Anda di halaman 1dari 23

ABORSI

I. PENDAHULUAN
Kemajuan zaman serta pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang telah dicapai
oleh umat manusia telah mendorong serangkaian perkembangan dalam bidang teknologi dan
informasi. Berbagai perkembangan ini membawa dampak negatif maupun positif bagi
manusia itu sendiri. Manusia menghadapi dilema perbenturan antara kebutuhan akan
kemajuan pengetahuan di satu sisi dan iman di sisi yang lain. Salah satu dampak negatif dari
berbagai macam perkembangan itu adalah munculnya praktek aborsi. Fenomena aborsi
ternyata mendapat perhatian yanng cukup besar dari para ilmuwan dan seringkali menjadi
bahan perdebatan, karena masalah aborsi ini menyangkut masalah kehidupan dan
keselamatan jiwa manusia.1
Sejak zaman primitif aborsi sudah dikenal, antara lain oleh suku bangsa Aborigin di
Australia dan Eskimo di kutub utara. Bangsa Inggris Raya mengenal aborsi yang dilakukan
dengan cara meminum air rebusan Arurat yang menimbulkan iritasi pada kandungan kencing.
Bagi masyarakat Indonesia aborsi sudah tidak asing lagi. Bukti atas hal tersebut antara lain
dapat dijumpai pada beberapa relief Candi Borobudur, yang menggambarkan kejadian
pengguguran kndungan dengan cara meletakkan batu di atas perempuan yang hamil.1
Frekuensi aborsi sukar ditentukan karena aborsi buatan banyak tidak dilaporkan,
kecuali apabila terjadi komplikasi. Aborsi spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan
tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai
terlambat haid. Diperkirakan frekuensi aborsi spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat
mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini, terlambat haid
beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil. Di
Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun. Dengan demikian setiap tahun
500.000-750.000 aborsi spontan. Sulit untuk mendapatkan data tentang aborsi buatan di
Indonesia. Paling sedikit ada dua sebabnya. Yang pertama, aborsi dilakukan secara sembunyi.
Yang kedua, bila timbul komplikasi hanya dilaporkan komplikasinya saja, tidak aborsinya.2
Aborsi itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia atau (aborsi provokatus)
maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena
perbuatan manusia (aborsi spontaneus). Aborsi yang terjadi karena perbuatan manusia dapat
terjadi baik karena didorong oleh alasan medis, misalnya karena wanita yang hamil menderita
suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa wanita tersebut maka kandungannya harus
digugurkan (aborsi provokatus therapeutics atau bisa disebut aborsi terapeutik). Di samping itu

1
karena alasan-alasan lain yang tidak dibenarkan oleh hukum (aborsi provokatus criminalis atau
disebut aborsi kriminalis).3

II. DEFINISI
Istilah aborsi sesungguhnya tidak ditemukan pengutipannya dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP hanya dikenal istilah pengguguran
kandungan. Istilah “aborsi” berasal dari kata aborsi bahasa latin, artinya “kelahiran sebelum
waktunya”. Sinonim dengan kata itu mengenal istilah “kelahiran yang premature” atau
miskraam (Belanda), keguguran.4
Aborsi berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Anak baru mungkin hidup di luar kandungan
jika beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada yang
mengambil batas aborsi bila berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan umur kehamilan
22 minggu. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin
viable (yang mampu hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan aborsi
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan
20 minggu.3,4
Menurut hukum, pengertian aborsi adalah lahirnya buah kandungan sebelum
waktunya oleh suatu perbuatan yang bersifat sebagai perbuatan pidana kejahatan. Dalam
pengertian ini, perhatian dititik beratkan pada kalimat “oleh suatu perbuatan seseorang yang
bersifat sebagai perbuatan pidana kejahatan. Menurut literatur ilmu hukum, telah terdapat
kesatuan pendapat sebagai doktrin bahwa pengertian aborsi mempunyai arti yang umum
tanpa dipersoalkan umur janin yang mengakhiri kandungan sebelum waktunya karena
perbuatan seseorang.3
Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran kandungan adalah
pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai (38-40 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah aborsi, keguguran,
dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin
sebelum usia kehamilan yang cukup.4

III. INSIDEN
Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan
setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian sebagai berikut 2:
• 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura

2
• antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia
• antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina
• antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand
• tidak dikemukakan perkiraan tentang aborsi di Kamboja, Laos dan Myanmar.
Hasil survei yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penelitian di New York yang
dimuat dalam International Family Planning Perspectives, Juni 1997, memberikan gambaran
lebih lanjut tentang aborsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Aborsi di
Indonesia dilakukan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dan dilakukan tidak hanya
oleh mereka yang mampu tapi juga oleh mereka yang kurang mampu ( lihat Tabel 1.)3

Tabel.1 Pelaku Aborsi di Perkotaan dan Pedesaan di wilayah Indonesia (dikutip dari kepustakaan 3)

Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta, Medan, Surabaya dan Denpasar
menunjukkan bahwa aborsi dilakukan 89% pada wanita yang sudah menikah, 11% pada
wanita yang belum menikah dengan perincian: 45% akan menikah kemudian, 55% belum ada
rencana menikah. Sedangkan golongan umur mereka yang melakukan aborsi: 34% berusia
antara 30-46 tahun, 51% berusia antara 20-29 tahun dan sisanya 15% berusia di bawah 20
tahun.3
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa sebagian besar
perempuan yang melakukan aborsi atau induksi haid di klinik atau rumah sakit memiliki
profil khusus: mereka cenderung sudah menikah dan berpendidikan. Sebagai contoh, dalam
sebuah penelitian yang dilakukan di tahun 2000, menunjukkan bahwa duapertiga dari klien
yang melakukan aborsi sudah menikah, dan hampir dua-pertiga sudah pernah duduk di
bangku Sekolah Menengah Atas. Padahal bertentangan dengan kenyataan tersebut, di
Indonesia hanya terdapat 38% dari perempuan pernah kawin yang pernah duduk di bangku
Sekolah Menengah. Dalam penelitian terbaru ditemukan bahwa, 54% klien aborsi adalah
lulusan Sekolah Menengah dan 21% dari mereka adalah lulusan akademi atau universitas,
dan 87% dari klien aborsi yang tinggal di daerah perkotaan sudah menikah. Selanjutnya
ditemukan bahwa hampir setiap klien yang melakukan aborsi berusia lebih dari 20 tahun

3
(58% berusia lebih tua dari 30 tahun), dan hampir separuh dari perempuan-perempuan
tersebut sudah memiliki paling sedikit dua anak.5

Gambar1. Distribusi Pelaku Aborsi berdasarkan Umur, Status Perkawinan, Pendidikan, dan
Riwayat Pemakaian Kontrasepsi (dikutip dari kepustakaan 5)

IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi aborsi menurut proses terjadinya6:
1. Aborsi yang terjadi secara spontan atau natural.
Diperkirakan 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan aborsi, dan secara yuridis
tidak membawa implikasi apa-apa.
2. Aborsi yang terjadi akibat kecelakaan.
Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, khususnya rudapaksa di
daerah perut, misalnya karena terjatuh atau tertimpa sesuatu di perutnya, demikian pula
bila ia menderita syok akan dapat mengalami aborsi yang biasanya disertai dengan
perdarahan yang hebat. Aborsi yang demikian kadang-kadang mempunyai implikasi
yuridis, perlu penyidikan akan kejadiannya.
3. Aborsi provocatus medicinalis atau aborsi theurapeticus.
Aborsi ini dilakukan semata-mata atas dasar pertimbangan medis yang tepat, tidak ada
cara lain untuk menyelamatkan nyawa si ibu kecuali jika kandungannya digugurkan,
misalnya pada penderita kanker ganas. Aborsi provocatus medicinalis kadang-kadang
membawa implikasi yuridis, perlu penyidikan dengan tuntas, khususnya bila ada

4
kecurigaan perihal tidak wajarnya tarif atau biaya yang diminta oleh dokter, sehingga
menimbulkan komersialisasi yang berkedok demi alasan medis.
4. Aborsi provocatus criminalis atau aborsi kriminalis.
Jelas tindakan pengguguran kandungan di sini semata-mata untuk tujuan yang tidak baik
dan melawan hukum. Tindakan aborsi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan secara
medis dan dilakukan hanya untuk kepentingan si pelaku, walaupun ada kepentingan juga
dari si ibu yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk melacaknya oleh
karena kedua belah pihak menginginkan agar aborsi dapat terlaksana dengan baik (crime
without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang dikandung).
Secara umum, aborsi dapat dibagi dalam dua macam, yaitu pengguguran spontan
(spontanueous aborsi) dan pengguguran buatan atau sengaja (aborsi provocatus), meskipun
secara terminologi banyak macam aborsi yang bisa dijelaskan. Krismaryanto, menguraikan
berbagai macam aborsi, yang terdiri dari 3:
1) Aborsi/ Pengguguran kandungan Procured Abortion/ Aborsi Provokatus/ Induced
Abortion, yaitu penghentian hasil kehamilan dari rahim sebelum janin bisa hidup
diluar kandungan.
2) Miscarringe/ Keguguran, yaitu terhentinya kehamilan sebelum bayi hidup di luar
kandungan (viability).
3) Aborsi Therapeutic/ Medicinalis, adalah penghentian kehamilan dengan indikasi
medis untuk menyelamatkan nyawa ibu, atau tubuhnya yang tidak bisa dikembalikan.
4) Aborsi Kriminalis, adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di luar
kandungan dengan alasan-alasan lain, selain therapeutik, dan dilarang oleh hukum.
5) Aborsi Eugenetik, adalah penghentian kehamilan untuk meghindari kelahiran bayi
yang cacat atau bayi yang mempunyai penyakit ginetis. Eugenisme adalah ideologi
yang diterapkan untuk mendapatkan keturunan hanya yang unggul saja
6) Aborsi langsung-tak langsung, adalah tindakan (intervensi medis) yang tujuannya
secara langsung ingin membunuh janin yang ada dalam rahim sang ibu. Sedangkan
aborsi tak langsung ialah suatu tindakan (intervensi medis) yang mengakibatkan
aborsi, meskipun aborsinya sendiri tidak dimaksudkan dan bukan jadi tujuan dalam
tindakan itu.
7) Selective Abortion. Adalah penghentian kehamilan karena janin yang dikandung tidak
memenuhi kriteria yang diiginkan. Aborsi ini banyak dilakukan wanita yang
mengadakan ”Pre natal diagnosis” yakni diagnosis janin ketika ia masih ada di dalam
kandungan.
5
8) Embryo reduction (pengurangan embrio), pengguguran janin dengan menyisahkan
satu atau dua janin saja, karena dikhawatirkan mengalami hambatan perkembangan,
atau bahkan tidak sehat perkembanganya.
9) Partial Birth Abortion, merupakan istilah politis/hukum yang dalam istilah medis
dikenal dengan nama dilation and extaction. Cara ini pertama-tama adalah dengan
cara memberikan obat-obatan kepada wanita hamil, tujuan agar leher rahim terbuka
secara prematur. Tindakan selanjutnya adalah menggunakan alat khusus, dokter
memutar posisi bayi, sehingga yang keluar lebih dahulu adalah kakinya. Lalu bayi
ditarik ke luar, tetapi tidak seluruhnya, agar kepala bayi tersebut tetap berada dalam
tubuh ibunya. Ketika di dalam itulah dokter menusuk kepala bayi dengan alat yang
tajam. Dan menghisap otak bayinya sehingga bayi mati. Sesudah itu baru disedot
keluar

Dalam ilmu kedokteran aborsi dibagi atas dua golongan3,7:


a. Aborsi Spontan
Aborsi terjadi dengan sendirinya tanpa adanya pengaruh dari luar baik faktor mekanis
ataupun medisinalis. Misalnya karena sel sperma atau sel telur tidak bagus kualitasnya, atau
karena ada kelalaian bentuk rahim. Dapat juga disebabkan oleh karena penyakit, misalnya
penyakit syphilis, infeksiakut dengan disertai demam yang tinggi pada penyakit malaria.
Aborsi spontanus dapat juga terjadi karena sang ibu hamil muda, sementara ia melakukan
pekerjaan yang berat-berat ataupun keadaan kandungan yang tidak kuat dalam rahim karena
usia wanita yang terlalu muda hamil utaupun terlalu tua. Aborsi spontan dibagi atas:
1. Aborsi komplektus
Artinya keluarnya seluruh hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu.
2. Aborsi habitualis
Artinya aborsi terjadi 3 atau lebih aborsi spontan berturut-turut. Aborsi habitualis ini dapat
terjadi juga jika kadangkala seorang wanita mudah sekali mengalami keguguran yang
disebabkan oleh ganguan dari luar yang amat ringan sekali, misalnya terpeleset, bermain
skipping (meloncat dengan tali), naik kuda, naik sepeda dan lain-lain. Bila keguguran
hampir tiap kali terjadi pada tiap-tiap kehamilan, maka keadaan ini disebut “aborsi
habitualis”.yang biasanya terjadi pada kandungan minggu kelima sampai kelimabelas.
3. Aborsi inkompletus
Artinya keluar sebagian tetapi tidak seluruh hasil konsepsi sebelum umur kehamilan
lengkap 20 minggu.
6
4. Aborsi diinduksi
Yaitu penghentian kehamilan sengaja dengan cara apa saja sebelum umur kehamilan
lengkap 20 minggu dapat bersifat terapi atau non terapi.
5. Aborsi insipiens
Yaitu keadaan perdarahan dari interauteri yang terjadi dengan dilatasi serviks kontinu dan
progresif tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi sebelum umur kehamilan 20 minggu.
6. Aborsi terinfeksi
Yaitu aborsi yang disertai infeksi organ genital.
7. Missed Abortion
Yaitu aborsi yang embrio atas janinnya meninggal. Dalam uterus sebelum umur kehamilan
lengkap 20 minggu tetapi hasil konsepsi tertahan dalam uterus selama 8 minggu atau
lebih.
8. Aborsi septik
Yaitu aborsi yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dari produknya ke dalam
sirkulasi sistematik ibu.

b. Aborsi Provokatus6,7,8
Yaitu aborsi yang disengaja, yang dilakukan dengan maksud dan pertimbangan
tertentu baik dengan memakai obat-obatan atau alat karena kandungan tidak dikehendaki.
Aborsi provocatus terdiri dari6,8:
A. Aborsi provokatus medicinalis atau aborsi therapeutic
Merupakan pengguguran kehamilan biasanya menggunakan alat-alat dengan alasan
bahwa kehamilan membahayakan, membawa maut bagi ibu, misalnya karena ibu berpenyakit
berat. Jadi dilakukan apabila ada indikasi medis. Bertujuan untuk menyelamatkan ibu.
Indikasinya6 :
 Kelainan uterus = Uterus dengan mola
 Kelainan gynekologi = Kelainan tulang pelvis
 Penyakit sistemik ibu = Toxemia gravidarum, penyakit jantung yang berat, penyakit
ginjal dan TBC.
 Janin mati dalam kandungan.
Walaupun demikian, aborsi therapeutic di negara kita merupakan kejahatan. Hanya
saja dokter yang mengerjakannya terlindung pasal 94 KUHP (Barang siapa melakukan
perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana). Tidak semua daya paksa dapat

7
membebaskan orang dari hukuman. Yang dapat dibebaskan adalah daya paksa yang demikian
besarnya sehingga oleh pendapat umum dapat dipandang sebagai tidak dapat dihindarkan,
tidak harus dilawan. Jadi paksaan harus ditinjau dari berbagai segi, misal apakah yang
dipaksa itu lebih lemah dari yang memaksa? Apakah tidak ada jalan lain, apakah paksaan itu
betul-betul seimbang apabila dituruti?6
Sebelum melaksanakan suatu aborsi therapeutic, perlu diperhatikan6,9 :
1) Mengkonsultasikan dengan sedikitnya dua orang ahli = ahli obstetric/gynekologi dan
ahli penyakit dalam atau ahli penyakit jantung yang berpengalaman.
2) Indikasi medis benar-benar tepat karenanya status penderita harus dilengkapi dengan
data yang cukup.
3) Ada persetujuan tertulis dari suami atau keluarga dekatnya.
4) Dilaksanakan di Rumah Sakit Umum.
Cara melakukan Aborsi provakatus medicinalis/therapeutic6 :
a) Menstrual Regulation
b) Vacum aspiration, baik untuk kehamilan trimester I (kurang dari 10 minggu).

B. Aborsi Provokatus Kriminalis


Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh hukum. Dari
pasal-pasal KUHP tentang pengguguran maka aborsi jenis ini jelas merupakan suatu tindakan
kriminal, sehingga polisi selaku penyidik, berwenang meminta bantuan pada dokter untuk
memeriksa pasien yang mengalami keguguran yang dibuat. Dengan demikian dokter perlu
mengetahui aspek kedokteran forensic dari aborsi provakatus kriminalis.6
Kasus aborsi ini jarang diajukan ke pengadilan karena pihak ibu merupakan korban
dan sekaligus pelaku sehingga sulit diharapkan aborsi dilaporkan kepada yang berwajib.
Umumnya kasus aborsi diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi ( Si Ibu sakit
berat/mati ) atau bila ada pengaduan dari Si Ibu atau suaminya (dalam hal lain)3,6.
Ciri-ciri Aborsi Provakatus kriminalis6 :
 Ada tanda-tanda infeksi.
 Tanda keracunan obat.
 Retensi fetus lama kecuali missed abortion.
 Ada luka oleh instrument yang digunakan.

8
V. METODE ABORSI
Terdapat berbagai metode yang sering digunakan dalam aborsi provokatus yang perlu
diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan bermanfaat didalam
melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan
antara tindakan aborsi itu sendiri dengan kematian yang terjadi pada si ibu. Metode yang
digunakan biasanya disesuaikan dengan umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan,
semakin tinggi resikonya.6
Metode pada aborsi yang sering dilakukan, yaitu5,6,10 :
1. Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu.
 Kerja fisik yang berlebihan, misalnya : Olahraga berlebihan, naik kuda, mendaki
gunung, naik turun tangga dan sebagainya agar diharapkan kontraksi dari uterus.
 Melakukan kekerasan pada daerah perut misalnya pemijatan daerah perut bagian
bawah.
 Pemberian obat pencahar.
 Coitus yang berlebihan
 Pemberian obat-obatan dan bahan kimia seperti : Purgative/laxantia (Nanas muda,
pecehan gelas halus, castor oil, MgSO4), Caetica, Ecbolic/Oksitosik (Ergot,
Secaleconutum, Kinine, Metilsalisilat), Emmenagogum /Pelancar haid (Kontaridas,
opiol, arsen, striknin, Metalic salt/logam berat (Garam, Pb, As, Hg), Jamur peluntur,
anggur, bubuk beras dicampur dengan merica hitam.
 Electric shock untuk merangsang rahim.
 Menyemprotkan cairan ke dalam vagina.
2. Pada umur kehamilan sampai dengan 8 minggu.
 Pemberian obat-obat yang merangsang otot rahim dan pencahar agar terjadi
peningkatan “menstrual flow” dan preparat hormonal guna mengganggu
keseimbangan hormonal.
 Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari plasenta dan amnion atau
menyuntikkan cairan yang mengandung karbol (carbolic acid).
 Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti kateter atau pensil dengan
maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim yang dapat berakhir dengan aborsi.
3. Pada umur kehamilan antara 12-16 minggu
 Menusuk dengan benda runcing seperti sapu lidi, paku, pensil, sonde, batang jarak,
keteter, ruji sepeda.

9
 Melepaskan fetus
 Memasukkan pasta atau cairan sabun.
 Dengan instrumen; kuretase.

Metode Aborsi Pada Trimester Pertama dan Trimester Kedua11


Trimester Pertama
 Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode
penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini.
Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat
mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi
berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa
darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol
yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam
menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah
sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi
pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa
plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling
sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.11

Gambar 2. Metode Penyedotan dan Kuretase pade Aborsi Fetus Usia 9 Minggu (dikutip dari
kepustakaan 12 )

10
 Metode D&C - Dilatasi dan Kuretase
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk
memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan
diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama
dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu
juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama
dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim
(seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering
terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung
kencing.11
 PIL RU 486
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan 2 hormon
sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan
usia 5-9 minggu. Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang
berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran
ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada
kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan
suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya
kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita
mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari
mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-
tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan
ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui
apakah aborsi telah berlangsung.11
 Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke
dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel,
seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk
pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid - selaput
yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta. MTX
menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan
pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari
kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk
memicu terlepasnya janin dari rahim.11
11
Gambar 3. Metode Aborsi (Dilatasi&Kuretase, dan Aborsi dengan Suntikan Prostaglandin)
(dikutip dari kepustakaan 13 )

Gambar 4. Janin Hasil Aborsi Dengan Metode Suntikan Prostaglandin (dikutip dari kepustakaan 14 )

Trimester Kedua:
 Metode Dilatasi dan Evakuasi (D&E)
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu. Metode ini
sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit (forsep) dengan ujung
pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga seluruh
tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia kehamilan ini tengkorak janin
sudah mengeras, maka tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari
rahim.11

12
Gambar 5. Metode Dilatasi dan Evakuasi pada Aborsi Fetus Usia 23 Minggu
(dikutip dari kepustakaan 15 )

 Metode Racun Garam (Saline)


Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat kandungan
berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin. Jarum disuntikkan ke
perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air ketuban dikeluarkan, diganti
dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai bernafas, menelan garam dan
teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya,
setelah kira-kira satu jam, janin akan mati.11

Gambar 6. Janin Hasil Aborsi dengan Metode Racun Garam (dikutip dri kepustakaan 14 )

Obat – obatan4
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan aborsi kecuali
diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut
diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu menyebabkan rahim yang
sehat mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena
itulah seorang “abortir profesional” tidak mau membuang-buang waktu/mengambil resiko

13
melakukan aborsi dengan menggunakan obat-obatan. Klasifikasi obat-obat yang digunakan
adalah4 :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus
- Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus).
- Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan
aborsi harus diberikan dalam dosis yang besar dan berulang).
2. Obat – obat yang menimbulkan kontaksi Gastro-intestinal traktus.
- Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.
- Castrol oil ; magnesium sulfate / sodium sulfate
3. Obat yang bersifat racun sistemik
- Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih
mentah, madar juice, Buah Daucus carota).
- Racun logam ( yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang
mengandung oksida timah dan minyak zaitun).

Kekerasan Mekanik4
Tindakan kekerasan yang bersifat umum4 :
(1) Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan.
(2) Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
(3) Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda,
mendaki gunung, berenang, naik turun tangga.
(4) Mengangkat barang-barang berat.
(5) Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :
(1) Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter,
jarum, dll kedalam rongga uterus.
(2) Penggunaan ganggang laminaria yang diameternya berukuran 0,4-0,5 cm. Ganggang
ini direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan demikian akan
menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi aborsi.
(3) Stik aborsi, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain, kemudian
dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan dimasukkan kedalam
ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan aborsi.
(4) Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan
mengeluarkan hasil konsepsi.
14
Gambar 7. Ilustrasi Berbagai Lokasi Metode Aborsi Provokatus Pada Regio Pelvis Wanita
(dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 8. Distribusi Metode-metode Aborsi di Indonesia (dikutip dari kepustakaan 5)

VI. KOMPLIKASI 3,4,6,8


1. Kematian segera (Immediate Death)
a. Vagal refleks, tanda utama sesak nafas, vagal refleks terjadi oleh karena karbon,
serta intervensi instrument atau penyuntikan cairan secara tiba-tiba yang mana
cairan tersebut dapat terlalu panas atau terlalu dingin.
b. Emboli udara/lemak
Emboli udara yang terjadi beberapa jam setelah tindakan, dimungkinkan udara
yang masuk dalam uterus tertahan di dalam sampai terjadi separasi plasenta yang
membuka pembuluh darah sehingga memungkinkan masuknya udara ke dalam

15
sirkulasi. Adanya muleus plug dapat menjelaskan mengapa udara dalam uterus
tidak dapat keluar melalui mulut rahim.
Dosis dari udara yang dapat mematikan dipengaruhi oleh berbagai factor,
diantaranya keadaan umum korban dan kecepatan masuk udara ke dalam tubuh.
Pada umumnya jumlah udara yang dapat menyebabkan kematian minimal 100 ml,
walaupun secara eksperimental udara yang dapat menyebabkan kematian berkisar
antara 10 ml sampai 480 ml.
c. Perdarahan lebih jarang dijumpai bila dibandingkan dengan kedua hal tersebut.

Gambar 9. Seorang perempuan yang meninggal karena mengalami emboli udara akibat
aborsi provokatus dengan menggunakan Higginson syringe. (dikutip dari kepustakaan 9)

2. Kematian tidak begitu cepat/ lambat ( Delayed death )


a. Emboli cairan
b. Perdarahan
c. Septikemia
d. Peritonitis generalisata
e. Infeksi lokal/ toxemia
f. Tetanus
3. Kematian Paling Lambat ( Remote Death)
a. Sepsis : tercium bau busuk dari vagina (foetor), demam tinggi,gemetar.
b. Gagal ginjal akut
c. Jaundice dan renal suppression
d. Endocarditis bacterial
e. Pneumoni, empyema, meningitis

16
VII. PEMERIKSAAN PADA ABORSI PROVOKATUS KRIMINALIS6,16
1. Korban Hidup16
Pada korban hidup perlu diperhatikan :
a. Tanda kehamilan, misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal,
mikroskopik, dan sebagainya.
b. Usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia, perut
bawah
c. Pemeriksaan toksikologi, untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat
mengakibatkan abortus
d. Hasil dari usaha penghentian kehamilan dapat berupa16:
 IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
 Sisa-sisa jaringan dengan pemeriksaan mikroskopis/ PA
2. Korban mati16
Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin, sebaiknya (12-16 jam), pemeriksaan luar
dilakukan seperti biasa. Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada
cara melakukan aborsi serta interval waktu antara tindakan aborsi dan kematian.11
Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen sebagai
langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai
penyebab kematian korban. Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada
pembedahan jenazah, bila didapatkan cairn dalam rongga perut, atau kecurigaan lain,
lakukan pemeriksaan toksikologik.16
Pemeriksaan post mortem meliputi :
 Tentukan apakah hamil/ baru saja hamil
 Tanda baru saja aborsi
 Tanda kekerasan
 Tentukan sebab kematian.
Tanda-tanda post mortem dari aborsi
Pada ibu, sewaktu hidup : adanya tanda-tanda baru melahirkan, tergantung dari usia
saat aborsi, pemeriksaan dalam dan lamanya kehamilan.
Tanda-tanda aborsi yang baru terjadi adalah : bercak darah pada vagina, ditemukan cairan,
vagina yang longgar, laserasi dan luka yang terdapat pada vagina. Serviks membuka, bisa
terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan. Uterus membesar dan payudara juga
membesar.6,16

17
Setelah kematian, lakukan pemeriksaan terhadap16 :
- Tanda-tanda kehamilan.
- Cedera, terutama akibat kekerasan
- Periksa alat-alat genitalia interna, apakah pucat, mengalami kongesti, atau adanya
memar.
- Laserasi, inflamasi pada vagina
- Cedera pada serviks
- Uterus dan jaringan sekitarnya, diambil contoh jaringan untuk pemeriksaan. Apakah
ada pembesaran, krepitasi, luka, atau perforasi.
- Uterus diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk mendeteksi perdarahan
yang berasal dari bawah
- Letak plasenta yang akan terlihat jika uterus dibuka.

Gambar 10. Autopsi menunjukkan septik uterus akibat aborsi ilegal.


(dikutip dari kepustakaan 9)

Tes emboli udara dilakukan pada vena kava inferior dan jantung. Pemeriksaan
toksikologik dilakukan segera setelah tes emboli dengan mengambil darah dari jantung.
Pemeriksaan kehamilan/toksikologik juga dapat dilakukan dengan mengambil urin.
Pemeriksaan organ-organ lain dilakukan seperti biasa.16

Pemeriksaan mikroskopik/ PA meliputi adanya16 :


 Sel trofoblast menunjukkan tanda hamil
 Kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan.
 Sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalis.

18
Gambar 11. Endometritis septik setelah aborsi ilegal. Bagian hemoragik pada serviks
menunjukkan tempat di mana instrumen dikaitkan pada kanalis servikalis.
(dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 12. Infeksi Clostridium perferingens (gas gangren) akibat aborsi ilegal
(dikutip dari kepustakaan 9)

Pemeriksaan atas tubuh seorang wanita yang mati setelah pada dirinya dilakukan
tindakan pengguguran kandungan, tergantung dari metode yang dipakai dalam
pengguguran tersebut.6

19
 Aborsi dengan obat-obatan.
Pemeriksaan toksikologik untuk mendeteksi obat yang dipergunakan merupakan
pemeriksaan rutin yang harus dikerjakan, obat yang biasa ditemukan umumnya obat
yang bersifat dapat mengiritasi saluran pencernaan.
 Aborsi dengan instrumen
Dapat diketahui bila terjadi robekan atau perforasi dari rahim atau jalan lahir, robekan
umumnya terjadi pada dinding lateral uterus, sedangkan perforasi biasanya terdapat
pada bagian posterior fornix vaginae.
 Aborsi dengan penyemprotan
Tampak adanya cairan yang berbusa diantara dinding uterus dengan fetal membran,
separasi sebagian dari placenta dapat dijumpai. Gelembung-gelembung udara dapat
dilihat dan ditelusuri pada pembuluh vena mulai dari rahim sampai ke bilik jantung
kanan. Pengukuran kandungan fibrinolisis dalam darah dapat berguna untuk
mengetahui apakah korban mati secara mendadak. Perforasi fundus uteri dapat
dijumpai bila syringe dipergunakan untuk penyemprotan.

VIII. PEMBUKTIAN PADA KASUS ABORSI


Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat
dari tindakan aborsi yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk, sebagai
berikut6:
 Adanya kehamilan
 Umur kehamilan bila dipakai pengertian aborsi menurut pengertian medis.
 Adanya hubungan sebab akibat antara aborsi dengan kematian.
 Adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan aborsi dengan saat kematian.
 Adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan aborsi sesuai dengan metode
yang dipergunakan.

IX. PASAL-PASAL YANG BERKAITAN DENGAN ABORSI


Abortus atas indikasi medik diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 75,76, dan 77.4,6
 Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

20
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau:
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
 Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan aborsi provokatus


kriminalis yaitu pasal 299, 346,347,348, 349 KUHP.6
a. Pasal 299 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.

21
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

b. Pasal 346 KUHP


Seorang wanita dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
c. Pasal 347 KUHP
(1) Barang siapa dngan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
d. Pasal 348 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
e. Pasal 394 KUHP
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterapkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari Pasal 346, 347 dan 348 KHUP, jelas bahwa undang-undang tidak
mempersoalkan masalah umur kehamilan atau berat badan dari fetus yang keluar. Sedangkan
pasal 349 dan 299 KUHP memuat ancaman hukuman untuk orang-orang tertentu yang
mempunyai profesi atau pekerjaan tertentu bila mereka turut membantu atau melakukan
kejahatan seperti yang dimaksud ke tiga pasal tersebut.6
Yang dapat dikenakan hukuman adalah tindakan menggugurkan atau mematikan
kandungan yang termasuk tindakan pidana sesuai dengan pasal-pasal pada KUHP (aborsi
22
kriminalis). Sedangkan tindakan yang serupa demi keselamatn ibu yang dapat
dipertanggungjwabkan secara medis (aborsi medicinalis atau aborsi therapeuticus), tidaklah
dapat dihukum walaupun pada kenyataan dokter dapat melakukan aborsi medicinalis, itu
diperiksa oleh penyidik dan dilanjutkan dengan pemeriksaan di pengadilan. 6
Pemeriksaan oleh penyidik atau hakim di pengadilan bertujuan untuk mencari bukti-
bukti akan kebenaran bahwa pada kasus tersebut memang murni tidak ada unsur kriminalnya,
semata-mata untuk keselamatan jiwa Si ibu. Perlu diingat bahwa hanya Hakimlah yang
berhak memutuskan apakah seseorang itu (dokter) bersalah atau tidak bersalah.6

X. KESIMPULAN

Aborsi itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia atau (aborsi
provokatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti
bukan karena perbuatan manusia (aborsi spontaneus). Aborsi yang terjadi karena perbuatan
manusia dapat terjadi baik karena didorong oleh alasan medis, misalnya karena wanita yang
hamil menderita suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa wanita tersebut maka
kandungannya harus digugurkan (aborsi provokatus therapeutics atau bisa disebut aborsi
terapeutik). Di samping itu terdapat juga karena alasan-alasan lain yang tidak dibenarkan oleh
hukum (aborsi provokatus criminalis atau disebut aborsi kriminalis). Definisi aborsi sendiri
dapat dibedakan berdasarkan secara umum, hukum, medis, kedokteran forensik dan
medikolegal). Insidens aborsi sukar ditentukan karena aborsi buatan banyak tidak dilaporkan,
kecuali apabila terjadi komplikasi. Metode aborsi terdiri dari banyak cara, antara lain: dengan
obat-obatan, kekerasan mekanik, dan operasi medis. Metode aborsi tersebut dilakukan
berdasarkan usia janin yang akan diaborsi. Aborsi dapat menimbulkan berbagai komplikasi
terhadap pelakunya. Berbagai komplikasi tersebut antara lain : perdarahan, infeksi, emboli,
sepsis, bahkan dapat berujung kematian. Pemeriksaan pada kasus abortus provokatus
kriminalis dapat dilakukan pada korban hidup ataupun korban meninggal. Pemeriksaan
tersebut dapat berupa: pemeriksaan tanda-tanda kehamilan, pemeriksaan alat genitalia
interna, pemeriksaan mikroskopis/PA, pemeriksaan dalam, tes emboli udara, dan lain
sebagainya. Peraturan yang berkaitan dengan aborsi provokatus kriminalis diatur dalam
KUHP, yaitu pasal 299, 346,347,348, 349 KUHP. Sedangkan untuk aborsi provokatus
terapeutik atas indikasi medis diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3).

23

Anda mungkin juga menyukai