Bab 1 Perbandingan Remisi Molekular Pada Pasien CML Dengan Pengobatan Imatinib Dan Nilotinib
Bab 1 Perbandingan Remisi Molekular Pada Pasien CML Dengan Pengobatan Imatinib Dan Nilotinib
PENDAHULUAN
Tenggara, insidensi CML sebesar 0,5 per 100.000 penduduk, dengan umur
penderita berkisar antara 36-38 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Harryanto et al., insidensi CML di Indonesia sekitar 1,5 kasus dari 100.000
penduduk. Angka ini terus meningkat selama 1 dekade terakhir. Dari 100 pasien,
menyebabkan fusi dari gen BCR-ABL. Gen ini merupakan suatu tirosin kinase
tulang. Oleh karena itu untuk menghambat kerja gen onkogen ini penderita CML
menggunakan golongan obat Tirosin Kinase Inhibitor (TKI). Salah satu obat yang
BCR-ABL, PDGFRA dan c-KIT. Cara kerja obat ini adalah berkompetisi dengan
1
Universitas Lambung Mangkurat
2
ATP untuk menempel pada ATP binding site di gen BCR-ABL. Sementara itu,
nilotinib memiliki struktur yang sama dengan imatinib namun lebih berpotensi
untuk menginhibisi gen BCR-ABL. Hal ini dikarenakan nilotinib memiliki afinitas
lebih tinggi pada ATP binding site. Obat ini sering digunakan untuk tipe CML
yang parah atau pasien yang memiliki resistensi terhadap obat imatinib.4,5
CML yang menerima pengobatan dengan nilotinib memiliki angka remisi lebih
tinggi dibandingkan dengan imatinib (remisi sitogenetik 85% vs 77% dan remisi
molekular 77% vs 60%). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Saglio et al.
disebutkan bahwa pasien yang sudah menjalani terapi selama 12 bulan dengan
nilotinib memiliki persentase remisi molekular lebih tinggi yaitu 44% dan yang
Dari beberapa hasil penelitian itu nilotinib dan imatinib memiliki perbedaan
kecepatan remisi untuk pasien CML. Prognosis baik dan buruk pada pasien CML
sangat bergantung pada pengobatan ini. Perbedaan etnik juga berpengaruh dalam
hal remisi molekuler kedua obat ini, sehingga penelitian ini sangat penting
yang lebih baik, masih sedikit penelitian mengenai kedua obat ini di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
adalah:
C. Tujuan Penelitian
pengobatan imatinib.
pengobatan nilotinib.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan jika terbukti obat
nilotinib lebih cepat mencapai remisi molekuler, maka hasil penelitian ini bisa
menjadi salah satu dasar untuk rekomendasi pemilihan obat TKI nilotinib pada
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1.
remisi molekular pada pasien CML dengan pengobatan imatinib dan nilotinib,
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
diketahui pasti, tetapi ionisasi radiasi, radioterapi kanker, dan ledakan bom atom
bahwa pada tahun 2015 terdapat kasus baru CML laki-laki 438 orang dan
perempuan 310 orang. Angka insidensi tertinggi pada rentang usia 85-89 tahun,
didapatkan bahwa 11 dari 100 pasien CML sudah menderita penyakit ini lebih
(SH2), tirosin kinase, DNA-binding, dan actin binding. Domain protein BCR
domain. Domain tirosin kinase ABL berkontribusi pada aktivitas dari kinase
dengan cara mentransfer gugus fosfat dari ATP ke residu tirosin yang membuat
berbagai jalur intraseluler aktif. Sinyal yang teraktivasi dari jalur intraseluler yang
distimulasi BCR-ABL adalah RAS, PI3K, dan STAT pathway. Aktivasi sinyal-
sinyal tersebut menghambat proliferasi sel aktif dan apoptosis sel. Selain itu BCR-
ABL juga berinteraksi dengan protein kinase C βII. Aktivasi protein ini
vinkulin dan focal adhesion kinase (FAK) juga berinteraksi dengan BCR-ABL.
Interaksi ini mengubah adhesi dan fungsi dari sitoskeleton, yang menyebabkan
memisahnya sel darah imatur dari sumsum tulang ke dalam peredaran darah.3
Figure
Gambar 2.24.Patogenesis
Some of the cellularMyeloid
Chronic eventsLeukemia
activated by BCR-ABL.28
adaptor protein
CML-AP would cause
dapat the activation
ditemukan anemia of In addition
yang semakin berat to the activation
ataupun menetap, of these three
PI3K (phosphoinositide 3-kinase) pathway. pathway, BCR-ABL could also interact with kinase
splenomegali dan infiltrasi organ. Fase ini seangat progresif, sel blast dapat
mencapai lebih dari 5% namun masih kurang dari 30%. Banyak pasien yang tidak
merasakan gejala apapun pada saat perubahan fase AP menjadi BP. CML-BP
33
digambarkan sebagai leukemia akut dengan gejala perdarahan, demam dan infeksi
ang semakin berat. Terdapat sel blast di dalam darah dan sumsum tulang yang
mencapai 30%.6
B. Pengobatan CML
pada fase terdiagnosisnya, hasil tes laboratorium, faktor resiko dan umur.
adalah beberapa obat yang pertama digunakan untuk pasien penderita CML.
Sekarang lini pertama terapi untuk pasien CML adalah Tirosin Kinase Inhibitor
(TKI).10,1112
ATP (autophosphorilation) yang akan ditransfer ke residu tirosin pada substrat sel
kinase, yang disebut dengan Tirosin Kinase Inhibitor (TKI). Obat ini berkompetisi
dengan ATP untuk menempel pada ATP binding site. Contoh obat TKI adalah
imatinib dan nilotinib. Pengobatan dengan TKI ini mempunyai faktor risiko yang
sumsum tulang).3
a. Imatinib
merupakan salah satu obat TKI. Imatinib bekerja dengan cara berkompetisi
receptor (PGDFR) dan C-KIT tirosin kinase. Obat ini juga menginhibisi
protein ABL non-kanker, tetapi sel normal ini memiliki tirosin kinase yang
Imatinib diabsorpsi dengan baik per oral (mencapai 90%). Obat ini
samping yang sering muncul. Beberapa efek samping tersebut yaitu retensi
cairan, sakit kepala, diare, berkurang nafsu makan, lemas, mual, muntah,
distensi abdominal, edema, rash, pusing, dan kram. Efek samping yang
Molecular Respons (MCR) dalam 6 bulan. Hal ini bisa disebabkan karena
metabolism dan/atau transpor obat lain. Resistensi yang didapat terjadi jika
transkrip BCR-ABL 5-6 kali lipat. Resistensi tipe ini dikarenakan mutasi dari
- Kepasifan stem cell CML. Imatinib tidak bekerja efektif pada sel yang
- BCR-ABL1 overexpression
b. Nilotinib
yang sama dengan imatinib. Obat ini dirancang untuk lebih selektif dan
lebih poten terhadap gen BCR-ABL. Afinitas untuk ATP binding site pada
BCR-ABL lebih tinggi 30-50 kali in vitro (IC < 30nM) dan terbukti dapat
tepat menempel dalam kantong hidrofobik dari tirosin kinase. Selain itu
Nilotinib diabsorpsi per oral sebesar kurang lebih 30%. Absorpsi ini
tidak dimakan dua jam sebelum dan satu jam setelah makan agar didapat
kadar plasma obat yang sudah diprediksikan dan pencegahan adverse effect
CYP3A4. Obat ini dapat membuat konsentrasi nilotinib meningkat tiga kali
transporter Oct-1 dan dapat mengurangi uptake dari imatinib karena potensi
obat ini jauh lebih tinggi. Nilotinib disekresikan melalui kandung empedu
dan feses.5,13
Penyebab dari resistensi obat nilotinib tidak jauh berbeda dengan imatinib.
