Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS


RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015

OSTEO ARTRITIS GENU ( ICD 10 : M 17 )

1. Pengertian (Definisi) Proses penyakit mengenai tulang rawan sendi, tulang


subkondral, ligamen, kapsul, membran sinovium, otot
periartikuler sendi lutut, akhirnya tulang rawan sendi
lutut mengalami degenerasi dengan fibrilasi, fisura,
ulserasi dan seluruh ketebalan permukaan sendi hilang.

2. Anamnesis Keluhan yang paling sering dirasakan adalah nyeri pada sendi
lutut saat perubahan posisi lutut, saat bangun dari posisi duduk
untuk berdiri, saat jongkok, naik tangga .
Rasa kaku pada sendi lutut pagi hari kurang dari 30 menit

3. Pemeriksaan Fisik 1. Nyeri bersifat lokal, radikuler atau nyeri rujukan.


Kekakuan sendi setelah inaktifitas kaku pagi hari <
30 menit
2. Krepitus : sensasi atau bunyi
3. Pembesaran sendi, edema
4. Deformitas: varus, valgus, hipertrofi tulang,
subluksasi
5. ROM terbatas
6. Efusi panas, nyeri saat ditekan
7. Pemeriksaan Fungsi duduk, jongkok, berdiri, jalan,

4. Kriteria Diagnosis
KELLGREN - LAWRENCE (radiografik)
Berat OA Tanda Radiografik
Grade 0 Tidak ada Tak ada tanda OA
Grade 1 Ragu Osteofit kecil, makna diragukan
Grade II Minimal Osteofit jelas, celah sendi tak rusak
Grade III Sedang Celah sendi berkurang
Grade IV Berat Celah sendi rusak/sempit, sklerosis tulang sub
kondral

5. Diagnosis Kerja Klinik:


Nyeri sendi hampir sepanjang bulan sebelumnya

1
Krepitus pada gerak aktif sendi
Kaku pagi lama 30 menit
Usia > 38 tahun
Pembesaran tulang lutut (pada pemeriksaan)

6. Diagnosis Banding 1. Rheumatoid Arthritis


2. Gone Artritis
3. Strain – Sprain
4. Cedera Ligamentum
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen Lutut
2. Darah rutin

8. Terapi 1. NSAID (Meloxicam, Na.Diclofenat, as.mefenamat


2. Relaksasi otot ( epesisone, Tizanidine )
3. Fisioterapi ( SWD,MWD,US,TENS, IRR, Parafin )
4. Inj.Asam hyaluronat intra atriculer )
5. Latihan ( Exercise ) otot quadrisep femoris ,
hamstring
6. Pemakaian Knee support
9. Edukasi 1. Istirahat
(Hospital Health Promotion) 2. Sikap tubuh ergonomis
3. Hindari jongkok, naik –turun tangga, melipat lutut
4. Modifikasi lingkungan didalam rumah

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelah Kritis Dr.Jalalin,SpKFR

14. Indikator Medis Perbaikan ROM, perbaikan nyeri ( nilai VAS ) 80 %


setelah 5 kali kunjungan
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi

2
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
LOW BACK PAIN / NYERI PUNGGUNG BAWAH ( ICD 10 : M54.5

1. Pengertian (Definisi) Sindroma dengan manifestasi klinis berupa nyeri di daerah


punggung bawah
Merupakan nyeri lokal daerah punggung bawah atau
bersamaan dengan nyeri daerah lain atau dari daerah lain

2. Anamnesis Nyeri punggung dengan atau menjalar ke tungkai sampai kaki saat
perubahan posisi tubuh.
Riwayat trauma, kesalahan posisi menganggkat beban.
Kesemutan sampai rasa nyeri dan dapat juga terjadi kelumpuhan
pada anggota gerak bawah

3. Pemeriksaan Fisik 1. Spasme otot punggung


2. Nyeri tekan para vertebra lumbal, sakral dan sepanjang
perjalanan saraf iskhiadikus
3. Keterbatasan ROM punggung
4. Tes provokasi Lasseque sign, SLR, Patrick , kebalikan
Patrick
5. Pemeriksaan neurologis

4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat penyakit : nyeri pinggang dengan atau tanpa


penjalaran ke tungkai – kaki
2. Pemeriksaan fisik : spasme otot lumbal, nyeri tekan para
lumbal. Tes Lasseque, tes SLR tes Patrick
3. Pemeriksaan Radiologis: spasme otot, Unstable
lumbosacral joint , degenerasi sendi tulang belakang

5. Diagnosis Kerja Riwayat penyakit : nyeri pinggang dengan atau tanpa


penjalaran ke tungkai – kaki,
Pemeriksaan Radiologis: spasme otot, Unstable lumbosacral
joint , degenerasi sendi tulang belakang

6. Diagnosis Banding 1. Iskhialgia / Sciatica ( ICD 10 : 54.3


2. HNP
3. Spondylosis/ spondyloarthrosis ( M47 )
4. Spondylolysthesis

3
5. Sindroma miofascial dan fibromyalgia ( M79.7
6. Stenosis spinalis
7. Fraktur kompresi dan osteoporosis
8. Spondylitis TBC
9. Spondylitis ankilosa
10. Tumor spinal
11. Low Back Post-operative

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen lumbosacral posisi AP/Lateral


2. MRI lumbosacral
3. Darah rutin

8. Terapi 1. NSAID ( Meloxicam, Na.diclofenac, asam mefenamat )


2. Relaksasi otot ( esperson, tizanidine )
3. Neurotropik vitamin
4. Fisioterapi ( SWD,MWD,US,TENS, Traksi Lumbal )
4. Latihan ( Exercise ) otot punggung ( Fleksor dan
ekstensor )
5. Lumbal support ( Korset pinggang )
9. Edukasi 1. Istirahat
(Hospital Health Promotion) 2. Sikap tubuh ergonomis
3. Hindari Angakat beban berlebihan
4. Hindari jongkok
5. Tidur pada kasur yang cukup keras dengan alas datar

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelah Kritis Dr.jalalin,SpKFR

14. Indikator Medis Visual analog scale (vas)


15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
ICD -10

4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
FROZEN SHOULDER ( ICD 10 : M.75.0 )

1. Pengertian (Definisi) Adalah kekakuan dan nyeri sendi bahu disebabkan oleh
gangguan pada persendian bahu dan atau struktur
anatomi dan fungsional persendian bahu. .

2. Anamnesis Keluhan yang paling sering dirasakan adalah nyeri pada sendi
bahu dan keterbatasan gerak atau kaku pada sendi bahu,
kesulitan dalam melakukan aktivitas keseharian

3. Pemeriksaan Fisik 1. Nyeri tekan pada permukaan bahu


2. Keterbatasan ROM Bahu ke semua arah

4. Kriteria Diagnosis 1. Nyeri gerak persendian bahu


2. ROM terbatas pada gerakan aktif dan atau pasif,
biasanya diawali dengan keterbatasan gerak pada
eksorotasi, lalu diikuti abduksi dan internal rotasi
3. Tanda radang
4. Dengan atau tanpa gangguan neurologis

5. Diagnosis Kerja Nyeri dan keterbatasan ROM bahu


Radiologi tidak ditemukan kelainan tulang dan sendi

6. Diagnosis Banding 1. Nyeri bahu pada tendon dan bursa M75.5


2. Robekan pada rotator cuff (Drop arm test) M75.1
3. Impingemen syndrome M75.4
4. Bicipital tendinitis (Jagerson test +)
5. Thoracic outlet syndrome (Adson test +)
6. Brachial plexus injury
7. Hemiplegi shoulder
8. Trauma bahu
9. Lesi bahu lain – lain M75.9

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen BAHU


2. MRI
3. Darah rutin
8. Terapi 1. Medikamentosa :
Analgetik : Meloxicam, Na.diclofenac, asam

5
mefenamat
Neurotropik vitamin Relaxan otot dan sedative,
neurotropik : B1, B6, B12
Inj.steroid intra artrikuler
2. Fisioterapi ( SWD,MWD,US,TENS )
3. Latihan ( pendulum exercise ) ,
4. Shoulder support
9. Edukasi 1. Latihan ROM bahu di rumah
(Hospital Health Promotion) 2. Latihan ADL

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam)


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis Dr.jalalin,SpKFR

14. Indikator Medis Perbaikan ROM bahu, perbaikan nilai nyeri dengan VAS
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi

6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
Palsi serebral – Delayed of milles tone ( ICD 10 : R.62.0 )

1. Pengertian (Definisi) Paralisis serebral / palsi serebral


Kelumpuhan otak karena adanya lesi nonprogresif pada
otak yang belum matur, mengakibatkan kumpulan gejala
klinis yang heterogen, dengan karakteristik gangguan
tonus otot, refleks tendon, refleks primitif dan reaksi
postural yang menghasilkan pola gerakan abnormal

2. Anamnesis keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat


penyakit dahulu, riwayat prenatal, riwayat perinatal,
riwayat perkembangan motorik- kasar- halus -
komunikasi/ wicara - personal sosial, riwayat
psikososial, riwayat pendidikan, riwayat keluarga

3. Pemeriksaan Fisik 1. keadaan umum, komunikasi/wicara, drooling, swalowing,


chewing, nervi kranialis lainnya, posisi kepala terhadap
leherdan tubuh
2. Thoraks, jantung, paru, abdomen, genitalia, tulang
belakang, ekstremitas, LGS, MMT,refleks fisiologi,
refleks primitif, tonus postural, reaksi tegak,
keseimbangan, koordinasi, pola gerakan volunter/
involunter
3. Pemeriksaan fungsional: tonggak perkembangan

4. Kriteria Diagnosis 1. Diagnosis penyakit dideskripsikan topografi, tipe dan


etiologinya. Misal: paralisis serebaral spastik dipiegia
prenatal
2. Diagnosis fungsional dideskripsikan impaDept.RMen,
disabilitas dan handikapnya
3. Diagnosis usia perkembangan motorik kasar, halus,
komunikasi/ wicara, refleks, emosi, kognitif

5. Diagnosis Kerja Adanya gangguan gerakan gerak dan postur yang tidak
progersif
Terjadi pada masa tumbuh kembang
Keterlambatan proses tumbuh kembang

7
6. Diagnosis Banding 1. Pasca meningitis
2. Pasca trauma kapitis
3. Tumor otak
7. Pemeriksaan Penunjang
1. MRI
2. Darah rutin
3. Pemeriksaan fungsi pendengaran
4. Pemeriksaan fungsi penglihatan

8. Terapi 1. Anak palsi serebral akan menjadi dewasa palsi


serebral
2. Prioritas kemampuan yang harus dicapai berturut-
turut: kepercayaan diri positif, komunikasi, AKS,
kalau mungkin jalan (mobilisasi dependent atau
independent)
3. Tindakan: posisi yang benar (inhibisi tampilan motorik
abnormal), fasilitasi dan stimulasi. Pengelolaan
komunikasi, feeding, psikososial, alat bantu, obat,
edukasional, vokasional
4. Rujukan ke interdisipliner lain sesuai kebutuhan

Terapi Rehabilitasi Medik


 Pemanasan dangkal untuk memperbaiki /
meningkatkan elastisitas jaringan
 Neurodevelopment terapi antara lain dengan
metode Bobath
 Latihan ADL dengan permainan anak – anak ( terapi
Okupasi )
 Latihan komuni kasi , bicara, pengenalan gambar –
gambar ( puzle )

9. Edukasi 1. Orang tua atau pengasuh


(Hospital Health Promotion) 2. Masyarakat lingkungan
3. Sekolah

10. Prognosis 1. Prognosis penyakit: static


2. Prognosis harapan hidup: ad bonam
3. Prognosis fungsionam tergantung tipe tampilan motorik,
perkembangan refleks, dan kemampuan kognitif

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis Dr.jalalin,SpKFR

14. Indikator Medis DENVER Developmental Screening Test

8
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

9
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
NYERI SERVIKAL ( ICD 10: M54.2 )

1. Pengertian (Definisi) Adalah kumpulan gejala yang dilakukan tekanan /


iritasi akar saraf leher di dalam / sekitar foramen
interveterbralis sebelum akar saraf tersebut terbagi
dalam rami anterior dan posterior

2. Anamnesis Keluhan rasa nyeri di leher yang menjalar ke bahu,


lengan atas / bawah, tergantung akar saraf yang
terkena.

3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan klinis umum


2. Pemeriksaan klinis neurologist
3. Pemeriksaan ROM
4. Tes – tes provokasi

4. Kriteria Diagnosis 1. Nyeri daerah leher bahu, dada, pundak, scapula dan
lengan.
2. Terdapat gejala sensorik berupa paratesia, hiperastesi
dan hipoastesi
3. Terdapat kelemahan otot leher, lengan dan tangan
sampai atrofi otot instrinsik

5. Diagnosis Kerja 1. Nyeri daerah leher bahu, dada, pundak, scapula dan
lengan.
2. Pemeriksaan x foto rontgen ( AP/Lateral/Oblique
kanan / kiri

6. Diagnosis Banding 1. Radiculopati ( CRS ) Servikal M54.1


2. TOS
3. TIS
4. CTS
5. MTPS
6. Shouulder hand syndrome
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen Servikal AP/Lateral/Oblique kanan- kiri
2. MRI servikal
3. Darah rutin

10
8. Terapi 1. NSAID ( Meloxicam, Na.Diclofenac, Asam mefenamat
2. Relaksasi otot ( Eperisone , tizanidine )
3. ANTI ANXIETAS ( Clobazam, Alprozolam )
3. Fisioterapi ( SWD,MWD,US,TENS, Traksi Servikal)
4. Latihan ( Exercise ) otot leher
5. Servikal Collar
9. Edukasi 1. Istirahat
(Hospital Health Promotion) 2. Sikap tubuh ergonomi
3. Hindari posisi leher yang monoton

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis Dr.jalalin,SpKFR

14. Indikator Medis 1. Perbaikan nyeri dengan VAS


2. ROM cervical
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi

11
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
SEQULE STROKE ( ICD 10: G46 )
Vascular syndrome 0f brain in cerebrocascular disease )

1. Pengertian (Definisi) Kumpulan gejala kelainan neurologis fokal yang timbul


mendadak akibat gangguan peredaran darah di otak,
yang merupakan akibat berbagai penyakit atau keadaan
lain yang juga merupakan faktor resiko dan dapat
disertai atau tidak disertai dengan gangguan
kesadaran, manifestasi klinis tergantung lokasi lesi
neuroanatomis sentral yang terkena.

2. Anamnesis Riwayat mengalami kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi


tubuh atau kedua sisi
Gangguan fungsi luhur
Gangguan fungsional khususnya ADL
3. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan kondisi umum
2. Pemeriksaan neurologis
3. Pemeriksaan fungsi luhur
4. Gangguan menelan
5. Gangguan kontrol BAB / BAK
5. Gangguan fungsional ( personal ADL)
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat CVD
2. Terdapat sequlae CVD ( komunikasi, ambulasi dan
ADL )
5. Diagnosis Kerja 1. Hemiplegi/ parese/ satu sisi atau bilateral
2. Hemihipesthesi spastisitas Disarthria, disphagia
3. Gangguan akibat lesi saraf kranial
4. Aphasia dan gangguan/ disfungsi cerebral luhur/
kognisi lainnya
5. Gangguan fungsi berkemih seperti unhibited
neurogenic bladder dan lain - lain
6. Tergantung lokasi lesi dengan derajat yang berbeda

6. Diagnosis Banding 1. SOL


2. Trauma kapitis
3. Radang otak
7. Pemeriksaan Penunjang 1. CT-SCANING KEPALA
2. Darah rutin

12
8. Terapi 1. Fase awal :
a. Alih baring,
b. pasif ROM,
c. Perawatan saluran nafas dan kontrol BAB/BAK
2. Fase lanjutan ( SNH mulai hari ke 3 dan SH
setelah minggu ke 2 )
a. Sinar infra merah
b. Latihan Neuro development ( Bobath )
c. Latihan mobilisasi
d. Latihan ADL
e. Latihan komunikasi
9 . Edukasi 1. Latihan di rumah
(Hospital Health 2. Modifikasi lingkungan dalam rumah
Promotion)
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Dr.jalalin,SpKFR
14. Indikator Medis Perbaikan Kemampuan fungsional ( perbaikan nilai
Barthel Index , Modifikasi Barthel Index, FIM )
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi

13
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
CEDERA MEDULA SPINALIS ( ICD 10 : G82)

1. Pengertian (Definisi) Cedera medulla spinalis adalah kerusakan pada medulla


spinalis yang dapat bersifat parsial (inkomplit) atau
komplit, disertai atau tanpa disertai adanya fraktur
tulang belakang, yang menyebabkan gangguan fungsi
motorik, sensorik dan autonomik dibawah level cedera
yang disebabkan oleh trauma. Cedera medulla spinalis
traumatis terjadi antara lain karena kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olahraga atau
akibat kekerasan (tertembak, tertusuk benda tajam).
2. Anamnesis 1. Mekanisme cedera
2. Kapan terjadinya
3. Cara transportasi ke Rumah Sakit
4. Dimana dan apa yang telah dilakukan pada pertolongan
pertama
5. Kondisi fisik sebelum cedera
3. Pemeriksaan Fisik Umum :
1. Muskuloskeletal : - Level skeletal (pada tulang belakang)
- Cedera skeletal lain
2. Neurologis : - Level neurologis
- Klasifikasi AIS (ASIA Impairment
Scale)
a. Complit : tidak ada fungsi motorik
ataupun sensorik yang terpelihara pada segmen
sakral S4 – 5
b. Inncomplete : tidak ada fungsi
motorik tetapi ada fungsi sensorik yang terpelihara
hingga segmen sakral S4 – 5
c. Inncomplete : fungsi motorik
terpelihara dibawah level neurologik dan sebagain
besar otot kunci dibawah level neurologi mempunyai
kekuatan kurang dari 3
d. Inncomplete : fungsi motorik
terpelihara dibawah level neurologik dan sebagain
besar otot kunci dibawah level neurologi mempunyai
kekuatan lebih besar atau sama dengan 3
e. Normal : fungsi motorik maupun

14
sensorik normal

4. Kriteria Diagnosis 1. Tetraplegia / paraplegia


2. Komplit / lnkomplit
3. Level neurologis
4. Klasifikasi ASIA
5. Etiologi ( level cedera skeletal)
6. Masalah gangguan fungsi
Impairment, Disability and handicap sesuai dengan
level cedera.
5. Diagnosis Kerja 1. Complit : tidak ada fungsi motorik ataupun sensorik
yang terpelihara pada segmen sakral S4 – 5
2. Inncomplete : tidak ada fungsi motorik tetapi ada
fungsi sensorik yang terpelihara hingga segmen
sakral S4 – 5
3. Inncomplete : fungsi motorik terpelihara dibawah
level neurologik dan sebagain besar otot kunci
dibawah level neurologi mempunyai kekuatan kurang
dari 3
4. Inncomplete : fungsi motorik
terpelihara dibawah level neurologik dan sebagain
besar otot kunci dibawah level neurologi mempunyai
kekuatan lebih besar atau sama dengan 3
5. Normal : fungsi motorik maupun
sensorik normal

6. Diagnosis Banding Myelitis Transversal


7. Pemeriksaan Penunjang a. Foto Rontgen tulang belakang
b. MRI
c. Darah rutin, urin rutin, urin kultur

8. Terapi Untuk paraplegia lama proses rehabilitasi umumnya sekitar


3-4 bulan. Untuk tetraplegia 4-6 bulan
1. Immobilisasi dan stabilisasi
2. Spinal orthosis bila perlu, sesuai level skeletal
3. Functional Resting Splint untuk tangan tetraplegia
4. Terapi latihan persiapan untuk mobilisasi
5. Jalan dengan atau tanpa orthosis, dengan atau tanpa
alat bantu
6. Kursi roda
7. Jenis kursi roda diresepkan sesuai level neurologis dan
level kemandirian serta aktivitas penderita.
8. Terapi latihan persiapan untuk aktivitas sehari-hari
9. Self care
10. Leisure, hobby, olahraga

15
11. Pre vokasional
12. Splint khusus untuk meningkatkan fungsi
tangan
13. Bowel Retraining
Diet : banyak serat dan cairan
Pemberian obat pelembek faeces
Waktu tertentu dilatih untuk defekasi, biasanya ½
jam setelah makan, karena saat ini terdapat refleks
gastrocolonic, dan waktu disesuaikan pula dengan
kebiasaan pasien
Pemberian laksantif dan manual ekstraksi dapat
dilakukan bila perlu.
14. Bladder Retraining
Pada 24 jam pertama setelah Cidera Medula Spinalis
di pasang dauer catheter untuk mencegah distensi
distensi yang berlebihan pada kandung kencing.
Selanjutnya di tentukan diagnosis / jenis kelainan
kandung kencingnya
1. Jenis “Uper Motor Neuron”
Pada jenis ini Refleks sacralis masih utuh, bahkan
meningkat
Untuk menimbulkan refleks berkemih, dapat
dilakukan dengan cara menepuk paha bagian dalam,
menarik – narik bulu pubis, meregangkan spincter
ani eksternus.
2. Jenis “Lower Motor Neuron”
Pada jenis ini refleks sacralis menurun bahkan
tidak ada
pasang dauer catheter Untuk menimbulkan
pongosongan kandung kemih dapat dilakukan
dengan cara menekan daerah
suprapubis( manuever Crede )

Program kateterisasi
Program kateterisasi diperlukan bila stelah dilakukan
miksi spontan / dengan rangsangan atau dengan
manuever Crede residu urine kurang dari 100 cc
Pada pasien yang menjalani kateterisasi secara
intermiten dalam waktu yang lama dapat dianjurkan
untuk melakukan sendiri dengan menggunakan kateter
yang bersih ( Clean Intermiten Catheter / CIC )
melalui edukasi kepada pasien / keluarga tentang tata
cara melakukannya.
9. Edukasi 1. Program latihan untuk meningkatkan / mempertahan
(Hospital Health Promotion)

16
keberhasilan fungsional yang sudah didapatkan
2. Edukasi bagi penderita, keluarga atau caregiver

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis Dr.jalalin,SpKFR
14. Indikator Medis Fungsional Independen Measure (FIM )
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

17
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Khronis ) ( ICD 10 : J144.9 )

1. Pengertian (Definisi) PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai


hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversible atau reversible parsial,
PPOKterdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.

2. Anamnesis Bronkitis kronik


Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang -
kurangnya dua tahun berturut -turut, tidakdisebabkan
penyakit lainnya.

Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli

3. Pemeriksaan Fisik 1. Sesak napas atau napas pendek ( shortness of breath)


Batuk dengan atau tanpa dahak
2. Dahak sulit dikeluarkan / dibatukkan
3. Terbangun malam hari karena batuk atau banyak dahak
atau sesak
4. Sulit tidur karena batuk atau sesak
5. Bila berjalan cepat letih atau sesak
6. Bila melakukan aktivitas cepat letih atau sesak
7. Aktivitas terganggu karena letih atau sesak
8. Bila naik tangga timbul sesak

4. Kriteria Diagnosis 1. Frekuensi pernapasan , skala Borg untuk sesak napas,


frekuensi nadi (reguler/ irreguler), tensi, tinggi badan,
berat badan (Hitung BMI), JVP
2. Retraksi suprasternal, interkostal dan kontraksi otot
abdominal, ekspirasi memanjang
3. Spasme otot-otot napas sekunder, upper trapezius dan
toraks bagian atas.

18
4. Perubahan postur: kiposis, kiposkoliosis, barrel chest
5. Pemeriksaan ekspansi thoraks
6. Pergerakan napas (simetris / asimetris), ekspansi toraks
(atas, tengah dan bawah), pernapasan paradoksal.
7. Wheezing inspirasi/ekspirasi, ronki, dahak, gallop
8. Atrofi otot-otot ekstremitas, edema tungkai

5. Diagnosis Kerja International Clasification of function ( ICF )


Struktur dan fungsi tubuh
1. Faktor lokal : Penurunan fungsi paru akibat obstruksi
jalan napas, kerusakan dinding alveoli dan penurunan
fungsi pompa ventilasi.
2. Faktor sistemik: penurunan
fungsi otot akibat kerusakan / atrofi dan gangguan
metabolisme otot.

Aktivitas
1. Sesak napas atau napas pendek
2. Penurunan kapasitas fisik yang berakibat penurunan
kemampuan berjalan, naiktangga, penurunan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
3. Rasa cemas sampai depresi

Partisipasi
Gangguan pola tidur dan insomnia, penurunan rasa
percaya diri, terganggunya aktivitas sosial,
meningkatnya hari mangkir kerja

6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. pemeriksaan rutin:
1. faal paru (spirometri dan uji bronkodilator)
2. darah rutin : Hb, Ht, leukosit
3. Foto toraks PA dan lateral

2. pemeriksaan khusus :
1. pemeriksaan bakteriologi sputum
8. Terapi Tujuan:
1. mengatasi sesak nafas
2. membantu ekspektorasi dahak bila perlu
3. mencegah sindroma dekondisi

Penatalaksanaan (di rumah sakit)


1. medikamentosa untuk mengatasi sesak : oksigen
(bila perlu), bronkodilator, steroid, mukolitikdan
antibiotika (bila perlu) diberikan secara oral,

19
parenteral atau inhalasi.
2. edukasi untuk posisi mengurangi sesak (waktu
berbaring, duduk, berdiri)
3. Relaksasi dengan imagery dan pernapasan pursedlip
( dengan sugesti musik)
4. latihan ankle pumping aktif/pasif
5. latihan lingkup gerak sendi ke 4 ekstremitas
6. Postural drainage, vibrasi, assited coughing (bila
perlu)
7. mobilisasi dini bila sesak berkurang

Fase pemulihan :
Tujuan: mencegah dan mengurangi frekuensi
eksaserbasi, memperbaiki
pola napas, meningkatkan toleransi latihan,
meningkatkan kemampuan
AKS/ aktivitas kerja.
Penatalaksanaan (di rumah sakit, rawat jalan, home
program):
Edukasi:
1. program berhenti merokok
2. Penggunaan obat dan tujuan/ manfaat latihan
3. Strategi pernapasan optimal.
4. Tehnik konservasi energi dan penyederhanaan kerja
5. posisi tubuh yang bena
6. penyesuaian aktivitas dengan pola napas
7. perencanaan dan prioritas aktivitas /kerja
8. pemakaian alat Bantu untuk meningkatkan kwalitas
hidup

Program latihan:
1. Latihan relaksasi pernapasan (PLB dan inspirasi
dalam sesuai toleransi) dan relaksasi Jacobson
2. Terapi fisik dada:
3. Kelenturan otot leher, bahu dan mobilitas dinding
dada serta koreksi postur (bila perlu).
4. Latihan pernapasan dalam dan torakal/ diafragma,
latihan pernapasan segmental
5. Postural drainage, vibrasi, huffing /coughing efektif
(bila perlu)
6. Latihan kombinasi: active cycle breathing technique
7. Latihan rekondisi:
8. Rekondisi kardiorespirasi: jalan, sepeda static,
treadmill
9. Rekondisi grup otot ekstremitas atas dan bawa

20
10. Unsupported arm exercise training dengan atau
tanpa beban
11. Latihan penguatan otot Quadriceps
12. Latihan penguatan abdominal dengan half sit up
13. Rekondisi otot pernapasan dengan perasat Muller
atau incentive spirometri
14. Pertimbangkan pemakaian oksigen selama latihan
(bila perlu)

9. Edukasi Penatalaksanaan ( rawat jalan, home program, latihan


(Hospital Health Promotion) kelompok di masyarakat):
 Edukasi:
Pemakaian obat, kontrol faktor risiko, program
latihan yang kontinyu terutama latihan rekondisi
 melanjutkan latihan pada fase pemulihan.
Untuk latihan rekondisi: meningkatkan intensitas,
mempertahankan
frekuensi dan durasi latihan
Frekuensi: 3 - 5 x / minggu
Durasi: 30 menjt, dalam bentuk latihan kontinyu
atau interval
ntensitas ditentukan sesuai uji latih berkala (2-3
bulan)
 Mengikuti latihan kelompok senam asma

Tindak Lanjut / Evaluasi:


 Spirometri : setiap bulan, bila stabil setiap 3
bulan, atau bila eksaserbasi akut.
Kemampuan fungsional: dengan uji latih, bila
stabil setiap 3 bulan. Kualitas hidup : alat ukur
kualitas hidup spesifik St George Respiratory
Quesioner (setiap 6 bulan), membaik bila nilai
total makin rendah

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis Dr.jalalin,SpKFR
14. Indikator Medis Pemeriksaan fungsional:
Uji latih:
1. uji jalan 6 menit (boleh sambil istirahat, dihitung
total jarak)
2. sepeda statik (incremental atau steady state)

21
3. treadmill (incremental atau steady state)
Dan uji latih ditentukan kemampuan fungsional:
meter/ watt/ VO2max

15. Kepustakaan 1. Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan


Rehabilitasi

22
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
CARPAL TUNEL SYNDROME ( ICD 10 : G56.0 )

1. Pengertian (Definisi) Neuropati Akibat kompresi nervus medianus pada


terowongan carpal dipergelangan tangan

2. Anamnesis Keluhan rasa kesemutan dan nyeri di jari – jari yang dirasakan
pada malam hari dan saat bangun dari tidur . Gejala pada siang hari
biasanya akibat melakukan pekerjaan dengan tangan fleksi atau
ekstensi . Nyeri berkurang bila mengibas-ngibaskan tangan ( flick
sign ) . Gangguan otonom berupa edema dan rasa dingin di tangan .
Gangguan motoris berupa kelumpuhan otot , benda terjatuh saat
digenggam

3. Pemeriksaan Fisik Bandingkan tangaan yang sakit dan sehat, apakah ada
tanda asimetris eminentia thenar.
Tes Phalen, test tunel dan test prayer
4. Kriteria Diagnosis Parestesi pada jari-jari tangan yang dipersyarafi oleh
N.Medianus
Hasil Tes Phalen, test tunel dan test prayer positif
Pemeriksaan EMG

5. Diagnosis Kerja Parestesi pada jari-jari tangan yang dipersyarafi oleh


N.Medianus
Hasil Tes Phalen, test tunel dan test prayer positif

6. Diagnosis Banding CRS

7. Pemeriksaan Penunjang 1. EMG


2. Ultra Sound Musculosceletal
3. Radiologi pergelangan tangan

8. Terapi 1. Steroid oral – injeksi


2. Modalitas Ultra Sound Therapy
3. Tendon and nerve gliding exercise
4. Splint wrist pada posisi netral
9. Edukasi 1. Modifikasi pekerjaan termasuk modifikasi postur
(Hospital Health Promotion)
10.Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam

23
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis Dr.jalalin,SpKFR
14. Indikator Medis Pemeriksaan kemampuan fungsional (functional status
scale)
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi

24
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSUD SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
2013 – 2015
BELLS PALSY ( ICD 10 : G51.0 )

1. Pengertian (Definisi) Kelumpuhan otot – otot wajah yang disebabkan oleh


karena parese N. VII

2. Anamnesis 1. Terjadi secara tiba –tiba


2. Rasa nyeri belakang telingan
3. Kelumpuhan otot wajah salah satu sisi atau keduanya
4. Gangguan pengecapan, Kesulitan menutup mata, gangguan
sekresi air liur, air mata.
5. Riwayat beraktifitas malam di ruangan terbuka

3. Pemeriksaan Fisik 1. Mengerutkan dahi


2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir

4. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan EMG

5. Diagnosis Kerja Anamnesis dan pemeriksaan fisik

6. Diagnosis Banding 1. Ram Say Hunt Syndrome


2. Parese N.fasialis akibat trauma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen kepala
2. CT-Scan kepala
3. EMG

8. Terapi 1. Kortikosteroid
2. NSAID(Meloxicam, Na.Diclofenac, Asam mefenamat )
3. Vitamin Neurotropik
4. Fisioterapi ( MWD foramen stylomastoidea )
5. IRR dan Electro Stimulasi
6. Latihan ( Exercise ) reedukasi otot wajah)
9. Edukasi 1. Proteksi mata ( air mata buatan, kaca mata gelap)
(Hospital Health Promotion) 2. Masase otot wajah secara mandiri
3. Latihan meniup lilin, berkumur, mengunyah permen

25
karet
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis 1. Dr.jalalin,SpKFR
14. Indikator Medis Skor UGOFISH
15. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi

26

Anda mungkin juga menyukai