Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan


tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh.
Bila ginjal tidak bekerja sebagaimana mestinya maka akan timbul masalah
kesehatan yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronik. Bila seseorang
mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium 5, atau telah mengalami
yang disebut dengan gagal ginjal, dimana laju filtrasi glomerulus < 15 ml/menit,
ginjal telah tidak mampu lagi menjalankan seluruh fungsinya dengan baik, maka
dibutuhkan terapi untuk menggantikan fungsi ginjal. Hingga saat ini dialisis dan
transplantasi ginjal adalah tindakan yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal
terminal.
Usia dari populasi penduduk dan adanya peningkatan prevalensi penyakit
yang menjadi penyebab penyakit ginjal kronik, seperti hipertensi dan diabetes
menggambarkan bahwa gagal ginjal dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang semakin berkembang di masa depan. Dengan demikian dialisis dan
transplantasi ginjal sebagai pilihan terapi pengganti fungsi ginjal akan semakin
luas digunakan seiring dengan peningkatan jumlah penderita gagal ginjal.
Memahami tentang hemodialisis tidak hanya sebatas tentang teknis
pelaksanaannya saja. Namun tentu saja harus dibarengi dengan pemahaman
tentang masalah yang mendasari dan sarana dan prasarana yang menyertainya.
Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi alternatif pilihan bacaan
khususnya bagi tenaga kesehatan (perawat) yang berminat untuk mengetahui lebih
banyak tentang hemodialisis. Semoga buku ini dapat menjadi bekal awal atau
menjadi pelengkap pengetahuan dan membantu memahami tentang hemodialisis.
Selain itu, dengan mengenal tentang apa dan bagaimana hemodialisis,
diharapkan perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien
khususnya dengan penyakit ginjal, sesuai dengan yang diharapkan pasien. Karena
hemodialisis atau ‘cuci darah’ bukanlah hal yang sering didengar masyarakat
awam. seseorang mengenal hemodialisis biasanya bila ada anggota keluarga,
teman, kerabat atau dirinya sendiri harus mengalami gagal ginjal dan memerlukan
tindakan hemodialisis. Perawat yang selalu berinteraksi dengan pasien baik di
ruang rawat inap atau di unit dialisis seringkali dihadapkan pada pertanyaan-
pertanyaan seputar hemodialisis. Penulis berharap buku ini dapat menjadi
masukan yang bermanfaat, baik bagi pasien maupun untuk perawat sendiri.
Beberapa istilah atau penyebutan alat dan bahan dalam bahasa Inggris
tetap penulis tulis dalam bahasa Inggris. Sebagai contoh blood line, bubble trap,
clotting, ditulis sebagaimana adanya karena istilah tersebut akan sering digunakan
di unit dialisis, dengan harapan pembaca dapat lebih mudah memahami bila
mendengarnya.
BAB II
ANATOMI & FUNGSI GINJAL NORMAL

A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal Normal

Gambar 1. Anatomi ginjal


Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki
berat kurang lebih 125 g, Panjang ginjal kira-kira 12 cm, terletak pada posisi
di sebelah literal vertebra torakalis bawah, Organ ini terbungkus oleh jaringan
ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renalis.
Ginjal terbagi menjadi bagian eksternal yang disebut korteks dan bagian
internal yang dikenal sebagai medulla. Urin terbentuk dalam unit-unit
fungsional ginjal yang disebut nefron . Pada manusia setiap ginjal tersusun
dari kurang lebih 1 juta nefron. Nefron terdiri atas sebuah glomerulus dan
sebuah tubulus. Urin yang terbentuk dalam nefron ini akan mengalir ke dalam
duktus pengumpul dan tubulus renal yang kemudian menyatu untuk
membentuk pelvis ginjal. Setiap pelvis ginjal akan membentuk ureter yang
akan mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih
merupakan organ berongga yang terletak di sebelah anterior tepat di belakang
os pubis. Kandung kemih mempunyai kapasitas 600 – 1000 ml urin dalam
satu waktu. Uretra kemudian akan mengalirkan urine dari kandung kemih
keluar tubuh pada saat buang air kecil / urinasi.
Ginjal adalah organ vaskular. Tiap ginjal mempunyai arteri renalis dan
vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis akan mensuplai
darah yang teroksigenasi menuju ke ginjal dan vena renalis akan
mengeluarkan darah yang telah melewati ginjal dan telah bersih dari produk
sampah tubuh kembali ke dalam vena kava inferior.

B. Fungsi Ginjal
1. Membersihkan darah dan mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
2. Mengatur keseimbangan kadar kimia darah dalam tubuh.
3. Mengeluarkan hormon yang mengatur tekanan darah. Ginjal juga
mengeluarkan hormon yang disebut erythropoietin yang menstimulasi
produksi sel darah merah dan juga mengeluarkan hormon calcitriol untuk
menjaga agar tulang tetap sehat.

Gambar 2. Kerja ginjal


Bagaimana ginjal bekerja?
Darah yang mengandung produk sampah tubuh

Arteri renalis

Ginjal: nephron

Ureter Vena renalis

(Urine bersama (darah ‘bersih’)


produk sampah)

Kandung kemih

C. Penyakit Ginjal Kronik


Kriteria & Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik. (Pernefri, 2003),
1. Kriteria:
a. Kerusakan ginjal setidaknya selama 3 bulan atau lebih, yang
didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal,
dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang
bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal,
termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau urin
serta ada tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan.
b. LFG yang kurang dari 60 mL/menit/1,73m2 lebih dari 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

2. Klasifikasi:
Klasifikasi didefinisikan berdasarkan derajat penurunan LFG dimana
stadium yang lebih tinggi memiliki nilai LFG yang lebih rendah.
Tabel 1: Stadium Penyakit Ginjal Kronik
LFG
Stadium Deskripsi (mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ? atau > 89
normal
2 Kerusakan ginjal dengan ? LFG ringan 60-89
3 ? LFG sedang 30-59
4 ? LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 (atau dialisis)
Sumber: KDOQI, 2006
3. Gagal Ginjal
a. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi
mendadak pada ginjal yang sebelumnya dalam keadaan normal dan
pada beberapa kasus perlu dilakukan terapi dialisis.
b. Gagal ginjal kronik berat yang belum perlu dialisis adalah penyakit
ginjal kronik yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan LFG
15-30 mL/menit. Pasien mendapat pengobatan berupa diit dan
medikamentosa (substitusi) agar fungsi ginjal dapat dipertahankan dan
tidak terjadi akumulasi toksin sisa metabolisme dalam tubuh.
c. Gagal ginjal kronik berat (GGK) yang mulai perlu dialisis adalah
penyakit ginjal kronik yang mengalami penurunan fungsi ginjal
dengan LFG < 15 mL/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah
sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang
disebut sebagai uremia. Pada keadaan uremia dibutuhkan terapi
pengganti ginjal untuk mengambil alih fungsi ginjal dalam
mengeliminasi toksin tubuh sehingga tidak terjadi gejala yang lebih
berat.
d. Gagal ginjal akut pada gagal ginjal kronik (Acute on Chronic Renal
Failure) adalah episode akut pada pasien gagal ginjal kronik yang
tadinya stabil. Pada beberapa kasus perlu dilakukan terapi dialisis.
Tabel 2: Tipe & contoh faktor resiko terjadinya penyakit ginjal kronis
Definisi Contoh
Faktor-faktor Meningkatkan kerentanan Usia tua, riwayat keluarga
kelemahan untuk terjadi kerusakan
ginjal
Faktor-faktor Secara langsung mengawali Diabetes, tekanan darah tinggi,
inisiasi kerusakan ginjal penyakit autoimmun, infeksi
saluran kencing, batu saluran
kencing, obstruksi saluran
kencing bagian bawah,
keracunan obat
Faktror-faktor yang Penyebab memburuknya Tingginya kadar proteinuria ,
memperburuk penyakit ginjal & tingginya tekanan darah,
mempercepat penurunan buruknya kontrol gula pada
fungsi ginjal setelah inisiasi diabetes, memburuk
dari kerusakan ginjal
(sumber: KDOQI,2006)
BAB III
PERALATAN HEMODIALISA

A. DIALIZER
1. Fungsi dan Komponen
Ginjal yang sehat mempunyai peran penting dalam salah satu tugas tubuh
yang paling kompleks, menjaga agar sel-sel tubuh tetap konstan dan stabil
walaupun adanya perubahan diit, cairan, aktivitas dan dalam kondisi sehat
maupun sakit. Lingkungan tubuh yang stabil ini disebut dengan
homeostatis.
Dializer, dialisat dan sistem delivery menggantikan sebagian dari fungsi
ginjal yang sudah rusak. Tindakan dialisis dapat mengeluarkan sampah
tubuh, kelebihan cairan dan membantu menjaga keseimbangan elektrolit
dan pH (keseimbangan asam dan basa) pada kadar yang dapat ditoleransi
tubuh. Setiap dializer terdiri dari kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Membran semi permeabel memisahkan kedua kompartemen
tersebut. Membran ini ditempatkan pada suatu tabung plastik yang
menyatukan kedua kompartemen tersebut dan terdapat tempat agar darah
dan dialisat dapat mengalir masuk dan keluar.
Selama tindakan hemodialisis, darah pasien, dengan kadar elektrolit, air
dan sampah tubuh yang tinggi melewati kompartemen darah. Dialisat,
cairan yang secara kimiawi disesuaikan dengan komposisi darah manusia,
melewati kompartemen dialisat pada sisi lain membran.
2. Karakteristik Dializer
Banyak aspek dari dializer dapat mempengaruhi efektifitas tindakan
hemodialisis, kenyamanan dan keamanan pasien. Hal ini termasuk
biokompatibiliti (seberapa cocok membran dengan tubuh manusia), luas
permukaan membran, batas berat molekul (ukuran solut yang dapat
melewati membran), koefisien ultrafiltrasi dan clearance (kecepatan
keluarnya solut)
a. Biokompatibiliti.
Biokompatibel berarti tidak berbahaya terhadap fungsi biologis. Ketika
darah bersentuhan dengan substansi asing, sel-sel imun di dalam darah
bereaksi sebagai bentuk pertahanan tubuh. Pertahanan ini yang
meliputi aktivasi komplemen, dan mekanisme yang lain dapat
bervariasi mulai dari clotting (darah membeku) sampai rekasi alergi
yang berat.
Semua material yang digunakan untuk membuat membran dialisis
bereaksi dengan sel-sel imun dalam darah dalam tingkat yang berbeda.
Efeknya mungkin sangat tidak kentara sehingga pasien tidak
merasakannya. Efek ini dapat menyebabkan gejala minor selama
tindakan atau dapat pula terjadi reaksi alergi yang mengancam jiwa
(anafilaksi). Maka sangat penting untuk menggunakan membran yang
dapat ditoleransi pasien.
Biokompatibiliti dari membran dapat diuji dengan memeriksa darah
pasien terhadap adanya protein dan kimia tertentu. Tubuh akan
mengeluarkan protein dan bahan kimia tersebut bila bersinggungan
dengan substansi asing. Kadarnya dapat digunakan untuk melihat
seberapa kompatibel membran dengan darah pasien. Kemampuan
membran untuk adsorbsi (menarik dan menahan) protein pada dinding
fiber adalah kunci untuk biokompatibiliti. Protein yang teradsorbsi
menutupi permukaan membran sehingga darah tidak akan bersentuhan
dengan membran yang ‘asing’. Protein yang menempel pada membran
ini dapat menjelaskan mengapa dializer reuse lebih biokompatibel
dibandingkan dengan dializer baru.
b. Luas permukaan
Luas permukaan adalah kunci seberapa baik dializer dapat
mengeluarkan solut. Bila aspek yang lain sama, dializer dengan area
permukaan yang lebih luas akan lebih banyak mengekspos darah
dengan dialisat. Hal ini berarti lebih banyak solut yang dapat
dikeluarkan dari dalam darah.
Total luas permukaan dializer dapat bervariasi antara 0,5 – 2,4 m2
c. Mass Transfer Coefficient (KoA)
Adalah kemampuan solut untuk dapat melewati porus/lubang pada
dializer. Secara teori, KoA, adalah kemungkinan tertinggi clearance
yang mampu dilakukan dializer pada kecepatan aliran darah dan
dialisat yang tidak terbatas. Semakin tinggi KoA, dialiser semakin
permeabel.
d. Batas berat molekul
Setiap membran memiliki batas berat molekul yang menentukan
molekul terbesar yang dapat melewati membran. Berat molekul diukur
dalam dalton (Da). Molekul besar memiliki berat molekul lebih berat,
molekul kecil memiliki berat molekul lebih ringan. Dializer dapat
dipilih dengan batas berat molekul yang bervariasi mulai 3000 Da
sampai lebih dari 15000 Da.
Tabel 3: Berat Molekul
Molekul Berat molekul (Da)
Albumin 66000
Calcium (Ca++) 40
Creatinin 113
Nitric Oxide (NO) 62
Phosphorus (PO42+) 94,9
Urea 60
Air (H2O) 18
Zinc (Zn2+) 65,3
(Sumber: hemodialysis device,2005)

e. Koefisien Ultrafiltrasi
Aspek penting lain dari dializer adalah seberapa banyak ultrafiltrasi
(UF) dari air dapat terjadi melewati membran. UF adalah cara untuk
mengeluakan kelebihan cairan dari tubuh pasien selama hemodialisis
dengan memberikan tekanan. Tekanan hidraulik yang diberikan pada
kompartemen darah atau pada kompartemen dialisat akan mendorong
air melewati membran. Mesin dialisis dapat mengatur tekanan
hidraulik untuk mengontrol kecepatan ultrafiltrasi (UFR) dan jumlah
dari air yang akan dikeluarkan. Tekanan tinggi pada kompartemen
darah akan mendorong lebih banyak cairan keluar dari darah menuju
dialisat. Perbedaan tekanan pada membran (tekanan kompartemen
darah tekanan kompartemen dialisat) disebut sebagai transmembrane
pressure (TMP).
Setiap dializer mempunyai koefisien ultrafiltrasi (Kuf) dari masing-
masing pabrik. Kuf adalah jumlah cairan yang dapat melewati
membran dalam satu jam pada tekanan tertentu.
Kuf membantu perawat dialisis untuk memprediksi berapa banyak
cairan yang akan dikeluarkan dari tubuh pasien selama tindakan
hemodialisis berlangsung.
f. Clearance
Dializer bervariasi dalam kemampuannya mengeluarkan solut dari
dalam darah. Jumlah darah yang dapat dibersihkan dari suatu solut
dalam suatu periode waktu disebut clearance (K). Pabrik pembuat
dializer telah menentukan clearance untuk masing-masing molekul
pada kecepatan darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu.
Ada tiga cara untuk mengeluarkan solut yang mempengaruhi
clearance dializer: difusi, konveksi dan adsorbsi.
1) Difusi
Sebagian besar solut keluar selama dialisis dengan difusi. Gerakan
solut melewati membran semipermeabel dari daerah dengan
konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah,
sampai kedua sisi mencapai konsentrasi yang sama. Difusi adalah
cara yang terbaik untuk mengeluarkan solut kecil dengan berat
molekul ringan. Kecepatan difusi tergantung pada kecepatan aliran
darah dan dialisat; luas permukaan membran dan ketebalannya;
jumlah porus/lubang; suhu cairan; resistensi membran; gradien
konsentrasi; dan ukuran, berat dan isi dari solut.
2) Konveksi
Saat cairan melewati membran semipermeabel, beberapa solut
akan tertarik bersamanya. Ini disebut konveksi atau ‘solvent drag’.
Konveksi adalah cara terbaik untuk mengeluarkan solut yang lebih
besar. Clearance dengan konveksi tergantung dari batas berat
molekul membran, luas permukaan membran dan kecepatan
ultrafiltrasi (UFR)
3) Adsorbsi
Adsorbsi terjadi bila material menempel pada membran dializer.
Semua dialiser mengadsorbsi material, biasanya protein kecil.
Adsobrsi berguna karena protein yang diadorbsi dapat membuat
dializer lebih biokompatibel, namun material yang diadsorbsi dapat
mengurangi proses difusi dan konveksi. Kemampuan adsorbsi dari
dializer tergantung pada material membran, luas permukaan dan
seberapa banyak material yang telah diadsorbsi oleh membran.
3. Desain dializer
Dializer hollow fiber adalah silinder plastik bening yang menyatukan
ribuan helai fiber yang setipis rambut. Selama dialisis, darah masuk
melewati arterial port pada dializer lalu mengalir melalui setiap fiber,
kemudian meninggalkan dializer melalui venous port. Dialisat mengalir
disekitar fiber dengan arah aliran yang berlawanan, dengan aliran
countercurrent.
4. Membran
Membran semipermeabel berperan seperti dinding pembuluh pada
nephron manusia, karena selektif. Dilubangi oleh porus yang mikroskopik,
membran hanya dapat dilewati oleh air dan solut tertentu. Substansi yang
besar seperti protein dan sel darah, tidak akan dapat melewati porus yang
kecil tersebut.
Ada faktor membran lain yang juga mempengaruhi keluarnya solut dan
cairan selama dialisis. Hal ini meliputi material membran dan karakteristik
dari tiap dializer.
a. Material membran.
Bahan untuk membuat membran dializer dapat mempengaruhi difusi
dan ultrafiltrasi. Material dializer juga dapat mempengaruhi efisiensi
dari dialisis dan kenyamanan pasien selama tindakan dialisis.
1) Membran selulose
Membran selulose terbuat dari bahan dasar kapas. Dializer dengan
membran selulose mempunyai dinding fiber tipis (8-15 mikron).
Solut yang melewatinya terutama dengan cara difusi. Substansi
dengan berat molekul rendah dapat langsung melewati membran
dari satu sisi ke sisi lainnya dengan sedikit memberikan TMP.
Ukuran molekul yang dapat dibersihkan dengan menggunakan
dializer ini cukup terbatas, sekitar 3000 Da. Dializer selulose
mempunyai luas permukaan dengan variasi dari 0,5 – 2,1 meter.
Dializer selulose sangat kurang kompatibel dan sering
menyebabkan aktivasi komplemen. Tipe membran ini juga kurang
mampu mengeluarkan solut dengan adsorbsi.
2) Membran selulosedil substitusi
Banyak hal dilakukan untuk memperbaiki cara membran selulose
bekerja. Grup hydroxyl (OH-) dikeluarkan dan diganti dengan
asetat (selulose asetat), asam amino, atau molekul sintetik. Dimino,
atau yang telah dimodifikasi ini mempunyai dinding fiber yang
lebih tebal, 22-40 mikron. Dializer menggunakan cara konveksi,
difusi dan adsorbsi untuk mengeluarkan cairan. Clearance dari
solut khususnya molekul sedang, tergantung dari kecepatan UF.
Dializer ini dapat mengeluarkan solut dengan berat molekul lebih
dari 15000 Da, dan 2m. Biokompatibilitinya bervariasi dari baik
sampai sangat baik.
3) Membran sintetik
Membran sintetik terbuat dari polimer yang kemudian dibentuk
menjadi hollow fiber. Material yang digunakan pada membran
sintetik adalah polikarbonat, poliarcylonitrile (PAN), polysulfone
(PSF) dan polymerhylmethacrylate (PMMA). Dializer ini
mempunyai dinding fiber yang paling tebal (30-55 mikron). Solut
dikeluarkan dengan cara konveksi, difusi dan adsorbsi. Clearance
solut khususnya molekul sedang tergantung terutama pada
kecepatan UF. Sintetik mampu mengeluarkan solut dengan berat
molekul lebih dari 15000 Da, juga dapat mengeluarkan â2m.
Biokompatibiliti dari membran ini sangat baik. Daya adsorbsinya
tinggi sehingga dapat dengan cepat menjaga darah agar tidak
menyentuh membran.

B. DIALISAT
1. Tujuan Dialisat
Dialisat adalah cairan yang membantu mengeluarkan sampah uremik
seperti ureum dan creatinin, dan kelebihan elektrolit seperti sodium dan
kalium, dari dalam darah pasien. Dialisat juga dapat menggantikan
substansi yang dibutuhkan tubuh seperti calsium dan bikarbonat yang
membantu menjaga keseimbangan pH tubuh.
Selama tindakan dialisis, darah pasien berada di satu sisi membran, di
dalam kompartemen darah. Dialisat pada sisi yang lain, pada
kompartemen dialisat. Dialisat dan darah tidak akan pernah bercampur,
kecuali bila membran bocor atau rusak.
Darah pasien dialisis mempunyai konsentrasi produk sampah yang tinggi
serta mengalami kelebihan cairan. Dialisat dibuat untuk mencapai kadar
solut yang diinginkan yang dibutuhkan pasien. Osmolalitas (konsentrasi
partikel solut) dari dialisat harus semirip mungkin dengan darah untuk
menjaga agar tidak terlalu banyak cairan yang bergerak melewati
membran. Gradien konsentrasi menciptakan kecepatan difusi yang
diinginkan dari setiap solut yang melewati membran. Solut yang tidak
diinginkan keluar dari darah dan masuk ke dalam dialisat, sementara solut
yang dibutuhkan tubuh tetap tinggal di dalam darah.
2. Komposisi Dialisat
Ada dua konsentrat dialisat: acid dan bikarbonat
a. Konsentrat acid mempunyai jumlah yang diinginkan dari sodium
chloride, potassium chloride, magnesium chloride, calcium chloride,
glukose dan asam asetat. Asam asetat ini ditambahkan untuk
menurunkan pH dialisat.
b. Konsentrasi bikarbonat mempunyai kandungan sodium bicarbonat.
Kedua konsentrat dicampur dalam jumlah yang diinginkan dengan air
yang telah diolah (water treatment) untuk mendapatkan komposisi dialisat
seperti yang diinginkan.
Tabel 4: Rentang substansi dalam dialisat
Substansi Konsentrasi dalam dialisat
Natrium 135 - 145 mEq/L
Kalium 0 - 4 mEq/L
Calsium 2,5 - 3,5 mEq/L
Magnesium 0,5 - 1,0 mEq/L
Chloride 100 - 124 mEq/L
Bicarbonate 32 - 40 mEq/L
Glukose 0 - 250 mg/dL
(Sumber: hemodialysis device,2005)

