Anda di halaman 1dari 75

PERILAKU KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PADA PETUGAS KEBERSIHAN DI RSUD UNDATA


DAN RS UMUM ANUTAPURA KOTA PALU

PROPOSAL PENELITIAN

INDRI FARDA NADILA


N 201 14 070

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN

Simbol/Singkatan Arti Simbol/Singkatan

% Satuan Persen
APD Alat Pelindung Diri
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CS Cleaning Service
DO Occupational Diseases
HAM Hak Asasi Manusia
ILO International Labour Organization
(Organisasi Buruh Internasional)
MSDS Material Safety Data Sheet
K3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
K3RS Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit
OHSAS Occupational Health and Safety
Assesment System
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan
IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah
PT Perseroan Terbatas
RS Rumah Sakit
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
SMK3 Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
SOP Standar Operasional Prosedur
UB unsafe behavior
UC unsafe condition
USA United States of America
DAFTAR ISI
SAMPUL Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN ......................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 7
1.4 Manfaat ................................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perilaku ................................................................................................... 9
2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja .......................................................... 12
2.3 Keselamatan Kerja Rumah Sakit ............................................................ 14
2.4 Kecelakaan Kerja ..................................................................................... 15
2.5 Rumah Sakit............................................................................................. 22
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku K3...................................... 26
2.7 Pengendalian Bahaya ............................................................................... 39
2.8 Kerangka Teori ........................................................................................ 42

BAB III DEFINISI KONSEP


3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti .................................................. 46
3.2 Pola Pikir ................................................................................................ 47
3.3 Definisi Konsep ....................................................................................... 48
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 50
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 50
4.3 Informan ................................................................................................ 50
4.4 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data ..................................... 51
4.5 Analisis dan Penyajian Data .................................................................. 52
4.6 Keabsahan Data (Trustworthiness) ........................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.3 Sintesa Penelitian ......................................................................... 43


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................ 42

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................ 48


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Penelitian

Lampiran 2 : Lembar Observasi

Lampiran 3 : Jadwal Penelitian


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi bahaya dalam bentuk

kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja yang tidak diinginkan dan hal

yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda serta kerugian

terhadap proses (Anshari dan Nizwardi, 2016). Menurut Peraturan

Pemerintah No. 44 tahun 2015, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang

terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam

perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang

disebabkan oleh lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja (Occupational

Diseases) sering disebut dengan penyakit yang timbul karena hubungan kerja.

Berdasarkan Riset yang dilakukan badan dunia International Labour

Organization (ILO) tahun 2017, Setiap hari, orang meninggal akibat

kecelakaan kerja atau penyakit terkait pekerjaan lebih dari 2,78 juta kematian

per tahun. Selain itu, ada sekitar 374 juta cedera dan penyakit akibat

kecelakaan kerja non fatal setiap tahun, banyak diantaranya mengakibatkan

ketidakhadiran dalam pekerjaan setiap tahun.

Di Indonesia sendiri, menurut Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial

(BPJS) Ketenagakerjaan, sepanjang tahun 2014 jumlah pesertanya yang

mengalami kecelakaan kerja sebanyak 129.911 orang. Dari jumlah tersebut

sebagian besar atau sekitar 69,59% terjadi di dalam perusahaan ketika mereka
bekerja dengan persentasi pekerja yang tidak memakai peralatan

yang safety sebanyak 32,12%.

Berdasarkan hasil pencatatan dari Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI (2014) dan BPJS Ketenagakerjaan (2018) jumlah

kasus kecelakaan kerja di Indonesia sejak tahun 2011 hingga tahun 2017

mengalami fluktuasi, angka tertinggi pada tahun 2015 yaitu 110.285 kasus.

Pada tahun 2011 sebanyak 9.891 kasus, tahun 2012 sebanyak 21.735 kasus,

tahun 2013 35.917, tahun 2014 sebanyak 24.910 kasus. Pada tahun 2016

sebanyak 105.182 kasus dan pada tahun 2017 dari bulan Januari-Agustus

sebanyak 80.392 kasus. Sulawesi Tengah merupakan salah satu Provinsi

dengan jumlah kasus kecelakaan kerja tertinggi pada tahun 2012.

Berdasarkan hasil pencatatan dari BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi

Tengah, kasus kecelakaan kerja antara tahun 2014–2015 terjadi kasus

kecelakaan sebanyak 524 kasus.

Data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi

Tengah pada tahun 2015 tercatata bahwa kasus kecelakaan kerja yang terjadi

pada tahun 2014 meningkat sangat tajam yaitu dari 24 kasus menjadi 279

kasus di tahun 2015, tahun 2017 kasus kecelakaan kerja jumlahnya sama

dengan tahun 2015 yaitu 279 kasus, 6 meninggal dan 1 cacat. Hal ini

menunjukkan bahwa masalah kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan-

perusahaan yang ada di Sulawesi Tengah masih harus mendapat perhatian

yang lebih serius.


Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan Hak Asasi Manusia

(HAM). Untuk itu, kesadaran mengenai pentingnya K3 harus selalu digugah,

diingatkan, serta dibudidayakan di kalangan para pekerja. Pemahaman dan

pelaksanaan K3 di industri sangat diperlukan, terutama dalam perbaikan

syarat-syarat kerja. Hal ini berkaitan dengan masalah perlindungan tenaga

kerja terhadap kecelakaan kerja, guna meminimalisir kemungkinan terjadinya

kecelakaan kerja, perlu pemahaman dan pelaksanaan K3 secara baik dan

benar (Anshari & Nizwardi, 2016).

Teori Domino yang dirumuskan oleh Heinrich pada tahun 1930 dan

disempurnakan oleh Frank E. Bird dan Germain pada tahun 1992 menyatakan

bahwa faktor utama penyebab kecelakaan kerja adalah kondisi tidak aman

(unsafe condition) dan tindakan tidak aman pekerja (unsafe action). Sebagian

besar penyebabnya merupakan faktor manusia yakni 85% dengan

tindakannya yang tidak aman dan sisanya karena faktor kondisi tidak aman

dan hal yang tidak dikehendaki.

Penelitian lain yang dilakukan Cooper, C.L.,et al (2010) juga

menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe behavior

dan 4% disebabkan oleh unsafe condition. Berdasarkan hasil riset tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia merupakan unsur yang

memegang peranan penting dalam mengakibatkan kecelakaan kerja dan

perilaku terbesar yang menyumbang terjadinya kecelakaan kerja yaitu

perilaku tidak aman.


Pada penelitian sejenis yang dilakukan oleh Halimah (2010), perilaku

tidak aman dilakukan oleh pekerja dengan tingkat pengetahuan rendah

dengan hasil penelitian yaitu sebesar 88,9%. Sedangkan berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Listyandini (2013), yang menyatakan bahwa

tidak ditemukannya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak

aman.

Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan teori Krech dan Ballacy,

Morgan ing, dan Howard, yang menunjukan bahwa terdapat konsistensi

antara sikap dengan perilaku aman pekerja dan terdapat hubungan yang

bermakna antara kedua variabel tersebut. Sikap pekerja sangat erat kaitannya

dengan perilaku pekerja. Jika sikap telah mempengaruhi ataupun

menumbuhkan perilaku seseorang, maka antara sikap dan perilaku memiliki

hubungan, artinya jika sikapnya baik maka perilakunya juga pasti akan baik

(Nofriandita, 2012).

Menurut Sarwono (1991), perilaku tidak aman saat bekerja dengan

pengawasan yang dilakukan secara berkala dan intens, kondisi yang

berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera dan

dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya. Hal ini juga dikuatkan dengan

pendapat Geller (2001) yang menyebutkan adanya peran manager dalam

perilaku kerja, keduanya berhubungan langsung dengan target individu yang

sedang berlangsung. Menurut Bird, F.E and Germani (1990), supervisor

(pengawas) memiliki posisi kunci dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap


keterampilan, dan kebiasaan akan keselamatan setiap petugas kebersihan

dalam suatu area tanggung jawabnya.

Adapun hasil penelitian perilaku tidak aman terkait pelatihan K3 yang

adalah kegiatan petugas kebersihan dalam memperoleh pengetahuan tentang

bahaya kecelakaan kerja, mendapat keterampilan baru, mendidik petugas

kebersihan untuk menghadapi potensi bahaya sehingga pekerja memiliki

perilaku sikap kerja yang aman dan peduli terhadap kondisi keselamatan di

tempat kerja serta dapat mempertahankan perilaku yang aman di lingkungan

kerja (Sulfikar, 2015). Pada penelitian ini, meskipun pelatihan K3 mendapat

penilaian yang baik dari responden namun pengetahuan responden terhadap

K3 masih kurang.

RSUD Undata dan RS Umum Anutapura Kota Palu merupakan

organisasi jasa pelayanan dari beberapa rumah sakit yang ada di Sulawesi

Tengah. Petugas kebersihan dalam struktur organisasi rumah sakit terbagi

atas mengumpulkan sampah medis, benda tajam dan non medis dari ruang,

menyapu dan mengepel halaman, lorong dan ruangan, membuang sampah ke

TPS, membersihkan kamar mandi & wastafel serta tim Khusus. Jumlah

petugas kebersihan yang ada di RSUD Undata dan RS Umum Anutapura

masing-masing berjumlah 75 dan 72 petugas. Adapun yang bertanggung

jawab atas petugas kebersihan di RSUD Undata pihak rumah sakit itu sendiri

sedangkan pada RS Umum Anutapura ysng bertangung jawab atas petugas

kebersihan PT CSMS .
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakuakn di dua rumah sakit

yaitu RSUD Undata dan RS Anutapura, diketahui bahwa dari 20 petugas

kebersihan yang diwawancarai di RSUD Undata, terdapat 14 petugas yang

mengalami kecelakaan kerja. Sementara itu, dari 20 petugas kebersihan yang

diwawancarai di RS Umum Anutapura, diketahui bahwa terdapat 16 petugas

yang pernah mengalami kecelakaan kerja. Beberapa jenis kecelakaan yang

terjadi pada kebersihan lebih banyak terjadi karena tertusuk jarum saat

memindahkan sampah medis, terkena pecahan ampulan, terpelesset, serta

terjepit.

Dari penjelasan diatas diketahui bahwa meskipun K3 diterapkan dan

dilaksanakan di RSUD Undata dan RS Umum Anutapura, namun masih

ditemukan kasus kecelakaan kerja yang cukup banyak salahsatunya pada

petugas kebersihan. Bertitik tolak dari hal tersebutlah penulis ingin

mengetahui sejauhmanakah pelaksanaan K3 di Rumah Sakit Umum

Anutapura dan Undata Palu.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka

ditarik suatu rumusan masalah “Bagaimana Perilaku Kesehatan dan

Keselamatan Kerja Pada Petugas Kebersihan di RSUD Undata dan RS Umum

Anutapura Kota Palu?”


1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menggali

Perilaku kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Petugas Kebersihan

di RSUD Undata dan RS Umum Anutapura Kota Palu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menggali faktor predisposisi (Pengetahuan dan sikap)

mempengaruhi perilaku kesehatan dan keselamatan kerja pada

petugas kebersihan di RSUD Undata dan RS Umum Anutapura

Kota Palu.

2. Untuk menggali faktor pendukung (Fasilitas dan sarana prasarana)

mempengaruhi perilaku kesehatan dan keselamatan kerja pada

petugas kebersihan di RSUD Undata dan RS Umum Anutapura

Kota Palu.

3. Untuk menggali faktor penguat (Pengawasan K3) mempengaruhi

perilaku kesehatan dan keselamatan kerja pada petugas kebersihan

di RSUD Undata dan RS Umum Anutapura Kota Palu.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan menambah wawasan berpikir

peneliti untuk mengembangkan diri dalam penelitian selanjutnya dan

memperkaya referensi ilmiah bagi peneliti yang berhubungan dengan

Perilalu Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.


1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan Tri Darma

Perguruan Tinggi dan sebagai sumbangsi karya ilmiah bagi

almamater. Memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai

pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam

menjalankan tugas, guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya

suatu stimulus/rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012). Perilaku

dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan

perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon

seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang dalam

bentuk tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan

mudah (Fitriani, 2011).

Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang

dikemukakan oleh Skinner (1938) dalam (Notoadmodjo, 2003), maka

perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung

atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas

pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat

diamati dengan jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)


Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata

atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat

oleh orang lain (Notoadmojo, 2003).

2.1.2. Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Perilaku kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang

diungkapkan oleh Salawati (2009) menyatakan bahwa kegiatan

keselamatan kerja pertambangan harus melengkapi unsur inisiatif,

birokratif, tanggap, dan patuh dalam melakukan berbagai tindakan.

Diharapkan dengan mengindahkan unsur tersebut maka perilaku K3

yang baik akan terealisasikan. Perilaku adalah salah satu di antara

faktor individual yang mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sikap

terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa

menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang

disebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-

mesin atau karena ketidakpedulian karyawan. Pada satu waktu,

pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap memiliki

tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun demikian, asumsi

ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun

kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan

tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan

sebab akibat masih sulit dipastikan (Eka, 2009).


Dalam bukunya, Pasiak (1999) menulis bahwa terdapat 6 unsur

pokok sebuah perilaku K3 di tempat kerja yang dirumuskan oleh

WHO. Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling), yakni dalam

bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, pendidikan, tempat kerja, dan

jenis pekerjaan.

2.1.3. Teori Lawrence Green

Lawrence Green (1980) mencoba menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan, dengan mewujudkannya melalui

program promosi kesehatan yang dikenal dengan adanya model

pengkajian dan penindaklanjutan (Precede Proceed Model). Model ini

mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, serta cara menindaklanjutinya dengan berusaha

mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku tersebut kearah

yang lebih positif.

Menurut (Notoadmodjo, 2003) yang mengutip pendapat

Lawrence Green, mengungkapkan determinan perilaku berawal dari

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, yaitu: faktor

predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling

factors), dan faktor pendorong (reinforcing factors).

1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Faktor-faktor ini meliputi, pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut


masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan

sebagainya yang terwujud dalam pengetahuan, kepercayaan, sikap,

persepsi, keyakinan, dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (Enabling factors)

Faktor pemungkin, menurut Green (1980) dalam Notoadmodjo

(2003) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas.

Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut

sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. Faktor

pemungkin diantaranya ketersedian APD dan Program K3RS.

3. Faktor Penguat (reinforcing factors)

Reinforcing factors atau faktor penguat, adalah faktor yang

menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan

atau tidak dengan memberikan reward, insentif, dan punishment

seperti undang-undang, kebijakan, SOP dan Pengawasan.

2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan perhatian dan

perlindungan yang diberikan perusahaan kepada seluruh karyawannya.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yangberkaitan dengan alat kerja,

bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja, danlingkungannya, serta cara-

cara karyawan dalam melakukan pekerjaannya (Sutrisno, 2012). Keselamatan

kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, perawat, alat kerja,

bahan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta


cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 2009).

Pelaksanaan keselamatan kerja adalah berkaitan dengan upaya

pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh

berbagai faktor bahaya, baik berasal dari penggunaan mesin-mesin produksi

maupun lingkungan kerja serta tindakan pekerja sendiri. Adapun tujuan dari

keselamatan kerja adalah Junaidi (2015) :

1. Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya untuk

kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.

3. Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 pasal 3 ditetapkan syarat-

syarat keselamatan kerja untuk :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan bahaya kebakaran.

kesehatan kerja adalah promosi dan pemeliharaan derajat kesehatan

fisik, mental, dan sosial dari pekerja pada semua pekerjaan; pencegahaan

gangguan kesehatan pada pekerja karena kondisi pekerjaan, perlindungan

pekerja dari risiko akibat faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan

dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja sesuai dengan

kemampuan fisik dan psikologinya dan penyesuaian pekerjaan kepada

manusia dan manusia kepada pekerjaannya. Kesehatan kerja merupakan

bagian dari ilmu kesehatan yang mempelajari cara melakukan usaha

preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan


karena faktor pekerjaan, lingkungan kerja, dan penyakit umum agar pekerja

memperoleh derajat kesehatan baik fisik, mental, maupun sosial (Tarwaka,

2012).

Kesehatan kerja menurut (Suma’mur, 2014) adalah ilmu kesehatan dan

penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif

dalam bekerja, berada dalam keseimbangan antara kapasitas kerja, beban

kerja, dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindung dari penyakit yang

disebabkan oleh pekerja dan lingkungan kerja. Tujuan dari kesehatan kerja

adalah untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja sehingga tenaga kerja

sebagai pelaku pekerjaan dapat merasakan dan menikmati hasil dari

pekerjaannya. Kesehatan kerja menyangkut sumber daya manusia,

produktivitas, dan kesejahteraan (Tarwaka, 2014).

2.3 Keselamatan Kerja Rumah Sakit

Keselamatan kerja rumah sakit termasuk bagian dari Upaya Kesehatan

dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) yang menyangkut tenaga

kerja, cara dan metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja.

Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan.

Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan

kesinambungan dari 3 komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan

lingkungan kerja. Penyelenggaraan K3RS agar lebih efektif, efisien dan

terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi pengelola

maupun karyawan RS, yang bertujuan terciptanya cara kerja dan lingkungan
kerja yang sehat, aman, nyaman serta dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan karyawan rumah sakit (Sarastuti, 2016).

Undang-undang RI. No. 36 Tahun, 2009 tentang Kesehatan pasal 165

dinyatakan bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua sektor. Maka

jelas bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja, dengan

berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak

hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga

terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnya

pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya K3RS.

2.4 Kecelakaan kerja

2.4.1 Pengertian

Suatu kecelakaan di tempat kerja menurut Wowo (2015) adalah

kejadian diskrit dalam program kerja yang mengarah ke kerusakan fisik

atau mental. Menurut ILO, frasa “dalam program kerja” mencakup

kecelakaan kerja yang terjaddi di lingkungan perusahaan, dan

mencakup kecelakaan yang disebabkan oleh pihak ketiga. Definisi

kecelakaan kerja meliputi kecelakaan yang terjadi ketika terlibat dalam

suatu kegiatan ekonomi atau tempat kerja.

Kerusakaan fisik atau mental berarti cedera, penyakit, atau

kematian. Keccelakaan kerja berbeda dari penyakit akibat kerja dallam

kecelakaan itu adalah kejadian yang tak terduga dan tidak terencana

(misalanya, runtuhnya saat melakukan kerja di pertambangan),

sedangkan penyakit akibat kerja “terjadi sebagai hasil dri eksposur


selama periode waktu untuk faktor risiko yang timbul dari aktivitas

kerja “(misalnya penambang menderita paru-paru).

Sebuah kecelakaan fatal di tempat kerja didefinisikan sebagai

kecelakaan yang menyebabkan kematian korban. Waktu kematian dapat

terjadi bervariasi di antara negara-negara, di belanda kecelakaan fatal,

jika korban meninggal pada hari yang sama terjadi, di jerman jika maut

datang dalam waktu 30 hari, sementara belgia, Perancis, dan Yunani

tidak menetapkan batas waktu. Di mana kecelakaan melibatkan

beberapa kematian mereka sering disebut sebagai bencana industri

(Wowo, 2015).

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan

dengan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

demikian pula kecelakan yang terjadi dalam perjalanan ke dan dari

tempat kerja. Kecelakaan kerja merupakan kejadian tidak terduga dan

tidak diinginkan baik kecelakaan akibat langsung pekerjaan maupun

kecelakaan yang terjadi pada saat pekerjaan (Buntarto, 2015).

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan

faktor fisik. Faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan

misalnya kelengahan, kecerobohan, mengantuk, dan kelelahan

sedangkan kondisi lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin,

pencahayaan kurang, silau, dan mesin terbuka (Notoadmodjo, 2007).

Kecelakaan kerja Rumah Sakit yang diatur dalam Permenkes No.

66 tahun 2016 yang meliputi penetapan kebijakan K3 RS, perencanaan


K3 RS, pelaksanaan K3 RS, pemantauan dan evaluasi kinerja K3 RS,

serta terhadap peninjauan dan peningkatan kinerja K3 RS. Dalam

penerapannya di Rumah Sakit Umum Undata Prov.Sulawesi Tengah,

SMK3 RS ditujukan untuk semua lapisan masyarakat yang ada di RS,

baik petugas RS, pasien, serta pengunjung (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2016).

Menurut Tarwaka (2014), kecelakaan kerja merupakan suatu

kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki yang menimbulkan

kerugian dan kerusakan yang selalu mengancam jiwa properti serta

waktu dalam suatu proses industri barang maupun jasa. Dari definisi

diatas, maka kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Kejadian yang tidak diduga semula, karena dibalik peristiwa

kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan.

2. Kejadian yang tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap

kecelakaan akan selalu disertai dengan kerugian baik fisik maupun

mental.

3. Kejadian yang selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan,

sedikitnya menyebabkan terganggu proses kerja.

2.4.2 Kecelakaan Dalam Konteks K3

Menurut Bird dan Germain (1996) dala konteks K3 ada tiga jenis

kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan, yaitu :


1. Near Miss Accident

Menurut OHSAS 18001 (2007) near miss accident adalah

indsiden yang tidak menimbulkan cidera, peyakit akibat kerja,

ataupun kefatalan (kematian) namun pada dasarnya near miss

menunjukkan potensi kecelakaan yang akan terjadi. Menurut Dupont

International Company (2011) near miss adalah kejadian yang tidak

menghasilkan kerusakan atau cidera tapi memiliki potensi untuk

menghasilkan kerusakan ataupun cidera. Angka 75 % dari

kecelakaan berasal dari near miss yang dibiarkan.

Menurut Borg (2002) dalam penelitiannya menggunakan

metode Lost Causation Models menyatakan jika setiap near miss di

laporkan dan diidentifikasi maka 2 penyebab langsung, 2 penyebab

dasar dan satu kesalahan sistem akan diketahui. Selanjutnya jika 60

near miss dilaporkan maka 300 penyebab akan teridentifikasi maka

dengan demikian terjadinya kecelakaan yang lebih parah dapat

dicegah.

Near Miss adalah kejadian kecil yang apabila dibiarkan dapat

menjadi kondisi yang membahayakan (korban). Near Miss harus

dilaporkan dan setiap laporan harus diambil langkah untuk

pencegahan. Pemberitahuan near miss dan laporan langkah

perbaikan hendaknya dipasang pada Safety Notice Board (papan

pengumuman safety). Sebagai contoh near miss accident adalah

kegiatan pengelasan yang dilakukan oleh pekerja. Pekerja saat


melakukan proses pengelasan mengalami percikan api ke daerah

tangan dan mata namun pekerja langsung menghindar dari percikan

tersebut. Hal ini tergolong kepada kejadian near miss accident.

Pekerja jika tidak langsung menghindar akan mengalami kecelakaan.

Percikan api dapat mengenai mata dan tangan yang dapat

mengakibatkan mata menjadi perih dan tangan mengalami panas

(Katia, 2009).

2.4.3 Teori Kecelakaan Kerja

Dalam keselamataan di industri, ada dasar pemikiran bahwa

sebenarnya kecelakaan dapat dicegah dan kemudian di tuangkan ke

dalam program pencegahan kecelakaan, sebelum memahami bagaimana

kecelakaan itu dicegah, terleebih dahaulu kita harus memahami urutan

bagimana kecelakaan terjadi dan penyebabnya, (Colling, 1990) telah

mencatat teori-teori kecelakaan sebagai berikut.

1. Teori Domino Heinrich

Dalam buku The Origin of Accident (1982) Heinrich

mengemukakan bahwa terdapat rangkaian lima faktor penyebaba

kecelakaan. Kunci agar kecelakaan dapat dicegah yaitu dengan cara

menghilangan faktor utama yakni tindakan tidak aman dan bahaya

mekanik atau fisik yang berkontribusi 98% terhadap terjadinya

kecelakaan dari suatu proses Heinrich, H.W (1980) berpendapat

bahwa kecelakaan pada pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling


berkaitan mekanisme terjadinya kecelakaan diuraikan dengan

“Domino sequence” berupa:

a. Ancestry and anvironment, yakni pada orang yang memiliki sifat

tidak baik (misalnya keras kepala) yang diperoleh karena faktor

keturunan, pengaruh lingkungan dan pendidikan, mengakibatkan

seorang pekerja kurangg berhati-hati dan banyak membuat

kesalahan.

b. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturuan dan

lingkungan tersebut diatas yang menjurus pada tindakan yang

salah dalam melakukan pekerjaan.

c. Unsafe act and mechanikal or physical hazard, tindakan

berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan

terjadinya rangkaian berikutnya.

d. Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pejerka. Pada

umumnya disertai dengan kerugian. Menurut Germain (1998)

accident mengacu pada kejadian yang menimbulkan kerugian

kemudian menurut Dupont International Company (2011)

accident adalah peristiwa tidak diinginkan yang menimbulkan

kematian, sakit akibat penyakit, luka-luka/kerugian, dan

kerusakan alat yang menyebabkan kerugian.

e. Injury, kecelakaan mengakibatakan cedera/luka berat, kecacatan

dan bahkan kematian.


Bird (1990), memodifikassi teori Domino Heinrich dengan

mengemukakan teori manajemen yang berisikan 5 faktor dalam

urutan suatu kecelakaan yaitu: manajemen, sumber penyebab dasar,

gejala kotak dan kerugian. Dalam teorinya Birds ini mengemukakan

bahwa usaha oencegahan kecelakaan kerja dapat berhasil dengan

mulai memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

Praktik di bawa standar atau unsafe conditions merupakan penyebab

langsung suatu kecelakaan dan penyebab utamadari kesalahan

manajemen.

2. Teori kecelakaan model Petersen

Model ini berbeda dari model Ferrell, dimana model ini

menyertakan dua kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang

dikemukakan dari teori domino: kesaalah manusia atau keselahan

sistem. Penyebab-penyebab keelakaan dan atau dapat bersumber dari

salah satu atau keduanya. Model ini menyatakan bahwa di belakang

kesalahan manusia ada 3 kategori besar: beban yang berlebihan,

rangkap dan keputussan yang keliru. Beban yang berlebihan kurang

lebih seperti ferrell model.

Perbedaan yang utama adalah pada kategori ketiga yaitu

keputasan yang keliru. Kategori ini mengajukan bahwa para perkerja

sering melakukan kesalahan melalui keputusan-keputusan secara sadar

atau tidak sadar. Berkali-kali pekerja akan memilih untuk mengerajakan

tugas dengan tidak aman karena sederhana saja, ini lebih massuk akal
dalam situasi mereka mengerjakan dengan idak aman dari pada

mengerjakan dengan aman, dikarenakan tekanan dari teman, prioritas

sistem dimana mereka berada, tekanan produksi, dan lain-lain.

2.5 Rumah Sakit

2.5.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-undang No. 44 Tahun 2009, definisi Rumah

sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan

Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bertujuan

memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan (salah

satunya ruang rawat inap), prasarana, sumber daya manusia,

kefarmasian, dan peralatan.

Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah

sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada suatu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu, glongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya

(Permenkes No. 56, 2014).


Undang-undang No. 44 Tahun, 2009 pasal 11 menegaskan bahwa

prasarana rumah sakit harus memenuhi standar pelayanan, keamanan,

serta K3 penyelenggaraan rumah sakit dan harus dalam keadaan

terpelihara dan berfungsi dengan baik. Pasal 12 menegaskan juga

bahwa rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga

medis dan penunjang medis,tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian,

tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga nonkesehatan dan setiap

tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai

dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur

operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan

mengutamakan keselamatan pasien. Pasal 16 juga menegaskan

peralatan medis dan non medis harus memenuhi standar pelayanan,

persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Hal

tersebut penting diperhatikan karena rumah sakit wajib memiliki sistem

pencegahan kecelakaan dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan

dalam bekerja (Kementeri Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

2.4.2 Petugas Cleaning Service Rumah Sakit

Pekerja Cleaning Service di rumah sakit adalah orang yang

dibayar pihak rumah sakit atau pihak ketiga (perusahaan) untuk selalu

menjaga situasi rumah sakit dalam keadaan bersih. Menurut Undang-

Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.


Cleaning Service adalah Pelayanan yang diberikan terhadap

kebersihan suatu gedung atau bangunan lainnya, yg dilakukan secara

seksama dan menyeluruh dengan bantuan alat-alat kebersihan mesin

non mesin serta bahan kimia (chemical) yg dilakukan oleh seorang

petugas atau perawat kebersihan (cleaner) Tujuan Cleaning Service

adalah Menciptakan 5K Kebersihan, kerapihan, keindahan, keamanan,

dan kenyamanan pada gedung atau bangunan dll, yg dilakukan oleh

seorang cleaner. Tugas Pokok Cleaner adalah: Menjaga dan merawat

kebersihan masing-masing area, sesuai dengan penempatan, (plotting)

dan prosedur yg sudah ditentukan oleh atasan (Sumiarti dkk, 2016).

Pekerja di rumah sakit merupakan faktor kunci pekerja dalam

pemahaman kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini menunjukkan

persepsi yang positif terhadap manajemen kesehatan dan keselamatan

kerja di rumah sakit (O’Toole, 2013).

Adapun Penyakit Akibat Kerja (PAK) di rumah sakit dapat

menyerang semua tenaga kerja, baik medis (perawat, dan dokter),

maupun non medis petugas kebersihan mempunyai resiko untuk

terpajan bahan biologi berbahaya (biohazard), dan kontak dengan alat

medis sekali pakai (disposable aquipment) seperti jarum suntik bekas

maupun selang infus bekas, serta membersihkan seluruh ruangan di

rumah sakit dapat meningkatkan resiko untuk terkena penyakit infeksi

bagi petugas kebersihan rumah sakit (Retno, Sriatmi, & Fatmasari,

2016).
Cleaning service mempunyai risiko terbesar terpajan bahan

biologi berbahaya (biohazard). Kontak dengan alat medis sekali pakai

(disposable equipment) seperti jarum suntik bekas, selang infus bekas.

Menurut CDC (Centre Of Disease Control) pekerja kesehatan berisiko

terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi (bloodborne pathogen)

yang dapat menimbulkan infeksi HBV (Hepatitis B Virus), HCV

(Hepatitis C Virus) dan HIV (Human Immunodeficiency Virus) melalui

berbagai cara, salah satunya melalui luka tusuk jarum atau yang dikenal

dengan istilah Needle Stick Injury atau NSI.

Adapun Pajanan pada limbah layanan kesehatan yang berbahaya

dapat mengakibatkan penyakit atau cidera. Sifat bahaya dari limbah

layanan kesehatan tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa

karakteristik berikut: limbah mengandung agen infeksius, limbah

mengandung zat kimia atau obat-obat berbahaya atau beracun, limbah

bersifat radioaktif, limbah mengandung benda tajam. Salah satunya

petugas kebersihan pengelola limbah medis di rumah sakit dimana

mereka secara khusus mengelola limbah medis, mengangkut limbah

medis dari lokasi pembuangan sampah medis sampai ke tempat

pemanpungan limbah medis yang ada di rumah sakit, sedangkan yang

mengolah limbah medis adalah petugas khusus pegelola limbah medis

di rumah sakit.
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku K3

2.6.1 Faktor Predisposisi

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah salah satu domain perilaku. Menurut

Notoatmoedjo (2012), pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang

terhadap objek tertentu yang didapat melalui penginderaan yang

dilakukannya. Pengetahuan dapat diperoleh dari seluruh

penginderaan manusia, namun sebagian besar didapat melalui indera

penglihatan dan indera pendengaran. Pengukuran pengetahuan

secara umum dapat dilakukan dengan menanyakan tentang sebuah

materi melalui wawancara maupun angket kepada subjek penelitian.

Kedalaman penelitian dapat diukur berdasarkan tingkatan

pengetahuan. Secara garis besar pengetahuan dibagi ke dalam 6

tingkatan, yaitu (Notoatmoedjo, 2012) :

a. Tahu

Tahu sebagai tingkat pengetahuan paling rendah berada pada

posisi mengingat materi secara spesifik. Pengetahuan pada tingkat

ini diukur dengan meminta seseorang menyebutkan,

mendefinisikan, dan menguraikan.

b. Memahami.

Memahami merupakan kemampuan menjelaskan dan

menginterpretasikan suatu materi dengan benar.


c. Aplikasi.

Pada tahap aplikasi seseorang sudah mampu untuk menggunakan

dan mempraktekkan materi ke dalam kehidupan nyata.

d. Analisis.

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi ke

dalam komponen di dalam satu struktur organisasi yang berkaitan

satu sama lain.

e. Sintesis.

Sintesis merupakan kemampuan untuk membuat formulasi baru

berdasarkan formulasi yang sudah ada sebelumnya yang saling

berhubungan dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi.

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi yang didasarkan pada kriteria

yang sudah ada maupun dibuat sendiri.

Semakin luas pengetahuan seseorang maka semakin positif

perilaku yang dilakukannya (Sutanto, 2010). Pengetahuan yang tidak

memadai mengenai adanya risiko dan bahaya kecelakaan kerja akan

membuat tenaga kerja bersikap acuh tak acuh yang memungkinkan

tenaga kerja tersebut melakukan tindakan tidak aman dan merugikan

keselamatan dirinya (Cahyani, 2004).

Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan

tindakan tidak aman dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa


semakin tinggi tindakan tidak aman disebabkan oleh semakin

rendahnya pengetahuan seseorang. Hasil penelitian sejenis yang

dilakukan oleh Shiddiq, dkk (2013), menyatakan bahwa ditemukan

hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak aman. Dalam

penelitian tersebut, perilaku tidak aman lebih banyak dilakukan oleh

pekerja dengan tingkat pengetahuan kurang dibandingkan pekerja

dengan pengetahuan cuku.

Pada hasil penelitian antara pengetahuan dengan tindakan tidak

aman, dapat disimpulkan semakin baik pengetahuan mengenai

bahaya dan risiko ditempat kerja, maka semakin rendah tindakan

tidakaman bahkan cenderung bertindak aman, sehingga diperlukan

pelatihan dan penambahan wawasan mengenai bahaya dan risiko

ditempat kerja sebagai upaya menurunkan angka kecelakaan kerja

yang disebabkan tindakan tidak aman.

2. Sikap

Menurut Notoatmoedjo (2003) sikap merupakan reaksi atau

respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan


untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (Notoadmoedjo,

2003):

a. Menerima (receiving), Menerima diartikan bahwa orang (subjek)

mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding), Memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah

suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa

orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan

sikap yang paling tinggi. Sikap positif belum otomatis terwujud

dalam suatu tindakan (perilaku terbuka). Hal ini disebabkan oleh

beberapa alasan, antara lain :

a) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada

situasi saat itu.


b) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang

mengacu kepada pengalaman orang lain.

c) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan

berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman

seseorang.

Hasil penelitian Jasmawati, Syafar & Jafar (2012) tentang

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Ketersediaan Fasilitas Dengan

Praktik Petugas Pengumpul Limbah Medis di RSUD Abdul Wahab

Sjaranie Samarinda menunjukan bahwa praktik petugas pengumpul

limbah medis umumnya dilakukan oleh petugas yang memiliki

pengetahuan baik. Pengetahuan dikatakan baik bila sama dengan

(91,2%) dibanding petugas yang berpengetahuan cukup (72,7) Tidak

ada hubungan antara sikap dengan praktik petugas pengumpul

limbah medis. Dan juga menyimpulkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan praktik petugas pengumpul limbah medis dan

ada hubungan ketersediaan fasilitas dengan petugas pengmpul

limbah medis.

3. Perilaku

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(perilaku terbuka). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu

perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang

memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor


fasilitas juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain

(Notoadmoedjo, 2007).

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung

yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah

dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan lalu (recall). Pengukuran

juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi

tindakan atau kegiatan responden (Notoadmoedjo, 2007).

2.6.2 Faktor Pendukung (Enabling factors)

1. Pelatihan K3

Pelatihan adalah bagian dari suatu proses pendidikan yang

tujuannya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja

seseorang atau sekelompok orang. Para pekerja dilatih atau

dikembangkan agar memperlihatkan perilaku (memberikan prestasi)

sesuai dengan yang ditetapkan oleh perusahaan. Pelatihan menurut

(Sialagan, 2008), adalah proses pendidikan jangka pendek yang

mempergunakan prosedur sistemnya dan terorganisisr, sehingga

tenga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan

keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.

Menurut Bird, F.E and G. L (1990), ada beberapa keuntungan

untuk para manager atau atasan jika memberikan pelatihan yang

tepat, diantaranya :
a. Departemen yang dipimpin dapat lebih efesien.

b. Kecelakaan akan dapat dieLewinasi atau paling tidak diturunkan.

Dengan pelatihan yang tepat paa pekerja dapat mengetahui

bahayadari pekerjaannya dan tahu apa yang harus dilakukan

terhadap bahaya tersebut.

c. Moral pekerja dan tim kerjanya akan meningkat. Kepuasan

terhadap pekerjaan akan meningkat.

d. Bekerja menjadi lebih mudah

e. Kekuatan kerja akan menjadi lebih fleksibel. Pekerja diberi

pelatihan di semua tahapan pekerjaan, mereka dapat lebih siap

dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam

kelompok.

Menurut Noviyanti (2017), kegagalan suatu program

pelatihan dapat juga disebabkan karena :

a. Pelatihan dilaksanakan pada waktu yang tidak tepat, kurang

partisipasi manajer terkait dalam perancangan program pelatihan.

Tanpa partisispasi ini, pelatihan seringkali berorientasi pada

masalah teknis daripada berorientasi pada permasalahan yang

ada dan hasil – hasil yang diharapkan pada pelatihan tersebut.

b. Penyampaian materi sangat bergantung pada metode pemberian

kuliah. Suatu pelatihan terutama yang berkaitan dengan dunia

industri, harus dilakukan dengan sangat interaktif dan


memungkinkan peserta untuk merapkan dan mempraktikkan

konsep-konsep yang diajarkan selama proses berlangsung.

Menurut (Giri, 2016) buruknya komunikasi selama pelatihan

berlangsung. Banyak keuntungan yang dapat diraih apabila

instruktur pelatihan lebih menitik beratkan pada penggunaan bahasa

yang sederhana dan teknik presentasi yang menggunakan grafik atau

gambar. Menurut Geller (2001), tentang 50 prinsip keselamatan yang

salah satunya terfokus pada pengenalan, pendidikan, dan pelatihan.

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan pada saat :

a. Pekerja tidak tahu cara bekerja aman (pekerja tidak kompeten

atau kurang keterampilan).

b. Terdapat cara-cara baru yang lebih aman dalam suatu pekerjaan

(fungsi peningkatan dan pembaharuan).

c. Sebagai sarana untuk mengingatkan kembali cara untuk bekerja

aman pada pekerja. Pengetahuan saat kondisi darurat.

d. Mengubah perilaku/tindakan menuju perilaku selamat.

. Menurut teori Cooper (2001), salah satu penyebab terbesar

safety training tidak dapat berjalan dengan baik karena sering tidak

ada kesepadanan antara syarat keberhasilan pelatihan dengan

pelatihan yang diberikan, program safety training sering tidak sesuai

dengan kebutuhan peserta pelatihan. Apabila pelatihan K3 yang

diberikan semakin banyak dilakukan namun tidak sesuai dengan

kebutuhan dan mendatangkan pembicara yang kurang berkompeten


maka dapat menurunkan pengetahuan responden sehingga tujuan

pelatihan K3 tidak tercapai.

2. Ketersediaan APD

Menurut (Notoadmoedjo, 2003) perilaku dapat dibentuk oleh 3

faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu

ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, Kesesuaian/ Kenyamanan.

Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari

faktor pemungkin perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum

terwujud dalam suatu tindakan jika terdapat fasilitas yang

mendukung terbentuknya perilaku tersebut.

Ketersediaan APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam

bekerja. Sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber daya

manusia), fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam

mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan

APD merupakan alternatif yang paling terakhir dalam Hierarki

pengendalian bahaya. Lebih baik mendahulukan tempat kerja yang

aman, daripada pekerjaan yang safety karena tempat kerja yang

memenuhi standar keselamatan lebih menjamin terselenggaranya

perlindungan bagi tenaga kerja (Mujiadi, 2017).

Hasil analisis untuk penggunaan APD diperoleh hasil bahwa

responden yang menggunakan APD kategori berisiko dan

mengalami kecelakaan kerja yaitu 19 orang (73%), hal ini lebih

banyak dibandingkan yang menggunaan APD kategori tidak


beresiko dan mengalami kecelakaan kerja yang hanya 4 orang

(28,5%). Hasil analisis bivariat didapatkan hasil ada hubungan yang

signifikan antara penggunaan APD dengan kecelakaan kerja. Selain

itu, responden yang menggunakan APD kategori berisiko

(pemakaian APD tidak lengkap) beresiko 6,8 kali mengalami

kecelakaan kerja dibandingkan dengan responden yang

menggunakan APD kategori tidak beresiko (Aryantiningsih dan

Husmaryuli, 2016).

2.6.3 Faktor Penguat (Reinforcing factor)

Menurut OHSAS 18001 (2007) system manajemen K3

merupakan again system manajemen orgaisasi yag digunakan untuk

mengemagka dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola resiko.

1. Peraturan K3

Menurut Noviyanti (2017), Kebijakan/aturan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu pernyataan tertulis yang

ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pengurus yang memuat

seluruh visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad

melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja, serta kerangka dan

program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara

menyeluruh yang bersifat umum atau operasional.

Kebijakan/peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (health

and safety) merupakan persyaratan penting dalam penerapan sistem

manajemen K3 dalam perusahaan. Kebijakan K3 ini merupakan


bentuk nyata dari komitmen manajemen terhadap K3 yang

dituangkan dalam bentuk peryataan tertulis yang memuat pokok-

pokok kebijakan perusahaan tentang pelaksanaan keselamatan kerja

dalam perusahaan. Kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur

keselamatan serta partisipasi dalam kegiatan yang berhubungan

dengan keselamatan di tempat kerja (Neal, Griffin, & Hart, 2000).

Adapun Kebijakan tertulis secara tegas mengandung sikap dan

komitmen manajemen K3. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan

dengan mempertimbangkan hasil tinjauan awal yang telah dilakukan

sebelumnya, kemudian melakukan proses konsultasi antara pengurus

dan wakil pekerja/buruh (Ramli, 2013).

Reason (1997) dalam teori mekanisme kecelakaan kerja,

menyatakan bahwa terjadinya tindakan tidak aman dikarenakan

faktor organisasi yang nantinya akan memengaruhi faktor

lingkungan sosial pekerja. Faktor lingkungan ini meliputi hal-hal

yang berhubungan dengan proses kerja secara langsung, seperti

tekanan yang berlebihan terhadap jadwal pekerjaan, peralatan

keselamatan kerja yang tidak memadai, kurangnya pelatihan dan

kurangnya pengawasan. mengemukakan pada perusahaan sedapat

mungkin dibentuk suatu lingkungan kerja kondusif salah satunya

budaya tidak saling menyalahkan bila terjadi kecelakaan pada

pekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rumah Sakit Panti Rapih

telah memiliki program untuk membudayakan K3, antara lain

dengan komitmen manajemen dengan pembentukan kebijakan

tertulis dan dinyatakan dalam visi misi rumah sakit disertai dengan

pembuatan organisasi K3, peraturan dan prosedur K3 di setiap

pekerjaan dengan formulasi dan prosedur formula oleh manajemen

dan komiten keselamatan, komunikasi dengan poster keselamatan,

tanda keselamatan, pelatihan, kompetensi pekerja dengan pakar

umum OSH dan pemahaman tentang K3, keterlibatan pekerja dalam

bentuk pelatihan dan pelaporan kecelakaan, dan lingkungan kerja

(Ardi & Hariyono, 2018).

2. Pengawasan K3

Pengawasan merupakan pengecekan manajemen terhadap

sumber daya, iklim dan proses untuk memastikan lingkungan kerja

yang aman dan produktif. Pengawasan berhubungan dengan

manajemen risiko dan program keselamatan yang telah dibuat

dengan tujuan agar mengukur pelaksanaan suatu program dan

memberikan pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat

tercapai (Notoadmodjo, 2007).

Pengawasan K3 yang dilakukan bertujuan melakukan

pemeriksaan K3 untuk mengetahui sampai berapa jauh penerapan di

unit kerja dengan objek pemeriksaan sebagai berikut : kebersihan

lingkungan kerja, keadaan atau kondisi yang dapat membahayakan


dan sikap yang dapat membahayakan. Secara umum pengawasan

dapat dilakukan oleh pihak internal perusahaan dan pengawasan

yang dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan. Pengawasan

internal ditujukan sejauhmana program K3 yang ditetapkan dapat

dilaksananakan, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh

pihak luar perusahaan atau pemerintah yang ditujukan kepada aturan

perundang-undangan yang telah dilaksanakan perusahaan

bersangkutan (Angkat, 2008).

Menurut Tampubolon (2015), Teknik pengawasan dapat

dilakukan dengan menggunakan pengawasan secara langsung dan

pengawasan secara tidak langsung sebagai berikut :

a. Pengawasan Langsung Pengawasan langsung adalah pengawasan

yang dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatan sedang

berjalan. Pengawasan ini dapat berbentuk inspeksi langsung,

observasi di tempat (on the spot observation) dan laporan

ditempat.

b. Pengawasan tidak langsung Pengawasan tidak langsung adalah

pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan

oleh para bawahan. Laporan ini dapat berbentuk laporan lisan

tertulis dan tidak tertulis.

3. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Menurut Depkes RI (2004), Standar Operasional Prosedur

adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang


dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien. Merupakan

tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja

tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau

yang bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan

atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan

secara efektif dan efisien.

Pedoman atau prosedur kerja ini tidak ada manfaatnya jika

tidak diamati, apabila setiap prosedur kerja telah dapat dijalani

dengan baik maka prosedur kerja tersebut dapat ditetapkan menjadi

suatu ketentuan atau peraturan dengan disertai pengadaan sesuatu

yang perlu.

2.7 Pengendalian Bahaya

Menurut Ramli (2010) Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko

dilakukan dengan mengurangi kemungkinan atau keparahan dengan hirarki

yaitu :

1. Eliminasi

Elimininasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber

bahaya, misalnya lobang dijalan ditutup, ceceran minyak dilantai

dibersihkan, mesin yang bising dimatikan. Cara ini sangat efektif karena

sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan.

Karena itu, teknik ini menjadi pilihan utama dalam hirarki pengendalian

risiko.
2. Substitusi

Substitusi adalah teknik pengendalian dengan mengganti alat, bahan,

sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau yang

lebih rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakam, misalnya, bahan

kimia berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain

yang lebih aman.

3. Engineering control (pengendalian teknis)

Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada

dilingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan

melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan

peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat diperbaiki

secara teknis misalnya dengan memasang dengan peredam suara sehingga

tingkat kebisingan dapat ditekan. Pencemaran diruang kerja dapat diatasi

dengan memasang sistem ventilasi yang baik. Bahaya pada mesin dapat

dikurangi dengan memasang pagar pengaman atau sistem interlock.

4. Administrative control (pengendalian administratif)

Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif misalnya

dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja

yang lebih aman, rotasi atau pemeriksaan kesehatan, pemasangan tanda

bahaya atau rambu-rambu keselamatan. Pada administrative control atau

pengendalian administrative dilakukan shift kerja, rotasi kerja dan mutasi

personel, prosedur kerja keselamatan, pemasangan simbol/tanda-tanda

bahaya termasuk radiasi, lembar data keselamatan bahan (Material Safety


Data Sheet MSDS) didaerah kerja. Menurut Ramli (2010) bahaya yang ada

di tempat kerja memiliki perbedaan tergantung jenis pekerjaan dan tanda

keselamatan sesuai dengan bahaya atau lay out di lingkungan kerja.

5. APD (Alat Pelindung Diri)

Pilihan terakhir untuk pengendalian bahaya adalah dengan memakai alat

pelindung diri. Misalnya, pelindung kepala, sarung tangan, pelindung

pernafasan (respirator/masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki.

Dalam konsep K3, penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last

resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat

pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likelyhood)

namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce

consequences).
2.8 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori

mengenai Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Gambar 2.7).

Faktor Predisposis
Domino
1. Pengetahuan 1. Ancestry and
anvironment
2. Sikap 2. Fault of person
3. Unsafe act and
1. Pendidikan
mechanikal or physical
2. Sosial hazard
3. Ekonomi 4. Accident
4. Kepercayaa 5. Injury

5. Persepsi

Keyakinan
Faktor pendukung
Ketersediaan APD Perilaku K3

Pelatihan K3

Faktor Penguat Hirarki Pengendalian

Pengawasan K3 1. Eliminasi
2. Subtitusi
1. Kebijakan K3 3. Perancangan
4. Administrasi
2. SOP 5. AlatPelindung
Diri (APD)

Sumber : Green (1980) dalam Notoadmodjo (2003), Heinrich, H.W (1980), dan
Rambli (2010) dan di modifikasi oleh peneliti
2.9 Tabel Sintesa Penelitian

Karakteristik
Peneliti
No Judul Metode/ Temuan
(Tahun) Subjek Instrumen
Desain
1. Lupita Analisis Hubungan Didapatkan sample 72 Kuesioner, Penelitian Hasil penelitian terdapat hubungan
Noviyanti Faktor Penyebab dari 87 orang pekerja wawancara observasional antara kebijakan K3, pengawasan,
(2017) Kecelakaan Kerja pengelasan pada divisi dan observasi dengan penyediaan APD, pelatihan K3 dan
Dengan Perilaku kapal niaga, pendekatan SOP dengan komitmen individu.
Tidak Aman Pada berdasarkan metode cross sectional Pelatihan K3 dan SOP memiliki
Pekerja Pengelasan Pt. simple random hubungan dengan pengetahuan.
Pal Indonesia sampling Komitmen individu dan
(Persero) Surabaya, pengetahuan memiliki hubungan
Divisi Kapal Niaga dengan perilaku tidak aman.

2. Mujiadi Analisis Faktor Yang Populasi dalam Kuesioner Penelitian Hasil bahwa ada sebagian kecil
(2017) Mempengaruhi penelitian ini adalah dan observasi Kuantitatif tenaga keperawatan yang belum
Tindakan Tidak Aman tenaga keperawatan di mandapatkan giliran sosialisasi
Tenaga Keperawatan ruang rawat inap RSI program kerja K3RS terkait unsafe
Di Rawat Inap Rsi Surabaya yang action. Tenaga keperawatan
Surabaya berjumlah 90 orang. tersebut dimungkinkan beresiko
Sampel dalam melakukan tindakan unsafe action.
penelitian ini Kondisi tersebut sesuai dengan
menggunakan rumus hasil observasi pada 83 tenaga
Lemeshow (1997) dan keperawatan di ruang rawat inap
sampel penelitian yang
bahwa sebagian kecil 25 (30,1%)
digunakan sebanyak 83
tidak patuh.
orang.
3. Michael The relationship 1414 karyawan yang Kuesioner Penelitian Pekerja di rumah sakit merupakan
O’Toole between employees’ tersebar di 8 Negara Kuantitatif faktor kunci pekerja dalam
(2013). perceptions bagian di USA. pemahaman kesehatan dan
of safety and keselamatan kerja.
organizational culture

4. Subhan Zul Analisa Penerapan kecelakaan kerja di observasi dan Jenis penelitian Hasil penelitian menunjukkan
Ardi dan Budaya Perilaku RS Panti Rapih wawancara yang digunakan setelah diadakan sosialisasi K3 dan
Widodo Keselamatan dan terdeteksi dari tahun dalam penelitian adanya komitmen manajemen maka
Hariyono Kesehatan Kerja di 2009 sampai dengan ini adalah seluruh karyawan patuh terhadap
(2018) Rumah Sakit pertengahan 2012 penelitian aturan K3 sehingga mereka bekerja
adalah 34 kasus, kualitatif dengan sesuai dengan SOP dan patuh pada
dengan tingkat pendekatan studi aturan penggunaan APD.
keseringan terjadi kasus
adalah terpeleset,
masih ada tenaga kerja
yang tidak mematuhi
Standard Operational
Procedure (SOP)
terutama di bagian
perlengkapan dan
peralatan, dan poster
K3 yang sudah usang
atau tidak layak,
belum ada sosialisasi
tentang kebijakan K3
dari pimpinan
5. Ajeng Retno Analisis Faktor-Faktor Informan utama dalam Pengumpulan Penelitian Hasil penelitian menunjukkan
Yunita, Ayun Kebijakan Dalam penelitian ini terdapat data dengan deskriptif dengan factor-faktor implementasi dari segi
Sriatmi, Eka Implementasi Program 6 orang petugas wawancara pendekatan isi dan tujuan program K3RS,
Yunila Keselamatan Dan kesehatan yang kualitatif komunikasi, dan komitmen masih
Fatmasari Kesehatan Kerja bekerja di Intalasi kurang penerapannya dikarenakan
Bagian Rumah Sakit (K3rs) Gawat Darurat (IGD) sosialisasi dan pengawasan yang
(2016) Di Instalasi Gawat yaitu perawat kurang. Sedangkan untuk sumber
Darurat Rumah Sakit pelaksana IGD, dokter daya, lingkungan kerja, dan SOP
Umum Daerah Kota tugas IGD, petugas sudah baik.
Semarang administrasi di IGD,
satpam di IGD, dan
petugas kebersihan di
IGD

6. Made Kurnia Pelatihan program P2M ini Observasi, Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian
Widiastuti Keselamatan Dan adalah pelatihan yang wawancara dengan masyarakat desa Antapan
Giri (2016) Kesehatan Kerja (K3) ditujukan kepada dan ceramah yang mayoritas bekerja sebagai
Pertanian Di Desa petugas kesehatan dan petani maka ditemukan beberapa
Antapan, Kecamatan petani di desa Antapan hal berikut ini yaitu 1) Petani
Baturiti, Kabupaten mengalami keluhan tentang kondisi
Tabanan kesehatan utamanya gangguan
saluran pernafasan dengan
beberapa diantaranya mengalami
gangguan pencernaan, 2) Petani
kurang memahami tentang K3
dikarenakan rendahnyapengetahuan
mereka serta belum adanya
pembinaan K3 bagi mereka yang
mereka jadikan sebuah kebutuhan
karena adanya kasus keracunan
yang pernah terjadi pada petani di
wilayah desa Antapan tersebut.
7. Lettyzia Efektivitas Intervensi yang Observasi Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian tentang
Juliaudrey Pengawasan ditunjukkan dalam dan kinerja pengawasan Dinsosnaker
Tampubolon Keselamatan dan kegiatan pengawasan wawancara Kabupaten Sidoarjo yang telah
(2015) Kesehatan Kerja Oleh untuk menjaga dilakukan dalam mengawasi
Dinas Sosial dan kesejahteraan tenaga keselamatan dan kesehatan kerja
Tenaga Kerja kerja sementara sebagai upaya mewujudkan budaya
Kabupaten Sidoarjo menjaga kelangsungan K3, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai Upaya perusahaan bahwa ternyata pengawasan yang
Mewujudkan Budaya dilakukan belum efektif.
K3
BAB III

DEFINISI KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti

Dalam buku Notoatmoedjo (2007) mengatakan, perilaku adalah salah

satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai

pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini. Perilaku manusia adalah suatu

keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces)

dan kekuatan-kekuatan penahan (restining forces).

Perilaku K3 akan tumbuh dari adanya umpan balik dari kejadian yang

dianggap akan menimbulkan kecelakaan, sehingga dapat diketahui usaha

antisipasi terhadap akibat yang akan datang, dan bermanfaat bagi

pembelajaran organisasi dalam peningkatan K3 pada tahun 2016 dan 2017

(Ardi dan Hariyono, 2018).

Keselamatan kerja berkaitan dengan kecelakaan kerja, yaitu kecelakaan

yang terjadi di tempat kerja. Pengertian kecelakaan adalah cacat dan

kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. kecelakaan akibat kerja

berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini

dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada

waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini kecelakaan adalah akibat

langsung pekerjaan atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang

dilakukan (Suma’mur, 2009).

Penelitian ini diarahkan untuk menjawab permasalahan dalam

penelitian, yaitu mengidentifikasi dan mengetahui analisis perilaku K3 pada


petugas kebersihan studi kasus RSUD Undata dan RS Umum Anutapura Kota

Palu.

Oleh karena itu untuk mengetahui perilaku K3 petugas kebersihan di

RSUD Undata dan RS Umum Anutapura dalam melakukan tugasnya

sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja petugas. Maka

perilaku yang diteliti dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi,

pendukung dan penguat. Hal ini berdasarkan teori perilaku Laurence Green.

3.2 Pola Pikir

Penelitian ini, menggunakan teori Lawrence Green bahwa perilaku itu

sendiri yang terdapat dari tiga faktor yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap kepercayaan, nilai-nilai, keyakinan.

2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-prasarana kesehatan.

3. Faktor penguat (Reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan penelitian.


Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap

Faktor Pendukung
Fasilitas Pelayanan Perilaku K3 Petugas
K3 Kebersihan

Faktor penguat
Pengawasan K3

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.3 Definisi Konsep

1. Faktor Predisposisi peneliti ingin melihat pengetahuan dan sikap petugas

cleaning service terhadap perilaku K3.

a. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang. Dalam hal ini yaitu pengetahuan petugas kebersihan

mengenai perilaku K3 dan dampak akibat kecelakaan pada petugas di

rumah sakit.
b. Sikap adalah merupakan kesadaran dan kecenderungan untuk berbuat.

Seorang tenaga kerja yang memiliki sikap baik diartikan sebagai

seorang tenaga kerja yang memiliki kesadaran untuk berbuat baik

selama berberada ditempat kerja, dari sikap tersebut dapat berkembang

menjadi sikap selamat yang lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan

untuk selalu memperhatikan keselamatan ditempat kerja.

2. Faktor Pendukung adalah fasilitas pelayanan pelatiham K3 serta peralatan

dan penggunaan APD sebagai penunjang petugas cleaning service dalam

melakukan perilaku K3.

3. Faktor Penguat yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pengawasan K3

agar berjalan sesuai harapan sehingga tujuan kegiatan tersebut dapat

tercapai secara efektif dan efisien.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi,

metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah,

dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data

dilakukan secara triangulasi sumber, analisis data bersifat induktif, dan hasil

penelitian kaulitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi

(Sugiyono, 2015).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSU Anutapura dan RSUD

Undata Palu Sulawesi Tengah pada bulan Maret sampai selesai tahun 2018.

4.3 Informan

4.3.1 Teknik Penentuan Informan

Penetuan informan penelitian secara purposive sampling, dengan

pertimbangan antara lain :

1. Petugas cleaning service di RS Umum Anutapura dan RSUD

Undata.

2. Bersedia menjadi informan.


4.3.2 Jenis Informan

Adapun jenis informan yang digunakan dalam penelitian ini

menurut Sugiyono (2015) yaitu:

1. Informan kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini

yang menjadi informan kunci yaitu Kepala P2K3 di RSUD Undata

dan RS Umum Anutapura Kota Palu.

2. Informan biasa, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam

interaksi sosial yang diteliti, dalam hal ini yang menjadi informan

biasa yaitu petugas kebersihan.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan

informasi tambahan yang dapat menunjang hasil penelitian, dalam

hal ini yang menjadi informan tambahan yaitu petugas dirumah

sakit yang bertanggu jawab atas sarana dan prasarana petugas

kebersihan.

4.4 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data

4.4.1 Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data Diperoleh melalui observasi lapanga dan wawancara

mendalam (Indepth Interview) dengan menggunakan pedoman

wawancara (Interview Guide) yang memuat pokok–pokok yang akan

ditanyakan untuk memperoleh keterangan secara lisan antara peneliti

dengan informan.
2. Data Sekunder

Diperoleh dari berbagai sumber seperti data berbagai jurnal

kesehatan berfokus pada Perilaku K3, Rumah Sakit, dan informasi

lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

4.4.2 Pengelolaan Data

Pengolahan data merupakan proses mereduksi, merangkum,

mengambil intisari dari segudang data yang telah dikumpulan, sehingga

menjadi bermakna dan lebih ringkas (Saryono, 2013).

4.4.3 Penyajian Data

Penyajian data merupakan pernyataan berupa gambar, dokumen,

diagram, denah, model atau metafora. Bentuk penyajian data dalam

penelitian kualitatif tidak terdapa batasan baku, sebagaimana

okarakteristik penelitan kualitatif juga sangat dipengaruhi oleh

kemampuan peneliti dalam merangkai kata-kata (Saryono, 2013).

4.5 Analisis dan Penyajian Data

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Sugiyono, 2015). Adapun instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri sebagai instrumen utama dan

dilengkapi dengan alat tulis, alat perekam, kamera, pedoman wawancara dan

catatan lapangan.

4.6 Keabsahan Data (Trustworthiness)

Menggunakan triagulasi teknik, peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber sumber
yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara

mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak

(Sugiyono, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Angkat, S. (2008). Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja
Bangunan Perusahaan X. Universitas Sumatera Utara, Pasca Sarjana.
Anshari, Azkha, L. H. dan, & Nizwardi. (2016). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja pada Karyawan PT. Kunanggo
Jantan Kota Padang Tahun 2016.
Ardi, S. Z., & Hariyono, W. (2018). Analisa Penerapan Budaya Perilaku
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit, Volume 12 (Issue 1),
15–20.
Aryantiningsih, D. S., & Husmaryuli, D. (2016). Kejadian kecelakaan kerja
pekerja aspal mixing plant (amp) & batching plant di pt. lwp pekanbaru
tahun 2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(2), 145–150.
Bird, F.E and G. L. (1990). Practical Loss Control Leadership (Edisi Revisi).
USA: Division OF International Loss Control Institute.
Buntarto. (2015). Panduan Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja Untuk
Industri. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Colling, David. (1990). Industrial Safety Management and Technology. Pentice
Hall Inc.
Cooper, C.L., et al. (2010). Organizational stress Management (Palgrave
Macmillan). Dagget. New York.
Dr. Saryono, M. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam
bidang kesehatan.
Eka Suaputri. (2009). Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja (Studi Kasus di PT.
Jamu Air Mancur) (Skripsi). Universitas Negeri Semarang, Semanrang.
Fitriani, Sinta. (2011). Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Geller E. Scott. (2001). Woring Safe :How to Help People Actively Care For
Health and Safety (2nd edition). USA: CRC Press LLC.
Giri, M. K. W. (2016). Pelatihan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Pertanian Di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.
Jurnal Widya Laksana, Volune 5(No 1).
Green, Lawrence. (1980). Health Education Planning A Diagnostic Approach
(Baltimore). The John Hopkins University: Mayfields Publishing Co.
Heinrich, H.W. (1980). Industrial accident prevention approach. New York:
McGraw-Hill Inc.
International Labor Organization. (2017). Snapshots on Occupational Safety and
Healtha (OSH), The ILO at The World Congress on Safety and Health at
Work 2017. Singapura.
Jamsostek. (2014). http://ekbis.sindonews.com/read/836859/34/192-911-peserta-
jamsostek-alami-kecelakaan-kerja-1392713047.
Tampubolon, Lettyzia Juliaudrey. (2015). Efektivitas Pengawasan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten
Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan Budaya K3. Kebijakan dan
Manajemen Publik, Volume 3(No 3).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
Mujiadi. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Tidak Aman
Tenaga Keperawatan Di Rawat Inap Rsi Surabaya (Tesis). Universitas
Airlangga, Surabaya.
Neal, A., Griffin, M. ., & Hart, P. (2000). The impact of organizational climate on
safetya climate and individual behavior. Safety Science, Volume 34, 99–
109. University of Melbourne. Australia.
Nofriandita Yukitri. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi Perikaku bekerja
yang aman pada pekerja bengkel service mobil di Depok tahun 2012
(Skripsi). FKM UI, Depok.
Notoadmodjo S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Notoadmodjo S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakatra: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (Revisi).
Jakatra: Rineka Cipta.
Noviyanti Lupita. (2017). Analisis Hubungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Pengelasan Pt. Pal Indonesia
(Persero) Surabaya, Divisi Kapal Niaga Lupita. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Pasiak Royke, Ir. (1999). Keselamatan Kerja Pertambangan. Bogor: Tim
Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Unit Pertambangan
Emas.
Puji, G. A. (2010). Gambaran Kesehatan Kerja Petugas Cleaning Service Di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2009 (Skripsi). Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Permenkes No. 56. (2014). Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta.
Ramli, S. (2010). sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS
18001. (D. Rakyat, Ed.). Jakarta.
Ramli, S. (2013). Smart Safety, Panduan Penerapan SMK3 yang Efektif. Jakarta:
PT. Dian Rakyat.
Reason, J. T. (1997). Managing The Risk Of Organizational Accidents. England:
Ashgate Publishing Ltd Republik.
Retno, Y., Sriatmi, A., & Fatmasari, E. Y. (2016). Analisis Faktor-Faktor
Kebijakan Dalam Implementasi Program Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (K3rs) Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Daerah Kota. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), Volume 4, Nomor
2, Hal 3. Universitas Diponegoro. Semarang.
Salawati, Liza. (2009). Hubungan perilaku, manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium
patologi klinik rumah sakit umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun
2009 (TESIS). Universitas Sumatera Utara Medan, Sekolah Pascasarjana.
Sarastuti, Dewi. (2016). Analisis Kecelakaan Kerja Di Rumah Sakit Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta (Skripsi). Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
Yogyakarta.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sulfikar. (2015). Analisi Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Keselamatan (Safety Behavior) (Studi Pada TKBM Dermaga Jamrud
Tanjung Perak Surabaya Tahun 2015) (TESIS). FKM Universitas
Airlangga, Surabaya.
Sutrisno, E. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Suma’mur. (2009). Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Suma’mur. (2014). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta:
CV Sagung Seto.
Tarwaka. (2012). dasar-dasar keselamatan kerja serta pencegahan kecelakaan
kerja di tempat kerja. Surakarta: Harapan Press.
Tarwaka. (2014). Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Manajemen Implementasi
K3 di Tempat Kerja. Surakarta.
Undang-undang No. 44 Tahun. (2009). Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Undang-undang RI. No. 36 Tahun. (2009). tentang Kesehatan. Jakarta.
Wowo Sunaryo Kuswana. (2015). Mencegah Kecelakaan Kerja (Pertama).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
L
A
M
P
I
R
A
N
JADWAL PENELITIAN
Judul : Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja Petugas Cleaning
Service Di RSUD Undata dan RS Umum Anutapura Kota Palu
Nama : Indri Farda Nadila
Stambuk : N 201 14 070
Desember Januari Februari Maret
No Kegiatan
III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Survei Pendahuluan
2 Penyusunan Proposal
3 Ujian Proposal
4 Perbaikan Proposal
Pelaksanaan
5
Penelitian
6 Pengumpulan Data
Pengolahan dan
7
Tabulasi Data
8 Ujian Hasil Penelitian
9 Perbaikan
10 Ujian Skripsi
Perbaikan dan
11
Penyerahan Skripsi
PEDOMAN WAWANCARA

A. Pertanyaan untuk informan biasa


Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Alamat Lengkap :

1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
1. Apa yang saudara ketahui mengenai K3 tolong jelaskan?
2. Apa yang saudara ketahui tentang bekerja dengan k3 di rumah sakit?
3. Apakah anda pernah melihat kecelakaan kerja yang terjadi pada
rekan kerja anda atau anda pernah mengalami kecelakaan kerja pada
bagian kerja anda di rumah sakit?
4. Apakah anda mengetahui apa saja yang dilakukan pihak rumah sakit
setelah anda atau rekan anda mengalami keceelakaan kerja?
5. Apakah ada sosialisasi terkait k3 ditempat anda bekerja selama
dirumah sakit?
b. Sikap
1. Bagimna pendapat saudara terkait pelaksanaan K3 di rumah sakit?
2. Bagaimana tanggapan saudara tentang petugas yang bekerja tidak
sesuai prosedur K3 rumah sakit?
3. Bagaimana menurut saudara terhadapt pengunaan baju pengaman
saat bekerja?
4. Dimana dan dari mana saudara mengetahui informasi K3 di rumah
sakit?
2. Faktor Pendukung
1. Apakah pernah ada dilakukan pelatihan K3 di rumah sakit?
2. Siapa yang melaksanakan pelatihan K3 di rumah sakit?
3. Dimana dilakukan pelatihan K3 dan penyedian APD
4. APD apa yang disediakan di rumah sakit tempat saudara bekerja?
3. Faktor Penguat
1. Apakah ada tim yang mengawasi saudara pada saat bekerja di rumah
sakit?
2. Apakah ada hukuman jika saudara tidak menggunakan APD dalam
bekerja pada pihak rumah skit?
3. Bagaimana bila ada pekerja yang megalami kecekaan kerja pada saat
rumah sakit?
4. Apakah pernah diadakan Evaluasi pada pihak rumah sakit terkain K3?
B. Pertanyaan untuk Informan Kunci
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Alamat Lengkap :
1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
1. Apakah anda pernah mengadakan sosialisasi K3 untuk meningkatkan
pengetahuan cleaning service mengenai perilaku K3?
2. Berapa kali dilakukan sosialisasi K3 pada petugas cleaning service di
Rumah sakit?
3. Apa saja jenis sosialisasi K3 untuk meningkatkan pengetahuan
cleaning service mengenai perilaku K3 di rumah sakit?
4. Dimana saja jenis sosialisasi K3 untuk meningkatkan pengetahuan
cleaning service mengenai perilaku K3 di rumah sakit?
5. Siapa saja yang memberikan sosialisasi terkait K3 untuk
meningkatkan pengetahuan cleaning service mengenai perilaku K3 di
rumah sakit?
b. Sikap
1. Apakah pernah terjadi kecelakaan kerja pada cleaning service?
2. Berapa jumlah kecelakaan yang terjadi dalam 1 tahun pada cleaning
service ?
3. Kecelakaan apa saja yang terjadi pada cleaning service?
4. Bagaimana tanggapan saudara tentang petugas yang bekerja tidak
sesuai prosedur K3 rumah sakit?
5. Bagaimana menurut saudara terhadapt pengunaan baju pengaman saat
bekerja?
2. Faktor Pendukung
1. Apakah pernah ada dilakukan pelatihan K3 di rumah sakit pada
cleaning service?
2. Siapa yang memberikan pelatihan K3 di rumah sakit pada cleaning
service?
3. Dimana dilakukan pelatihan K3 pada cleaning service?
4. Pelatihan apa saja yang dibberikan pada cleaning service?
3. Faktor Penguat
1. Apakah ada jadwal tim yang mengawasi cleaning service saat bekerja
di rumah sakit?
2. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang diberikan rumah sakit kepada
cleaning service?
3. Tindakan apa yang dilakukan jika petugas cleaning service melakukan
tindakan tidak aman?
4. Bagaimana bentuk kebijakan yang diambil rumah sakit dari hasil
pengawasan terhadap cleaning service
C. Pertanyaan untuk Informan Tambahan
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Alamat Lengkap :
1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
1. Apakah cleaning service mengtahui tentang perilaku K3?
2. Apa yang cleaning service ketahui mengenai perilaku K3 tolong
jelaskan?
3. Apa yang cleaning service ketahui tentang bekerja dengan K3 di
rumah sakit?
4. Apakah anda pernah melihat kecelakaan kerja yang terjadi pada
cleaning service di rumah sakit saat bekerja?
5. Apakah anda mengetahui apa saja yang dilakukan pihak rumah sakit
setelah cleaning service mengalami keceelakaan kerja?
6. Bagaimana pandangan anda mengenai cleaning service terhadap
perilaku K3?
c. Sikap
1. Apakah pernah terjadi kecelakaan kerja pada cleaning service?
2. Berapa jumlah kecelakaan yang terjadi dalam 1 tahun pada cleaning
service ?
3. Kecelakaan apa saja yang terjadi pada cleaning service?
4. Bagaimana tanggapan saudara tentang petugas yang bekerja tidak
sesuai prosedur K3 rumah sakit?
5. Bagaimana menurut saudara terhadapt pengunaan baju pengaman saat
bekerja?
6. Bagaimana pandangan anda mengenai cleaning service terhadap
perilaku K3?
2. Faktor Pendukung
1. Apakah pernah ada dilakukan pelatihan K3 di rumah sakit pada
cleaning service?
2. Siapa yang memberikan pelatihan K3 di rumah sakit pada cleaning
service?
3. Dimana dilakukan pelatihan K3 pada cleaning service?
4. Pelatihan apa saja yang diberikan pada cleaning service?
5. Bagaimana pandangan anda mengenai cleaning service terhadap
perilaku K3?
3. Faktor Penguat
1. Apakah ada jadwal tim yang mengawasi cleaning service saat bekerja
di rumah sakit?
2. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang diberikan rumah sakit kepada
cleaning service?
3. Tindakan apa yang dilakukan jika petugas cleaning service melakukan
tindakan tidak aman?
4. Bagaimana bentuk kebijakan yang diambil rumah sakit dari hasil
pengawasan terhadap cleaning service
5. Bagaiaman pendapat anda mengenai pengawasan badan K3 terhadap
perilaku K3 cleaning service?
6. Bagaimana pandangan anda mengenai cleaning service terhadap
perilaku K3?
LEMBAR OBSERVASI
Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja Cleaning Service
Tempat :

Waktu Pelaksanaan :

Pedoman pengisian
Beri tanda centang (√) pada kolom sesuai dengan keadaan dilapangan, berikan
penjelasan singkat pada kolom keterangan!

NO Observasi Hasil Keterangan


Ya Tidak
1. Apakah pekerja berperilaku aman
saat bekerja
2. Bekerja sesuai dengan SOP
walaupun tanpa pengawasan
3. APD disediakan sesuai kebutuhan
dan digunakan secara benar serta
selalu dipelihara dalam kondisi
yang layak pakai
4. Apakah menggunakan APD saat
bekerja
5. Terdapat prosedur untuk
identifikasi potensi bahaya dan
menilai risiko yang berhubungan
dengan penanganan secara manual
dan mekanisme

6. Identifikasi dan penilaian risiko


dilaksanakan oleh petugas yang
berkompeten dan berwenang
7. Tempat kerja mempunyai prosedur
pemeriksaan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja
8. Pemeriksaan/inspeksi dilaksanakan
oleh petugas`yang kompeten dan
berwenang yang telah memperoleh
pelatihan mengenai identifikasi
bahaya
9. Tenaga kerja mendapatkan
instruksi dan pelatihan mengenai
yang sesuai dengan tingkat risiko
10. Rumah sakit telah membentuk
P2K3 sesuai dengan peraturan
11. P2K3 menitikberatkan kegiatan
pada pengembangan kebijakan dan
prosedur untuk mengendalikan
risiko
12. Rencana strategi K3 yang telah
ditetapkan digunakan untuk
mengendalikan risiko K3 dengan
menetapkan tujuan dan sasaran
yang dapat diukur dan menjadi
prioritas serta menyediakan
sumber daya
13. Dilakukan pengawasan untuk
menjamin bahwa setiap pekerjaan
dilaksanakan dengan aman dan
mengikuti setiap prosedur dan
petunjuk kerja yang telah
ditentukan.
14. Setiap petugas CS diawasi sesuai
dengan tingkat kemampuan dan
tingkat risiko tugas.
15. Terdapat prosedur terdokumentasi
yang menjamin bahwa semua
kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, serta kejadian berbahaya
lainnya di tempat kerja dicatat dan
dilaporkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai