Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA SEPANJANG RENTANG

KEHIDUPAN PADA USIA PRASEKOLAH

Dosen Pengampu : Zumrotul Choiriyyah, S.Kep., Ns., M.Kes.

Oleh :

1. Nurul Fatmawati (010117A073)


2. Rina Novitasari (010117A084)
3. Rizqi Farras Assyifa (010117A093)
4. Sheilla Arinandya P.W (010117A096)
5. Shindyta Tiara Zulvi (010117A097)
6. Whynera Hendra Resta (010117A115)
7. Ma’lufatul Fuadiyah (010117A120)
8. Sindy Mila Melinda (010117A122)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah Nya pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca kami dapat
memperbaiki makalah ini

Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat
maupun mahasiswa.

Ungaran, 22 April 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1


BAB I ...................................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ............................................................................... Error! Bookmark not defined.
A.Latar Belakang ..................................................................................... Error! Bookmark not defined.
B.Rumusan masalah................................................................................................................................5

C.tujuan..................................................................................................................................................5

BAB II..................................................................................................................................................... 7
Pemabahasan ...................................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. .............................................................................................................. Error! Bookmark not defined.

B. .............................................................................................................. Error! Bookmark not defined.

C............................................................................................

BAB III .................................................................................................... Error! Bookmark not defined.


PENUTUP ........................................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera fisik,
mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Dari dua
defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk dikatakan sehat, seseorang harus berada
pada suatu kondisi fisik, mental dan sosial yang bebas dari gangguan, seperti penyakit atau
perasaan tertekan yang memungkinkan seseorang tersebut untuk hidup produktif dan
mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari serta berhubungan sosial secara nyaman dan
berkualitas.

Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau bagian
integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia
yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996 tentang kesehatan jiwa sebagai suatu
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain
dengan itu pakar lain mengemukakan bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental
yang sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif, sebagai
bagian yang utuh dan kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia. Dengan kata lain, kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi
merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia
serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya
dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati dkk, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjelasaan dari prasekolah?
2. Bagaimana tugas-tugas perkembangan keluarga bagi anak-anak ?
3. Bagaimana Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa pada usia anak
sekolah?
4. Bagaimana peran fungsi perawat dalam kejiwaan pada anak ?
5. Bagaimana konsep model perawatan kesehatan jiwa ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Penjelasaan dari prasekolah?
2. Mengetahui tugas-tugas keluarga dalam perkembangan anak?
3. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa pada usia anak?
4. Mengetahui peran fungsi perawat dalam kejiwaan pada anak ?
5. Mengetahui konsep model perawat kesehatan jiwa?
BAB 1I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Prasekolah

Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk
mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
perkembangan dalam rentang kehidupan manusia yang ditandai oleh banyaknya peristiwa-
peristiwa penting terjadi yang pada akhirnya berpengaruh pada kehidupan dimasa yang akan
datang. Anak dilatih untuk berani mencoba kemampuan melihat kemungkinan, keyakinan
memilih strategi, dan kesempatan untuk melaksanakan strategi pilihannya. Semua proses itu
harus dikenalkan kepada anak sejak dini. Sekalipun anak masih usia 4-6 tahun, mereka sudah
dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri. Anak usia prasekolah telah mampu
mengutarakan secara lisan apa yang mereka sukai dan apa yang dipelajari selama mereka di
sekolah. Mereka juga mengutarakan bagaimana cara mempelajari suatu keterampilan, salah
satunya keterampilan sosial (Patmonodewo, 2000).

Menurut Biechler dan Snowman (dalam Patmonodewo 2000) Anak usia 4-6 tahun
termasuk anak prasekolah. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah dan kindergarten.
Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3
bulan sampai 5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun), sedangkan usia 4-6 tahun
biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak. Anak usia 4-6 merupakan bagian
dari anak usia dini yang berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia empat
sampai enam tahun secara terminologi disebut sebagai usia prasekolah. Usia 4-6 tahun
merupakan masa peka untuk menunjukan kemampuannya. Pada masa peka terdapat
pematangan fungsi-fungsi psikis yang siap untuk merespon stimulasi yang di berikan oleh
lingkungan. Masa usia 4-6 tahun merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, sosial dan emosional, konsep diri, disiplin,
kemandirian, seni, moral serta nilai-nilai keagamaan. (Padmonodewo, 2000). Keinginan
membina kepribadian anak secara baik dan seimbang selain memiliki kecerdasan secara
intelektual, anak juga harus memiliki kecerdasan sosial dalam hal ini kemampuan bersosialisasi
secara baik di lingkungannya. Keterampilan sosial dimaksudkan sebagai perkembangan
tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku didalam
masyarakat dimana anak berada. Kegagalan dalam menyesuaikan diri menyebabkan seseorang
menjadi pemalu, kurang percaya diri, menyendiri dan keras kepala (Hurlock, 2002).
Perkembangan sosial anak ditandai dengan kemajuannya dalam berbicara. Anak menyadari
bahwa berbicara merupakan sarana penting untuk memperoleh tempat didalam kelompok.

Pada masa usia 4-6 tahun anak mempunyai keinginan yang kuat untuk berbicara lebih
baik. Anak juga mendapatkan bentuk-bentuk komunikasi yang sederhana seperti menangis dan
gerak isyarat, secara sosial yang mulai tidak diterima. Hal ini menambah dorongan untuk
memperbaiki kemampuannya berbicara. Sehingga anak mengetahui bahwa salah satu inti
komunikasi adalah bahwa ia mampu mengerti apa yang dikatakan orang lain. Kalau anak tidak
dapat mengerti apa yang dikatakan orang lain, maka anak tersebut tidak hanya tidak mampu
berkomunikasi dengan baik tetapi ia juga akan mengatakan sesuatu yang tidak berhubungan
dengan apa yang dibicarakan teman-temannya sehingga ia tidak diterima dalam kelompok
(Hurlock, 2005).

Gilmer (dalam Ristiasih dan Nuryoto, 2005) mengemukakan penyesuaian diri berkaitan
dengan kemampuan untuk memenuhi tuntutan lingkungan sebagaimana memenuhi kebutuhan
sendiri. Keluarga sebagai lingkungan awal yang menjadi dasar perkembangan anak
mempunyai peran penting dalam pembentukan kepribadian anak. Dasar perkembangan sosial
diletakkan pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya, tidak hanya
lebih banyak bermain tetapi juga percakapan atau komunikasi. Masalah perkembangan sosial
juga sering kali luput dari perhatian orang tua. Anak disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan prestasi akademis semata sehingga mereka kehilangan waktu
untuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Permainan modern juga cenderung
bersifat individualis sehingga menghambat anak mengembangkan keterampilan sosialnya.
Selama ini ada yang mengukur perkembangan hanya dari sudut kecerdasan dan pencapaian
prestasi akademik sekolah, namun dikemudian hari terbukti bahwa di lapangan pekerjaan
tingkat kepandaian bukanlah tolak ukur keberhasilan satu-satunya, ada kematangan
perkembangan lain yang berpengaruh, yaitu kecerdasan emosional (Intisari, 1999).

Ketidakseimbangan kecerdasan dengan keterampilan secara sosial menyebabkan anak


kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan aspek sosial dan emosi. Penelitian
Boyum dan Parke (dalam Ristiasih dan Nuryoto, 2005) menyebutkan bahwa hubungan sosial
yang problematik pada masa anak-anak ternyata dapat menjadi prediksi perilaku-perilaku
bermasalah seperti putus sekolah (drop out), kriminalitas, kenakalan remaja dan perilaku-
perilaku psikopatologis pada masa-masa selanjutnya.
Hurlock (2005) menyebutkan bahwa kelompok sosial mempengaruhi perkembangan
sosial anak dengan mendorong mereka untuk menyesuaikan diri terhadap harapan sosial,
membantu mencapai kemandirian dan mempengaruhi konsep diri mereka. Anak sebagai
seorang individu dan sebagai makhluk sosial dituntut untuk mampu menyelesaikan setiap
permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosialnya dan mampu
menampilkan dirinya sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku. Proses mengenal tingkah
laku yang dapat diterima oleh masyarakat dan diharapkan dilakukan anak, serta belajar
mengendalikan diri dinamakan proses sosialisasi. Hasil yang diperoleh dari hasil sosialisasi
tersebut merupakan keterampilan sosial yang mempunyai kedudukan strategis bagi anak untuk
dapat membina hubungan antar pribadi dalam berbagai lingkungan dan kelompok orang.
Keterampilan-keterampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Keterampilan
tersebut harus mulai di kembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan
waktu yang cukup buat anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya,
memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak, dan sebagainya.

Dengan mengembangkan keterampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan


anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang
secara normal dan sehat (Padmonodewo, 2000). Selama penulis melakukan PKP (praktek kerja
profesi) di Taman Kanak-kanak sering menemukan permasalahan yang berhubungan dengan
keterampilan sosial. Permasalahan sosial ini terungkap dari hasil observasi dan wawancara
yang penulis lakukan di sekolah dan di rumah subjek. Jenis permasalahan keterampilan sosial
yang didapat seperti: anak cenderung diam (tidak bisa mengungkap atau menerima komunikasi
verbal maupun non verbal secara efektif, kurang bisa menangkap penjelasan guru di sekolah
(lain yang disuruh lain yang dilakukan), sulit bergaul dengan teman sebaya, cenderung pasif,
buang air kecil saat sholat dilaksanakan, merebut mainan teman, dan tidak bisa
mengungkapkan emosionalnya secara tepat dan terarah. Permasalahan keterampilan social
yang penulis temukan ini juga terjadi pada anak Indonesia pada umumnya.

Keterampilan sosial menurut Cavell (Ristiasih dan Nuryoto, 2005) adalah bagian dari
kompetensi sosial selain penyesuaian sosial (social adjustment) dan perbuatan khusus (special
performance). Keterampilan sosial merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk
dikuasai anak prasekolah sebagai bekal mereka untuk memasuki lingkungan sosial yang lebih
luas dan lebih terstruktur (Hertinjung, dkk 2008) Mu’tadin (2002) mengartikan keterampilan
sosial sebagai kemampuan individu untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai
dengan aturan atau norma yang berlaku. Michelson (dalam Nurhidayati, 2006) menjelaskan
bahwa keterampilan sosial meliputi cara-cara memberikan pujian, mengemukakan keluhan
atau ketidak setujuan terhadap suatu hal, menolak permintaan orang lain, keterampilan bertukar
pengalaman, cara-cara menuntut hak pribadi, memberikan saran kepada orang lain, teknik
pemecahan masalah atau konflik, cara-cara berhubungan atau bekerja sama dengan orang lain
yang berlainan jenis kelamin maupun orang yang lebih tua dan lebih tinggi statusnya dan
beberapa tingkah laku lain. Bentuk keterampilan sosial ini terdiri atas: keterampilan bercakap-
cakap baik verbal maupun nonverbal, keterampilan melontarkan humor, keterampilan untuk
berteman dan menjalin persahabatan, keterampilan bergaul dalam kelompok, dan keterampilan
bertata krama (Shapiro, 1999).

Menurut Moeslichatoen (2004) mengemukan empat aspek keterampilan sosial yang perlu
dipelajari anak di taman kanak-kanak, yaitu:

1. Membina hubungan dengan orang dewasa, orang dewasa berperan membantu saat anak
membutuhkan dan mengalami kesulitan dalam mempelajari tata cara hidup
bermasyarakat,
2. Membina hubungan dengan anak lain. Aspek ini berkaitan dengan keterampilan
bergaul,
3. Mekmbina hubungan dengan kelompok. Anak belajar untuk dapat berperan serta, dan
meningkatkan hubungan kelompok, meningkatkan hubungan antar pribadi, mengenal
identitas kelompok, dan belajar bekerja sama dalam kelompok,
4. Membina diri sebagai individu

Menurut Hurlock (2005) mengemukan pola perilaku negatif atau pola perilaku yang tidak

sosial pada seperti berikut :

1. Negativism
2. Agresi
3. Pertengkaran atau perselisihan pendapat yang mengandung kemarahan yang umumnya
dimulai apabila seseorang melakukan penyerahan yang tidak beralasan,
4. Mengejek dan menggertak
5. Perilaku yang sok kuasa
6. Egosentrisme
7. Prasangka,
8. Antagonisme jenis kelamin.

Menurut Supratiknya (2008) keterampilan hidup dalam bidang pribadi-sosial pada anak
meliputi 3 kategori:

1. Pemahaman diri menyangkut baik aspek fisik maupun psikologis serta penerimaan diri
2. Kemampuan mengatasi aneka pergulatan batin dan mengatur diri sendiri,
3. Kemampuan menjalin relasi yang sehat dengan orang lain.

Ketiga kategori keterampilan hidup dalam bidang pribadi sosial itu merupakan dasar bagi
kesehatan mental dan fungsi efektif individu dalam menjalankan tugas kehidupan seharihari
sesuai tugas perkembangan.

B . Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.

Kini, keluarga tumbuh baik dalam jumlah maupun kompleksitas. Perlunya anak-anak usia
prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan kebutuhan
orangtua untuk memiliki privasi mereka sendiri menjadikan perumahan dan ruang yang
adekuat sebagai masalah utama. Peralatan dan fasilitas-fasilitas juga perlu bersifat melindungi
anak-anak, karena pada tahap ini kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan cacat.
Mengkaji keamanan rumah merupakan hal yang penting bagi perawat kesehatan komunitas
dan penyuluhan kesehatan perlu dimasukkan sehingga orangtua dapat mengetahui resiko yang
ada dan cara-cara menegah kecelakaan (Tabel 6).

Tabel 1. Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia pra sekolah dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.

Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan


Keluarga

Keluarga dengan anak usia Prasekolah. 1. Memenuhi kebutuhan anggota


keluarga seperti rumah, ruang
bermain, privasi, keamanan.
2. Mensosialisasikan anak.
3. Mengintegrasi anak yang baru
sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain.
4. Mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan orangtua
dan anak) dan di luar keluarga
(keluarga besar dan komunitas).
Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)

Karena daya tahan spesifik terhadap banyak bakteri dan penyakit virus dan paparan yang
meningkat, anak-anak usia prasekolah sering menderita sakit dengan satu penyakit infeksi
minor secara bergantian. Penyakit infeksi sering terjadi bolak-balik dalam keluarga. Sering ke
dokter, merawat anak-anak yang sakit, kembali ke rumah untuk menjemput anak sakit dari
taman kanak-kanak merupakan krisis mingguan. Jadi kontak anak dengan penyakit infeksi dan
menular dan kerentanan umum mereka terhadap penyakit merupakan masalah-masalah
kesehatan utama.Peran yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak usia prasekolah, yang
secara perlahan-lahan menerima lebih banyak tanggungjawab perawatan dirinya sendiri, plus
membantu ibu atau ayah dalam melakukan pekerjaan rumah tangga.

Tugas utama dari keluarga adalah mensosialisasikan anak. Anak-anak usia prasekolah
mengembangkan sikap diri sendiri (konsep diri) dan dapat secara cepat belajar
mengekspresikan diri mereka, seperti tampak dalam kemampuan menangkap bahasa dengan
cepat. Tugas lain selama masa ini menyangkut bagaimana mengintegrasikan anggota keluarga
yang baru (anak kedua dan ketiga) semasa masih memenuhi kebutuhan anak yang lebih tua.
Penggeseran seorang anak oleh bayi baru lahir secara psikologis merupakan suatu kejadian
traumatik. Persiapan anak-anak menjelang kelahiran seorang bayi membantu memperbaiki
situasi, khususnya jika orangtua sensitif terhadap perasaan dan tingkah laku anak yang lebih
tua. Persaingan dikalangan kakak beradik (sibling rivalry) biasanya diungkapkan dengan
memukul atau berhubungan secara negatif dengan bayi, tingkah laku regresif, melakukan
kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian. Cara terbaik menangani persaingan dikalangan
kakak adik adalah dengan meluangkan waktu setiap hari untuk berhubungan lebih erat dengan
anak yang lebih tua untuk meyakinkannya bahwa ia masih dicintai dan dikehendaki.
Kira-kira saat anak mencapai usia prasekolah, orangtua memasuki tahap pengasuhan anak
yang ketiga, salah satunya belajar berpisah dari anak-anak ketika mereka mulai masuk ke
kelompok bermain, tempat penitipan anak, atau taman kanak-kanak. Tahap ini berlangsung
terus selama usia prasekolah hingga memasuki awal usia sekolah. Pisah seringkali terasa sulit
bagi orangtua dan mereka perlu mendapat dukungan dan penjelasan tentang bagaimana
penguasaan tugas-tugas perkembangan anak usia prasekolah memberikan kontribusi untuk
semakin meningkatnya otonomi mereka.

Pisah dari orangtua juga sulit bagi anak-anak usia prasekolah. Pisah dapat terjadi karena
orangtua pergi bekerja, ke rumah sakit, melakukan perjalanan atau berlibur. Persiapan keluarga
untuk pisah dengan anak sangat penting dalam membantu anak menyesuaikan diri terhadap
perubahan.

Membantu keluarga untuk mendapatkan pelayanan keluarga berencana setelah kelahiran


seorang bayi, atau melanjutkan kontrasepsi jika tidak terdapat kehamilan, juga diindikasikan.
Misalnya, adalah tidak biasa bagi seorang wanita untuk berhenti menggunakan alt kontrasepsi
karena terlambat haid dengan keyakinan bahwa ia hamil, hanya untuk mencari tahu apakah
kehamilannya terjadi karena hubungan seks tanpa perlindungan kontrasepsi.

Kedua orangtua perlu memiliki kesenangan dan kontak di luar rumah untuk mengawetmudakan
mereka sehingga mereka dapat melaksanakan berbagai tugas-tugas dan tanggungjawab di
rumah. Orangtua dari golongan kelas rendah dan orang tunggal sering tidak punya kesempatan
untuk melakukan hal ini, dan keluarga-keluarga ini mendapat kepuasan paling sedikit terhadap
pergaulan mereka dan komunitas yang lebih luas karena posisi mereka yang terasing dan
kekurangan sumber-sumber yang tersedia bagi mereka.

C . Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa pada Anak Usia Sekolah
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa pada anak usia sekolah menurut Depkes
RI (2001, dalam Noviana, 2010) antara lain:
a) Guru
Perilaku guru menunjukan suatu pengaruh yang besar dan kuat terhadap iklim atau
suasana sekolah, baik sosial maupun emosional. Keberhasilan guru dalam mengajar dan
mendidik, khususnya dapat membantu perkembangan kepribadian anak.
b) Teman sebaya
Sehari-hari anak bergaul dengan teman sekolah atau teman di luar sekolah. Orang tua
dan guru harus mengetahui kelompok teman bermain anak baik di sekolah maupun di
luar sekolah. Di rumah anak berada dalam “dunia dewasa”, yang penuh dengan norma
dan nilai yang harus dipatuhi, sedangkan di luar rumah anak dalam “dunia usia sebaya”,
yang penuh dengan kebebasan.
c) Kondisi fisik sekolah
Anak tidak akan tenang belajar, apabila sekolah terletak di dekat pasar, perkampungan yang
padat, dekat pabrik, atau disekitar tempat hiburan. Keadaan semacam ini sangat
berpengaruh terhadap perilaku anak.
d) Kurikulum
Kurikulum sekolah merupakan pedoman proses pembelajaran yang sangat penting.
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 sudah
menggariskan jenis dan muatan kurikulum, khususnya kurikulum nasional yang cukup
fleksibel menampung keperluan khusus setempat dalam bentuk muatan lokal.
e) Proses pembelajaran
Suasana sekolah yang menantang dan merangsang belajar, akan menentukan iklim sekolah.
Hal ini tergantung pada kemampuan guru mengajar, serta tata tertib yang berlaku di
sekolah. Sekolah terasa nyaman dan menarik, sehingga anak senang berada di sekolah dan
guru pun bergairah dalam mengajar.
f) Keluarga
Keluarga merupakan faktor pembentuk kepribadian anak secara dini yang pertama dan
utama. Orang tua yang bersifat otoriter, tidak sabar, mudah marah, selalu mengatakan
“tidak”, selalu melarang, sering memukul, akan sangat berpengaruh buruk terhadap
perkembangan kepribadian anak.

D . Konsep Model Perawatan Kesehatan Jiwa


1) Model Psiko Analisa
Merupakan model yang pertama yang dikemukakan oleh Sigmun Freud yang meyakini
bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan pada perkembangan
pada masa anak.
2) Model Interpersonal
Model ini diperkenalkan oleh Hary StackSullivan. Sebagai tambahan mengembangkan
teori interpersonal keperawatan. Teori ini meyakini bahwa perilaku berkembang dari
hubungan interpersonal.
3) Model Sosial
Menurut Caplain situasi sosial dapat mencetuskan gangguan jiwa. Teori ini
mengemukakan pandangan sosial terhadap perilaku bahwa faktor sosial dan lingkungan
menciptakan stress yang menyebabkan ansietas yang akan menimbulkan gejala
perilaku menyimpang.
4) Model Eksistensi
Teori ini mengemukakan bahwa penyimpangan perilaku terjadi jika individu putus
hubungan dengan dirinya dan lingkungannya. Keasingan diri dari lingkungan dapat
terjadi karena hambatan pada diri individu. Individu merasa putus asa, sedih, sepi,
kurangnya kesadaran diri yang mencegah partisipasi dan penghargaan pada hubungan
dengan orang lain. Klien sudah kehilangan/tidak mungkin menemukan nilai-nilai yang
memberi arti pada eksistensinya
5) Model Komunikasi
Teori ini menyatakan bahwa gangguan perilaku terjadi apabila pasien tidak
dikomunikasikan dengan jelas. Bahasa dapat digunakan merusak makna, pesan dapat
pula tersampaikan mungkin tidak selaras. Fase komunikasi ada 4 yaitu: pra interaksi,
orientasi, kerja, dan terminasi.
6) Model Perilaku
Dikembangkan oleh H.J Eysenk, J. Wolpe dan B.F Skiner. Teori ini meyakini bahwa
perubahan perilaku akan mengubah kognitif dan afektif.
7) Model Medical
Penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan sistem saraf pusat. Dicurigai
bahwa depresi dan skizoprenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural serta gangguan
sinap yaitu masalah biokimia. Faktor sosial dan lingkungan diperhitungkan sebagi
faktor pencetus.
8) Model Keperawatan
Teori ini mempunyai pandangan bahwa askep berfokus pada respon individu terhadap
masalah kesehatan yang actual dan potensial dengan model pendekatan berdasarkan teori
sistem, teori perkembangan, teori interaksi, pendekatan holistik, teori keperawatan Fokus
pada rentang sehat sakit, teori dasar keperawatan, tindakan keperawatan, dan hasil tindakan
(Wahyu dkk, 2009)

E. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa


Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi
sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan
baik, sanggup menjalankan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya.
Dalam upaya mengembangkan pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting,
untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep
dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa. Para perawat kesehatan jiwa
mempunyai peran yang bervariasi dan spesifik. Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian
dan kolaborasi.
1. Pelaksana asuhan keperawatan
Perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa kepada individu,
keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan konsep
perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa serta
gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga dan
komunitas. Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui
pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis
keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan melaksanakan tindakan
keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan tersebut.
2. Pelaksana pendidikan keperawatan
Perawat memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas
agar mampu melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga dan anggota
masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap anggota masyarakat bertanggung
jawabterhadap kesehatan jiwa.
3. Pengelola keperawatan
Perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam
mengelola asuhan keperawatan jiwa.
Dalam melaksanakan perannya ini perawat:
a. Menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dalam mengelola asuhan
keperawatan jiwa
b. Menggunakan berbagai strategi perubahan yang diperlukan dalam mengelola
asuhan keperawatan jiwa
c. Berperan serta dalam aktifitas pengelolaan kasus seperti mengorganisasi,
koordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan serta perbaikan bagi individu
maupun keluarga
d. Mengorganisasi pelaksanaan berbagai terapi modalitas keperawatan.
4. Pelaksana penelitian
Perawat mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan jiwa dan menggunakan
hasil penelitian serta perkembangan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa (Dalami, 2010).

F . ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
 Keluarga
a. Pengetahuan keluarga
b. Peran orang tua
 Anak
1. Perkembangan fisik, yang perlu di kaji antara lain :
a. Berat badan anak, biasanya meningkat kira-kira 2.5 kg per tahun. Berat
badan rata-rata pada usia 5 tahun adalah kira-kira 21 Kg terkait dengan
nutrisi anak.
b. Pertumbuhan anak ( tinggi badan 2 – 3 inchi per tahun ).
c. Perkembangan motorik pada anak. Terjadi peningkatan koordinasi otot
besar dan halus, sehingga mereka dapat berlari dengan baik, berjalan naik
dan turun dengan mudah dan belajar untuk melompat.
d. Kebiasaan makan, tidur dan eliminasi anak.
2. Perkembangan kognitif, yang perlu dikaji antara lain :
a. Pengetahuan anak yang berhubungan dengan pengalaman konkret.
b. Perkembangan moral usia anak terkait dengan pemahaman tentang perilaku
yang disadari secara sosial benar atau salah.
c. Perkembangan bahasa anak ternasuk kosakata, yang memungkinkan
penggabungan berbagai personifikasi yang berbeda.
3. Perkembangan psiko-sosial
a. Bagaimana hubungan anak dengan teman sebayanya.
b. Kaji permainan anak. Permainan anak prasekolah menjadi lebih sosial,
mereka berganti dari bermain paralel ke jenis asosiatif.
4. Persepsi kesehatan
Kita mengkaji persepsi kesehatan melaui keluarga, pola hidup mereka, sensasi
pada tubuh anak itu sendiri, dan kemampuan orang tua untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang biasanya membantu anak-anak mengembangkan
perilaku sehat mereka, berpakaian dan makan.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1. Resiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan;
 Orang tua kurang pengetahuan
 Dukungan orang tua yang tidak adekuat, tidak sesuai
 Stressor yang berkaitan dengan sekolah
 Keterbatasan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sosial, bermain atau
pendidikan sekunder, akibat:
a. Kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi
b. Kurang stimulasi
c. Sedikitnya orang terdekat
d. Kehilangan teman sebaya.
2. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
pertumbuhan dan perkembangan anak.
3. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan bahasa

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa No. 1
a) Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok
usia.
b) Dengan cermat kaji tingkat perkembangan anak dalam seluruh area fungsi,
menggunakan alat pengkajian yang spesifik.
c) Dorong untuk perawatan diri: merias diri sendiri, memakai baju sendiri,
pperawatan mulut, perawatan rambut.
d) Beri waktu bermain dengan orang lain yang sering dan dengan berbagai mainan.
e) Beri waktu untuk bermain sendiri dan menggali lingkungan bermain.
f) Perintahkan untuk memberi respon verbal dan mengajukan permintaan.
g) Beri pujian untuk perilaku yang positif.
2. Diagnosa No. 2
a) Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok
usia.
b) Beri pendidikan kesehatan atau informasi mengenai pertumbuhan dan
perkembangan anak.
3. Diagnosa No. 3
a) Bila ada perilaku antisosial pada anak, bantu untuk:
 Menggambarkan perilaku yang memengaruhi sosialisasi.
 Bermain peran sesuai respon.
 Munculkan umpan balik sebaya untuk perilaku positif dan negatif.
b) Ajarkan orang tua untuk:
 Menghindari ketidaksetujuan di depan anak
 Membuat kontak mata sebelum memberi instruksi dan minta anak untuk
mengulangi apa yang dikatakan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera
fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.
Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk
mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
perkembangan dalam rentang kehidupan manusia yang ditandai oleh banyaknya peristiwa-
peristiwa penting terjadi yang pada akhirnya berpengaruh pada kehidupan dimasa yang akan
datang. Anak dilatih untuk berani mencoba kemampuan melihat kemungkinan, keyakinan
memilih strategi, dan kesempatan untuk melaksanakan strategi pilihannya. Semua proses itu
harus dikenalkan kepada anak sejak dini. Sekalipun anak masih usia 4-6 tahun, mereka
sudah dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri.

B. Saran
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangannya maka dari itu kami
membutuhkan saran dan kritikan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
materi yang dapat bermanfaat bagi pembaca
Daftar Pustaka

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume I. EGC: Jakarta.


Carpenito & Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC: Jakarta
Sunaryo. 2005. Psikologi Untuk Keperawatan. EGC: Jakarta
file:///C:/Users/hp/Downloads/BAB_I.pdf

Anda mungkin juga menyukai