1) Natrium (Na+)
Natrium adalah elektrulit utama dari plasma darah dan cairan interstitial.
Di dalam tubuh, natrium menyebabkan cairan bergerak melewati
membran sel. Dengan cara ini cairan berpindah antara ruang intraseluler
dan plasma dan ruang interstitial. Gerakan cairan ini termasuk di dalam
ruang intravasa. Cairan dan solut harus ada di dalam plasma untuk dapat
dikeluarkan dari tubuh dengan dialisis. Konsentrasi natrium normal di
dalam darah adalah 135-145 mEq/L. Konsentrasi natrium di dalam
dialisat juga dipertahankan dalam rentang yang sama. Kadang-kadang
digunakan kadar natrium yang lebih tinggi, bila demikian, harus
dilakukan pengkajian yang hati-hati dan juga dibutuhkan peresepan dari
dokter. Sistem delivery dialisat dapat mengatur kadar natrium dialisat
selama tindakan hemodialisis. Kadar natrium dialisat diubah sesuai
dengan peresepan dari dokter.
Hal ini disebut natrium modelling.
Dengan sistem ini, sebagai contoh, dapat dimulai tindakan dengan
konsentrasi natrium tinggi dan perlahan-lahan dikurangi.
Perubahan natrium ini untuk mendapatkan pertukaran cairan yang lebih
efisien di dalam tubuh, untuk mengeluarkan cairan lebih cepat. Natrium
modelling juga dapat lebih baik dalam mengontrol tekanan darah dan
penarikan cairan. Hal ini membantu pasien untuk mentoleransi UF lebih
tinggi dengan komplikasi yang lebih sedikit. Meskipun demikian,
penggunaan natrium modelling juga meningkatkan rasa haus dan berat
badan serta hipertensi diantara tindakan dialisis.
2) Kalium (K+)
Kalium adalah elektrolit utama cairan intraseluler. Tubuh menjaga
jumlah yang diinginkan pada kedua sisi dari membran sel untuk
mengirim sinyal syaraf. Sejumlah kalium ditambahkan dalam dialisat
untuk menjaga kadar kalium plasma normal 3,5-5,5 mEq/L. Kalium di
dalam dialisat mempunyai rentang 0-4 mEq/L tergantung dari kebutuhan
pasien.
3) Magnesium (Mg++)
Magnesium penting untuk syaraf dan otot. Magnesium juga memicu
enzim-enzim yang berperan dalam penggunaan karbohidrat. Magnesium
ditemukan dalam plasma dalam kadar 1,4 – 2,1 mEq/L. Rentang
magnesium di dalam dialisat adalah 0,5-1,0 mEq/L
4) Calcium (Ca++)
Calcium ditemukan di dalam tubuh dalam cairan ekstraselular dan
intraseluler. Calcium membentuk tulang dan gigi, membantu gerakan
otot, dibutuhkan dalam proses pembekuan darah dan membantu
mengirim sinyal syaraf. Rentang normal calcium di dalam plasma antara
8,5-10,5 mg/dL (4,5.5,5 mEq/L). Kadar calcium serum biasanya 2,5-3,5
mEq/L kadang-kadang rentang yang lebih rendah digunakan jika pasien
mendapat calcium phosphat binders dan atau calcitriol, yang dapat
meningkatkan kadar calcium serum. Pasien dengan kadar calcium
predialisis cukup tinggi atau bahkan rendah, kadar calcium dialisatnya
dapat diubah.
5) Chloride (Cl-)
Konsentrasi chloride dalam dialisat tergantung pada kandungan kimianya
seperti sodium chloride, potassium chloride, magnesium chloride dan
calcium chloride. Kadar chloride dalam dialisat dalam rentang 100-124
mEq/L. Kadar chloride plasma normal 98-111 mM/L.
6) Glukose (C6H12O6)
Glukose dapat ditambahkan dalam dialisat untuk mencegah hilangnya
glukose serum dan untuk mengurangi katabolisme (pemecahan otot).
Penambahan kalori glukose dapat membantu pasien diabetik atau
malnutrisi. Kadar glukose dialisat dapat bervariasi dari 0-250 mg/dL.
Kadar glukose dalam dialisat dapat 2 atau 3 kali lebih tinggi
dibandingkan kadar normal dalam darah (70-105 mg/dL), berarti dialisat
dengan glukose berefek osmotik (menarik air) yang membantu UF.
7) Bicarbonat (HCO3)
Bicarbonat adalah buffer, substansi yang berperan dalam menjaga pH
konstan di dalam cairan, meskipun bila asam atau basa ditambahkan.
Ginjal yang sehat menjaga pH tubuh dalam batas yang sangat ketat agar
sel dapat bertahan hidup. Ginjal melakukannya dengan membuat dan
meregulasi bikarbonat. Bikarbonat ditambahkan dalam dialisat untuk
menjaga pH pasien. Bikarbonat digunakan oleh tubuh untuk menetralisir
asam yang terbentuk ketika sel memetabolisme protein dan makanan lain
yang digunakan untuk tenaga. Seseorang dengan penyakit ginjal kronik
tidak dapat mengeluarkan asam dalam jumlah yang cukup dalam urin,
sehingga akan mengalami kondisi asidosis metabolik yang konstan
(terlalu banyak asam dalam tubuh). Dalam dialisat, bikarbonat digunakan
untuk menggantikan simpanan buffer tubuh. Bikarbonat dapat
mengurangi masalah-masalah yang berhubungan dengan dialisis seperti
hipotensi, kram otot, dan kelelahan setelah tindakan hemodialisis.

GAMBARAN PROSES HEMODIALISIS BERLANGSUNG

(Sumber www.kidnevschool.org,2003)
Gambar 3. Gambaran Proses Hemodialisis berlangsung
BAB IV
MESIN HEMODIALISIS

A. Tujuan
Sistem delivery adalah mesin yang mencampur dan mengirim dialisat,
memompa darah melewati dializer, dan memonitor berbagai parameter dialisis
untuk memastikan keamanan dari tindakan dialisis. Hampir semua sistem
delivery mempunyai monitor parameter keamanan pasien dan mesin. Hal ini
meliputi blood flow, dialisat flow, temperatur dialisat, conductivity, tekanan
venous dan arterial, kebocoran darah dalam dialisat, tekanan darah pasien, dll.
Sistem delivery mempunyai dua subsistem utama, sistem delivery dialisat dan
sirkuit darah ekstrakorporeal.

B. Sistem delivery dialisat


Sistem delivery dialisat mengontrol jumlah air dan kimia di dalam dialisat,
mengatur konduktiviti, temperatur, pH, kecepatan aliran dan tekanan. Juga
mengecek bila terdapat darah di dalam dialisat.

C. Sistem Proportioning
Dalam sistem proporsioning, dialisat dibuat dengan mencampur konsentrat
baru dengan sejumlah air yang sudah diolah (water treatment). Pencampuran
dikontrol oleh mekanisme internal dan desain hidraulik dari sistem delivery.

D. Sistem Monitoring
Menggunakan dialisat yang salah dapat membuat tindakan dialisis menjadi
kurang efektif. Kesalahan ini bahkan dapat juga menyebabkan kegawatan atau
kematian pasien. Dialisat harus diperiksa dalam setiap kali tindakan untuk
memastikan konsentrasi dan temperaturnya sudah benar, dan mengalir dalam
kecepatan yang diinginkan. Beberapa sistem delivery juga memeriksa pH
dialisat secara kontinyu.
1. Konduktiviti
Kecuali glukose, bahan kimia di dalam dialisat seluruhnya adalah garam
(elektrolit). Garani terurai di dalam air untuk membentuk partikel positif
dan negatif yang disebut ion. Kadar elektrolit dialisat harus dijaga dalam
batas tertentu untuk menjaga keselamatan pasien. Sistem proporsioning
dialisat memeriksa kadar elektrolit total dalam dialisat dengan menguji
konduktiviti. Konduktiviti diuji dengan menempatkan suatu elektrode
dalam dialisat. Voltase diberikan pada elektrode, dan hasilnya diukur.
Pengukuran ini memberikan estimasi konsentrasi ion total dari dialisat.
2. Temperatur
Dialisat yang terlalu panas dapat menyebabkan hemolisis. Dialisat terlalu
dingin tidak membahayakan jiwa, namun dapat membuat pasien
kedinginan dan mengurangi difusi sehingga dialisisnya tidak efisien. Pada
seluruh sistem delivery dialisat, suhu dialisat dijaga dalam rentang 37°C
sampai 38°C. Air harus dipanaskan dulu sampai suhu yang diinginkan
sebelum dicampur dengan konsentrat.
3. Flow rate / kecepatan aliran
Kecepatan aliran dialisat menuju dializer dikontrol dengan suatu pompa.
Kecepatan aliran dialisat bervariasi dari 0-1000 mL/min
4. Blood leak detector (detektor kebocoran darah)
Membran dializer rapuh dan mudah patah, sehingga dapat menyebabkan
darah dan dialisat bercampur. Bila hal ini terjadi, pasien dapat kehilangan
darah cukup banyak dan atau darah dapat terkontaminasi oleh dialisat yang
tidak steril. Blood leak detector digunakan untuk memeriksa adanya darah
di dalam dialisat. Detektor dapat mengetahui sejumlah kecil dari darah,
yang mungkin tidak akan dapat dilihat oleh mata telanjang. Bila alarm
blood leak muncul, pompa darah akan berhenti dan selang venous diklem
untuk mencegah terbuangnya darah lebih banyak lagi.
5. pH
pH mengukur seberapa asam atau basa suatu cairan. pH dari sebuah cairan
berdasarkan jumlah ion asam (ion hydronium) atau ion alkali (ion
hydroxyl) yang terkandung di dalamnya. Cairan dengan:
a. Ion asam dan basa yang seimbang adalah netral dan mempunyai nilai
pH 7,0
b. lebih banyak ion asam, maka cairan menjadi asam dan nilai pH akan
kurang dari 7,0.
c. lebih banyak ion basa, cairan akan menjadi alkali dan nilai pH akan
lebih besar dari 7,0

E. Kontrol ultrafiltrasi
1. Ultrafiltrasi
Mengeluarkan kelebihan cairan adalah salah satu fungsi penting dari
tindakan dialisis yang adekuat. Keluarnya cairan dapat dicapai melalui
ultrafiltrasi (UF) yaitu gerakan cairan melewati membran dializer sebagai
respon terhadap adanya tekanan positif dan negatif. UF terjadi selama
tindakan dialisis bila tekanan pada kompartemen darah dari membran
dializer lebih positif dibandingkan tekanan pada kompartemen dialisat.
Hal ini akan mendorong cairan di dalam darah melewati membran menuju
kompartemen dialisat yang kemudian akan dibuang lewat drain. Perbedaan
antara keduan tekanan ini (gradien tekanan) disebut transmembran
pressure atau TMP.
2. TMP dan tekanan dialisat
TMP menentukan berapa banyak cairan dari darah yang didorong
melewati membran. Pada mesin-mesin lama, mesin dialisis menggunakan
sistem manual untuk menentukan TMP atau tekanan dialisat negatif untuk
mengeluarkan cairan. Perawat harus menentukan total cairan yang ingin
dikeluarkan dan kemudian hitung UFR/jamnya. Mesin-mesin dialisis saat
ini, sudah dapat menentukan TMP secara otomatis tanpa perawat harus
menghitungnya secara manual. Perawat hanya harus memasukkan jumlah
cairan yang ingin dikeluarkan (dalam mL) dan waktu tindakan dialisis.
3. Sistem kontrol UF
Kontrol UF maksudnya adalah kemampuan dari mesin dialisis
mengeluarkan cairan dari tubuh pasien, dan keakuratan pengukuran
jumlahnya. jumlah cairan yang dikeluarkan dalam satu periode waktu
adalah kecepatan ultrafiltrasi (UFR)

F. Sirkuit Ekstrakorporeal
Sirkuit ekstrakorporeal membawa darah dari akses pasien menuju dializer dan
kembali ke akses. Ini adalah subsistem mayor kedua dari sistem delivery
hemodialisis, Sirkuit ekstrakorporeal meliputi arterial dan venous blood lines
(pipa/selang darah arterial dan venous ), blood pump (pompa darah), heparin
pump (pompa heparin), dializer, klem venous line (klem selang venous),
monitor kecepatan aliran darah, monitor tekanan dan monitor udara.

Komponen & monitoring


1. Blood line / Selang darah
Selama hemodialisis, darah dari akses vaskuler pasien (jarum arterial /
inlet) mengalir ke dalam dializer. Darah mengalir kembali ke akses pasien
(jarum venous / outlet ) melewati blood line. Diameter dalam blood line
kecil, hanya sejumlah kecil darah, sekitar 100-250 mL darah yang berada
di luar tubuh pasien dalam satu waktu.
Terdapat dua bagian selang darah, arterial dan venous. Bagian arterial
lebih sering ditandai dengan warna merah, bagian venous ditandai dengan
warna biru. Darah mengalir dengan lancar didalam selang untuk
mengurangi resiko terjadinya clotting (darah membeku) dan gelembung
udara.
Bagian dari selang darah meliputi:
a. Konektor pasien: ujung, atau konektor ‘luer lok’, pada bagian ujung
dari selang darah arterial dan venous menghubungkan selang dengan
jarum atau fistula pasien.
b. Konektor dializer: konektor luer lok pada ujung lain dari selang darah
menghubungkan selang dengan dializer. Selang bagian arterial
dihubungkan dengan ujung arterial dari dializer. Selang bagian venous
dihubungkan dengan ujung venous dari dializer.
c. Bubble trap/perangkap udara: untuk memonitor tekanan arterial atau
venous di dalam sirkuit darah. Bubble trap menggunakan selang
monitor yang dilengkapi tranducer protector, dan mengumpulkan atau
‘menangkap’ udara yang secara tidak sengaja masuk ke dalam sirkuit
ekstrakorporeal. Bubble trap juga dapat menahan clot (bekuan darah)
dalam sirkuit ekstrakorporeal agar tidak sampai masuk ke tubuh pasien
dengan menggunakan semacam saringan tipis. Bubble trap dengan
saringan ini terletak pada bagian selang venous, sesudah dializer dan
sebelum akses pasien.
d. Segmen Blood pump: Segmen Blood pump lentur, merupakan bagian
dari selang arterial yang berdiameter lebih besar. Bagian dipasang
pada putaran pompa darah.
e. Selang infus heparin: selama dialisis heparin dapat diberikan pada
pasien melalui selang dengan diameter yang sangat kecil yang terdapat
pada blood line. Selang infus heparin lebih sering ditempatkan pada
selang arterial sebelum dializer.
f. Selang infus NaCl: Selang ini dapat digunakan untuk memberikan
NaCl pada pasien selama dialisis. Lebih sering ditempatkan pada
bagian arterial dari blood line sebelum blood pump, sehingga NaCl
dapat dipompa ke dalam sirkuit. Bila selang infus NaCl tidak diklem
dengan tepat, terlalu banyak air atau udara dapat masuk ke dalam
sirkuit ekstrakorporeal.
2. Tranducer protector (Pelindung tranducer)
Tranducer adalah suatu alas mekanik didalam mesin yang mengubah
tekanan udara menjadi sinyal elektronik. Sinyal ini digunakan untuk
menampilkan venous pressure (tekanan venous), arterial pressure
(tekanan arterial), dan TMP. Kelembaban akan merusak tranducer.
Pelindung tranducer adalah barier antara darah di dalam selang dan
tranducer di dalam mesin. Pelindung tranducer dihubungkan dengan
selang arterial dan atau selang venous lewat selang kecil dibagian atas dari
bubble trap. Pada selang tranducer terdapat klem kecil di tengahnya.
Pelindung tranducer menghubungkan ujung dari selang ini dan merupakan
penghubung antara mesin dengan selang darah (bubble trap).
Pelindung tranducer menggunakan membran dengan ukuran poros 0,2
mikron yang akan hidrophobic bila basah, sehingga cairan tidak dapat
lewat. Bila filter ini basah, maka akan mencegah udara mengalir.
Pelindung tranducer yang basah atau selang tranducer diklem
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam mengukur tekanan arterial
maupun venous.
3. Blood pump (pompa darah) / blood flow rate (kecepatan aliran darah)
Blood pump (pompa darah) mengalirkan darah dari jarum arterial pasien
melewati blood line, menuju dializer, kemudian kembali ke tubuh pasien
lewat jarum venous. Tipe pompa darah yang sering digunakan adalah
pompa roller. Pompa ini menggunakan motor yang memutar roller head.
Kecepatan dari roller menentukan kecepatan aliran darah, yang diatur oleh
staf dialisis. Kecepatan aliran darah dapat bervariasi antara 0-600
mL/menit.
Dalam keadaan emergensi, semua pompa darah mempunyai metode untuk
diputar secara manual dengan tangan.
4. Monitor tekanan ekstrakorporeal
Tekanan di dalam sirkuit ekstrakorporeal tergantung dari kecepatan aliran
darah dan resistensi terhadap aliran. Resistensi terjadi hampir di seluruh
bagian sirkuit ekstrakorporeal: jarum pada akses vaskuler, blood line, dan
dializer. Pompa darah digunakan untuk mengatasi resistensi ini. Tekanan
ditampilkan dalam mmHg. Monitoring tekanan ekstrakorporeal digunakan
untuk menghitung TMP dan memastikan keselamatan pasien.
5. Air detectors (Detektor udara)
Udara dapat menyebabkan kematian bila masuk dalam aliran darah pasien.
Detektor udara/gelembung udara (air/foam detector) secara kontinyu
memeriksa darah di dalam selang venous terhadap adanya udara atau
gelembung udara. Bila detektor udara menangkap sinyal adanya udara,
akan memicu alarm suara dan alarm visual, pompa darah berhenti, venous
blood line secara otomatis akan diklem, untuk menjaga jangan sampai
udara masuk ke dalam aliran darah pasien.
6. Sistem heparin
Ketika darah pasien bersentuhan dengan material dari blood line dan
dializer, maka darah cenderung menjendal. Heparin, obat anti pembekuan
atau antikoagulan, digunakan untuk mencegah clotting pada sirkuit darah
ekstrakorporeal. Beberapa pusat dialisis memberikan heparin secara
intermitten selama dialisis, menyuntikkan sejumlah heparin dalam blood
line arterial pada waktu-waktu yang ditentukan. Heparin juga dapat
diberikan secara bolus, seluruh obat diberikan sekaligus sebelum tindakan
dimulai.
Pusat dialisis lain memberikan heparin dengan infus kontinyu
(kecepatannya ditentukan selama tindakan hemodialisis berlangsung).
Spuit yang diisi heparin, selang infus heparin dan pompa heparin
digunakan dan pompa perlahan-lahan menyuntikkan heparin ke sirkuit
ekstrakorporeal. Heparin dimasukkan dalam selang heparin pada blood
line arterial sebelum dializer. Sebagian besar selang heparin ditempatkan
setelah segmen blood pump. Hal ini untuk menghindari tekanan negatif
pada sirkuit darah yang dapat menarik udara ke dalam sirkuit
ekstrakorporeal melalui selang heparin.
BAB V
AKSES LINTUK HEMODIALISIS

Dialisis memerlukan darah pasien agar dapat terekspos dengan dialisat melewati
membran semipermeabel. Hal ini dicapai dengan mensirkulasi darah keluar tuba
pasien ke dializer. Hemodialisis membutuhkan aliran darah yang tinggi antara
250-450 ml/mnt. Aliran sebesar itu tidak dapat dicapai dengan vena perifer.
Sehingga dialisis membutuhkan akses venous sentral untuk menyediakan
kebutuhan aliran darah tersebut. Bila dialisis dilakukan jangka panjang maka
dibutuhkan akses permanen yang ideal (fistula, graft atau permacath) dan kanulasi
akses temporer menggunakan vena besar (femoral, subklavia atau jugular internal)
paling sering digunakan.

