Anda di halaman 1dari 28

KOSMETIKOLOGI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kosmetikologi

SAMPO
“Komposisi, Formula dan Evaluasi”

Dosen Pengajar :

Dr. Silvia Surini, M.Pharm, Sc., Apt

Disusun oleh:

Nurfitriyana 1806256585

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019

1
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Eksipien yang
berjudul “SAMPO” ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
tugas mata kuliah Kosmetikologi. Makalah ini berisi uraian tentang pengertian
kosmetikologi, komposisi sediaan sampo, jenis-jenis sediaan sampo dan evaluasi
sediaan.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan


dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam


makalah ini. Oleh sebab itu, bila ada saran dan kritik yang membangun akan
selalu diterima dengan hati terbuka. Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan
makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Depok, Maret 2019

Penulis

ii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 1


2.1 Rambut ............................................................................................................... 2
2.2 Kulit Kepalala ................................................................................................... 3
2.3 Pengertian Sampo ............................................................................................... 4
2.4 Karakteristik Sampo .......................................................................................... 4
2.5 Komposisi Sampo .............................................................................................. 6
2.5.1 Surfaktan ............................................................................................... 6
2.5.1.1 Surfaktan anionik ...................................................................... 7
2.5.1.2 Surfaktan kationik .................................................................... 8
2.5.1.1 Surfaktan nonionik ................................................................... 9
2.5.1.1 Surfaktan ampoter .................................................................. 10
2.5.2 Rheology and Viscosity Modifiers Agent ............................................. 10
2.5.3 Pengontrol pH .................................................................................... 11
2.5.4 Opacifiers dan Pearlizing Agent ........................................................ 12
2.5.5 Antioksidan/Sesquestrans/UV Absorben ........................................... 12
2.5.6 Pengawet dan Pengharum ................................................................... 12
2.6 Efek Penggunaan Sampo ................................................................................. 13
2.7 Jenis-jenis Sampo ............................................................................................ 13
2.7.1 Berdasarkan Konsistensinya ................................................................ 13
2.7.2 Berdasarkan Manfaat ........................................................................... 14
2.7.3 Mekanisme Penetrasi Transfersom ..................................................... 17
2.7.4 Karakteristik Transfersom ................................................................... 18
2.8 Evaluasi Sampo ............................................................................................... 20

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25

iii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

Sampo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut,
sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih, lembut, mudah diatur dan
berkilau. Produk perawatan rambut yang digunakan untuk menghilangkan minyak, debu,
serpihan kulitdan kotoran lain dari rambut (Bushra, 2014)
Kata sampo berasal dari bahasa Hindi champo, bentuk imperatif dari champna. Di
Indonesia dulu sampo dibuat dari merang yang dibakar menjadi abu dan dicampur dengan air.
Sampo merupakan salah satu bentuk kosmetik yang tidak hanya dipakai oleh kaum wanita,
tetapi juga oleh kaum pria dan anak-anak (Draelos, 2002)
Rambut selain berfungsi sebagai pelindung kepala, juga akan membuat penampilan
seseorang menjadi cantik dan menarik. Kulit kepala berketombe, rambut kusut, dan sudah
diatur maka estetika penampilan seseorang akan tampak kurang cantik dan menarik, bahkan
rambut dapat menjadi rontok sampai kepala menjadi botak,oleh karena itu permasalahan
tersebut perlu ditanggulangi dan sedapat mungkin rambut dihindarkan. Formula sampo
sedemikian rupa diformulasikan untuk menganggulangi permasalahan tersebut. Sampai saat
ini banyak perodusen sampo memformulasikan sampo untuk meningkatkan estetika rambut
seperti rambut berkilau sampai rambut menjadi lembut. Oleh karena itu penting untuk
mengetahui formulasi sampo dengan memilih komponen-komponen penyusun sediaan sampo
agar hasil akhir dari penggunaan sampo menjadi efektif (Meyer, 2005).

1
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rambut

Rambut tumbuh pada bagian epidermis kulit, terdistribusi merata pada tubuh.
Komponen rambut terdiri dari keratin, asam nukleat, karbohidrat, sistin dan sistein, lemak,
arginin dansistrulin, dan enzim. Rambut terdiri dari dua bagian yaitu akar rambut dan batang
rambut (Gambar 2.1). Batang rambut terdiri dari 3 bagian utama. Bagian yang terdalam
disebut medula, bagian tengah disebut korteks, dan bagian luar disebut kutikula. Pada bagian
medula tersusun dari sel polihedral berjajar yang berisi keratotialin, butiran lemak dan udara.
Bagian korteks membentuk bagian utama pada batang rambut, terdiri dari sel yang
terelongasi yang berisi granul pigmen khususnya pada rambut warna gelap, tetapi pada
rambut warna terang sebagian besar berisi udara. Bagian kutikula berisi lapisan tunggal sel
tipis datar yang sebagian besar terkeratinisasi. Kutikula berfungsi sebagai pelindung terhadap
kekeringan dan penetrasi benda asing (Mottram, 2000).
Akar rambut merupakan bagian yang berada di bawah permukaan kulit hingga ke
lapisan subkutan. Akar rambut tersusun dari 3 lapisan yaitu medula, korteks dan kutikula.
Akar rambut dibungkus oleh kantung yang disebut folikel rambut. Dasar folikel rambut
berbentuk seperti bawang dan disebut bulb. Bagian dasar bulb yang berupa lekukan ke dalam
bulb disebut papila dermal yang kaya akan pembuluh darah yang membawa makanan untuk
pertumbuhan rambut dan serabut syaraf. Bagian atas papila dermal dikelilingi oleh sel
matriks yang pembelahannya sangat cepat. Selain itu rambut berasosiasi dengan otot polos
yang disebut arektor pili dan kelenjar sebaseus yang mensekresikan sebum. Arektor pili
dipersyarafi oleh saraf simpatikus dan akan berkontraksi bila ada rangsang berupa emosi atau
dingin menyebabkan rambut menjadi tegak. Kontraksi arektor pili dapat menekan kelenjar
sebasea dan mendorong sekresi sebum ke folikel rambut dan ke permukaan kulit
(Draelos,2002).

2
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Anatomi Rambut
2.2 Kulit Kepala

Seperti halnya kulit pada umumnya, kulit kepala memiliki berbagai fungsi antara lain,
mengatur kelembaban kulit, mengatur suhu tubuh, membentuk mantel asam dan pernapasan
kulit. Pada kulit kepala terdapat sangat banyak kelenjar minyak yang tersebar di seluruh
permukaan kulit kepala. Jika rambut disisir, minyak akan terekskresikan dan menyebar ke
seluruh tangkai rambut, menyebabkan rambut tampak kemilau. Keratin kulit dapat memiliki
daya tahan terhadap benturan mekanik dan zat kimia. Permukaan kulit diselubungi oleh
mantel asam yang berupa cairan pH 4 – 6. Fungsi mantel asam ini terutama untuk
menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur (Inara, 2005).
Kulit memiliki permeabilitas air yang sangat terbatas. Kandungan air dari dan yang
masuk ke tubuh menyebabkan perubahan kelembapan yang tidak segera nampak pada
permukaan kulit, tetapi terjadi dibawah lapisan korneum yang disebut barier rein. Jaringan
dibawah selaput ini dihubungkan dengan kapiler darah kulit, dengan aliran darah normal
dankelembapan antara 70–80% (Draelos,2002).
Kesehatan kulit kepala erat kaitannya dengan kesehatan rambut. Penyebab gangguan
pada kulit kepala antara lain, infeksi pada daerah kepala, infeksi sistemik yang parah seperti
hepatitis, benturan mekanik, iritasi zat kimia, iritasi fisika dan keabnormalan sistem imun.
Kerusakan karena benturan mekanik meliputi luka gores atau terparut oleh partikulat tajam,
luka potong karena benda tajam, tertusuk, atau tergencet benda keras. Kerusakan karena
iritasi zat kimia terutama disebabkan oleh keaktifan sifat fisikokimia zat kimia tertentu,
seperti sifat kaustik, oksidasi, dan sitolitik. Faktor iritasi fisika dapat meliputi kondisi iklim
ekstrim, terbakar, emisi sinar X, sinar UV, sinar inframerah, atau radioaktif termasuk juga
sengatan listrik. Keabnormalan sistem imun dapat menyebabkan kulit individu menjadi peka
terhadap sentuhan zat kimia tertentu yang biasa disebut alergi (Martin, 2019).

3
Universitas Indonesia
2.3 Pengertian Sampo

Kata shampoo berasal dari bahasa Hindi champo, bentuk imperatif dari champna,
"memijat". Di Indonesia dulu shampoo dibuat dari merang yang dibakar menjadi abu dan
dicampur dengan air. Shampoo adalah suatu sediaan kosmetika berupa zat yang terdiri dari
surfaktan, pelembut, pembentuk busa, pengental dan sebagainya yang berguna untuk
membersihkan kotoran yang melekat pada rambut seperti sebum, keringat, sehingga rambut
akan kelihatan lebih bersih, indah dan mudah ditata (Martin, 2019).
Fungsi utama dari shampo adalah membersihkan rambut dan kulit kepala, kotoran rambut
termasuk sekresi alami dari kulit, penumpukan kotoran dari lingkungan dan sisa dari produk
perawatan rambut yang digunakan oleh konsumen. Setelah pembersihan sempurna maka
dapat memberikan kepuasan bagi pemakai / konsumen. Shampo akan menghasilkan rambut
yang lembut, berkilau, dan mudah diatur. Formulasi dari shampo dapat pula berupa campuran
yang ditekankan untuk beberapa kemampuan khusus seperti meminimalkan rasa perih pada
mata, mengontrol ketombe atau memberikan keharuman yang menarik untuk bau wangi yang
dapat diterima (Badi, 2014).

2.4 Karakteristik Sampo


Formulasi sediaan sampo hendaknya diformulasikan memenuhi faktor keamanan dan
manfaat dari sampo. Selain dari segi manfaat dan keamanan dari sampo, faktor keterimaan
konsumen pada sediaan sampo seperti busa yang dihasilkan, bau dan konsintensi dari sampo
menjadi penting sebagai bahan pertimbangan dalam firmulasi sampo. Adapun karakteristik
sampo yang harus diperhatikan yakni :

a. Sampo harus mudah tersebar merata di kulit kepala dan rambut setelah pengaplikasian
b. Shampoo harus dapat membentuk busa yang berlebih, yang terbentuk dengan cepat,
lembut dan mudah dihilangkan dengan membilas dengan air.
c. Shampoo harus mempunyai sifat detergensi yang baik tetapi tidak berlebihan, karena
jika tidak kulit kepala menjadi kering.
d. Shampoo harus dapat menghilangkan segala kotoran pada rambut, tetapi dapat
mengganti lemak natural yang ikut tercuci dengan zat lipid yang ada didalam
komposisi shampo. Kotoran rambut yang dimaksud tentunya sangat kompleks yaitu :
sekret dari kulit, sel kulit yang rusak, kotoran yang disebabkan oleh lingkungan dan
sisa sediaan kosmetik.
4
Universitas Indonesia
e. Tidak mengiritasi kulit kepala dan juga mata.
f. Shampoo harus tetap stabil. Shampo yang dibuat transparan tidak boleh menjadi
keruh dalam penyimpanan. Viskositas dan pHnya juga harus tetap konstan, shampo
harus tidak terpengaruh oleh wadahnya ataupun jasadrenik dan dapat
mempertahankan bau parfum yang ditambahkan kedalamnya.
g. Sampo harus mudah dituangkan dari sediaan sampo, oleh karena itu viskositas sampo
< 200 cps.

(Draelos, 2002)

2.5 Komposisi Sampo


2.5.1 Surfaktan

Surfaktan dalam formulasi sampo memiliki fungsi dasar yakni sebagai komponen
yang berperan dalam mekanisme pembersihan sampo. Surfaktan juga berkontribusi dalam
pembentukan busa, berkontribusi pada sifat reologi, dan juga berperan besar dalam keamanan
sampo. Busa yang terbentuk harus memadai, baik secara kuantitas maupun kualitas, agar
konsumen menggaanggap sampo sudah memadai dalam segi busa (Cornwell, 2018).

Formulasi sampo biasanya terdiri dari surfaktan primer/utama dan surfaktan sekunder.
Surfaktan perimer bertanggung jawab dalam mekanisme pembersihan dalam formula serta
pembentuk busa dan viskositas sediaan. Surfaktan sekunder biasanya lebih lembut daripada
surfaktan primer tetapi tidak memiliki sifat berbusa atau membersihkan yang baik seperti
surfaktan primer. Surfaktan sekunder biasanya ditambahkan untuk membantu meningkatkan
busa dan pembersihan pada surfaktan primer, dan dapat mengurangi iritasi yang disebabkan
oleh surfaktan primer. Sebagian besar surfaktan primer dalam sampo (tidak termasuk sampo
bayi atau formulasi khusus) bersifat anionik atau molekul bermuatan negatif, sedangkan
sebagian besar surfaktan sekunder adalah surfaktan kationik (bermuatan positif) nonionik.
amfoter (bisa positif atau negatif tergantung pada pH), atau kationik (bermuatan positif)
(Joseph, 2017). Adapun struktur umum molekul dari surfaktan yang dugunkaan dalam
formulasi sampo tertera dalam gambar 2.2.

5
Universitas Indonesia
Gambar 2.2 Struktur surfaktan

Surfakan terdiri kepala dan ekor. Strukttur kepala bermuatan bersifat hifrofil dan ekor
bersifat hidrofobik. Surfaktan anionik, kationik dan ampoter berberda pada muatan dikepala
pada strukturnya. Surfaktan anionik bagian kepala bermuatan negatif, surfaktan kationik
bagian kepala bermuatan postif, surfaktan anionik bagian kepala bermuatan negatif dan
positif tergantung dengan kondisi ph sediaan yang akan diformulasikan, sedangkan surfaktan
kationik tidak bermuatan dibagian kepala (hidrofil). Perbedaan muatan dari bagian hidrofil
(kepala) surfaktan mengakibatkan perbedaaan mekanisme/fungsi dari surfaktan
(Kumar, 2010)

Mekanisme pembersihan sampo dari surfaktan secara umum, tergantung dari struktur
kepala dan ekor surfaktan. Surfaktan pada konsentrasi tertentu dapat membentuk misel
dimana akan terdapat bagian bagian yang suka air dan bagian yang tidak suka air. Pengotor
yang terdapat dirambut umumnya bersifat hidrofobik (tidak sula air), sehingga pada misel
surfaktan aka terikat dibagian ekor dan bagian yang suka air akan menghadap ke air sehingga
kotoran yang terdapat dirambut dapat dibersihkan. Kotoran yang umumnya terdapat dikepala
berupa sekret dari kulit, sel kulit yang rusak, kotoran yang disebabkan oleh lingkungan dan
sisa sediaan kosmetik lainnya. Konsentrasi surfaktan untuk dapat memberntuk misal disebut
Concentration Micell Critis (CMC) dimana ketika konsentrasi surfaktan ditambahkan misel
yang terbentuk sudak maksimal dan tidak ada perubahan misel yang terbebtun (konstan).
(Meyer, 2005). Mekanisme pembersihan sampo oleh surfaktan tertera pada gambar 2.3.

