DISUSUN OLEH:
NAMA :FENY MORA
NIM :4173321018
KELAS :FISIKA DIK A 2017
DOSEN PENGAMPU: Drs. JURUBAHASA SINURAYA, M.Pd
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAN NEGERI MEDAN
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan atas berkat dan rahmatNya penulis dapat
menyelesaikan tugas Critical Jurnal Review ini dengan tepat waktu.Pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pengampu
Bapak Drs.Jurubahasa Sinuraya,M.Pd yang telah membimbing penulis untuk
menyelesaikan makalah ini.
Tugas Critical Jurnal Review ini disusun agar menamabah pengetahuan kita
dalam hal Dasar Gelombang dan Listrik Mgnet .Saya menyadari bahwa tugas saya
ini masih jauh dari kesempurnaan.Apabila dalam tugas ini terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan,saya mohon maaf .Karena itu saya menantikan saran
dan kritik dari pembaca guna untuk menyempurnakan tugas ini.
Saya berharap semoga tugas Critical Jurnal Review ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan bagi saya khususnya.Atas perhatiannya Saya ucapkan terima kasih.
FENY MORA
ii
iii
BAB I
PENGANTAR
A. Judul: Miskonsepsi Pada Optika Geometri Dan Remidiasinya
B. Penulis: Sutopo
C. E-mail: sutopo.fisika@um.ac.id
D. Alamat: Jurusan Fisika FMIPA UM
E. Penerbit: J-TEQIP
F. Vol: 5, No. 2, November 2014
1
BAB II
RINGKASAN
2
menyelesaikan tugas tersebut.Namun demikian, jika kepada mereka diajukan
beberapa pertanyaan lanjutan, segera tampak bahwa pengetahuan mereka
sebenarnya masih sebatas pengetahuan prosedural, itupun masih jauh dari
lengkap.Berdasarkan argumentasi yang mereka ajukan dalam mendukung setiap
pendapatnya, tampak bahwa mereka belum memiliki pemahaman yang bermakna
tentang prinsip-prinsip optika geometri yang mereka gunakan. Beberapa indikasi
tentang itu antara lain ditunjukkan oleh bukti-bukti berikut.
Dalam melukis pembentukan bayangan, sebagian besar responden
menggambar sinar datang tidak berpangkal di titik benda, melainkan mulai dari
belakang benda Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memahami benar apa yang
dilakukannya tersebut. Jika ditanya dari mana asal sinar cahaya yang menuju
lensa tersebut, umumnya mereka menjawab “dari benda”.Jika ditanya lebih lanjut
mengapa sinar datang tidak digambar berpangkal di titik benda, jawaban yang
sering muncul adalah “karena bendanya bukan sumber cahaya, dan sinar yang
digambar tersebut merupakan sinar yang dipantulkan oleh benda”.
Mereka baru menyadari kesalahannya ketika dikejar dengan pertanyaan “jika
benar demikian, mengapa sinar tersebut tidak berbelok ketika mengenai
benda?”Ketidaktepatan lain yang sering dijumpai adalah sinar-sinar bias
digambarkan berhenti di titik bayangan. Ketidaktepatan dalam melukiskan sinar-
sinar tersebut dapat diperbaiki dengan meminta responden menggambarkan sinar-
sinar datang
jika bendanya merupakan sumber cahaya, misalnya lilin yang menyala.
Sebagian besar responden berpikir bahwa bayangan hanya dihasilkan oleh
sinar-sinar istimewa saja. Sinar-sinar lainnya dipikirkan tidak berkontribusi dalam
pembentukan bayangan, bahkan tidak bisa menghasilkan bayangan. Artinya, jika
dua dari tiga sinar istimewa tersebut dihalangi menembus lensa, maka tidak
mungkin terbentuk bayangan. Model mental atau pola pikir tersebut terungkap
ketika responden diminta menjawabpertanyaan konseptual seperti pada Gambar 2.
Sebagian besar responden memilih jawaban A dan sebagian lainnya memilih B
atau C. Sangat jarang responden yang memilih jawaban yang benar (D).
Pada umumnya responden juga mengalami kesulitan ketika diminta
menggambarkan arah sinar bias dari sinar-sinar yang tidak termasuk sinar
istimewa, meskipun sinar tersebut dibuat dari benda yang bayangannya sudah
diberikan.
Miskonsepsi Terkait Sifat Bayangan Maya Pada cermin Rias
Sebagian besar mahasiswa berpendapat bahwa posisi bayangan yang dihasilkan
cermin rias (cermin datar) bergantung pada posisi pengamat.Hal serupajuga
terjadi pada responden guru.Berdasarkan fenomena tersebut dapatlah diduga
bahwa sebagian besar siswa SMP-SMA juga memiliki miskonsepsi seperti
itu.Pertanyaan konseptual yang biasa penulis gunakan untuk mengungkap
miskonsepsi tersebut.
3
Miskonsepsi tersebut biasanya dapat diremidiasi dengan meminta
respondenmelalukan pengamatan yang cermat dilanjutkan dengan tugas membuat
diagram pembentukan bayangan berdasarkan hukum pemantulan cahaya, yaitu
besarnya sudut pantul selalu sama dengan besarnya sudut datang. Remidiasi
melalui pengamatan terbukti efektif menyadarkan respondenakan miskonsepsinya.
Namun demikian, ketika diminta membuat diagram pembentukan bayangannya,
pada umumnya
mereka mengalami kesulitan.Kesulitan yang sering muncul adalah dalam
memilih/menentukan sinar datang. Ketika bantuan telah diberikan, kesulitan lain
yang muncul adalah dalam menentukan letak bayangan karena sinar-sinar pantul
yang digunakan tidak berpotongan. Fakta menunjukkan bahwa siswa yang
mengalami kesulitan melukis bayangan cenderung memiliki miskonsepsi yang
kokoh dan sulit diremidiasi.
4
Ketiga, kesalahan menginterpretasikan informasi diperkuat dengan
kecenderungan berfikir implikasi yang tidak tepat. Munculnya miskonsepsi
“bayangan nyata hanya dapat dilihat dengan bantuan layar” juga didukung oleh
faktor ini.Informasi asli yang diterima kemudian dihafalkan adalah “bayangan
nyata dapat ditangkap layar, sedangkan bayangan maya tidak dapat ditangkap
layar”. Selanjutnya, atribut “dapat ditangkap layar” tersebut secara operasional
bergeser menjadi “karena dapat ditangkap layar, maka untuk mengamati bayangan
nyata dapat dilakukan dengan menggunakan layar”. Definisi operasional tersebut
pada perjalanannya berubah menjadi miskonsepsi “bayangan nyata hanya dapat
dilihat dengan bantuan layar” karena untuk
mengamati bayangan nyata diperlukan bantuan layar.
Keempat, memperoleh pengetahuan yang salah. Sebagian besar mahasiswa
yang mengalami miskonsepsi menyatakan bahwa pengetahuan yang mereka
peroleh di sekolah memang seperti itu. Artinya, miskonsepsi itu terwariskan dari
guru.Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa guru merupakan salah satu
penyebab munculnya miskonsepsi (Ogan Bekiroglu, 2007).
5
BAB II
KEUNGGULAN PENELITIAN
Kegayutan Antar Elemen
Setiap paragraf memiliki kegayutan antar elemen atau ketersambungan
dari paragraf yang pertama ke paragraf yang berikutnya.
Originalitas Temuan
Originalitas temuan yang dilakukan penulis jurnal merupakan hasil
temuannya, karena di jurnal dikatakan penulis bahwa “ pengalaman
berinteraksi dengan mahasiswa,khususnya mahasiswa calon guru fisika,
menunjukkan banyak mahasiswa yang mengalami miskonsepsi terkait
topik-topik fisikayang justru sudah dipelajari sejak sekolah dasar.
Kemuktahiran Masalah
Kemuktahiran masalah pada jurnal tersebut sangat lama, karena kita
ketahui bahwa sejak beberapa dasawarsa terakhir, banyak pendidik dan
peneliti IPA yang menaruh perhatian besar pada miskonsepsi siswa. Maka
untuk itu miskonsepsi ini dilakukan pendekatan kualitatif yang dilakukan
selama tiga tahun, mulai dari tahun 2012-2014.
6
BAB IV
KELEMAHAN ARTIKEL /HASIL PEELITIAN
Originalitas Temuannya
Pada originalitas temuannya juga telah selesai, jadi tidak ada masalah.
BAB V
IMPLIKASI
Teori
Jurnal yang ditulis oleh penulis, memiliki impilkasi terhadap teori. Karena
pada junal tersebut optik geometri telah dibahas dalam miskonsepsi,
dimana diharapkan dalam penelitian miskonsepsi ini dapat dihindari sejak
dijenjang pendidikan dasar dan menengah saja.
7
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Telah terjadi beberapa miskonsepsi pada sebagian besar mahasiswa dan guru
terkait prinsip-prinsip optika geometri. Beberapa miskonspi tersebut berkaitan
dengan:
(1) peranan sinar-sinar istimewa dalam pembentukan bayangan,
(2) konsep bayangan nyata, dan
(3) bayangan yang dihasilkan cermin datar (cermin rias).
Semua miskonsepsi yang ditemukan pada studi ini terkait dengan topik yang
sudah dipelajari sejak di jenjang pendidikan dasar.Sebagian besar miskonsepsi
timbul akibat keterbatasan pengetahuan faktual dan pengetahuan konseptual yang
dimiliki responden.Mengingat miskonsepsi tersebut dapat dicegah atau
diremidiasi sejak dini, maka untuk mencegah terjadinya miskonsepsi tersebut
pada siswa lain, berikut
dikemukakan beberapa hal pokok yang perlu diupayakan dalam pembejaran
optika geometri di jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pertama, perlunya memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi sebanyak
mungkin pengetahuan faktual. Peran utama guru dalam hal ini adalah
memfasilitasi siswa, baik dalam wujud penyediaan peralatan maupun dalam
bentuk pemberian arahan, pertanyaan, atau tantangan. Fenomena na yang
dipaparkan pada tulisan ini semuanya dapat dieksplorasi di semua jenjang
pendidikan, bahkan sejak di sekolah dasar. Jika siswa telah memiliki sejumlah
pengetahuan faktual tentang hal-hal yang telah diuraikan di tulisan ini, kecil
kemungkinanterjadi berbagai miskonsepsi sebagaimana yang telah diungkapkan.
Kedua, selain memberikan fasilitas, penting bagi guru untuk mengecek atau
memverifikasi kevalidan data atau fakta yang dikemukakan siswa. Memastikan
kevalidan fakta merupakan kunci dalam kerja ilmiah, sebab hanya dengan data
yang validlah kebenaran suatu teori dapat diuji. Juga hanya berdasarkan data yang
valid para ilmuwan mengembangkan teori. Kevalidan suatu fakta dapat diuji
dengan melakukan pengamatan ulang atau mempersilakan siswa lain menguji
kebenarannya dengan prosedur yang sama.
Ketiga, aspek kebahasaan juga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan
guru.Banyak istilah dalam IPA yang tidak sepenuhnya semakna dengan
penggunaan sehari-hari. Sebagai contoh, kata maya dan nyata pada frase
“bayangan nyata” dan “bayangan maya” memiliki makna yang sedikit berbeda
dengan makna umum sehari-hari. Sebagaimana telah disinggung, ada siswa yang
berpendapat bahwa bayangan nyata adalah bayangan yang dapat diindra secara
8
langsung, sedangkan bayangan maya adalah bayangan yang tidak langsung dapat
dilihat.Oleh karena pemahaman kebahasaan seperti itu, siswa tersebut bersikeras
menyatakan bahwa bayangan yang dihasilkan cermin rias termasuk bayangan
nyata, sedangkan bayangan yang harus diamati dengan menggunakan bantuan
layar adalah bayangan maya. Contoh lain terkait dengan topik optika adalah kata
“normal”, yang muncul pada frase “garis normal” dalam hukum pembiasan
cahaya. Penulis pernah menjumpai siswa yang memaknai kata normal tersebut
sebagai “yang seharusnya” atau “lawan dari tidak wajar”. Dia memaknai garis
normal pada pembiasan cahaya sebagai garis lurus yang dibuat dengan
memperpanjang sinar datang, karena sinar itulah yang “seharusnya” ada jika
cahaya tidak dibiaskan. Tidak tertutup kemungkinan bahwa di antara siswa kita
juga ada yang berpikiran seperti itu.Selain dapat menyebabkan miskonsepsi
(Parker, 2006) miskomunikasi akibat ketidaksamaan makna suatu kata juga sering
berkontribusi pada ketidakvalidan dalam mendeskripsikan suatu fakta.Oleh karena
itu, aspek kebahasaan merupakan aspek yang sangat penting diperhatikan guru.
Saran
Dari penjelasan dan semua bagian-bagian jurnal tersebut, dapat ditarik saran
sebagai berikut:
Untuk pembaca, seharusnya kita harusnya semakin sering membaca
artikel-artikel yang bermanfaat seperti jurnal, karena akan menambah
wawasan kita, tentang permasalahan miskonsepsi tentang optik
geometri. Agar penulis atau penyunting jurnal lebih hati-hati lagi
dalam menulis.
Indentitas penulis harusnya jelas, bukan hanya menuntun ilmu dimana
atau bekerja dimana, tetapi juga menulis alamat penulis yang jela, atau
bahkan menulis CP, sehingga apabila ada orang ynag berkepentingan
dapat menghubungi penulis.
Seharusnya dalam membuat hasil atau data miskonsepsi optik
geometri, hendaknya dibuat tabel agar pembaca lebih dapat
memahami.
9
DAFTAR PUSTAKA
10