usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil
dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga
berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi
ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial
maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap mental untuk
membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab,
kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian
ibu karena ketidaksiapan calon ibu remaja dalam mengandung dan
melahirkan bayinya. Kehamilan usia dini ada risiko pengguguran
kehamilan yang dilakukan secara ilegal dan tidak aman secara medis
yang berakibat komplikasi aborsi. Angka kehamilan usia remaja yang
mengalami komplikasi aborsi berkisar antara 38 sampai 68% (Wilopo,
2005).
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menikah usia dini.
Perilaku menikah usia dini sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor dan kebiasaan (UNICEF, 2005). Perilaku seseorang tidak hanya
dipengaruhi oleh satu faktor saja tetapi banyak faktor yang berperan.
Menurut Green (1991) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama,
yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) meliputi :
pengetahuan, persepsi dan sikap individu dan masyarakat terhadap
pernikahan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan pernikahan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi,
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) meliputi lingkungan
fisik : lapangan pekerjaan,
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) meliputi sikap tokoh
masyarakat dan tokoh agama.
Ketiga faktor yang mendasari dinamika kehidupan manusia
dalam masyarakat inilah yang membentuk perbedaan sikap antar
komunitas dalam menyikapi persoalan yang dihadapi. Pembentukan
sikap juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang
lain yang dianggap penting, media massa serta faktor emosi dalam diri
individu yang bersangkutan. Pengalaman dan lingkungan tersebut
diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi,
niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang
berupa perilaku (Notoatmodjo, 2005). Sikap dipandang sebagai suatu
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 75
Demikian juga penelitian yang dilakukan Chariroh (2004) di
Kabupaten Pasuruan didapatkankan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan perkawinan di usia muda adalah pendidikan.
b. Status ekonomi
Masalah kemiskinan merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan perkawinan usia dini. Pada beberapa wilayah, ketika
kemiskinan benar-benar menjadi permasalahan yang sangat
mendesak, perempuan muda sering dikatakan sebagai beban
ekonomi keluarga. Oleh karenanya perkawinan usiadini dianggap
sebagai suatu solusi untuk mendapatkan mas kawin dari pihak laki-
laki untuk menganti seluruh biaya hidup yang telah dikeluarkan oleh
orangtuanya (Anonim, 2002).
Secara sosial ekonomi, pernikahan usia dini menjadi salah satu
gejala yang menunjukkan rendahnya status wanita. Pada beberapa
kasus, pernikahan usia dini berkaitan dengan terputusnya kelanjutan
sekolah wanita yang berakibat pada tingkat pendidikan wanita
menjadi rendah. Pendidikan yang rendah akan merugikan posisi
ekonomi wanita dan rendahnya tingkat partisipasi kerja wanita.
Menurut Hanum (1997), faktor ekonomi yang berkenaan dengan
lapangan pekerjaan dan kemiskinan penduduk memberikan andil
bagi berlangsungnya perkawinan usia dini. Taraf ekonomi penduduk
yang rendah, tidak cukup untuk menjamin kelanjutan pendidikan
anak. Jika seorang anak perempuan telah menamatkan pendidikan
dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
ia hanya tinggal di rumah. Karena keterbatasan lapangan pekerjaan,
mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Penelitian yang
dilakukan Chariroh (2004) di Kabupaten Pasuruan didapatkan
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perkawinan di usia
muda adalah ekonomi.
c. Persepsi tentang pernikahan
Persepsi merupakan proses dimana individu
mengorganisasikan dan menginterprestasikan impressi sensorisnya
agar dapat memberikan arti kepada lingkungan sekitarnya, yang
didahului dengan proses penginderaan (Walgito, 2004). Persepsi
merupakan proses yang integrated dalam diri individu, maka apa
yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Hasil
persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu
lain. Persepsi bersifat individual. Perbedaan persepsi seseorang
KESIMPULAN