Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang.
Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang,
seperti sifat sabar, kasih sayang, atau malah sebaliknya pemarah, benci karena
dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturahmi. Bagi
seorang muslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi
Muhammad SAW karena sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya
adalah sifat-sifat yang terpuji dan merupakan uswatun hasanah (contoh teladan)
terbaik bagi seluruh kaum Muslimin.
Dalam Ajaran islam adalah ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, Al-
Qur’an dalam penjabarannya terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW.
Masalah akhlak dalam Islam mendapat perhatian yang sangat besar. Akhlak yang
baik dan mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang
terhormat dan tinggi. Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini, agar kita
semua sebagai makhluk Allah, tidak tersesat dalam menjalani hidup, dan dapat
menjadikan Rasulullah sebagai idola kita, karena sesungguhanya pada diri
Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kita.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian akhlak?
2. Apakah yang dimaksud dengan akhlak mahmudah?
3. Apa saja yang termasuk dalam akhlak mahmudah
4. Apa saja manfaat dari penerapan akhlak terpuji (mahmudah) dalam
kehidupan sehari-hari?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian akhlak.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Akhlak Mahmudah.
3. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam akhlak mahmudah.
4. Untuk mengetahui manfaat dari penerapan akhlak terpuji (mahmudah)
dalam kehidupan sehari-hari

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akhlak


Ahlak secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya akhlaq yang
berarti budi pekerti, etika, atau moral. Pengertian etimologi tersebut berimplikasi
bahwa akhlak mempunyai kaitan dengan tuhan pencipta yang menciptakan sifat
batin manusia luar dan dalam, sehingga tuntutan akhlak harus dari kholiq yang
mengisyaratkan adanya akhlak dari ketetapan manusia bersama, sehingga dalam
kehidupan manusia harus berkhlak yang baik menurut ukuran Allah dan ukuran
manusia.
Sejak dulu masalah akhlak mendapat perhatian yang serius dari Allah SWT
dan mengutus beberapa nabi dan rasul ke bumi untuk membimbing manusia, salah
satunya nabi kita yaitu nabi muhammad saw yang membawa misi utamanya yaitu
untuk memperbaiki akhlak (moral) manusia.
Sebagaimana sabdanya yaitu :
ِ ‫إنَّ َما ب ُِعثْتُ ل ُت َِم َّم َمك‬
ِ َ‫َار َم االَ ْخال‬
‫ق‬
“Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah) ke muka bumi ini untuk memperbaiki
dan menyempurnakan akhlak manusia”.

Akhlak itu terbagi dua yaitu


1. Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul
Mahmudah) yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT.
2. Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul
Mazmumah). Yaitu Akhlak yang tidak diridai oleh Allah SWT

3
2.2 Akhlak Yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah)
Akhlak mahmudah adalah etika perilaku manusia yang mencerminkan sifat
yang terpuji terhadap manusia, Allah SWT maupun terhadap lingkungan hidup.
Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat- sifat yang baik juga, oleh karena itu dalam
jiwa manusia dapat menelurkan perbuatan- perbuatan lahiriyah yang baik
Baik dalam bahasa Arab disebut Khoir, dalam bahasa inggris disebut good .
dalam beberapa kamus dan ensiklopedia diperoleh pengertian baik sebagi berikut:
1. Baik berarti sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan
2. Baik berarti sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan,
kesenangan, persesuaian, dan sebagainya.
3. Baik berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang
diharapkan dan memberikan kepuasan
4. Baik berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan
5. Sesuatu yang dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberikan
perasaan sengan atau bahagia, bila ia dihargai secara positif.
Al-Ghazali menerangkan bentuk keutamaan akhlak mahmudah yang
dimiliki seseorang misalnya sabar, benar dan tawakal, itu dinyatakan sebagai
gerak jiwa dan gambaran batin seseorang yang secara tidak langsung menjadi
akhlaknya. Al-ghazali menerangkan adanya pokok keutamaan akhlak yang baik,
antara lain mencari hikmah, bersikap berani, bersuci diri, berlaku adil.
Keutamaan akhlak yang baik juga terdapat dalam hadist Nabi,
َ‫ق‬
ِ َ‫نَالخل‬
َِ ‫نَالعب َِدََيَوََمََال ِقياََم َِةَ ِمنََحس‬
َِ َ‫ماََ ِمنََشَيءََأََثَقلََفِىَ ِميزا‬
Artinya:”Tiada sesuatu apapun yang paling berat pada timbangan setiap
hamba pada hari kiamat, selain akhlak yang baik”.

4
2.3 Yang Termasuk dalam Akhlak Mahmudah
A. Amanah
Secara lughawi, kata "amanah" artinya dipercaya atau terpercaya.
Adapun menurut istilah aqidah dan syari'at agama, amanat adalah segala hal
yang dipertanggung jawabkan kepada seseorang, baik hak-hak itu milik Allah
maupun hak hamba, baik yang berupa benda, pekerjaan, perkataan, ataupun
kepercayaan hati.
Allah telah berfirman dalam Al Qur'an tentang pengertian amanah
atau amanat dan anjuran dan keharusan berperilaku dan bersifat amanah
dalam ajaran serta anjuran dalam surat An-Nisa' (4) ayat 58 yang artinya
adalah sebagai berikut:
Artinya: "Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat atau amanah
kepada yang berhak menerimanya...."
Demikian juga Sabda Nabi Muhammad Rasulullah SAW tentang
amanah yang artinya:
"Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak memiliki sifat
amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak menepati
janji" (H.R. Ahmad).
Secara islami, apabila kita diserahi suatu amanah, maka amanat itu
wajib kita pelihara, kita laksanakan, kita layani, baik amanah itu berupa harta,
kehormatan, wasiat maupun lainnya. Jabatan yang tinggi merupakan bentuk
amanah yang harus dijaga.

Amanah dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:


1. Amanah terhadap Allah Swt
Amanah ini berupa ketaatan akan segala perintah dan menjauhi
segala larangan-Nya. Allah swt. berfirman:
”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kalian mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.”.(Q.S. al - Anfal/ 8:27).

5
Contoh amanah kepada Allah SWT., yaitu menjalankan semua
yang diperintahkan dan meninggalkan semua yang dilarangnya.
Bukankah kita diciptakan oleh Allah Swt. untuk mengabdi kepada-Nya?
Orang yang mengabdi kepada-Nya berarti telah memenuhi amanah-Nya.
Orang yang tidak mengabdi kepada-Nya berarti telah mengingkari
amanah-Nya.
2. Amanah terhadap sesama manusia
Amanah ini meliputi hak-hak antar sesama manusia. Misalnya,
ketika dititipi pesan atau barang, maka kita harus menyampaikannya
kepada yang berhak. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Allah Swt.
menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya...”.(Q.S. an-Nisa, 4:58)

3. Amanah terhadap diri sendiri.


Amanah ini dijalani dengan memelihara dan menggunakan segenap
kemampuannya demi menjaga kelangsungan hidup, kesejahteraan, dan
kebahagiaan diri. Allah Swt. berfirman: “Dan (sungguh beruntung) orang
yang memelihara amanat-amanat dan janjinya” (Q.S. al-Mu’minun, 23:8)

Amanah yang diberikan Allah kepada manusia meliputi :


1. Amanah Fitrah
Yaitu amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta SWT sejak manusia
dalam rahim ibunya, bahkan jauh sejak dimasa alam azali, yaitu
mengakui bahwa AllaH SWT sebagai Pencipta, Pemelihara dan
Pembimbing (QS 7:172).

2. Amanah Syari’ah/Din:
Yaitu untuk tunduk patuh pada aturan AllaH SWT dan memenuhi
perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA, barangsiapa yang tidak
mematuhi amanah ini maka ia zhalim pada dirinya sendiri, dan bodoh
terhadap dirinya, maka jika ia bodoh terhadap dirinya maka ia akan
bodoh terhadap Rabb-nya (QS. 33:72).

6
3. Amanah Hukum/Keadilan
Amanah ini merupakan amanah untuk menegakkan hukum Allah SWT
secara adil baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun bernegara
(QS 4/58). Makna adil adalah jauh dari sifat ifrath (ekstrem/berlebihan)
maupun tafrith (longgar/berkurangan).

4. Amanah Ekonomi
Yaitu bermu’amalah dan menegakkan sistem ekonomi yang sesuai dengan
aturan syariat Islam, dan menggantikan ekonomi yang bertentangan
dengan syariat serta memperbaiki kurang sesuai dengan syariat (QS. 2:
283).

5. Amanah Sosial
Yaitu bergaul dengan menegakkan sistem kemasyarakatan yang Islami,
jauh dari tradisi yang bertentangan dengan nilai Islam, menegakkan amar
ma’ruf dan nahi munkar, menepati janji serta saling menasihati dalam
kebenaran, kesabaran dan kasih-sayang (QS 23: 8).

6. Amanah Pertahanan dan Kemanan:


Yaitu membina fisik dan mental, dan mempersiapkan kekuatan yang
dimiliki agar bangsa, negara dan ummat tidak dijajah oleh imperialisme
kapitalis maupun komunis dan berbagai musuh Islam lainnya (QS. 8:27).

Sesungguhnya agama Islam mewajibkan kepada kita kaum Muslimin


untuk bersifat amanah, yakni berlaku jujur dan dapat dipercaya. Apapun
status kita, apakah sebagai seorang siswa atau siswi, pegawai, petani,
pedagang, ibu dan ayah, atau lainnya, maka kita dituntut untuk bersikap
amanat, menyampaikannya kepada ahlinya.
Amanah atau amanat merupakan unsur penting dan menentukan akan
berhasil dan tidaknya seseorang dalam berusaha dan beramal, serta berhasil
dan tidaknya suatu bangsa dalam mempertahankan dan melestarikan hidup.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita saksikan adanya perbedaan yang

7
nyata antara orang yang bersifat amanah dengan orang yang suka berkhianat.
Orang yang bersikap amanat atau jujur selalu menjadi tempat kepercayaan,
dihormati dan disegani. Sedangkan orang yang bersikap khianat atau curang
selalu dibenci dan dikucilkan dalam pergaulan. Sebagai akibat dari dua sikap
yang saling bertentangan itu, terlihat bahwa orang yang bersifat amanah
selalu berhasil dalam berusaha. Sedangkan, orang yang bersifat khianat selalu
mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Allah telah menjadikan amanah sebagai salah satu sikap hamba-Nya
yang saleh dan menjadi kekasih-Nya. Sedangkan, orang-orang yang
mengkhianati amanat di hari pembalasan nanti diperlihatkan kepada seluruh
makhluk dengan diberi tanda khusus yang menegaskan bahwa mereka adalah
pengkhianat.
Dalam hal ini lbnu Umar mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa
Rasulullah telah bersabda: "Bila Allah menghimpun seluruh makhluk-Nya,
dari generasi terdahulu sampai generasi terakhir ketika kiamat ditegakkan,
maka kepada mereka yang berkhianat diberikan sebuah bendera sebagai tanda
bahwa mereka adalah pengkhianat." (H.R. Muslim)
Sifat amanah dalam islam itu menjangkau dan meliputi semua jenis
hubungan, baik yang terkait dengan sesama manusia maupun dengan Allah
swt. Mempertahankan serta memelihara iman agar tumbuh dan menjadi kekal
merupakan bagian dari amanat. Demikian pula mengikhlaskan ibadah kepada
Allah, memperbaiki hubungan antarsesama manusia dan masyarakat,
menyerahkan setiap hak pada yang berhak menerimanya, semua itu adalah
bagian dari amanat. Dalam firman Allah surat Al-Anfal (8) ayat 27 yang
artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul, dan (juga) janganlah juga kamu mengkhianati amanat atau amanah
yang telah dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui".
Terdapat juga dalam tentang kewajiban berperilaku amanah adalah
firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 283 yang artinya: "...hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utang) dan hendaklah dia
bertakwa kepada Allah Tuhannya...."

8
Diterangkan dalam sebuah riwayat, bahwa Rasulullah telah bersabda
yang artinya: "Tunaikanlah amanat/amanah kepada yang mempercayaimu,
dan janganlah engkau mengkhianati orang yang pernah berkhianat
kepadamu."
Menjaga dan menyimpan rahasia merupakan bagian dari amanah/
amanat. Sebab dengan menyimpan rahasia berarti seseorang telah menjaga
hak dan kepentingan kawan atau teman. Rasulullah Saw. telah menegaskan:
"Pertolongan Allah tetap berada pada dua orang yang bersekutu selama
keduanya tidak saling mengkhianati. Bila sudah saling mengkhianati maka
Allah mencabut pertolongan terhadap keduanya."
Sebagai seorang manusia kita sering dan sekarang pun mendapat
amanah, baik dari ibu dan ayah, dari ustadz, teman dan lain-lainnya. Semua
amanah itu wajib kita tunaikan. Suatu contoh seorang pelajar diamanati untuk
belajar dengan baik dan benar oleh ibu, ayah dan ustadz. Diri dan tubuh kita
juga mengamanati kita agar menjaga kesehatan diri dengan baik-baik, jika
tidak diri akan jatuh sakit. Jika diri sakit, maka urusan lain terbengkalai, akan
berujung pada kerugian pada diri kita sendiri. Marilah kita menjadi orang-
orang yang amanah dalam hidup ini.

