Kelas : 7SA~3
Nama Kelompok 13 :
Tito Aditya Osmena 1110107287
Firdaus Miftahul Hakim 1210107829
Lasmono Tri Indarto 1210107833
Secara umum akuntansi memiliki konsep dasar yang menjadi acuan dalam menyusun
standar akuntansi yang ditujukan bagi praktek akuntansi. Basis postulat akuntansi inilah yang
kemudian muncul konsep-konsep dasar dalam penyajian maupun pelaporan keuangan entitas.
Berikut akan disajikan beberapa konsep dasar akuntansi dalam berbagai versi.
Konsep dasar akuntansi menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Kerangka
Dasar Penyajian dan Pelaporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 22 dan 23 menyatakan bahwa
asumsi dasar akuntansi berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha(going concern).
Menurut International Financial Reporting Standards (IFRS) pada The Conceptual
Framework for Financial Reporting paragraf 4.1, sebagai asumsi dasar akuntansi adalah hanya
kelangsungan usaha. Sedangkan menurut Paton dan Littleton yang dikutip Suwardjono (2005),
konsep dasar akuntansi terdiri dari, konsep kesatuan usaha (Entity Theory), kontinuitas
usaha(going concern), penghargaan sepakatan, kos melekat(cost attach), upaya dan hasil(effort
and accomplishment), bukti terverifikasi, dan asumsi.
Dengan lebih lengkap, Anthony, Hawkins, dan Merchant sebagaimana yang dikutip
Suwardjono (2005), konsep dasar akuntansi terdapat beberapa poin, di antaranya konsep
pengukuran dengan unit uang, konsep entitas, konsep kelangsungan usaha, konsep kos, aspek
ganda, periode akuntansi, konservatisme, realisasi, penandingan, konsistensi, dan materialitas.
Maka, untuk kepentingan penelitian, hanya akan dijelaskan konsep dasar yang merupakan
postulat akuntansi dan berhubungan dengan asumsi dasar akrual sebagai basis pencatatan
akuntansi. Yaitu, konsep entitas, konsep pengukuran uang, konsep kelangsungan usaha, konsep
dua aspek akuntansi, konsep kos, konsep periode akuntansi, konsep penandingan (matching
concept), dan konsep upaya dan hasil (effort and accomplishment).
Berikut penjelasan masing-masing konsepnya:
Suwardjono (1986) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep entitas bisnis
(business entity concept) memberikan konsekuensi bahwa laporan keuangan merupakan
pertanggungjawaban perusahaan dan bukanlah pertanggungjawaban pemilik, maka dengan
demikian pendapatan dan biaya dipandang sebagai perubahan dalam kekayaan perusahaan
bukannya perubahan dalam kekayaan pemilik.
Sebagai implikasi dalam administrasi perusahaan yang baik, Suwardjono (1986)
menyatakan bahwa menjadi hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi perusahaan
dan transaksi pribadi. Dalam administrasi lainnya, terutama dalam memperlakukan biaya,
semua biaya yang secara nyata terjadi dalam perusahaan adalah tepat untuk dicatat pertama kali
sebagai bagian dari total kekayaan (aset atau aktiva) perusahaan. “Jadi, biaya pendirian
perusahaan, biaya emisi saham, dan biaya yang ada hubungannya dengan hal tersebut adalah
unsur aktiva perusahaan,(Suwardjono, 1986, hlm.5). Yang jelas konsep ini mendapat legitimasi
dengan diakuinya dalam bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) secara hukum.
Dasar pikiran adanya konsep kontinuitas usaha, Paton & Littleton yang dikutip
Suwardjono (1986) didasarkan karena pertimbangan kepraktisan dan kemudahan dalam
pelaksanaan akuntansi oleh karena jalannya operasi perusahaan di masa mendatang tidak dapat
diduga secara pasti. Konsep ini berimplikasi terhadap laporan-laporan periodik. Selama
perusahaan merupakan wadah aliran kegiatan yang tidak terputus-putus, maka proses
pemenggalan aliran kegiatan ke dalam periode-periode fiskal atau akuntansi (yang merupakan
periode laporan keuangan) berakibat memutus hubungan kegiatan yang saling berkaitan antara
periode yang satu dengan yang lainnya. Alasan lainnya adalah karena dalam menghadapi
ketidakpastian kelangsungan usaha, maka akuntansi menganut konsep ini atas dasar penalaran
bahwa harapan normal atau umum pendirian perusahaan adalah untuk berlangsung terus dan
berkembang, bukan untuk mati atau dilikuidasi.
5. Konsep Kos
Pada dasarnya penggunaan prinsip ini karena perusahaan memiliki kepentingan untuk
menentukan nilai jual dari setiap aset setiap kali perusahaan ingin menilai laba yang
diperolehnya. Di mana penilaian dengan cara yang lain akan mengakibatkan munculnya
subjektifitas sehingga berdampak pada informasi keuangan yang bias. Namun, dalam standar
akuntansi keuangan pun jika hal tersebut menjadi tidak relevan, maka diperkenankan menilai
dengan nilai wajar sebagai basis pengukurannya.
Menurut konsep ini semua transaksi dicatat dalam buku akun senilai dengan harga
pembelian. Misalnya, jika bangunan dibeli dengan harga US$ 75,000 yang mana secara aktual
seharga US$ 100,000, maka dalam buku akun dicatat dengan nilai harga pembelian, yakni US$
75,000.
Sebagai tambahan, Suwardjono (1986) dalam pokok pikiran Paton & Littleton,
menyatakan mengenai konsep ini dengan berimplikasi kepada biaya menjadi bagian penting
dari total upaya yang dikorbankan dalam memproduksi dan menjual barang atau jasa. Pada tiap
jenis biaya tersebut dapat digabung-gabungkan berdasarkan divisi operasi (departemen),
bagian dari produk, atau interval waktu seolah-olah biaya-biaya tersebut mempunyai daya
saling mengikat sebagaimana data ikat yang dimiliki benda fisik.