A. Akut / Akses Temporer


Akses akut dibutuhkan untuk pasien dengan gagal ginjal akut atau pada pasien
yang hanya membutuhkan dialisis jangka pendek. Akses ini juga dibutuhkan
oleh pasien dengan gagal ginjal kronik bila:
1. Membutuhkan dialisis segera dan belum mempunyai akses permanen
2. Akses permanen belum siap digunakan
3. Akses permanen infeksi atau mengalami trombosis

Vascath (percutaneus venous kateter) Subd avian catheter


Vascath sebenarnya adalah nama merk dagang namun sering digunakan oleh
staf dialisis sehingga semua kateter venous disebut dengan vascath. Kateter
dimasukkan pada vena besar yang ada di subklavian, femoral atau jugular
internal. Kateter dapat single atau double lumen (namun yang sering
digunakan adalah double lumen) dan tersedia dengan panjang yang berbeda-
beda. Kateter tripel lumen juga tersedia dan dapat digunakan pada pasien
dengan kondisi akut yang juga membutuhkan infus antibiotik atan nutrisi
parenteral diantara dialisis.
1. Insersi:
Ahli anastesi yang memasang vascath dengan lokal anastesi. Kemudian
dijahit di bagian luar, dan harus dijahit sebelum digunakan. Posisi kateter
dipastikan dengan melakukan X-ray dada (untuk akses subklavian &
jugular) dan kateter kemudian dapat segera dipergunakan.
2. Penanganan:
Patensi vascath dapat dijaga dengan melakukan flushing secara regular
diantara dialisis atau dengan memberikan heparin / merendamnya dengan
heparin. Pemberian heparin lebih sering digunakan sehingga kateter tidak
sering dibuka.
Menyambung dan melepas untuk dialisis mudah dilakukan namun
membutuhkan prosedur yang steril oleh perawat yang sudah terlatih sesuai
dengan protokol unit.
Dressing dari tempat insersi kateter biasanya dilakukan sebelum dialisis,
juga untuk mengkaji tempat insersi.
3. Komplikasi:
Komplikasi yang sering terjadi pada vascath adalah trombosis dan infeksi.
Trombosis dapat muncul ketika menyiapkan kateter untuk dialisis atau
muncul bila alirannya pelan. Infeksi dapat muncul di daerah exit site
dengan kemerahan, nyeri tekan dan keluar eksudat pada daerah insersi.
Infeksi intraluminal juga dapat terjadi bila muncul demam pada pasien
atau tanda tanda sepsis lain. Kateter harus segera dilepas bila diduga
demam muncul karena infeksi kateter. Selama pemasangan, (lewat
subclavia) ada resiko mengalami hemothoraks dan pneumothoraks. Pasien
harus diobservasi pemasangan dan X-ray dada akan dapat memastikan
adanya masalah tersebut diatas.

B. Kronik / Akses Permanen


Kronik atau akses permanen hanya digunakan oleh pasien yang harus
dilakukan dialisis permanen atau untuk persiapan dilakukan tindakan dialisis
suatu saat nanti. Akses internal seperti fistula atau graft adalah akses yang
dipilih untuk penggunaan jangka panjang.
1. Arterio-venous fistula

Gambar 5. AV fistula (akses permanen)

Gambar 6. AV Fistula tersambung dengan mesin hemodialisis

a. Insersi:
Fistula adalah anastomosis subcutaneus arteri &. vena. Fistula
umumnya dibuat di kamar operasi dengan lokal anastesi oleh ahli
bedah vaskular. Lengan bawah adalah tempat yang paling sering
digunakan dan yang paling sering digunakan adalah arteri radialis dan
vena cephalika. Pembuluh lain yang juga dapat digunakan adalah arteri
ulnar & vena basilika. Pada lengan atas arteri brachialis dapat
dianastomosis dilakukan side to side atau end to side (end vena ke side
arteri) atau end to end, yang biasanya menyediakan aliran lebih baik
dan mengurangi resiko syndrome steal dan distensi vena pembuluh
darah. Fistula tidak dapat segera digunakan. Idealnya harus ditunggu
6-8 minggu agar matur. Vena yang kini membawa darah arteri akan
mengembang dan memungkinkan untuk dilakukan kanulasi. Bila akses
menjadi masalah dan fistula berkembang dengan baik, dapat dilakukan
penusukan segera dengan persetujuan dari ahli bedah vaskular.
b. Penanganan:
Bila luka sudah membaik, perawatan fistula dapat dilakukan dengan
memeriksa secara rutin dan mencegah terjadinya clotting & infeksi.
Memeriksa fistula dilakukan dengan merasakan / meraba diatas
anastomosis terhadap adanya ‘buzzing’ yang lebih dikenal sebagai
‘thrill’. Bila tidak teraba atau teraba lemah gunakan stetoskop
terdengar atau sangat lemah, segera hubungi atilt bedah. Jangan
lakukan kanulasi fistula bila akses tidak paten.
Patensi akses vaskuler dijaga dengan:
1) Hindari hipotensi / dehidrasi.
2) Jangan mengukur tekanan darah atau mengambil darah pasien dari
lengan yang terdapat fistula.
3) Pasien disarankan untuk menghindari pakaian yang ketat pada
daerah fistula.
4) Jangan pernah gunakan torniquet pada lengan yang terdapat fistula
kecuali dilakukan oleh staf dialisis.
Infeksi dicegah dengan teknik aseptik yang baik saat memasang dan
mengeluarkan kanula dialisis. Plester atau kasa dressing biasanya
diletakkan diatas tempat penusukan kanula setelah tindakan dialisis
dan dibiarkan sampai hari berikutnya.
c. Komplikasi:
Infeksi dan trombosis adalah komplikasi yang paling sering terjadi,
namun kejadiannya lebih sedikit dibandingkan pemakaian shunt dan
vascath. Komplikasi lain meliputi STEAL SINDROME & formasi
ANEURYSM.
Steal sindrome adalah refleksi dari insufisiensi arterial. Terjadi lebih
sering pada anastomosis side to side pada arteri radialis. Selama
dialisis aliran yang mengarah menuju mesin, ‘mencuri/ mengambil’
darah dari aliran arterial distal. Pasien dapat mengeluh nyeri iskemik
atau tangan terasa dingin selama dialisis. Pada kasus yang lebih berat
gangren dan nekrosis pada jari dapat terjadi. Masalah ini diatasi
dengan pembedahan pada arteri radialis distal pada fistula. Hal ini
harus dilakukan jauh sebelum terjadi nekrosis.
Aneurysm digambarkan sebagai ‘sacular dilatasi dinding pembuluh
darah’ (Gutch, Stoner & Corea,1993) umumnya sebagai akibat dari
insersi jarum berulang pada daerah yang sama dan dapat dicegah
dengan melakukan penusukan dengan variasi tempat sebanyak
mungkin untuk mendengarkan bruit. Bila bruit tidak Anastomosis
dengan vena basilika.
2. Graft

Gambar 7. Graft pada lengan bawah

a. Insersi:
Formasi dari fistula graft dengan implantasi pembedahan
menggunakan suatu graft yang dapat berupa Dacron, graft vena
umbilical, pembuluh darah bovine atau bahkan vena saphemous pasien
sendiri. Graft disambungkan dengan arteri dan vena. Biasanya
dilakukan pada pasien yang mempunyai pembuluh darah kecil atau
tidak adekuat untuk dilakukan A-V fistula atau yang telah dilakukan
fistula namun gagal. Biasanya dilakukan di kamar operasi dengan
anastesi umum. Tempat sama dengan A-V fistula namun graft lebih
sering diletakkan pada U shape.
b. Penanganan:
Elevasi tangan post operasi penting dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya bengkak dan juga dibutuhkan analgetik dalam jumlah cukup
banyak. Pengecekan & pemeliharaan patensi graft dilakukan sama
seperti pada fistula. Graft juga membutuhkan waktu untuk
menyembuhkan anastomosis sebelum digunakan namun tidak selama
fistula karena graft tidak membutuhkan waktu untuk matur. Graft
dapat digunakan langsung setelah operasi, namun biasanya tidak
digunakan dulu selama 2-4 minggu, dan bila telah digunakan jarum
ditusukkan langsung pada graft.
c. Komplikasi:
Yang tersering adalah infeksi dan thrombosis.
Infeksi adalah komplikasi yang serius ruptur graft dan dapat terjadi
perdarahan. Hal ini harus dideteksi sedini mungkin dan diatasi
sesegera mungkin.
Thrombosis terjadi lebih sering pada graft dibandingkan dengan A-V
fistula, namun bekuan darah dapat dihilangkan melalui pembedahan.
Pseudo aneurysm juga salah satu masalah dalam pemasangan graft
karena grarft diletakkan disekitar jaringan untuk bergranulasi &
memberikan ruang untuk tempat insersi jarum. Penting untuk
melakukan penusukan dengan variasi tempat untuk mencegah hal ini
terjadi.
3. Permacath / vascath permanen
Vascath permanen adalah akses alternatif permanen lain bagi pasien yang
gagal dilakukan fistula atau graft. Vascath ditanam dibawah kulit untuk
meminimalisir infeksi, dan terdapat cuff dacron untuk menahan cateter dan
memberikan barier lebih lanjut terhadap infeksi. Perawatannya sama
seperti vascath lain dan dapat digunakan oleh pasien selama setahun atau
lebih.dengan cermat selama dan setelah