B. Pemaaf (Afwu)
Salah satu sifat mahmudah adalah sifat pemaaf dan lawan daripada sifat
ini adalah sifat pemarah dan pendendam. Pemaaf berarti orang yang rela
memberi maaf kepada orang lain. Sikap pemaaf berarti sikap suka memaafkan
kesalahan orang lain tanpa sedikit pun ada rasa benci dan keinginan untuk
membalasnya.
Dalam bahasa Arab sikap pemaaf disebut al-‘afw yang juga memiliki arti
bertambah (berlebih), penghapusan, ampun, atau anugerah. Pemaaf adalah sifat
luhur yang perlu ada pada diri setiap muslim. Ada beberapa ayat al-Quran dan
hadis yang menekankan keutamaan bersifat itu yang juga disebut sebagai sifat
orang yang hampir di sisi Allah SWT.
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan

9
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Ali - Imran: 134)
Kandungan QS. Ali-Imran:134 menjelaskan ciri-ciri orang yang taqwa,
yaitu selalu memaafkan orang lain. Rasulullah Saw. menganjurkan kepada kita
untuk saling memaafkan dan meminta maaf, sebagaimana sabdanya:

“Dari Aisah dari Anas berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Sambunglah tali
silaturahmi kepada orang yang telah memutuskanmu dan maafkanlah orang-
orang yang mendzalimimu“. (H.R. Baihaqi)
Setiap manusia pernah melakukan kesalahan. Kesalahan dan kekhilafan
adalah fitrah yang melekat pada diri manusia. Rasulullah Saw. bersabda
“Setiap manusia pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik pelaku
kesalahan itu adalah orang yang segera bertobat kepada Allah Swt.”.
Ini berarti bahwa manusia yang baik bukan orang yang tidak pernah
berbuat salah, karena itu mustahil, kecuali Rasulullah Saw. yang ma’sum
(senantiasa dalam bimbingan Allah SWT.). Akan tetapi, manusia yang baik
adalah manusia yang menyadari kesalahannya dan segera bertobat kepadaNya.
Orang yang mulia adalah orang yang suka memafkan.
Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra,
bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Musa bin Imran a.s, berkata: "Wahai
Tuhanku diantara hamba-hamba-Mu, siapakah orang yang paling mulia dalam
pandangan-Mu? "Allah Azza Wajalla menjawab, “ Orang yang memaafkan
walaupun ia mampu membalas. “ (HR. Baihaqi)
Apabila seseorang itu memiliki sifat pemaaf sebenarnya itu adalah tanda
hatinya bersih dan tenang. Sebenarnya bukanlah mudah untuk menjadi seorang
pemaaf. Sikap negatif yang menjadi lawannya yaitu pemarah sentiasa berusaha
menidakkan wujudnya sifat pemaaf dalam seseorang. Pertembungan dua unsur
ini mewujudkan satu mekanisme yang saling ingin menguasai diri seseorang.
Iman dan takwa menjadi pengemudi melahirkan sifat pemaaf, manakala syaitan
pula mengambil tempat mendidik sifat pemarah. Hakikatnya, syaitan sentiasa
menggunakan kelemahan manusia untuk digoda dari berbagai penjuru agar
timbul sifat haiwaniah dalam diri manusia.

10
Sifat pemaaf adalah akhlak yang sangat dianjurkan dalam berhubungan
sosial, karena memaafkan kesalahan orang lain adalah sesuatu yang berat untuk
dilakukan. Untuk itulah, memaafkan atas kesalahan orang lain jauh lebih baik
dari pada meminta maaf atas kesalahan sendiri.

11
C. Sabar (Al-Shabru)
Sabar yaitu sifat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah, tidak lekas
patah hati, tidak lepas putus asa, tenang, dan lain- lain). Di dalam menghadapi
cobaan hidup, ternyata kesabaran ini sangat penting untuk membentuk
individu atau pribadi unggul. Manusia diciptakan dengan disertai sifat tidak
sabar dan karenanya ia banyak berbuat kesalahan. Akan tetapi, agama
meminta setiap orang agar bersabar karena Allah.Orang beriman harus
bersabar menunggu keselamatan yang besar yang Allah janjikan.
Kesabaran dibagi menjadi empat kategori :
1. Sabar menanggung beratnya melaksanakan kewajiban.
2. Sabar menanggung musibah atau cobaan
3. Sabar menahan penganiayaan orang lain.
4. Sabar menanggung kemiskinan dan kepapaan.

