Disusun oleh :
Aufan Lisan Shidqi 30101407146
Billy Serata Soenoe 30101407153
Hanggono Raras Ahlul Soraya 30101407198
Pembimbing :
dr. M. Nurul Kawakib, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
1
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Siti Maryam
Usia : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gringsing, Kab.Batang
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 18 Juli 2018
1. ANAMNESIS
Autoanamnesis oleh pasien dilakukan pada tanggal 18 Juli 2018, pukul 11.00 WIB
di Poli Kulit dan Kelamin RSUD H. Soewondo Kendal dan didukung dengan catatan
medis.
KELUHAN UTAMA
Gatal pada kuku jari tangan maupun kaki kanan dan kiri serta terasa penebalan pada kuku
sehigga sering mengkikisnya
2
Tidak ada riwayat penyakit alergi obat
Tidak ada riwayat penyakit lainnya
STATUS INTERNUS
- Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Rambut : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Tenggorokan : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Paru :
Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Jantung :
Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
3
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Abdomen :
Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
4
STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi : seluruh kuku jari, kedua tangan dan kaki
Efloresensi : permukaan kuku menebal terjadi hyperkeratosis subungual
(penimbunan skuama di bawah kuku), dibawah kuku tampak detritus yang
mengandung elemen-elemen jamur.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
4. DIAGNOSIS BANDING
Psoariasis kuku
Paronikia kronik
Infeksi kuku oleh pseudomonas
5. DIAGNOSIS KERJA
Onimikosis subungual proksimal pedis dan manus
6. PENATALAKSANAAN
Loprax (Cefixime)
5
Flukanazol tab 150 mg 2 x seminggu
7. PROGNOSIS
a. Quo ad sanam : dubia ad bonam
b. Quo ad vitam : dubia ad bonam
c. Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam
d. Quo ad functionam : dubia ad bonam
6
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.1 DEFINISI
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita.3 Istilah tinea unguium digunakan setelah ditemukan dermatofit pada hasil
sebuah kultur.4
1.2 EPIDEMIOLOGI
Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting, dimana
prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari wanita. Alas kaki
yang tertutup, berjalan, adanya tempat temperatur, kebiasaan penggunaan pelembab, dan
kaos kaki yang berkeringat meningkatkan kejadian tinea pedis dan onikomikosis.7
Dermatofit yang sangat memberikan respon pada suhu di negara-negara barat
adalah onikomikosis, sedangkan candida dan jamur non-dermatofita lebih sering terjadi di
negara-negara dengan suhu panas dan udara yang lembab.8
Rata-rata prevalensi onikomikosis ditentukan oleh umur, faktor predisposisi, status
sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan, dan seberapa seringnya berjalan.9 Beberapa faktor
dapat berperan pada peningkatan onikomikosis. Pertama, berdasarkan populasi umur,
dengan beberapa sebab termasuk sirkulasi yang buruk ke perifer, diabetes, trauma kuku
yang berulang, terpapar lama dengan jamur patogen, fungsi imun yang sub optimal,
kemalasan memotong kuku kaki atau perawatan kuku kaki yang baik. Kedua, beberapa
orang dengan immunocompromisedkarena infeksi dari human immunodeficiency virus dan
penggunaan pengobatan immunosuppressive, kemoterapi kanker atau antibiotik. Ketiga,
kerajinan dalam partisipasi olahraga meningkat dengan masuk dalam klub kesehatan,
kolam renang komersil, dan oklusi kaki diapakai latihan.9,10
1.3 ANATOMI
7
Kuku merupakan salah satu organ kulit tambahan yang mengandung lapisan tanduk
yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, gunanya selain membantu jari-jari
untuk memegang juga digunakan sebagai cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari
sel-sel keratin yang mempunyai dua sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi lainnya
tidak. 1
1. Matriks kuku
Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru
2. Kutikel (cuticle)
Merupakan penghubung dua permukaan epitel dari lipatan kulit proximal. Melindungi
struktur dasar kuku (matrix germinatif) dari iritasi, alergi, bakteri/jamur patogen.
3. Lipatan kuku lateral
Menutupi sisi lateral lempeng kuku
4. Lunula
Dasar dari lipatan proximal. Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih di dekat
akar kuku berbentuk bulan sabit,sering tertutup oleh kulit.
5. Dasar kuku (nail bed)
Terdiri dari bagian epidermal dan mendasari dermis yang berhubungan dengan periosteum
dari distal phalanx. Normal berwarna merah muda karena vaskularisasi yang nampak
melalui lempeng kuku yang translusen.
6. Hiponikium
Ruang di bawah kuku yang bebas, memisahkan lempeng kuku dan dasar kuku pada ujung
distal.
7. Lempeng kuku (nail plate)
Sebagai proteksi yang keras. Statis dan dengan kuat menempel pada dasar kuku. Dikelilingi
tiga sisi lipatan kuku. Terbentuk dari tiga lapiasn horisontal: lamina dorsal tipis, lamina
8
intermedit tebal, lapisan ventral dari dasar kuku. Kerasnya lempeng kuku karena high
sulfur matrix protein.
8. Sisi bebas
1.4 ETIOPATOGENESIS
Etiologi yang paling sering pada onikomikosis adalah dermatofita (tinea unguium)
95-97% terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes var.
interdigitale.5,6 Sebagian kecil disebabkan oleh : Epidermophyton floccosum, T. violaceum,
T. schoenleinii, T. verrucosum (biasanya hanya pada kuku tangan).7
Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang sehat.
Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak (yaitu dengan bertambahnya
usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri perifer), setelah trauma (mis: patah tungkai
bawah), atau gangguan persarafan (mis: cedera pleksus brachialis, trauma tulang belakang.
Sedangkan onikomikosis sekunder, pada kuku kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis.
Pada kuku tangan onikomikosis sekunder setelah tinea manum, tinea korporis atau tinea
kapitis.7
Dermatofita dapat bertahan hidup pada stratum korneum, yang menyediakan
sumber nutrisi bagi dermatofita dan pertumbuhan jamur mycelia. Infeksi dermatofita
melibatkan tiga tahap: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel-sel,
dan membangun respon pejamu. Perlekatan jamur superfisial harus mengatasi berbagai
kendala seperti menahan pengaruh sinar ultraviolet, variasi suhu, dan kelembaban,
kompetisi dengan flora normal, dan sphingosines yang diproduksi oleh keratin agar
artrokonidia, elemen infeksius, dapat melekat pada jaringan keratin.8,14
Selanjutnya adalah penetrasi, spora berkembang dan menembus stratum korneum
lebih cepat daripada deskuamasi. Penetrasi dapat terjadi bila sekresi proteinase, lipase, dan
enzim mukolitik, yang memberikan nutrisi bagi jamur. 8,14
Membangun respon pejamu, tingkat peradangan dipengaruhi baik oleh status
imunologi dan organisme yang terlibat. Deteksi kekebalan dan kemotaksis untuk inflamasi
dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur memiliki faktor-faktor
kemotaksis berat molekul rendah seperti yang dihasilkan bakteri. Komplemen lainnya
diaktifkan melalui jalur alternatif, untuk menciptakan turunan faktor kemotaksis.14
9
Pembentukan antibodi tidak timbul untuk melindungi dari infeksi dermatofita, pada
pasien dengan infeksi yang luas mungkin memiliki peningkatan titer antibodi. Sebagai
alternatif, reaksi tipe IV atau reaksi hipersentsitifitas tipe lambat, memiliki peran penting
dalam melawan dermatofita. Kekebalan seluler oleh sekresi interferon-γ dari tipe 1
limfosit T-helper. Ini merupakan hipotesis bahwa antigen dermatofita diproses di sel-sel
epidermis langerhans dan disajikan pada kelenjar getah bening lokal untuk limfosit T.
Limfosit T mengalami proliferasi klonal dan migrasi pada tempat yang terinfeksi jamur.14
10
mentagrophytes sebagai penyebabnya.12 Dapat pula disebabkan oleh Trichophyton
rubrum pada pasien yang terinfeksi HIV.15
4. Onikomikosis Endoniks
Onikomikosis endoniks adalah tipe yang paling jarang. Umumnya disebabkan
oleh T.soundanesedan T.violaceum. Dapat diasosiasikan dengan infeksi pada plantar.
11
Gambaran klinis berupa perubahan warna putih susu dan difus opak pada lempeng kuku
tanpa subungual keratosis dan onikolisis.13
12
Gambaran mikroskopik : mikrokonidia yang bergerombol, bentuk cerutu
yang jarang, terkadang hifa spiral.8,14
2. Trichophyton rubrum
3. Epidermophyton floccosum
Koloni : seperti bulu datar dengan lipatan sentral dan warna kuning
kehijauan, kuning kecoklatan.8,14
Gambaran mikroskopik : tidak ada mikrokonidia, beberapa dinding tipis
dan tebal. Makrokonidia berbentuk ganda. 8,14
II.Kultur Jamur
Tujuan pemeriksaan biakan ialah identifikasi spesies jamur penyebab,
membantu keperluan pengobatan, membantu prognosis penyakit dan untuk
keperluan studi epidemiologi.17
Cara pemeriksaan yaitu pembiakan dilakukan dalam media agar sabouroud
atau modifikasinya pada suhu kamar 25-30ºC kemudian sekitar ± 5 hari baru
tampak adana pertumbuhan dan ± 1 minggu lagi baru terlihat jelas karakteristiknya.
Selama pertumbuhan ini harus diperhatikan ada tidaknya warna yang dibentuk in
13
verso atau in recto, ada tidaknya hifa aereal yang seperti kapas, beludru, bubuk, dan
lain-lain. Juga bentuknya menonjol seperti gunung kecil dengan batas yang tajam,
ireguler dengan permukaan yang licin seperti tetesan lilin. Pemeriksaan biakan
sebaiknya dilakukan tidak terlalu lama setelah diperkirakan ada pertumbuhan sifat-
sifat khusus jamur tersebut. Untuk dermatofit tenggang waktunya ± 3 minggu
setelah penanaman. Bila terlalu lama, golongan jamur ini akan terjadi pleomorfik,
dimana tanda-tanda khasnya akan hilang. 17
III.Pemeriksaan Histopatologi
Dilakukan jika hasil pemeriksaan KOH ditemukan negatif. Pewarnaan PAS
digunakan untuk mendeteksi jamur pada kuku.7 Hifa dapat ditemukan melekat
diantara lamina kuku paralel hingga kelapisan dasar, dengan predileksi bagian
ventral kuku dan bantalan kuku bagian stratum korneum. Bagian epidermis
menunjukkan spongiosis dan fokal parakeratosis, dan minimal inflamasi respon
dermis.14
1.7 DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis Onikomikosis (tinea unguium) selain dari gejala klinis juga
dapat menggunakan pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan histopatologi.15
Oleh karena onikomikosis bertanggung jawab besar pada distropi kuku, maka
pemeriksaan dengan laboratorium sangat membantu sebelum memberikan pengobatan anti
jamur.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH, hisopatologi, dan
kultur jamur.14
14
2. Paronikia
Paronikia adalah inflamasi yang mengenai lipatan kulit disekitar kuku. Paronikia ditandai
dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan bernanah. Bila infeksi berlangsung kronik
maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku. Biasanya mengenai 1-3 jari terutama jari
telunjuk dan jari tengah. Penyebab terjadinya paronikia ini adalah akibat trauma yang
kemudian terjadi pemisahan antara lempeng kuku dari eponikium, celah ini kemudian
terkontaminasi oleh piogenik atau jamur.
Piogen yang tersering adalah Staphylococcus atau Pseudomonas sedangkan jamur
tersering adalah Candida albican.12
3. Liken planus kuku
Liken planus pada kuku dapat timbul tanpa kelainan kuku. Perubahan pada kuku berupa
belahan longitudinal, lipatan kuku yang menggelembung (pterigium kuku), dan kadang-
kadang anonikia. Lempeng kuku menipis dan papul liken planus dapat mengenai kuku.12
1.9 PENGOBATAN
Pilihan terapi untuk pengobatan onikomikosis antara lain terapi paliatif, debridemen
mekanik atau kimia, anti jamur topikal dan sistemik. Kombinasi variasi pengobatan
lainnya. Pilihan terapi dipengaruhi oleh gambaran dan keparahan penyakit, terapi lain yang
digunakan penderita, terapi yang telah digunakan sebelumnya (dan efek lain).20
15
Ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik dan juga digunakan jika resisten terhadap
pemberian griseofulvin dengan dosis 200 mg/ hari selama 10-14 hari pada pagi hari
setelah makan.
Terapi topical
Pada terapi topikal tersedia dalam bentuk losion dan lacquer (cat kuku).
Amorolfine lacquer dilaporkan efektif dengan penggunaan selama 12 bulan. Sedangkan
ciclopirox (penlac) nail lacquer adalah agen topikal (ciclopirox 80%) yang efektif
digunakan selama 48 minggu.14
Debridemen
Mengangkat jaringan kuku yang distropik, pasien seharusnya didebridemen setiap
satu minggu. Pada onikomikosis subungual distal, hiperkeratotik harus diangkat. Pada
onikomikosis superfisial putih, kuku diangkat dengan cara dikuret.14
16
Penggunaan ciclopirox 8% cat kuku mungkin efektif ke beberapa pasien dengan
keparahan ringan akan tetapi angka kesembuhan hanya berkisar 29 sampai 36 persen.
Terapi Terbaru
Penggunaan Eficonazole 10 % solutio (mengandung alcohol, lipofilik ester dan
siklometikon) dan Tavaborole 5 % solutio lebih efektif dua sampai tiga kali lebih efektif
dalam menyembuhkan jamur kuku dibanding ciclopirox 8 %.
Mechanism of Action
1.10 PROGNOSIS
Tanpa terapi yang efektif, onikomikosis tidak dapat sembuh secara spontan.
Keterlibatan yang progresif dari beberapa kuku adalah biasa. Onikomikosis subungual
distal/lateral menetap setelah terapi tinea pedis dan sering menyebabkan episode berulang
dermatofita epidermal pada kaki, pangkal paha, dan lokasi lain. Tinea pedis dan/atau
onikomikosis subungual distal/lateral merupakan awal untuk infeksi bakteri berulang (S.
aureus, group A streptococcus), khususnya sellulitis pada tungkai bawah.7
Prevalensi pada penderita diabetes diperkirakan 33%; onikomikosis subungual
distal/lateral memberikan kontribusi terhadap keparahan masalah kaki: infeksi bakteri
superfisial, ulserasasi, selulitis, osteomielitis, nekrosis, amputasi. Diabetes membutuhkan
intervensi dini dan harus diskrining reguler oleh dermatologis. HIV yang tidak diobati
dikaitkan dengan peningkatan dermatofita. Tingkat relaps jangka panjang dengan terapi
oral terbaru seperti terbinafin, atau itarconazole dilaporkan 15-21% 2 tahun setelah terapi
berhasil. Penyebab kambuh atau reinfeksi: reinfeksi, inkompetensi imulogis, trauma terus
menerus, penyebab tidak diketahui. Kultur mikologi dapat positif tanpa gejala klinis yang
17
jelas. Kebersihan kaki dan kuku sangat penting: sabunbenzoyl peroxide pada saat mandi
dan preparat antijamur atau ethanol/isopropyl gel.7
KESIMPULAN
Onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dematofita, ragi
(yeasts) dan kapang (moulds). Tinea unguium istilah khusus untuk kelainan kuku akibat infeksi
dermatofita.
18
Etiologi yang paling sering pada tinea unguium terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton
mentagrophytes var. interdigitable. Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur
pada kuku yang sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak, post trauma,
atau gangguang persarafan. Sedangkan onikomikosis sekunder biasanya terjadi setelah tinea
pedis, tinea manum, tinea corporis atau tinea capitis.
Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, dan rapuh, dapat dimulai dari arah
distal (perimarginal) atau proksimal. Terdapat beberapa tipe tinea unguium: onikomikosis
subungual distal/lateral, onikomikosis subungual proksimal, onikomikosis superfisial putih,
onikomikosis endoniks, onikomikosis distrofik total, onikomikosis kandida.
Onikomikosis memerlukan pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi, karena waktu
terapi yang lama, mahal, dan dosis memiliki resiko. Pemeriksaan laboratorium berupa mikroskopi
langsung, kultur jamur, dan pemeriksaan histopatologi. Onikomikosis (tinea unguium) dapat
didiagnosis dari gejala yang tampak dan pemeriksaan lanoratorium.
Pengobatan terdiri dari pengobatan topikal dengan Amoralfine nail lacquer dan Ciclopirox
(Penlac) nail lacquer. Pengobatan oral antifungi dengan terbinafin, itrakoazole, dan flukonazol.
Sedangkan untuk penggunaan griseofulvin dan ketokonazole tidak dianjurkan. Kombinasi terapi
lebih efektif daripada hanya terapi oral atau topikal. Terbinafin dikombinasi
dengan ciclopirox dapt juga kombinasi terbinafin dan amorolfine.
DAFTAR PUSTAKA
19
5. Tullio V, Banche G, Panzone M, Cerveetti O, Roana J, Allizond V, et al. Tinea pedis and
tinea unguium in a 7-year-old child. J Med Microbiol. 2006;56:1122-3.
6. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors.
Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. UK: Blackwell Publishing; 2004. p. 31.1-.101.
7. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.
6th ed. New York: McGraw-Hill Companies.
8. Kurniati, CR. Etiopatogenesis dermatofitosis. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. 2008;20:243-50.
9. Havlickova B, Czaika VA, Friedrich M. Epidemiological trends in skin mycoses
worldwide.Mycoses. 2008, 51(suppl 4):2-15.
10. Kaur R, Kashyap B, Bhalla P. Onychomicosis-epidemiology, diagnosis, and
management.Indian J Med Microbi. 2008;26(2):108-16.
11. Sanjiv A, Shalini M,Charoo H. Etiological Agents of Onychomycosis from a Tertiary Care
Hospital in Central Delhi, India. Indian Journal of Fundamental and Applied Life
Sciences.2011;1(2):11-4.
12. Soepardiman L. Kelainan Kuku. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
P.312-7.
13. Tosti A, Baran R, Dawber RP, Haneke E. Onychomycosis and its treatment. In: Baran R,
Dowber RP, Haneke E, Tosti A, Bristow I, editors. A Text Atlas of Nail Disorders. 3rd ed.
London: Taylor & Francis Group; 2003. p. 197-220.
14. Verna S, Heffernan MP. Fungal Disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed.
New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1807-21.
15. James WD, Berger TG, Elston DM. Disease Resulting from Fungi and Yeasts. Andrew’s
Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2006. p. 297-
331.
16. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinicals Companions Dermatology. New York:
Thieme; 2006.
17. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
18. Haneke E. Histopathology of common nail conditions. In : Baran R, Dowber RP, Haneke
E, Tosti A, Bristow I, editors. A Text Atlas of Nail Disorders. 3rd ed. London: Taylor &
Francis Group; 2003. p.268-70.
20
19. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapin RP. Dermatology. 2nd ed: Mosby Elsevier.
20. Kozarev J, Vizintin Z. Novel Laser Therapy in Treatment of Onychomycosis. J.
LAHA.2010;2010(1). p.1-8.
21