pengobatan TKI dilakukan dengan cara evaluasi kondisi. Terdapat 3 tipe evaluasi
kondisi yaitu tes hematologi, tes sitogenetik, dan tes molekular. Mengevaluasi
hitung sel darah dan apusan darah pada tes hematologi dilakukan untuk
menentukan tipe dari diferensiasi leukosit. Jika angka sel darah pasien normal
(leukosit < 10x109/l, trombosit < 450x109/L) dan tidak ditemukan granulosit
Pada keadaan CHR, CML tidak dapat dideteksi dengan tes hematologi,
namun dengan menggunakan tes sitogenetik dan tes molekular masih dapat
dideteksi. Tes sitogenetik ini dilakukan untuk menghitung jumlah sel yang
konvensional, yaitu kariotipe atau dengan metode lebih baik dengan Florescence
dan dianggap sebagai complete cytogenetic response (CcyR) jika hasilnya tidak
ditemukan Ph+. Pada pasien yang ditetapkan sebagai CcyR, sel leukemia tidak
time PCR (RQ-PCR). Tes molekular ini dilakukan dengan mendeteksi jumlah
transkrip BCR-ABL. Jika jumlah transkrip BCR-ABL < 0,1%, maka pasien
dianggap mengalami major molecular response (MMR), dan jika tidak ditemukan
response (CMR).3,4
penelitian mengenai landmark klinis untuk TKI dan CML. Peneliti merandomisasi
1106 pasien CML-CP untuk mendapatkan imatinib 400 mg/hari atau INF-α
ditambah dengan cytarabine dosis rendah. Pada saat 19 bulan, didapatkan hasil
pengguna imatinib memiliki outcome (luaran klinik) jauh lebih baik dibandingkan
dengan pengguna INF-α ditambah dengan cytarabine, khususnya dalam hal rerata
CHR (95,3% vs 55,5%, P<0,001) dan CCyR (74% vs 9%, p < 0,001) dan free-
from-progession dari AP atau BP pada 12 bulan. Setelah 8 tahun follow up, rerata
free survival adalah 81% dan rerata overall survival adalah 93%.4,6,19
Pada uji klinis ENEST-nd, dua dosis nilotinib (300 mg atau 400 mg dua
kali sehari) dibandingkan dengan imatinib 400 mg per hari. Rerata MMR saat 12
bulan dijadikan sebagai endpoint penelitian. Rerata MMR pada pasien yang
menerima pengobatan nilotinib dengan dosis 300 mg maupun 400 mg lebih tinggi
mengakibatkan 53% remisi molekuler. Dari hasil ini dikatakan bahwa nilotinib
lebih tinggi afinitasnya dari pada imatinib. Selain itu nilotinib bekerja dengan
meningkatkan stress oksidatif melebihi imatinib. Sel kanker lebih banyak terpapar
stress oksidatif dibandingkan dengan sel normal. Oleh karena itu pemberian
tindakan sesuai dengan rekomendasi yang dibuat oleh dokter sesuai dengan
waktu, dosis, dan frekuensi minum obat. Studi yang dilakukan rumah sakit
Hammersmith didapatkan hasil bahwa pasien yang tidak patuh meminum obat
lebih lambat enam tahun mencapai MMR dan CMR dibandingkan pasien yang
intoleransi lebih tinggi untuk penggunaan obat imatinib (43% vs 28%). Tetapi
pasien di atas 65 tahun ini memiliki angka durasi lebih pendek untuk durasi
pengobatan. Pasien di atas 65 tahun juga memiliki angka MCyR dan CCyR lebih
Penelitian yang dilakukan oleh Justin P Lee et.al di Amerika tahun 2009
dengan etnik non hispanik. Penelitian ini juga menyebutkan wanita memiliki
BAB III
A. Landasan Teori
yaitu tes hematologi, tes sitogenetik, dan tes molekular. Tes molekular dapat
jumlah transkrip BCR-ABL < 0,1%, maka pasien dianggap mengalami major
molecular response (MMR), dan jika tidak ditemukan sama sekali transkrip BCR-
sekarang dipakai untuk pasien CML adalah jenis Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI),
yang bekerja menghambat aktivitas dari tirosin kinase BCR-ABL. Contoh obat
dimetabolisme oleh substrat sitokrom P450 CYP3A4 dan CYP3A5, dan dapat
CYP3A5 dan Pgp. Oleh karena itu obat yang dimetabolisme atau mempengaruhi
juga memblok platelet derived growth factor receptor (PGDFR) dan C-KIT
tyrosine kinase. Resistensi dapat terjadi pada penggunaan oabt imatinib. Resisten
primer bisa disebabkan karena metabolism dan/atau transpor obat lain. Resistensi
yang didapat terjadi jika terdapat progresi penyakit atau tidak adanya respons
Nilotinib adalah generasi kedua dari TKI. Nilotinib memiliki struktur yang
sama dengan imatinib. Sama dengan imatinib, metabolisme obat ini juga oleh
dikontraindikasikan juga untuk nilotinib. Dianjurkan obat ini tidak dimakan dua
jam sebelum dan satu jam setelah makan agar didapat kadar plasma obat yang
sudah diprediksikan dan pencegahan adverse effect. Obat ini dirancang untuk
lebih selektif dan lebih poten terhadap gen BCR-ABL. Afinitas untuk ATP binding
site pada BCR-ABL lebih tinggi 30-50 kali in vitro (IC < 30nM) dan terbukti dapat
tepat menempel dalam kantong hidrofobik dari tirosin kinase. Selain itu nilotinib
juga aktif berpengaruh pada beberapa tirosin kinase lain termasuk ABL, ARG,
KIT, PDGFR, DDR1 dan NQO2. Nilotinib bisa digunakan pada pasien yang
Hal ini dikarenakan nilotinib lebih tinggi afinitasnya pada ATP binding site
oksidatif pada sel kanker lebih tinggi dibandingkan dengan imatinib. Pada
penggunaan obat nilotinib juga dapat terjadi resistensi. Penelitian Xavier Mahon
peningkatan regulasi ekspresi Src, atau overekspresi dari Lyn kinase adalah
Hammersmith menunjukkan bahwa pasien yang tidak patuh meminum obat lebih
lambat enam tahun mencapai MMR dan CMR dibandingkan pasien yang patuh
atas 65 tahun juga memiliki angka MCyR dan CCyR lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien dengan umur kurang dari 65 tahun. Selain itu penelitian yang
berpengaruh yaitu etnik hispanik lebih besar kemungkinan mencapai CHR dalam
3 bulan dibandingkan dengan etnik non hispanik. Penelitian ini juga menyebutkan
wanita memiliki angka lebih tinggi dalam adverse effect dibandingkan dengan
pria14,21
Gambar 3.1 Kerangka Teori Perbandingan Remisi Molekular pada Pasien Chronic
Myeloid Leukemia dengan Pengobatan Imatinib dan Nilotinib.
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Perbandingan Remisi Molekular pada Pasien Chronic
Myeloid Leukemia dengan Pengobatan Imatinib dan Nilotinib.
B. Hipotesis
imatinib.
menggunakan imatinib.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Ulin Banjarmasin dan Klinik Global Farma Banjarmasin untuk mengetahui remisi
menderita CML di RSUD Ulin Banjarmasin. Subjek penelitian diambil dari data
Ulin Banjarmasin dan Klinik Global Farma menggunakan teknik total sampling.
dewasa (usia >17 tahun), yang mempunyai data hasil laboratorium hasil
C. Instrumen Penelitian
pemeriksaan BCR-ABL dan data pengobatan penderita CML dewasa yang diambil
di RSUD Ulin Banjarmasin dan Klinik Global Farma, dan data status penderita
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah terapi Tirosin Kinase Inhibitor,
2. Variabel terikat
c. Variabel pengganggu
c. Usia
d. Etnis
e. Jenis kelamin
f. Perbedaan etnik
E. Definisi Operasional
dengan berkompetisi dengan ATP pada ATP binding site untuk menghambat
kerja dari tirosin kinase BCR-ABL. Variabel ini dikategorikan menjadi dua,
yaitu:3,4
- Imatinib. Dosis yang diberikan untuk pasien CML adalah 400 mg satu
- Nilotinib. Dosis yang diberikan untuk pasien CML adalah 300 mg dua
ABL < 0,1%. Variabel ini dikategorikan menjadi dua, yaitu Remisi
rekomendasi yang dibuat oleh dokter tentang waktu, dosis, dan frekuensi
minum obat. Variabel ini dikategorikan menjadi dua, yaitu Ya dan Tidak.14
6. Jenis kelamin adalah perbedaan di antara pria dan wanita, ditemukan pada
mempengaruhi efek obat TKI (imatinib dan nilotinib). Obat yang akan
Data terapi dengan TKI didapatkan di Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.
Instalasi Patalogi Klinik RSUD Ulin Banjarmasin dan Klinik Global Farma.
F. Prosedur Penelitian
Surat permohonan penelitian dari Unit Pengelola Karya Tulis Ilmiah (UP-
juga dilakukan untuk pasien CML yang berobat di Klinik Global Farma
Banjarmasin
2. Pengumpulan Data
Gambar 4.1 Alur Penelitian Perbandingan Remisi Molekuler Pada Pasien Chronic
Myeloid Leukemia dengan Pengobatan Imatinib dan Nilotinib.
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diambil dari hasil
pemeriksaan laboratorium yaitu berupa data hasil laboratorium berupa data remisi
molekular dan data pengobatan di RSUD Ulin Banjarmasin dan klinik Global
dilakukan analisis menggunakan dua metode, yaitu uji regresi logistik dan uji
regresi linear. Uji regresi logistik untuk menilai besarnya perbedaan remisi
molekular pada pasien CML antara pengobatan dengan imatinib dan nilotinib. Uji
pada pasien CML antara pengobatan imatinib dan nilotinib. Dalam kedua analisis
penggunaan obat lain, usia pasien, jenis kelamin pasien, perbedaan etnik)
95%.
Farma. Penelitian dilaksanakan pada periode Januari - April 2018 dengan alokasi
Tabel 4.1 Jadwal Penelitian Perbandingan Remisi Molekuler Pada Pasien Chronic
Myeloid Leukemia dengan Pengobatan Imatinib dan Nilotinib
Kegiatan Waktu Pelaksanaan Penelitian Bulan ke :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Penyusunan proposal x x x x x x
Konsultasi x x x x x x x x x x x x
Seminar KTI 1 x
Perbaikan x x
Pengambilan Data x x x x
Pengolahan Data x x x x
Penyusunan Laporan x x x
Seminar KTI 2 x
J. Biaya penelitian
Transfus. 2015;6(3):1-13.
Kesehatan Indonesia.2017;8(1):29-37.
2013;2(1):5.
2014:1-13.
12. Shead DA, Hanisch LJ, Ciarke R. Chronic Myeloid Leukemia. National
14. Cramer J.A. Burrell A, Fairchild C.J., Fuldeore MJ, Ollendorf D.A, Wong
Control. 2009;16(2):122-131.
18. Eadie LN, Hughes TP, White DL. ABCB1 Overexpression Is a key initiator
2016;11(8):1-18.
19. O’Brien SG, Guilhot F, Larson RA, et al. Imatinib Compared with
20. Brümmendorf TH, Cortes JE, Khoury HJ, et al. Factors influencing long-
2016;172(1):97-110.
21. Lee JP, Birnstein E, Masiello D, Yang D, Yang AS. Gender and ethnic
2009;2(1):30.
22. Klotz U. Pharmacokinetics and drug metabolism in the elderly. Drug Metab
Rev. 2009;41(2):67-76.
23. Cancer Research UK. Chronic Myeloid Leukemia Statistics.13 Maret 2018.
http://www.cancerresearchuk.org/health-professional/cancer-
statistics/statistics-by-cancer-type/leukaemia-cml#heading-Four
24. Dorland W A N. Kamus Kedokteran Dorland. EGC. 2006