Kesabaran tidak dapat dipaksakan begitu saja dalam pribadi seseorang,


melainkan ada tiga faktor yang memengaruhi yaitu sebagai berikut :
1. Syajua’ah atau keberanian, yaitu seseorang yang dapat bersabar terhadap
sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah atau
keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Seorang pengecut sukar
didapatkan sikap sabar dan berani
2. Al-Quwwah atau kekuatan, yaitu seseorang dapat bersabar terhadap segala
sesuatu jika dalam dirinya cukup tersimpan sejumlah kekuatan. Dari orang
yang lemah kepribadian sukar diharapkan kesabarannya menghadapi
sesuatu.
3. Sabar dalam mengerjakan sesuatu, jika seseorang tahu dan sadar apa yang
dilakukan. Ia akan mendapatkan manfaatnya.

D. Merasa Cukup (Qonaah)


Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan
menurut istilah ialah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang
diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan
kurang.

12
Rasulullah mengajarkan kita untuk ridha dengan apa yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT, baik itu berupa nikmat kesehatan, keamanan,
maupun kebutuhan harian. Qona’ah adalah gudang yang tidak akan habis.
Sebab, Qona’ah adalah kekayaan jiwa. Kekayaan jiwa lebih tinggi dan lebih
mulia dari kekayaan harta. Kekayaan jiwa melahirkan sikap menjaga
kehormatan diri dan menjaga kemuliaan diri, sedangkan kekayaan harta dan
tamak pada harta melahirkan kehinaan diri.

Diantara sebab yang membuat hidup tidak tentram adalah


terperdayanya diri oleh kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang
diperdaya harta akan senantiasa merasa tidak cukup dengan apa yang
dimilikinya. Akibatnya,dalam apa yang dirinya lahir sikap-sikap yang
mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah, Sang
Maha Pemberi Rezeki itu sendiri. Ia justru merasa kenikmatan yang dia
peroleh adalah murni semata hasil keringatnya, tak ada kesertaan Allah.
Orang-orang yang terlalu mencintai kenikmatan dunia akan selalu terdorong
untuk memburu segala keinginannya meski harus menggunakan segala
cara seperti kelicikan, bohong, mengurangi timbangan dan sebaginya. Ia juga
tidak pernah menyadari, sesungguhnya harta hanyalah ujian sebagaimana
firman Allah ;
Artinya ; "Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami,
kemudian apabila Kami berikan kepadanya ni'mat dari Kami ia berkata:
"Sesungguhnya aku diberi ni'mat itu hanyalah karena kepintaranku".
Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak
mengetahui" (Q.S Azumar; 49)

Dasar Hukum Qona’ah dalam Al Qur’an :


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Al Baqarah :
155 )
Sudah dijelaskan bahwa qona’ah merupakan sikap rela menerima dan
merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari

13
rasa tidak puas dan perasaan kurang. Meski demikian, orang-orang yang
memiliki sikap Qana'ah tidak berarti fatalis dan menerima nasib begitu saja
tanpa ikhtiar. Orang-orang hidup Qana'ah bisa saja memiliki harta yang
sangat banyak, namun bukan untuk menumpuk kekayaan. Kekayaan dan
dunia yang dimilikinya, dibatasi dengan rambu-rambu Allah SWT. Dengan
demikian, apa pun yang dimilikinya tak pernah melalaikannya dari mengingat
Sang Maha Pemberi Rezeki. Sebaliknya, kenikmatan yang ia dapatkan justru
menambah sikap qana'ahnya dan mempertebal rasa syukurnya.

Adapun contoh bersikap qana’ah dalam kehidupan, diantaranya :


 Giat bekerja dan berusaha untuk mencapai hasil terbaik.
 Jika hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak
mudah kecewa dan berputus asa.
 Selalu bersyukur atas apa yang menjadi hasil usahanya, dan tidak pernah
merasa iri atas keberhasilan yang diperoleh orang lain.
 Hidupnya sederhana dan menyesuaikan diri dengan keadaan, tidak rakus
dan tidak tamak.
 Selalu yakin bahwa apa yang didapatnya dan yang ada pada dirinya
merupakan anugerah dari Allah SWT.

Perbuatan Qana’ah yang dapat kita lakukan misalnya puas terhadap apa
yang kita miliki saat ini, Maka hendaklah dalam masalah keduniaan kita
melihat orang yang di bawah kita, dan dalam masalah kehidupan akhirat kita
melihat orang yang di atas kita. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan
Rasulullah dalam sebuah hadis:
Artinya; “Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat
orang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian agar
kalian tidak memandang hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada
kalian.” (Muttafaqun Alaih)
Ketika berusaha mencari dunia, orang-orang Qana'ah menyikapinya
sebagai ibadah yang mulia di hadapan Allah yang Maha kuasa, sehingga ia
tidak berani berbuat licik, berbohong dan mengurangi timbangan. Ia yakin

14
tanpa menghalalkan segala cara apapun, ia tetap mendapatkan rizki yang
dijanjikan Allah. Ia menyadari akhir rizki yang dicarinya tidak akan melebihi
tiga hal; menjadi kotoran, barang usang atau bernilai pahala di hadapan Allah.
Bila kita mampu merenungi dan mengamalkan makna dan pentingnya
qona’ah maka kita akan memperoleh ketenangan dan ketenteraman hidup.
Dan hendaknya diketahui bahwa harta itu akan ditinggalkan untuk ahli waris.

E. Kebersihan
Dalam kehidupan makhluk bernyawa kebersihan merupakan salah
pokok dalam memelihara kelangsungan eksistensinya, sehingga tidak ada
satupun makhluk kecuali berusaha untuk membersihkan dirinya, walaupun
makhluk tersebut dinilai kotor. Pembersihan diri tersebut, secara fisik
misalnya, ada yang menggunakan air, tanah, air dan tanah. Bagi manusia
membersihkan diri tersebut dengan tanah dan air tidak cukup, tetapi ditambah
dengan menggunakan dedaunan pewangi, malahan pada zaman modern
sekarang menggunakan sabun mandi, bahkan untuk pembersih wajah ada
sabun khusus dan lain sebagainya. Pada manusia konsep kebersihan, bukan
hanya secara fisik, tetapi juga psikis, sehingga dikenal istilah kebersihan jiwa,
kebersihan hati, kebersihan spiritual dan lain sebagainya.
Agama dan ajaran Islam menaruh perhatian amat tinggi pada
kebersihan, baik lahiriah fisik maupun batiniyah psikis. Kebersihan lahiriyah
itu tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan batiniyah. Oleh karena itu,
ketika seorang Muslim melaksanakan ibadah tertentu harus membersihkan
terlebih dahulu aspek lahiriyahnya. Ajaran Islam yang memiliki aspek akidah,
ibadah, muamalah, dan akhlak ada kaitan dengan seluruh kebersihan ini. Hal
ini terdapat dalam tata cara ibadah secara keseluruhan. Orang yang mau
shalat misalnya, diwajibkan bersih fisik dan psikisnya. Secara fisik badan,
pakaian, dan tempat salat harus bersih, bahkan suci. Secara psikis atau akidah
harus suci juga dari perbuatan syirik. Manusia harus suci dari fahsya dan
munkarat.

15
Dalam membangun konsep kebersihan, Islam menetapkan berbagai
macam peristilahan tentang kebersihan. Umpamanya, tazkiyah, thaharah,
nazhafah, dan fitrah, seperti dalam hadis yang memerintahkan khitan,
sementara dalam membangun perilaku bersih ada istilah ikhlas, thib al-nafs,
ketulusan kalbu, bersih dari dosa, tobat, dan lain-lain sehingga makna bersih
amat holistik karena menyangkut berbagai persoalan kehidupan, baik dunia
dan akhirat.
Aspek Kebersihan
Sumber ajaran Islam adalah al-Quran dan al-Sunnah. Dalam sumber
ajaran tersebut, diterangkan bukan hanya aspek peristilahan yang digunakan
tetapi juga ditemukan bagaimana sesungguhnya ajaran Islam
menyoroti kebersihan. Istilah yang digunakan sebagaimana disinggung al-
Quran dan Sunnah banyak menggunakan istilah-istilah yang berkaitan dengan
kebersihan atau kesucian. Dalam al-Quran ada istilah thaharah sebanyak 31
kata dan tazkiyah 59 kata. Dalam al-Quran istilah nazhafah, sementara dalam
hadis kata nazhafah dapat kita lihat dalam riwayat bukan hadis, “al-Nazhafatu
min al-Iman”,, walaupun hadis tersebut dipertanyakan keabsahannya.
1. Implementasinya
Dalam implementasinya, maka istilah thaharah dan nazhafah
ternyata kebersihan yang bersifat lahiriyah dan maknawiyah, sementara
nazhafah atau fikih, istilah thaharah digunakan. Pada kitab-kitab klasik
dikhusukan Bab al-Thaharah yang bisasanya disandingkan dengan Bab
al-Najasah yang selanjutnya juga dibahas masalah air dan tanah, wudu,
mandi, mandi janabat, tayamum, dan lain-lain. Namun demikian, ketika
Allah menerangkan tentang penggunaan air untuk thaharah disandingkan
pula dengan kesucian secara maknawiyah, Dimaksud dengan
maknawiyah ialah kesucian dari hadats, baik hadats besar maupun hadats
kecil, sehingga dapat melaksanakan ibadah, seperti salat dan thawaf.

