Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Taksonomi berpikir Bloom. Target belajar objektif untuk mengukur hasil


belajar kognitif fisika berbasis problem solving ”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


Dalam Mata Kuliah Evaluasi Proses dan Hasil Belajar

Dosen Pengampu:
IRFANDI

KELOMPOK 3
NAMA ANGGOTA :
REZA I.L. SIMANJUNTAK (4173121043)
RIZKY DWIYANTI BR PANGGABEAN (4173121046)
YUNI S.P. SIMBOLON (4171121038)
YUNUS A.M. SIREGAR (41733121063)

KELAS : FISIKA DIK D 2017

JURUSAN FISIKA
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIMED
MEDAN, FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Makalah Mata kuliah
Evaluasi Proses Hasil Belajar Fisika tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dosen pengampu mata kuliah Evaluasi Proses
Hasil Belajar Fisika, Bapak IRFANDI yang telah memberikan dukungan serta memberikan
kepercayaan kepada penulis. Dimana dengan adanya pemberian tugas ini penulis dapat
memahami dan memperdalam pengetahuan tentang Evaluasi Proses Hasil Belajar Fisika.
Terimakasih kepada orang tua yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas ini
melalui doa dan materi yang penulis butuhkan. Terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa
yang telah memberikan masukan dan kritik sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan
saran yang bersifat membangun penulis harapkan, untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga Tugas Akhir Makalah ini bermanfaat dan dapat diaplikasikan bagi pembaca .

Medan, Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
1.3. Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 2
2.1. Pengertian Taksonomi............................................................................................ 2
2.2. Taksonomi Tujuan Pendidikan............................................................................... 3
2.3. Teori yang Melandasi Taksonomi Bloom ...............................................................6
2.4. Prinsip yang Mendasari Taksonomi Bloom.............................................................8
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................... 10
3.1. Kesimpulan............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan
kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih
dari pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu, sedangkan pendidikan
merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang
dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan
terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan
keahlian. Tujuan tersebut telah menyiratkan adanya keinginan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik termasuk pengembangan ranah afektif yang berwujud keimanan,
ketaqwaan, dan akhlak mulia. Dibandingkan dengan pengembangan kemampuan dalam ranah
kognitif dan psikomotor, upaya pengembangan unsur-unsur ranah afektif masih tertinggal
jauh. Meskipun menjumpai unsur afektif, hal itu baru pada tataran teori dan konsep saja,
belum sampai pada tataran aplikasi atau praktek. Adapun alasan tersebut telah dijelaskan
dalam buku Bloom (1971) tentang alasan-alasan pengabaian penilaian aspek afektif yang
dikemukakan para pendidik yaitu pertama, takut akan munculnya indoktrinasi dan kedua,
munculnya kekhawatiran akan terjadinya kegagalan dalam menilai aspek afektif.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian taksonomi?
2. Apakah yang dimaksud taksonomi tujuan pendidikan?
3. Jelaskan mengenai ketiga domain (ranah) tujuan pendidikan dalam taksonomi Bloom?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian taksonomi
2. Mengetahui apakah yang dimaksud taksonomi tujuan pendidikan
3. Mampu menlaskan mengenai ketiga domain (ranah) tujuan pendidikan dalam
taksonomi Bloom
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Taksonomi


Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang berarti
mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi Taksonomi berarti hierarkhi klasifikasi
atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom,
seorang psikolog bidang pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan
mengenai kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran.
Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam Konferensi
Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi
hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang
diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Konferensi tersebut
merupakan lanjutan dari konferensi yang dilakukan pada tahun 1948. Menurut Bloom,
hapalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir (thinking
behaviors). Masih banyak level lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses
pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang kompeten di bidangnya. Akhirnya pada tahun
1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep
kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom.
Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skills
mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Tentunya untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan
pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual
(intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Taksonomi Bloom mengalami dua kali perubahan perubahan yaitu Taksonomi yang
dikemukakan oleh Bloom sendiri dan Taksonomi yang telah direvisi oleh Andreson dan
KartWohl. Untuk pembahasan masing-masing dijelaskan sebagai berikut.
2.2. Taksonomi Tujuan Pendidikan
Proses pembelajaan di kelas merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah
sebelum pelaksanaan pembelajaran guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Tujuan pembelajaran tersebut perlu lebih awal diinformasikan kepada siswa. Apabila
dalam pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak tahu mana pelajaran yang penting
manapun yang tidak. Taksonomi tujuan pendidikan merupaka suatu kategori tujuan
pendidikan yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskn tujuan kurikulum dan
tujuan pembelajaran. Taksonomi tujuan terdiri domain – domain kognitif, afektif dan
psikomotor. Berbicara tentang taksonomi, perilaku siswa sebagai tujuan belajar. Saat ini para
ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai
tujuan pembelajaran yang dikenal dengan dengan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxsonomy).
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 ranah, yaitu:

