Anda di halaman 1dari 18

Suryan A.

Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

IKHTILAF DAN ETIKA PERBEDAAN DALAM ISLAM


Oleh: Suryan A. Jamrah
UIN Sultan Syarif Kasim Riau
suryan_aj@ymail.com

Abstrak:
Islam adalah pedoman hidup yang harus dipelajari dan dipahami untuk
diamalkan dalam kehidupan duniawi. Ketika agama ini sempurna bersama al-
Qur‘an dan dijelaskan oleh hadits atau sunnah Rasulullah SAW, maka kewajiban
pemahaman selanjutnya ada di tangan para ulama, mulai dari generasi sahabat
sampai generasi ulama masa kini. Dengan kualitas akal dan kapasitas keilmuan
yang tidak sama, pasti akan lahir hasil analisis dan pemikiran yang berbeda di
kalangan muslimin. Inilah yang disebut ikhtilaf dalam tataran pemikiran keagamaan
dalam Islam. Namun, Islam tidak membiarkan ikhtilaf boleh terjadi tanpa batas,
dalam arti setiap orang bebas memahami dan menjelaskan ajaran berdasarkan selera
dan kemampuan akalnya belaka. Maka, demikian kesepakatan ulama salaf dan
khalaf, hanya orang-orang yang berderajat mujtahid yang memiliki kebolehan dan
otoritas untuk ber-ikhtilaf. Tidak semua ulama bisa diakui sebagai mujtahid, kecuali
harus memiliki syarat-syarat ijtihad. Di samping akidah dan syariah yang benar
dan kuat, ada beberapa alat dan cabang ilmu yang harus dikuasai secara mumpuni.
Syarat-syarat ijtihad yang membolehkan ikhtilaf telah ditetapkan, namun
kanyataannya selalu ada ikhtilaf yang terpuji dan bermanfaat dan ada pula yang
tercela membawa mudarat, yang terjadi di berbagai masa dan tempat. Dalam konteks
inilah, ulama yang berpotensi ber-ikhtilaf harus menahan diri dan berhati-hati,
tidak seharusnya mengeluarkan pendapat tanpa ilmu yang mumpuni dan komit
kepada etika ikhtilaf yang diajarkan oleh Nabi dan dijunjung tinggi oleh sahabat,
tabi‘in, dan tabi‘ al-tabi‘in. Ikhtilaf dan perbedaan pendapat serta pemikiran sudah
terjadi sejak zaman Nabi, terus berlanjut dari generasi ke genasai, sampai masa
kini. Maka umat harus bijak, berhati-hati, dan selektif menghadapi hasil ikhtilaf
dan perbedaan pendapat yang terus terjadi.

Kata kunci: Islam, Ikhtilaf, dan Mazhab

Pendahuluan amal. Setiap individu umat berhak


Islam, demikian telah diakui, adalah memahami agamanya dengan prinsip
agama rasional, menjunjung tinggi peran bebas berpikir, tetapi bukan berpikiran
akal, dan mendahulukan ilmu sebelum bebas. Prinsip kebebasan dan persamaan

223|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

hak inilah, barangkali, yang menjadi salah Sudah pasti, ketika perbedaan
satu faktor yang memperkaya khazanah dihadapi dengan subjektivitas individual
ilmiah dengan aneka ragam dan corak atau aliran dan fanatik mazhab secara
pemikiran dalam Islam. Namun, di sisi ekstrem atau berlebihan, maka persatuan
lain, kebebasan yang longgar dan tanpa dan ukhuwah muslimin akan menjadi
batas dapat berakibat munculnya taruhan. Adalah fenomena, bahwa ada
pemahaman oleh orang-orang yang tidak kelompok muslimin yang tidak siap
mempunyai kapasitas dan otoritas. berbeda dan dengan mudah mencela
Terlepas dari sisi positif dan negatif, bahkan mengkafir-fasikkan saudara
yang pasti sejak perkembangannya yang seiman seagama, yang bisa menjadi
mula-mula, dinamika pemikiran dalam petaka. Ada kelompok atau individu yang
Islam telah berkembang sedemikian rupa mengklaim diri sebagai yang paling benar
dan melahirkan aneka ragam pendapat dan menuduh kelompok lain salah.
yang berbeda, yang pada gilirannya Akhirnya, terjadi suasana saling
masing-masing pendapat mengkristal menyalahkan dan terjadi permusuhan
menjadi mazhab atau aliran. Ikhtilaf dan berkepanjangan.
perbedaan pendapat bak pisau bermata
dua, bisa membawa rahmah dan bisa pula Keniscayaan Pemahaman
menimbulkan musibah bagi Islam dan Allah menurunkan agamaNya, Islam,
muslimin. sebagai petunjuk dan pedoman hidup
Ketika sumber ajaran Islam yang manusia, yang dengan melaksanakan
berbahasa Arab tersebut dipahami dan ajarannya manusia mencapai kebahagiaan
dianalisis oleh umat melalui daya akal atau di dunia dan akhirat. Maka ajaran Islam
nalar, sudah barang pasti keanekaragaman yang mesti diaplikasikan dalam kehidupan
dan perbedaan terjadi. Semakin jauh tersebut harus diketahui maksud dan
zaman berjarak dengan masa Rasulullah tujuan akidah serta tatacara ibadahnya
dan sahabat serta tabi‘in, maka melalui pemahaman. Dalam konteks
kemungkinan terjadinya perbedaan inilah Imam al-Syafi‘i berkata: Ilmu
pemahaman di kalangan muslimin mendahului amal. Pemahaman, sudah
semakin terbuka. Lebih-lebih di era barang tentu hanya bisa diupayakan dan
modern dewasa ini, perbedaan paham dilakukan oleh orang yang berakal dan
dan pendapat di kalangan muslimin berpikir. Dalam konteks inilah Khalifah
semakin mudah terjadi dan rawan Umar berkata: Agama Islam itu akal, tidak
menyimpang dari prinsip pemahaman ada kewajiban beragama bagi orang yang
yang telah ditetapkan oleh generasi tidak berakal.
terbaik masa lalu, dan sangat rawan Objek pemahaman yang paling awal
melahirkan pertentangan yang bisa adalah Wahyu Allah al-Qur‘an, yang hasil
berujung perpecahan. pemahamannya disebut tafsir. Rasulullah

