PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang penting dan memerlukan perhatian yang serius. Banyak
kritikan dari praktisi pendidikan, akademisi dan masyarakat yang sering dilontarkan kepada
sistem pendidikan. Kritik tersebut sangat komplek, dimulai dari sistem pendidikan yang berubah-
ubah ketika ganti menteri pendidikan, kurikulum yang kurang tepat dengan mata pelajaran yang
terlalu banyak dan tidak berfokus pada hal-hal yang seharusnya diberikan dan lain sebagainya.
Namun demikian, masalah sering menjadi perhatian setiap sistem pendidikan problem penilaian
hasil belajar yang kurang efektif. Terlebih lagi pada masa kini yang memasuki zaman modern
dengan adanya perkembangan akan pemikiran manusia dan juga dengan masuknya budaya-
budaya asing maka masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat ini yaitu mulai banyaknya
bermunculan manusia-manusia yang memiliki pengetahuan yang tinggi tetapi tidak memiliki
akhlak atau sikap yang baik. Sehingga, pengetahuannya digunakan untuk hal-hal yang tidak baik
dan cenderung merugikan orang lain.
Oleh karena itulah maka pada masa ini aspek penilaian dari ranah afektif sangatlah
diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang seperti itu. Kemampuan afektif berhubungan
dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen,
percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua
kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai
melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.
Pengukuran pada ranah afektif tidak semudah melakukan pada pengukuran kognitif. Namun
itu bukan berarti ranah tersebut tidak dapat diukur. Ada kriteria-kriteria tertentu yang menjadi
pedoman dalam pengukuran ini. Maka dari itu kami akan membahas lebih dalam lagi tentang
ranah afektif pada makalah ini.
1
2
PEMBAHASAN
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Menurut Nana Sudjana (2004), ranah afektif ialah ranah yang berkaitan dengan sikap dan
nilai. Beberapa pakar mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahan-
perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil
belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti:
perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam
mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak
mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap
guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Menurut Syamsu Yusuf LN (2004), mengatakan bahwa ranah afekif pada dasarnya
merupakan tingkah laku yang mengandung penghayatan suatu emosi atau perasaan tertentu.
Contoh ikhlas, senang, marah, sedih, menyayangi, mencintai, menerima, menyetujui dan
menolak.
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang
yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar
secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai
hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan
minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan
emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan,
semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya.
3
4
Akan tetapi, penilaian ranah afektif sepertinya belum mendapat porsi yang lebih
dibandingkan dengan penilaian ranah kognitif dan psikomotor, masih banyak para pendidik yang
menilai ranah ini kurang memperhatikan rambu-rambu serta pedoman yang telah diterbitkan oleh
pemerintah. Maklum penilaian ini banyak sekali variabelnya sehingga sulit untuk
memedomaninya dalam memberikan nilai kepada peserta didik. Menurut PP nomor 19 tahun
2005 pasal 65 ayat 2 menyatakan bahwa “penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran
pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan”.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif
kemampuan yang diukur adalah:
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap
ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi
Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan
characterization.
5
a. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan,
musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik
pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik
mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan
sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan,
yaitu kebiasaan yang positif.
b. Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada
pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi
respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang
menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya
senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan
kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
c. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai,
misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat
komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai
yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang
konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran,
penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
d. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai
diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil
pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem
nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
e. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta
didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu
6
hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan
pribadi, emosi, dan sosial.
2.4 Tipe Karakteristik Afektif
Pada penilaian ranah afektif Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap,
minat, konsep diri, nilai, dan moral.
a. Sikap
Merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap
suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang
positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap
dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan
konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk
mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik,
dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi,
konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah
atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan
(Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris,
harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris
dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu
pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta
didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
b. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan
menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah
intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas
tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk:
1. Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
2. Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
7
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada
dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa
juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya
bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat
bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat
dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
d. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan,
atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan
bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik
atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi
ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat
positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah
tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah
suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat,
sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek,
aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan
kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan
dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk
memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
e. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun
Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral.
Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap
dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang
bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang
lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang
lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral
juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan
perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan
keyakinan seseorang.
1. Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan
orang lain.
9
2. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan
artistic.
3. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang
sama dalam memperoleh pendidikan.
4. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi
kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Menurut Andersen (1980) cara atau metode penilaian yang dilakukan dalam menilai dari
ranah Afektif yaitu :
a. Observasi
Metode observasi ini dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap
sikap atau perilaku dari siswa sehingga penggunaan metode observasi didasarkan pada
asumsi bahwa karakteristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang
ditampilkan dan/atau reaksi psikologis seseorang. Data-data yang diperoleh dalam
observasi dicatat dalam suatu catatan observasi.
Sebagaimana halnya dengan tes, maka observasi dapat dibagi-bagi atas beberapa jenis.
Dan pembagian jenis observasi juga dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang yaitu :
Observasi terhadap situasi yang dimanipulasi yaitu situasi yang telah direncanakan
oleh pengobservasi (Nurkancana dan Sunartana, 1992:51-51).
b. Laporan Diri
Pada penggunaan metode ini dilakukan dengan memberikan lembaran penilaian kepada
siswa untuk menilai dirinya maupun juga menilai teman-temannya. Sehingga, metode ini
berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan seseorang adalah dirinya sendiri. Namun,
metode ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri dan juga
orang lain.
1. Skala Linkert
Prinsip pokok Skala Linkert adalah menentukan lokasi kedudukan seseorang dalam suatu
kontinum sikap terhadap objek sikap, mulai dari sangat negative sampai dengan sangat
positif. Penentuan lokasi itu dilakukan dengan mengkuantifikasi pernyataan seseorang
terhadap butir pernyataan yang disediakan.
Skala Linkert menggunakan skala dengan lima angka. Skala 1 berarti sangat negative dan
skala 5 berarti sangat positif. Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti
oleh pilihan respon yang menunjukkan tingkatan. Contoh pilihan respon:
SS=sangat setuju
S=setuju
R=ragu-ragu
TS=tidak setuju
STS=sangat tidak setuju
2. Skala Pilihan Ganda
Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda, yaitu suatu pernyataan yang diikuti
oleh sejumlah alternative pendapat.
Contoh
Dalam suatu upacara bendera :
a. Setiap peserta haruskhidmat mengikuti jalannya upacara tanpa kecuali
b. Peserta diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas tertentu dan tidak
mengganggu jalannya upacara.
3. Skala Thurstone
11
Merupakan skala mirip descriptive graphic rating scale karena merupakan suaru
instrumen yang responnya dengan memberi tanda tertentu pada suatu kontinum baris.
Pada descriptive graphic rating, skala terdiri dari 5 tingkatan, sedangkan pada skala
Thurstone jumlah skala yang digunakan berkisar anatara 7 sampai 11.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
A B C D E F G H I J K
Very favourable neutral very unfavorable
Adapun tujuan dari adanya penilaian ranah afektif (Arikunto, 2008:178) yaitu :
a. Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan program
perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.
b. Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah lakua anak didik yang dicapai yang
antara lain diperlukan sebagai bahan bagi: perbaikan tingkah laku anak didik,
pemberian laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
c. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai
dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.
d. Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Ranah afektif pada umumnya
merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai yang dimana ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Aspek yang dinilai dari ranah Afektif berdasarkan dari kompetensi yang ingin dicapai
yaitu, Sikap spiritual yang menyangkut kecakapan seorang individu atau peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran yang segala tindakannya mencerminkan sikap yang sopan dan agamis
dengan melakukan doa dan puji syukur serta taat dalam beribadah dan sikap sosial yaitu
menyangkut kecakapan seorang peserta didik dalam bergaul atau bersosialisasi dan
bertanggungjawab dalam sebuah kelompok maupun juga dalam kehidupan masyarakat. Dan
dalam pembahasan ranah afektif yaitu mencakup pengertian penilaian ranah afektif, aspek
yang dinilai dari ranah afektif, tingkatan ranah afektif, tipe karakteristik afektif, cara
penilaian dari ranah, dan tujuan penilaian ranah afektif.
3.2 Saran
Makalah ini masih dalam pengembangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu dalam
pengembangannya dibutuhkan saran dan kritik untuk perkembangan makalah ini agar dapat
lebih baik lagi, dan bisa bermanfaat bagi kami dan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/38520905/makalah_PENILAIAN_RANAH_AFEKTIF.docx
13
14
http://gustishare.blogspot.com/2017/06/makalah-evaluasi-pembelajaran-aspek_8.html