KELOMPOK B 8
KETUA : DAYANG ANNAYA SALSABILA (1102018260)
SEKRETARIS : DAFFA RIZQI FAUZI (1102018354)
ANGGOTA : MARZA AKBAR ZULAFA (1102018252)
ERVITA MUTIARA SARI (1102018254)
RAISSA SALSABILA (1102018255)
ANDI SAFIRA AMIN (1102018257)
NATASYA FARDIA HAYA (1102018256)
RIZKA KAMILA (1102018258)
ADIFA MAZDALIFAH (1102018259)
MAFAZA AISYAH SHALIHAH (1102018261)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI 2018/2019
Jl. Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574
DAFTAR ISI
Daftar Isi ................................................................................................................................. 2
Skenario .................................................................................................................................. 4
Kata Sulit ................................................................................................................................ 5
Pertanyaan ............................................................................................................................... 5
Jawaban ................................................................................................................................... 6
Hipotesis ................................................................................................................................. 7
Sasaran Belajar........................................................................................................................ 7
L.I 1 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Autoimun
LO1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Penyakit Autoimun………….………………7
LO1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Penyakit Autoimun…….....…………………7
LO1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Penyakit Autoimun ………………….......8
LO1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Penyakit Autoimun …………...……….9
LO1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Penyakit Autoimun ……………………..9
PERTANYAAN
1. Apa penyebab Artritis Rheumatoid ?
2. Mengapa gejala yang dikeluhkan hilang timbul ?
3. Mengapa Artritis Rheumatoid membutuhkan penanganan seumur hidup ?
4. Apa gejala Artritis Rheumatoid ?
5. Apa tujuan dari pemberian terapi ?
6. Kenapa ada keluhan demam dan selera makan menurun ?
7. Apa saja terapi yang perlu dilakukan ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan ?
9. Siapa saja yang mempunyai resiko terkena Artritis Rheumatoid ?
10. Mengapa terjadi edema dan kalor pada lutut kanan ?
11. Bagaimana sikap kita dalam menghadapi penyakit yang butuh penanganan seumur
hidup ?
12. Apa saja hikmah dari bersabar ?
13. Apa definisi dari autoimun
ANALISA
1. Genetik, paparan bahan kimia, Infeksi bakteri, cedera, respon autoimun
2. Hilang timbul tergantung dengan tingkat peradangan saat jaringan tubuh terkena
peradangan penyakit jadi aktif, dan apabila peradangan mereda penyakit menjadi
tidak aktif
3. Karena belum ada obat yang menangani Artritis secara efektif. Namun dengan
perawatan yang tepat dan terapi berkelanjutan penyebaran dan peradangan dapat
dihambat
4. Mata gatal, lemas, lesu, nafsu makan menurun, demam, dan nyeri sendi
5. Untuk menghambat penyebaran dan peradangan factor factor artritis rheumatoid,
untuk mempertahankan factor fungsional, mengendalikan keterlibatan sistemik.
6. Karena ketika terjadi inflamasi tubuh mengeluarkan sitokin seperti IL-1& IL-6
sehingga mengakibatkan demam. Ketika sitokin keluar dalam tubuh, Sitokin
bertanggung jawab untuk melakukan berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuh,
namun mempunyai efek samping menurunkan nafsu makan.
7. Farmako :
- Analgesik anti radang
- OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)
- Obat supresif long acting
Non Farmako :
- Jalan di tempat dengan paha atas membentuk 90° terhadap pinggul
- Buka kaki selebar bahu, turunkan badan sampai membentuk kuda-kuda lalu tegak ke
posisi semula
- Meningkatkan asupan buah dan sayuran
- Melakukan olahraga yang cocok dengan pasien
8. Pemeriksaan hematologi, pemeriksaan MRI, pemeriksaan cairan sendi, pemeriksaan
immunoglobulin, pemeriksaan laju endap darah, pemeriksaan rheumatoid factor,
pemeriksaan ACPA, pemeriksaan C-Reactive Protein
9. 70% wanita dikarenakan factor hormonal, usia 40-60 tahun, memiliki genetic respon
autoimun
10. Karena pada daerah infeksi terjadi pembengkakan oleh permeabilitas sel dan terjadi
kalor karna tubuh mengkompensasi aliran darah yang lebih banyak pada daerah
infeksi untuk mengirim lebih banyak antibody
11. Sabar, ikhlas, dan tawaqal
12. Menghargai proses kehidupan, menghargai diri sendiri, menjadi lebih berhati-hati,
Senantiasa Bersama Allah SWT dan mendapat petunjuk serta keberuntungan
13. Keadaan dimana antibody menyerang self antigen
HIPOTESIS
Penyakit autoimun adalah sesuatu keadaan dimana antibody menyerang self antigen.
Salah satunya adalah Artritis Rheumatoid yang disebabkan oleh genetic,paparan bahan
kimia,infeksi bakteri/virus,cedera, dan respon autoimun. Gejala yang ditimbulkan mata
gatal, lemas, lesu, nafsu makan menurun, demam, dan nyeri sendi. Dalam menghadapinya
pasien harus bersikap sabar,ikhlas dan tawaqal.
LI I. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Autoimun
1.1 Definisi
Autoimun ialah reaksi sistem imun terhadap antigen jaringan sendiri. Antigen tersebut
disebut autoantigen sedang antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi. Penyakit
autoimun yaitu ketidakmampuan mengenal dan memberikan respons terhadap antigen
asing tetapi tidak terhadap antigen sendiri (self-nonself discrimination).
Ketidakmampuan sistem imun untuk memberikan respons terhadap antigen tubuh
sendiri disebut toleransi diri (self-tolerance).
1.2 Etiologi
a. Faktor genetic
Orang- orang tertentu secara genetik rentan untuk mengembangkan penyakit autoimun.
Tiga gen utama yang diduga dalam pennyakit autoimun:
- Immunoglobulin
- Sel reseptor
- Kompleks histokompatibilitas utama
b. Hormon
Observasi epidemilogi menunjukkan penyakit autoimun lebih sering terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Hampir 75% lebih dari 23,5 juta orang Amerika
yang menderita penyakit autoimun adalah perempuan, meskipun jutaan pria juga
menderita penyakit ini. Menurut the American Autoimmune Related Diseases
Association (AARDA), penyakit autoimun yang berkembang pada pria cenderung
lebih parah.
Sebagian besar penyakit autoimun mempunyai puncak usia onset dalam masa
reproduktif, dengan beberapa bukti klinis dan eksperimental menyebutkan estrogen
sebagai faktor pencetus. Mekanisme yang mendasarinya belum jelas, namun bukti
menunjukkan estrogen dapat menstimulasi beberapa respons imun.
c. Infeksi
Hubungan infeksi dengan autoimun tidak hanya berdasar pada mekanisme molecular
mimicry, namun juga terdapat kemungkinan lain. Infeksi pada target organ
mempunyai peran penting dalam up-regulation molekul ko-stimulan yang bersifat
lokal dan juga induksi perubahan pola pemecahan antigen dan presentasi, sehingga
terjadi autoimunitas tanpa adanya molecular mimicry.
Virus sering dihubungkan dengan penyakit autoimun. Infeksi yang terjadi secara
horizontal atau vertikal akan meningkatkan reaksi autoimun dengan berbagai jalan,
antara lain karena aktivasi poliklonal limfosit, pelepasan organel subselular setelah
destruksi sel, fenomena asosiasi pengenalan akibat insersi antigen virus pada
membran sel yang meningkatkan reaksi terhadap komponen antigen diri, serta
gangguan fungsi sel Ts akibat infeksi virus.
d. Obat
Mekanisme autoimun yang diinduksi obat kemungkinan mengikuti mekanisme
molecular mimicry, yaitu molekul obat mempunyai struktur yang serupa dengan
molekul diri, sehingga dapat melewati toleransi perifer. Beberapa obat (seperti
penisiliamin) dapat terikat langsung dengan peptida yang mengandung molekul MHC
dan mempu mempunyai kapasitas langsung untuk menginduksi respons abnormal sel
T. Kerentanan yang berbeda tersebut terutama ditentukan oleh genetik. Variasi
genetik pada metabolisme obat juga berperan, adanya defek pada metabolisme
mengakibatkan formasi konjugat imunologi antara obat dengan molekul diri. (Pada
SLE yang diinduksi obat, asetilator kerja lambat lebih rawan menyebabkan SLE).
Obat juga mempunyai ajuvan intrinsik atau efek imunomodulator yang mengganggu
mekanisme toleransi normal.
e. Agen fisik lain
Pajanan terhadap radiasi ultraviolet (biasanya dalam bentuk sinar matahari)
merupakan pemicu yang jelas terhadap inflamasi kulit dan kadang keterlibatan
sistemik pada SLE, namun radiasi ini lebih bersifat menyebabkan flare dalam respons
autoimun yang sudah ada dibandingkan sebagai penyebab. Radiasi dapat
menyebabkan modifikasi struktur pada antigen diri sehingga mengubah
imunogenitasnya. Radiasi tersebut juga dapat menyebabkan apoptosis sel dalam kulit
melalui ekspresi autoantigen lupus pada permukaan sel, yang berkaitan dengan
fotosensitivitas (dikenal dengan Ro dan La).
Pemicu lain yang diduga berkaitan dengan penyakit autoimun antara lain stres
psikologis dan faktor diet.
1.3 Klasifikasi
A. Penyakit Autoimun Sistemik
Penyakit autoimun sistemik adalah ketika respons imun diarahkan terhadap sejumlah
besar antigen organ dan jaringan, mengaktifkan sel B dan T yang menimbulkan
kerusakan jaringan luas. Berikut adalah beberapa contoh penyakit autoimun sistemik:
1. Artritis Reumatoid
Artritis Reumatoid (AR) adalah penyakit inflamasi kronis yang ditandai
dengan sendi sakit, bengkak, dan destruksi sinovial sendi yang menimbulkan cacat
sendi dan mortalitas prematur.
2. Dermatomiositisis
Dermatomiosistis adalah penyakit sistemik yang mengenai kulit, otot, juga
dapat menyerang sendi, esofagus, paru, dan jantung. Penyakit ini mudah dikenal
karena rasa gatal yang berat sampai mengganggu tidur dan timbulnya ruam kulit
sebelum dirasakan kelemahan otot.
3. Lupus Eritematosus Sistemik
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit inflamasi kronis yang
dapat mengenai hampir setiap organ. Manifestasi klinis LES berbeda dari satu dan
lain penderita. Keluhan tersering merupakan campuran keluhan konstitusional kulit,
muskuloskeletal, dan hematologik.
4. Mixed Connective Tissue Disease
Mixed Connective Tissue Disease (MCTD) adalah gambaran campuran
skleroderma, miositis, LES, dan AR. Beberapa ahli menambahkan polimiositis,
dermatomiositis, dan inclusion body myosistis. MCTD sering menimbulkan rasa
nyeri dan bengkak pada sendi, malaise, Fenomena Raynaud (FR), sindrom sjorgen,
inflamasi otot, dan sklerodaktli.
5. Sarkoidosis
Sarkoidosis merupakan respon imun khas sel Th1, juga merupakan penyakit
granuloma sistemikyang mengenai berbagai organ yang terutama terjadi pada usia
20-40 tahun, lebih sering pada wanita yang merupakan penyakit inflamasi dan
mengenai orga multiple, terutama paru dan kelenjar.
6. Sindrom Sjӧrgen
Sindrom Sjӧrgen (SS) adalah penyakit inflamasi kronis, multisistem yang
ditandai oleh penurunan fungsi kelenjar lakrimalyang ditimbulkan oleh infiltrasi
limfosit kelenjar sekretori. Hal ini menimbulkan kompleks sika (kombinasi mata
kering/keratokonjungtivitas sika, mulut kering, dan xerostomia), kulit dan
permukaan mukosa lainnya juga kering.
7. Skleroderma
Skleroderma atau sklerosis sistemik adalah penyakit jaringan ikat kronis yang
digolongkan dalam penyakit reumatik autoimun (sklero berarti keras, derma berarti
kulit). Skleroderma disebabkan oleh produksiberlebihan dan akumulasi kolagen
dalam jaringan tubuh.
Toleransi Sentral
Kegagalan kematian sel yang diinduksi oleh aktivasi .Pada pematangan sel T
terdapat toleransi sentral dan toleransi perifer,pada toleransi sentral pun telah
dilakukan eliminasi untuk pemusnahan sel t self-reactive,namun ada beberapa sel t
self reactive yg belum tereliminasi dan akhirnya di eliminasi di toleransi
perifer.Pada toleransi perifer pun terdapat dua mekanisme untuk meninaktivkan
sel T dimana dilakukan anergi sel T dan stimulasi berulang sel T,
Toleransi Perifer
Pada stimulasi berulang inilah ketika sel T self reactive di stimulasi maka
seharusnya ia mengeluarkan molekul fas dan ligannya untuk berikatan dan
menekan laju sel T self reactive namun adanya faktor genetik yang mempengaruhi
kesalahan pemrograman protein fas dan ligannya maka sel t self reactive yang
terstimulasi tidak berikatan atau sama sekali sehingga tidak ada yang menginduksi
untuk sel T self reactive apoptosis dan ,sel T self-reactive tetap mampu
berkembang dan menjadi sel T yang membahayakan bagi jaringan normal tubuh.
Gangguan pada anergi sel T
Toleransi perifer terdapat mekanisme yang disebut anergi ini adalah
penonaktifan sel T self reactive ,Apabila terdapat product dari bakteri maka
product bakteri yang menginfeksi jaringan tubuh pun mampu menghentikan
proses anergi sel T self reactive ini,maka sel self T reactive menjadi berkembang
dan membahayakan jaringan normal dalam tubuh kita.
Modifikasi protein pada membran sel darah merah yang dapat diinduksi oleh
suatu antigen (cnth:obat) Antigen dari luar pun mampu memodifikasi protein yang
terdpat di membran sel sehingga mampu mengelabuhi sel B pembentuk antibodi
seolah olah sel normal tersebut adalah suatu antigen,dan sel B membentuk
antibodi untu sel normal yang telah di modifikasi.Kasus ini biasanya terjadi pada
penyakit anemia,dimana sel B membentuk antibodi antieristrosit.
Infeksi yang dimediasi oleh mikroba dimana terjadi nekrosis dan inflamasi dapat
mampu mengistirahatkan APC dan membantu penghentian anergi sel T
1.5 Manifestasi
Pada umumnya, gejala-gejala awal penyakit autoimun adalah:
Kelelahan.
Pegal otot.
Ruam kulit.
Demam ringan.
Rambut rontok.
Sulit berkonsentrasi.
Kesemutan di tangan dan kaki.
Masing-masing penyakit autoimun memiliki gejala yang spesifik, misalnya sering
merasa haus, lemas, dan penurunan berat badan pada penderita diabetes tipe 1.
Beberapa contoh dari penyakit autoimun beserta gejalanya, adalah:
Lupus; dapat memengaruhi hampir semua sistem organ dan menimbulkan gejala
seperti demam, nyeri sendi, ruam kulit, kulit sensitif, sariawan, bengkak pada
tungkai, sakit kepala, kejang, nyeri dada, sesak napas, pucat, dan perdarahan.
Penyakit Graves; dapat mengakibatkan kehilangan berat badan, mata menonjol,
gelisah, rambut rontok, jantung berdebar.
Psoriasis; kulit bersisik.
Multiple sclerosis; nyeri, lelah, otot tegang, gangguan penglihatan, dan kurangnya
koordinasi tubuh.
Myasthenia gravis; kelelahan yang semakin parah seiring aktivitas yang dilakukan.
Tiroiditis Hashimoto; kelelahan, depresi, sembelit, peningkatan berat badan, kulit
kering, dan sensitif pada udara dingin.
Kolitis ulseratif dan Crohn’s disease; nyeri perut, diare, BAB berdarah, demam,
dan penurunan berat badan.
Rheumatoid arthritis; menimbulkan gejala nyeri sendi, radang sendi, dan
pembengkakan.
Sindrom Guillain-Barre; kelelahan sampai kelumpuhan.
Gejala penyakit autoimun dapat mengalami flare, yaitu timbulnya gejala secara tiba-
tiba dengan derajat yang berat. Flare timbul karena dipicu oleh suatu hal, misalnya
paparan sinar matahari atau stres.
LI. IIMEMAHAMI DAN MENJELASKAN ARTRITIS RHEUMATOID
2.1 Definisi
Artritis Rheumatoid (AR) merupakan penyakit inflamasi kronis sistemik yang ditandai dengan
pembengkakan dan nyeri sendi, serta destruksi membran sinovial persendian. Artritis
Rheumatoid dapat mengakibatkan terjadinya disabilitas berat serta mortalitas dini.
2.2 Etiologi
Faktor Genetik
Genetik berkontribusi 50%-66% pada kerentanan terhadap RA. Major histocompatibility
complex (MHC) merupakan satu-satunya genetik yang secara konsisten terkait dengan RA.
Wilayah genetik pada lengan pendek kromosom ke-6 memiliki beragam gen dan
memberikan sekitar 33% pada kerentanan gen terhadap RA. MHC terdiri dari human
leukocyte antigen (HLA) yang mengode tipe jaringan manusia. HLA kelas satu yaitu HLA-
A, HLA-B, dan HLA-C. HLA kelas dua yaitu HLA-DR, HLA-DQ, dan HLA-DP. MHC
mengandung banyak gen yang berkaitan dengan fungsi imun, khusunya HLA-DRB1.
Molekul HLA-DRB1 seringkali ditemukan pada individu dengan RA. Individu yang
memiliki dua alel HLA-DRB1 yang dikode oleh epitope terbagi menderita penyakit yang
agresif. Epitop terbagi mengikat peptide yang diturunkan autoantigen dengan afinitas
tinggi, dengan demikian mengarah pada artritis autoimun.
Respon imun terhadap mikroba dapat memicu respon autoimun terhadap ekspresi sel
HLA-DR, proses yang biasa dinamakan mimikri moleular.
Rokok
Individu yang sehat membawa dua epitop terbagi yang memiliki odds ratio (OR) untuk
meningkatnya anti-citrullinated peptide antibody (ACPA)- positif RA sekitar lima kali lipat
dibandingkan dengan seseorang yang epitop terbaginya negative. Jika seseorang merokok,
OR meningkat hingga 23 kali lipat. Gen PTPN22 ikut berkontribusi pada pasien RA
perokok. Pada RA perokok, produksi ACPA melalui citrullination akan meningkatkan
imunogenisitas.
Pre-RA
Penelitian yang dilakukan dalam 10 tahun terakhir mengindikasikan bahwa autoantibodi
(factor rheumatoid [RF] dan ACPA) muncul pertama kali 10–15 tahun sebelum adanya
gejala klinis yang berpengaruh pada toleransi imun. Marker inflamasi seperti sitokin dan
kemokin muncul di dalam darah 5 tahun seebelum gejala terlihat. Lingkungan dapat menjadi
factor tambahan penting untuk timbulnya penyakit.
Infeksi
RA yang dipicu oleh infeksi ada dalam populasi yang berbeda dan memiliki infektivitas
tinggi. Tidak adanya agen infeksi dalam jaringan bukan berarti potensi peran etiologis
dikesampingkan, kerena infeksi sementara dapat memicu proses inflamasi kronis. RA bisa
menjadi konsekuensi dari infeksi kronis dengan organisme yang belum teridentifikasi.
Faktor Hormonal
RA lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, menunjukkan kemungkinan
kerentanan hormon pada masing-masing jenis kelamin. Kumungkinan ini meningkat pada
masa kehamilan diikuti timbulnya flare di puerperium (masa nifas). Efek protektif
memungkinkan dari estrogen dalam pil kontrasepsi oral.
Diet
Kelaparan meningkatkan gejala RA pada beberapa penelitian telah melibatkan diet protein
tinggi sebagai pemicu artritogenik. Obesitas juga berhubungan dengan RA ppada beberapa
orang, sama halnya seperti konsumsi kafein. Diet ‘Mediterania’ yang kaya antioksidan dapat
bersifat protektif. Asam lemak tak jeenuh ganda omega-3, ditemukan pada minyak ikan,
dapat berpotensi sebagai terapi melalui efek pada sintesis prostaglandin.
Individu yang rentan terhadap RA mewarisi alel predisposisi, termasuk epitope terbagi yang
mengode alel HLA-DRB1 dan alel PTPN22 terkait RA. Gen berhubungan dengan RA
pengode protein yang memengaruhi fungsi sel imun dan berhubungan dengan penyakit
autoimun lainnya. Misalnya, PTPN22 dan CTLA-4 memengaruhi aktivasi sel T, juga terkait
dengan penyakit diabetes tipe I. Pembentukan ACPA secara genetik dipicu oleh merokok
dalam beberapa tahun sebelum serangan penyakit. Pengaruh lingkungan memicu inflamasi
subklinis, akhirnya memuncak pada penyakit klinis.
2.3 Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,
yaitu:
1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 3 bulan.
2.4 Patofisiologi
Rheumatoid Artritis merupakan proses autoimun yang biasanya dipicu oleh interaksi
antara factor genetic dan lingkungan. Misalkan seseorang dengan gen tertentu untuk protein
kekebalan seperti leukosit ( HLA-DR1,HLA-DR4) akan mengembangkn rheumatoid artritis
setelah terkena pajanan di lingkungan seperti asap rokok,atau sejenis pathogen tertentu. Faktor-
faktor lingkungan ini dapat menyebabkan modifikasi antigen kita sendiri,seperti antibody IgG,
Kolagen tipe 2, dan vimentin. Kolagen tipe 2 dan vimentin dapat dimodifikasi melalui proses
yang disebut citrullination.
Proses ini mengubah asam amino berupa arginine menjadi citrulline. Karena
kerentanan leukosit (HLA-DR1,HLA-DR4) membuat sel imunitas tidak bisa membedakan
protein sebagai self antigen. Antigen ini ditangkap oleh Antigen Presenting Cell kemudian
dipresentasikan dan pengaktifan sel CD4 T-Helper. Sel T helper kemudian menstimulus sel B
untuk berproliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma. Pada rheumatoid artritis sel T helper
dan antibody memasuki sirkulasi dan mencapai membrane synovial. Sel T helper mensekresi
sitokin seperti INF dan IL-17 untuk mendatangkan makrofag masuk ke dalam membrane
synovial. Makrofag mengeluarkan sitokin seperti IL-1,IL-6,TNFα Bersama sel T helper
menstimulus membrane synovial untuk berploriferasi dan terjadi pannus. Pannus kemudian
merusak tulang rawan, jaringan lunak dan mengikis tulang.
2.5 Manifestasi
Gejala klinis artritis reumatiod sangat bervariasi. Minoritas pasien, penyakitnya bias stabil atau
bahkan mundur. Sedangkan, pada sebagian pasien penyakitnya diikuti dengan kekambuhan yang
kronik, dan hilang timbul. Penyakit ini menimbulkan kerusakan sendi yang progresif dan
mengakibatkan cacat setelah 10-15 tahun.
Walaupun artritis rheumatoid pada dasarnya adalah artritis yang poliartikular dan simetris, bisa
juga terdapat keluhan seperti lemah, malaise, dan demam. Banyak gejala sistemik yang merupakan
hasil dari mediator yang sama dengan penyebab radang sendi. Artritis pertama kali timbul secara
tersembunyi, dengan rasa sakit dan kaku pada sendi, terutama pagi hari. Ketika penyait berlanjut,
sendi membengkak, gerakan terbatas, dan selanjutnya bisa terjadi ankilosis lengkap. Keterlibatan
vasculitis ekstremitas bias menimbulkan fenomena Raynaud dan ulkus kaki yang kronik. Sebagian
besar pasien juga akan merasa mudah kelelahan, kelemahan, anoreksia, dan penurunan berat badan.
Nyeri pada sendi penderita, yang diperparah dengan adanya gerakan merupakan manifestasi paing
umum pada artritis reumatoid. Hal ini berhubungan dengan pola keterlibatan sendi, namun tidak
selalu terkait dengan tingkat inflamasi. Kaku pada sendi dengan durasi lebih dari satu jam di pagi
hari merupakan gejala yang selalu muncul pada artritis dengan inflamasi. Akan tetapi, keadaan ini
tidak dapat dijadikan sebagai pembeda antara inflamasi kronik dan artritis noninflamasi.
Peningkatan suhu tubuh lebih dari 380C dapat menandakan terjadinya infeksi.
Secara klinis, inflamasi synovial menyebabkan bengkak, nyeri, dan terbatasnya gerakan. Awalnya,
gangguan fungsi fisik terjadi akibat rasa nyeri dan inflamasi. Ketidakmampuan yang terjadi akibat
hal ini merupakan tanda awal dari artritis rheumatoid yang agresif. Rasa hangat biasanya muncul
pada pemeriksaan, terutama pada sendi besar, seperti lutut. Nyeri berasal dari kapsul sendi, yang
banyak dipasok dengan serabut saraf nyeri dan sangat sensitive terhadap peregangan atau distensi.
Pembengkakan sendi terjadi akibat akumulasi cairan sinovial, hipertrofi sinovium, dan penebalan
kapsul sendi. Awalnya, gerakan dibatasi oleh rasa sakit. Sendi yang meradang biasanya ditahan
dalam fleksi untuk memaksimalkan volume sendi dan meminimalisir distensi kapsul. Kemudian,
ankilosis tulang atau kontraktur jaringan akan mengarah pada perbaikan bentuk yang cacat.
Apabila terdapat inflamasi tetap, beragam perubahan karakteristik sendi mulai berkembang. Hal ini
dapat dikaitkan dengan sejumlah keadaan patologis, termasuk longgarnya strutur jaringan lunak
pendukung; kerusakan ligamen, tendon, dan kapsul sendi serta degradasi tulang rawan.
2.6 Diagnosis
2.6.1. Pemeriksaan Fisik
Kriteria diagnosis AR menurut ACR dan EULAR tahun 2010 menggunakan sistem
penilaian dari 0-10. Setiap penderita dengan jumlah nilai 6 atau lebih diklasifikasikan
sebagai penderita AR. Sendi yang dinilai adalah sendi kecil: metakarpofalangeal,
interfalangeal, ibu jari, metatarsofalangeal dua sampai lima, sendi pergelangan tangan dan
sendi besar: bahu, siku, lutut. Ada yang menambahkan sendi panggul, pergelangan kaki
dan sendi-sendi pada jari kaki.
Kriteria diagnosis AR (bila total nilai 6 atau lebih)
Keterlibatan sendi
0 1 sendi besar
1 2-10 sendi besar
2 1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)
3 4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)
5 Keterlibatan lebih dari 10 sendi (dengan sekurangnya 1 sendi kecil)
3. Steroid
Obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis dan tidak memerlukan
monitoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang yang serius. Contohnya adalah
kortikosteroid. Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednisone 5-7,5 mg/hari sebagai
“bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambal menunggu efek DMARDs yang baru
muncul setelah 4-16 minggu.
4. Obat-obatan immunosupressan
Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil untuk pasien dengan penyakit sistemik.
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan kerusakan sendi yang
ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi ruptur tendo. Metode bedah yang
digunakan berupa sinevektomi bila destruksi sendi tidak luas, bila luas dilakukan artrodesis atu
artroplasti. Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari
(Sjamsuhidajat, 2010).
LI III. MEMAHAMI DAN MEMPELAJARI PANDANGAN ISLAM DALAM
MENGHADAPI UJIAN
3.1.Definisi
3.1.1. Sabar
a. Menurut Dzunnun al-Mishri, sabar adalah menghindarkan diri dari hal-
hal yang menyimpang, tetap tenang sewaktu tertimpa suatu ujian dan
menampakkan kekayaan di kala ditimpa kefakiran dalam kehidupan
(Isa, 2016:220);
b. Menurut Raghib al-Ashfahani, sabar adalah menahan diri berdasarkan
apa yang diharuskan oleh akal dan syariat, atau menahan diri dari apa
yang diharuskan oleh keduanya untuk ditahan (Isa, 2016: 220);
c. Menurut al-Jurjani, sabar adalah meninggalkan keluh kesah kepada
selain Allah tentang pedihnya suatu cobaan. Berkeluh kesah kepada
Allah tidaklah bertentangan dengan konsep sabar, melainkan
mengeluhkan Allah kepada selain-Nya (Isa, 2016: 220).
3.1.2. Ikhtiar
Pengertian ikhtiar yaitu proses usaha yang dilakukan dengan mengeluarkan
segala daya upaya dan kemampuan untuk mencapai hasil terbaik sesuai
dengan keinginan (Yumansyah, 2008: 26)
3.1.3. Ikhlas
a. Menurut al-Raghib, ikhlas adalah menyingkirkan segala sesuatu selain
Allah (Al-Asygar, 2014: 25);
b. Menurut, Abu al-Qasim al-Qursyairi, seseorang yang ikhlas adalah yang
berkeinginan untuk menegaskan hak-hak Allah swt. dalam setiap
perbuatan ketaatannya. Dengan ketaatannya itu ia ingin mendekatkan
diri kepada Allah, bukan kepada yang lain. Ia berbuat bukan untuk
makhluk, bukan untuk mendapat pujian manusia, atau sanjungan dari
siapa pun. Satu-satunya yang ia harapkan adalah kedekatan kepada
Allah swt. Ikhlas adalah memurnikan perbuatan dari pamrih apa pun
terhadap makhluk (Al-Asygar, 2014: 25);
c. Menurut Izz bin Abdussalam, ikhlas adalah melakukan ketaatan karena
dan demi Allah semata, bukan karena ingin diagungkan atau dimuliakan
oleh manusia; juga bukan untuk memperoleh keuntungan agama, atau
menolak kemudaratan dunia (Al-Asygar, 2014: 25);
d. Menurut Harist al-Muhasibi, ikhlas adalah mengenyahkan makhluk dari
hubungan antara seseorang dan Tuhan (Al-Asygar, 2014: 25);
e. Menurut Sahl bin Abdullah, ikhlas adalah menjadikan seluruh gerak dan
diam hanya untuk Allah swt (Al-Asygar, 2014: 25).
3.1.4. Tawakkal
a. Kata tawakkal berasal dari Bahasa Arab yang artinya memercayakan,
menyerahkan, dan mewakilkan. Secara istilah, tawakkal adalak sikap
berserah diri dan percaya dengan sepenuh hati kepada Allah swt. atas
segala keputusan-Nya terhadap hasil usaha yang telah kita lakukan
dengan sungguh-sungguh (Yumansyah, 2008: 28).
b. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tawakal adalah
menyandarkan permasalahan kepada Allah dalam mengupayakan
yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi, disertai
percaya penuh kepada Allah Ta’ala dan menempuh sebab (sebab
adalah upaya dan aktifitas yang dilakukan untuk meraih tujuan) yang
diizinkan syari’at.”
3.2.2 Ikhtiar
Artinya :
لَ ْو أَ ِنِّي فَعَ ْلتُ َكذَا:ش ْي ٌء فَ ََل تَقُ ْل َ َ فَإ ِ ْن أ، َوا ْستَ ِع ْن بِاهللِ َو ََل تَ ْع ِج ْز، َص َعلَى َما يَ ْنفَعُك
َ َصابَك ْ احْ ِر
َف َع َل شَا َء َو َما ُ هللا َّر
َ د َ ق : لْ ُ ق نْ ك ِ ََ ل و و َكذَا؛.
َ
artinya :
Artinya :
"Dari Umar Ibn Khattab berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah
saw., bersabda. "Sekiranya kalian benar-benar bertawakkal kepada
Allah SWT., dengan tawakkal yang sebanar-benarnya, sungguh kalian
akan diberi rizki (oleh Allah swt.,) sebagaimana seekor burung diberi
rizki, dimana ia pergi pagi dalam
keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang". (H.R.
Ahmad, Turmudzi danIbnu Majah).
3.2.3 Ikhlas
Allah Ta'ala berfirman:
وذلك دين، ويؤتوا الزكاة،وما أمروا إَل ليعبدوا هللا مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصَلة
القيمة
"Dan tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya sama
menyembah Allah, dengan tulus ikhlas menjalankan agama untuk-Nya
semata-mata, berdiri lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan
zakat dan yang sedemikian itulah agama yang benar." (al-Bayyinah: 5)
ى يَا أ ُ ِ ِّم ْ ا َ ْبش ِِر: فَقَا َل،ًضةَ سلَّ َم َوأَنَا َم ِر ْي َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ َِّللاَّ س ْو ُل
ُ َعادَنِ ْي َر: ت ْ ََع ْن أ ُ ِ ِّم العََلَ ِء قَال
ض ِةَّ ب َوال ِف ِ ث الذَّ َهَ َار خَبب ُ َّطايَاهُ َك َما تُذْ هِبُ الن َّ ُض ال ُم ْس ِل ِم يُذْ ه ِِِب
َ َّللاُ ِب ِه َخ َ فَإ ِ ِِّن َم َر،ال َعَلَ ِء
3.2.4 Tawakal
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath
Thalaq: 3)
3.3 Hikmah
3.3.1 Sabar
o Allah bersama orang-orang yang sabar
o Mendapatkan pertolongan dari allah
o Mendapatkan Tempat Tinggal di Surga
o Pahala Tidak Terbatas
3.3.2 Ikhtiar
a. Terhindar dari sifat malas dan putus asa dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari.
b. Mensyukuri nikmat yang diberikan Allah.
c. Mendapat kasih sayang dan ampunan dari Allah.
d. Selalu bersungguh-sungguh dalam usaha dan selalu diiringgi dengan
doa.
e. Lebih menghargai jerih payah sendiri maupun jerih payah orang lain.
f. Dapat mengambil hikmah dari setiap usaha yang dilakukannya
3.3.3 Ikhlas
1 Syarat Utama Diterimanya Ibadah
Allah tidak menghitung seberapa banyak atau seberapa sering hamba Nya
beramal, melainkan dari seberapa dalam keihklasannya.
Orang yang memiliki niat ikhlas akan mengerjakan sepenuh hati tanpa ada
rasa malas apalagi mencela urusan tersebut, juga tidak memiliki rasa girang
ketika dipuji dan rasa benci ketika dicela oleh manusia sebab dia hanya ingin
mendapat pandangan baik dari Allah.
Dari ayat Al Qur’an tersebut bahwa orang yang berhati ikhlas tidak mampu
digoda oleh syetan sehingga senantiasa berada ada jalan yang lurus.
Orang yang ikhlas, dia tidak akan menghitung berapa banyak yang dia lakukan
melainkan senantiasa merasa kurang dan memperbaiki diri serta niat dalam
hatinya sehingga akan dijauhkan oleh Allah dari api neraka.
Ikhlas membersihkan diri dari hawa nafsu duniawi yang terlihat maupun yang
tersembunyi, membersihkan diri dari godaan syetan dan segala unsur
penyakit hati seperti riya’, rakus, sombong dalam islam, gila harta atau
pangkat, dll sebab ia hanya melakukan ibadah dengan ketaatannya kepada
Allah, ingin selamat dunia akherat.
Orang yang ikhlas tidak akan riya’ dalam berbuat amal kebaikan, riya dalam
islam merupakan ciri ciri orang munafik dan sifat orang munafik, dia akan
senantiasa berbuat baik dalam keadan sendiri maupun bersama orang
banyak, senantiasa memperbaiki diri untuk terus beramal karena yakin Allah
melihat setiap amal baik dan buruk nya sekecil apapun.
“Setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan”. (HR Muslim 1907).
Maksud dari hadist tersebut ialah orang yang ikhlas memohon sesuatu karena
mengharap kebaikan dari Allah akan mendapat kebaikan (dikabulkan doa
nya) sesuai niatnya tersebut.
13.2.1 Tawakal
a. Percaya diri dan optimis dalam meraih cita-cita yang diinginkan.
b. Memperoleh kepuasan batin
c. Memperoleh ketenangan jiwa
d. Menjadi orang yang bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh
Allah.
e. Berhati-hati dan mawas diri dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asygar, Umar Sulaiman. 2014. Ikhlas. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Baratawidjaya K G. Imunologi Dasar. Edisi ke 12. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2018
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Localzo. (2008). Harrison’s Principles
of Internal Medicine (17th ed). United States of America: The McGraw-Hill Companies.
Isaacs, John D., dan Larry W. Moreland. 2011. Fast Facts: Rheumatoid Arthritis. Oxford:
Health Press Limited.
Kumar, Abbas, Aster. (2013). Buku Ajar Patologi Robbins. (Edisi 9). Kanada: Elsevier
Saunders;
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
Sjamsuhidajat, R, et al. 2010. Buku Ajar ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong Edisi 3. EGC.
Jakarta.
Suarjana, I Nyoman.2009. Artritis Reumatoid Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
V. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, Idrus, et al. Interna Publishing. Jakarta.
Symmons, Deborah., Mathers, Colin., Pfleger Bruce. 2006. The Global Burden of Rheumatoid
Arthritis In The Year 2000