224|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

SAW sebagai penerima wahyu adalah al- gigih pula upaya para sahabat untuk
mufassir al-awwal al-wahid, penafsir pertama memahami dan menjelaskan titah syariah
dan tunggal.1 Penafsiran dan penjelasan kepada umat. Upaya memahami ajaran
Rasulullah ini kemudian dikenal sebagai Islam yang bersumber pada al-Qur‘an dan
al-hadits atau al-Sunnah. al-Sunnah ini sudah dilakukan oleh para
Di samping menafsirkan atau sahabat ketika Sang Rasul masih bersama
menjelaskan kandungan dan pesan ayat- mereka. Sejak itu pula biasa terjadi
ayat al-Qur‘an, Rasulullah SAW juga perbedaan pendapat, namun setiap
menyampaikan titahnya sendiri sebagai perbedaan yang terjadi di antara sahabat
penguat dan atau menambahkan sesuatu tersebut segera disampaikan kepada
ajaran yang tidak disampaikan secara Rasulullah SAW untuk dijelaskan dan
tegas oleh al-Qur‘an. Peran al-Sunnah diklarifikasi oleh Sang Nabi. Apa pun
sebagai penjelas dan penguat adalah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW,
disepakati, kecuali peran menambah atau itulah yang diterima bulat oleh para
membawa hukum yang baru yang masih sahabat dan perbedaan di antara mereka
diperselisihkan oleh ulama.2 Namun, apa pun telah tiada.
pun perbedaan yang ada, ulama sepakat Bermula dari upaya pemahaman dan
bahwa Rasulullah SAW tidak akan penafsiran para sahabat inilah muncul
bersabda atas dasar nafsu manusiawinya, institusi ijtihad yang kemudian disepakati
melainkan sepenuhnya atas dasar sebagai sumber ajaran Islam di samping
petunjuk wahyu. 3 Maka pada masa al-Qur‘an dan al-Sunnah. Sumber atau
Rasulullah SAW ini sumber hukum atau institusi ijtihad inilah yang berperan
sumber ajaran Islam menjadi dua, al- mendorong dan mempercepat pesatnya
Qur‘an dan al-Sunnah. perkembangan dan mewarnai dinamika
Sepeninggal Rasulullah SAW, tugas pemikiran dalam Islam, dari zaman ke
dan fungsi pemahaman ini dilanjutkan zaman. Dengan institusi ijtihad ini, maka
oleh para sahabat, yang tidak hanya hak dan kewajiban memahami serta
memahami dan menjelaskan pesan al- menafsirkan ajaran sudah dibatasi kepada
Qur‘an tetapi juga pesan al-Hadits atau orang-orang yang memenuhi syarat
al-Sunnah. Semakin banyak kesempatan mujtahid. Syarat dimaksud, antara lain, 1)
untuk memahami dan semakin banyak ahli bahasa Arab dengan segala ilmunya,
persoalan umat yang dihadapi, semakin 2) Mengetahui ulum al-Qur‘an, 3)
Mengetahui ilmu al-Sunnah, 4)
1
lihat Q.S. 16: 44 dan 64.
Mengetahui tentang yang sudah menjadi
2
Lihat Muhammad Abu Zahw, al-Hadits wa al- Ijma dan yang masih diperselisihkan, 5)
Muhadditsun, ‘Inayat al-Ummat al-Islamiyyat bi al-Sunnat Memahami ilmu Qiyas, 6) mengetahui
al-Nabawiyyat (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1984),
hlm. 40.
maksud hukum, 7) pemahaman yang
3
Lihat Q.S. 53: 2-3. benar dan cerdas, 8) Niat dan akidah yang

225|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

benar.4 tampak perkembangan pemikiran Islam


Dengan syarat-syarat yang disepakati yang luar biasa, dari hasil pemahaman
oleh para ulama salaf ini, maka tidak mereka lahir berbagai macam cabang ilmu
semua orang Islam, apa pun tingkat dan keislaman.
gelar akademiknya, boleh berijtihad atas Generasi Tabi‘in dan Tabi‘ al-Tabi‘in
nama kebebasan ilmiah. Kiranya, yang telah berlalu dan ilmu-ilmu keislaman
boleh berijtihad atas nama hak dan telah terbentuk, kini tugas pemahaman
kebebasan ilmiah hanya orang-orang yang terus berlanjut oleh orang-orang yang
memenuhi syarat-syarat yang telah mumpuni dalam ilmu keislaman, yang
disebutkan. terkenal dengan sebutan ulama. Islam
Kendati demikian, syarat-syarat yang tidak pernah kekurangan para ulama
telah ditetapkan tersebut tidak efektif mujtahid dan pemikir dari masa ke masa,
melarang orang yang tidak memiliki dari generasi ke generasi, di berbagai
kapasitas dan otoritas untuk memahami tempat dan wilayah.
dan mengemukakan pendapatnya Seiring dengan perjalanan zaman,
tentang Islam. Siapa pun orang yang pergantian generasi dan pertukaran abad,
berani berijtihad dan berfatwa, sementara kebudayaan dan peradaban manusia pun
dia tidak memenuhi syarat, apatah lagi berkembang dengan pesat. Di tengah
belajar Islam dari terjemahan dan atau perkembangan dan kemajuan budaya,
dari karangan-karangan populer, maka pasti muncul persoalan baru, yang secara
tindakannya tersebut jelas didorong oleh langsung maupun tidak langsung,
nafsu dan kelancangan individual. bersinggungan dengan persoalan agama.
Pasca generasi sahabat, tugas Ini semua meniscayakan kehadiran dan
pemahaman dan penjelasan dilanjutkan kiprah para ulama dan pemikir mujtahid yang
oleh generasi Tabi‘in, kemudian mampu memperbaharui sebagian
dilanjutkan oleh generasi Tabi‘ al-Tabi‘in. pemahaman terhadap ajaran agama. Maka
Semakin besar komunitas muslim dan di era modern ini muncul para ulama dan
semakin luas wilayah Islam, semakin besar pemikir Islam yang dikenal dengan sebutan
pula tugas dua generasi ini dalam ulama mujaddid, ulama pembaharu, reformis,
memahami dan menyebarkan ajaran atau yang disebut zu‘ama’ al-ishlah.
Islam. Sejarah mencatat bahwa pada dua
generasi yang disebut terakhir inilah Kapasitas dan Otoritas Akal
Sebagaimana telah dikemukakan
bahwa alat pertama dan yang utama untuk
4
Lihat Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib memahami ajaran tidak lain adalah akal.
al-Islamiah, juz 2 (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, t.th), hlm. Peran akal ini semakin kuat dan semakin
101-10. Bandingkan dengan al-Dzahabi, al-Tafsir wa
al-Mufassirun, juz 1 (Kairo: Dar al-Kutub al-Haditsah,
meningkat ketika para ulama salaf
1976), hlm. 265-69.

226|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

bersepakat untuk menjadikan institusi Keberadaan dan peran akal dalam


ijtihad sebagai upaya mengerahkan Islam ini tidak hanya diakui secara ‘aqly
kemampuan nalar untuk mengambil tetapi justru dibenarkan secara syar‘iy. Di
istinbath hukum dari al-Qur‘an dan al- samping persetujuan dan apresiasi
Sunnah melalui qiyas. Alat utama ijtihad, Rasulullah SAW terhadap tindakan
sudah barang tentu, adalah akal yang sehat sahabat Mu‘az Ibn Jabal, di dalam al-
dan kuat. Legitimasi sumber hukum yang Qur‘an banyak ayat yang memuat kata
disebut ijtihad ini utamanya disandarkan seperti afala ta‘qilun, afala tatafakkarun,
kepada dialog Rasulullah SAW dengan afala tatadzakkarun, afala tanzhurun dan
Mu‘adz bin Jabal ketika yang disebut masih banyak ayat yang secara ma‘nawi
terakhir diutus berangkat ke Yaman mengajak bahkan menganjurkan manusia
untuk melaksanakan misi dakwah menggunakan akal untuk melakukan
Islamiah. Sahabat Mu‘adz bin Jabal yang perenungan rasional. Keberadaan institusi
pertama memperkenalkan kata ijtihad ijtihad ini juga memperkuat pengakuan
ketika beliau berkata ajtahid bi ra‘yi (aku bahwa Islam bukan agama dogmatis,
akan berijtihad dengan pendapatku).5 Islam adalah rasional tapi bukan
Begitu tinggi apresiasi Islam terhadap rasionalisme. Institusi ijtihad ini pula yang
penggunaan akal untuk berijtihad, menjadi kunci relevansi Islam di
sehingga orang yang berijtihad akan diberi sepanjang zaman dan lingkungan, di
nilai satu kebaikan apabila hasil ijtihadnya tengah-tengah perkembangan budaya
keliru, dan diberi nilai dua kebaikan dan peradaban.
apabila hasil ijtihadnya benar. Ini Secara pasti, Allah menciptakan akal
merupakan apresiasi dan motivasi agar manusia dengan kualitas yang berbeda
muslimin antusias dan ikhlas satu sama lain. Perbedaan ini semakin
menggunakan akal dan nalarnya untuk mungkin terjadi karena perbedaan
memahami agama. kapasitas dan spesialisasi keilmuan yang
ditekuni, serta perbedaan zaman dan
lingkungan yang dihadapi. Oleh sebab itu,
5
Diceritakan, ketika mengutus Muadz bin Jabal ke hasil penalaran atau pemikiran manusia
Yaman Rasulullah SAW bertanya kepada Muadz: selamanya relatif, nisbi, dan zhanny. Maka
dengan apa engkau memutuskan hukum di sana nanti?
Mu‘adz: dengan Kitab Allah; Rasulullah: kalau kamu
dapat dipastikan pula, bahwa ketika satu
tidak menemukannya? Muadz: dengan sunnah ayat atau satu masalah dipikirkan, dianalisis,
Rasulullah; Rasulullah: jika kamu tidak dan ditafsirkan oleh beberapa orang ulama
mendapatkannya juga? Muadz: Aku akan berijtihad
dengan pikiran dan pendapatku sendiri. Lalu
hasilnya sangat mungkin lebih banyak
Rasulullah berkata: Segala puji bagi Allah, yang telah berbeda ketimbang yang sama.
memberi taufik kepada utusan Rasulullah SAW, Adalah konsekuensi logis, bahwa
pertanda beliau setuju dengan langkah ijtihad yang
akan dilakukan oleh Mu‘adz . Lihat Muhammad Abu
ketika akal beberapa manusia memahami,
Zahrah, ibid., hlm. 16. menganalisis, dan menafsirkan al-Qur‘an