A. Ranah Kognitif
Ranah Kognitif berisi tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Indikator
kognitif proses merupakan perilaku (behavior) siswa yang diharapkan muncul setelah
melakukan serangkaian kegiatan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain ranah
afektif dan psikomotorik, hasil belajar yang perlu diperhatikan adalah dalam ranah
kognitif. Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu dalam dirinya apabila telah terjadi
perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan terjadi. Hasil belajar merupakan
pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari proses belajar. Perilaku
ini sejalan dengan keterampilan proses sains, tetapi yang karakteristiknya untuk
mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Indikator kognitif produk berkaitan dengan
perilaku siswa yang diharapkan tumbuh untuk mencapai kompetensi yang telah
ditetapkan. Indikator kognitif produk disusun dengan menggunakan kata kerja operasional
aspek kognitif.
Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam
ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari
jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi yang meliputi 6 tingkatan antara lain :
a. Pengetahuan (Knowledge) – C1
Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan mengingat
kembali materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan tentang istilah; (b)
pengetahuan tentang fakta khusus; (c) pengetahuan tentang konvensi; (d) pengetahuan
tentang kecendrungan dan urutan; (e) pengetahuan tentangklasifikasi dan kategori; (f)
pengetahuan tentang kriteria; dan (g) pengetahuan tentang metodologi. Contoh: menyatakan
kebijakan.
b. Pemahaman (Comprehension) – C2
Pada level atau tingkatan kedua ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan
memahami materi tertentu, dapat dalam bentuk: (a) translasi (mengubah dari satu bentuk ke
bentuk lain); (b) interpretasi (menjelaskan atau merangkum materi);(c) ekstrapolasi
(memperpanjang/memperluas arti/memaknai data). Contoh : Menuliskan kembali atau
merangkum materi pelajaran
c. Penerapan (Application) – C3
Pada level atau tingkatan ketiga ini, aplikasi dimaksudkan sebagai kemampuan untuk
menerapkan informasi dalam situasi nyata atau kemampuan menggunakan konsep dalam
praktek atau situasi yang baru. Contoh: Menggunakan pedoman/ aturan dalam menghitung
gaji pegawai.
d. Analisa (Analysis) – C4
Analisis adalah kategori atau tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom tentang ranah
(domain) kognitif. Analisis merupakan kemampuan menguraikan suatu materi menjadi
bagian-bagiannya. Kemampuan menganalisis dapat berupa: (a) analisis elemen
(mengidentifikasi bagian-bagian materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi hubungan);
(c) analisis pengorganisasian prinsip (mengidentifikasi pengorganisasian/organisasi). Contoh:
Menganalisa penyebab meningkatnya Harga pokok penjualan dalam laporan keuangan
dengan memisahkan komponen- komponennya.

e. Sintesis (Synthesis) – C5
Level kelima adalah sintesis yang dimaknai sebagai kemampuan untuk memproduksi.
Tingkatan kognitif kelima ini dapat berupa: (a) memproduksi komunikasi yang unik; (b)
memproduksi rencana atau kegiatan yang utuh; dan (c) menghasilkan/memproduksi
seperangkat hubungan abstrak. Contoh: Menyusun kurikulum dengan mengintegrasikan
pendapat dan materi dari beberapa sumber.
f. Evaluasi (Evaluation) – C6
Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada ranah kognitif adalah evaluasi. Kemampuan
melakukan evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai ‘manfaat’ suatu benda/hal untuk
tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Paling tidak ada dua bentuk tingkat (level)
evaluasi menurut Bloom, yaitu: (a) penilaian atau evaluasi berdasarkan bukti internal; dan (2)
evaluasi berdasarkan bukti eksternal. Contoh: Membandingkan hasil ujian siswa dengan
kunci jawaban.
B. Ranah Afektif
Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya
perasaan, nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan sikap. Lima kategori ranah ini
diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks :
a. Penerimaan (Receiving) – A1
Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap
sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain
afektif. Dan kemampuan untuk menunjukkan atensi dan penghargaan terhadap orang lain.
Contoh: mendengar pendapat orang lain, mengingat nama seseorang.
b. Responsive (Responding) – A2
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif,
menjadi peserta dan tertarik. Kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan selalu
termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atas suatu kejadian. Contoh:
berpartisipasi dalam diskusi kelas.
c. Nilai yang dianut (Value) – A3
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau
kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan.
Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sikap dan opresiasi”. Serta
Kemampuan menunjukkan nilai yang dianut untuk membedakan mana yang baik dan kurang
baik terhadap suatu kejadian/obyek, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku. Contoh:
Mengusulkan kegiatan Corporate Social Responsibility sesuai dengan nilai yang berlaku dan
komitmen perusahaan.
d. Organisasi (Organization) – A4
Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih
konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai
internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup. Dan Kemampuan
membentuk system nilai dan budaya organisasi dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai.
Contoh: Menyepakati dan mentaati etika profesi, mengakui perlunya keseimbangan antara
kebebasan dan tanggung jawab.
e. Karakterisasi (characterization) – A5
Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang
nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan.
Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi
jiwa. Dan Kemampuan mengendalikan perilaku berdasarkan nilai yang dianut dan
memperbaiki hubungan intrapersonal, interpersonal dan social. Contoh: Menunjukkan rasa
percaya diri ketika bekerja sendiri, kooperatif dalam aktivitas kelompok

C. Ranah Psikomotorik
Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik
dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika sering melakukannya. Perkembangan
tersebut dapat diukur sudut kecepatan, ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh
kategori dalam ranah psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang
rumit.
a. Peniruan – P1
Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan
yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya
dalam bentuk global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi – P2
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan,
gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini
siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan – P3
Memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan.
Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat
minimum.
d. Artikulasi – P4
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat
dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang
berbeda.
e. Pengalamiahan – P5
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi
fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat
kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.

2.3 Teori Belajar yang Melandasi Taksonomi Bloom


Teori belajar merupakan serangkaian prinsip yang saling berhubungan dan merupakan
penjelasan atas sejumlah fakta atau penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
a. Teori Belajar Behavioristik (Tingkah Laku)
Belajar menurut aliran behavioristik adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Proses belajar sebagai perubahan perilaku
yang dapat diamati dan timbul sebagai hasil pengalaman.
Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran behavioristik, antara lain yang terkenal
adalah teori Connectonism dari Thorndike, teori Classical Conditioning dari Pavlov, dan teori
Operant Conditioning dari Skinner.
1) Teori Connectonism
Teori ini dikemukakan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949). Menurut Thorndike,
belajar merupakan proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan) dan respon (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) baik yang
bersifatkonkret (dapat diamati) maupun yang non konkret (tidak bisa diamati). Teori ini juga
disebut trial and error learning, Sebab hubungan yang terbentuk antara stimulus dan respons
tersebut timbul melalui proses trial and error, yaitu suatu upaya mencoba berbagai respons
untuk mencapai stimulus meski bekali-kali mengalami kegagalan. Thorndike juga membuat
rumusan hukum belajar, yaitu: law of readiness (hukum kesiapan), law of exercise (hukum
latihan), dan law of effect (hukum efek).
2) Teori Classical Conditioning
Teori ini dikemukakan oleh Ivan Pavlov (1849-1936), melalui percobaannya yaitu
anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing. Hal
tersebut yntuk mengetahui bagaimana refleks bersyarat terbentuk dengan adanya hubungan
antara conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), dan conditioned respons
(CR). Penelitian Pavlov dikembangkan oleh John B. Watson bahwa belajar merupakan proses
terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus pengganti.
Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi
emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh
hubungan-hubungan stimulus respon baru melalui conditioning.
3) Teori Operant Conditioning
Teori ini dikemukakan oleh BF. Skinner (1930-an) Skinner menganggap reward atau
reinforcement faktor terpenting dalam proses pembelajaran. Menurut Skinner, perilaku
terbentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkannya. Apabila konsekuensinya menyenangkan
(positive reinforcement) akan membuat perilaku yang sama akan diulangi lagi, sebaliknya
bila konsekuensi tidak menyenangkan (negative reinforcement) akan membuat perilaku untuk
dihindari.
Dalam pembelajaran, operant conditioning menjamin respon-respon terhadap
stimulus. Guru berperan penting dalam mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah
tercapainya tujuan yang tel;ah dirumuskan.
b. Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif merupakan teori belajar tidak hanya melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon. Teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar itu sendiri. Teori kognitif menekankan pentingnya proses mental seperti berpikir
dan memfokuskan pada apa yang terjadi pada pembelajaran sehingga dapat menginterpretasi
dan mengorganisir informasi secara aktif.
1) Teori Cognitive Field
Tokoh teori ini adalah Kurt Lewin (18921947). Menurut Lewin bahwa tingkah laku
merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan baik yang dari dalam maupun dari luar
diri sesorang individu seperti tantangan dan permasalahan.
2) Teori Cognitive Developmental
Tokoh teori ini adalah Pieget mengenai tahaptahap perkembangan pribadi serta
perubahan umur yang mepengaruhi kemampuan belajar individu. Pieget memandang bahwa
proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
Menurut aliran ini,tahapan dalam proses belajara terdiri atas tiga tahap, yakni: asimilasi
(proses penyatuan atau pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak peserta didik), akomodasi (penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru), dan equilibrasi (penyesuaian berkesinambungan antara asimiliasi dan akomodasi) .
Pengaplikasian dalam belajar, perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi.
Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah
atau berkembang.
3) Teori Discovery Learning
Bruner berpendapat bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu aturan (termasuk
konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan
yang menjadi sumbernya.

c. Teori Belajar Humanistik


Teori ini merupakan teori yang paling abstrak. Teori ini memandang bahwa proses
belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Para pendidik membantu
peserta didik untuk mengembangkan dirinya dengan mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri
mereka.
Teori ini yang melatari dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk Taksonomi
Bloom dengan tiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotor) yang harus dikuasai atau
dipelajari oleh peserta didik. Taksonomi ini, banyak membantu para praktisi pendidikan
untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami,
operasional, serta dapat diukur.

2.4 Prinsip Belajar yang Melandasi Taksonomi Bloom Prinsip belajar sebagai dasar
dalam upaya
pembelajaran ini meliputi:
a. Kematangan Jasmani dan Rohani
Kematangan jasmani ini, telah sampai pada batas minimal umur serta kondisi fisiknya
cukup kuat untuk melakuka kegiatan belajar. Sedangkan kematangan rohani yaitu telah
memiliki kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar seperti
kemampuan berpikir, ingatan dan sebagainya.
b. Kesiapan
Kesiapan ini harus dimiliki oleh seorang yang hendak melakukan kegiatan belajar
yaitu kemampuan yang cukup baik fisik, mental maupun perlegkapan belajar. Kesiapan fisik
berarti memiliki tenaga cukup dan memiliki minat dan motivasi yang cukup.
c. Memahami Tujuan
Setiap orang yang belajar harus memahami apa dan ke mana arah tujuannya serta
manfaat apa bagi dirinya. Dengan mengetahui tujuan belajar akan dapat mengadakan
persiapan yang diperlukan, baik fisik maupun mental, sehingga proses belajar yang dilakukan
dapat berjalan lancar dan berhasil dengan memuaskan.
d. Memiliki Kesungguhan Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan belajar
agar hasil yang diperoleh memuaskan dan penggunaan waktu dan tenaga tidak terbuang
percuma yaitu lebih efisien.
e. Ulangan dan Latihan Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam
otak, sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan. Versi lain dalam buku Belajar dan
Pembelajaran oleh Dimyati dan Mudjiono menyebutkan prinsip belajar antara lain: perhatian
dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung atau berpengalaman, pengulangan, tantangan,
balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Taksonomi dapat diartikan sebagai klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip
yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian
sampai pada kemampuan berfikir dapat di klasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 ranah, yaitu ranah
kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Metode dan Penerapan Taksonomi Bloom pada
pembelajaran PAI adalah dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
latihan/tugas, demonstrasi dan eksperimen, karyawisata, dan kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada, 1996.

Nana Sudjana, Dasar-dasarProseses BelajarMengajarar. Bandung: Sinar Baru Algesindo,


2000.

Utami Munandar. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Anda mungkin juga menyukai