DAN INDUSTRIAL
Dosen :
LIS DEWI MULYATI , Dra, MM
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang menciptakan alam semesta ini. Shalawat serta salam
kita curahkan kepada nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kegelapan hingga zaman terang benerang seperti saat ini. Semoga kita dapat menjadi pengikut
setia beliau sampai akhir zaman.
Makalah yang berjudul “Kebudayaan Primitif, Agraris dan Industrial” ini saya susun
untuk memenuhi tugas individu mata kuliah IASBD. Saya harap makalah ini dapat menjadi
sumber ilmu pengetahuan bagi semuanya, terutama bagi yang membaca agar bisa mambawa
perubahan kearah yang lebih baik.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan
kesempatan untuk mewujudkan makalah ini. Saya sadar bahwa makalah yang saya susun masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik dari semua yang
membaca makalah ini, agar saya bisa memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik lagi dan saya
berharap agar makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
2
Daftar Isi
Kata pengantar...................................................................................................................... 2
Daftar isi............................................................................................................................... 3
BAB I
Pendahuluan
1.1 latar belakang.................................................................................................................. 4
1.2 rumusan masalah............................................................................................................ 4
1.3 tujuan.............................................................................................................................. 5
BAB II
Pembahasan
2.1 kebudayaan primitif........................................................................................................ 6
2.2 kebudayaan agraris.......................................................................................................... 6
2.3 masyarakat industrial....................................................................................................... 8
BAB III
Penutup
3.1 kesimpulan..................................................................................................................... 11
Daftar Pustaka................................................................................................................... 12
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
2. Apakah yang dimaksud kebudayaan Agraris?
3. Apakah yang dimaksud kebudayaan Industrial?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui serta memehami apa itu kebudayaan Primitif.
2. Untuk mengetahui serta memahami apa itu kebudayaan Agraris.
3. Untuk mengetahui serta memahami apa itu kebudayaan Industrial.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
altruistik (bertindak secara bersama-sama). Hutan bisa selamat, air bisa mengalir terus apabila
dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mitologi, seperti ada makhluk penunggu dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam budaya seperti ini pun sangat berbahaya. Menjaga mitos yang berdampingan
dengan hal yang sangat berbahaya (gunung berapi yang siap meletus), apabila sedikit saja keliru
dalam menafsirkan hal ini, puluhan bahkan ratusan korban jiwa pasti terjadi. Disinlah, harus ada
kearifan untuk menjaga harkat martabat umat manusia.
Ditinjau dari segi geografis desa adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan
sekelompok manusia dan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu merupkan suatu wujud atau
kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi dan
kultural yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dan juga hubungannya dengan daerah
lain. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum bertempat
tinggalnya suatu masyarakat yang berkuasa dan mengadakan pemerintahan sendiri. Menurut
Bintarto dalam bukunyaSuatu Pengantar Geografis Desa, 1977 dijelaskan sebagai berikut,
unsur- unsur desa ialah:
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, serta penggunaannya.
Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan persebaran dan mata pencaharian
penduduk setempat.
Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan.[4]
Maju mundurnya sebuah desa bergantung dari tiga unsur ini yang dalam kenyataannya
ditentukan oleh faktor usaha manusia (human efforts) dan tata geografi (geographical setting).
Adapun menurut Paul H. Landis, desa adalah daerah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai pergaulan yang saling mengenal antara beberapa ribu jiwa,
b. Memiliki perhatian dan perasaan yang sama dan kuat tentang kesukaan terhadap adat kebiasaan
c. Memiliki cara berusaha (dalam hal ekonomi), yaitu agraris pada umumnya, dan sangat
dipengaruhi oleh keadaan alam, seperti : iklim, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris bersifat sambilan.
Jadi yang dimaksud masyarakat pedesaan adalah sekelompok orang yang mendiami suatu
wilayah tertentu yang penghuninya mempunyai perasaan yang sama terhadap adat kebiasaan
yang ada, serta menunjukkan adanya kekeluargaan di dalam kelompok mereka, seperti gotong
royong dan tolong-menolong.