227|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

dan al-Sunnah, maka potensi perbedaan keniscayaan pembaharuan pemahaman


sudah pasti terjadi. Maka kualitas hasil keagamaan ini tersirat dalam sabda
ijtihad menjadi zhanny, relatif. Maka tidak Rasulullah SAW:
boleh ada yang mengklaim pendapatnya
yang mutlak paling benar. Kebenaran ƨÊÈƟƢǷÊ Dzǯ
ď ²Ê Ì¢° ƾǼǟ ƨÊ ǷÉË ȋ¦ ǽǀŮ ƮǠƦȇ ƅ¦ ÀË ¤
mutlak, qath‘iy, hanya milik Allah dan ƢȀÈ ºÈǼºÌȇ®Ê ®ď
É ƾÈŸÉ ¦®ď
Ê
Å ƾÈůÉ ƨǼLJ
rasulNya. Betul, kebenaran al-Qur‘an dan
al-Sunnah adalah mutlak atau qath‘iy, Sesungguhnya setiap awal seratus tahun
tetapi yang mengetahui kebenaran mutlak (abad) Allah akan mengutus untuk umat
ini hanya Allah dan RasulNya. Ketika ini seseorang mujaddid yang akan
sumber yang mutlak benar ini dipahami memperbaharui (pemahaman) agamanya.
oleh manusia menjadi tafsir, hukum
fikih, hukum social, dan lain-lain, maka Ulama sepakat bahwa yang mungkin
kebenarannya menjadi zhanny atau relatif bahkan harus diperbaharui tersebut
bersama keterbatasan dan perbedaan adalah pemahaman bidang mu‘amalah,
kapasitas nalar manusia itu sendiri. tidak dalam bidang akidah dan ibadah
Kendati suatu pendapat atau pemahaman mahdhah. Ada yang melihat keistimewaan
mayoritas sama yang disebut ijma‘ atau sabda Nabi ini dari aspek sosial budaya,
konsensus, kualitasnya tetap zhanny, tidak bahwa setiap empat atau lima generasi
pernah berkualitas qath‘iy atau benar atau satu abad pasti terjadi perkembangan
mutlak, yang paling mungkin untuk signifikan dalam pemikiran dan sosial
dikatakan adalah hanya “sangat budaya manusia. Perkembangan dan
mendekati” kebenaran mutlak. perubahan ini, bagaimana pun, pasti
Karena hasil pemahaman atau hasil banyak yang bersinggungan dengan masalah
ijtihad itu zhanny, maka suatu pemikiran agama, dan ulama harus hadir merespon hal
fikih, tafsir, dan lain-lain seyogianya tersebut. Dalam konteks menghadapi
dinamis, dan tidak aib bahkan harus perubahan dan persoalan zaman inilah
dikembangkan bahkan diperbaharui berlaku prinsip tajdid dalam Islam: al-
sesuai dengan dinamika dan konteks muhafazhah ‘ala al-qadim al-shaleh wa al-akhdzu
zaman. Inilah barangkali pesan yang ingin bi al-jadid al-ashlah (memelihara pandangan
disampaikan oleh Imam Malik dengan lama yang baik dan meng-ijtihad-kan
ucapannya: “Pendapat seseorang itu diambil pendapat baru yang lebih relevan). Lagi-lagi,
untuk diting galkan kemudian, kecuali ijtihad dalam menghadapi perkembangan dan
perkataan Rasulullah SAW”. 6 Isyarat perubahan zaman ini, dalam satu atau
banyak hal, para ulama mungkin berbeda
pandangan satu sama lain.
6
Lihat Muhammad Hudhari Bek, Tarikh al-Tasyri‘
al-Islami (Mesir: Maktabah al-Tijariah al-Kubra, 1970),
Demikian, sumber dan aktivitas
hlm. 236. hukum yang disebut ijtihad adalah

228|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

pertanda eksistensi dan supremasi akal Sejarah Perbedaan Pendapat


dalam Islam. Keberadaan sumber ijtihad Sebagaimana disinggung, bahwa pada
dan peran akal ini merupakan kunci masa awal Islam, masa Rasulullah SAW,
aplikasi dan relevansi Islam di segala umat bersatu pada pemahaman yang satu,
tempat dan zaman. Tanpa insitusi ijtihad, yakni yang dijelaskan dan disampaikan
Islam mungkin saja, oleh sebagian orang, oleh Rasulullah SAW. Pada masa ini,
dianggap sebagai agama yang tidak kendati para sahabat diberi otoritas
relevan dan ketinggalan zaman, karena memahami Islam, namun pemahaman
tidak mampu memberi sugesti positif dan mereka harus mendapat legitimasi, atau
menjawab persoalan kekinian. minimal persetujuan dari Rasulullah
Kembali kepada aktivitas ijtihad yang SAW.
menggunakan potensi dan otoritas akal Ketika Rasulullah SAW sudah tiada,
untuk menggali dan menyampaikan otoritas memahami dan menjelaskan
pesan Islam yang terkandung dalam al- Islam sepenuhnya berada pada tanggung
Qur‘an dan al-Sunnah, tentu tidak semua jawab para sahabat, merekalah tempat
orang yang berakal boleh berijtihad. Para umat bertanya tentang ajaran Islam yang
ulama salaf telah menetapkan syarat- terkandung dalam al-Qur‘an dan al-
syarat yang ketat bagi otoritas seseorang Sunnah.Tugas mulia para sahabat ini
untuk ber-ijtihad tersebut seperti yang terasa sangat berat, karena sempena
telah dikemukakan.7 Produk pemahaman memahami mereka juga harus memilah
akal manusia ini di dalam khazanah Islam pesan ajaran tersebut ke dalam berbagai
bisa berupa tafsir, ushul fikih dan fikih, aspek, mulai dari aspek akidah, hukum,
sejarah, sosial ekonomi, politik, dan sejarah, dan sosial ekonomi.
lainnya. Adalah sunnatullah, bahwa setiap
orang, tidak terkecuali para sahabat,
dibekali oleh Allah dengan tingkat dan
kemampuan akal yang berbeda, yang
7
Adalah masalah, bahwa saat ini syarat-syarat ijtihad
menyebabkan kapasitas keilmuan,
tersebut tidak diindahkan lagi. Saat ini banyak oknum ketajaman, dan arah analisis yang berbeda
yang tidak memenuhi kapasitas ulama mujtahid ikut pula satu sama lain, maka perbedaan
pula berijtihad, menyampaikan penafsiran yang sering
membingungkan. Kini banyak orang merasa
paham dan pendapat di antara mereka
cendikiawan muslim, sebenarnya bukan ulama, dan wajar terjadi. Dengan demikian, secara
berani mengeluarkan fatwa-fatwa agama. Fenomena alami perbedaan hasil pemahaman dan
ini adalah kekeliruan mengaplikasikan potensi dan
kebebasan berpikir dalam Islam atau keliru memahami
penafsiran terhadap Islam, al-Qur‘an dan
sabda Nabi yang memberikan apresiasi kepada orang al-Sunnah, sudah terjadi di kalangan
yang ber-ijtihad, bahwa apabila keliru dapat pahala satu sahabat, baik di saat Rasulullah SAW
dan benar mendapat pahala dua. Padahal yang benar
adalah bahwa untuk ber-ijtihad ada syarat-syarat
masih hidup dan apatah lagi setelah beliau
keimanan dan keilmuan yang wajib dipenuhi. wafat.

229|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

Perbedaan di Kalangan Sahabat sedangkan kelompok kedua mengambil


Seperti telah disinggung, perbedaan makna hadits yang dikhususkan, bahwa
pemahaman dan penafsiran terhadap makna hadits tersebut sekedar isyarat agar
ajaran agama telah terjadi di kalangan para mempercepat perjalanan.9 Ada kalanya
sahabat di saat Rasulullah SAW bersama perbedaan itu selesai sebelum sampai
mereka. Namun, perbedaan ini semata- kepada Rasulullah, yakni ketika ada nash
mata disebabkan oleh faktor alami dan yang diketahui oleh sebagian sahabat dan
logis, karena Allah menciptakan manusia tidak diketahui oleh sebagian yang lain.10
berbeda kemampuan akal dan kualitas Karena niat tulus demi agama Allah dan
pemahaman serta kapasitias keilmuannya. RasulNya, para sahabat dengan ikhlas
Namun, tujuan pemahaman mereka menerima dalil nash yang dikemukakan
semata-mata untuk mencari kebenaran lawan ikhtilaf yang memang belum
dan tidak menyebabkan lemahnya akidah diketahui oleh sebagian mereka. 11
atau menimbulkan keraguan terhadap Demikian, perbedaan atau ikhtilaf para
agama yang disampaikan oleh Rasulullah sahabat di masa Rasulullah SAW hanya
SAW.8 Perbedaan di antara sahabat ini berumur selama waktu perjalanan mereka
tidak berumur lama, mereka segera menemui Rasulullah SAW dan segera
meminta konfirmasi dari Rasulullah SAW, berakhir dengan penjelasan atau
yang mungkin membenarkan satu dari persetujuan Sang Nabi.
dua pendapat, atau membenarkan Sepeninggal Rasulullah SAW., ikhtilaf
keduanya. Contoh, para sahabat berbeda antar para sahabat terus selalu terjadi dan
pendapat memahami sabda Nabi: tidak ada lagi hakim tempat mereka
kembali untuk klarifikasi dan konfirmasi,
ǽ¦Â°).ƨǜȇǂÉǫ ŘÊÈƥ ľÊ ċȏʦ ǂǐǠdz¦ ƾ Ʒ ¦ śďǴǐȇ ȏ
È È Æ È È È È É È kecuali mereka kembali kepada niat dan
keikhlasan untuk meraih kebenaran dan
(ǶǴLjǷ  ðƢƼƦdz¦ menjaga persatuan umat.
Lalu waktu ‘ashar tiba ketika mereka Ikhtilaf pertama yang terjadi di
di tengah perjalanan. Sebagian sahabat kalangan sahabat adalah tentang kematian
berkata: Kita tidak shalat kecuali kalau
sudah sampai di kampung Bani 8
Lihat Thaha Jabir al-‘Alwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-
Quraizhah. Sebagian lagi berkata: Kita Islam (Verginia, U.S.A.: The International Institute of
harus shalat sekarang juga. Ketika Islamic Thought, 1991), hlm. 101-02.
bertemu, mereka sampaikan perbedaan 9
Ibid., hlm. 34.
10
Ibid., hlm. 102.
pendapat tersebut kepada Rasulullah 11
Bandingkan dengan ikhtilaf ulama zaman
SAW. Rasulullah SAW tidak mencela sekarang, mereka lebih fokus mengemukan dalil atau
keduanya, beliau setuju dengan kedua argumen sendiri, tanpa mau memperhatikan dan
mempertimbangkan dalil atau argumen pihak lain.
pendapat tersebut. Kelompok pertama Celakanya lagi, argumen yang dikemukakan pun
mengambil makna zahir hadits, umumnya bukan nash tapi menurut hemat saya…..dst.

230|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

Rasulullah SAW. Ketika jumhur sahabat meminta dimakamkan di Madinah, karena


meyakini dan ikhlas melepas kepergian di sini tempat hijrah dan kejayaan beliau;
Sang Nabi menuju ke haribaan Ilahi sementara itu ada sebagian sahabat
Rabbi, Umar bin Khatab bersikeras dan mengusulkan agar jasad beliau dibawa dan
lantang menantang bahwa Nabi tidak dimakamkan di Baitul Maqdis, karena di
meninggal, itu hanya berita orang-orang sini tempat makam para Nabi dan dari
munafik, Umar menghunuskan sini mi‘raj beliau. Perbedaan pendapat
pedangnya mengancam orang-orang di akhirnya berakhir dengan kesepakatan
sekitarnya, seraya berkata: Siapa yang para sahabat mematuhi sabda Nabi yang
mengatakan Muhammad telah mati akan dibacakan oleh Abu Bakar: “Para Nabi
aku benuh dengan pedangku ini; dimakamkan di mana mereka mati”.13
sesungguhnya beliau diangkat ke langit Setelah kesepakatan dimakamkan di
sebagaimana Isa. Lalu Abu Bakar berdiri Madinah, para sahabat kembali berbeda
seraya berkata: Barangsiapa menyembah pendapat. Sebagian berpendapat beliau
Muhammah adalah sia-sia, karena dimakamkan di masjidnya; sebagian lagi
Muhammad telah mati. Barangsiapa berpendapat harus dimakamkan bersama
menyembah Tuhan Muhammad para sahabatnya (di Baqi‘). Lalu Abu
sesungguhnya Tuhannya Muhammad tidak Bakar kembali berkata: Saya mendengar
pernah mati. Lalu Abu Bakar membaca Rasulullah SAW bersabda: “Di mana
ayat 144 Surat Ali Imran, dan ayat 30 Surat seorang Nabi menghembuskan nafas
al-Zumar. Mendengar ayat yang dibacakan terakhirnya, di situ lah dia dimakamkan”.
kontan pedang terlepas dari tangannya Maka para sahabat segera mengangkat
dan Umar tersungkur, dan yakinlah ia kasur yang ditiduri Sang Nabi dan
bahwa Rasulullah SAW telah tiada dan menggali liang di bawahnya.14
wahyu telah terhenti. Umar pun berkata: Masih banyak perbedaan terjadi antar
Rasanya seakan saya tidak pernah para sahabat, seperti antara Umar dan Ali,
mendengar ayat ini sampai Abu Bakar Umar dan Abdullah Ibn Mas‘ud, antara
membacanya 12 Ibn Abbas dan Zaid bin Tsabit.
Selanjutnya para sahabat berbeda Perbedaan antar sahabat ini tidak pernah
pendapat mengenai tempat di mana berujung perselisihan, melainkan
gerangan jasad Rasulullah seyogianya menambah kekayaan khazanah hukum
dimakamkan. Sahabat dari Muhajirin dalam Islam, karena niat mereka sama dan
menginginkan jasad Rasulullah dimakamkan satu, yakni demi kebenaran dan aplikasi
di Mekah, tempat beliau dilahirkan dan ajaran agama Allah dan rasulNya.
dibesarkan. Sementara sahabat dari Anshar
Ibid., hlm. 22.
13

Lihat Muhammad Abd al-Karim al-Syahrastani,


12
Lihat al-‘Alwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, hlm.
14

al-Milal wa al-Nihal (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), hlm. 21. 52.

