PENDAHULUAN
B. Fungsi Ginjal
1. Membersihkan darah dan mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
2. Mengatur keseimbangan kadar kimia darah dalam tubuh.
3. Mengeluarkan hormon yang mengatur tekanan darah. Ginjal juga
mengeluarkan hormon yang disebut erythropoietin yang menstimulasi
produksi sel darah merah dan juga mengeluarkan hormon calcitriol untuk
menjaga agar tulang tetap sehat.
Arteri renalis
Ginjal: nephron
Kandung kemih
2. Klasifikasi:
Klasifikasi didefinisikan berdasarkan derajat penurunan LFG dimana
stadium yang lebih tinggi memiliki nilai LFG yang lebih rendah.
Tabel 1: Stadium Penyakit Ginjal Kronik
LFG
Stadium Deskripsi (mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ? atau > 89
normal
2 Kerusakan ginjal dengan ? LFG ringan 60-89
3 ? LFG sedang 30-59
4 ? LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 (atau dialisis)
Sumber: KDOQI, 2006
3. Gagal Ginjal
a. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi
mendadak pada ginjal yang sebelumnya dalam keadaan normal dan
pada beberapa kasus perlu dilakukan terapi dialisis.
b. Gagal ginjal kronik berat yang belum perlu dialisis adalah penyakit
ginjal kronik yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan LFG
15-30 mL/menit. Pasien mendapat pengobatan berupa diit dan
medikamentosa (substitusi) agar fungsi ginjal dapat dipertahankan dan
tidak terjadi akumulasi toksin sisa metabolisme dalam tubuh.
c. Gagal ginjal kronik berat (GGK) yang mulai perlu dialisis adalah
penyakit ginjal kronik yang mengalami penurunan fungsi ginjal
dengan LFG < 15 mL/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah
sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang
disebut sebagai uremia. Pada keadaan uremia dibutuhkan terapi
pengganti ginjal untuk mengambil alih fungsi ginjal dalam
mengeliminasi toksin tubuh sehingga tidak terjadi gejala yang lebih
berat.
d. Gagal ginjal akut pada gagal ginjal kronik (Acute on Chronic Renal
Failure) adalah episode akut pada pasien gagal ginjal kronik yang
tadinya stabil. Pada beberapa kasus perlu dilakukan terapi dialisis.
Tabel 2: Tipe & contoh faktor resiko terjadinya penyakit ginjal kronis
Definisi Contoh
Faktor-faktor Meningkatkan kerentanan Usia tua, riwayat keluarga
kelemahan untuk terjadi kerusakan
ginjal
Faktor-faktor Secara langsung mengawali Diabetes, tekanan darah tinggi,
inisiasi kerusakan ginjal penyakit autoimmun, infeksi
saluran kencing, batu saluran
kencing, obstruksi saluran
kencing bagian bawah,
keracunan obat
Faktror-faktor yang Penyebab memburuknya Tingginya kadar proteinuria ,
memperburuk penyakit ginjal & tingginya tekanan darah,
mempercepat penurunan buruknya kontrol gula pada
fungsi ginjal setelah inisiasi diabetes, memburuk
dari kerusakan ginjal
(sumber: KDOQI,2006)
BAB III
PERALATAN HEMODIALISA
A. DIALIZER
1. Fungsi dan Komponen
Ginjal yang sehat mempunyai peran penting dalam salah satu tugas tubuh
yang paling kompleks, menjaga agar sel-sel tubuh tetap konstan dan stabil
walaupun adanya perubahan diit, cairan, aktivitas dan dalam kondisi sehat
maupun sakit. Lingkungan tubuh yang stabil ini disebut dengan
homeostatis.
Dializer, dialisat dan sistem delivery menggantikan sebagian dari fungsi
ginjal yang sudah rusak. Tindakan dialisis dapat mengeluarkan sampah
tubuh, kelebihan cairan dan membantu menjaga keseimbangan elektrolit
dan pH (keseimbangan asam dan basa) pada kadar yang dapat ditoleransi
tubuh. Setiap dializer terdiri dari kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Membran semi permeabel memisahkan kedua kompartemen
tersebut. Membran ini ditempatkan pada suatu tabung plastik yang
menyatukan kedua kompartemen tersebut dan terdapat tempat agar darah
dan dialisat dapat mengalir masuk dan keluar.
Selama tindakan hemodialisis, darah pasien, dengan kadar elektrolit, air
dan sampah tubuh yang tinggi melewati kompartemen darah. Dialisat,
cairan yang secara kimiawi disesuaikan dengan komposisi darah manusia,
melewati kompartemen dialisat pada sisi lain membran.
2. Karakteristik Dializer
Banyak aspek dari dializer dapat mempengaruhi efektifitas tindakan
hemodialisis, kenyamanan dan keamanan pasien. Hal ini termasuk
biokompatibiliti (seberapa cocok membran dengan tubuh manusia), luas
permukaan membran, batas berat molekul (ukuran solut yang dapat
melewati membran), koefisien ultrafiltrasi dan clearance (kecepatan
keluarnya solut)
a. Biokompatibiliti.
Biokompatibel berarti tidak berbahaya terhadap fungsi biologis. Ketika
darah bersentuhan dengan substansi asing, sel-sel imun di dalam darah
bereaksi sebagai bentuk pertahanan tubuh. Pertahanan ini yang
meliputi aktivasi komplemen, dan mekanisme yang lain dapat
bervariasi mulai dari clotting (darah membeku) sampai rekasi alergi
yang berat.
Semua material yang digunakan untuk membuat membran dialisis
bereaksi dengan sel-sel imun dalam darah dalam tingkat yang berbeda.
Efeknya mungkin sangat tidak kentara sehingga pasien tidak
merasakannya. Efek ini dapat menyebabkan gejala minor selama
tindakan atau dapat pula terjadi reaksi alergi yang mengancam jiwa
(anafilaksi). Maka sangat penting untuk menggunakan membran yang
dapat ditoleransi pasien.
Biokompatibiliti dari membran dapat diuji dengan memeriksa darah
pasien terhadap adanya protein dan kimia tertentu. Tubuh akan
mengeluarkan protein dan bahan kimia tersebut bila bersinggungan
dengan substansi asing. Kadarnya dapat digunakan untuk melihat
seberapa kompatibel membran dengan darah pasien. Kemampuan
membran untuk adsorbsi (menarik dan menahan) protein pada dinding
fiber adalah kunci untuk biokompatibiliti. Protein yang teradsorbsi
menutupi permukaan membran sehingga darah tidak akan bersentuhan
dengan membran yang ‘asing’. Protein yang menempel pada membran
ini dapat menjelaskan mengapa dializer reuse lebih biokompatibel
dibandingkan dengan dializer baru.
b. Luas permukaan
Luas permukaan adalah kunci seberapa baik dializer dapat
mengeluarkan solut. Bila aspek yang lain sama, dializer dengan area
permukaan yang lebih luas akan lebih banyak mengekspos darah
dengan dialisat. Hal ini berarti lebih banyak solut yang dapat
dikeluarkan dari dalam darah.
