Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Sawit Mentah


Minyak Sawit mentah merupakan minyak dimana masih mengandung bahan
yang sudah ada secara alamiah, yakni Phospat, pigmen, bau dan air (la Ifa dkk 2018)
Buah sawit dapat diolah menjadi minyak sawit mentah atau crude oil palm oil
(CPO). Minyak sawit mentah merupakan campuran dari senyawa trigliserida,
digliserida, monogliserida, asam lemak bebas (FFA/Freefatty acids). Dan juga
memiliki senyawa non-gliserida lain: senyawa phospatida, raffinase, pentosan,
karoten, dan senyawa gassypol (berupa zat anti oksidan, vitamin A, D dan E, sedikit
air dan pengotor lainnya), serta hidrokarbon (sterol, keton, asambutirat, tokofenol).
Komposisi beberapa zat penyusun CPO dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi zat penyusun CPO

Nama Zat Kadar


Free fatty acids (FFA) 3 -5%
Senyawa phospholipid dan 300 ppm
phosphotida (berbentuk getah/gum)
Pengotor 0,01%
Kulit/cangkang buah sawit (Shell) Kecil sekali (Trace)
Air dan pengotor lainnya (Moisture dan 0,15%
impurities)
Logam 0,50%
Senyawa yang terbentuk hasil dari Kecil sekali (Trace)
oksidasi CPO
Total senyawa karotin (Carotenoids) 500 – 1000 mg
(Jitkang, 2010)

Senyawa phospotida yang terdapat dalam CPO merupakan senyawa lesitin


yang terdapat dalam radikal asam lemak yang berbetuk suspensi koloid, sedangkan
senyawa raffinase dan pentosan merupakan senyawa yang terbentuk dari hasil
degradasi protein yang ada dalam CPO, jumlahnya kecil dan berbentuk suspensi.
Senyawa karoten dalam CPO berbentuk pigmen (karotenoid)yang menyebabkan
minyak berwarna kuning atau merah. Senyawa sterolbersifat netral dan tidak mudah
tersabunkan. Senyawa hidrokarbonseperti sterol , keton, asam butirat, tokofenol dan
lain-lain menyebabkan CPO berbau dan berasa. Senyawa gassyppol berupa zat
antioksidan, vitamin A, D dan E (Ketaren, 1986).

Zat warna yang terdapat dalam CPO terdiri dari zat warna alamiah. zat warna
alamiah ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning coklat, kehijau-
hijauandan kemerah-merahan, sedangkan zat warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah biasanya menyebabkan CPO berwarna gelap.

2.2 Proses Refinering


Proses pengilangan (Refinering) bertujuan untuk menghilangkan sejumlah
konstituen dan impuritis yang berada dalam minyak sawit menyah (CPO)hasil
ekstraksi dari tandan buah segar. Terdapat dua metode, yaitu Refinering secara
fisika dan secara kimi. Perbedaan mendasar terdapat pada penghilangan asam
lemak jenuh.
Refinery fisika terdiri dari beberapa tahapan yaitu Pretreatment yang
merupakan proses degumming CPO dengan asam phospat (konsentrasi 80 -85%)
sebanyak 0,05 – 0,2% dari minyak umpan, dipanaskan selama 15 – 30 menit pada
suhu 90 – 110 ˚C. Proses bleaching dengan menambahkan bleaching earth ke
dalam slurry berkisar 0,82 – 2,0%, tergantung pada kualitas minyak mentah.
Bleaching dilakuakan pada kondisi vakum (20 – 25 mmHg) dan pada suhu 95 – 110
˚C dengan waktu retensi 30 -45 menit. Proses deodorasi dilakukan dengan
pelepasan dari material yang mudah menguap dan pemanasan menggunakan
superhead steam (temperatur tinggi), serta kondisi vakum 2 – 5 mmHg. Hasil dari
proses ini diperoleh Refiniing Bleaching Deodorization Oil (RDB Oil).
Refinery kimia terdiri dari proses penghilangann getah (degumming), proses
netralisasi dan proses bleaching. Proses ini disebut proses kimia, karena proses ini
dilakukan dengan penambahan bahan kimia.Perbedaannya dengan proses refinery
fisika terutama ada pada proses netralisasi dan penambahan basa alkali. Minyak
dari hasil proses ini disebut Netralization Bleaching Deodorization (NBD Oil)
(Bailey, 2005).
2.3 Bleaching Earth
Minyak sawit yang umumnya digunakan oleh konsumen sebagai minyak
sayur harus menjalankan sejumlah treatment, pemucatan (bleaching) selama proses
penyulingan berlangsung. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan beberapa
komponen yang tidak diinginkan, seperti non-gliserida dan kotoran (karotenoid
klorofil, asam lemak bebas dan hidroperoksida. Proses ini juga bertujuan untuk
merubah warna minyak sawit agar sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Warna diubah dari berwarna coklat gelap-kemerahan menjadi kuning muda.
Bleaching Earth (BE) banyak digunakan proses bleaching atau pemucatan
warna minyak sawit mentah atau CPO pada industry refinery CPO sebagai
bleaching agent. Keuntungan menggunakan proses ini adalah untuk meningkatkan
waktu simpan produk agar menjadi lebih lama yang dicampurkan dengan tanah
pemucat, biasanya digunakan tanah bentonit dibawah vakum 15-30 menit.
Montmorrillonit adalah mineral lempung dominan bentonit yang mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut, yaitu berwarna putih keabu-abuan, kadang-kadang berwarna
krem, mengkilap seperti lilin, lunak, plastis, dan apabila diraba terasa licin seperti
sabun, sedangkan kalau dimasukkan ke dalam air akan menghisap air tersebut
sedikit atau banyak. Bila kena hujan, sifat bentonit berubahseperti bubur, sedangkan
bila berlebihan akan menimbulkan rekahan-rekahan yang nyata (Abdelhamid. B
dan Christopher R.C, 2014) Tanah jenis ini memiliki struktur kristal yang khas dan
terdiri dari dari octahedral sheet dari kation aluminium
Bentonit mempunyai sifat mengadsorpsi, karena ukuran partikel koloidnya
yang kecil dan memiliki kapasitas permukaan ion yang tinggi. Bentonit mempunyai
sifat mudah mengembang didalam air, karena adanya penggantian isomorphous
pada lapisan oktohedral (ion Mg oleh ion Al) dalam mengimbangi adanya kelebihan
muatan diujung kisi-kisinya (Supeno, 2009)
Bleaching earth mineral lapisan silikat, sebagia besar terdiri dari
montmorillonites dan memiliki kemampuan untuk menghilangka zat berwarnadan
residu yang tidak diinginkan dari CPO. Material ini digunakan sebagai pemucat
minyakmakan dalam proses pemurnian. Pembuangan limbah SBE yang berisi
minyak sisa 25 – 35% b/b pada lahan khusus tanpa adanya pengolahan lebih lanjut
sehingga pembuangan SBE menimbulkan masalah yang harus ditangani secara
serius. Selain SBE dapat mencemari sumber tanah dan air oleh minyak yang
tertahan, juga bisa teroksidasi sehingga dapat terjadi pembakaran spontan dan
mengeluarkan bau busuk. Jadi, karena semakin tingginya biaya pembuangan dan
masalah lingkungan, maka diinginkan untuk menggunakan kembali bahan ini
sebagai gantinya untuk tujuan lain. Alternatif pemanfaatan termasuk sementasi,
selain makanan hewan, utilisasi diindustri batu-bata dan ubin (Wambu dkk, 2011)

2.4 Proses Regenerasi SBE


Pada prinsipnya, SBE memiliki kemampuan adsorpsi yang rendah. Tetapi,
jika diregenerasi dengan cara pemanasan dan penambahan media, maka daya
adsorpsinya akan meniungkat. Proses regenerasi pada SBE dapat dilakukan secara
fisika dan kimia. Daur ulang secara fisika dapat dilakukan dengan cara
mengaktivasi SBE tersebut dengan metode pemanasan dan daur ulang secara kimia
dapat dilakukan dengan bantua media aktivator, seperti asam phospat (H3PO4),
hidrogen peroksida (H2O2).
Untuk proses regenerasi SBE, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan,
yaitu kapasitas untuk mencapai level maksimum (100%) regenerasi, tidak
menggunakan pelarut yang mahal dan mudah terbakar, biaya produksi dan modal
yang kecil, yield yang lebih banyak, kemudahan kontrol proses dan penggunaan
kembali minyak dari produk samping (Kurcharz, 1994)

2.4.1. Metode Asam dan Pemanasan


Spent bleaching earth pada dasarnya merupakan campuran antara fresh
bleaching earth dengan senyawa hidrokarbon yang berasal dari CPO. Senyawa
hidrokarbon ini dengan proses pemanasan aka menjadi arang (coke). Arang yang
terbentuk dengan bantuan asam phospat dapat meningkatkan permukaan aktif SBE
yang diregenerasi.
Material SBE adalah kalsium-bentonit yang terdiri lebih dari 80% mineral
monmorillonit yang mempunyai struktur bertingkat dan kapasitas pertukaran ion
yang aktif dibagian dasar. Oleh karena itu, strukturnya dapat diganti seperti struktur
bagian dasar dengan cara penambahan media pengaktif seperti H3PO4 dan H2O2.
Bahan kimia tersebut akan menyebabkan pergantian ion-ion K+, Na+ dan Ca+2 serta
H+ dalam ruang interlamelar, serta melepaskan ion-ion Al+3, Fe+3 dan Mg+2 dari
kisi strukturnya hingga menjadi lempung aktif. Aktivasi permukaan aktif adsorben
bekas ini dipengaruhi oleh konsentrasi bahan kimia pengaktif, biasanya dipakai
untuk H3PO4, HCL dan H2SO4. Selain pengaruh konsentrasi bahan kimia pengaktif,
perlu diperhatikan sifat dasar, distribusi ukuran partikel, pH dan nilai SiO2 atau
Al2O2. Selain itu, faktor yang memengaruhi proses regenerasi atau reaktifitas yaitu
suhu pemanasan (Wambu, 2009).

2.4.2. Metode Tiga Tahap


Metode yang digunakan dalam meregenerasi SBE terdiri dari tiga tahapan.
Pertama, ekstraksi minyak yang terjerap terutama 75 – 95% dari berat minyak yang
tertahan pada SBE. Tahapan kedua oksidasi untuk menghilangkan sejumlah karbon
yang terjerap dan belum terekstrak pada tahapan ekstraksi. Tahap ketiga yakni
pencucian dengan asam untuk mengembalikan tingkat keasaman yang sesuai
dengan bentonit segar.
1. Penghilangan Minyak
Sebagian besar minyak dapat dihilangkan dengan berbagai cara ekstraksi
yang telah diketahui. Minyak yang dapat dihilangkan dari SBE paling tinggi 98%
dari total minyak yang terjerap. Ekstraksi minyak pada SBE lebih baik dilakukan
dengan ekstraksi pelarut karena menghasilkan regenerasi terbaik pada metode ini.
Tipe pelarut yang digunakan untuk ekstraksi minyak dari SBE yaitu pelarut
non-polar seperti nafta, benzen atau heksan; pelarut polar seperti aseton, metil etil
keton (MEK), etil alkohol atau anhidrat etil alkohol; mengkombinasikan pelarut
polar dan non-polar seperti mencampurkan heksan dan MEK. Campuran pelarut
polar dan non-[olar lebih disukai, karena campuran keduanya dapat melarutkan
kontaminan polar dan non-polar dari SBE.
Tiga sistem pelarut digunakan untuk mengekstraksi sampel spent clay yang
terdiri dari 25% berat organik yang teradsorpsi (minyak). Pelarut heksan
memberikan hasil regenerasi terbaik saat digunakan dengan oksidasi dan pencucian
asam pada metode ini.

2. Oksidasi
Oksidasi SBE bertujuan untuk memisahkan adsorbat-adsorbat karbon
(minyak dan karoten) yang tidak terpisah pada tahap ekstraksi. Oksidasi dapat
memutuskan komponen-komponen karbon menjadi molekul-molekul yang dapat
dicuci dari SBE. Disamping itu, oksidasi dapat memperluas permukaan SBE yaitu
dengan hilangnya lapisan minyak dan adsorbat-adsorbat karbon (Joifatmat dan
Ginting, 2007).
Proses yang dilakukan pada oksidasi SBE dapat menggunakan oksidator
seperti benzoit peroksida, kalsium hipoklorit, asam parasetat, asam peklorit,
potasium peklorat. Jumlah oksidan tidak akan habis selama oksidan yang
disediakan cukup untuk oksidasi sedikitnya 98% dari kandungan karbon. Sebagai
alternatif, oksidasi dibutuhkan untuk memecah senyawa karbon molekul yang
mampu dicuci dari tanah liat. Butiran katalis yang mengandung hidrokarbon sisa
ekstraksi dapat dihilangkan dengan pengeringan evaporasi. Oleh karena itu, jumlah
H2O2 tidak harus 30%, ini tergantung dari muatan karbon yang akan dioksidasi.

3. Pencucian Asam
Pencucian dengan asam bertujuan untuk membersihkan permukaan bentonit.
Asam melarutkan kation-kation dan senyawa pengotor yang terdapat pada
permukaan SBE. Ion H+ yang berasal dari asam akan menggantikan kation-kation
logam alkali tanah yang terlarut sehingga permukaan SBE menjadi aktif kembali.
Asam yang digunakan untuk pencucian ini adalah asam sulfat atau asam klorida.
2.5 Logam Mn
Mangan adalah kimia logam aktif yang di tunjukkan pada simbol Mn dan
nomor atom 25. Mangan adalah elemen pertama di Grup 7 dari tabel periodik unsur.
Mangan merupakan unsur berlimpah di kerak bumi (sekitar 0,1%) yang terjadi
secara alamiah. Mangan merupakan logam keras dan sangat rapuh. Sulit untuk
meleleh, tetapi mudah teroksidasi. Mangan bersifat reaktif ketika murni, sebagai
bubuk akan terbakar dalam oksigen, bereaksi dengan air dan larut dalam asam
encer. Mangan menyerupai besi tapi lebih keras (Ansori, 2010).
Logam Mn biasanya juga terdapat pada air gambut bersamaan dengan logam
Fe. Namun, logam Fe dan Mn bisa disisihkan dengan proses adsorben
menggunakan geopolimer dari bahan kaolin. Geopolimer adalah bahan yang
berasal dari bahan-bahan non organik yang dihasilkan melalui proses polimerisasi.
Adapun bahan utama dalam pembuatan geopolimer ini adalah bahan-bahan yang
banyak mengandung unsur-unsur silikon dan aluminium (Ade Anggriawan dkk,
2015)
Mangan adalah logam berwarna abu-abu putih. Mangan adalah unsur reaktif
yang mudah menggabungkan dengan ion dalam air dan udara. Di bumi, mangan
ditemukan dalam sejumlah mineral kimia yang berbeda dengan sifat fisiknya, tetapi
tidak pernah ditemukan sebagai logam bebas di alam. Mineral yang paling penting
adalah pyrolusite, karena merupakan mineral biji utama untuk mangan. Kehadiran
mangan dalam air tanah bersamaan dengan besi yang berasal dari tanah dan
bebatuan. Mangan dalam air berbentuk mangan bikarbonat (Mn(HCO3)2), mangan
klorida (MnCl2) dan mangan sulfat (MnSO4)3.
Kegunaan mangan sangat luas, baik untuk tujuan metalurgi maupun
nonmetalurgi. Sekitar 85-90 % kegunaan mangan adalah untuk keperluan metalurgi
terutama pembuatan logam khusus seperti german silver dan cupro manganese.
Keperluan nonmetalurgi biasanya digunakan untuk produksi baterai, keramik,
gelas, dan glasir. Mangan juga digunakan untuk pertanian dan proses produksi
uranium (Murthy, 2009).
Mangan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu manganese ore dengan
kadar Mn lebih dari 40 %, ferrugineous manganese dengan kadar Mn 15 sampai
40%, dan manganiferous iron ore dengan kadar Mn 5 sampai 15% (Wells, 1918).
Mangan dikelompokkan menjadi manganese ore dengan kadar Mn mencapai 35 %
dan ferro manganese dengan kadar Mn 78% (Corathers, 2002). Kadar Mn yang
berbeda menyebabkan perbedaan nilai resistivitas di berbagai daerah.

Anda mungkin juga menyukai