan lagi. Jarak rnampak renggang di menit
ke 7. Senyawa yang terakhir terekam yaitu senyawa tingkat kepolaran yang
rendah yaitu toluene.
III. KESIMPULAN
1. Semakin tinggi polaritas suatu larutan, maka pemisahannya semakin
sempurna.
2. Semakin rendah polaritas suatu larutan, maka pemisahannya akan susah untuk
dideteksi.
3. Dari hasil praktikum :
Kromatogram percobaan 80 : 20 pemisahan masih belum sempurna (bertabrakan)
Kromatogram percobaan 70 : 30 semua senyawa mulai terdeteksi meskipun
jaraknya masih rapat
Kromatogram percobaan 60 : 40 larutan mulai berpisah secara sempurna
Kromatogram percobaan 50 : 50 larutan berpisah secara sempurna sehingga dapat
mendeteksi tiap senyaw

4. DAFTAR PUSTAKA
1. Riyadi, W. 2009. Identifikasi Signal Kromatogram HPLC.
2. Khopkar, S. M., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai