Anda di halaman 1dari 36

LEMBAR PENGESAHAN

MODUL PRAKTIKUM KOMUNIKASI

OLEH

IMAM ABIDIN DAN TIM KOMUNIKASI

MODUL INI DISUSUN SEBAGAI PEDOMAN DAN ACUAN DALAM


PELAKSANAAN PRAKTIKUM MATA KULIAH KOMUNIKASI SEMESTER
II/TINGKAT I

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG

DINYATAKAN DAPAT DIPERGUNAKAN

DISAHKAN PADA MEI 2018

KETUA PROGRAM STUDI SI KOORDINATOR


KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG

YUYUN SARINENGSIH, M.Kep IMAM ABIDIN, S.Kep.,Ners

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memeberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga modul praktikum KOMUNIKASI ini dapat
disusun. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Modul ini dibuat sebagai modul panduan mahasiswa/I STIKes Bhakti
Kencana Bandung Prodi S1 Keperawatan dalam melakukan praktikum di
laboraorium. Semoga modul ini memberikan arahan yang diperlukan dan sesuai
harapan Kami.
Kami sadar penyususnan Modul ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
Kami menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan
Modul ini. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyususnan modul ini, Kami
ucapkan terimakasih.

Bandung, Mei 2018

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3

MODUL 1& II ................................................................................................. 4


MODUL III ...................................................................................................... 14
MODUL IV ...................................................................................................... 20
MODUL V ....................................................................................................... 29

3
MODUL I & II

JENIS-JENIS KOMUNIKASI
(KOMUNIKASI VERBAL & NON VERBAL, INTERPERSONAL DAN PUBLIK)

A. Komunikasi Menurut Jumlah


Jenis komunikasi menurut jumlah yang berkomunikasi adalah : 1.komunikasi
dengan diri sendiri (intrapersonal communication), 2. komunikasi antarpribadi
(interpersonal communication), 3. komunikasi publik (public communication) dan
4. komunikasi massa (mass communication).
1. Komunikasi dengan Diri Sendiri (Intrapersonal Communication)
Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi yang terjadi di
dalam diri individu, atau dengan kata lain proses berkomunikasi dengan dirinya
sendiri. Terjadinya proses komunikasi disini karena adanya seseorang yang
memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya. Objek dalam hal ini bisa
saja dalam bentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman, fakta yang
mengandung arti bagi manusia, baik yang terjadi di luar maupun di dalam diri
seseorang.
Obyek yang diamati mengalami proses perkembangan dalam pikiran
manusia setelah mendapat rangsangan dari panca indra yang dimilikinya. Hasil
kerja dari proses pikiran tadi setelah dievaluasi dan selanjutnya akan memberi
pengaruh pada pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang.
Dalam proses pengambilan keputusan, sering kali seseorang dihadapkan pada
pilihan Ya atau Tidak.
Keadaan semacam ini membawa seseorang pada situasi berkomunikasi
dengan diri sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung ruginya suatu
keputusan yang akan diambil. Cara ini hanya bisa dilakukan dengan metode
komunikasi intrapribadi atau komunikasi dengan diri sendiri.

4
2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
Komunikasi antarpribadi yang dimaksud disini adalah proses komunikasi
yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Menurut
sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam, yakni
komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil.

Gambar 1
Komunikasi Antar pribadi
Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang
dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik dapat dilakukan dalam tiga bentuk,
yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana
yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim,
lebih dalam, dan lebih personal. Sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni
adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi
menjawab.
Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara
tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota- anggotanya saling
berinteraksi satu sama lainnya. Komunikasi kelompok kecil oleh banyak kalangan
dinilai sebagai tipe komunikasi antarpribadi karena: Pertama, anggota-anggotanya
terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap muka.
Kedua, pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong dimana semua peserta
bisa berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicara

5
tunggal yang mendominasi situasi. Ketiga, sumber dan penerima sulit
diidentifikasi.
3. Komunikasi Publik (Public
Communication)
Komunikasi publik biasa disebut
komunikasi pidato, komunikasi kolektif,
komunikasi retorika, public speaking dan
komunikasi khalayak. Apapun namanya,
komunikasi publik menunjukkan suatu Gambar 2
Komunikasi public/seminar
proses komunikasi dimana pesan-pesan
disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang
lebih besar.
Salah satu ciri komunikasi publik adalah pesan yang disampaikan tidak
berlangsung secara spontanitas, tetapi terencana dan dipersiapkan lebih awal.
Tipe komunikasi publik biasanya ditemui dalam berbagai aktivitas seperti kuliah
umum, khotbah, rapat akbar, pengarahan, ceramah, dan semacamnya.
Ada kalangan tertentu menilai bahwa komunikasi publik bisa
digolongkan komunikasi massa bila dilihat pesannya yang terbuka. Tetapi
terdapat beberapa kasus tertentu dimana pesan yang disampaikan itu terbatas
pada segmen khalayak tertentu, misalnya pengarahan, sentiaji, diskusi panel,
seminar, dan rapat anggota. Karena itu komunikasi publik bisa juga disebut
komunikasi kelompok bila dilihat dari segi tempat dan situasi.

4. Komunikasi Massa (Mass Communication) Komunikasi massa dapat


didefinisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya
dikirim dari sumber yang berbentuk lembaga (bukan perorangan)
kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang
bersifat mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain.

6
Surat Kabar - salah satu Media Massa
Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi
sebelumnya, komunikasi massa memiliki ciri
tersendiri. Sifat pesannya terbuka dengan khalayak Gambar 3
yang : 1. variatif, baik dari segi usia, agama, suku, Surat Kabar-salahsatu
Media massa
pekerjaan, maupun dari segi kebutuhan, 2.
Komunikan tersebar luas sesuai dengan cakupan
area yang telah ditetapkan, dan 3. Komunikan tidak
mengenal satu sama lain (anonim). Pesan komunikasi massa berlangsung satu
arah dan tanggapan baliknya lambat (tertunda) serta sangat terbatas. Akan
tetapi, dengan perkembangan teknologi komunikasi yang begitu cepat,
khususnya media massa elektronik seperti radio dan televisi, maka umpan
balik dari khalayak bisa dilakukan dengan cepat kepada penyiar, misalnya
melalui program interaktif.

B. Komunikasi Verbal dan Non Verbal


Selain penggolongan komunikasi berdasarkan jumlah penerima/ khalayaknya,
dikenal juga jenis komunikasi verbal dan non verbal. Penjelasannya diuraikan di
bagian berikutnya.
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi
yang menggunakan kata-kata, baik lisan
maupun tulisan. Komunikasi ini paling
banyak dipakai dalam hubungan antar
manusia. Melalui kata-kata manusia
mampu mengungkapkan perasaan, emosi,
pemikiran, gagasan, atau maksud mereka,
Gambar 4
menyampaikan fakta, data, dan informasi Salah Satu BentukKomunikasi Verbal

serta menjelaskannya, saling bertukar


perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam
komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan penting.
Ada beberapa unsur penting dalam komunikasi verbal, yaitu:

7
1) Bahasa
Bahasa adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan manusia
berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang
dipergunakan adalah bahasa verbal baik lisan, tertulis pada kertas,
ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku berasal dari hasil
interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain dalam jangka
waktu yang panjang.
Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga
fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang
efektif. Ketiga fungsi itu adalah:
a. Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita;
b. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia
c. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
Dalam literatur lain dinyatakan bahwa bahasa juga memiliki lain,
yaitu dapat menciptakan keteraturan dengan adanya kesepakatan makna
terhadap symbol tertentu. Menurut para ahli, ada tiga teori yang berkaitan
dengan kemampuan berbahasa.
a. Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan
oleh seorang ahli psikologi behavioristik yang bernama B. F. Skinner
(1957). Teori ini menekankan unsur rangsangan (stimulus) dan
tanggapan (response) atau lebih dikenal dengan istilah S-R. teori ini
menyatakan bahwa jika satu organism dirangsang oleh stimuli dari
luar, orang cenderung akan member reaksi. Anakanak mengetahui
bahasa karena ia belajar dari orang tuanya atau meniru apa yang
diucapkan oleh orang lain.
b. Teori kedua ialah teori kognitif yang dikembangkan oleh Noam
Chomsky. Menurutnya kemampuan berbahasa yang ada pada
manusia adalah pembawaan biologis yang dibawa dari lahir.
c. Teori ketiga disebut Mediating theory atau teori penengah.
Dikembangkan oleh Charles Osgood. Teori ini menekankan bahwa
manusia dalam mengembangkan kemampuannya berbahasa, tidak
saja bereaksi terhadap rangsangan (stimuli) yang diterima dari luar,

8
tetapi juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi dalam
dirinya.
2. Kata
Kata merupakan satuan lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah
lambang yang melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang,
barang, kejadian, atau keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang,
kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada pikiran orang.
Tidak ada hubungan langsung antara kata dan hal. Yang berhubungan
langsung hanyalah kata dan pikiran orang.

2. Komunikasi Nonverbal

Gambar 5
Bahasa Tubuh

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam


bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal
jauh lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi
hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu,
komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih
jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan.
Komunikasi non verbal dapat berupa bahasa tubuh (body language), tanda
(sign), tindakan/perbuatan (action) atau objek (object).
1) Bahasa tubuh yang berupa raut wajah, gerak kepala, gerak tangan, gerak-
gerik tubuh mengungkapkan berbagai perasaan, isi hati, isi pikiran,
kehendak, dan sikap orang.

9
Gambar 6 berbagai Ekspresi/Pesan fasial
2) Tanda yang dimaksud dalam komunikasi nonverbal misalnya, bendera,
ramburambu lalu lintas darat, laut, udara; aba-aba dalam olahraga.
3) Tindakan/perbuatan, yang dimaksud adalah perbuatan yang dapat
mengganti kata-kata, namun memiliki makna. Misalnya, menggebrak
meja dalam pembicaraan, menutup pintu keras-keras pada waktu
meninggalkan rumah, menekan gas mobil kuat-kuat. Semua itu
mengandung makna tersendiri.
4) Objek sebagai bentuk komunikasi nonverbal juga tidak mengganti kata,
tetapi dapat menyampaikan arti tertentu. Misalnya, pakaian, aksesori
dandan, rumah, perabot rumah, harta benda, kendaraan, hadiah.

Albert Mahrabian (1971) menyimpulkan bahwa dalam komunikasi, tingkat


kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7% berasal dari bahasa verbal, dan
sebesar 38% dari vocal suara, dan 55% dari ekspresi muka. Ia juga menambahkan
bahwa jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang dengan
perbuatannya, orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat
nonverbal.

10
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal
sebagai berikut:
- Pesan kinesik adalah pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh
yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan
gestural, dan pesan postural.
- Pesan fasial adalah pengiriman pesan menggunakan air
muka (ekspresi) untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat
menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa
terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman,
minat, ketakjuban, dan tekad.
- Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti
mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
- Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna
yang dapat disampaikan adalah: immediacy, power dan responsiveness.
Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap
individu yang lain, Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri
komunikator dan Responsiveness, adalah saat individu dapat bereaksi
secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif.
- Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang.
Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita
dengan orang lain. Berikut merupakan tingkatan relasinon verbal secara
berdasarkan jarak pada saat berkomunikasi: Intim (0-45cm), Personal
(75-120cm), Sosial (120-210 atau 210-360 formal), dan Publik (360-450
cm)
- Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan
kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering
berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya
tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya
kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
- Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan
dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama

11
dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda.
Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
- Pesan sentuhan dan bau-bauan. Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang
mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang
melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat
mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa
perhatian.
Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-
abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai
wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan,
dan menarik lawan jenis.

Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan


nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
- Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan
secara verbal.Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya
menggelengkan kepala.
- Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya
tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan
dengan mengangguk-anggukkan kepala.
- Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain
terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan
mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
- Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan
nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan
yang tidak terungkap dengan katakata.
- Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya.
Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan
memukul meja.
-

12
Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication
Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan non verbal sangat signifikan,
yaitu:
- Pertama : Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam
komunikasi antar pribadi. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi
tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat
pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banya
’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
- Kedua, Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan
noverbal ketimbang pesan verbal.
- Ketiga, Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif
bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang
dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
- Keempat, Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang
sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang
memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan
pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi,
komplemen, dan aksentuasi.
- Kelima, Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien
dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat
tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi,
ambiguitas, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk
mengungkapkan pikiran kita secara verbal.
- Keenam, Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan
gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan
menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).

13
MODUL III
KOMUNIKASI EFEKTIF

A. Pengertian Komunikasi Efektif


Berkomunikasi efektif berarti bahwa pengirim (komunikator) dan
penerima (komunikan) sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang
suatu pesan. Kedua belah pihak yang berkomunikasi harus sama-sama
mengerti apa pesan yang disampaikan. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya
Psikologi Komunikasi menyebutkan, komunikasi yang efektif ditandai
dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi
sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya
menimbulkan suatu tidakan. Singkatnya, komunikasi efektif merupakan
kondisi komunikasi dimana pesan yang dikirim oleh pengirim (sumber)
adalah sama dengan pesan yang diterima oleh penerima oleh komunikan.
Penggambaran komunikasi efektif secara visual adalah sebagai berikut:
Komunikasi Efektif =

Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain :


- Menciptakan suasana yang menguntungkan.
- Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
- Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak
komunikan.
- Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
- Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak
komunikan.
Minat akan timbul bilamana ada unsur-unsur sebagai berikut :
- Tersedianya suatu hal yang menarik minat.
- Terdapat kontras, yaitu perbedaan antara hal yang satu dengan lainnya,
sehingga apa yang menonjol itu menumbuhkan perhatian.

14
- Terdapat harapan untuk mendapat keuntungan atau mungkin gangguan
dari hal yang dimaksudkan.
Menurut Stephen Covey, komunikasi merupakan ketrampilan yang
paling penting dalam hidup manusia. Kita menghabiskan sebagian besar
waktu untuk berkomunikasi. Sama halnya dengan pernafasan, komunikasi kita
anggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita tidak
memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif. Kita tidak pernah
dengan secara khusus mempelajari bagaimana menulis dengan efektif,
bagaimana membaca dengan cepat dan efektif, bagaimana berbicara secara
efektif, apalagi bagaimana menjadi pendengar yang baik.
Syarat utama agar komunikasi itu efektif adalah kredibilitas.
Keterampilan komunikasi antar perorangan adalah kemampuan untuk terus
menerus membangun kredibilitas dan dapat dipercayanya segala apa yang kita
komunikasikan. Untuk membangun kredibilitas harus ada isi pesan yang jelas,
suara/intonasi dalam menyampaikan pesan dan wahana bagaimana orang itu
menyampaikan pesan. Jadi semakin seseorang tidak konsekuen dengan ketiga
hal tersebut, maka akan menentukan kredibilitas sesorang, semakin tidak
konsekuen akan menjadi semakin “tidak dipercaya”.
Kita harus menguasai empat keterampilan dasar dalam komunikasi,
yaitu membacamenulis (bahasa tulisan) dan mendengar-berbicara (bahasa
lisan). Begitu pentingnya keempat hal tersebut, membuat banyak orang
menghabiskan waktunya untuk melakukan, paling tidak, salah satu dari
keempat keterampilan itu.
Keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif dapat dipelajari dan
dikuasai dengan latihan rutin dan berkesinambungan secara terus menerus.
Untuk dapat melakukan komunikasi efektif ada beberapa hal yang tidak boleh
dilakukan yaitu :
- Menganalisa
- Menyalahkan
- Menghakimi
- Menasehati
- Menginterogasi

15
Keterampilan yang harus dimiliki dalam melakukan komunikasi
efektif adalah keterampilan mendengarkan dan bertanya. Dalam proses
berkomunikasi, seseorang harus mampu mendengarkan dan memahaminya
dengan baik. Dengan mendengar, ilmu bisa diserap, sebuah masalah bisa
dipecahkan dan sebuah gagasan bisa diwujudkan. Hasil penelitian Rankin
(1929) dan Bierker (1980) menunjukan bahwa mendengar merupakan sarana
komunikasi yang paling banyak digunakan, dapat lihat tabel dibawah ini :

Keterampilan Komunikasi

Mendengar merupakan awal proses dari komunikasi antar pribadi


yang selanjutnya akan menghasilkan feed back berupa pengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang saling memiliki keterkaitan dan mengarah pada
suatu solusi atau ketenangan untuk masing-masing pihak. Sehingga tujuan
utama dalam komunikasi yang efektif adalah sebuah win-win solution. Tak
ada satupun orang yang mau disalahkan, inilah konsep dasar dari komunikasi
efektif.
Komunikasi efektif perlu dilakukan untuk dapat membangun sebuah
kesamaan keinginan dari sebuah informasi yang disajikan. Sehingga tujuan
yang ingin diraih dapat dilakukan secara bersama-sama.
Komunikasi efektif dapat dilakukan dilakukan dengan selalu melakukan analisa
saat berkomunikasi dengan mencoba menjawab bertanya pada diri sendiri
mengenai Apakah anda menemukan kesamaan antara anda berdua?
- Apakah anda membuat mereka merasa nyaman?
- Apakah anda membuat mereka merasa dimengerti?
- Apakah hubungan anda dengan jelas didefinisikan?
- Apakah mereka merasakan emosi yang positif akibat berinteraksi dengan
Anda?

16
Beberapa hal yang dapat dilakukan saat berkomunikasi untuk
mewujudkan komunikasi yang efektif, yaitu :
1. Berikan kesan antusias saat berbicara.
2. Ajukan pertanyaan tentang minat dan kehidupan audiens/khalayak.
3. Beradaptasi dengan bahasa tubuh dan perasaan audiens/khalayak.
4. Tunjukkan rasa persetujuan, kekaguman dan
perhatian kepada audiens/khalayak.
5. Dengarkan dengan penuh perhatian semua yang dikatakan oleh
lawan bicara.
6. Lakukan kontak mata.
7. Ungkapkan diri kita sebanyak dan seterbuka mungkin, agar
mendapatkan kepercayaan dari lawan bicara.
8. Berikan senyuman.
9. Tawarkan saran yang bermanfaat.
10. Berikan motivasi kepada lawan bicara.
11. Berusahalah selalu mengingat nama lawan bicara dengan
menyenangkan.
12. Tawarkan untuk menjalani hubungan selangkah lebih maju.

B. Ciri – Ciri Komunikasi Efektif


1. Istilah.
Penggunaan istilah yang diartikan “sama” antara pengirim dan penerima
pesan merupakan aturan dasar untuk mencapai komunikasi yang efektif.
Kata – kata yang samar artinya ( mempunyai lebih dari satu makna) dapat
menimbulkan kebingungan dan salah pengertian.
2. Spesifik.
Pesan yang di pertukarkan harus spesifik. Maksudnya, pesan yang
disampaikan harus jelas, sehingga si penerima pesan dapat menerima dan
mengulangi dengan benar.
3. Tersusun Baik.
Pesan harus berkembang secara logis dan tidak boleh terpotong-potong.

17
4. Objektif, akurat, dan aktual.
Pengirim informasi harus berusaha menyampaikan pesan seobjektif
mungkin.
5. Efisien. Pesan di sampaikan seringkas dan seoriginal mungkin serta harus
berusaha untuk menghilangkan kata yang tidak relavan.

C. Prinsip Komunikasi Efektif


Komunikasi yang efektif harus mengembangkan 4 sikap dasar, yaitu
menghargai, empati, mampu mendengarkan dan didengarkan dan jelas.
1. Menghargai (Respect)
Untuk mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap
menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita
sampaikan.
Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hal yang paling
penting dalam berkomunikasi dengan orang lain. Semua manusia ingin
dihargai dan dianggap penting.
Hendaklah selalu mengusahakan melakukan kritik atau teguran
dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang.
Jika komunikasi dibangun dengan rasa dan sikap saling menghargai dan
menghormati, maka kerjasama pun akan terbangun sehingga dapat
menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita
baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence
People, mengatakan bahwa rahasia terbesar yang merupakan salah satu
prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan
memberikan penghargaan yang jujur dan tulus.
2. Empati (Emphaty)
Empati adalah kemampuan manusia untuk menempatkan dirinya
pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu
prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain.

18
Pesan (message) akan mampu tersampaikan dengan empati dan
memudahkan penerimaan pesan. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran
(marketing) memahami perilaku konsumen (consumer’s behavior)
merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita
dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat,
harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk
komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama
tim. Saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim
akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam
membangun teamwork.
3. Dapat dimengerti / Didengarkan (audible)
Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan
yang disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Pesan harus
disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga
dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hal ini mengacu pada
kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun
perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar
pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam
komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan
cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.
4. Jelas (clarity)
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka
prinsip keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu
sendiri sehingga tidak menimbulkan misinterpretation atau
misunderstanding sehingga menimbulkan miscommunication.

19
MODUL IV
PENGERTIAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

1. DEFENISI (BATASAN PENGERTIAN)


Kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “kaal”.
Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai “ hal-hal yang berkaitan dengan
budi atau akal”.
Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama
artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata “colere” yang artinya adalah
“mengolah atau mengerjakan”, yaitu dimaksudkan kepada keahlian
mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian
berubah menjadi ulture diartikan sebagai “segala daya dan kegiatan
manusia untuk mengolah dan mengubah alam” (Soekanto, 1996:188).
Seorang Antropolog yang bernama E.B. Taylor (1871),
memberikan defenisi mengenai kebudayaan yaitu “kebudayaan adalah
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiada, lain kemampuankemampuan dan kebiasaan-kebiasaan
yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat”. Antropolog ini
menyatakan bahwa kebudayaan mencakup semua yang didapatkan dan
dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara
atau pola berpikir, merasakan dan bertindak (Soekanto, 1996:189).
Berbicara mengenai komunikasi antar budaya, maka kita harus
melihat dulu beberapa defenisi yang dikutif oleh Ilya Sunarwinadi (1993:7-
8) berdasarkan pendapat para ahli antara lain :
a. Sitaram (1970) : Seni untuk memahami dan saling pengertian antara
khalayak yang berbeda kebudayaan (intercultural

20
communication…….. the art of understanding and being understood
by the audience of mother culture).
b. Samovar dan Porter (1972) : Komunikasi antar budaya terjadi
manakalah bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut
membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang
mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa
pengalaman, pengetahuan, dan nilai (intrcultural communication
obtains whenever the parties to a communications act to bring with
them different experiential backgrounds that reflect a long-standing
deposit of group experience, knowledge, and values).
c. Rich (1974) : Komunikasi antar budaya terjadi ketika orang-orang
yang berbeda kebudayaan (communication is intercultural when
accuring between peoples of different cultures).
d. Stewart (1974) : Komunikasi antara budaya yang mana terjadi
dibawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-
norma, adat istiada dan kebiasaan (interculture communications
which accurs under conditions of cultural difference-language,
cunstoms, and habits).
e. Sitaram dan Cogdell (1976) : Komunikasi antar budaya …interaksi
antara para anggota kebudayaan yang berbeda (intercultural
communications …….interaction between members of differing
cultures).
f. Carley H.Dood (1982) : Komunikasi antar budaya adalah pengiriman
dan penerimaan pesan-pesan dalam konteks perbedaan kebudayaan
yang menghasilkan efek-efek yang berbeda (intercultural
communication is the sending and receiving of message within a
context of cultural differences producing differential effects).
g. Young Yun Kim (1984) : Komunikasi antar budaya adalah suatu
peristiwa yang merujuk dimana orang – orang yang terlibat di
dalamnya baik secara langsung maupun tak tidak langsung memiliki
latar belakang budaya yang berbeda (inercultural
communication…refers ti the communications phenomenon in which

21
participant, different in cultural background, come into direct or
indirect contact which ane another).
Seluruh defenisi diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada
penekanan pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan
dalam berlangsungnya proses komunikasi antar budaya. Komunikasi antar
budaya memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai
persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku-
pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utamanya tetap terhadap proses
komunikasi individu-individu atau kelompokkelompok yang berbeda
kebudayaan dan mencoba untuk melakukan interaksi.
Komunikasi dan budaya yang mempunyai hubungan timbal balik,
seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku
komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan,
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya, seperti yang
dikatakan Edward T.Halll, bahwa ‘komuniaksi adalah budaya’ dan ‘budaya
adalah komunikasi’. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu
mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat,
baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya,
ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi
lain budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai
untuk kelompok tertentu.

2. DIMENSI-DIMENSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA


Dari tema pokok demikian, maka perlu pengertian – pengertian
operasional dari kebudayaan dan kaitannya dengan KAB. Untuk mencari
kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang
kebudayaan komunikasi antar budaya, ada 3 dimensi yang perlu
diperhatikan (kim. 1984 : 17-20).
(1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan-partisipan
komunikasi.
(2) Konteks sosial tempat terjadinya KAB,

22
(3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang bersifat verbal
maupun nonverbal).

Ad.(1) : Tingkat Keorganisasian Kelompok Budaya


Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam
tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya
istilah kebudayaan mencakup :
- Kawasan – kawasan di dunia, seperti : budaya timur/barat.
- Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya Amerika Utara/Asia
Tenggara,
- Nasional/Negara, seperti, : Budaya Indonesia/Perancis/Jepang,
- Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti : budaya orang
Amerika Hutam, budaya Amerika Asia, budya Cina Indonesia,
- Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis
kelamin kelas sosial. Countercultures (budaya Happie, budaya orang
di penjara, budaya gelandangan, budaya kemiskinan).
Perhatian dan minat dari ahli-ahli KAB banyak meliputi komunikasi antar
individu – individu dengan kebudayaan nasional berbeda (seperti
wirausaha Jepang dengan wirausaha Amerika/Indonesia) atau antar
individu dengan kebudayaan ras-etnik berbeda (seperti antar pelajar
penduduk asli dengan guru pendatang). Bahkan ada yang lebih
mempersempit lagi pengertian pada “kebudayaan individual” karena
seperti orang mewujudkan latar belakang yang unik.

Ad.(2) : Konteks Sosial


Macam KAB dapat lagi diklasifikasi berdasarkan konteks sosial dari
terjadinya. Yang biasanya termasuk dalam studi KAB :
- Business
- Organizational
- Pendidikan
- Alkulturasi imigran
- Politik

23
- Penyesuaian perlancong/pendatang sementara - Perkembangan alih
teknologi/pembangunan/difusi inovasi - Konsultasi terapis.
Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaan dalam hal
unsurunsur dasar dan proses komunikasi manusia (transmitting, receiving,
processing). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam
latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi
pemikiran. Penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubungan-
hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi
tambahan yang mempengaruhi prose-proses KAB.
Misalnya : Komunikasi antar orang Indonesia dan Jepang dalam suatu
transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antar
keduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu
universitas.

SALURAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

ANTAR PRIBADI MEDIA MASSA

Jadi konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para
partisipan hubungna-hubungan antar peran. Ekpektasi, norma-norma dan
aturan-aturan tingkah laku yang khusus.

Ad.(3) : Saluran Komunikasi


Dimensi lain yang membedakan KAB ialah saluran melalui mana KAB
terjadi. Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas : -
Antarpribadi/interpersonal/person-person, - Media massa. Orang dengan
orang secara Rado, surat kabar, TV, Film, langsung) Majalah

24
Bersama –sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi
juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB.
Misalnya : orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di
Afrika akan memilih pengalaman yang be beda dengan
keadaan apabila ia sendiri berada disana dan melihat dengan
mata kepala sendiri.
Umumnya, pengalaman komunikasi antar pribadi dianggap memberikan
dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam
hal feedback langsung antar partisipan dan oleh karena itu, pada pokoknya
bersifat satu arah. Sebaliknya, saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi
kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus
melalui batas-batas kebudayaan. Tetapi dalam keduanya, proses-proses
komunikasi bersifat antar budaya bila partisipan-partisipannya berbeda
latar belakang budayanya.
Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun
bersamaan, dalam mengklasifikasikan fenomena KAB khusus.
Misalnya : kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden
Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi
internasional, antarpribadi dalam konteks politik, komunikasi
antara pengacara AS dari keturunan Cina dengan kliennya
orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antar
ras/antar etnik dalam konteks business; komunikasi immigran
dari Asia di Australia sebagai komunikasi antar etnik,
antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi migran.
Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok kontkes sosial dan saluran
komunikasi, komunikasi dianggap antar budaya apabila para komunikator yang
menjalin kontak dan interaksi mempunyai latar belakang pengalaman berbeda.

25
3. IMPLIKASI PENELITIAN DALAM BIDANG KOMUNIKASI
ANTAR BUDAYA
Telah diketahui bahwa studi komunikasi antar budaya semakin
meningkat jumlahnya dalam dekade terakhir. Peningkatan ini terlihat dari
semakin banyaknya jumlah buku dan artikel tentang KAB yang
diterbitkan. Selain itu, beberapa jurnal eksklusif mengenai topik khusus ini
telah diterbitkan seperti ‘The International and Intercultural
Communication Annual “ dan “The International Journal of Intercultural
Relations”.
Sejalan dengan perjalanan waktu bahwa studi KAB semakin
digalakkan. Ini dibuktikan dengan produktivitas yang menunjukkan
meningkatnya popularitas dari KAB sebagai suatu bidang studi. Di lain
pihak kualitas penelitian yang telah dihasilkan sangat bervariasi. Bidang
KAB ternyata telah menjadi sangat populer dan menarik perhatian banyak
orang yang mengkajinya dari berbagai macam perspektif. Di bawah ini
ada beberapa contoh penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dalam
rangka penyelesaian S1nya di FISIP USU. Selain itu, juga dikutipkan
artikel yang diambil dari jurnal ISKI yang isinya berisikan tentang
perkembangan komunikasi antar budaya sebagai wacana bagi mahasiswa.

Contoh 1 : Peranan Komunikasi Antar Budaya Dalam Menciptakan


Kerjasama Antar Etnis
Skripsi ini hasil karya mahasiswa FISIP – USU yang bernama Hans Wijaya
(komunikasi : 960904018). Beliau ingin mengetahui bagaimana peran komunikasi
antar budaya dalam upaya membentuk kepribadian dan cara berinteraksi para
siswa/I SMU Negeri I Babalan Pangkalan Brandan dalam menciptakan kerjasama
antar etnis.
Dari 88 orang sampel yang diambil dengan menggunakan teknik
proporsional random sampling dan sinyale random sampling dengan menggunakan
kuesioner / wawancara dari tiga kelas ( kelas I, II dan III ), dan didapati bahwa
setinggi apapun tingkat pendidikan, nilai-nilai adat istiadat tetap memegang
peranan penting dalam kebidupan. Pemahaman siswa/I tentang peranan komunikasi

26
antar budaya telah mengurangi timbulnya kesalahpahaman antar siswa yang
berbeda latar belakang adat istiadat sehingga mereka mampu bekerjasama dalam
usaha mencapai tujuan mereka bersama, misalnya dalam kegiatan belajar
kelompok, dan kegiatan bermain.

Contoh 2 : Sumber Perolehan Informasi Bahasa Prokem Dan penggunaannya


Di Kalangan Remaja.
Skripsi ini adalah hasil karya Herlinda (Komunikasi 9709040017). Beliau
meneliti ini dengan tujuan untuk mengemukakan mengenai sumber perolehan
informasi bahasa prokem dan penggunaannya di kalangan remaja. Fokus perhatian
ditujukan kepada pelajar SMUN I Medan, karena dianggap dapat mewakili
kalangan remaja di Kota Medan.
Dengan menggunakan metode deskriptif, teknik penarikan sampel secara
purposive dan sampel berskala proporsional serta tehnik pengumpulan data melalui
kuesioner dan wawasan. Didapati bahwa dari 96 siswa/i terpilih menyatakan bahwa
sumber perolehan bahasa prokem secara dominan di kalangan pelajar SMUN I
Medan diperolehi dari media televisi untuk kategori komunikasi melalui media
massa. Sedangkan untuk kategori non media massa dalam artian sifatnya tatap muka
lebih kepada komunikasi antar pribadi. Responden menggunakan bahasa prokem
karena trend supaya tidak dianggappketinggalan zaman dan, sesuai dengan
karakteristik dari remaja itu sendiri yaitu dinamis dan sering mengalami perubahan.
Umumnya bahasa prokem ini digunakan dengan sesama teman dalam situasi
bercanda dan santai. Sedangkan kepada orang tua maupun guru bahasa ini hampir
tidak pernah digunakan, karena kurang pantas menurut norma (nilai) adat istiadat
dan kemungkinan besar akan menimbulkan kesalahpahaman dalam mengartikan
pesan yang disampaikan tersebut.

Contoh 3 : Pengaruh Internet Terhadap Perkembangan Komunikasi Antar


Budaya.
Skripsi ini hasil karya Aprini Angelita (Komunikasi : 970904003).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kegiatan chatting di internet

27
dan perkembangan komunikasi antar budaya. Penelitian ini dilakukan terhadap
masyarakat pengguna internet di warung internet Raya Net Medan.
Metode penelitian menggunakan metode korelasional. Sampelnya sebanyak
99 orang yang terdiri dari 96 WNI dan 3 WNA. Teknik penarikan sampel dengan
menggunakan random sampling sederhana. Sedangkan teknik pengumpulan data
dengan menggunakan kuesioner tertutup dan wawancara dengan beberapa orang
responden termasuk di antaranya responden WNA.
Hasil temuan penting penelitian menunjukkan bahwa umumnya pengguna
internet untuk program chatting ini berstatus belum menikah dan kegiatan chatting
ini mereka lakukan di antara sesama teman/kerabat.Berchatter dengan sesama
teman /kerabat dapat lebih mnengenal adat istiadat daerah-daerah lainnya yang ada
di Indonesia. Sedangkan berchatter dengan orang asing dapat melatih kemampuan
berbahasa Inggris, di samping itu dapat lebih mengenal adat dan kebudayaan
negara tersebut. Hasil temuan data lain yang menarik perhatian adalah berchatter
dengan orang asing paling berperanan dalam perkembangan komunikasi antar
budaya dengan hasil korelasi yang cukup berarti.
Artikel : Wacana Bagi Mahasiswa

28
MODUL V
KOMUNIKASI DALAM KESEHAAN

A. Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk
menggambarkan suatu hubungan kerjasama yang dilakukan pihak tertentu.
Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam
namun didasari prinsip yang sam yaitu mengenai kebersamaan, kerjasama,
berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun
demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang
sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini.
Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk
berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih
kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan
sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu
pengetahuan, kemauan dan keterampilan, maupun sikap yang professional
mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, maupun dengan mitra
kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan (Mundakir,
2006).
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah
pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila
memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah
dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan dengan pasien. Hal
ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan
secara medis, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan
melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat
membantu pasien dalam proses penyembuhan (Muharamiatul, 2012).

29
B. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain
dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan
orang lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara
sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh
individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari
suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam
mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial
(Muharamiatul, 2012).
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan
dampak yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun
kelompok. Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada
buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti
rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial
mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi. Komunikasi di
lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan
kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen
dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen
eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang
bekerja.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama
untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada
konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu
konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan
unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan
secara horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin
antar tim multidisiplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur
adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal.
Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa
pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun
masyarakat yang ada di rumah sakit.

30
Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit,
diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu
yang terlibat dalam sistem tersebut (Mundakir, 2006).
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah :
1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik
saat melakukan intraksi dengan klien.
2. Kurangnya kesadaran diri perawat dalam menjalankan komunikasi
dua arah secara terapeutik.
3. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual
yang berdampak terhadap lemahnya pengembangan kemampuan
diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu diupayakan suatu hubungan
interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih
terapeutik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang
dapat terjadi pada komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan
kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah
melakukan pendekatan dengan berlandaskan pada model konseptual sebagai
dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah
melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model konseptual
proses interpersonal (Mundakir, 2006).

C. Pemahaman Kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang
mendasar jika hanya dipandang dari hasilnya. Pembahasan bagaimana proses
kolaborasi itu terjadi justru menjadi poin penting yang harus disikapi oleh
disiplin ilmu kesehatan. Bagaimana masing-masing profesi memandang arti
kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh
persepsi yang sama terhadap suatu keadaan.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “Apa
diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya“. Pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sudah dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi

31
kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis,
pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. Mahasiswa kedokteran
pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien
melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan-pasien. Selama periode
tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja sosial
atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka berbagi
lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk
menanggapinya sebagai rekanan atau sejawat atau kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir, apa masalah pasien ini?
Bagaimana pasien menanganinya? bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa
yang dapat diberikan kepada pasien. Perawat dididik untuk mampu menilai
status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan rencana,
mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik
menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar
argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang
membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian keperawatan
dalam praktek rumah sakit dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar
merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran. Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan sering pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara
tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau
perawat klinik bekerja dengan dokter atau professional disiplin ilmu lainnya
untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional
keperawatan dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh perturan suatu

32
negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan
mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-
batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek
terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga
dan masyarakat (Muharamiatul, 2012).

D. Trend dan Issu Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Hubungan perawat dengan dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi
yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.
Perspektif yang berbeda dalam memendang pasien, dalam prakteknya
menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses
kolaborasi. Kendala psikologi keilmuan dan individual, faktor sosial, serta
budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborsi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat
timbul jika hubungan kolaborasi dokter dengan perawat berlangsung baik.
American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14
Rumah Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter dengan perawat bukan
hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami
pasien. Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas hubungan dokter
perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dengan perawat sering dijumpai pada
tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap
menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional
dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih
tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan
kondisi sosial masih mendukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari
konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka
terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi

33
khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada
pasien berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik,
sementara dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses keperawatan tidak
ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat Rumah
Sakit Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang
dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang
selalu menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat
sebagai asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional
dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan
masyarakat yang membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta menghambat
upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi (Muharamiatul, 2012).

E. Anggota Tim Interdisiplin


Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok
profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda
keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota
tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan
meliputi: pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager,
dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi
yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota
tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam
interdisiplin tim. Perawat menfasilitasi dan membantu pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat
berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan
kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas
pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagai membuat refelan pembarian
pengobatan.

34
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia
memeriksa beberapa alterntif pendapat dan perubaha pelayanan. Asertifitas
penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar
didengar dan konsesus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu
keputusan yang diperoleh dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab
untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang
relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian
anggot tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi
yng dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin
orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permaslahan pasien.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada pasien.
Kolegasilitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan
seseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep
dengan arti yang sama: mutualitas, dimana dia mengartikan sebagai sutu
hubungan yang menfalitasi suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai
oleh keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa
percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindari dari
tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan ditekan dan
koordinasi tidak kan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik professional
2. Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohensifitas antar professional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional

35
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami
orang lain.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama
kemitraan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari
vokasional menjadi professional. Status yuridis seiring perubahan perwat dari
perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangat kompleks.
Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan
atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan mal praktek keperwatan. Perlu
ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang terkait mengenai
tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi
profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas sruktur organisasi agar
dapat mengantisipasi perubahan.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal
tersebut perlu ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat menyatukan data
kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi
bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu
dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memunkinkan komunikasi
dokter dan perawat terjadi secara efektif. Pendidikan perawat perlu terus
ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan professional dengan dokter
melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengatahuan dan keterampilan
dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau
minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian
perawat.

36

Anda mungkin juga menyukai