6
Universitas Indonesia
(a) (b)

Gambar 2.3 Struktur misel surfaktan (a), mekanisme pembersihan sampo (b)

2.5.1.1 Surfaktan anionik

Golongan Alkil sulfat dan alkil eter sulfat merupakan surfaktan yang sering di
gunakan dan formula sampo. Aksi pembersihan dari golongan surgaktan anionik sangat baik,
Tetapi meningalkan residu di rambut, pembentukan busa kurang baik, dapat mengiritasi mata.
Sebagia bedar formulasi sediaan sampo menggunakan beberapa kombinasi alkil dan/ atau
eter sulfat seperti natrium lauril sulfat (SLS), natrium laureth sulfat (SLES), amonium lauril
sulfat (ALS), dan amonium laureth sulfat (ALES) (Mottram, 2000: Meyer, 2005)

Lauryl dan laureth sulfate diproduksi oleh reaksi sulfasi menggunakan sebagian besar
alkohol lemak C12. Panjang rantai ini dipilih untuk memaksimalkan pembusaan dan sifat
membasahi surfaktan akhir. Berbagai campuran panjang rantai C12 – C14 umumnya
digunakan tetapi akan bervariasi tergantung pada pabriknya. Pembentukan busa dari SLS dan
ALS paling baik, tetapi lemak alkohol dengan panjang rantai karbon 12 dapat menyebabkan
menyebabkan iritasi pada kulit kepala dan mata dan memiliki beberapa masalah kelarutan.
Pemasalaahan tersebut dapat dikurangi dengan reaksi dengan etilena oksida (EO) sebelum
proses sulfasi, menghasilkan SLES dan juga ALES. Semakin tinggi derajat etoksilasi,
semakin larut senyawa serta semakin tinggi pengurangan iritasi (Meyer, 2005).

Lauryl dan laureth sulfate kadang-kadang digunakan sendiri tetapi kebanyakan biasa
digunakan dalam kombinasi satu sama lain. Lauryl sulfate sendiri menghasilkan busa berkrim
dengan gelembung yang lebih kecil sementara laureth sulfat menghasilkan busa flash yang
lebih baik. Ketika digunakan dalam kombinasi, keduanya saling melengkapi. Ketika
memutuskan antara garam natrium dan amonium, ALS / ALES menghasilkan a jumlah busa

7
Universitas Indonesia
sedikit lebih tinggi dan bisa lebih mudah menebal, tetapi harus hati-hati diambil saat
menggunakan surfaktan ini karena mereka dapat melepaskan amonia bebas yang dapat
menyebabkan pH sediaan menjadi alkalis (Cornwell, 2018).

Golongan lain dari surfaktan anionik adalah sulfoksinat, sarkosinat dan isetionat.
Sulfosuksinat mengandung karboksilat dan sulfonat dan sering digunakan dalam kombinasi
dengan alkil dan alkil eter sulfat dalam formulasi sampo atau sebagai bagian dari kombinasi
surfaktan dalam formula sampo bayi. Penambahan surfaktan sulfosuksinat membantu
mengurangi mata dan iritasi kulit, meningkatkan busa (Meyer, 2005)

N-asil sarkosinat dihasilkan dengan mereaksikan lemak asil klorida dengan N-


methylglycine. Surfaktan sekunder ini tidak berbusa dengan baik dan cenderung untuk
membentuk endapan dalam air, tetapi sangat konsistensinya ringan. N-asil sarkosinat dapat
digunakan di dikombinasikan dengan surfaktan anionik lainnya untuk mengurangi iritasi
mata dan kulit serta menyediakan beberapa sifat pengkondisian. Dua bentuk paling umum
dari surfaktan ini yang digunakan dalam sampo adalah cocoyl sarcosinate dan sodium lauryl
sarkosinat. Asil Isetionat adalah produk kondensasi asam lemak klorida dan garam natrium
dari asam 2-hidroksietansulfonat. Asil Isetionat sangat ringan terhadap kulit kepala dan
rambut dan menghasilkan busa, seperti sabun di air, tetapi terhidrolisis dengan mudah pada
pH rendah dan tinggi. Mereka memiliki kelarutan terbatas di kamar suhu dan karenanya tidak
digunakan dalam formulasi yang jelas (Lochhead, 2001).

2.5.1.2 Surfaktan Kationik

Penggunaan surfaktan kationik sangat terbatas. Umunnya mempunyai sifat detergensi


yang buruk karena muatan positif yang terdapat dibagian kepala surfatkan terikat kuat pada
rambut kuat yang bermuatan negatif. Kemampuan pembentuk busa lebih rendah dari
surfaktan anionik. Saat pembilasan surfaktan kationik susah dihilangkan (susah terbilas).
Rambut akan bersifat hidrofobik pada bagian ekor. Hal ini menghasilkan komponen pengotor
akan terikat kuat. Oleh karenaitu penggunaan surfaktan kationik pada konsentrasi rendah
dapat membuat rambut menjadi lembit dan mudah diatur. Contoh dari surfaktan kationik
adalah cetrimide (Meyer, 2005: Martin, 2019).

8
Universitas Indonesia
2.5.1.3 Surfaktan Nonionik

Surfaktan nonionik pada umumnya tidak digunakan sebagai surfaktan utama dalam
shampo. Hal ini dikarenakan kemampuan berbusa lebih rendah. Tidak adanya muatan
dibagian hidrofilik surfaktan nonionik membuat kemampuan pembersihan dan pembentukan
busa kecil dibanding dengan surfaktan lainnya. Namun surfaktan noionik digunakan sebgai
surfaktan sekundder sebagai penstabil busa, meningkatkan viskositas, meningktakna
kelarutan, dan dapat digukanan sebagai conditining agent. Surfaktan Nonionik dibagi atas
tiga golongan yakni golongan lemak alkanolamid, amin oksida, dan golongan lainnya
(Meyer, 2005)

