Anda di halaman 1dari 7

1

BAB II
ISI
2.1 BANGSA INDONESIA
2.1.1 Pengertian Bangsa dan Suku Bangsa
Pemahaman mengenai bangsa Indonesia itu penting. Secara konseptual
yang dimaksud dengan bangsa adalah sekelompok masyarakat yang asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya sama, serta berpemerintahan sendiri,
seperti bangsa Indonesia. Sebagai suatu bangsa, Indonesia mempunyai ciri atau
corak yang khas yang muncul karena latar belakang sejarah pembentukannya
yaitu terbentuk oleh kesatuan berbagai suku bangsa sehingga menciptakan bangsa
majemuk.
Pada suatu masyarakat, terdapat kekhasan corak kebudayaan yang
membedakan masyarakat tersebut dengan masyarakat lainnya. Kekhasan corak
kebudayaan ini dalam etnografi disebut suku bangsa. Suku bangsa terwujud
perorangan dan kelompok. ciri-ciri suku bangsa sebagai kelompok, yaitu bercorak
askriptif (keanggotaannya mengacu pada asal orang tua dan asal daerah tempat
diahirkan, bersifat terus menerus atau selamanya), merupakan satuan kehidupan
yang berkembang dan lestari, mempunyai kebudayaan khas bersama sebagai
pedoman hidup.
2.1.2 Indonesia Bangsa yang Majemuk
Menurut Haviland (2000: 386 dan 805), masyarakat majemuk merupakan
masyarakat dengan keragaman pola-pola kebudayaan yang berasal dari hasil
interaksi dan politik yang berbeda dan melahirkan kebudayaan majemuk. Menurut
Suparlan (2005: 54—60), Indonesia menjadi sebuah masyarakat majemuk karena
mengenal tiga sistem yang menjadi acuan atau pedoman di dalam kehidupan
warganya. Sistem-sistem itu adalah (1) sistem nasional, (2) sistem suku bangsa,
dan (3) sistem tempat-tempat umum.
Kemajemukan Indonesia merupakan realitas dimana Indonesia terdiri atas
aneka suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai satu
bangsa. Kesatuan berbagai suku bangsa dan kebudayaan majemuk dapat
melahirkan Indonesia. Namun, kemajemukan bangsa Indonesia dapat
menimbulkan konflik bagi Indonesia sendiri. Konflik timbul akibat cara pandang
tertentu seperti sikap etnosentrisme atau primordialisme. Akar yang menopang
berdirinya bangsa Indonesia adalah satuan sosial atau kelompok, yang berbeda-
beda satu dengan yang lain dalam cakupan perbedaan suku bangsa, agama, dan
ras (SARA). Oleh karena itu, pada umumnya permasalahan integrasi nasional
berkaitan dengan konflik dalam hal SARA. Salah satunya sikap stereotip etnik
pada suku bangsa lain. Stereotip etnik pada suku lain berawal darilahirnya jati diri
kesukubangsaan yang memunculkan keyakinan mengenai kebenaran subjektif
tentang suku bangsa lain. Stereotip etnik dapat berkembang menjadi prasangka
yang memicu konflik.
2.1.3 Faktor-faktor Pemersatu Bangsa
Faktor-faktor yang mampu mempersatukan bangsa menjadi perekat dan
pemersatu bangsa Indonesia berawal dari : 1) latar belakang sejarah bangsa, 2)
Pancasila dan UUD 1945, 3) simbol-simbol atau lambang-lambang persatuan
bangsa, dan 4) kebudayaan nasional.
Latar Belakang merupakan sejarah terbentuknya negara Indonesia yang
melewati sedemikian perjalanan dan perjuangan melalui suatu proses panjang
sejarah pembentukan Bangsa Indonesia. Pancasila dan UUD’45 merupakan
persatuan dan pemersatu suku-suku bangsa Indonesia dalam suatu negara besar
yang memerlukan dasar dan ideolodi negara yang merupakan landasan berbangsa
dan bernegara. Simbol dan lambang persataun bangsa dimaknai bahwa dalam
bernegara, rasa keterkaitan, solidaritas, dan identitas anggota masyarakat harus
dijaga sebagau satu kesatuan bangsa negara. Kebudayaan nasional terlahir atas
pluralitas bangsa Indonesia yang beraneka ragam.
2.1.4. Nilai Kebangsaan

2.1.4.1 Arti Nilai Kebangsaan


Nilai atau value dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin, yaitu
valere yang artinya bernilai. Kata ‘kebangsaan’ sendiri mempunyai arti ciri-ciri
yang menandai golongan bangsa; perihal bangsa; mengenai (yang bertalian
dengan) bangsa; atau kesadaran diri sebagai warga dari suatu Negara. Dengan
demikian, nilai kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu kesadaran dari warga
negara yang dianggap penting atau berharga bahwa dirinya merupakan bagian dari
suatu negara yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang menandainya. Pemahaman
akan nilai kebangsaan yang kuatakan menumbuhkan rasa nasionalisme dalam
masyarakat.
2.1.4.2 Sumber Nilai Kebangsaan
Sebelum terbentuknya NKRI, nilai kebangsaan terlihat dari nilai-nilai
perjuangan pada proses sejarah perjuangan beragam suku bangsa yang merasa
mempunyai nasib dan tujuan yang sama. Selain itu, gerakan kebangsaan Budi
Utomo (1908) dan lahirnya Sumpah Pemuda (1928) juga menunjukkan nilai-nilai
kebangsaan. Setelah terbentuknya NKRI, Nilai Kebangsaan yang ditanamkan
berasal dari UUD 1945 dengan empat sumber acuan nilai, yaitu (1) Pancasila
sebagai falsafah bangsa, (2) UUD 1945, (3) NKRI sebagai bentuk negara, dan (4)
Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan kesatuan bangsa.
2.1.4. 3 Nilai Kebangsaan dan Pembentukan Karakter
Karakter suatu bangsa bergantung pada nilai-nilai lokal yang hidup pada
masyarakatnya. Karakter terbentuk melalui pendidikan, pengalaman, percobaan,
pengorbanan, dan pengaruh lingkungan. Dalam pembentukan karakter, diperlukan
pemahaman mengenai kekuatan dan keutamaan karakter yang sudah
dikembangkan oleh manusia dan bangsa. Untuk membentuk dan mengembangkan
karakter, dunia pendidikan memegang peran penting yang telah disadari para
pendiri bangsa, wujudnya dengan berdirinya Budi Utomo. Pendidikan dianggap
dapat mengubah nasib bangsa dimana melalui pendidikan masyarakat dapat
menyadari pentingnya berbangsa, dan tertanamlah kesadaran untuk membangun
ketahanan nasional.
Pembentukan karakter dalam dunia pendidikan diatur UU No. 12 Tahun
2012 tentang pendidikan tinggi, dimana pendidikan tinggi berperan mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan IPTEK, menanamkan prinsip moral yang menjadi
pendorog terwujudnya masyakarat madani yang mengerti hal kewajiban, dan
tanggung jawabya dalam mewujudkan kesejahteraan, sehingga diharapkan lulusan
pendidikan tinggi dapat mempertahankan keberlanjutan dan cita-cita bangsa.
2.2 NEGARA INDONESIA
2.2.1. Hakikat Negara
Menurut hasil konvensi negara-negara Pan Americana di Montevideo,
Uruguat, tahun 1933, negara meliputi (1) penduduk (rakyat, penghuni tetap, dan
warga negara), (2) wilayah atau lingkungan kekuasaan pemerintah, (3) penguasa
yang berdaulat (membedakan organisasi pemerintah dengan organisasi sosial),
dan (4) pengakuan kedaulatan dari negara lain. Di samping keempat syarat
tersebut dapat ditambahkan lagi satu aspek, yaitu adanya konstitusi dalam negara
bersangkutan (Ditjen Dikti, 2001: 36).
Penduduk, wilayah, dan penguasa (pemerintah) yang berdaulat merupakan
syarat mutlak bagi terbentuknya suatu negara. Apabila salah satu dari ketiga
unsure tersebut tidak ada, maka belum dapat dikatakan sebagai suatu negara.
Sedangkan pengakuan dari negara lain mrupakan unsur deklaratif (bukan syarat
mutlak pembentukan suatu negara). Pengakuan dari negara lain dapat memberikan
pengaruh besar bagi keberadaan sebuah negara modern, terutama untuk menjalin
hubungan kerjasama internasional. Negara modern, menjadikan konstitusi
merupakan prasyarat bagi suatu negara bangsa. Sebuah konstitusi biasanya
berisikan (1) organisasi negara (pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif), (2) hak asasi manusia, (3) prosedur mengubah kontitusi (amendemen),
(4) ada kalanya ada larangan untuk mengubah konstitusi, dan (5) aturan hukum.
Logemann menjelaskan bahwa negara adalah suatu organisasi masyarakat
yang bertujuan, dengan kekuasaanya, mengatur serta menyelenggarakan suatu
masyarakat. Max Webber menambahkan bahwa negara adalah struktur
masyarakat yang mempunyai monopoli dalam menggunakan kekerasan fisik
secara sah dalam suatu wilayah.
2.2.2 Geopolitik dan Geostrategi
Konsep geopolitik dan geostrategi berkembang seiring kesadaran manusia
untuk berbangsa dan bernegara; mulai dari terbentuknya bangsa, kemudian negara,
dan tidak boleh diabaikan adanya kemajuan teknologi dalam bidang transportasi,
komunikasi, peralatan militer dan kebangkitan demokrasi (Wright, 1942: 16).
Konsep geopolitik membahas mengenai permasalahan wilayah teritorial,
keadaan geografis, sejarah, ilmu sosial, politik, strategi, dan kebijaksanaan.
Geopolitik berperan untuk menghubungkan kesatuan negara dengan potensi alam,
menghubungkan kebijaksanaan suatu pemerintahan dengan situasi dan kondisi
alam, menentukan bentuk dan corak politik luar dan dalam 2negeri, dan
menggariskan pokok-pokok haluan negara. Konsep geostrategi merupakan
pelaksaan dari geopolitik.
2.2.3 Negara Kesatuan Republik Indonesia
2.2.3.1 Ciri Khas Wilayah Indonesia
Ditinjau dari segi geografis, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) memiliki empat ciri khas. Pertama, wilayah NKRI berada di antara dua
benua, yaitu benua Asia di sebelah Utara dan benua Australia di Selatan, serta dua
samudera, yaitu Samudra Hindia di sebelah Barat dan Samudra Pasifik di sebelah
Timur. Kedua, sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki luas 1.904.569 km2
dengan jumlah 17.504 pulau (CIA International Report, Juli 2014) dengan garis
pantai sepanjang 54.715 km. Ketiga, Indonesia merupakan salah satu dari delapan
negara di bawah lintasan Geo Stationary Orbit (GSO). GSO merupakan suatu
lingkaran orbit yang sejajar dengan garis khatulistiwa di bumi. Indonesia memiliki
lintasan GSO terpanjang. Panjang Garis Khatulistiwa Indonesia 6.110 km,
lingkaran GSO Indonesia 9.997 km atau 12,8% dari keliling GSO. Keempat,
Indonesia dilintasi tiga dari tujuh selat tersibuk dunia (Sunardi, 2002: 175). Ketiga
selat itu adaalah (1) Selat Malaka, (nomor 2), (2) Selat Sunda (nomor 6), dan (3)
Selat Lombok (nomor 7).
2.2.3.2 Wujud Formal Negara Indonesia
Indonesia menjadi negara sejak proklamasi kemerdekaan, yaitu 17
Agustus 1945. Wujud formal negara Indonesia berupa (1) penduduk atau rakyat
yang mendiami wilayah, yaitu warga negara Indonesia yang sesuai dalam UUD
NKRI 1945 pasal 26 ayat 1; (2) wilayah, eks wilayah Hindia Belanda; (3)
pemerintah yang berbentuk republik, sejak terpilihnya Presiden, dimana
kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan berada di tangan rakyat; (4) kedaulatan,
sejak Proklamasi Kemerdekaan; (5) konstitusi, berupa UUD NKRI 1945; (6)
tujuan negara, yaitu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial; dan (7) bentuk negara yang berupa negara kesatuan, dimana
kekuasaan utamanya berada di tangan Pemerintah Pusat.
Konstitusi Indonesia yaitu UUD NKRI 1945 telah mengalami
perkembangan sejak awal merdeka berupa pengubahan dan empat kali
amandemen, yaitu (1) UUD (17/8-1945—27/12-1949); (2) Konstitusi RIS (27/12-
1949—17/8-1950); (3) UUDS RI (17/8-1950—5/7-1959); (4) UUD-1945 (5/7-
1959—19/10-1999); (5) UUD-1945 Amendemen I (19/10-1999—18/8-2000); (6)
UUD 1945 Amendemen I dan II (18/8-2000—9/11-2001); (7) UUD-1945
Amendemen I s.d. III (9/11-2001—10/8-2002); (8) UUD NRI 1945 (10/8—2002
kini) merupakan Amendemen I s.d. IV
2.2.3.3 Geopolitik Indonesia
Geopolitik Indonesia disebut dengan wawasan nusantara. Wawasan
Nusantara menurut Tap MPR dan dibuat di Lemhanas 1999 merupakan cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri sendiri dan lingkungannya
yang serba ragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Wawasan nusantara berasas kepentingan yang sama, keadilan, kejujuran,
solidaritas, kerja sama, dan kesetiaan. Wawasan nusantara di Indonesia
berkedudukan menjadi landasan visional dalam menyelenggarakan kehidupan
nasional dan berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan dalam menentukan
kebijaksanaan, tindakan bagi penyelenggaraan negara di tingkat pusat dan daerah
maupun bagi seluruh rakyat. Dengan adanya wawasan nusantara, diharapkan
mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia.
2.2.3.4 Geostrategi Indonesia
Konsep geostrategi merupakan pelaksanaan dari konsep geopolitik,
dimana konsep geostrategi Indonesia disebut Ketahanan Nasional sebagai
pelaksanaan dari konsep Wawasan Nusantara. Dalam konsep Ketahanan Nasional,
prioritas utama berupa pembangunan kekuatan sosial dan prioritas selanjutnya
berupa pembangunan kekuatan fisik (keamanan). Ketahanan Nasional diartikan
sebagai kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan, ketangguhan, serta
kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala
ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung atau tidak
langsung membahayakan kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia
(Panitia LEMHANNAS, 1980: 227).
Konsep Ketahanan Nasional terdiri dari trigatra, yaitu aspek kekuatan
alamiah (geografi, kekayaan alam, dan kemampuan penduduk) dan pancagatra,
yang berupa aspek kekuatan sosial (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan-keamanan). Kaidah konsep Ketahanan Nasional: 1) menggunakan
kerangka pikir Pancasila yang komprehensif-integral; 2) dalam pengaturan dan
penyelenggaraan negara, masalah keamanan dan kesejahteraan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain; dan 3) ketahanan nasional merupakan integrasi dari
ketahanan setiap aspek kehidupan sosial (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
serta pertahanan-keamanan).

Anda mungkin juga menyukai