Gambar 8. Permacath permanen

C. Aspek Kanulasi
1. Pengkajian
a. Tipe akses
Arah aliran: bila arah tidak jelas atau akses masih baru à berikan
tekanan untuk menghambat aliran pada pembuluh darah dan rasakan
pembuluh darah distal & proksimal terhadap hambatan. Pulsasi yang
lebih kuat akan dirasakan pada arterial end sedangkan venous end
pulsasinya kecil atau bahkan tidak teraba.
b. Tanda-tanda infeksi: kemerahan, bengkak, nyeri-nyeri tekan, pus
c. Patency: adanya thrill atau bruit. Bila terjadi clotting pasien akan
merasa denyutan atau nyeri di dekat anastomosis, lengan juga akan
mengalami pembengkakan.
d. Tempat penusukan: lakukan variasi tempat sebanyak mungkin, hindari
juga daerah yang mengalami memar.
Tips untuk kanulasi fistula & graft
a. Tempat: lakukan variasi sebanyak mungkin
1) Jangan pernah melakukan penusukan kurang dari 3 cm dari
anastomosis
2) Arahkan jarum arterial melawan aliran
3) Lakukan penusukan jarum venous searah dengan aliran
4) Pastikan bahwa kedua jarum tidak berdekatan, minimal berjarak 5
cm
5) Hindari luka lama atau daerah yang mengalami memar.
b. Teknik:
1) Bersihkan daerah tempat penusukan sesuai dengan policy institusi.
2) Gunakan tourniquet bila perlu.
3) Berikan anastesi lokal (sesuai policy).
4) Kencangkan tourniquet, masukkan jarum perlahan kira-kira dengan
sudut 40 derajat dengan kulit. Jangan ragu-ragu saat menusukkan
jarum.
5) Amati pulsasi darah pada jarum untuk memastikan jarum berada di
dalam pembuluh darah.
6) Bila terdapat tahanan, tarik jarum keluar perlahan, ulangi
penusukan setelah merasakan kembali posisi pembuluh darah.
7) Cek dan flush jarum.
8) Fiksasi dengan plester secara hati-hati, pastikan jarum berada di
dalam pembuluh darah dan plester menutupi wing pada posisi yang
benar.
9) Pastikan tempat penusukan tertutup kasa.
c. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk graft:
1) Jangan pernah menggunakan tourniquet.
2) Jarum harus diputar untuk mencegah kerusakan pada bagian bawah
pembuluh darah karena ujung jarum.
3) Gunakan dua jari untuk menahan tempat penusukan setelah jarum
dikeluarkan karena alirannya sangat kuat dan pembuluhnya besar.
d. Akses baru
1) Cek dulu, apakah akses sudah boleh dipakai.
2) Kaji kepatenan, tipe akses dan arah aliran.
3) Gunakan tourniquet sesingkat mungkin à segera lepaskan
tourniquet sesegera mungkin bila seluruh jarum telah berada di
dalam pembuluh darah.
4) Gunakan jarum kecil. 16G atau 17G.
5) Pembuluh darah yang baru sangat lemah / lembut. Masukkan jarum
perlahan tapi pasti dan dirasakan dengan hati-hati untuk
menghindari trauma pada samping atau bawah pembuluh darah.
6) Keluarkan jarum bila mengalami kesulitan atau terjadi bengkak.
7) Flush perlahan dan lakukan dialisis segera.
8) Mini heparin biasanya diberikan pada kanulasi pertama.
9) Naikkan blood flow perlahan-lahan dan monitor dengan cermat
terhadap adanya bengkak, jangan berikan Blood Flow Rate (BFR)
lebih besar dari 150 ml/mnt pada kanulasi pertama, pada dialisis
pertama.
e. Melepaskan jarum
1) Lepaskan jarum satu persatu.
2) Tekan tiap tempat penusukan masing-masing lebih kurang 10
menit, untuk menjaga kemungkinan, walaupun perdarahan sudah
berhenti namun perdarahan dibawah kulit kadang masih sering
terjadi. Tekan tempat penusukan dengan tekanan yang tidak
sampai menghambat seluruh aliran fistula, rasakan masih adanya
aliran darah dengan tangan yang lain.
3) Jangan biarkan pasien menekan tempat penusukan pada penusukan
pertama namun jelaskan apa yang harus mereka lakukan
selanjutnya.
4) Pastikan fistula sudah mengalami perdarahan sebelum pasien
meninggalkan pusat dialisis.
5) Bila perlu berikan pasien kasa untuk dibawa pulang dan berikan
penjelasan apa yang harus dilakukan bila terjadi perdarahan di
rumah.
f. Pendidikan pasien
1) Pastikan pasien tahu apa yang harus dilakukan di rumah
2) Ajarkan pasien untuk memberikan tekanan pada tempat penusukan
bila terjadi perdarahan di rumah (atau dalam perjalanan pulang)
3) Pastikan pasien mempunyai kasa dalam tas dan di rumah
4) Ingatkan pasien bagaimana cara mengecek fistula di rumah
BAB VI
ANTIKOAGULASI DAN DIALISIS

Mengapa kita membutuhkan antikoagulan pada dialisis?


1. Hemodialisis mengekspos darah pada berbagai permukaan asing, yang akan
memicu formasi clot (bekuan darah)
2. Substansi asing ini meliputi kanula fistula, blood line dan membran dializer
3. Antikoagulasi selama dialisis penting untuk meminimalisir potensial
terjadinya clotting pada sirkuit ekstrakorporeal
4. Clotting pada sirkuit tidak diinginkan dan dapat menghambat efisiensi proses
dialisis dan menyebabkan hilangnya darah dan haemoglobin pada pasien yang
telah memiliki Hb rendah

A. Pengkajian antikoagulasi pasien


Sebelum melakukan tiap hemodialisis penting untuk mengkaji status koagulasi
pasien.
1. Pengkajian visual
a. Memar
b. Perdarahan
c. Bercak darah merah
2. Riwayat pasien
a. Verbalisasi perdarahan yang akhir-akhir ini terjadi
b. Pembedahan
c. Trombositopenia
d. Perubahan medikasi (misal warfarin, EPO, aspirin atau antiplatelet
agen)
e. Hematokrit tinggi
f. Kecepatan aliran darah rendah
g. Kecepatan ultrafiltrasi tinggi
B. Agen apa yang digunakan untuk antikoagulan pada dialisis ?
Standar heparin tradisional biasanya yang paling sering digunakan sebagai
agen antikoagulasi pada dialisis.
1. Efektif
2. Umur obat pendek sehingga memungkinkan hanya terjadi antikoagulasi
hanya pada saat dialisis
3. Lebih murah
4. Mudah untuk mengatur dosis
Belakangan ini lebih dianjurkan untuk penggunaan Low Molecular Weight
Heparin (LMWH)
1. LMWH dipilih lebih untuk alasan kemudahan dan kenyamanan
administrasi
2. Lebih mahal
3. Tidak semua pasien cocok menggunakan antikoagulasi LMWH

C. Antikoagulasi selama Dialisis


1. Definisi:
Loading dose: adalah dosis awal heparin yang bertujuan untuk
meningkatkan clotting time 10-60 detik diatas clotting time baseline
pasien. Infus maintenance: adalah dosis heparin yang secara kontinyu
diinfuskan selama dialisis yang bertujuan untuk menjaga keefektifan
antikoagulasi.
Untuk pasien stabil tanpa resiko perdarahan, heparin dapat diberikan
secara kontinyu. Diberikan dosis awal secara bolus 2000 unit, kemudian
tunggu 3-5 menit untuk memberikan kesempatan heparin menyebar
merata, kemudian dialisis dimulai. Dilanjutkan dengan infus heparin
dengan kecepatan 1000 unit/jam secara kontinyu (dengan pompa).
Heparin dapat diberikan secara bolus yang berulang-ulang / intermitten,
berikan dosis bolus awal (50-100 unit/kgBB), kemudian setiap jam
diberikan 1000-2000 unit, tergantung masa pembekuan. (Pernefri,2003)
2. Observasi :
a) Selang, bubles (selama dan setelah dialisis)
b) Dializer ? Hitam, bergaris garis
c) Tekanan
o  dializer clot  VP rendah
o  VP tinggi  clotting pada buble venous
d) Warna darah ? Gelap
e) TMP ? Meningkat
f) Flush dengan NaCl untuk melihat sirkuit
g) Post dialisis –
o Keadaan dializer
o Waktu yang dibutuhkan sampai perdarahan berhenti pada tempat
penusukan
h) Pada pasien beresiko – observasi luka,

D. Heparin Terbatas
Juga disebut heparin ketat, heparin dosis rendah dan minimal heparin
1. Tujuan: untuk menjaga clotting time diatas baseline, biasanya 10-15 detik
diatas baseline. Pasien yang membutuhkan heparin terbatas:
a) Baru saja mengalami pembedahan
b) Baru saja mengalami injuri atau trauma
c) Baru saja kehilangan darah
d) Gangguan koagulasi
e) Pasien baru atau akut sampai pemberian heparin normal telah dapat
ditentukan (atau free heparin)
2. Metode
Dosis pasien baru :
a) 250 – 500 unit untuk loading dose
b) 500 – 800 setiap jam untuk maintenance
Dosis pasien lama:
a) Separuh dari loading dose yang biasa diberikan
b) Maintenance heparin dengan infus

E. Dialisis Bebas Heparin


Pasien membutuhkan heparin agar dapat dilakukan dialisis. Namun ada juga
kemungkinan untuk melakukan dialisis tanpa heparin. Keberhasilan dialisis
bebas heparin tergantung pada beberapa faktor. Pengkajian kondisi pasien dan
persiapan menjadi sangat penting. Metode dalam melakukan dialisis bebas
heparin berbeda dan staf harus memperhatikan protokol dari masing-masing
unit.
1. Indikasi untuk Dialisis Bebas Heparin
Dialisis bebas heparin diindikasikan untuk semua pasien yang mempunyai
resiko tinggi terjadi perdarahan hebat atau bila heparin merupakan kontra
indikasi, termasuk diantaranya:
a) Trauma hebat/ baru saja mengalami trauma
b) Baru saja mengalami pembedahan vaskular
c) Perdarahan aktif/baru saja mengalami perdarahan (misalnya dari ulcer
peptikum)
d) Persiapan operasi segera (misal dialisis pre transplant)
e) Perikarditis
2. Pengkajian Kondisi Pasien
Banyak faktor akan mempengaruhi kemampuan setiap individu untuk
dilakukan dialisis bebas heparin. Beberapa hal dibawah ini harus
diperhatikan:
a) Haemoglobin pasien dengan Hb tinggi kurang baik dilakukan dialisis
bebas heparin
b) Pengamatan koagulasi: bila pasien mempunyai koagulasi nomal,
kemungkinan akan mengalami clot pada dializer. Baseline clotting
time dapat memberikan petunjuk pada status pasien
c) Medikasi: lihat apakah pasien sudah mendapatkan infus heparin atau
heparin subkutan. Cek juga untuk antikoagulan lain. Pasien yang telah
mendapatkan antikoagulan kemungkinan tidak akan mengalami clot
pada sirkuit
d) Dialisis sebelumnya: bila pasien pernah dilakukan dialisis sebelumnya,
pelajari kebutuhan heparin sebelumnya. Pasien yang bisanya
membutuhkan jumlah heparin banyak atau yang sering mengalami clot
pada dializernya dengan pemakaian heparin normal kemungkinan akan
mengalami clot bila menggunakan dialisis bebas heparin
e) Kondisi uremia: pasien uremik akut biasanya mempunyai waktu
bleeding time yang lebih panjang sehingga kemungkinan tidak akan
terjacit clot pada dializer atau sirkuit
f) Dialisis order: keberhasilan dapat dicapai pada dialisis dengan waktu
singkat, blood flow tinggi. Sebaiknya dialisis bebas heparin
menggunakan membran sintetik daripada selulose asetat.
3. Persiapan
Persiapan untuk dialisis bebas heparin tidak jauh berbeda dengan dialisis
normal namun harus diberikan perhatian ekstra terhadap faktor-faktor
yang menyebabkan clotting. Beberapa hal ini harus diperhatikan:
a) Lakukan priming seluruh sirkuit dengan hati-hati. Pastikan seluruh
udara dalam sirkuit bersih
b) Lakukan priming selang heparin dengan NaCl
c) Pastikan akses pasien bagus dan aliran darah lancar sebelum memulai
dialisis
d) Program keluarnya cairan termasuk keluarnya cairan yang digunakan
untuk flush selama dialisis
e) Dialisis bebas heparin yang sesungguhnya, tidak termasuk penggunaan
heparin pada saat priming (kecuali bila heparin kemudian dibuang
sebelum disambungkan dengan pasien).
4. Memulai Dialisis
Bila akses sudah siap, dialisis harus segera dimulai dengan tujuan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya clotting. Kecuali kontraindikasi,
beberapa hal berikut ini harus dilakukan:
a) Sambungkan selang dialisis sehingga cairan priming tidak terbuang
b) Naikkan kecepatan aliran darah segera
c) Usahakan kecepatan aliran darah setinggi mungkin (setidaknya 250
ml/mnt)
d) Hindari adanya hambatan pada aliran darah
5. Penanganan Selama Dialisis
Kunci utama selama dialisis adalah untuk mencegah clotting dan monitor
sirkuit terhadap adanya tanda-tanda clotting. Belum dapat dipastikan
pemberian NaCl dapat mencegah terjadinya clotting, namun beberapa unit
merekomendasikan hal ini. Hal ini juga untuk melakukan pengkajian
visual terhadap tingkatan clotting pada sirkuit sehingga dapat dilakukan
tindakan sebelum selang atau dializer clotting total.
Flush NaCl dilakukan dengan interval 20-30 menit dengan volume yang
mencukupi untuk membersihkan darah (biasanya 100cc, namun beberapa
unit merekomendasikan 200cc setiap kali flush) cairan NaCl yang
digunakan untuk flush harus ditambahkan pada penghitungan keluarnya
cairan.
BAB VII
TINDAKAN HEMODIALISIS REGULER