16
2. Makna Kebersihan
Makna kebersihan yang digunakan dalam Islam ternyata ada yang
dilihat dari aspek kebersihan harta dan jiwa dengan menggunakan istilah
tazkiyah. Umpamanya, ungkapan Allah dalam al-Quran ketika
menyebutkan bahwa zakat yang seakar dengan tazkiyah, memang
maksudnya untuk membersihkan harta, sehingga harta yang dizakati
adalah bersih dan yang yang tidak dizakati dinilai kotor. Kebersihan dan
kotor harta sebenarnya ada korelasinya dengan jiwa. Suatu fitrah adalah
kebudayaan itu sendiri, sekaligus peradaban dan keyakinan.

Kebersihan dalam Islam


1. Hissiyah dan jasmaniah
Bersih secara konkrit adalah kebersihan dari kotoran atau sesuatu
yang dinilai kotor. Kotoran yang melekat pada badan, pakaian, tempat
tinggal, dan lain sebagainya yang mengakibatkan seseorang tak nyaman
dengan kotoran tersebut. Umpamanya, badan yang terkena tanah atau
kotoran tertentu, maka dinilai kotor secara jasmaniah, tidak selamanya
tidak suci. Jadi, ada perbedaan antara bersih dan suci. Mungkin ada orang
yang tampak bersih, tetapi tak suci.
2. Hissiyah dan maknawiyah
Al-Quran dan hadis banyak menggunakan lafal atau kosa-kata
thaharah yang mengindikasikan pada kesucian badan dari kotoran atau
najis atau sesuatu yang menimbulkan ketidaknyamanan jasmaniah
seseorang.
Dalam Surat al-Maidah: 6 dan surat al-Nisa: 43, ayat yang
mewajibkan wudlu dan atau mandi sebelum shalat, misalnya tampak
mengandung dua makna sekaligus, yaitu thaharah secara hissiyah-
jasmaniah (konkrit-nyata) karena dibersihkan dengan air dan thaharah
maknawiah (abstrak) karena dibersihkan dengan air atau tanah ketika air
itu tidak ada. Dikatakan mengandung dua makna sekaligus karena pada
ayat itu disebutkan juga makna, “Sesungguhnya Allah adalah pengampun
dan penyayang” pada akhir surat al-Nisa: 43 karena wudu dan mandi juga

17
shalat adalah jalan membersihkan dosa. Kesucian secara rohani karena dia
sudah dengan ketaatan, istigfar dan taubat kepada Allah. Pada ibadah-
ibadah tersebut. Memang dalam kehidupan keseharian makna suci ini,
sering diungkapkan kepada seseorang yang sedang haid atau dalam
keadaan junub, misalnya. Orang yang sudah bersih atau suci dari haid,
disebut, “Hatta yath-hurna” (al-Baqarah: 222) bila sudah mandi junub,
bukan hanya dicuci.
Sebagimana disebutkan terdahulu bahwa kebalikan dari thaharah
adalah najasah atau najis. Dalam ungkapan lain ada juga istilah danas,
kotor Dalam Islam istilah najis terkonsep dalam fuqaha. Mereka
menetapkan bab tertentu tentang thaharah dan najis tersebut. Dahulu di
kalangan fuqaha, najis itu sendiri ditetapkan sebagai berikut: Najis
mughallzhah dan mukhaffafah. Dikatakan mughallazhah karena dalam
membersihkannya di samping mengunakan air sebanyak tujuh kali juga
najis yang dengan sekali atau dua kali cucian sudah cukup tidak lagi
memerlukan tanah sebagai tambahannya.
Ketika Islam berbicara kesucian lahirah dan jasmaniah yang pada
Mukhtasar al-Shahih al-Bukhari – Tajrid al-Sharih sebagai berikut:
a. Dalam Kitab al-Wudu ada 89 hadis,
b. Kitab al-Ghusli ada 20 hadis,
c. Membicarakan air dan tanah sebagai alat bersuci

Bersuci dari kotoran dan najis, sehingga seseorang dapat melakukan


salat, utamanya, dengan nyaman dan baik. Namun, di situ pun dibicarakan
bahwa berwudu itu dapat mensucikan seseorang dari perbuatan dosa.
Ketika seseorang wudu berkumur dan memasukkan air akan ke hidung,
dan lain-lain yang semuanya bersifat jasmani. Namun demikian,
diterangkan pula bahwa orang berwudu dapat menghilangkan dosa (kecil).
Dengan demikian, maka bersih dalam Islam dilihat dari aspek
hissiyah dan jasmaniah adalah tidak bisa dipisahkan dengan kesucian
rohaniyah. Bersih belum tentu suci, tetapi suci bisa sudah sekaligus juga
bersih, walaupun tidak selamanya begitu. Dalam Islam kebersihan adalah

18
kesucian itu sendiri dan kesucian adalah kebersihan, walaupun istilah ini
tidak sama sekali merupakan garis lurus. Mungkin secara jasmaniyah
bersih, tetapi belum tentu suci sekaligus karena dia orang yang tak pernah
berwudu atau sedang dalam keadaan hadast. Namun, seringkali kebersihan
dan kesucian tak berimbang. Ada yang asal bersih di rumah, tapi tak
bertanggung jawab atas kebersihan jalan, sungai, halaman orang, dan lain-
lain.

19
2.4 Manfaat dari Penerapan Akhlak Terpuji (Mahmudah) dalam Kehidupan
Sehari-hari
1. Keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat
Keuntungan atau manfaat dari akhlak yang mulia yang dalam hal ini
beriman dan beramal saleh. Mereka akan memperoleh kehidupan yang baik,
mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat
ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga.
2. Menghilangkan kesulitan
Nabi bersabda “Barangsiapa melepaskan kesulitan orang mu’min dari
kehidupannya di dunia ini, maka Allah akan melepaskan keuslitan orang
tersebut pada hari kiamat.” (HR. Muslim). Hadis diatas berkaitan dengan
perlakuan terhadap sesama manusia dan Allah SWT. akan membalasnya
dengan balasan yang setimpal bahkan berkali lipat. Yaitu dengan cara berbuat
baik kepada orang lain, membantunya jika sedang dalam kesulitan, tidak
melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, mengambil
harta tanpa alasan yang benar, dan sebagainya.
3. Mencintai setiap ciptaan Allah SWT.
Akhlak mahmudah sangat menyeluruh dan mencakup berbagai
makhluk yang diciptakan-Nya. Bersumber dari fungsi manusia sebagai
khalifah. Salah satunya kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara
manusia dengan alam sekitarnya. Hal ini karena secara fungsional seluruh
makhluk satu sama lain saling membutuhkan.

20
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Akhlak mahmudah ialah akhlak yang baik, berupa semua perbuatan baik,
yang harus dianut dan dimiliki oleh setiap orang. Dijelaskan pula bahwa
menjunjung tinggi akhlak mahmudah dapat menghubungkan kualitas kemauan
seseorang, bobot amal seseorang dan jaminan masuk surga, seperti yang
ditegaskan oleh Rasulullah SAW. Beberapa contoh perilaku yang mencerminkan
akhlak mahmudah adalah amanah, pemaaf, qona’ah, bersih, dan sabar. Masing-
masing sifat tersebut terdapat dalam diri Rasulullah SAW. Hal lain dari akhlak
mahmudah yaitu manfaatnya bagi seluruh umat muslim. Antara lain,
keberuntungan selamat didunia dan diakhirat, menghilangkan kesulitan (diri
sendiri dan orang lain), dan mencintai setiap ciptaan Allah SWT. Perilaku yang
mulia ini ditekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi
individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya.
Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya
adalah untuk orang yang bersangkutan.

3.2 Saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

21
DAFTAR PUSTAKA

http:// situsislami .kazuya. us/2015/04 /pengertian –amanah -dan- pentingnya-


berperilaku -amanah. html. Diunduh pada 12-05-2018

http://pendidikan islam95 .blogspot.co .id/2016 /06/ pengertian -amanah- macam-


macam- amanah.html. Diunduh pada 12-05-2018

http://www .bacaanmadani. com/2017 /01/ pengertian- pemaaf -dalam-


islam.html. Diunduh pada 12-05-2018

https:// neohamba .wordpress .com/2012/01/24 /konsep- kebersihan -dalam-


islam/. Diunduh pada 12-05-2018

https://kitopinter. blogspot. co.id/2015/04 /pengertian -qanaah- dan- dalilnya


.html. Diunduh pada 12-05-2018

22

Anda mungkin juga menyukai