Total luas permukaan dializer dapat bervariasi antara 0,5 – 2,4 m2
c. Mass Transfer Coefficient (KoA)
Adalah kemampuan solut untuk dapat melewati porus/lubang pada
dializer. Secara teori, KoA, adalah kemungkinan tertinggi clearance
yang mampu dilakukan dializer pada kecepatan aliran darah dan
dialisat yang tidak terbatas. Semakin tinggi KoA, dialiser semakin
permeabel.
d. Batas berat molekul
Setiap membran memiliki batas berat molekul yang menentukan
molekul terbesar yang dapat melewati membran. Berat molekul diukur
dalam dalton (Da). Molekul besar memiliki berat molekul lebih berat,
molekul kecil memiliki berat molekul lebih ringan. Dializer dapat
dipilih dengan batas berat molekul yang bervariasi mulai 3000 Da
sampai lebih dari 15000 Da.
Tabel 3: Berat Molekul
Molekul Berat molekul (Da)
Albumin 66000
Calcium (Ca++) 40
Creatinin 113
Nitric Oxide (NO) 62
Phosphorus (PO42+) 94,9
Urea 60
Air (H2O) 18
Zinc (Zn2+) 65,3
(Sumber: hemodialysis device,2005)
e. Koefisien Ultrafiltrasi
Aspek penting lain dari dializer adalah seberapa banyak ultrafiltrasi
(UF) dari air dapat terjadi melewati membran. UF adalah cara untuk
mengeluakan kelebihan cairan dari tubuh pasien selama hemodialisis
dengan memberikan tekanan. Tekanan hidraulik yang diberikan pada
kompartemen darah atau pada kompartemen dialisat akan mendorong
air melewati membran. Mesin dialisis dapat mengatur tekanan
hidraulik untuk mengontrol kecepatan ultrafiltrasi (UFR) dan jumlah
dari air yang akan dikeluarkan. Tekanan tinggi pada kompartemen
darah akan mendorong lebih banyak cairan keluar dari darah menuju
dialisat. Perbedaan tekanan pada membran (tekanan kompartemen
darah tekanan kompartemen dialisat) disebut sebagai transmembrane
pressure (TMP).
Setiap dializer mempunyai koefisien ultrafiltrasi (Kuf) dari masing-
masing pabrik. Kuf adalah jumlah cairan yang dapat melewati
membran dalam satu jam pada tekanan tertentu.
Kuf membantu perawat dialisis untuk memprediksi berapa banyak
cairan yang akan dikeluarkan dari tubuh pasien selama tindakan
hemodialisis berlangsung.
f. Clearance
Dializer bervariasi dalam kemampuannya mengeluarkan solut dari
dalam darah. Jumlah darah yang dapat dibersihkan dari suatu solut
dalam suatu periode waktu disebut clearance (K). Pabrik pembuat
dializer telah menentukan clearance untuk masing-masing molekul
pada kecepatan darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu.
Ada tiga cara untuk mengeluarkan solut yang mempengaruhi
clearance dializer: difusi, konveksi dan adsorbsi.
1) Difusi
Sebagian besar solut keluar selama dialisis dengan difusi. Gerakan
solut melewati membran semipermeabel dari daerah dengan
konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah,
sampai kedua sisi mencapai konsentrasi yang sama. Difusi adalah
cara yang terbaik untuk mengeluarkan solut kecil dengan berat
molekul ringan. Kecepatan difusi tergantung pada kecepatan aliran
darah dan dialisat; luas permukaan membran dan ketebalannya;
jumlah porus/lubang; suhu cairan; resistensi membran; gradien
konsentrasi; dan ukuran, berat dan isi dari solut.
2) Konveksi
Saat cairan melewati membran semipermeabel, beberapa solut
akan tertarik bersamanya. Ini disebut konveksi atau ‘solvent drag’.
Konveksi adalah cara terbaik untuk mengeluarkan solut yang lebih
besar. Clearance dengan konveksi tergantung dari batas berat
molekul membran, luas permukaan membran dan kecepatan
ultrafiltrasi (UFR)
3) Adsorbsi
Adsorbsi terjadi bila material menempel pada membran dializer.
Semua dialiser mengadsorbsi material, biasanya protein kecil.
Adsobrsi berguna karena protein yang diadorbsi dapat membuat
dializer lebih biokompatibel, namun material yang diadsorbsi dapat
mengurangi proses difusi dan konveksi. Kemampuan adsorbsi dari
dializer tergantung pada material membran, luas permukaan dan
seberapa banyak material yang telah diadsorbsi oleh membran.
3. Desain dializer
Dializer hollow fiber adalah silinder plastik bening yang menyatukan
ribuan helai fiber yang setipis rambut. Selama dialisis, darah masuk
melewati arterial port pada dializer lalu mengalir melalui setiap fiber,
kemudian meninggalkan dializer melalui venous port. Dialisat mengalir
disekitar fiber dengan arah aliran yang berlawanan, dengan aliran
countercurrent.
4. Membran
Membran semipermeabel berperan seperti dinding pembuluh pada
nephron manusia, karena selektif. Dilubangi oleh porus yang mikroskopik,
membran hanya dapat dilewati oleh air dan solut tertentu. Substansi yang
besar seperti protein dan sel darah, tidak akan dapat melewati porus yang
kecil tersebut.
Ada faktor membran lain yang juga mempengaruhi keluarnya solut dan
cairan selama dialisis. Hal ini meliputi material membran dan karakteristik
dari tiap dializer.
a. Material membran.
Bahan untuk membuat membran dializer dapat mempengaruhi difusi
dan ultrafiltrasi. Material dializer juga dapat mempengaruhi efisiensi
dari dialisis dan kenyamanan pasien selama tindakan dialisis.
1) Membran selulose
Membran selulose terbuat dari bahan dasar kapas. Dializer dengan
membran selulose mempunyai dinding fiber tipis (8-15 mikron).
Solut yang melewatinya terutama dengan cara difusi. Substansi
dengan berat molekul rendah dapat langsung melewati membran
dari satu sisi ke sisi lainnya dengan sedikit memberikan TMP.
Ukuran molekul yang dapat dibersihkan dengan menggunakan
dializer ini cukup terbatas, sekitar 3000 Da. Dializer selulose
mempunyai luas permukaan dengan variasi dari 0,5 – 2,1 meter.
Dializer selulose sangat kurang kompatibel dan sering
menyebabkan aktivasi komplemen. Tipe membran ini juga kurang
mampu mengeluarkan solut dengan adsorbsi.
2) Membran selulosedil substitusi
Banyak hal dilakukan untuk memperbaiki cara membran selulose
bekerja. Grup hydroxyl (OH-) dikeluarkan dan diganti dengan
asetat (selulose asetat), asam amino, atau molekul sintetik. Dimino,
atau yang telah dimodifikasi ini mempunyai dinding fiber yang
lebih tebal, 22-40 mikron. Dializer menggunakan cara konveksi,
difusi dan adsorbsi untuk mengeluarkan cairan. Clearance dari
solut khususnya molekul sedang, tergantung dari kecepatan UF.
Dializer ini dapat mengeluarkan solut dengan berat molekul lebih
dari 15000 Da, dan 2m. Biokompatibilitinya bervariasi dari baik
sampai sangat baik.
3) Membran sintetik
Membran sintetik terbuat dari polimer yang kemudian dibentuk
menjadi hollow fiber. Material yang digunakan pada membran
sintetik adalah polikarbonat, poliarcylonitrile (PAN), polysulfone
(PSF) dan polymerhylmethacrylate (PMMA). Dializer ini
mempunyai dinding fiber yang paling tebal (30-55 mikron). Solut
dikeluarkan dengan cara konveksi, difusi dan adsorbsi. Clearance
solut khususnya molekul sedang tergantung terutama pada
kecepatan UF. Sintetik mampu mengeluarkan solut dengan berat
molekul lebih dari 15000 Da, juga dapat mengeluarkan â2m.
Biokompatibiliti dari membran ini sangat baik. Daya adsorbsinya
tinggi sehingga dapat dengan cepat menjaga darah agar tidak
menyentuh membran.
B. DIALISAT
1. Tujuan Dialisat
Dialisat adalah cairan yang membantu mengeluarkan sampah uremik
seperti ureum dan creatinin, dan kelebihan elektrolit seperti sodium dan
kalium, dari dalam darah pasien. Dialisat juga dapat menggantikan
substansi yang dibutuhkan tubuh seperti calsium dan bikarbonat yang
membantu menjaga keseimbangan pH tubuh.
Selama tindakan dialisis, darah pasien berada di satu sisi membran, di
dalam kompartemen darah. Dialisat pada sisi yang lain, pada
kompartemen dialisat. Dialisat dan darah tidak akan pernah bercampur,
kecuali bila membran bocor atau rusak.
Darah pasien dialisis mempunyai konsentrasi produk sampah yang tinggi
serta mengalami kelebihan cairan. Dialisat dibuat untuk mencapai kadar
solut yang diinginkan yang dibutuhkan pasien. Osmolalitas (konsentrasi
partikel solut) dari dialisat harus semirip mungkin dengan darah untuk
menjaga agar tidak terlalu banyak cairan yang bergerak melewati
membran. Gradien konsentrasi menciptakan kecepatan difusi yang
diinginkan dari setiap solut yang melewati membran. Solut yang tidak
diinginkan keluar dari darah dan masuk ke dalam dialisat, sementara solut
yang dibutuhkan tubuh tetap tinggal di dalam darah.
2. Komposisi Dialisat
Ada dua konsentrat dialisat: acid dan bikarbonat
a. Konsentrat acid mempunyai jumlah yang diinginkan dari sodium
chloride, potassium chloride, magnesium chloride, calcium chloride,
glukose dan asam asetat. Asam asetat ini ditambahkan untuk
menurunkan pH dialisat.
b. Konsentrasi bikarbonat mempunyai kandungan sodium bicarbonat.
Kedua konsentrat dicampur dalam jumlah yang diinginkan dengan air
yang telah diolah (water treatment) untuk mendapatkan komposisi dialisat
seperti yang diinginkan.
Tabel 4: Rentang substansi dalam dialisat
Substansi Konsentrasi dalam dialisat
Natrium 135 - 145 mEq/L
Kalium 0 - 4 mEq/L
Calsium 2,5 - 3,5 mEq/L
Magnesium 0,5 - 1,0 mEq/L
Chloride 100 - 124 mEq/L
Bicarbonate 32 - 40 mEq/L
Glukose 0 - 250 mg/dL
(Sumber: hemodialysis device,2005)
1) Natrium (Na+)
Natrium adalah elektrulit utama dari plasma darah dan cairan interstitial.
Di dalam tubuh, natrium menyebabkan cairan bergerak melewati
membran sel. Dengan cara ini cairan berpindah antara ruang intraseluler
dan plasma dan ruang interstitial. Gerakan cairan ini termasuk di dalam
ruang intravasa. Cairan dan solut harus ada di dalam plasma untuk dapat
dikeluarkan dari tubuh dengan dialisis. Konsentrasi natrium normal di
dalam darah adalah 135-145 mEq/L. Konsentrasi natrium di dalam
dialisat juga dipertahankan dalam rentang yang sama. Kadang-kadang
digunakan kadar natrium yang lebih tinggi, bila demikian, harus
dilakukan pengkajian yang hati-hati dan juga dibutuhkan peresepan dari
dokter. Sistem delivery dialisat dapat mengatur kadar natrium dialisat
selama tindakan hemodialisis. Kadar natrium dialisat diubah sesuai
dengan peresepan dari dokter.
Hal ini disebut natrium modelling.
Dengan sistem ini, sebagai contoh, dapat dimulai tindakan dengan
konsentrasi natrium tinggi dan perlahan-lahan dikurangi.
Perubahan natrium ini untuk mendapatkan pertukaran cairan yang lebih
efisien di dalam tubuh, untuk mengeluarkan cairan lebih cepat. Natrium
modelling juga dapat lebih baik dalam mengontrol tekanan darah dan
penarikan cairan. Hal ini membantu pasien untuk mentoleransi UF lebih
tinggi dengan komplikasi yang lebih sedikit. Meskipun demikian,
penggunaan natrium modelling juga meningkatkan rasa haus dan berat
badan serta hipertensi diantara tindakan dialisis.
2) Kalium (K+)
Kalium adalah elektrolit utama cairan intraseluler. Tubuh menjaga
jumlah yang diinginkan pada kedua sisi dari membran sel untuk
mengirim sinyal syaraf. Sejumlah kalium ditambahkan dalam dialisat
untuk menjaga kadar kalium plasma normal 3,5-5,5 mEq/L. Kalium di
dalam dialisat mempunyai rentang 0-4 mEq/L tergantung dari kebutuhan
pasien.
3) Magnesium (Mg++)
Magnesium penting untuk syaraf dan otot. Magnesium juga memicu
enzim-enzim yang berperan dalam penggunaan karbohidrat. Magnesium
ditemukan dalam plasma dalam kadar 1,4 – 2,1 mEq/L. Rentang
magnesium di dalam dialisat adalah 0,5-1,0 mEq/L
4) Calcium (Ca++)
Calcium ditemukan di dalam tubuh dalam cairan ekstraselular dan
intraseluler. Calcium membentuk tulang dan gigi, membantu gerakan
otot, dibutuhkan dalam proses pembekuan darah dan membantu
mengirim sinyal syaraf. Rentang normal calcium di dalam plasma antara
8,5-10,5 mg/dL (4,5.5,5 mEq/L). Kadar calcium serum biasanya 2,5-3,5
mEq/L kadang-kadang rentang yang lebih rendah digunakan jika pasien
mendapat calcium phosphat binders dan atau calcitriol, yang dapat
meningkatkan kadar calcium serum. Pasien dengan kadar calcium
predialisis cukup tinggi atau bahkan rendah, kadar calcium dialisatnya
dapat diubah.
5) Chloride (Cl-)
Konsentrasi chloride dalam dialisat tergantung pada kandungan kimianya
seperti sodium chloride, potassium chloride, magnesium chloride dan
calcium chloride. Kadar chloride dalam dialisat dalam rentang 100-124
mEq/L. Kadar chloride plasma normal 98-111 mM/L.
6) Glukose (C6H12O6)
Glukose dapat ditambahkan dalam dialisat untuk mencegah hilangnya
glukose serum dan untuk mengurangi katabolisme (pemecahan otot).
Penambahan kalori glukose dapat membantu pasien diabetik atau
malnutrisi. Kadar glukose dialisat dapat bervariasi dari 0-250 mg/dL.
Kadar glukose dalam dialisat dapat 2 atau 3 kali lebih tinggi
dibandingkan kadar normal dalam darah (70-105 mg/dL), berarti dialisat
dengan glukose berefek osmotik (menarik air) yang membantu UF.
7) Bicarbonat (HCO3)
Bicarbonat adalah buffer, substansi yang berperan dalam menjaga pH
konstan di dalam cairan, meskipun bila asam atau basa ditambahkan.
Ginjal yang sehat menjaga pH tubuh dalam batas yang sangat ketat agar
sel dapat bertahan hidup. Ginjal melakukannya dengan membuat dan
meregulasi bikarbonat. Bikarbonat ditambahkan dalam dialisat untuk
menjaga pH pasien. Bikarbonat digunakan oleh tubuh untuk menetralisir
asam yang terbentuk ketika sel memetabolisme protein dan makanan lain
yang digunakan untuk tenaga. Seseorang dengan penyakit ginjal kronik
tidak dapat mengeluarkan asam dalam jumlah yang cukup dalam urin,
sehingga akan mengalami kondisi asidosis metabolik yang konstan
(terlalu banyak asam dalam tubuh). Dalam dialisat, bikarbonat digunakan
untuk menggantikan simpanan buffer tubuh. Bikarbonat dapat
mengurangi masalah-masalah yang berhubungan dengan dialisis seperti
hipotensi, kram otot, dan kelelahan setelah tindakan hemodialisis.
(Sumber www.kidnevschool.org,2003)
Gambar 3. Gambaran Proses Hemodialisis berlangsung
BAB IV
MESIN HEMODIALISIS
A. Tujuan
Sistem delivery adalah mesin yang mencampur dan mengirim dialisat,
memompa darah melewati dializer, dan memonitor berbagai parameter dialisis
untuk memastikan keamanan dari tindakan dialisis. Hampir semua sistem
delivery mempunyai monitor parameter keamanan pasien dan mesin. Hal ini
meliputi blood flow, dialisat flow, temperatur dialisat, conductivity, tekanan
venous dan arterial, kebocoran darah dalam dialisat, tekanan darah pasien, dll.
Sistem delivery mempunyai dua subsistem utama, sistem delivery dialisat dan
sirkuit darah ekstrakorporeal.
C. Sistem Proportioning
Dalam sistem proporsioning, dialisat dibuat dengan mencampur konsentrat
baru dengan sejumlah air yang sudah diolah (water treatment). Pencampuran
dikontrol oleh mekanisme internal dan desain hidraulik dari sistem delivery.
D. Sistem Monitoring
Menggunakan dialisat yang salah dapat membuat tindakan dialisis menjadi
kurang efektif. Kesalahan ini bahkan dapat juga menyebabkan kegawatan atau
kematian pasien. Dialisat harus diperiksa dalam setiap kali tindakan untuk
memastikan konsentrasi dan temperaturnya sudah benar, dan mengalir dalam
kecepatan yang diinginkan. Beberapa sistem delivery juga memeriksa pH
dialisat secara kontinyu.
1. Konduktiviti
Kecuali glukose, bahan kimia di dalam dialisat seluruhnya adalah garam
(elektrolit). Garani terurai di dalam air untuk membentuk partikel positif
dan negatif yang disebut ion. Kadar elektrolit dialisat harus dijaga dalam
batas tertentu untuk menjaga keselamatan pasien. Sistem proporsioning
dialisat memeriksa kadar elektrolit total dalam dialisat dengan menguji
konduktiviti. Konduktiviti diuji dengan menempatkan suatu elektrode
dalam dialisat. Voltase diberikan pada elektrode, dan hasilnya diukur.
Pengukuran ini memberikan estimasi konsentrasi ion total dari dialisat.
2. Temperatur
Dialisat yang terlalu panas dapat menyebabkan hemolisis. Dialisat terlalu
dingin tidak membahayakan jiwa, namun dapat membuat pasien
kedinginan dan mengurangi difusi sehingga dialisisnya tidak efisien. Pada
seluruh sistem delivery dialisat, suhu dialisat dijaga dalam rentang 37°C
sampai 38°C. Air harus dipanaskan dulu sampai suhu yang diinginkan
sebelum dicampur dengan konsentrat.
3. Flow rate / kecepatan aliran
Kecepatan aliran dialisat menuju dializer dikontrol dengan suatu pompa.
Kecepatan aliran dialisat bervariasi dari 0-1000 mL/min
4. Blood leak detector (detektor kebocoran darah)
Membran dializer rapuh dan mudah patah, sehingga dapat menyebabkan
darah dan dialisat bercampur. Bila hal ini terjadi, pasien dapat kehilangan
darah cukup banyak dan atau darah dapat terkontaminasi oleh dialisat yang
tidak steril. Blood leak detector digunakan untuk memeriksa adanya darah
di dalam dialisat. Detektor dapat mengetahui sejumlah kecil dari darah,
yang mungkin tidak akan dapat dilihat oleh mata telanjang. Bila alarm
blood leak muncul, pompa darah akan berhenti dan selang venous diklem
untuk mencegah terbuangnya darah lebih banyak lagi.
5. pH
pH mengukur seberapa asam atau basa suatu cairan. pH dari sebuah cairan
berdasarkan jumlah ion asam (ion hydronium) atau ion alkali (ion
hydroxyl) yang terkandung di dalamnya. Cairan dengan:
a. Ion asam dan basa yang seimbang adalah netral dan mempunyai nilai
pH 7,0
b. lebih banyak ion asam, maka cairan menjadi asam dan nilai pH akan
kurang dari 7,0.
c. lebih banyak ion basa, cairan akan menjadi alkali dan nilai pH akan
lebih besar dari 7,0
E. Kontrol ultrafiltrasi
1. Ultrafiltrasi
Mengeluarkan kelebihan cairan adalah salah satu fungsi penting dari
tindakan dialisis yang adekuat. Keluarnya cairan dapat dicapai melalui
ultrafiltrasi (UF) yaitu gerakan cairan melewati membran dializer sebagai
respon terhadap adanya tekanan positif dan negatif. UF terjadi selama
tindakan dialisis bila tekanan pada kompartemen darah dari membran
dializer lebih positif dibandingkan tekanan pada kompartemen dialisat.
Hal ini akan mendorong cairan di dalam darah melewati membran menuju
kompartemen dialisat yang kemudian akan dibuang lewat drain. Perbedaan
antara keduan tekanan ini (gradien tekanan) disebut transmembran
pressure atau TMP.
2. TMP dan tekanan dialisat
TMP menentukan berapa banyak cairan dari darah yang didorong
melewati membran. Pada mesin-mesin lama, mesin dialisis menggunakan
sistem manual untuk menentukan TMP atau tekanan dialisat negatif untuk
mengeluarkan cairan. Perawat harus menentukan total cairan yang ingin
dikeluarkan dan kemudian hitung UFR/jamnya. Mesin-mesin dialisis saat
ini, sudah dapat menentukan TMP secara otomatis tanpa perawat harus
menghitungnya secara manual. Perawat hanya harus memasukkan jumlah
cairan yang ingin dikeluarkan (dalam mL) dan waktu tindakan dialisis.
3. Sistem kontrol UF
Kontrol UF maksudnya adalah kemampuan dari mesin dialisis
mengeluarkan cairan dari tubuh pasien, dan keakuratan pengukuran
jumlahnya. jumlah cairan yang dikeluarkan dalam satu periode waktu
adalah kecepatan ultrafiltrasi (UFR)
F. Sirkuit Ekstrakorporeal
Sirkuit ekstrakorporeal membawa darah dari akses pasien menuju dializer dan
kembali ke akses. Ini adalah subsistem mayor kedua dari sistem delivery
hemodialisis, Sirkuit ekstrakorporeal meliputi arterial dan venous blood lines
(pipa/selang darah arterial dan venous ), blood pump (pompa darah), heparin
pump (pompa heparin), dializer, klem venous line (klem selang venous),
monitor kecepatan aliran darah, monitor tekanan dan monitor udara.
Dialisis memerlukan darah pasien agar dapat terekspos dengan dialisat melewati
membran semipermeabel. Hal ini dicapai dengan mensirkulasi darah keluar tuba
pasien ke dializer. Hemodialisis membutuhkan aliran darah yang tinggi antara
250-450 ml/mnt. Aliran sebesar itu tidak dapat dicapai dengan vena perifer.
Sehingga dialisis membutuhkan akses venous sentral untuk menyediakan
kebutuhan aliran darah tersebut. Bila dialisis dilakukan jangka panjang maka
dibutuhkan akses permanen yang ideal (fistula, graft atau permacath) dan kanulasi
akses temporer menggunakan vena besar (femoral, subklavia atau jugular internal)
paling sering digunakan.
a. Insersi:
Fistula adalah anastomosis subcutaneus arteri &. vena. Fistula
umumnya dibuat di kamar operasi dengan lokal anastesi oleh ahli
bedah vaskular. Lengan bawah adalah tempat yang paling sering
digunakan dan yang paling sering digunakan adalah arteri radialis dan
vena cephalika. Pembuluh lain yang juga dapat digunakan adalah arteri
ulnar & vena basilika. Pada lengan atas arteri brachialis dapat
dianastomosis dilakukan side to side atau end to side (end vena ke side
arteri) atau end to end, yang biasanya menyediakan aliran lebih baik
dan mengurangi resiko syndrome steal dan distensi vena pembuluh
darah. Fistula tidak dapat segera digunakan. Idealnya harus ditunggu
6-8 minggu agar matur. Vena yang kini membawa darah arteri akan
mengembang dan memungkinkan untuk dilakukan kanulasi. Bila akses
menjadi masalah dan fistula berkembang dengan baik, dapat dilakukan
penusukan segera dengan persetujuan dari ahli bedah vaskular.
b. Penanganan:
Bila luka sudah membaik, perawatan fistula dapat dilakukan dengan
memeriksa secara rutin dan mencegah terjadinya clotting & infeksi.
Memeriksa fistula dilakukan dengan merasakan / meraba diatas
anastomosis terhadap adanya ‘buzzing’ yang lebih dikenal sebagai
‘thrill’. Bila tidak teraba atau teraba lemah gunakan stetoskop
terdengar atau sangat lemah, segera hubungi atilt bedah. Jangan
lakukan kanulasi fistula bila akses tidak paten.
Patensi akses vaskuler dijaga dengan:
1) Hindari hipotensi / dehidrasi.
2) Jangan mengukur tekanan darah atau mengambil darah pasien dari
lengan yang terdapat fistula.
3) Pasien disarankan untuk menghindari pakaian yang ketat pada
daerah fistula.
4) Jangan pernah gunakan torniquet pada lengan yang terdapat fistula
kecuali dilakukan oleh staf dialisis.
Infeksi dicegah dengan teknik aseptik yang baik saat memasang dan
mengeluarkan kanula dialisis. Plester atau kasa dressing biasanya
diletakkan diatas tempat penusukan kanula setelah tindakan dialisis
dan dibiarkan sampai hari berikutnya.
c. Komplikasi:
Infeksi dan trombosis adalah komplikasi yang paling sering terjadi,
namun kejadiannya lebih sedikit dibandingkan pemakaian shunt dan
vascath. Komplikasi lain meliputi STEAL SINDROME & formasi
ANEURYSM.
Steal sindrome adalah refleksi dari insufisiensi arterial. Terjadi lebih
sering pada anastomosis side to side pada arteri radialis. Selama
dialisis aliran yang mengarah menuju mesin, ‘mencuri/ mengambil’
darah dari aliran arterial distal. Pasien dapat mengeluh nyeri iskemik
atau tangan terasa dingin selama dialisis. Pada kasus yang lebih berat
gangren dan nekrosis pada jari dapat terjadi. Masalah ini diatasi
dengan pembedahan pada arteri radialis distal pada fistula. Hal ini
harus dilakukan jauh sebelum terjadi nekrosis.
Aneurysm digambarkan sebagai ‘sacular dilatasi dinding pembuluh
darah’ (Gutch, Stoner & Corea,1993) umumnya sebagai akibat dari
insersi jarum berulang pada daerah yang sama dan dapat dicegah
dengan melakukan penusukan dengan variasi tempat sebanyak
mungkin untuk mendengarkan bruit. Bila bruit tidak Anastomosis
dengan vena basilika.
2. Graft
a. Insersi:
Formasi dari fistula graft dengan implantasi pembedahan
menggunakan suatu graft yang dapat berupa Dacron, graft vena
umbilical, pembuluh darah bovine atau bahkan vena saphemous pasien
sendiri. Graft disambungkan dengan arteri dan vena. Biasanya
dilakukan pada pasien yang mempunyai pembuluh darah kecil atau
tidak adekuat untuk dilakukan A-V fistula atau yang telah dilakukan
fistula namun gagal. Biasanya dilakukan di kamar operasi dengan
anastesi umum. Tempat sama dengan A-V fistula namun graft lebih
sering diletakkan pada U shape.
b. Penanganan:
Elevasi tangan post operasi penting dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya bengkak dan juga dibutuhkan analgetik dalam jumlah cukup
banyak. Pengecekan & pemeliharaan patensi graft dilakukan sama
seperti pada fistula. Graft juga membutuhkan waktu untuk
menyembuhkan anastomosis sebelum digunakan namun tidak selama
fistula karena graft tidak membutuhkan waktu untuk matur. Graft
dapat digunakan langsung setelah operasi, namun biasanya tidak
digunakan dulu selama 2-4 minggu, dan bila telah digunakan jarum
ditusukkan langsung pada graft.
c. Komplikasi:
Yang tersering adalah infeksi dan thrombosis.
Infeksi adalah komplikasi yang serius ruptur graft dan dapat terjadi
perdarahan. Hal ini harus dideteksi sedini mungkin dan diatasi
sesegera mungkin.
Thrombosis terjadi lebih sering pada graft dibandingkan dengan A-V
fistula, namun bekuan darah dapat dihilangkan melalui pembedahan.
Pseudo aneurysm juga salah satu masalah dalam pemasangan graft
karena grarft diletakkan disekitar jaringan untuk bergranulasi &
memberikan ruang untuk tempat insersi jarum. Penting untuk
melakukan penusukan dengan variasi tempat untuk mencegah hal ini
terjadi.
3. Permacath / vascath permanen
Vascath permanen adalah akses alternatif permanen lain bagi pasien yang
gagal dilakukan fistula atau graft. Vascath ditanam dibawah kulit untuk
meminimalisir infeksi, dan terdapat cuff dacron untuk menahan cateter dan
memberikan barier lebih lanjut terhadap infeksi. Perawatannya sama
seperti vascath lain dan dapat digunakan oleh pasien selama setahun atau
lebih.dengan cermat selama dan setelah
C. Aspek Kanulasi
1. Pengkajian
a. Tipe akses
Arah aliran: bila arah tidak jelas atau akses masih baru à berikan
tekanan untuk menghambat aliran pada pembuluh darah dan rasakan
pembuluh darah distal & proksimal terhadap hambatan. Pulsasi yang
lebih kuat akan dirasakan pada arterial end sedangkan venous end
pulsasinya kecil atau bahkan tidak teraba.
b. Tanda-tanda infeksi: kemerahan, bengkak, nyeri-nyeri tekan, pus
c. Patency: adanya thrill atau bruit. Bila terjadi clotting pasien akan
merasa denyutan atau nyeri di dekat anastomosis, lengan juga akan
mengalami pembengkakan.
d. Tempat penusukan: lakukan variasi tempat sebanyak mungkin, hindari
juga daerah yang mengalami memar.
Tips untuk kanulasi fistula & graft
a. Tempat: lakukan variasi sebanyak mungkin
1) Jangan pernah melakukan penusukan kurang dari 3 cm dari
anastomosis
2) Arahkan jarum arterial melawan aliran
3) Lakukan penusukan jarum venous searah dengan aliran
4) Pastikan bahwa kedua jarum tidak berdekatan, minimal berjarak 5
cm
5) Hindari luka lama atau daerah yang mengalami memar.
b. Teknik:
1) Bersihkan daerah tempat penusukan sesuai dengan policy institusi.
2) Gunakan tourniquet bila perlu.
3) Berikan anastesi lokal (sesuai policy).
4) Kencangkan tourniquet, masukkan jarum perlahan kira-kira dengan
sudut 40 derajat dengan kulit. Jangan ragu-ragu saat menusukkan
jarum.
5) Amati pulsasi darah pada jarum untuk memastikan jarum berada di
dalam pembuluh darah.
6) Bila terdapat tahanan, tarik jarum keluar perlahan, ulangi
penusukan setelah merasakan kembali posisi pembuluh darah.
7) Cek dan flush jarum.
8) Fiksasi dengan plester secara hati-hati, pastikan jarum berada di
dalam pembuluh darah dan plester menutupi wing pada posisi yang
benar.
9) Pastikan tempat penusukan tertutup kasa.
c. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk graft:
1) Jangan pernah menggunakan tourniquet.
2) Jarum harus diputar untuk mencegah kerusakan pada bagian bawah
pembuluh darah karena ujung jarum.
3) Gunakan dua jari untuk menahan tempat penusukan setelah jarum
dikeluarkan karena alirannya sangat kuat dan pembuluhnya besar.
d. Akses baru
1) Cek dulu, apakah akses sudah boleh dipakai.
2) Kaji kepatenan, tipe akses dan arah aliran.
3) Gunakan tourniquet sesingkat mungkin à segera lepaskan
tourniquet sesegera mungkin bila seluruh jarum telah berada di
dalam pembuluh darah.
4) Gunakan jarum kecil. 16G atau 17G.
5) Pembuluh darah yang baru sangat lemah / lembut. Masukkan jarum
perlahan tapi pasti dan dirasakan dengan hati-hati untuk
menghindari trauma pada samping atau bawah pembuluh darah.
6) Keluarkan jarum bila mengalami kesulitan atau terjadi bengkak.
7) Flush perlahan dan lakukan dialisis segera.
8) Mini heparin biasanya diberikan pada kanulasi pertama.
9) Naikkan blood flow perlahan-lahan dan monitor dengan cermat
terhadap adanya bengkak, jangan berikan Blood Flow Rate (BFR)
lebih besar dari 150 ml/mnt pada kanulasi pertama, pada dialisis
pertama.
e. Melepaskan jarum
1) Lepaskan jarum satu persatu.
2) Tekan tiap tempat penusukan masing-masing lebih kurang 10
menit, untuk menjaga kemungkinan, walaupun perdarahan sudah
berhenti namun perdarahan dibawah kulit kadang masih sering
terjadi. Tekan tempat penusukan dengan tekanan yang tidak
sampai menghambat seluruh aliran fistula, rasakan masih adanya
aliran darah dengan tangan yang lain.
3) Jangan biarkan pasien menekan tempat penusukan pada penusukan
pertama namun jelaskan apa yang harus mereka lakukan
selanjutnya.
4) Pastikan fistula sudah mengalami perdarahan sebelum pasien
meninggalkan pusat dialisis.
5) Bila perlu berikan pasien kasa untuk dibawa pulang dan berikan
penjelasan apa yang harus dilakukan bila terjadi perdarahan di
rumah.
f. Pendidikan pasien
1) Pastikan pasien tahu apa yang harus dilakukan di rumah
2) Ajarkan pasien untuk memberikan tekanan pada tempat penusukan
bila terjadi perdarahan di rumah (atau dalam perjalanan pulang)
3) Pastikan pasien mempunyai kasa dalam tas dan di rumah
4) Ingatkan pasien bagaimana cara mengecek fistula di rumah
BAB VI
ANTIKOAGULASI DAN DIALISIS
D. Heparin Terbatas
Juga disebut heparin ketat, heparin dosis rendah dan minimal heparin
1. Tujuan: untuk menjaga clotting time diatas baseline, biasanya 10-15 detik
diatas baseline. Pasien yang membutuhkan heparin terbatas:
a) Baru saja mengalami pembedahan
b) Baru saja mengalami injuri atau trauma
c) Baru saja kehilangan darah
d) Gangguan koagulasi
e) Pasien baru atau akut sampai pemberian heparin normal telah dapat
ditentukan (atau free heparin)
2. Metode
Dosis pasien baru :
a) 250 – 500 unit untuk loading dose
b) 500 – 800 setiap jam untuk maintenance
Dosis pasien lama:
a) Separuh dari loading dose yang biasa diberikan
b) Maintenance heparin dengan infus
B. Pre Planning
Di Indonesia hal ini tidak begitu mudah dilakukan mengingat seringnya pasien
datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan yang mengharuskan untuk
dilakukan dialisis segera, namun bila memungkinkan pre planning meliputi :
1. Edukasi sehubungan dengan fungsi ginjal, implikasi dari gagal ginjal dan
pilihan tindakan
2. Perkiraan tingkat fungsi ginjal dan kecepatan penurunan fungsinya. Hal ini
memberikan pasien waktu untuk menyiapkan diri terhadap tindakan
dialisis
3. Diskusi tentang pilihan tindakan yang akan dilakukan harus dilakukan
seawal mungkin
4. Akses untuk hemodialisis sebaiknya dibuat 6-12 bulan sebelum
kemungkinan dilakukan dialisis
C. Pilihan Tindakan
Idealnya pilihan dibuat oleh pasien setelah mendapatkan pendidikan kesehatan
dan diskusi dengan dokter atau perawat yang relevan. Pertimbangan meliputi:
1. Faktor pasien pilihan pasien, gaya hidup, kemandirian pasien,
kemampuan untuk melakukan perawatan diri, support keluarga
2. Pertimbangan medis penyebab gagal ginjal, status kardiovaskuler,
umur, kualitas hidup, kepatuhan
3. Ketersediaan dana faktor finansial dapat mempengaruhi pada pilihan
tindakan.
Umumnya pilihan pertama adalah antara hemodialisis dan peritoneal dialisis.
Kedua metode ini menekankan pada mensupport pasien semandiri mungkin.
D. Memulai Dialisis pada Pasien Baru
Dialisis pertama
Beberapa pertimbangan diperlukan pada pasien yang akan dilakukan tindakan
dialisis pertama kali.
1. Kaji status hidrasi pasien untuk memulai proses menentukan berat badan
ideal pasien
2. Menentukan resep dialisis pasien setelah dialisis pertama, meliputi:
a. Waktu
b. Dializer
c. Cairan yang ingin dikeluarkan nol sampai minimal kecuali bila
pasien sangat kelebihan cairan
d. Kecepatan aliran darah, umumnya untuk dialisis pertama 150-180
ml/mnt (tergantung unit masing-masing)
e. Dialisat kalium, kalsium, sodium, dll harus dipertimbangkan,
review hasil pemeriksaan darah dan didukung pada awal dialisis
3. Menentukan resep antikoagulasi yang sesuai untuk pasien
4. Kaji patensi akses vaskuler, arah aliran dan tanda-tanda infeksi. Bila
fistulanya baru, lihat apakah sudah boleh digunakan lakukan pemeriksaan
darah sesuai dengan protap masing-masing unit termasuk pemeriksaan
darah pre dan post dialisis.
5. Berikan pasien rasa nyaman dan penjelasan
6. Observasi pasien terhadap gejala-gejala / komplikasi. Beritahu pasien
untuk memanggil perawat bila pasien mempunyai tanda-tanda penurunan
tekanan darah à beritahukan pasien tanda-tanda yang harus diperhatikan
7. Mulailah melakukan edukasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan
dialisis, disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk dapat menerimanya
D. Kinetik Modelling
Meliputi penggunaan formula untuk mengkalkulasi KT/V (dosis dialisis)
menggunakan hasil pemeriksaan ureum pre dan post dialisis. Bila
menggunakan formula ini, faktor lain juga harus diperhitungkan yaitu protein
catabolic rate dan residual renal function KT/V > 1.3 berhubungan dengan
survival yang lebih baik.
Ketika ginjal tidak dapat bekerja dengan baik, sampah-sampah sisa hasil
metabolisme dari apa yang dimakan dan diminum akan menumpuk di dalam
tubuh karena tidak dapat dikeluarkan ginjal. Hal inilah mengapa diit khusus
penting untuk dipatuhi pasien. Pola makan harus diubah pada pasien yang
mengalami gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis.
Tujuan terapi diit dan intervensi nutrisi pada pasien yang dilakukan
hemodialisis antara lain: untuk mencapai dan menjaga status nutrisi yang baik,
untuk mencegah atau memperlambat penyakit kardiovaskular, cerebrovaskular
dan penyakit vaskular perifer, untuk mencegah atau menangani hiperpartiroidisme
dan bentuk-bentuk lain dari osteodystrophy ginjal dan untuk mencegah atau
memperbaiki keracunan uremik dan gangguan metabolik lain, yang dipengaruhi
nutrisi, yang terjadi pada gagal ginjal dan tidak dapat teratasi secara dekuat
dengan hemodialisis. Agar tujuan dan keinginan tercapai, sangat penting untuk
dilakukan pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip terapi diit dan targetnya.
Tabel 5: Kebutuhan Nutrisi Pasien dengan Hemodialisis
Kebutuhan nutrisi Jumlah
Asupan protein 1,2 g/kgBB/hari, bila secara klinis pasien stabil (setidaknya 50% dari
diit protein dengan nilai biologi tinggi)
Asupan energi 35 kcal/kgBB/hari dengan umur < 60 tahun, 30-35 kcal/kgBB/hari
dengan umur > 60 tahun
Lemak 30% dari total intake energi
Natrium 750-2000 mg/hari
Kalium 70-80 mEq/L
Fosfor 10-17 mg/kg/hari
Calcium ≤ 1000 mg/hari
Magnesium 200-300 mg/hari
Vitamin B1 1,1-1,2 mg/hari
Vitamin B2 1,1-1,3 mg/hari
Vitamin B5 5 mg/hari
Biotin 30 μg/hari
Niacin 14-16 mg/hari
Vitamin B6 10 mg/hari
Vitamin B12 2,4 μg/hari
Vitamin C 75-90 mg/hari
Asam folat 1-10 mg/hari
(Sumber: Nutritional management of renal disease,2004) 90
1. Kalori
Kalori adalah cara mengukur energi dalam makanan. Tubuh kita seperti
motor, yang membutuhkan energi untuk beraktivitas. Kita menggunakan
makanan sebagai bahan bakar untuk memberi kita energi, dan kita membakar
energi ketika kita mengerjakan aktivitas sehari-hari, olahraga, bahkan ketika
kita tidur. Bila asupan kalori lebih banyak daripada yang dibakar, maka berat
badan kita akan bertambah, namun bila asupan kalori lebih sedikit daripada
yang kita bakar, maka berat badan akan menurun.
2. Karbohidrat
Karbohidrat didalam tubuh akan diubah menjadi gula. Gula adalah bahan
bakar yang digunakan oleh sel-sel tubuh sebagai energi. Bila asupan
karbohidrat kurang, maka tubuh akan menggunakan otot sebagai bahan bakar.
Sehingga karbohidrat merupakan sumber energi yang penting bagi tubuh.
Karbohidrat yang paling sederhana adalah gula, yang dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk:
a. Gula putih/coklat (dekstrose atau sukrose)
b. Madu atau sirup
c. Gula buah (fruktosa)
d. Gula susu (laktosa.)
Karbohidrat kompleks juga diubah menjadi gula, yang juga mengandung
vitamin, mineral dan kadang-kadang serat, dan dapat ditemukan pada: roti,
cereal, beras.
3. Lemak
Tubuh kita membutuhkan lemak untuk memproduksi energi, melindungi
organ tubuh dari trauma, menjaga suhu tubuh agar tetap konstan dan juga
membantu mengabsorbsi beberapa vitamin. Pasien dengan dialisis mempunyai
resiko lebih tinggi terhadap penyakit jantung. Sehingga sangat penting dalam
memilih makanan berlemak yang juga sehat untuk jantung. Lemak yang dapat
menjadi pilihan antara lain: minyak zaitun, minyak wijen, lemak ikan, minyak
bunga matahari, minyak jagung, serta minyak kedelai.
4. Protein
Tubuh membutuhkan protein untuk menjaga kesehatan otot, tulang, rambut
dan kulit. Sel-sel tubuh organ tubuh dan otot terbentuk dari protein yang
disebut asam amino. Tubuh dapat membuat asam amino namun tidak
seluruhnya. Asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh, didapat dengan
memakan makanan yang mengandung protein, baik yang berasal dari hewan
maupun tumbuhan. Beberapa bentuk makanan dengan protein kualitas tinggi
antara lain: daging sapi, daging kambing, daging ayam, daging kalkun, ikan,
udang, dan makanan laut lainnya, serta telur. Bila asupan protein tidak
mencukupi, tubuh akan. mulai menggunakan protein otot sebagai bahan bakar.
Hal ini dapat menyebabkan ‘muscle wasting’. Muscle wasting dapat
menyebabkan terjadinya:
a. Sangat kelelahan
b. Hilangnya perhatian/konsentrasi
c. Meningkatkan resiko infeksi
d. Penurunan berat badan.
5. Natrium
Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga kesehatan syaraf dan untuk
menjaga keseimbangan cairan. Garam adulate sumber utama natrium di dalam
makanan. Diit dengan tinggi natrium menyebabkan pasien beresiko
mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan stroke. Selain resiko
tersebut, pasien juga mempunyai alasan lain mengapa harus mengurang
asupan natrium yaitu karena tubuh tidak dapat mengeluarkan kelebihan cairan.
Natrium berperan seperti magnet untuk menarik cairan. Natrium
menyebabkan rasa haus, dan menahan kelebihan cairan di dalam tubuh. Diit
tinggi natrium juga dapat menyebabkan sakit kepala serta membuat pasien
merasa berat (tubuhnya).
6. Kalium
Kalium terutama dapat ditemukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
Kalium juga dapat ditemukan pada produk susu dan daging.
7. Fosfor
Fosfor adalah mineral kedua terbanyak dalam tubuh setelah calcium. Fosfor
mempunyai tugas membantu tubuh menggunakan energi, dan untuk
membentuk tulang dan gigi yang kuat. Seperti kalium kelebihan fosfor
dikeluarkan oleh ginjal yang sehat, pada pasien gagal ginjal, ginjal tidak
mampu mengeluarkan kelebihan fosfor sehingga menumpuk di dalam tubuh.
Hal ini dapat menyebabkan gatal-gatal yang berat bagi beberapa pasien.
Fosfor dalam jumlah yang sesuai membuat tulang kuat. Namun terlalu banyak
fosfor akan melemahkan tulang. Mengapa? Karena fosfor seperti magnet bagi
calcium. Bila kadar fosfor di dalam darah terlalu banyak, maka akan menarik
calcium dari tulang. Hal ini menyebabkan penyakit tulang pada pasien ginjal.
Kristal calcium-fosfor yang tajam juga dapat tersimpan dimanapun di dalam
tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya injuri bila kadarnya terlalu tinggi.
Penyakit tulang pada pasien ginjal dapat merupakan masalah jangka panjang
dari gagal ginjal. Hilangnya calcium dari tulang menyebabkan tulang menjadi
lemah, rapuh dan nyeri. Ketika kadar calcium dan fosfor di dalam tubuh sudah
tidak seimbang, kelenjar paratiroid akan mengeluarkan hormon paratiroid
(PTH). Terlalu banyak PTH dapat menyebabkan semakin banyak calcium
yang ditarik dari tulang. Ini merupakan lingkaran setan.
Bila kadar calcium-fosfor tetap dijaga dalam rentang yang aman dalam tubuh,
maka tidak akan terjadi siklus seperti di atas, tubuh dan tulang akan tetap
sehat. Salah satu caranya adalah dengan meminum phosphat binders.
Phosphat binders adalah obat yang dapat mengeluarkan kelebihan fosfor di
dalam tubuh lewat tinja.
8. Vitamin
Pasien dengan hemodialisis mempunyai kebutuhan vitamin yang berbeda dari
populasi umum. Dialisis membuang beberapa vitamin. Sementara beberapa
vitamin yang lain dapat terakumulasi di dalam tubuh dan tidak aman bagi
tubuh bila meminum vitamin berlebihan.
Beberapa orang percaya bahwa vitamin C dosis tinggi dapat menyehatkan.
Namun bagi pasien dialisis dapat menimbulkan masalah. Vitamin C di dalam
tubuh dipecah menjadi kristal yang disebut oksalat. Ginjal sehat dapat
membersihkan kelebihan oksalat, namun tidak pada pasien dengan
hemodialisis. Pada pasien hemodialisis oksalat dapat terakumulasi di dalam
tubuh dan menyebabkan deposit pada tulang dan sendi dan menyebabkan
nyeri..
BAB X
PENUTUP
American Kidney Fund, 2006, Living Wwll with Chronic Kidney Disease,
American Kidney Fund.Inc, USA, http://www.kidneyfund.org (diakses 20
Desember 2007)