Golongan lemak alkanolamid dihasilkan oleh reaksi oleh kondensasi campuran primer
atau alkanolamin sekunder dengan asam lemak atau turunannya. Rasio amina untuk asam
lemak menghasilkan produk yang berbeda. Kondensat 1: 1, disebut sebagai "Superamides,"
jauh lebih lazim dalam formulasi sampo. Alkanolamid diguakan sebagai penstabil busa, serta
meningkatkan viskositas sediaan Hati-hati dalam memformulasi dengan alkanolamid adalah
dengan menggunakan amin bebas. Contoh diethanolamin menyebabkan karasinogenik.
Solusi gunakan Cocamid MEA (Monoethanolamin). Stabilitas busa MEA sebanding dengan
bentuk DEA, tetapi bentuk MEA mengakibatkan viskosita sedikit lebih tinggi dibanding
DEA. (Mottram, 2000: Meyer, 2005)

Golongan dari amin oksida meruapkn hasil oksidari dari amin tersier dengan hidrogen
peroksia. Ikatan N-O adalah sangat terpolarisasi, dan pada pH di bawah netral, amina oksida
menjadi terprotonasi, yang memungkinkan mekanisme membuat rambut menjadi tidak kusut
(antistatis) karena terprotonasi sehingga bermuatan positif. Pada pH diatas 7, molekul
berisidat nonionik. Aksi amin oksida dapat dibandingkan dengan alkanolamid. Amin oksida
terkenal dengan kemapuannya untuk meningkatkan karakteristik busa dan menstabilkan busa
seperti busa lebih tebal, lembut dan busa lebih stabil, dan dapat mengurangi iritasi mata.
Contoh dari golongan amin oksida adalah Lauryldimethylamine oxide (Meyer, 2005;
Shinde, 2013)

Golongan lain dari kelas surfaktan nonionik yakni alkil poliglukosida. Alkil
poliglukosida disintesi dengan mereaksikan pati jagung glukosa dengan alkohol lemak. Hasil
dari reaksi tersebut membentuk surfaktan yang kemampuan membentuk busa yang baik, sifat
pembersihan dan pembasahan yang baik, dan tidak bersifat toksik dan biodegradebel.
9
Universitas Indonesia
Surfaktan golongan alkil poliglukosida umumnya digunakan sebagai surfaktan sekunder
membantu mengurangi iritasi dari surfaktan golongan anionik (Shinde, 2013)

2.5.1.4 Surfaktan Ampoter

Surfaktan ampoter pada strukturnya apda bagian kepala surfaktan dapat bermuatan positif
dan bermuatan negtaif tergantung pada kondisi pH. Pada keadaan asam makan surfaktan
ampoter terionisasi menjadi muatan postif dan pada keadaan basa akan terprotonasi menjadi
muatan negatif. Oleh karena itu surfaktan dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama yaitu imidazol dab betain-N-alkil. Kelompok ini bersifat zwitterionik pada pH pada
dan di atas titik isoelektriknya dan kationik pada titik yang lebih rendah pH. Kelompok kedua
mengandung sulfobetain dan fosfobetain, yang bersifat zwitterionik karena bagian anionik
dipisahkan pada semua rentang pH (Badi, 2014).

Surfaktan ampoter sifat mengiritasi sangat rendah atau hampir tidak mengiritasi.
Surfakan ampoter. kompatibel dengan berbagai macam surfaktan lain dan dapat
diformulasikan menjadi berbagai jenis sampo termasuk sampo bayi. Perhatian khusus dari
surfaktan ampoter memiliki fungsi ganda dalam molekul yang sama dapat dalam bentuk
nonionik (muatan postif dan negatif seimbang), kationik serta anionik tergantung pada pH.
Betain hanya ada dalam bentuk anionik dan kationik tergantung pada pH. Betain berfungsi
sebagai pembuan yang sangat baik pada semua rentang pH. Oleh karena itu Betain disebut
sebgai good foaming agent. Cocamidopropyl betaine adalah contoh yang paling banyak
digunakan dari jenis surfaktan amfoter dan ini sering digunakan dalam formula bebas amida
serta sampo bayi (Joseph, 2017).

2.5.2 Rheology And Viscosity Modifiers Agent

Cara paling umum untuk menambahkan viskositas ke sistem surfaktan adalah dengan
menambahkan garam. Penambahan garam dapat mengkontrol viskositas dan memodifikasi
sifat alir dalam surfaktan anionik dan nonionik. Sodium klorida adalah garam monovalen
yang umum digunakan dalam mekanisme ini, tetapi garam multivalen dapat digunakan juga
dan lebih efektif karena garam multivalen memiliki kemampuan ionik yang lebih bear
dibanidng garam monovalen. Garam divalen seperti kalsium dan magnesium klorida jarang
digunakan karena cenderung mengendap pada formula sampo. Amonium klorida adalah yang
lain garam multivalen biasa digunakan dan sangat efektif, tetapi pH dan konsentrasi harus

10
Universitas Indonesia
dipertimbangkan, terutama jika menggunakan surfaktan yang menggandung amonium.
Amonia bebas dapat dilepaskan jika diformulasikan di atas pH netral (Kumar, 2010).

Garam bersama surfaktandapat meningkatkan viskositas dari sediaan. Surfaktan


mengandung molekul dengan bagian hidrofilik serta hidrofobik. Ketika surfaktan dalam air
struktur misel terbentuk dengan kepala bersifat hidrofilik yang dapat berorientasi
dipermukaan bersama didalam air, sementara dibagian ekor (hidrofobik) akan berada di
tengah dtruktur menjauh dari air. Misel-misel tersebut akan terus bergerak menata ulang
dengan sendirinya. Ketika garam ditambahkan (anionik, nonionik, amfoter) densitas akan
turun memungkinkan misel lebih dekat satu sama lain, membentuk aglomerat micelular.
Aglomerat besar inilah yang meningkatkan viskositas sampo. Mekanisme ini tidak sama
utnuk setiap sediaan, tergantung pada jenis dan konsentrasi surfaktan dan jenis garam yang
digunakan (Meyer, 2005).

Penambahan garam tidak selalu menjadi cara sederhana untuk meningkatkan viskositas
dan sifat alir dari sediaan, Sering terjadi fenomena salting out, oleh karena itu garam hanay
digunakan dengan konsentrasi kecil sekitar 0,1-3%. Peningkatan viskostas terjadi ketika
keseimbangan elektrolit maksimum telah tercapai dan jumlah elektrolit bebas mulai
mengganggu struktur misel (Joseph, 2017).

Gum sering digunakan untuk memodifikasi viskositas dan reologi di sampo. Hanya
sedikit golongan ggumyang dapat digunakan untuk memodifikasi viskositas dan reologi
sampo salah satunya xanthan. Xanthan dihasilakna secara enzimatik dari bakteri
Xanthomonas campestis dan dianggap sebagai pengubah / pengubah reologi alami. Xanthan
kompatibel dengan surfaktan anionik dan nonionik dan juga dengan sebagian besar garam
mono dan divalen. Ketika digunakan dalam jumlah yang sangat kecil (0,1-0,5%), dapat
memberikan viskositas yang cukup dan aliran pseudoplastik. Ketika digunakan secara
berlebihan, Xanthan bisa memiliki yang sangat dampak negatif pada reologi. Solusinya dapat
berubah menjadi gel lembut saat berdiri dan alirannya menjadi sangat elastis. Gum dapat
dimodifiaski untuk membuat karakteristik sampo tertentu, seperti meningkatkan kelarutan,
atau membuat difat alir yang lebih baik (Cornwell, 2018).

11
Universitas Indonesia
2.5.3 Pengontrol PH

Asam asam organik lemah sering diguanakan untuk mengontrol pH. Sedian sampo harus
memiliki pH yang sama dengan rambut yakni 5-6, sedangkan surfaktan yang umum
digunakan memilki Ph 6-8. Penggunaan asam oganik lemah seperti asam sitrat dapat
menurun pH sediaan menjadi 5,5 (Kumar . 2010; Joseph, 2017)

2.5.4 Opacifiers dan Pearlizing Agent

Etilen glikol stearat, gliseril stearat, dan setil atau stearil alkohol sering digunakan dengan
surfaktan golonga alkil sulfat untuk memberikan efek kilau pada rambut. Komponen tersebut
kombinasi dengan surfaktan pada suhu diatas titik lelehnya dan dapat mengkristal saat suhu
diturunkan, menghasilkan fek berkilau dari rambut. Umumnya digunakan dengan konstrasi
<1% (Meyer, 2005).

2.5.5 Antioksidan / Sequestrants / UV Absorben

Antioksidan digunakan menghindari reaksi komponen yang mudah teroksidari oksidasi.


Seperti minyak (asam oleat turunannya). BHT, BHA dan tokoferol umumnya banyak
digunakan. Sequestrants digunakan untuk mencegah pembentykan ion logam yng tidak
larut. Ion tersbut dalam membentik film tyang tidak larut dan membuat rambut menjadi
kusam. Oleh karena itu perlu ditambahn agen pengkomplek untuk mengikat ion tersebut .
Contoh EDTA/garamny, asam sitrat atau poliposfat. UV adsorbers diguanka melindungi
sediaan terdapap pemudaran/perubahan warna akibat paparan cahaya. Contoh
Benzophenone-1 (Meyer, 2005; Cornwell, 2018).

2.5.6 Pengawet dan Pengharum

Pengawet adalah komponen penting dari formulasi sampo untuk melindungi terhadap
pertumbuhan mikroba Umumnya ada tiga jenis pengawet yang umum digunakan: paraben,
donor formaldehyde, dan sistem MIT (methylisothiazolinone). Paraben (metil, etil & propil
paraben efektif mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri tetapi kurang efektif untuk bakteri
gram negatif. MIT bersit faberspektrum luas dan efektif terhadap bakteri dan jamur. MIT
dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan isothiazolinones lainnya seperti
chloromethyl isothiazolinone, berspektrum luas yang bekerja baik terhadap bakteri dan
jamur. Formaldehid jarang digunakan karena bersifat karsinogenik (Meyer, 2005)

12
Universitas Indonesia
Pengharum atau pewangi menjadi aspek yang semakin penting dari sampo. Karena
mempengaruhi perpersi konsumen. Menuutupi bau yag tidak sedap dari formula. Aroma
harus kompatible dgn produk, tidak mempengaruhi viskositas dan stabilitas dari produk, dan
tidak mengiritasi (Kumar, 2010)

2.6 Efek dari Penggunaa Sampo


a. Efek Langsung
Efek langsung dari penggunaan sampo mengakitbatkan bagian endokutikulas
khususnyan nonkeratin rambut dan membran sel kompleks yang didalamnta rentang terhadap
kerusakan oelh molekul surfakta. Hal ini dikarenakan saat pembesihan rambur, pengikatan
komponen pengotor dari surfaktan kuat sehingga memaksa komponen pengotor ikut terbawa.
Akibatnya merusak bagian rambut tempat pengotor terikat sebelumnya. Dampat langsung
dari penggunaan sampo diperlihat menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy pada
gambar 2.4a (Meyer, 2005; Cornwell, 2018).

b. Efek tidak langsung


Efek tidak langsung menyebabkan abrasi rambut akibat kegiatan penggosokan rambut
saat keramas (teralu kuat). Dampak parah dari kerusakan rambut menjadi patah dan tipis.
(Meyer, 2005).Dampak rambut dari krusakan tidak langsung diperlihat menggunakan SEM
(Scanning Electron Microscopy) dapat dilihat pada gambar 2.4b

(a) (b)
Gambar 4.2 Dampak langsung (a), dan dampak tidak langsung (b) penggunaan sampo
menggukan SEM (Scanning Electron Microscopy)

13
Universitas Indonesia
2.7 Jenis- Jenis Sampo
2.7.1 Berdasarkan Konsistensinya
a. Sampo Bubuk (Dry Shampoo)

Dry shampoo tidak menggunakan surfaktan dalam formulasinya. Dalam


pengaplikasian tidak membutuhkan air. Pembersihan rambut bertujuan agar rambut menjadi
“refresh” utk dilihat, bersinar dan memberi volume rambut. Pengaplikasian membutuhkan
waktu yang lebih sedikit dari sampo cair karena tidak perlu pembilasan dan pengeringan. Dry
shampo umumnya mengandung pati beras /jagung untuk mengangkat sebum (pengotor),
kemudian dilakukan penyikatan pada rambut sebagai pengganti pembilasan
(Lochhead, (2001).

b. Sampo Emulsi

Shampo ini mudah dituang, karena konsistensinya tidak begitu kental. Tergantung dari
jenis zat tambahan yang digunakan, shampo ini diedarkan dengan berbagai nama seperti
shampo lanolin, shampo telur, shampo protein, shampo shampo lemon, shampo susu atau
bahkan shampo strawberry. (Lochhead, 2001; Meyer, 2005).
c. Sampo Krim atau Pasta
Sebagai bahan dasar digunakan natrium alkilsulfat dari jenis alkohol rantai sedang yang
dapat memberikan konsistensi kuat. Untuk membuat shampo pasta dapat digunakan malam
seperti setilalkohol sebagai pengental. Dan sebagai stabilizer busa dapat digunakan
dietanolamida minyak kelapa atau isopropanolamida laurat. Sampo dalam bentuk krim atau
pastadengan konsistensi yang lebih viskos dimaksudkan untuk conditioning hair yang lebih
intensive (kontak dengan rambut lama) (Lochhead, 2001; Meyer, 2005).
d. Sampo Larutan (Liquid Shampoo)
Merupakan larutan jernih. Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi shampo ini
meliputi viskosita, warna keharuman, pembentukan dan stabilitas busa, dan pengawet. Sampo
banyak digunakan umumya pada sampo bayi dengan dengan viskos yang lebih kecil
dibanding jesni sampo yang lain (Meyer, 2005).

14
Universitas Indonesia
2.7.2 Berdasarkan Manfaat
a. Basic Cleaning Shampoo

Tipe sampo ini umumnya digunakan sebagai sampo pertama dalam membersihkan
rambut dan kulit kepala. Dapat juga disebut sampo keluarga karena dapat membersihkah
rambut dari anak-anak sampai dewasa dengan mekanisme pembesihan yang sederhana.
Harga dari sampo ini sangat ekonomis sehingga disukai beberapa kalangan penggunaan
sampo. Sampo jenis ini bertujuan untuk memperoleh busa yang baik dan membersihkan
rambut tanpa detergensy yang berlebihan. Surfaktan anionik golongan alkil sulfat dan alkil
eter sulfat dengan konsentasi tinggi umum digunakan untuk efektiftas pembersihan rambut.
Formula sampo yang sudah dipatenkan dapat dilihat di tabel 2.1

Tabel 2.1 Formula Basic Cleaning Shampoo

Bahan % b/v
Sodium Laureth Sulfate 25
Cocamidoprpopyl sulfate 7
Cocamide MEA 2
Fragrance 0,7
Preservative 0,5
Citric Acid q.S Ph 5,5 – 6,5
Sodium Chloride q.S
Water q.S100
(Meyer, 2005).

b. Sampo Bayi (Mild/Baby Shampoo)

Sampo bayi diformulasikan untuk tidak mengiritasi mata dan konsistensi lembut di kulit.
Menggunakan surfaktan kombinasi nonionik dan amfoter dengan sifatkurang mengiritasi
mata. Penambahan etilen oksida seperti polisorbat & PEG-80 menambah antiiritasi pada
sampo bayi. Formula sampo bayi yang suda dipatenkan tertera pada tabel 2.2

15
Universitas Indonesia
Tabel 2.2 Formula Sampo bayi

Bahan % b/v
PEG-80 sorbitan Laurate 12,0
Sodium tridecet sulfate 5,0
Sodiuum Lauroamphoacetate 5,0
PEG-120 Methyl glucose diolate 2,0
Cocamidopropyl hydroxysultaine 1,0
Fragrance 0,7
Preservative 0,5
Water q.S100
(Meyer, 2005).

c. Conditioner/Two-in-one Shampoo

Tahun 1990-an mulai diperkenalkan sampo 2 in 1 dengan menggabungkan anatara


sampo dan kondisioner untuk semua jenis rambut. Formula two in one diformulasi untuk
meningkatkan pembasahan rambut, kelembutan dan kilauan pada rambut. Fungsi dari
Conditioner/Two-in-one yaitu Meningkatkan kemampuan rambut untuk mudah disisir,
Mengembalikan hidrofobisitas rambut, meniru dan mengganti lemak natural dari kulit kepala
dengan lemak yang dalam formulasi, Meminimalkan kekusaman rambut, Meningkatkan
kehalusan, kilauan dan mudah dirawat. Umum digunakan: lemak alkohol, lemak ester,
minyak nabati,/ humektan. Zat polyvinylpyrrolidone, propylene glycol, dan stearalkonium
chloride digunakan utk mngaasi rambur bercabang (trichoptilosis) (Joseph, 2017)

Formula kombinasi surfaktan Kationik disamping sebagai penetral dari surfaktan


anionik. Silikon (dimeticone, dimeticonol, amodimeticone &dimetichone copolyol) sering
digunakan utk efek “light conditioning” dgn membntuk lapisan tipis pd permukaan rambut.
Serta penmabhan surfaktan kationik seperti polyquaternium-10 and polyquaternium-7,
polyquaternium-44, polyquaternium-87, guar hydroxypropyltrimonium chloride) sering
ditambakan untuk membuat rambur tidak kusur dan mudah untuk sisir (Inara, 2005).

Mekanisme kondisiner dalam membuat rambut menjadi halus tidak terlepas dari
surfaktan kationik dan surfaktan ampoter. Surfaktan seperti Polyquaternium-10 akan
bermuatan positif akan mengikat kuat pada rambut yang bermuatan negatif, menyebabkan

16
Universitas Indonesia
rambur menjadi lebih hidrofob pada bagian ekor. Hal ini menghasilkan komponen pengotor
akan terikat kuat. Oleh karenaitu penggunaan surfaktan kationik pada konsentrasi rendah
dapat membuat rambut menjadi lembit dan mudah diatur. Cocamidopropyl betaine (surfaktan
ampoter) bersifat zwitterionik pada pH pada dan di atas titik isoelektriknya dan kationik pada
titik yang lebih rendah pH. Betain hanya ada dalam bentuk anionik dan kationik tergantung
pada pH. Betain berfungsi sebagai pembuat busa yang sangat baik pada semua rentang pH
(Draelos, 2002). Oleh karena itu Betain disebut sebgai good foaming agent. Formula
conditioner/two-in-one shampoo yang suda dipatenkan tertera pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Formula Conditioner/Two-in-one Shampoo

Bahan % b/v
Ammonium laureth sulfate (3 EO) 14,0
Cocamidopropyl betaine 2,7
Polyquaternium-10 0,15
Cocamide MEA 0,8
Cetyl alcohol 0,42
Stearyl alcohol 0,18
Carbapol 981 0,50
Fragrance 1,0
DMDM hydantoin 0,37
Color solution (ppm) 64,0
Water q.S100
(Meyer, 2005).

d. Special Care Shampoo

Formulasi special care shampoo didasarkan pada pada tiper rambut dan kondisi kulit
kepala. Berdasarkan Tipe Rambut seperti untuk rambut kering dan rambut rontok, harus
diformulasi dengan sifat pembersihkan sebum tanpa membuat rambur menjadi kasar, kusam
dan sulit utk disisir dan diformulasikan dengan memberikan efek detergensi harus seimbang,
dan surfaktan yang digunakan menghasilkan tekstur dan kualitas busa yang baik. Umumnya
menggunakan anionik/amforter atau kombinasi dengan surfaktan kationik untuk memerikan
sifat ‘conditioning hair’. Berdasarkan Kondisi Kulit Kepala: umumnya digunakan pada kulit

17
Universitas Indonesia
kepala yang terkena ketombe atau kelebihan “greasiness”. Ketombe dihasilkan oleh aktivitas
Pityrosporum ovale di bagian kulit kepala. Efek pembersihan ringan dan dan secara
signifikasn mengurasi ketombe. Ketombe tidak larut dalam air sehingga ketika dibilas setelah
keramas menyebabkan partikulat tidak larut dan masih tertinggal di rambut dan kulit kepala
(Cornwel, 2018: Martin, 2019).

Ketombe atau dandruff adalah pengelupasan bagian luar dari epidermis kulit kepala
yang terjadi berturut-turut dan sisik pengelupasan itu terlihat besar-besar. Ketombe berwarna
putih, keadaannya halus tetapi kadang juga terasa kasar. Ketombe yang berlebih atau dalam
bahasa medisnya pitiriasis banyak diderita oleh penduduk Indonesia karena Indonesia
beriklim tropis, suhu tinggi dan udara lembap, sering dialami oleh orang dengan kulit
berminyak. Ketombe, meskipun tidak begitu berbahaya tetapi sering menjengkelkan dimana
penderita menggaruk-garuk karena merasa gatal sehingga tanpa disadari menyebabkan kulit
kepala menjadi terluka dan kadang disertai dengan peradangan juga menyebabkan
pertumbuhan jamur Microsporum gypseum dan Pityrosporum ovale (Inara, 2005).