Pasien yang mengalami gagal ginjal kronik dan kemudian berkembang


menjadi gagal ginjal terminal membutuhkan dialisis secara rutin. Sesi ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang relevan sebagai pertimbangan
untuk memulai dan menjaga pasien tetap pada terapi dialisis reguler.
A. Kapan Kita Memulai Dialisis?
Keputusan untuk memulai dialisis pada pasien dengan gagal ginjal terminal
harus dibuat berdasarkan evaluasi gambaran klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium. Ini adalah pengkajian yang sangat individual. Namun pasien
juga tidak boleh dibiarkan sampai mengalami komplikasi yang serius. Pernefri
(2003) dalarn konsensus dialisis juga memberikan panduan saat memulai
dialisis. (inisiasi), disebutkan bahwa secara ideal semua pasien dengan LFG <
15 mL/menit dapat mulai menjalani dialisis.
Indikasi untuk dialisis meliputi:
1. Kegagalan penanganan konservatif, gejalanya memburuk
2. Mual, muntah, nafsu makan hilang
3. Kadar ureum dan kreatinin tinggi
4. Hiperkalemia  indikasi absolut
5. Asidosis berat  indikasi absolut
6. Kelebihan cairan  bila sampai mengalami udema paru  indikasi
absolut
7. Perikarditis  indikasi absolut
Dialisis harus dimulai lebih awal pada pasien dengan :
1. Diabetes  lebih banyak mengalami komplikasi, lebih sulit untuk
mengatur diit ginjal dan diabetes
2. Neuropati perifer  indikasi efek uremia pada sistem saraf perifer
3. Encephalopaty uremikum  indikasi efek yang berat pada sistem saraf
pusat
4. Hipertensi maligna  mungkin dapat membaik dengan pengeluaran cairan
pada dialisis.

B. Pre Planning
Di Indonesia hal ini tidak begitu mudah dilakukan mengingat seringnya pasien
datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan yang mengharuskan untuk
dilakukan dialisis segera, namun bila memungkinkan pre planning meliputi :
1. Edukasi sehubungan dengan fungsi ginjal, implikasi dari gagal ginjal dan
pilihan tindakan
2. Perkiraan tingkat fungsi ginjal dan kecepatan penurunan fungsinya. Hal ini
memberikan pasien waktu untuk menyiapkan diri terhadap tindakan
dialisis
3. Diskusi tentang pilihan tindakan yang akan dilakukan harus dilakukan
seawal mungkin
4. Akses untuk hemodialisis sebaiknya dibuat 6-12 bulan sebelum
kemungkinan dilakukan dialisis

C. Pilihan Tindakan
Idealnya pilihan dibuat oleh pasien setelah mendapatkan pendidikan kesehatan
dan diskusi dengan dokter atau perawat yang relevan. Pertimbangan meliputi:
1. Faktor pasien  pilihan pasien, gaya hidup, kemandirian pasien,
kemampuan untuk melakukan perawatan diri, support keluarga
2. Pertimbangan medis  penyebab gagal ginjal, status kardiovaskuler,
umur, kualitas hidup, kepatuhan
3. Ketersediaan dana  faktor finansial dapat mempengaruhi pada pilihan
tindakan.
Umumnya pilihan pertama adalah antara hemodialisis dan peritoneal dialisis.
Kedua metode ini menekankan pada mensupport pasien semandiri mungkin.
D. Memulai Dialisis pada Pasien Baru
Dialisis pertama
Beberapa pertimbangan diperlukan pada pasien yang akan dilakukan tindakan
dialisis pertama kali.
1. Kaji status hidrasi pasien untuk memulai proses menentukan berat badan
ideal pasien
2. Menentukan resep dialisis pasien setelah dialisis pertama, meliputi:
a. Waktu
b. Dializer
c. Cairan yang ingin dikeluarkan  nol sampai minimal kecuali bila
pasien sangat kelebihan cairan
d. Kecepatan aliran darah, umumnya untuk dialisis pertama 150-180
ml/mnt (tergantung unit masing-masing)
e. Dialisat  kalium, kalsium, sodium, dll harus dipertimbangkan,
review hasil pemeriksaan darah dan didukung pada awal dialisis
3. Menentukan resep antikoagulasi yang sesuai untuk pasien
4. Kaji patensi akses vaskuler, arah aliran dan tanda-tanda infeksi. Bila
fistulanya baru, lihat apakah sudah boleh digunakan lakukan pemeriksaan
darah sesuai dengan protap masing-masing unit termasuk pemeriksaan
darah pre dan post dialisis.
5. Berikan pasien rasa nyaman dan penjelasan
6. Observasi pasien terhadap gejala-gejala / komplikasi. Beritahu pasien
untuk memanggil perawat bila pasien mempunyai tanda-tanda penurunan
tekanan darah à beritahukan pasien tanda-tanda yang harus diperhatikan
7. Mulailah melakukan edukasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan
dialisis, disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk dapat menerimanya

E. Prosedur pada Pasien Baru


Prosedur pada pasien baru didisain untuk memulai tindakan dialisis pada
pasien dengan gejala yang minimal dan secara bertahap ditingkatkan, seiring
dengan pasien beradaptasi baik secara fisik maupun psikologi. Beberapa unit
menggunakan clinical pathway untuk pasien baru sehingga mempunyai
panduan yang sama. Penekanannya adalah pengkajian setiap hari dan review
dari kebutuhan individu pasien.
Tujuannya adalah untuk:
1. Mencegah dialisis disequilibrium sindrome
2. Menghindari / memilimalisir gejala
3. Memulai pengkajian dasar
4. Memulai edukasi
5. Menyesuaikan resep pada tiap dialisis untuk dapat menemukan kebutuhan
pasien yang spesifik sampai resep yang sesuai telah didapat.
Prosedur pasien baru adalah panduan umum untuk dialisis pada pasien baru
dan menentukan waktu dan kecepatan aliran darah, perubahan yang harus
dibuat pada minggu pertama dan juga sebagai dokumentasi pasien. Hal ini
memungkinkan setiap staf dialisis untuk mengevaluasi tentang kondisi pasien
sampai resep yang sesuai ditentukan.
BAB VIII
MENGKAJI ADEKUASI DIALISIS

Saat pasien telah dilakukan dialisis pertama dan dilanjutkan dengan


dialisis rutin maka penting untuk melakukan pengkajian untuk menentukan
apakah pasien telah mendapatkan dialisis yang adekuat. Pengkajian dialisis harus
meliputi review dari:
A. Gejala Pasien
Gejala-gejala pasien yang mungkin berhubungan dengan uremia. Adanya
neuropathy perifer, perikarditis, munculnya penyakit tulang, letargi, anemia
yang memburuk, anoreksia, harus dilihat sebagai indikasi kemungkinan dari
dialisis yang tidak adekuat.

B. Hasil Pemeriksaan Darah


Hasil pemeriksaan darah masing-masing unit mungkin mempunyai aturan
yang berbeda namun umumnya creatinin dan urea seharusnya berkurang
antara 65 – 75% post dialisis. Sementara hasil pre dialisis harus stabil,
hemoglobin juga harus stabil. Elektrolit lain juga harus direview meliputi
kalium, kalsium, natrium, magnesium untuk menentukan penggunaan dialisat.
Bicarbonat dan albumin juga harus dievaluasi.

C. Berat badan Ideal dan Manajemen Cairan


Berat badan ideal dan manajemen cairan bila dialisis pasien adekuat, maka
pasien harus dapat mencapai berat badan ideal tanpa gejala-gejala, tidak ada
tanda-tanda udema dan pertambahan berat badannya masih rasional.
Berat badan ideal adalah berat badan kering dimana kondisi pasien
normotensive, tidak mengalami kelebihan cairan (udema) atau dehidrasi. Berat
badan ideal ini adalah berat badan yang harus dicapai pasien di akhir dialisis.
Berat badan di bawah berat badan ideal akan muncul gejala dehidrasi dan atau
deplesi volume misalnya hipotensi, kram, hipotensi postural atau pusing.
Berat badan di atas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan
cairan misalnya hipertensi, udema, sesak napas. Tanda-tanda ini harusnya
tidak muncul bila berat badan pasien hanya naik satu sampaidua kilogram di
atas badan idealnya.
Dengan berat badan ideal bila pasien mengalami akumulasi cairan 1-2 kg
selama periode intradialitik, pasien tidak akan mengalami kelebihan cairan
yang berlebihan.

Pengkajian berat badan ideal


Menilai berat badan ideal memerlukan pengkajian yang terus menerus yang
harus dilakukan setiap kali tindakan dialisis oleh perawat yang merawatnya.
Bila dari hasil pengkajian nampak kemungkinan adanya perubahan berat
badan ideal hal ini harus didiskusikan dengan ketua tim dan mungkin juga
membutuhkan evaluasi medis sebelum mengubah berat badan ideal pasien,
dan hal ini tergantung pada masing-masing protokol unit

D. Kinetik Modelling
Meliputi penggunaan formula untuk mengkalkulasi KT/V (dosis dialisis)
menggunakan hasil pemeriksaan ureum pre dan post dialisis. Bila
menggunakan formula ini, faktor lain juga harus diperhitungkan yaitu protein
catabolic rate dan residual renal function KT/V > 1.3 berhubungan dengan
survival yang lebih baik.

E. Urea Reduction Ratio


Urea Reduction Ratio (URR) formula ini adalah cara untuk melihat reduksi
urea pada tiap dialisis dan mudah dihitung. URR 65-70% cukup ideal dan bila
dihubungkan dengan KT/V akan mendekati 1.3 namun faktor lain juga harus
dihitung seperti status nutrisi dan kualitas hidup.
BAB IX
NUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN
HEMODIALISIS

Ketika ginjal tidak dapat bekerja dengan baik, sampah-sampah sisa hasil
metabolisme dari apa yang dimakan dan diminum akan menumpuk di dalam
tubuh karena tidak dapat dikeluarkan ginjal. Hal inilah mengapa diit khusus
penting untuk dipatuhi pasien. Pola makan harus diubah pada pasien yang
mengalami gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis.
Tujuan terapi diit dan intervensi nutrisi pada pasien yang dilakukan
hemodialisis antara lain: untuk mencapai dan menjaga status nutrisi yang baik,
untuk mencegah atau memperlambat penyakit kardiovaskular, cerebrovaskular
dan penyakit vaskular perifer, untuk mencegah atau menangani hiperpartiroidisme
dan bentuk-bentuk lain dari osteodystrophy ginjal dan untuk mencegah atau
memperbaiki keracunan uremik dan gangguan metabolik lain, yang dipengaruhi
nutrisi, yang terjadi pada gagal ginjal dan tidak dapat teratasi secara dekuat
dengan hemodialisis. Agar tujuan dan keinginan tercapai, sangat penting untuk
dilakukan pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip terapi diit dan targetnya.
Tabel 5: Kebutuhan Nutrisi Pasien dengan Hemodialisis
Kebutuhan nutrisi Jumlah
Asupan protein 1,2 g/kgBB/hari, bila secara klinis pasien stabil (setidaknya 50% dari
diit protein dengan nilai biologi tinggi)
Asupan energi 35 kcal/kgBB/hari dengan umur < 60 tahun, 30-35 kcal/kgBB/hari
dengan umur > 60 tahun
Lemak 30% dari total intake energi
Natrium 750-2000 mg/hari
Kalium 70-80 mEq/L
Fosfor 10-17 mg/kg/hari
Calcium ≤ 1000 mg/hari
Magnesium 200-300 mg/hari
Vitamin B1 1,1-1,2 mg/hari
Vitamin B2 1,1-1,3 mg/hari
Vitamin B5 5 mg/hari
Biotin 30 μg/hari
Niacin 14-16 mg/hari
Vitamin B6 10 mg/hari
Vitamin B12 2,4 μg/hari
Vitamin C 75-90 mg/hari
Asam folat 1-10 mg/hari
(Sumber: Nutritional management of renal disease,2004) 90

1. Kalori
Kalori adalah cara mengukur energi dalam makanan. Tubuh kita seperti
motor, yang membutuhkan energi untuk beraktivitas. Kita menggunakan
makanan sebagai bahan bakar untuk memberi kita energi, dan kita membakar
energi ketika kita mengerjakan aktivitas sehari-hari, olahraga, bahkan ketika
kita tidur. Bila asupan kalori lebih banyak daripada yang dibakar, maka berat
badan kita akan bertambah, namun bila asupan kalori lebih sedikit daripada
yang kita bakar, maka berat badan akan menurun.

2. Karbohidrat
Karbohidrat didalam tubuh akan diubah menjadi gula. Gula adalah bahan
bakar yang digunakan oleh sel-sel tubuh sebagai energi. Bila asupan
karbohidrat kurang, maka tubuh akan menggunakan otot sebagai bahan bakar.
Sehingga karbohidrat merupakan sumber energi yang penting bagi tubuh.
Karbohidrat yang paling sederhana adalah gula, yang dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk:
a. Gula putih/coklat (dekstrose atau sukrose)
b. Madu atau sirup
c. Gula buah (fruktosa)
d. Gula susu (laktosa.)
Karbohidrat kompleks juga diubah menjadi gula, yang juga mengandung
vitamin, mineral dan kadang-kadang serat, dan dapat ditemukan pada: roti,
cereal, beras.

3. Lemak
Tubuh kita membutuhkan lemak untuk memproduksi energi, melindungi
organ tubuh dari trauma, menjaga suhu tubuh agar tetap konstan dan juga
membantu mengabsorbsi beberapa vitamin. Pasien dengan dialisis mempunyai
resiko lebih tinggi terhadap penyakit jantung. Sehingga sangat penting dalam
memilih makanan berlemak yang juga sehat untuk jantung. Lemak yang dapat
menjadi pilihan antara lain: minyak zaitun, minyak wijen, lemak ikan, minyak
bunga matahari, minyak jagung, serta minyak kedelai.

4. Protein
Tubuh membutuhkan protein untuk menjaga kesehatan otot, tulang, rambut
dan kulit. Sel-sel tubuh organ tubuh dan otot terbentuk dari protein yang
disebut asam amino. Tubuh dapat membuat asam amino namun tidak
seluruhnya. Asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh, didapat dengan
memakan makanan yang mengandung protein, baik yang berasal dari hewan
maupun tumbuhan. Beberapa bentuk makanan dengan protein kualitas tinggi
antara lain: daging sapi, daging kambing, daging ayam, daging kalkun, ikan,
udang, dan makanan laut lainnya, serta telur. Bila asupan protein tidak
mencukupi, tubuh akan. mulai menggunakan protein otot sebagai bahan bakar.
Hal ini dapat menyebabkan ‘muscle wasting’. Muscle wasting dapat
menyebabkan terjadinya:
a. Sangat kelelahan
b. Hilangnya perhatian/konsentrasi
c. Meningkatkan resiko infeksi
d. Penurunan berat badan.

5. Natrium
Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga kesehatan syaraf dan untuk
menjaga keseimbangan cairan. Garam adulate sumber utama natrium di dalam
makanan. Diit dengan tinggi natrium menyebabkan pasien beresiko
mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan stroke. Selain resiko
tersebut, pasien juga mempunyai alasan lain mengapa harus mengurang
asupan natrium yaitu karena tubuh tidak dapat mengeluarkan kelebihan cairan.
Natrium berperan seperti magnet untuk menarik cairan. Natrium
menyebabkan rasa haus, dan menahan kelebihan cairan di dalam tubuh. Diit
tinggi natrium juga dapat menyebabkan sakit kepala serta membuat pasien
merasa berat (tubuhnya).

6. Kalium
Kalium terutama dapat ditemukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
Kalium juga dapat ditemukan pada produk susu dan daging.

7. Fosfor
Fosfor adalah mineral kedua terbanyak dalam tubuh setelah calcium. Fosfor
mempunyai tugas membantu tubuh menggunakan energi, dan untuk
membentuk tulang dan gigi yang kuat. Seperti kalium kelebihan fosfor
dikeluarkan oleh ginjal yang sehat, pada pasien gagal ginjal, ginjal tidak
mampu mengeluarkan kelebihan fosfor sehingga menumpuk di dalam tubuh.
Hal ini dapat menyebabkan gatal-gatal yang berat bagi beberapa pasien.
Fosfor dalam jumlah yang sesuai membuat tulang kuat. Namun terlalu banyak
fosfor akan melemahkan tulang. Mengapa? Karena fosfor seperti magnet bagi
calcium. Bila kadar fosfor di dalam darah terlalu banyak, maka akan menarik
calcium dari tulang. Hal ini menyebabkan penyakit tulang pada pasien ginjal.
Kristal calcium-fosfor yang tajam juga dapat tersimpan dimanapun di dalam
tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya injuri bila kadarnya terlalu tinggi.
Penyakit tulang pada pasien ginjal dapat merupakan masalah jangka panjang
dari gagal ginjal. Hilangnya calcium dari tulang menyebabkan tulang menjadi
lemah, rapuh dan nyeri. Ketika kadar calcium dan fosfor di dalam tubuh sudah
tidak seimbang, kelenjar paratiroid akan mengeluarkan hormon paratiroid
(PTH). Terlalu banyak PTH dapat menyebabkan semakin banyak calcium
yang ditarik dari tulang. Ini merupakan lingkaran setan.
Bila kadar calcium-fosfor tetap dijaga dalam rentang yang aman dalam tubuh,
maka tidak akan terjadi siklus seperti di atas, tubuh dan tulang akan tetap
sehat. Salah satu caranya adalah dengan meminum phosphat binders.
Phosphat binders adalah obat yang dapat mengeluarkan kelebihan fosfor di
dalam tubuh lewat tinja.

8. Vitamin
Pasien dengan hemodialisis mempunyai kebutuhan vitamin yang berbeda dari
populasi umum. Dialisis membuang beberapa vitamin. Sementara beberapa
vitamin yang lain dapat terakumulasi di dalam tubuh dan tidak aman bagi
tubuh bila meminum vitamin berlebihan.
Beberapa orang percaya bahwa vitamin C dosis tinggi dapat menyehatkan.
Namun bagi pasien dialisis dapat menimbulkan masalah. Vitamin C di dalam
tubuh dipecah menjadi kristal yang disebut oksalat. Ginjal sehat dapat
membersihkan kelebihan oksalat, namun tidak pada pasien dengan
hemodialisis. Pada pasien hemodialisis oksalat dapat terakumulasi di dalam
tubuh dan menyebabkan deposit pada tulang dan sendi dan menyebabkan
nyeri..
BAB X
PENUTUP

Tindakan hemodialisis dapat terlaksana bila tersedia sarana dan prasarana


yang sesuai dan memadai. Unit hemodialisis harus mempunyai suplai listrik yang
memadai, mempunyai sistem pengolahan air yang digunakan untuk mencampur
dialisat serta tentu saja harus mempunyai mesin dialisis. Selain itu, yang tidak
kalah penting adalah perlunya sumber daya manusia yang mampu memberikan
pelayanan hemodialisis kepada pasien yang membutuhkan.
Memahami tentang hemodialisis dan aspek yang menyertainya akan
membuat petugas kesehatan khususnya perawat dialisis semakin percaya diri
dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Pelayanan yang diberikan
diharapkan akan semakin profesional dan menjadi lebih baik, karena perawat
mengerti dan memahami pengetahuan yang mendasari tindakan yang
dilakukannya. Disamping itu, perawat dapat menjadi lebih siap dalam berdiskusi
dengan pasien seputar hemodialisis. Kesiapan dan kemampuan perawat yang baik
dalam berinteraksi dengan pasien, akan meningkatkan kepercayaan pasien kepada
perawat, dan meningkatkan rasa nyaman pasien, karena pasien merasa telah
dirawat oleh orang yang mengerti benar tentang kondisinya.
Semoga buku ini dapat menambah pemahaman perawat tentang hemodialisis,
DAFTAR PUSTAKA

American Kidney Fund, 2006, Living Wwll with Chronic Kidney Disease,
American Kidney Fund.Inc, USA, http://www.kidneyfund.org (diakses 20
Desember 2007)

Anonim, An Introduction to Haemodialysis (HD),


http:///www.kidneypatientguide.org.uk/site/HD.php

Anonim, Kidney patient guide, http://www.kidneypatientguide.org.-


uk/site/welcome.php (Diakses 30 April 2007)

Anonim, 2002, Kursus Intensif Clinical Dialysis Practice, Jakarta

Anonim, The Physical Aspect of kidney Failure,


http://www.kidneypatientguide.org.-k/site/whattheydo.php (Diakses 30
April 2007)

Anonim, What happens when the kidneys fail,


http://www.kidnevpatientguide.org.-uk/site/happens.php (Diakses 30 April
2007)

Anda mungkin juga menyukai