7
dipisahkan dari masyarakat tempat ia hidup, serta rela berkorban demi masyarakatnya, saling
menghormati, serta mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama di dalam masyarakat
terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama. Adapun ciri-ciri masyarakat pedesaan antara
lain :
Setiap warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan
warga masyarakat di luar batas-batas wilayahnya.
Sistem kehidupan pada umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Masyarakatnya homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat dan
sebagainya.
8
2. Pengelolaan (management)
3. Pemasaran (marketing)
4. Investasi (investment)
5. Pelestarian (conservation)
Industri warisan budaya bangsa tidak boleh di pandang sebelah mata. Sebagai bagian dari
sektor ekonomi kreatif, industri jenis ini menjadi aset tak terbatas yang sampai kapan pun tidak
akan pernah lekang oleh zaman dengan catatan bahwa proses kreasi dan inovasi terus
diberdayakan.
Industri modern masuk indonesia pada masa penjajahanbketika masyarakat masih dalam
kekuasaan yang kuat. Sebelumnya, industri yang berkembanng adalah kerajinan tangan yang
dilakukan di rumah-rumah. Masuknya industri modern diterima oleh masyarakat, bukan hanya
karena kekuasaan yang berpengaruh, melainkan juga sikap bangga yang terbuka menerima
perubahan.
Desa sebagai basis masyarakat mendapat pengaruh dari industrilisasi ini. Dilihat dari
ruangnya, pengalihfungsian lahan-lahan pertanian menjadi areal industri menimbukan beberapa
hal tersendiri berkurangnya lahan pertanian di pulau Jawa mengakibatkan banyak orang
kehilangan kesempatan hidup mapandengan bekerja di sektor agraris. Dengan kemampuan
terbatas menyerap tenaga kerja, industri malah menimbulkan pengangguran dalam jumlah yang
meningkat.
Budaya istimewa akibat industrilisasi adalah materialisme, segala sesuatu dinilai dengan
kebendaan. Budaya ini harus berbenturan dengan budaya bangsa indonesia yang sangat
memegang norma-norma sosial. Hubungan intrapersonal masyarakat semakin renggang atau
diartikan dengan cara lain, yaitu tolong menolong dalam menyelesaikan urusan yang
dihadapinya ( korupsi dan kolusi ).
Namun disisi lain industrilisasi memberikan perubahan pola pikir dimasyarakat.
Masyarakat mulai memperhatikan pendidikan, manfaaat menabung, demokrasi dalam keluarga,
dan memberikan lebih banyak kesempatan bagi wanita dalam aktifitas. Perubahan juga terjadi
dalam memandang urusan agama, misalnya, banyaknya orang islam yang berusaha sekuat
tenaga, menunaikan haji, sekalipun sekali seumur hidup.walaupun tekad ini kerang kuat di
masyarakat, karena derasnya arus moderenisasi sehingga lebih mementingkan kebendaan dari
pada kerohanian.
Industrilisasi di Indonesia memberikan karakteristik karena harus berhadapan dengan
budaya bangsa yang kuat. Di sisi lain, bangsa Indonesia masih senang mencari intisari
masyarakatnya sendiri menjadi suatu kebenaran pribadi yang di pegang kuat. Dengan demikian,
apa yang benar di luar Indonesia tidak perlu berlaku di sini. Pandangan ini yang seharusnya di
9
jaga dalam menghadapi situasi masa depan sehingga tercipta keadaan yang saling memengaruhi
antara industry dengan intisari budaya bangsa Indonesia.
Pada perencanaan pembangunan di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada
umumnya dalam merumuskan pembangunan tidak lain adalah sebagian upaya untuk memajukan
suatu masyarakat. Mereka berpikir bahwa masyarakat mereka yang agraris harus diubah menjadi
masyarakat yang bercorak industrial. Usaha itu disebut sebagai proses transformasi masyarakat
agraris menuju masyarakat industrial.
Proses transformasi adalah proses perubahan secara mendasar dan besar-besaran yang
dilakukan untuk mengubah basis ekonomi, sosial dan politik, yang dari semula bercorak
pertanian agraris menuju kehidupan industrial. Proses transformasi masyarakat di negara agraris
pada dasarnya mencakup tiga macam perubahan, yaitu :
Perubahan ekonomi yang relatif stabil
Perubahan kelembagaan politik sosial dari ilmu tradisional menuju modern.
Perubahan kelembagaan politik dari feodal menuju demokrasi
Ketiga jenis perubahan tersebut harus berjalan secara bersama-sama dan terkait satu sama
lain untuk memperoleh perubahan mendasar dalam basis ekonomi. Proses transformasi
masyarakat agraris menuju industrial hanya akan terjadi kalau ada campur tangan yang terencana
dan sistematis dari pemerintah atau negara.
Dalam hal ini, industrialisasi yang dimaksud adalah setiap usaha dan strategi yang
dilakukan pemerintah untuk menjaga basis ekonomi masyarakat dari semula bercorak agraris
pertanian menuju industrialisasi yang perekonomiannya berbasiskan pada produksi,
kebijaksanaan industrialisasi ini merupakan prioritas dalam perubahan ekonomi yang membawa
perubahan pada orientasi perilaku masyarakat ini jadi semakin rasional.
Kehidupan masyarakat industrial adalah kehidupan di dalam masyarakat perkotaan.
Karenanya untuk membicarakan kebudayaan industrial, maka kita akan berbicara mengenai
kebudayaan masyarakat kota. Beberapa ahli mengartikan kota sebagai suatu himpunan penduduk
yang bertempat tinggal di dalam pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, kesenian dan ilmu
pengetahuan.
Adapun ciri-ciri masyarakat kota adalah :
Jumlah penduduk besar dan padat, terutama di pusat kota.
Mempunyai penduduk yang beraneka ragam karena asal usul mereka yang berlainan.
Penduduknya lebih dinamis, banyak mengadakan perubahan pekerjaan, mudah berpindah
tempat tinggal, dan sebagainya.
Lebih cepat, lebih bebas dan mudah bergerak, lebih cepat menerima dan membuang
sesuatu yang baru. Peradaban macam ini memberikan kepada mereka sesuatu perasaan harga diri
yang besar.[6]
10
Keadaan kota dengan bermacam corak hidup seperti di atas menarik masyarakat pedesaan untuk
melakukan urbanisasi. Akibatnya, terjadi berbagai masalah sosial, baik bagi kota yang dituju
maupun desa yang ditinggalkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan peradaban manusia terasa begitu cepatnya, kita tentunya mengenal
masyarakat primitif, pada era itu seseorang untuk mendapatkan suatu barang harus ditukar
dengan barang lagi (barter), kemudian meningkat ke masyarakat agraris, kemudian masyarakat
industry.Maju mundurnya sebuah desa bergantung dari tiga unsur ini yang dalam kenyataannya
ditentukan oleh faktor usaha manusia (human efforts) dan tata geografi (geographical setting).
Adapun menurut Paul H. Landis, desa adalah daerah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri-ciri yaitu Mempunyai pergaulan yang saling mengenal antara beberapa ribu jiwa,
Memiliki perhatian dan perasaan yang sama dan kuat tentang kesukaan terhadap adat kebiasaan,
Memiliki cara berusaha (dalam hal ekonomi), yaitu agraris pada umumnya, dan sangat
dipengaruhi oleh keadaan alam, seperti : iklim, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris bersifat sambilan.
11
Daftar Pustaka
[1] Ramdani Wahyu, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: 2008), Hal 270
[2] Ibid, Hal 272
[3] Nur Hidayati, IAD-ISD-IBD, Bandung: Pustaka Setia, 2000, Hal 194
[4] Santi nurjannah, IAD-ISD-IBD, Semarang: Balai Pustaka, 2002, Hal 167
[5] Nur Hidayati, Opcit, Hal 196
[6] Ibid, Hal, 197
12