231|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

Perbedaan di Kalangan Tabi‘in dan Tabi‘ Kendati antara kedua aliran yang
Tabi‘in menggunakan ra‘yu dalam bentuk qiyas
Dibanding generasi sahabat, generasi dan yang ketat berpegang pada nash dan
Tabi‘in lebih beragam dan tersebar di atsar ini sering berbeda, serta biasa saling
berbagai wilayah yang sangat luas dan mengkritik satu sama lain, namun
dengan tatanan masyarakat yang lebih perbedaan atau ikhtilaf di antara mereka
kompleks. Persoalan khilafiah yang terjadi tetap tidak keluar dari batas etika ikhtilaf,
tidak terbatas pada masalah hukum tidak pernah terjadi saling mengkafirkan,
fiqhiyah lagi, melainkan sudah merambat atau menuduh fasik, atau menuduh bid‘ah
ke persoalan politik yang sarat satu sama lain.17
kepentingan, yang dapat membawa Seperti telah dikemukakan, pada
perbedaan kepada pertentangan dan periode Tabi‘in ini wilayah ikhtilaf
perpecahan, permusuhan dan merambah ke persoalan politik, yang
peperangan. Seperti diungkapkan oleh al- merambat kepada masalah akidah,
Syahrastani, perselisihan yang paling besar sehingga muncul di antara mereka
di kalangan umat adalah perselihan kelompok fanatik ekstrem menuduh yang
politik, masalah imamah, di mana tidak lain sebagai kafir, fasik, dan bid‘ah.
pernah pedang terhunus karena Ber mula dari ikhtilaf politik yang
perselisihan masalah agama seperti yang memanfaatkan akidah untuk menuduh
terjadi dalam perselisihan politik di lawan inilah yang mengakibatkan
sepanjang zaman dan di segala tempat.15 persaudaraan umat putus dan persatuan
Pada generasi ini, para tokohnya sudah berubah menjadi permusuhan. Lebih dari
terpolarisasi kepada kecenderungan atau itu, ikhtilaf politik sampai kepada tindakan
corak dan manhaj tertentu dalam menodai kemurnian akidah dan syariah
komunitas tertentu, yang berpusat di Irak dengan munculnya hadits-hadits palsu
(Kufah dan Bashrah) dan yang berpusat yang sengaja dibuat untuk kepentingan
di Hijaz (madinah). Kelompok Irak dikenal aliran kalam dan kelompok politik
dengan sebutan Ahl al-Ra‘yi, mereka tertentu.
menggunakan qiyas ketika tidak Bermuara dari dua komunitas Tabi‘in
menemukan al-atsar. Sedangkan kelompok kelompok Irak (Basrah dan Kufah) dan
Hijaz disebut Ahl al-Hadits, yang sangat komunitas kelompok Hijaz (Madinah) ini
komit berpegang kepada nash, dan tidak kemudian lahir para tokoh mujtahidaimmatul
berkenan menggunakan qiyas atau ra‘yu.16 fuqaha yang melahirkan mazhab fikih atas
nama mereka, yang memiliki manhaj atau
metode istinbath masing-masing. Mazhab
15
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, hlm. 22.
16
Lihat Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, juz
2 (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 2001), 17
Lihat al-‘Alwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, hlm.
hlm. 271. 82.

232|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

fikih tersebut, khususnya mazhab yang menghormati pendahulunya Imam Malik


empat yang masih menjadi panduan umat dan Imam al-Syafi‘i.18
sampai sekarang, dapat dibedakan kepada Demikian, mereka berbeda manhaj
dua kecenderungan utama. Mazhab dan hasil ijtihad adalah bermanfaat untuk
Hanafi cenderung kepada corak Irak yang saling melengkapi kesempurnaan
menggunakan ra‘yu. Sementara tiga khazanah pemikiran dalam Islam, bukan
mazhab lainya, yakni Mazhab Maliki, untuk kepentingan dan kecenderungan
Syafi‘i, dan Hanbali condong kepada pribadi, apatah lagi untuk membingungkan
corak Hijaz yang menekankan al-Sunnah dan memisahkan umat dalam mazhab dan
dan Atsar sahabat. Meskipun demikian, golongan.
di antara tiga mazhab yang disebut Dalam waktu yang sama, pada
terakhir ini tetap banyak terjadi ikhtilaf. generasi Tabi‘in dan Tabi‘ al-Tabi‘in ini
Sampai setakat lahirnya mazhab fikih terjadi pula ikhtilaf politik yang
ini, ikhtilaf di kalangan tokoh pendiri dan berunjung pada ikhtilaf di bidang akidah
pengikut mazhab merupakan rahmat bagi atau kalam. Ikhtilaf bidang kalam atau
umat, sama sekali tidak memisahkan akidah yang semula diwarnai kepentingan
mereka dalam fanatisme mazhab dan politik ini lebih kompleks dan sensitif,
golongan. Situasi ini tidak lepas dari sehingga ikhtilaf berubah menjadi khilaf,
keteladanan yang ditunjukkan oleh para yakni pertentangan dan permusuhan.
tokoh pendiri mazhab yang menjunjung Ingat, antara lain, pembunuhan Khalifah
tinggi etika ikhtilaf atau perbedaan. Ali oleh oknum Khawarij, karena khalifah
Karena mereka berijtihad dan berbeda dituduh telah kafir. Demikian juga
demi agama Allah dan rasulNya, bukan peristiwa kekerasan Mihnah oleh Khalifah
untuk mencari populeritas diri dan al-Ma‘mun dan Mu‘tazilah terhadap
mazhabnya. Mereka saling mengakui dan tokoh al-Hadits, khususnya terhadap
saling menghormati bak dalam hubungan Imam Ahmad Ibn Hanbal.
teman sejati, bak hubungan guru dan Perbedaan di bidang fikih pada
murid, kendati berbeda manhaj dan tidak generasi ini tidak sampai menimbulkan
sama hasil ijtihad. pertentangan yang merusak ukhuwwah
Bagaimana, misalnya, Imam Malik dan kesatuan umat, karena semua tokoh
menghormati Imam Abu Hanifah, dan dan pengikutnya menyadari bahwa yang
sebaliknya Imam Abu Hanifah mengakui mereka ikhtilaf-kan masalah-masalah
keilmuan Imam Malik. Bagaimana Imam furu‘iyah, bukan masalah pokok dalam
al-Syafi‘i mengagumi dan memuliakan ibadah dan mu‘amalah. Berbeda dengan
gurunya Imam Malik, dan sebaliknya, ikhtilaf di bidang kalam, yang mereka
Imam Malik sangat membanggakan
muridnya Imam al-Syafi‘i. Demikian pula, 18
Lihat al-‘Alwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, hlm.
bagaimana Ahmad bin Hanbal sangat 122-34.

233|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

pertentangkan soal akidah, seperti status iman dalam bilik mazhab masing-masing.
dan kufur, lebih-lebih didorong dan dibumbui Terutama pada abad keempat hijriah,
dengan interest politik. Akidah adalah masalah ketika tidak ada lagi mujtahid dan ijtihad,
yang paling sensitif dalam setiap agama, apatah masing-masing tokoh penganut mazhab
lagi Islam, sehingga banyak orang, dengan mulai ekslusif, membela pendapat
semboyan membela atau menyebarkan mazhabnya dan mencela mazhab yang
akidah, tidak merasa berdosa melakukan berbeda, walau semuanya adalah mazhab
kekerasan terhadap orang lain, terhadap Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah.
saudara seagama sekali pun. Abad keempat hijriah dipandang
Fenomena lain, ikhtilaf juga terjadi sebagai era jumud dan taqlid, para ulama
antar para tokoh ulama dari disiplin yang mazhab hanya puas berkarya meringkas
bebeda, seperti antara ahl al-Syariah dan (khulashah) atau memberi catatan atau
ahl al-Haqiqah (ulama fikih dan ulama komentar ringkas (hasyiah) terhadap karya
tasawuf), antara teolog atau mutakallim imam pendiri mazhab. Sehingga, baik
dan filosof, seperti ikhtilaf antara Ibn orang terpelajar apalagi awam, tidak
Rusyd dan al-Ghazali. Sejarah mencatat, mengenal lagi karya utama pendiri mazhab
betapa beberapa tokoh sufi menjadi mereka. Lebih dari itu, ketika taqlid dan
martir di tiang gantungan, dibunuh fanatik mazhab sudah sedemikian rupa,
karena tuduhan sesat, menyimpang umat merasa tidak perlu lagi mempelajari
bahkan menantang akidah dan syariah. al-Qur‘an dan al-Sunnah, cukup membaca
khulashah atau ikhtisar atau hasyiah yang
Perbedaan Berujung Polarisasi Mazhab dibuat oleh ulama zamannya yang tersebar
Sebagaimana telah disinggung, luas di tengah-tengah masyarakat. Suasana
perbedaan pada masa sahabat dan tabi‘in taklid dan fanatik mazhab ini jelas tidak
belum berujung pada terbentuknya menguntungkan bagi perkembangan
mazhab atau aliran, walaupun umat ilmiah dalam Islam dan berbahaya bagi
mempunyai kecender ungan lebih ukhuwwah dan persatuan umat. Bagaimana,
mengutamakan pendapat tokoh sahabat misalnya, dominasi Mazhab Maliki di
dan tabi‘in tertentu, antara yang berkiblat Andalus abad keempat, orang yang tidak
pada tabi‘in kelompok Irak dan kelompok menganut mazhab ini seakan dianggap
Hijaz. Dari dua pola pemahaman ini, telah keluar dari Islam.19
kemudian lahir mazhab fikih dari para Suasana fanatik mazhab ini, walau
tokoh Tabi‘ an-Tabi‘in. Namun, ikhtilaf semuanya adalah mazhab ahl-al-Sunnah wa
di antara tokoh pendiri mazhab fikih ini al-Jamaah, masih berlanjut sampai sekarang,
tetap dalam suasana harmoni dan saling
menghargai. 19
Lihat Sa‘id al-Afghani, Ibn Hazm al-Andalusi wa
Namun pasca ditinggalkan oleh para Risalatuh fi al-Mufadhalah bain al-Shahabah (Beirut: Dar
pendirinya, umat mulai terkotak-kotak al-Fikr, 1969), hlm. 40.

234|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

sangat berpotensi menimbulkan konflik kemajuan zaman yang meniscayakan


intern umat Islam. Bagaimana, misalnya, Islam memberikan respon, baik dalam
umat masih ada yang bertengkar bahkan posisi mendukung, menolak, atau
bertikai soal qunut, bertikai soal basmalah mengoreksi fenomena kekinian.
antara pendukung jahr dan sirr ketika Sementara itu, ulama-ulama tradisional
membaca al-Fatihah dalam shalat, berdebat tidak atau kurang respon, melainkan
kusir soal jumlah rakaat shalat tarawih antara cenderung bertahan dengan status quo
yang 11 dan 21 rakaat, dan masih banyak tradisionalistiknya. Para refor mis
lagi masalah furu‘iyah yang diperselisihkan, umumnya tanpa terikat dan tidak fanatik
yang tidak jarang mengganggu terhadap mazhab fikih atau aliran kalam
persaudaraan seagama seiman. yang telah lahir di era klasik. Maka
kehadiran mereka, tidak jarang, dicela
Ikhtilaf Umat Masa Kini oleh kelompok tradisional yang masih
Adalah realita bahwa selagi Islam ada bertahan dengan pendapat dan mazhab
dalam peredaran waktu dan zaman, klasik tertentu. Para reformis sadar dan
umatnya akan terus berpikir dan mengakui bahwa kapasitas mereka
memahami ajaran, yang meniscayakan tidaklah sama dengan para mujtahid
ikhtilaf atau perbedaan. Pertanyaannya klasik, yang sangat mumpuni dan
adalah, apakah ulama atau yang mengaku menguasai multi disiplin ilmu yang
pemikir Islam dewasa ini masih memenuhi menjadi syarat bagi mujtahid mutlak. Lalu
syarat mujtahid yang ditetapkan dan dimiliki diakui bahwa saat ini tidak ada lagi tokoh
oleh generasi sahabat sampai tabi‘ al-tabi‘in? mujtahid mutlak yang boleh berijtihad
Seperti telah disinggung, sejak abad secara mandiri. Ijtihad yang mungkin
keempat hijriah umat ini terperangkap dilakukan oleh ulama sekarang adalah
dalam suasana jumud dan taqlid, tidak ijtihad kolektif, dalam arti para ahli dari
banyak lagi ulama yang berilmu keislaman berbagai disiplin ilmu duduk bersama
mencapai derajat mujtahid mutlak selain, membahas suatu masalah dan
misalnya, Ibn Hazm, al-Ghazali, Ibn mengeluarkan istinbath hukumnya. Inipun
Taimiyah, dan Ibn al-Qayyim al-Jauziah. tidak mudah dilakukan, sehingga yang
Kondisi jumud dan taqlid berkepanjangan mungkin dan mudah dilakukan oleh para
ini akhirnya ingin diakhiri, akhir abad ulama adalah menerbitkan fatwa terhadap
keempat belas Hijriah, oleh tokoh-tokoh masalah tertentu atas nama lembaga
reformis seperti Jamluddin al-Afghani, tertentu, seperti MUI di Indonesia.
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Selain kemungkinan ikhtilaf antara
lainnya. ulama tradisional dan ulama reformis,
Tampilnya para reformis atau justru yang sangat mungkin dan sering
pembaharu tersebut sebenarnya adalah terjadi adalah ikhtilaf di tengah-tengah
untuk menghadapi perkembangan dan masyarakat berdasarkan perbedaan

235|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

mazhab fikih, yang masing-masing Islam Liberal (JIL). Kelompok penggagas


kelompok dipimpin oleh seorang ulama pluralisme ini dicurigai terpengaruh oleh
atau ustadz yang kapasitas dan wawasan pemikiran atau bahkan menjadi boneka
keilmuannya sangat tidak mumpuni, dan Barat.
tidak aneh kalau terkesan sangat picik dan Demikian, sejak masa Rasulullah
fanatik. SAW dan terus berkembang sampai
Ikhtilaf teologis klasik dan terus sekarang, ikhtilaf dan perbedaan selalu
berlanjut sampai sekarang adalah bermula terjadi di kalangan muslimin. Di masa awal
dari munculnya aliran-aliran keagamaan Islam, di kalangan sahabat dan tabi‘in,
sejak akhir abad pertama Hijriah dalam ikhtilaf masih dalam koridor kebolehan
Islam, yang dimulai oleh aliran Qadariah demi kebenaran. Namun, semakin jauh
dan Jabariah.20 Demikian pula, ikhtilaf zaman berjalan, semakin banyak pula
semakin kentara dan meruncing setelah ikhtilaf yang menyimpang dari kebolehan
umat Islam terpecah menjadi dua aliran dan kebenaran, dan akibatnya, sering
mainstream Ahl al-Sunnah dan Syi‘ah. muncul konflik yang mengancam
Munculnya dua aliran mainstream ini awalnya ukhuwwah dan persatuan muslimin.
adalah politis dan kemudian berkembang Ikhtilaf yang terjadi saat ini, demikian
menjadi ikhtilaf teologis dan fikih. diprihatinkan oleh sebagian ulama, adalah
Selanjutnya aliran sempalan bermunculan, dilakukan oleh orang-orang yang sebagian
yang oleh kedua aliran mainstream dicap besar tidak memiliki kapasitas yang
sebagai aliran atau kelompok sesat. mumpuni, terutama pengetahuan yang
Demikian seterusnya, khususnya di dangkal tentang Islam. Mereka piawai
Indonesia, sering terdengar berita dalam berdebat dan berargumen, karena
terjadinya ikhtilaf di tengah-tengah mungkin sarjana, tapi bukan intelektual
masyarakat dengan munculnya kelompok dan sarjana tentang Islam yang mumpuni.
tertentu dengan ajaran tertentu, yang dirasa Status sosial ekonomi dan predikat
bertentangan dengan ajaran mainstream Ahl intelektual akademis non agama sering
al-Sunnah wa al-Jamaah, yang disebut mendorong seseorang berani dan lancang
aliran sempalan dan dicap sesat. menganalisis dan mengemukakan
Lebih belakangan lagi adalah ikhtilaf pendapat sekitar Islam. Karena tidak
yang dimunculkan oleh kelompok pandai berbahasa dan memahami bahasa
cendikiawan atau sarjana muslim, yang Arab, tidak pernah tau soal qaidah tafsir
belum jelas kapasitas keulamaannya, yang dan qaidah ushuliyah, lalu dia katakan
bergabung dalam kelompok Jaringan syarat-syarat ijtihad yang ditetapkan oleh
ulama salaf tidak mutlak harus
diberlakukan zaman sekarang. Ini jelas
20
Lihat Abu al-Hasan Ali Ibn Ismail al-Asy‘ary,
Maqalat al-Islamiyyin wa ikhtilaf al-Mushallin (Kairo:
ungkapan apologis oleh orang-orang yang
Maktabah al-al-Nahdah al-Misriyyah, 1959), hlm. 10. tidak mampu memenuhi syarat-syarat

236|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

ijtihad tersebut. Lalu muncul ungkapan


E¯ VÙ  °0›WcW‹¯ ×mÁÝÖWc CW%XT  Ô2ÀIR<ØoW ,kÙÓW ¿2Ú °ÈÙ
di kalangan sebagian ulama bahwa
sekarang telah terjadi ikhtilaf juhala yang
§ª²¨ ª!_°VÙ ÀÌc¯n_€ ‹
berbahaya bagi Islam dan umatnya.
Sikap Menghadapi Perbedaan Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi
Sebagaimana telah diungkapkan, ikhtilaf Allah hanyalah Islam.Tiada berselisih
atau perbedaan pendapat di kalangan orang-orang yang telah diberi al-Kitab
muslimin selalu terjadi secara alami bersama kecuali setelah dating pengetahuan kepada
relativitas akal manusia itu sendiri. Meski mereka karena kedengkian yang ada di
demikian, Islam pada dasarnya sangat hati- antara mereka. Barangsiapa yang kafir
hati dan berupaya ketat membatasi agar terhadap ayat-ayat Allah maka
ikhtilaf tidak mudah terjadi. Islam tidak sesungguhnya Allah sangat cepat hisabNya
memungkiri kenyataan ikhtilaf, namun (Ali Imran: 19).
Islam hanya membenarkan ikhtilaf yang
tidak menyimpang dari al-Qur‘an, al- r¯Û ×1ÆMØ@°% _0ԁŠ ;ÈXk°‰ SÈ5[XT ×1ÆMV@c°j SɈmVÙ WÛÏ°Š ‰D¯
Sunnah, dan atsar sahabat atau ijma sahabat.
Islam tetap mengingatkan umatnya SÈ5[ RÝ° 1ÆMĈ¯OWAÄc ˆ1É2  rQ¯ ×1ÉFÂoÙ%U \-5¯  ÄÔ³[‹
agar semaksimal mungkin menghindari
ikhtilaf, tidak berlebih-lebihan membahas §ª®²¨ WDSÉ \ÈÙÝWc
dan mempertanyakan hal-hal yang tidak Sesungguhnya orang-orang yang memecah
perlu didiskusikan lebih jauh. Al-Qur‘an, belah agamanya dan mereka terpecah
antara lain, mengingatkan: menjadi beberapa golongan, tidak ada
sedikitpun tanggungjawabmu terhadap
]C°% §¬ª¨ WÛܦ¯nՓÀ-Ù |¦°% SÈ5SÅV" YXT … mereka. Sesungguhnya urusan mereka
terserah kepada Allah, kemudian Allah
r#Å ;ÈXk°‰ SÈ5XT ×1ÀIX=c°j SɈmVÙ |ÚÏ°Š akan memberitahukan kepada mereka apa
yang mereka perbuat (al-An‘am: 159).
§¬«¨ WDSÄO­mVÙ ×1®M×i\iV \-¯ ‡!Øs°O
…dan janganlah kamu termasuk orang- Memperkuat peringatan al-Qur‘an,
orang musyrik, yaitu orang-orang yang Rasulullah SAW kembali mengingatkan,
memecah belah agama mereka, dan mereka antara lain, sabda beliau:
pun menjadi beberapa golongan, yang Ê
masing-masing bangga dengan apa yang ada ǶǰÉ ÉƥȂÉǴºÉǫ Ǧ
É ǴÈƬƼÌ ÈƬºÈǧ ¦ȂǨǴƬÌţÈ È¦
pada golongan mereka (Ar-Rum: 31-32). Janganlah kalian berselisih, maka hati
kalian akan berselisih.
\Q W)Ø\ W%XT  ¿2›Q Ôy0_  \i<°Ã |ÚÏ°G ‰D¯
Dari Abdullah Ibn Umar berkata:
Ä1ÉFXÄ\C W% °iØÈW C°% €Y¯ _ ›W*¦Ù SÉ"TÊ |ÚÏ°Š Suatu ketika aku ke rumah Rasulullah

237|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

SAW, beliau mendengar dua orang ke genarasi. Maka ikhtilaf itu mesti harus
sahabat berbeda dan berdebat tentang dibedakan kepada yang dibolehkan dan
satu ayat, lalu beliau keluar dengan muka yang terlarang, al-mahmud wa al-madzmum,
marah seraya bersabda: al-maqbul wa al-mardud. Yang terpuji dan
ľ ǶȀǧȐÊƬƻƢƥ ǶǰǴƦǫ ÀÈ ƢǯÈ ǺÌ ǷÈ Ǯ
È ÈǴǿÈ ƢÈŶċʤ
dibolehkan adalah ikhtilaf yang terjadi di
kalangan sahabat, tabi‘in dan al-salaf al-
§ƢƬǰdz¦ shaleh, bahwa mereka berbeda manhaj dan
Sesungguhnya umat sebelum kalian hancur, istinbath semata-mata untuk mencari ridha
karena mereka berselisih soal al-Kitab. Allah dalam upaya mencari kebenaran
agama Allah dan rasul-Nya. Mereka
Demikian, Allah dan RasulNya berikhtilaf berdasarkan ilmu yang
mengingatkan umat agar selalu menahan mumpuni tentang agama Allah yang
diri dari ikhtilaf, dan para sahabat, Tabi‘in, dipahami dari al-Qur‘an dan al-Sunnah.
dan ulama salaf menyadari bahwa ikhtilaf Mereka ikhlas dan siap menerima
lebih banyak buruknya ketimbang pendapat lain yang mempunyai dasar
baiknya. Lebih-lebih bila ikhtilaf terjadi yang lebih kuat dan jelas, atau minimal
dalam politik yang dihubungkan dengan menghargai pendapat lain yang berbeda,
akidah, maka perpecahan tidak ter dan, sejauh itu berdasarkan dalil yang jelas dan
akibatnya, umat menjadi pecah dan tidak bertentangan dengan al-Qur‘an dan
lemah: al-Sunnah. Ikhtilaf dilakukan dengan
adab atau etika yang mulia dengan bahasa
SÉ W‘ÙÝW*VÙ SÄÃWs›X=V" YXT œÄ VSÀyXqXT ‹ SÄÈk°»U XT santun dan bijaksana.21 Inilah ikhtilaf
yang dapat dikategorikan rahmat dan
\ÌW% ‹ ‰D¯  àTÈnªՙXT ×ÅÈVf®q _ \FÖkV"XT bermanfaat bagi kekayaan khazanah
Islam dan kejayaan muslimin.
§­¯¨ |Úϯnª›ƒ¡
Sebaliknya, yang tercela dan terlarang
Dan taatlah kepada Allah dan rasulNya adalah ikhtilaf yang dilakukan atas dasar nafsu
dan janganlah kamu berbantah-bantahan, egoistis yang tujuannya memenangkan
yang menyebabkan kamu menjadi gentar perdebatan dan merendahkan lawan,
dan hilang kekuatan dan bersabarlah. dilakukan oleh orang-orang yang kurang
Sesungguhnya bersama orang yang sabar ilmu bahkan bodoh tentang Islam. Mungkin
(al-Anfal:46). saja, mereka adalah intelektual secara
akademis, karena sarjana, tetapi bukan
Kendati Allah dan RasulNya sangat sarjana tentang ilmu keislaman. Mereka
tegas mengingatkan agar muslimin jangan adalah sarjana muslim, tapi bukan sarjana
gampang berikhtilaf atau berselisih
pendapat, namun secara alami ini terus 21
Lihat Ibn Hazm al-Andalusi, al-Ihkam fi Ushul al-
terjadi dari zaman ke zaman, dari generasi Ahkam, juz 2 (Beirut: Dari al-Fikr, 1987), hlm. 22-23.

238|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

Islam. Mungkin hanya ditokohkan oleh dalam kasus ikhtilaf, setiap pendapat atau
masyarakat, dia pun merasa harus ajaran yang didengar seyogianya dihadapi
berpendapat termasuk tentang Islam. dengan hati-hati dan dicermati dengan
Adalah kenyataan bahwa sistem dan teliti.23
kurikulum pendidikan Islam sendiri saat
ini tidak terbayang mampu melahirkan Kesimpulan
alumni mujtahidmutlak dengan syarat Islam adalah agama yang haq,
minimal menguasai ulum al-Qur‘an, ulum dilaksanakan berdasarkan keimanan dan
al-Hadits, dan ushul al-Fiqh. ketakwaan yang murni, dibangun atas
Maka dalam menghadapi setiap dasar firman Allah dan sunnah Rasulullah,
perbedaan pemahaman dan pendapat dan dipelihara oleh ukhuwwah dan
keislaman yang pasti dan terus terjadi, ada keharmonisan umat yang terhormat.
beberapa prinsip etika yang seyogianya Agama ini sangat menjunjung tinggi
menjadi acuan. Ketika sebuah ikhtilaf peran akal, menghormati perbedaan
masih dalam kategori terpuji dan pendapat yang bermanfaat bagi khazanah
dibolehkan, kedua belah pihak, kalau harus ilmiah Islamiah, perbedaan yang
bertahan dengan pendapatnya, seyogianya berorientasi kepada kebenaran. Allah dan
tidak perlu menyalahkan apalagi mencela rasulNya mencela perbedaan atau ikhtilaf
pendapat yang lain. Inilah etika ikhtilaf yang berujung khilaf atau permusuhan
para sahabat, tabi‘in, dan ulama salaf, dan perpecahan, melarang ikhtilaf yang
termasuk para imam mazhab fikih yang bertujuan mencari kemenangan dan
empat dari Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah. melumpuhkan kawan seiman. Muslimin
Bagi umat, untuk menerima atau ruhama bainahum wa asyidda ‘ala al-kuffar,
menolak sebuah pendapat dalam ikhtilaf harmonis dan berkasih sayang antar
seharusnya eklektif dan selektif, harus sesama, tegas dan berani menumpas
dipertimbangkan apakah yang diikhtilafkan orang-orang kafir yang memusuhi dan
itu layak dan bermanfaat bagi Islam dan ingin menghancurkan Islam, dari luar
muslimin, apakah orang yang berpendapat maupun dalam.
tersebut memiliki kapasitas dan otoritas Muslimin seyogianya semaksimal
serta berkualitas mujtahid sesuai syarat yang mungkin menahan diri dari segala ikhtilaf
telah ditetapkan dan disepakati oleh para dan perbedaan, jangan suka berbanyak
ulama salaf dan khalaf.22 Tidak hanya tanya dan memperdebatkan masalah-

22
Saat ini, termasuk di Indonesia, banyak orang yang 23
Di Indonesia sering muncul oknum, tidak jelas
berani berpendapat bahkan berfatwa soal agama, padahal identitas dan latar belakang keilmuannya, membuat
dia secara akademis bukan ulama yang mumpuni. Umat gerakan dan membawa ajaran yang aneh, berbeda
seyogianya tidak terpengaruh dengan gelar kesarjanaan bahkan bertentangan dengan al-Qur‘an dan al-Sunnah,
dan popularitas seseorang. Ulama adalah cendikiawan, yang lazim dikenal dengan aliran sempalan yang sesat
tapi cendikiawan belum tentu ulama. dan menyesatkan.

239|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam

masalah yang tidak berguna untuk fi al-Islam. U.S.A: The International


kemajuan dan kemaslahatan umat. Kalau Institute of Islamic Thought, 1991.
pun harus berbeda, dan perbedaan itu Amin, Ahmad. Fajr al-Islam. Kairo:
masih dalam batas kebolehan, maka sikap Maktabah al-Nahdah al-
yang paling arif dan bijaksana adalah Mishriyyah, 1975.
setuju dalam perbedaan dan tetap Al-Asy‘ari, Abu Hasan Ismail. Maqalat al-
membangun serta menjaga ukhuwwah Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin.
Islamiah dalam ketidakseragaman. Kairo: Maktabah al-Nahdah al-
Mishriyyah, 1950.
Al-Dzahabi, Muhammad Husain. al-Tafsir
wa al-Mufassirun, juz 1. Kairo: Dar
Daftar Kepustakaan al-Kutub al-Haditsah, 1976.
Hasan, Ibrahim Hasan. Tarikh al-Islam,al-
Abu Zahrah, Muhammad. Tarikh al- Siyasi al-Diny al-Tsaqafi al-Ijtima‘iy,
Mazdahib al-Islamiyah, juz 2. Kairo: juz 2. Beirut: Dar al-Jail, 2001.
Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th. Al-Hudhari Bek, Muhammad. Tarikh al-
Abu Zahw, Muhammad. al-Hadits wa al- Tasyri‘ al-Islami. Beirut: Dar al-
Muhadditsun. Beirut: Dar al-Kitab Fikr, 1967.
al-‘Arabi, 1984. Al-Syahrastani, Muhammad Abd al-
Al-Afghani, Sa‘id. Ibn Hazm al-Andalus wa Karim. al-Milal wa al-Nihal. Beirut:
Risalatuh fi al-Mufadhalah bain al- Dar al-Fikr, t.th.
Shahabah. Beirut: Dar al-Fikr, Ibn Hazm, Muhammad Ali. al-Ihkam fi
1969. Ushul al-Ahkam. Beirut: Dar al-
Al-‘Alwani, Thaha Jabir. Adab al-Ikhtilaf Fikr, 1987.

240|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai