Anda di halaman 1dari 22

PENTINGNYA SEX EDUCATION PADA GENERASI MILENIAL

Proposal Penelitian

Diajukan Kepada Guru Bahasa Indonesia SMK Kesehatan Har-Kausyar

di Tempat untuk memenuhi sebagian persyaratan kriteria penilaian raport

Oleh:

 Wulandari Febrianty S
 Eka Sesilia
 Dinda Airifia MS

Kelas XI Farmasi A
SMK Kesehatan Harkausyar
Rengat Barat, Indragiri Hulu
Tahun 2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“Pentingnya sex education pada remaja milenial” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga proposal penelitian ini
dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Ibu Riri Amanda F, selaku guru bahasa Indonesia yang telah mendidik dan
memberikan bimbingan selama masa sekolah
2. Papa dan mama serta keluarga yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat
selama penyusunan proposal ini.
4. Teman-temanku satu kelompok Eka Sesilia dan Dinda Airifia yang telah berjuang
bersama-sama penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
5.Jung Jaehyun serta member NCT lainnya yang telah membuat saya bersemangat dalam
menulis laporan penelitian ini.

Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal penelitian ini sebaik mungkin, penulis
menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi para pembaca
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Pematang Reba, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI
Judul utama…………………………………………………………………………………

Kata pengantar……………………………………………………………………………...

Daftar isi…………………………………………………………………………………….

I.Pendahuluan…..…………………………………………………………………………

A.Latar belakang masalah…………………………………………………………………..

B.Rumusan masalah………………………………………………………………………...

C.Tujuan penelitian…………………………………………………………………………

D.Manfaat penelitian………………………………………………………………………..

II.Kajian Teori…………………………………………………………………………….

A.Kesehatan………………………………………………………………………………...

B.Sex education……………………………………………………………………………..

C.Milenial/remaja…………………………………………………………………………..

D. Dampak Negatif Tidak Diberikannya Sex Education pada remaja milenial……………

III.Metode Penelitian

A.Tempat dan waktu………………………………………………………………………..

B.Jenis penelitian…………………………………………………………………………...

C.Objek……………………………………………………………………………………..

D.Teknik pengumpulan data………………………………………………………………..

E.Prosedur penelitian……………………………………………………………………….

IV.Penutup…………………………………………………………………………………

a. Simpulan dan saran………………………………………………………………….


b. Daftar pustaka……………………………………………………………………….
I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

1.1 Kesehatan mental dewasa dan anak

Dikutip dari (Wikipedia) Kesehatan jiwa atau kesehatan mental adalah tingkatan
kesejahteraan psikologis atau ketiadaan gangguan jiwa. Kesehatan jiwa terdiri dari
beberapa jenis kondisi yang secara umum dikategorikan dalam 'kondisi sehat', 'gangguan
kecemasan', 'stres' dan 'depresi'.

1.2 Generasi Milenial

Dikutip dari (Wikipedia Indonesia), Remaja atau generasi milenial adalah waktu manusia
berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa
tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia
dari anak-anak menuju dewasa.

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan
masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003).

Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar
dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama
fungsi seksual (Kartono, 1995).

1.3 Dampak Negatif Tidak Diberikannya Sex Education pada remaja milenial

Pendidikan seks di Indonesia masih dianggap menjadi satu hal yang tabu untuk diberikan
kepada anak-anak dan remaja. Orangtua dan orang dewasa merasa risih dan enggan saat
anak-anak dan remaja menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan seks dan memilih
untuk mengalihkan pembicaraan atau mengatakan pada mereka jika mereka akan tahu
dengan sendirinya saat dewasa.

Dengan tidak memberikan jawaban tentang seks secara baik, benar dan jelas kepada
anak-anak dan remaja, hal ini akan menimbulkan masalah baru di masyarakat. Perubahan
fisik dan hormonal pada remaja saat peralihan dari anak-anak menjadi remaja, membuat
mereka merasa ingin tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan tubuh mereka.
Remaja yang dipenuhi dengan rasa ingin tahu, akhirnya akan mencari tahu sendiri atau
bertanya ke teman yang tidak sedikit memberikan pengetahuan yang salah kepada
mereka mengenai seks.
1.4 Pengertian Sex Education

Pendidikan Seks adalah suatu pengetahuan yang kita ajarkan mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup mulai dari pertumbuhan jenis
kelamin (Laki-laki atau wanita). Bagaimana fungsi kelamin sebagai alat reproduksi.
Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-laki. Tentang
menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada timbulnya birahi karena adanya
perubahan pada hormon-hormon. Termasuk nantinya masalah perkawinan, kehamilan
dan sebagainya.

Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih trend-
nya “sex education” sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak
dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk
mencegah biasnya pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di
kalangan remaja

B.Rumusan Masalah

Untuk memudahkan penyusunan tugas ini, kami merumuskan masalah kedalam beberapa
bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa itu seks edukasi(sex education)?

2. Bagaimana pengaruh (sex education) pada remaja milenial?

C.Tujuan

1. Menjelaskan definisi (sex education)

2. Menjelaskan bagaimana pentingnya(sex education) pada remaja milenial


D.Manfaat

1.Manfaat teoritis

a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai bahan


tambahan atau masukan pengetahuan dan informasi

b. Mengetahui cara pemberian dan tahapan pendidikan seks pada remaja

2.Manfaat praktis

a. Bagi Guru

Dapat memberi informasi,wawasan dan bahan pertimbangan untuk menambahkan


pendidikan seks pada remaja sebagai materi yang akan diberikan untuk orang tua dan
anak

b. Bagi Orangtua

Dapat memberikan informasi dan pengertian tentang pentingnya seks edukasi pada
remaja sebagai pendidikan awal bagi anak(remaja)

II.Kajian Teori

A.Kesehatan

Menurut Robert.H.Brook (2017:585) Kesehatan adalah sebuah sumber daya yang


dimiliki semua manusia dan bukan merupakan suatu tujuan hidup yang perlu
dicapai. Kesehatan tidak terfokus kepada fisik yang bugar tetapi meliputi jiwa
yang sehat dimana individu dapat bersikap toleran dan dapat menerima perbedaan.

Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2014, pengertian kesehatan jiwa adalah


kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.(Kemenkumham, 2014)
Teori klasik H. L. Bloom menyatakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan secara berturut-turut, yaitu:

1) gaya hidup (life style)

2) lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya)

3) pelayanan kesehatan

4) faktor genetik (keturunan).

Keempat determinan tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi status kesehatan


seseorang.

Fungsi badan yang sehat:

Kondisi badan yang sehat sangat berperan penting bagi kehidupan sehari hari,fungsi
kondisi badan yang sehat antara lain:

Terhindar dari berbagai macam penyakit

Memiliki banyak energy

Meningkatkan produktivitas

Berat badan terjaga

Hidup teratur

Bersikap lebih positif

Hubungan kesehatan fisik dan kesehatan mental

Kesehatan mental dan kesehatan fisik memang saling berhubungan. Kesehatan fisik yang
buruk dapat meningkatkan risiko terganggunya kesehatan mental. Begitu pula sebaliknya,
kesehatan mental yang kurang baik juga bisa mengakibatkan kesehatan fisik kita terjun
bebas.

Kesehatan mental mengacu pada kesejahteraan seseorang pada tingkat emosional, sosial,
dan psikologis. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap cara seseorang bertindak,
proses pengelolaan emosi, sampai pengambilan keputusan. Seseorang yang memiliki
kesehatan mental yang baik dapat menjaga hubungan yang sehat, mengekspresikan
berbagai emosi, serta mengelola permasalahan.

Seorang profesor psikiater klinis dari New York University’s Langone School of
Medicine bernama Charles Goodstein, MD menyatakan bahwa otak manusia
berhubungan erat dengan sistem endokrin yang bekerja melepaskan hormon. Hormon ini
memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental kita.

Begitu pula pikiran dan perasaan kita yang dapat memengaruhi hormon yang kemudian
akan mengganggu sistem kerja organ tubuh kita. Beliau juga menyampaikan bahwa
seringkali pasien yang datang ke dokter dengan keluhan pusing, letih, hingga gangguan di
perut ternyata disebabkan oleh depresi.

Contoh Kasus Hubungan Kesehatan Mental dengan Kesehatan Fisik

Beberapa contoh kejadian atau kasus berikut ini menunjukkan adanya hubungan
kesehatan mental dengan kesehatan fisik:

1. Melakukan pekerjaan berat pastinya akan lebih nyaman untuk dilakukan jika
sebelumnya seseorang telah beristirahat dengan cukup.

2. Depresi dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit jantung, stroke,


diabetes dan kanker karena mental ilness ini memengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkaitan dengan depresi juga dapat meningkatkan
risiko terkena penyakit, seperti kurang aktivitas fisik dan menurunnya nafsu makan.

3. Seseorang yang lanjut usia dengan kondisi fisik tubuh fit memiliki kemampuan
memori yang lebih baik dibandingkan dengan orang lanjut usia yang memiliki masalah
kesehatan fisik.

4. Seseorang yang mengalami gangguan kesehatan mental atau sudah didiagnosa


mengalami depresi biasanya mengalami susah tidur, merasa mudah letih, konstipasi,
tidak nafsu makan, hingga kemungkinan berbagai dampak pada kesehatan fisik lainnya.

5. Trauma kekerasan di masa anak-anak akan sangat memengaruhi perkembangan otak


anak.

6. Seseorang yang mengalami kecemasan atau anxiety berisiko mengalami gangguan


fisik yang berkaitan dengan tekanan darah, misalnya adalah tekanan darah tinggi.
7. Kemarahan seseorang bisa berakibat buruk pada kesehatan jantung.

8. Pola makan dan konsumsi makan-makanan yang baik dapat meningkatkan suasana hati
(mood) baikmu pula.

Notosoedirjo dan Latipun (2005) mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam
mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene) yaitu:

1) karena tidak mengalami gangguan mental, 2) tidak jatuh sakit akibat stessor,

3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya,

4) tumbuh dan berkembang secara positif

Dikutip dari (Wikipedia) Kesehatan jiwa atau kesehatan mental adalah tingkatan
kesejahteraan psikologis atau ketiadaan gangguan jiwa. Kesehatan jiwa terdiri dari
beberapa jenis kondisi yang secara umum dikategorikan dalam 'kondisi sehat', 'gangguan
kecemasan', 'stres' dan 'depresi'.

Remaja merupakan salah satu kategori usia yang rentan mengalami masalah kesehatan.
Masalah yang dihadapi umumnya mengganggu kesehatan orang-orang pada kelompok
usia ini secara mental.

Berikut masalah-masalah yang paling banyak diderita kelompok usia remaja:

1. Kekerasan

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kekerasan merupakan salah satu
masalah yang sering dihadapi orang-orang kelompok usia dewasa muda dan remaja.
Contoh kekerasan yang kerap terjadi pada kelompok umur ini adalah bullying dan
pelecehan seksual.Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan di antaranya cedera, masalah
kesehatan mental, kehamilan yang tidak diharapkan, gangguan reproduksi, hingga
penularan penyakit infeksi menular seksual (IMS). Untuk memulihkan kondisi korban
kekerasan, dukungan perawatan perlu dilakukan secara fisik dan psikologis.

2. Depresi

Depresi merupakan salah satu penyebab utama penyakit, kecacatan, dan bunuh diri pada
usia remaja dan dewasa muda. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor,
antara lain kekerasan, kemiskinan, hingga hidup dalam lingkungan yang rentan
menyebabkan gangguan kesehatan mental.Deteksi dan penanganan depresi pada kategori
usia ini harus dilakukan tepat waktu. Jika tidak, kondisi tersebut bisa merusak kesehatan
fisik dan mental, yang tentunya akan berbahaya bagi keselamatan nyawa.

3. Konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang

Konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang banyak dilakukan kelompok usia remaja
serta dewasa muda. Kebiasaan tersebut dapat mengurangi pengendalian diri dan
meningkatkan perilaku berisiko seperti seks bebas hingga mengemudi ugal-
ugalan.Akibatnya, banyak dari mereka yang kemudian mengalami kecelakaan lalu lintas,
kekerasan, dan kematian. Konsumsi narkoba dan alkohol juga dikaitkan dengan
gangguan neurokognitif, yang dapat menyebabkan masalah pada emosi, perilaku, dan
kemampuan sosial di kemudian hari.

4. Kecemasan
Selain depresi, kelompok usia dewasa muda juga seringkali mengalami gangguan
kecemasan. Kondisi ini termasuk fobia, gangguan panik, kecemasan sosial, gangguan
stres pasca trauma (PTSD), dan gangguan obsesif kompulsif (OCD).Penyebabnya sendiri
bermacam-macam.

Sebagai contoh, PTSD disebabkan oleh peristiwa traumatis, sedangkan fobia dipicu
ketakutan ekstrem terhadap orang, tempat, atau kondisi tertentu. Kecemasan membuat
orang dewasa muda sering menyendiri, gelisah, emosional, takut, tidak responsif, dan tak
terkendali.

5. Gangguan makan

Gangguan makan seperti bulimia, anoreksia, body dysmorphic disorder (BDD)


merupakan salah satu masalah yang sering dialami kelompok umur dewasa muda,
khususnya wanita. Kondisi ini terjadi karena tekanan sosial yang berasal dari teman
sebaya, industri hiburan, hingga standar mengenai berat badan ideal.

Dikutip dari(Grow Happy.co.id) Kesehatan mental anak usia dini adalah


bagaimana anak berpikir dan merasa mengenai dirinya sendiri dan dunia di sekelilingnya.
Karena itu kesehatan mental berhubungan dengan bagaimana anak menghadapi tantangan
dalam hidup. Memastikan anak grow happy di masa sekarang ini memang memiliki
tantangan tersendiri.

B.Sex Education

Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih trend-
nya “sex education” sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak
dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk
mencegah biasnya pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di
kalangan remaja

Selama ini, pendidikan seks untuk anak usia dini dianggap tabu dikalangan masyarakat.
Orangtua beranggapan bahwa pendidikan seks belum pantas diberikan pada anak kecil.
Padahal dengan pendidikan seks yang diberikan sejak dini sangat berpengaruh dalam
kehidupan anak ketika mereka memasuki masa remaja. Apalagi anak-anak sekarang lebih
kritis, dari segi pertanyaan dan tingkah laku karena pada masa ini anak-anak memiliki
rasa keingintahuan yang besar (Djiwandono, 2001).

Pendidikan seks dalam keluarga merupakan salah satu alternatif dalam membekali anak-
anak dengan informasi-informasi tentang seks, tentang kesehatan, dan masalah-masalah
reproduksi secara benar. Kemampuan, keterampilan, dan kemauan orangtua dalam
memberikan pendidikan seks akan menentukan perasaan anak pada masa yang akan
mendatang (Djiwandono, 2001)

Masalah pendidikan seks kurang diperhatikan orangtua pada masa kini karena orangtua
menganggap bahwa anak-anak mereka akan mengerti dengan sendirinya kelak ketika
mereka dewasa (Nawita, 2013)

Anak-anak yang kurang diperhatikan oleh orangtua mereka akan lebih mudah terbujuk
oleh perilaku mesra lawan jenis mereka. Melalui belaian, perhatian, ciuman, pelukan,
dipandang merupakan wujud dari kasih sayang. Sehingga anak yang tidak mendapatkan
perlakuan tersebut dari orangtua mereka akan berdampak yang tidak baik untuk anak-
anak mereka. Misalnya kehamilan di luar nikah yang secara tidak langsung juga
mendorong tindakan aborsi, pembuangan bayi, serta penjualan bayi (Magdalena, 2007).

Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak-anak, sangat


tergantung pada model dan jenis pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Pola asuh ini
dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua, yang meliputi
pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan non-
fisik seperti perhatian, empati, kasih sayang, dan sebagainya. Hal ini didasari bahwa
pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang
tidak bisa digantikan oleh tenaga pendidikan manapun (Wibowo, 2012).

Tahapan Sex Education pada anak

 Pendidikan Seks untuk Anak Bayi: Pengenalan Anggota Tubuh

 Pendidikan Seks untuk Balita: Mengajarkan Cara Menjaga Diri

 Pendidikan Seks untuk Anak Pra Remaja: Mendalami Masalah Pubertas

 Pendidikan Seks untuk Remaja: Mengajarkan Soal Tanggung Jawab Seksual


C. Generasi Milenial / Remaja

Dikutip dari (Wikipedia Indonesia), Remaja atau generasi milenial adalah waktu manusia
berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa
tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia
dari anak-anak menuju dewasa.

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan
masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, 2003).

Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar
dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama
fungsi seksual (Kartono, 1995).

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin
adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa
primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak
berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa
apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).

D. Dampak Negatif Tidak Diberikannya Sex Education pada remaja milenial

Pendidikan seks di Indonesia masih dianggap menjadi satu hal yang tabu untuk diberikan
kepada anak-anak dan remaja. Orangtua dan orang dewasa merasa risih dan enggan saat
anak-anak dan remaja menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan seks dan memilih
untuk mengalihkan pembicaraan atau mengatakan pada mereka jika mereka akan tahu
dengan sendirinya saat dewasa.

Dengan tidak memberikan jawaban tentang seks secara baik, benar dan jelas kepada
anak-anak dan remaja, hal ini akan menimbulkan masalah baru di masyarakat. Perubahan
fisik dan hormonal pada remaja saat peralihan dari anak-anak menjadi remaja, membuat
mereka merasa ingin tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan tubuh mereka.
Remaja yang dipenuhi dengan rasa ingin tahu, akhirnya akan mencari tahu sendiri atau
bertanya ke teman yang tidak sedikit memberikan pengetahuan yang salah kepada
mereka mengenai seks.

Sebenarnya apa definisi dari pendidikan seks itu sendiri dan mengapa orangtua enggan
untuk mengenalkannya kepada anak-anak dan remaja?

Seks itu sendiri menurut KBBI adalah jenis kelamin, yang berhubungan dengan alat
kelamin. Selama ini yang menjadi stigma masyarakat, pendidikan seks adalah pendidikan
yang mengajarkan tentang kegiatan seksual yang ditakutkan hanya akan membuat anak-
anak dan remaja malah melakukan seks bebas.

Padahal pendidikan seks adalah pengetahuan yang berisi tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan:

1. Anatomi tubuh manusia


2. Sistem reproduksi manusia
3. Proses pembuahan hingga kehamilan
4. Hubungan seksual yang sehat
5. Tingkah laku seksual
6. Penularan penyakit seksual seperti HIV/AIDS

Pendidikan seks juga mengajarkan soal perkembangan alat kelamin dan perubahan fisik
pada wanita dan laki-laki seperti proses menstruasi dan mimpi basah pada laki-laki yang
terkadang para remaja terlalu malu untuk bertanya pada orangtua mereka hingga akhirnya
mereka pun mencari tahu sendiri melalui mesin pencari di gadget mereka masing-masing
atau bertanya ke teman-teman mereka yang tidak jarang mereka mendapatkan informasi
yang salah dan tidak tepat.

Manfaat dari pendidikan seks bagi anak dan remaja

1. Dapat memberikan informasi yang benar dan jelas tentang perkembangan tubuh di
masa peralihan anak ke remaja

Pada masa ini ini ada beberapa perubahan fisik pada remaja, seperti bertambahnya tinggi
atau berat badan, perubahan suara atau tumbuhnya jakun pada laki-laki atau bertambah
besarnya payudara atau menstruasi pada perempuan. Hal ini kadang membuat remaja
merasa tidak nyaman dan kurang percaya diri, disinilah peran orangtua untuk
menjelaskan bahwa semua perubahan tersebut normal terjadi pada masa peralihan dari
anak-anak ke dewasa dan mereka tidak perlu merasa khawatir dan tidak percaya diri
dengan perubahan tersebut.

2. Dapat mencegah remaja melakukan seks bebas

Dengan diajarkan nilai-nilai tentang kegiatan seksual yang seharusnya dilakukan oleh
orang yang sudah sah sebagai suami istri menurut agama dan negara, hal ini akan
membuat remaja memilih untuk tidak melakukan seks di luar nikah karena alat
reproduksi yang belum tumbuh sempurna di usia remaja dan belum siapnya mental
mereka.

3. Dapat mencegah kekerasan dan pelecehan seksual dengan menyadari bahwa mereka
harus menghargai dan menjaga tubuh mereka.

Dengan diberikannya pengetahuan seks yang disertai dengan nilai-nilai agama dan moral,
remaja dapat mengerti dengan konsep menghargai tubuh mereka dan tubuh orang lain
dengan tidak menyentuh atau melecehkan orang lain.

Anak dan remaja diajarkan tentang konsep “consent”, dimana mereka berhak menolak
orang lain untuk menyentuh tubuh tanpa persetujuan mereka. Misalnya, orang lain tidak
berhak menyentuh bagian dada mereka dan jika tetap memaksa, mereka dapat berteriak
dan lari untuk meminta tolong kepada orang lain. Hal ini berlaku juga untuk orangtua
atau keluarga mereka, karena saat ini tidak jarang pelaku kekerasan dan pelecehan
seksual adalah orangtua atau keluarga terdekat mereka.

4. Dapat mencegah aborsi akibat kehamilan di luar nikah

Dilansir dari CNNIndonesia, menurut data SDKI 2008, nilai rata-rata angka kematian
ibu melahirkan mencapai 228 per 100 ribu kelahiran hidup dan dari angka tersebut,
kematian akibat aborsi mencapai 30%. Aborsi tersebut dilakukan oleh perempuan yang
kebanyakan remaja berusia 15-19 tahun dengan angka sebesar 78% di perkotaan dan di
pedesaan sebesar 40%. SDKI menambahkan, jika 48% dari total pernikahan nasional
dilakukan oleh anak di bawah usia 18 tahun.

Peningkatan angka aborsi disebabkan dengan meningkatnya angka pernikahan di usia


dini terutama di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Penyebab pernikahan usia
dini di kota-kota besar di Indonesia adalah perilaku seks bebas akibat minimnya
pengetahuan seksual oleh anak-anak dan remaja di Indonesia.
5. Dapat mencegah pernikahan di usia dini

Dilansir dari BKKBN, hasil dari Survei Sosial dan Ekonomi Nasional di tahun 2016
tercatat bahwa 1 dari 9 anak perempuan di Indonesia menikah di bawah usia 18 tahun dan
dari angka tersebut hanya 1 dari 9 anak perempuan yang melanjutkan sekolah lagi. Dari
survei tersebut terungkap bahwa lebih dari 60% perkawinan anak di Indonesia berakhir
dengan perceraian setelah 1 tahun menikah dan perceraian ini disebabkan oleh
ketidaksiapan anak atau remaja dalam membangun rumah tangga. Pernikahan tersebut
hampir semua terjadi dengan alasan hamil di luar nikah.

6. Dapat mencegah penularan penyakit kelamin

Seperti yang dilansir di hellosehat.com, ada 4 jenis penyakit kelamin yang dapat
ditularkan melalui hubungan seks: klamidia (secara global tercatat 131 juta orang terkena
penyakit ini setiap tahunnya), gonore (kencing nanah), sipilis atau raja singa dan herpes
genital. Selain 4 penyakit tersebut, ada juga HIV/AIDS yang dapat ditularkan melalui
hubungan seks yang tidak sehat.

7. Dapat membuat remaja mampu menghadapi tekanan dari teman-teman mereka

Anak dan remaja bisa menolak saat teman-teman mengajak mereka untuk melakukan
kegiatan yang menyimpang seperti menonton film porno, seks bebas atau melecehkan
orang lain bersama. Dengan memberikan pendidikan seks, anak akan menjadi lebih dekat
dengan orangtua dan orangtua bisa lebih mudah memonitor pertemanan anak-anak.

8. Dapat memelihara tegaknya nilai-nilai moral

Dengan memberikan nilai-nilai agama dan moral saat memberikan pendidikan seks, hal
ini akan membuat para anak remaja akan menjaga tegaknya nilai-nilai agama dan moral
di diri mereka dan dapat menjaga diri mereka dari penyimpangan-penyimpangan seksual

Berdasarkan kesepakatan internasional di Kairo 1994 (The Cairo Consensus) tentang


kesehatan reproduksi yang berhasil ditandatangani oleh 184 negara termasuk Indonesia,
diputuskan tentang perlunya pendidikan seks bagi para remaja. Dalam salah satu butir
konsensus tersebut ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan merumuskan
perawatan kesehatan seksual dan reproduksi serta menyediakan informasi yang
komprehensif termasuk bagi para remaja.

Pendidikan seks menurut Mariana sesungguhnya adalah pemahaman tentang diri kita
sendiri. Dorongan dan hasrat seksual adalah sangat wajar, mengingat seks adalah hal
yang biologis. Pendidikan seks berbicara tentang diri kita, tentang fungsi organ-organ
reproduksi dan bagaimana cara menjaga alat-alat kelamin kita tetap sehat. Tidak bisa
dipungkiri bahwa selain menjadi makhluk sosial, kita juga adalah makhluk seksual yang
bisa bereproduksi dan menghasilkan keturunan.

Stigma yang masih melekat membuat pendidikan seks di Indonesia masih sulit untuk
berkembang. Stigma tentang “seks adalah tabu” atau “seks adalah pornografi” menurut
Sarlito membuat beberapa orang mengganti judulnya menjadi “Pendidikan Kesehatan
Reproduksi”. Sarlito sendiri mengatakan bahwa dirinya sudah merintis pendidikan seks
sejak tahun 1980-an dan sempat mendapatkan perlawanan dari masyarakat. Meskipun
kini sudah banyak pihak-pihak yang menerima dan melaksanakan pendidikan seks,
namun tidak sedikit pula yang menentangnya.

III. Metode Penelitian

A.Tempat dan waktu

Tempat : SMK Kesehatan Har-Kausyar(Jurusan Keperawatan dan Farmasi)

Waktu : Februari – Maret 2021

B.Jenis Penelitian

Menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang temuan-temuannya


tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan berusaha
memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam
situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung


menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam
penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan.

C. Objek

Objek dari penelitian ini ialah Siswa dan Siswi di SMK Kesehatan Har-Kausyar
Pematang Reba
D. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat juga di dalamnya beberapa unsur yang mendukung
penelitian ini. Diantaranya unsur yang terpenting biasa disebut sebagai metode penelitian,
yaitu cara kerja penelitian sesuai dengan cabang – cabang ilmu yang menjadi sasaran atau
obyeknya.Cara kerja tersebut merupakan pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis
dan logis dalam upaya pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah
penelitian guna diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan
solusinya

Metode dalam suatu penelitian merupakan upaya agar penelitian tidak diragukan isi serta
prosesya dan dapat dipertanggung jawabkan validitasnya secara ilmiah. Yang di
dalamnya akan dibahas antara lain pendekatan dan jenis penelitian, subjek, objek, dan
lokasi penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengeumpulan
data, serta teknik analisis data. Berikut pemaparannya:

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kuantitatif “Riset kuantitatif adalah riset yang menggambarkan atau
menjelasakan suatu masalah yang dapat digeneralisasikan.Dengan demikian tidak terlalu
mementingkan kedalam data atau analisis.Priset lebih mementingkan aspek keluasan data
sehingga data atau hasil riset dianggap merupakan representasi dari seluruh populasi”.

2. Subyek, Obyek, Dan Lokasi Penelitian Untuk itu dalam upaya mengumpulkan data
dan lebih memahami fenomena yang ada, serta untuk lebih memfokuskan penelitian ini,
penulis menentukan subjek dari penelitian adalah Siswa dan Siswi di SMK Kesehatan
Har-Kausyar

3. Teknik Sampling `Teknik sampling adalah metode pengambilan sampel. Untuk


menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun dalam penelitian ini,
saya akan menggunakan teknik sampling random, yang mana sampel dari penelitian akan
diambil secara acak.

Variable Dan Indikator Penelitian

1. Variabel bebas = Komunikasi Seks Orang Tua Indikator = keterbukaan, empati,


dukungan, sikap positif, interpersonal

2. Variable terikat = Prilaku Remaja Indikator = sopan, agresif, dewasa, pengertian,


tanggung jawab
Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi Observasi yang dilakukan untuk memperoleh data yang berhubungan


dengan masalah dan diteliti dan dapat dilihat dari dekat tentang kebenran yang
disampaikan oleh sumber informasi.Melalui pengamatan terhadap gejala-gejala yang
diteliti juga mengedintifikasi pengaruh komunikasi pendidikan seks orang tua terhadap
prilaku anak

IV. Penutup

 Simpulan

1. Pengetahuan remaja tentang seks edukasi pada siswa siswi SMK Kesehatan Har-
Kausyar tergolong baik

2. Tidak ada beda nya pengetahuan seks edukasi dikalangan siswa dan siswi SMK
Kesehatan Har-Kausyar

 Saran

1. Bagi siswa

Siswa untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang hal – hal yang berhubungan
dengan seks pranikah, belajarlah dan patuh akan agama, carilah teman yang mendukung
dalam kegiatan dan aktivitas yang positif dan agar semua itu menghidarkan diri dari
perilaku seks pranikah dan kenakalan lain yang berhubungan dengan seks bebas

2. Bagi Sekolah

Perlu adanya sex education ( pendidikan sex ) bagi para siswa. Adapun bentuknya
seperti penyuluhan kesehatan reproduksi yang bekerja sama antara pihak sekolah dengan
dinas kesehatan setempat.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan ilmu yang
lebih luas dan mendalam dalam mempelajari tentang perilaku seks dikalangan remaja dan
dampaknya, Sehingga diharapkan perawat dapat menjadi edukator bagi para remaja
sebagai bentuk kepedulian dan pencegahan terhadap perilaku seks pranikah.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Rekomendasi untuk penelitian yang lebih lanjut adalah
mengkaji lebih dalam dan secara kualitatif atau observasional tentang perilaku seks
pranikah dikalangan remaja dengan faktor – faktor yang mempengaruhi serta
pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahlul. (2008). Pendidikan Seks Pada Anak dan Remaja.


http://www.edubencmark.com/pendidikan-seks-pada-anak-dan-remaja Diakses tanggal
19 Maret 2018.

id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan_jiwa,24 sep 2018

Hapsari, M. I. (2008). Penerapan Pendidikan Seks di Paud (Kelompok Belajar dan


Taman Kanak-Kanak) Sebagai Upaya Pencegahan dan Penanganan Perilaku Seksual
yang Bermasalah Pada Anak. [Naskah Publikasi] Purwokerto: Iniersitas
Muhammadiyah Purrwokerto. Januar, M. I. (2003). Be Positif be Happy. Jakara: Gema
Insani Press Kao, T. A. Guthrie, B., Cherry, C. L. (2007). An Intergenerational Approach
to Understanding Taiwanse American Adolescent Girls and Their Mother Preceptions
About Sexual Health. E-Jurnal of Family Nursing, 2007. Vol. 12 (3), No. 312-32.

Mardiyanti, M. E. dan Rizkiana H. (2003). Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang


Pendidikan Seks Pada Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun). [Naskah Publikasi]. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Mauras, C. P, Grolnick W. S., Friendly R. W. (2012). Time For “the talk”…now what?
Autonomy Support and Structure in Mother-Doughter Conversation About Sexual Health.
E-Jurnal of Early Adolescence. 2012. Vol. 33 (4), No. 458-81. Moeliono, L. (2003).
Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja, [Modul aktif untuk anak usia 10-14
tahun]. Jakarta: PKBI, BKKBN, UNFPA.

Mu’tadin, Z. (2008). Pendidikan Seksual Pada Remaja. http://www.ilmupsikologi.com


Diakses tanggal 19 Maret 2018.

Niken, S., Zahroh S. dan Antono S. (2014). Peilaku Ibu Dalam Memberikan Pendidikan
Seksualitas Pada Remaja Awal.

Agung, N.M. Sex Education : Bukan Soal Teknik. Jawa Pos : 24 Novermber 2002. Hal. 7.

Ambarsari. 1997. Pengaruh Intensitas Membaca Buku-buku Porno Dengan Perilaku


Seksual Menyimpang. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang : Fakultas Psikologi Unika
Soegiyopranata Semarang. Ahmadi, A. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2004. Perilaku Seks Mahasiswa di Surabaya. Anima, Indonesian
Psychologycal Journal. Vol. 19, No. 3, 297-302. Azwar, S. 1992. Reliabilitas dan
Validitas, edisi ke 1. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Djamarah. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta :
Rineka Cipta. Harahap, Soegarda Poerbakawatja. 1978. Aliran-Aliran Baru Dalam
Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta : Ganaco NV. Hamargomurni. 1994. Hubungan
Antara Tingkat Permisitivitas Orang Tua Dengan Sikap Seksual remaja. Skripsi (tidak
diterbitkan). Semarang : Fakultas Psikologi Unika Soegiyopranata Semarang.

Hartono, S. 2004. Perilaku Seks Mahasiswa di Surabaya. Anima, Indonesian


Psychological Journal. Vol.19, No.3, 297-302. Hurlock E.B.1992. Psikologi
Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan :
Istiwidayati). Jakarta : Erlangga. Kartono, K. 1983. Psikologi Anak . Bandung : Alumni.
Laily, Nadhirotul dan Matulessy, Andik. 2004. Pola Komunikasi Masalah Seksual Antara
Orang Tua dan Anak. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol.19, No.2, 194-205.
Madani, H. 2003. Seksualitas dal

Anda mungkin juga menyukai