Formula antiketombe diformulasi dengan mengandung surfaktan dengan pembersihan


sedang dan “conditioning agents”. Formula antiketombe yang suda dipatenkan tertera pada
tabel 2.4

Tabel 2.4 Formula antiketombe

Bahan % b/v
Coal tar 0,5-5,0
Salicylic acid 1,8 – 3,0
Sulfur 2,0 – 5,0
Selenium sulfide 1,0
Zinc pyrithione 0,3 – 2,0
Ketoconozole 1,0
Climbazole 1,0-2,0
(Meyer, 2005).

e. Sampo Bebas Sulfat/Amida

Semakin perkembangnya formulasi sediaan sampo, konsumen menjadi lebih peduli


akan akan komponen sampo untuk menghasilkan kualitas rambut yang dihasilkan. Surfaktan
18
Universitas Indonesia
yang mangandung sulfat dan amida (surfaktan golongan aninoik dan kationik) dapat
meninggalka residu terutama karen gugus sulfat dan amida yang tertinggal(Bushra,2018).
Formula bebas sulfat/amida yang suda dipatenkan tertera pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Formula Bebas Sulfat/Amida

Bahan % b/v
A. Water 31,72
Disodium laureth sufocuccinate 28,68
(40%)
Cocamidopropyl betaine 17,89
Ammonium cocoyl isethionate 13,92
(30%)
Lauramine oxide 4,83
PEG-30 glyceryl cocoate 1,00
Polyquaternium-7 0,60
B. PEG-120 methyl glucose dioleate 1,91
C. Preservative 0,05
D. Citric acid (adjust final pH 6.0– 0,45
6.5)
(Meyer, 2005).

f. Shampoos with Cosmetic Benefits


Shampoos With Cosmetic Benefit dii Formulasi dengan penambahan humektan utuk
pelembab, peningkat kilauan rambut, kehalusan dan menguatkan akar rambut. Komponen
seperti Cocamidopropyl betaine (30% active) dan Polyquaternium-4 berkontribusi dalam
memberikan kesan rambut berkilau, halus dan sebagai pelembab rambut. Umumnya
komponen tersebut banyak diformulasi pada sediaan sampo yang ditujuakn pada sampo
wanita berhijab sehingga kondisi rambut tetap lembut dan halus walaupun dititupi dengan
hijab (Draelos, 2002; Meyer, 2005). Formula Shampoos with Cosmetic Benefit yang sudah
dipatenkan tertera pada tabel 2.6

19
Universitas Indonesia
Tabel 2.6 Formula Shampoos with Cosmetic Benefits
Bahan % b/v
A. Water 24,50
Polyquaternium-4 0,25
Sodium chloride 2,5
B. Water 26,27
Sodium laureth sulfate (28% active) 42,90
Cocamidopropyl betaine (30% 3,34
active)
DMDM hydantoin 0,24
Citric acid q.s to pH 6,0-6,5
(Meyer, 2005).

2.8 Evaluasi Sampo


a. Penampila Fisik/Organoleptis
Penampilan fisik sampo haruslah menarik baik kemasan, maupun warna sampo,
homogen, harum, tidak pecah, dan mampu membentuk busa. Evaluasi fisik dari sampo
tergantung dari produsen, katrakteristik apa yang ingein diingikan produsen. Penampilan fisik
dari sampo sangat mempengaruhi konsumen, oelh karena itu, produsen sampo berusaha agar
penampilan fisik sampo dapat menarik konsumen untuk menggunakan produk mereka.
Analisis organoleptis dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan bentuk, bau, dan
warna sediaan sampo (Meyer, 2005; Badi, 2014)
b. PH
Evaluasi pH sampo sangat penting untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
rambut, meminimalkan iritasi pada mata dan menstabilkan keseimbangan ekologis kulit kepala.
Ph sampo harus berkisar 6-7 karena kulit kepala memiliki Ph pada rentang tersebut. Sampo yang
terlalu asam dengan pH <5 menyebabkan rambut mengkerut/keras. Sedangkan untuk sampo basa
menyebabkan batang rambut menjadi mengembang menyebabkan rambut menjadi rontok. Uji
pH dilakukan dengan mengukur larutan sampo 10% v/v menggunakan pH meter. Larutan 10%
v/vdibuat dengan melarutkan 10 ml sampo dalam 100 ml air.
c. Kemampuan dan stabilitas busa
Evaluasi pembentukan busa, volume busa dan stabilitas dari busa itu penting. Konsumen
beranggapan bahwa busa yang dihasilkan banyak, lembur, dan banyak mengidikasikan bahwa

20
Universitas Indonesia
pembersihan sampo baik, walaupun busa tidak berperan dalam mekanisme pembersihan rambut.
Metode evaluasi pembentukan busa dilakukan dengan 50 ml sampo 10%v/v (10 sampo dilarutkan
dalam 100 ml air), diaduk selama 10 detik dengan kecepatan 500 rpm hingga terbetuk busa.
Busayang terbebtuk diambil dana diukur volumenya dengan gelar ukur, dan amati waktu yang
diperlukan busa sampai busa hilang. Sampo yang baik dapat menghasilkan busa lebih dari 100 ml
dan busa sampo dapat bertahan selama 3-6 menit karena pada wajktu tersebut diperkirakan untuk
proses pembilasan rambut setelah diaplikasikan (Cornwell, 2018).
d. Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan berkontribusi pada kemampuan pembersihan sampo. Semakin
kecil teganagn permukaan antara air dan komponen pengotor rambut semakin mudah
komponen tersebut dibersihkan. Mekanisme pengaruh tegangan permukaan dalam
pembersihan rambut dengan dua cara : pertama memfasilitasi penyebaran larutan dan
meningkatkan pembasahan, kedua memfasilitasi pembersihan kotoran dari rambut. Metode
pengujian dengan menggunakan stalagmomater pada 10%v/v pada 10oC. Nilai tegangan
pernukaan dikategorikan baik dengan nilai berkisar 32-37 N/m (Meyer, 2005).
e. Kemampuan Pembersihan Sampo
Evaluasi kemampuan pembersihan sampo kritria pneting untuk mengevaluasi aksi
pembersihan sampo. Jenis surfaktan mempengaruhi kemampuan pembersihan sampo.
Surfaktan golonga anionik memiliki pembesihan yang paling baik dibanding surfaktan dari
golongan kationik, non ionik dan ampoter. Metode evaluasi dilakukan dengan 10 ml air
ditambahkan 2 tetes sampo di campurkan. Masukkan satu tetes tinta (india ink) ke dalam
campuran di kocok selama 10 detik. Amati tinta yang terdapat di dalam busa. Jika tinta
terkonsentasi di dalam busa diannggap kualitas sampo buruk karena tinta (kotoran) yang tetap
didalam busa sulit terbilas dan akan tertinggal kembali di rambut. Tinta (kotoran) harus harus
tetap berada dalam bagian aur sehingga mudah dibersihkan pada saat pembilasan (Meyer,
2005; Joseph, 2017)
f. Persentase Padat
Sampo yang baik umumnya mengandung 20-30% kandungan padat sehingga bisa di
aplikasikan dan dibersihkan ketika pemebilasan. Jika terlalu cukup sedikit maka dengan
mudah terbilas dan hilang, begitu pula sebaliknya. Metode evaluasi dilakukan pada
empatgram sampo ditimbang dalam cawan penguap. Bagian cair dari sampo
diuapkan/dikeringkan sampai sampo kering. Hitung persetase padat dengan menimbang
kembali sampo dalam cawan penguap (Joseph, 2017).
21
Universitas Indonesia
g. Evaluasi Waktu pembersihan (Wetting time)
Evauasi untuk menilai waktu muali pembersihan sampo yakni kemampuan untuk
membasahi rambut yang tergantung pada jenis dan konsentasi dan jenis dari surfaktan yang
digunakan sampo. Metode yang digunakan yakni metode cakram.Kertas cakram dipotong
dengan diameter 1 inchi (2,45cm), diletakkan di permukaan larutan sampo 1% v/v. Waktu
yang diperlukan utk kertas terbasahi oleh sampa dihitung (Bushra, 2018)
h. Viskositas
Evaluasi dilakukan dengen alat viskometer brookfield. Viskositas sediaan
berpengaruh pada saat filling ke wadah, proses pencampuran, dan pada saat pemakaian.
Viskositas sediaan harus dibawah 200 cps (Cornwell, 2108)
i. Tes Iritasi Mata
Evaluasi tes iritasi/tes umumnya menjadio bagian evaluasi penting terutama pada
sampo bayi. Saat pengaplikasian sampo, memungkinkan terjadi iritasi pada mata saat
pembilasan sampo. Iritasi sediaan sampo harus seminimal mumgkin terutama produk-produk
sampo bayI. Evaluasi iritasi mata dapat dilakukan dengan dua metode HET-CAM dan
metode Drainze. Meode HET-CAM (Hens Egg Test on Chorioallontoic Membran),
merupakan metode yang paling mudah dan ekonomis dari pada metode Drainze. Metode
HET-CAM menggunakan tekur ayam yang berusia 6-8 hari, pada masa tersebut sudah
tumbuh organ pernafasan ayam, dimana jaring-jaringan tersebut tumbuhnya cepat dan
senditifitas terhadap iritasi sangat tinggi. Evaluasi dilakukan dengan meneteskan larutan uji
(sampo) 1%v/v pada telur. Sebagai pembanding, kontrol positif dilakukan pada NaoH 0,1 N
dan kontrol negatif pada NaCl 0,9% (Inara, 2005: Meyer, 2005)
Amati waktu dimulai pendarahan, lisis, dan koagulasi selama 5 menit. Dan hitung
nilai iritasi mata dengan persamaan (1), dan kategori iritasi yang terjadi dilihat pada tabel 2.7:
301−𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 301−𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 301−𝑘𝑜𝑎𝑔𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
NI : ( )( )( ) (1)
301 301 301

22
Universitas Indonesia
Tabel 2.7 Nilai dan Kategori Iritasi
No Nilai Kategori Iritasi
1 0-0.9 Non iritasi
2 1-4,9 Iritasi sedang
3 5-,8,9 Iritasi sedang
4 9-21 Iritasi Kuat

Metode HET-CAM harus memiliki ketelitian tinggi untuk menilai adanya lisis,
pendarahan dan koagulasi dari telur. Oleh karena itu diperulukan analis yang teliti dalam
evaluasi HET-CAM ini. Metode Drainze menggunakan hewan uji yaitu kelinci. Uji dilakukan
dengan meneteskan 0,1 ml sediaan sampo 10%v/v dalam air) diteteskan ke dalam salah satu
kelopak mata kelinci dan kelopak mata yang satunya lagi digunakan sebagai kontrol ditetesi
dengan larutan NaCl 0,9%. Amati keadaan kornea, iris dan konjungtiva mata menggunakan
lampu senter 1-7 hari setelah penetesan seperti kekeruhan pada iris atau pendarahan pada iris,
berubahnya ukuran pupil. Pada konjungtiva amati timbulnya kemerahan, pembengkakan atau
penutupan kelopak mata. Metode ini dianggap lebih valid dibanding dengan metode HET-
CAM (Inara, 2005)
j. Microbial Assay
Tes ini untuk mengevaluasi adanya mikroba yang mungkin hidup di sediaan sampo.
Merode yang digunakan dengan metode inokulasi sediaan pada media biologi. Metode
dilakukan diawali dengan preparasi preinokulum. inokulum bakteri
staphylococcusaureus(ATCC6532) ke dalam 100 ml SCDM (soyabean casein digest
medium) broth di inkubasi pada 37oC 1 hari. Kemudian Sterilsasi SCD agar (100 ml) dan
camourkan dgn 5 ml dari kultur preinokulum. Buat lubang pada media dan masukkan 100
μml. Inkubasi 37oC selama 24-48 jam Amati zona hambat dari lubang pada sampel
(Inara, 2005).

23
Universitas Indonesia
BAB 3
PENUTUP

1. Kesadaran untuk merawat kulit kepala menjadi perhatian khusus semua kalangan seperti
permasalahan seperti ketombe, rambut rontok, kusam dan kusut. Oleh karena itu penting
untuk mengetahui jenis sampo yang digunakan
2. Pemilihan komponen sampo seperti surfaktan harus dikaji lebih dalam sesuai dengan
kondisi rambut dan kulit kepala. Masing-masing jenis surfaktan memiliki keunggulan
dan kelemahan masing-masing. Penting mengkombinasi antar surfaktan agar kelemagan
dari masing-masing surfaktan dpat dikurangi.
3. Evaluasi keefektifan pembersihan sampo dan faktor keamaan seperti sifat mengiritasi
dari sampo menjadi faktor penting untuk dapat dipenuhi.

24
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Badi, Kh., & Shah, A.K. (2014). Formulation, evaluation and comparison of the herbal
shampoo with the commercial shampoos. Science Direct. 3:301-305
Bushra, T., Alquadeib, Eran, K.D., Eltahir, Rana, A., Lama,A., Alhadairi. (2018).
Pharmaceutical evaluation of different shampoo brands in local Saudi market.
Saudi Pharmaceutical Journal. 98-106

Cornwell, P.A. (2018). A review of shampoo surfactant technology: consumer benefits, raw
materials and recent developments. International Journal Cosmetic Science. 40:16-30.
Draelos, Z.D. 2002. Shampoos, Conditioners and Cammouflage Tecniques.
Inara, S., Elfrides, E.S., Schapoval, & Bergold, M.A. (2005). Microbiological assay of
ketoconazole in shampoo. International Journal of Pharmaceutics 292: 195–199
Joseph, G., Morell, M.D., & Willian, L. 2017. Soaps and Shampoos in Pediatric Practice.
Official Journal Of The America Academy Of Pediatric. 80(5). 634-637
Kumar, A, & Rakesh, R.M. (2010). Evaluation Of Prepared Shampoo Formulations And To
Compare Formulated Shampoo With Marketed Shampoos. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research. 3: 120-126
Lochhead, R.Y. Shampoo and Conditioner Science cap 3. University of Southern Mississippi.
Martin, G., Maria, F., Reis, G. 2019. Hair Cosmeceuticals Chap 27. Alopecia.
Meyer, R (2005).R Harry’s Cosmeticologi Vol.3 Ninth Ed. Chemical Publshing.
Mirela, M., & Simona, P. Cosmetic Evaluation Of Some Commercial Shampoos. Department
of Dermopharmacy and Cosmetics, Faculty of Pharmac Iuliu Haţieganu” University of
Medicine and Pharmacy, Cluj-Napoca
Mottram, F.J., Lees, C.E., 2000, Hair Sampoos in Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps,
10th Edn, Butler, H. (ed), Kluwer Academic Publishers. Printed in Great Britain.
Shinde, P.J., Tatiya, A.U., Surana, S.J., (2013). Formulation Development and Evaluation of
Herbal Antidandruff Shampoo. International Journal of Research in Cosmetic Science.
3(2):25-33.

25
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai